• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMBANGUN DAYA SAING BANGSA MELALUI PENDIDIKAN: REFLEKSI PROFESIONALISME GURU DI ERA GLOBALISASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MEMBANGUN DAYA SAING BANGSA MELALUI PENDIDIKAN: REFLEKSI PROFESIONALISME GURU DI ERA GLOBALISASI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

435

MEMBANGUN DAYA SAING BANGSA MELALUI PENDIDIKAN:

REFLEKSI PROFESIONALISME GURU DI ERA GLOBALISASI

Yulia

Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol Padang Email: [email protected]

Abstract: Indonesia are challenged by many kinds of problem related to the low quality in education, that affect

their ability to have competition, in ASEAN area, in world wide area, can run a full competition from with competitor. That case are needed to be responded early by repairing the educational sector, responding that there are so rapidly and dynamically changing happen in the world, so that all the existed problem will affect other sectors. The major key on the development of education is the attention of government on educational sector. It can be done by the sufficient number of the professional teacher. The professional teacher is the key factor an educational quality. The professional teacher means that the task is just only can be done by those who has academically qualification, competence, and teaching Certification as what required by in each education levels. To a professional the teacher must be able to find their own figure and actuate their live in social community.

Key words:the nation competition ability, education quality, teacher proffessionalism

Abstrak: Indonesia menghadapi berbagai permasalahan menyangkut kualitas pendidikan yang masih rendah,

yang mengakibatkan daya saing bangsa, baik di tingkat regional ASEAN, terlebih lagi di tingkat dunia, kalah bersaing dengan negara lain. Hal tersebut perlu direspon dengan cepat melalui pembenahan di sektor pendidikan, mengingat saat ini perubahan semakin dinamis, sehingga setiap permasalahan yang muncul akan berpengaruh pada berbagai sektor lainnya. Kunci utama dan majunya pembangunan pendidikan di suatu negara adalah karena adanya kepedulian pemerintah yang begitu serius dalam menangani sektor pendidikan. Kepedulian pemerintah terhadap pendidikan salah satunya terealisasi kepada peningkatan profesionalisme guru. Guru yang profesional merupakan faktor penentu proses pendidikan yang bermutu.Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kom- petensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Un- tuk dapat menjadi profesional, guru harus mampu menemukan jati diri dan mengaktualkan diri terutama di era globalisasi.

Kata kunci: daya saing bangsa, kualitas pendidikan, profesionalisme guru.

A. Pendahuluan

Dunia yang semakin menyatu dalam satu kesatuan yang utuh melalui globalisasi sudah menjadi kenyataan. Thomas L. Friedman bah- kan merangkumnya dengan bahasa yang lugas:

”The World is Flat”. Globalisasi sendiri me- nurut Thomas Friedman bergeser dari Glo- balization 1.0 menuju Globalization 2.0, dan sekarang Globalization 3.0. Saat ini, bukan saja isu perekonomian dan perdagangan dunia yang kian menyatu, namun juga berbagai isu lain, se- perti demokratisasi, ilmu pengetahuan, teknolo- gi, komunikasi dan informasi, bahkan pendidi- kan, serta berbagai isu lainnya. Berbagai negara membentuk aliansi bersama untuk bergabung dalam satu kekuatan besar dalam menghadapi

persaingan yang semakin kompetitif. Sehingga batasan suatu negara kian tak kentara dengan tingkat dinamika dan mobilitas yang semakin tinggi dari masyarakatnya.

Sebagai bagian dari masyarakat global, In-

donesia menghadapi berbagai macam perma-

salahan yang kompleks, hal ini merupakan salah

satu akibat dari lamanya bangsa ini dikuasai

oleh penjajah yang sifatnya eksploratif. Pada

masa itu, bangsa ini hanya dimanfaatkan sumber

daya alamnya yang melimpah, sedangkan dalam

sumber daya manusianya dibodohkan dengan

berbagai cara, sehingga bangsa ini tidak meng-

alami masa perkembangan yang menakjubkan

dalam bidang ilmu pengetahuan, pendidikan,

maupun teknologi. Masa penjajahan tersebut,

(2)

disatu sisi melahirkan kaum intelektual yang terbatas, namun disisi lain justru menghasilkan sumber daya manusia yang tidak berkualitas.

Keadaan tersebut mewariskan buruknya penge- lolaan bangsa ini oleh para penguasa bangsa ini sendiri, baik di jaman orde lama maupun orde baru, sehingga bangsa ini kalah bersaing dengan bangsa lain.

Permasalahan krusial yang dihadapi bangsa ini, yang menyangkut pemberdayaan sumber daya manusia antara lain ialah jumlah penduduk 237,64 juta (BPS, 2010); Pertumbuhan angkatan kerja lebih besar ketimbang ketersediaan lapangan kerja; Ditribusi penduduk antar daerah tidak merata; Ketidaksesuaian kompetensi SDM dengan pasar kerja; Ketidak-seimbangan kebu- tuhan layanan publik dengan jumlah petugas;

Distribusi informasi tentang pasar kerja yang lambat atau timpang; permintaan tenaga kerja yang belum terpetakan dengan baik; Tingginya tingkat pengangguran dan kemiskinan secara simultan menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan dan kesehatan, dan pada akhirnya menyebabkan rendah kualitas SDM Indonesia. 3 Publikasi The Global Competitiveness Report yang diterbitkan oleh World Economic Forum pada tahun 2008 menunjukkan bagaimana daya saing Indonesia dalam persaingan global.

Pada tahun 2008, peringkat daya saing In- donesia berdasarkan Growth Competitiveness Index berada di urutan ke-55 dari 134 negara.

Prestasi Indonesia di 2008 tersebut relatif tidak mengalami kemajuan dibandingkan prestasi tahun 2007 yang berada di urutan 54 dari 131 negara (Sumber: World Economic Forum The Global Competitiveness Report tahun 2008- 2009). Menurut hasil Studi Political and Economical Risk Consultancy (PERC) tahun 2005, mencerminkan betapa rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia saat ini. Derajat pen- didikan Indonesia di urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Indonesia berada pada posisi paling buncit di bawah Malaysia, Singapura, Brunei, Thailand, dan Filipina, berada di atas Indonesia.

Indikator yang digunakan oleh PERC antara lain: (1) Impresi keseluruhan tentang sistem pendidikan di suatu negara; (2) Proporsi pendu- duk yang memiliki pendidikan dasar; (3) Proporsi penduduk yang memiliki pendidikan menengah; (4) Proporsi penduduk yang memi-

liki pendidikan perguruan tinggi; (5) Jumlah biaya untuk mendidik tenaga kerja produktif;

(6) Ketersediaan tenaga kerja produktif ber- kualitas tinggi; (7) jumlah biaya untuk mendidik tenaga kerja; (8) Ketersediaan staf manajemen;

(9) Tingkat keterampilan tenaga kerja; (10) semangat kerja (work ethic) tenaga kerja; (11) Kemampuan berbahasa Inggris; (12) Kemam- puan berbahasa asing selain bahasa Inggris; (13) Kemampuan penggunaan teknologi tinggi; (14) Tingkat keaktifan tenaga kerja; (15) Frekuensi perpindahan atau pergantian tenaga kerja (labour turnover). Padahal, menurut Data statis- tik Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi De- partemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) mencatat bahwa secara kuantitas perkembang perguruan tinggi (akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas) di Indonesia me- ningkat tajam, jika pada bulan September 1999 jumlah lembaga pendidikan tinggi di Indonesia berjumlah 1.634 perguruan tinggi, kemudian jumlahnya naik menjadi 2.428 atau naik sebesar 49% selama lima tahun terakhir (1999-2004).

Apabila jumlah lembaga pendidikan tinggi itu dibedakan menurut statusnya, maka jumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) naik dari 77 menjadi 81 (atau naik sebesar 5,2%) PTN, tahun 2006 menjadi 82 PTN dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) naik dari 1.557 menjadi 2.347 (atau naik sebesar 51,4%) dalam periode waktu tersebut, bahkan 4 pada tahun 2006 telah men- jadi 2.679 PTS. Jumlah mahasiswa PTN pada tahun 2004 mencapai 880 ribu termasuk maha- siswa Universitas Terbuka, sementara jumlah mahasiswa PTS mencapai 1,7 juta. Angka par- tisipasi kasar mahasiswa telah meningkat dari 9% pada tahun 1985 menjadi 12,8% pada tahun 2002. Dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, angka partisipasi kasar pendidikan tinggi tahun 2002 masih tergolong rendah, bila dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, misalnya Brunei 13,89%, Malaysia 23,26%, Filipina 29,45%, dan Thailand 31,92%.

Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa

secara umum, Indonesia menghadapi berbagai

permasalahan menyangkut kualitas pendidikan

yang masih rendah, yang mengakibatkan daya

saing bangsa, baik di tingkat regional ASEAN,

terlebih lagi di tingkat dunia, kalah bersaing de-

ngan negara lain. Hal tersebut perlu direspon

(3)

dengan cepat melalui pembenahan di sektor pendidikan, mengingat saat ini perubahan sema- kin dinamis, sehingga setiap permasalahan yang muncul akan berpengaruh pada berbagai sektor lainnya. Menurut Word Education Forum (WEF), kunci utama dan majunya pembangunan pendidikan di suatu negara adalah karena a- danya kepedulian pemerintah yang begitu serius dalam menangani sektor pendidikan. Soemarto, (2002:1) menambahkan, keberhasilan suatu bangsa dalam membangun pendidikan menjadi barometer tingkat kemajuan bangsa yang ber- sangkutan. Hal ini patut dicermati mengingat pembangunan pendidikan di Indonesia relatif masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain, bahkan di kawasan Asia Tenggara sekali- pun, kecuali dengan negara baru Timor Leste.

Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional tahun 2000 (Mulyasa, 2006:23) mengungkapkan bahwa sa- lah satu kelemahan sistem pendidikan nasional yang dikembangkan di tanah air adalah ku- rangnya perhatian pada output. Standarisasi kurikulum, buku, alat, pelatihan guru, sarana dan fasilitas sekolah merupakan wujud kendali pemerintah terhadap input dan proses yang ha- rus berlangsung di dalam sistem. Akan tetapi standar kompetensi apa yang harus dikuasai oleh seorang peserta didik setelah mengikuti ke- giatan belajar, belum mendapat perhatian yang semestinya. Menurut Kustono (2007:2), kualitas guru di Indonesia masih tergolong relatif ren- dah. Hal ini antara lain disebabkan oleh tidak terpenuhinya kualifikasi pendidikan minimal terutama bila mengacu pada amanat UU. RI.

No. 14 tahun 2005tentang Guru dan Dosen (UUGD), dan PP RI Nomor 19 tahun 2005 ten- tang Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas pada tahun 2005 me- nunjukkan terdapat 1.646.050 (69,45%) guru SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB yang tidak me- menuhi kualifikasi pendidikan minimal. Kuali- fikasi guru dimaksud masing-masing sebagai berikut: Guru TK terdapat 91,54%, SD terdapat 90,98%, SMP terdapat 48,05%, dan SMA terda- pat 28,84% yang belum memiliki kualifikasi pendidikan S1/D4. Karena keberadaan guru yang bermutu merupakan syarat mutlak ha- dirnya sistem dan praktik pendidikan yang

berkualitas, hampir semua bangsa di dunia ini selalu mengembangkan kebijakan yang mendo- rong keberadaan guru yang berkualitas. Salah satu kebijakan yang dikembangkan oleh peme- rintah di banyak negara adalah kebijakan inter- vensi langsung menuju peningkatan mutu dan memberikan jaminan dan kesejahteraan hidup guru yang memadai. Beberapa negara yang mengembangkan kebijakan ini antara lain Singapore, Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat. Negara-negara tersebut berupaya me- ningkatkan mutu guru dengan mengembangkan kebijakan yang langsung mempengaruhi mutu dengan melaksanakan sertifikasi guru. Guru yang sudah ada harus mengikuti uji kompetensi untuk mendapatkan sertifikat profesi guru. Ser- tifikat pendidik adalah merupakan bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional (UU. No.

14 Tahun 2005). Guru yang profesional merupa- kan faktor penentu proses pendidikan yang bermutu. Untuk dapat menjadi profesional, guru harus mampu menemukan jati diri dan meng- aktualkan diri. Pemberian prioritas yang sangat rendah pada pembangunan pendidikan selama beberapa puluh tahun terakhir telah berdampak buruk yang sangat luas bagi kehidupan berbang- sa dan bernegara (Sholeh, 2006:9).

Berdasarkan latar belakang tersebut, artikel

ini akan menyajikan sejumlah analisa dan pemi-

kiran mengenai pentingnya upaya peningkatan

daya saing bangsa, dalam hal ini profe-

sionalisme guru merupakan salah satu faktor

yang sangat menentukan kualitas pendidikan di

Indonesia. Karena Guru sebagai tenaga profe-

sional mengandung arti bahwa pekerjaan guru

hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang

mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi,

dan sertifikat pendidik sesuai dengan persya-

ratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan

tertentu. Kualifikasi akademik diperoleh melalui

pendidikan tinggi program sarjana atau program

diploma empat. Kompetensi guru meliputi

kompetensi pedagogis, kompetensi kepribadian,

kompetensi sosial, kompetensi profesional. Ser-

tifikasi pendidik diselenggarakan oleh pergu-

ruan tinggi yang memiliki program pengadaan

tenaga kependidikan yang terakreditasi dan di-

tetapkan oleh pemerintah, dan dilaksanakan se-

cara obyektif, transparan dan akuntabilitas.

(4)

B. Pembahasan

1. Pendidikan di Indonesia

Bidang pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat fundamental dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan, di samping juga merupakan faktor penentu bagi perkem- bangan sosial dan ekonomi ke arah kondisi yang lebih baik. Pendidikan juga dipandang sebagai sarana paling strategis untuk mengangkat harkat dan martabat suatu bangsa. Mengingat begitu pentingnya peran pendidikan bagi kehidupan masyarakat, maka pemerintah dewasa ini sangat memperhatikan segala aspek pendidikan yang a- da untuk ditingkatkan, termasuk peningkatan mutu produktivitas guru. Harapannya adalah a- gar pendidikan di Indonesia bangkit dari keter- purukan dan menjadi garda terdepan dalam pembangunan bangsa. Bentuk perhatian ini, se- cara khusus tercermin dalam kebijakan pemerin- tah, antara lain: berupa pemenuhan sarana per- undang-undangan, peningkatan anggaran pendi- dikan, sampai pada upaya penyempurnaan ber- bagai regulasi yang berlaku untuk memajukan pendidikan nasional (Subandowo, 2009:109- 110).

Hal tersebut merupakan sebuah upaya yang dilandasi adanya kesadaran untuk mewujudkan amanat konstitusi yang diletakkan para founding father negara ini, yaitu dalam Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang meng- isyaratkan, bahwa: “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wa- jib membiayainya”. Dan Pasal 31 ayat (3) yang menyatakan, bahwa: “Pemerintah mengusaha- kan dan menyelenggarakan satu sistem pendi- dikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”. Sebagai upaya melak- sanakan amanat konstitusi itulah, maka pada saat ini pemerintah pusat maupun daerah tengah berkonsentrasi secara penuh terhadap kemajuan dalam pembangunan pendidikan, dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia yang diya- kini sebagai faktor penunjang akselerator kema- juan daerah. Peningkatan sumber daya manusia melalui bidang pendidikan hanya dapat dicapai, jika guru yang berfungsi sebagai pendidik gene- rasi bangsa juga memiliki kualitas yang tinggi.

Pembangunan bidang pendidikan di setiap dae-

rah bertumpu kepada tiga pilar Kebijakan Stra- tegis Departemen Pendidikan Nasional, yaitu:

(1) perluasan dan pemerataan akses pendidikan;

(2) peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing;

dan (3) tata kelola, akuntabilitas, dan pencitraan publik (Depdiknas, 2008:5). Ketiga pilar itulah yang menjadi dasar pengembangan sektor pen- didikan yang menyeluruh di Indonesia dewasa ini.

Perluasan dan pemerataan pendidikan telah dilakukan oleh pemerintah dimulai pada tahun 1984 melalui pemerataan pendidikan Sekolah Dasar. Setelah itu dilanjutkan dengan program wajib belajar yang dimulai pada tahun 1994.

Selain pemerataan pendidikan, upaya lain ada- lah dengan pemberian beasiswa kepada siswa yang tidak mampu, melalui Gerakan Nasional Orang Tua Asuh. Pemberian beasiswa berbasis kerja, dan saat ini adanya program Bantuan Operasional Sekolah. Segala upaya pemerataan pendidikan dilakukan untuk membuat siswa mendapatkan pendidikan dan bertahan dalam pendidikannya.

Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing dilakukan sebagai upaya dalam mengatasi ma- salah kualitas guru di setiap daerah, kekurangan sarana dan prasarana baik secara kuantitas mau- pun kualitas untuk setiap jenjang pendidikan, kurangnya alokasi dana pendidikan untuk setiap daerah. Peningkatan mutu yang signifikan dila- kukan pemerintah adalah peningkatan profesio- nalisme guru diantaranya peningkatan kualifi- kasi dan kompetensi guru melalui tatap muka, penelidikan jarak jauh berbasis KKG dan e- learning, sertifikasi nasional internasional.

Penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan pencitraan publik salah satu rencana kerja dari Pendidikan Nasional. Penguatan tata kelola, a- kuntabilitas dan pencitraan bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dari pengelolaan pen- didikan baik dari segi pelaksanaan maupun penganggaran dalam mewujudkan manajemen pendidikan yang transparan dan akuntabel sehingga dapat menciptakan citra dan pelayanan sekolah yang bermutu. Untuk mencapai tujuan tersebut sudah dilakukan adalah melalui otono- mi dan desentralisasi pendidikan, manajemen berbasis sekolah/madrasah, manajemen berbasis masyarakat, dan peningkatan citra.

2. Daya Saing Bangsa dalam Pendidikan

(5)

Pemahaman mengenai pentingnya daya sa- ing bangsa, muncul dan berkembang seiring de- ngan semakin berkembangnya globalisasi dan perdagangan dunia. Berkaitan dengan itu, Hatten dan Resenthal (2000:5) menyatakan bah- wa penguasan bidang ilmu dan teknologi dalam kadar yang memadai sangat diperlukan agar masyarakat dapat meningkatkan kemampuan kreativitas, pengembangan, dan penerapan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) sebagai tuntutan yang mutlak dalam kehidupan global.

Menurut Harrison dan Huntington (Subandowo, 2009:109).

Era globalisasi telah merubah paradigma yang sangat besar dalam sektor produktivitas yang menyangkut kekayaan suatu negara. Pada masa lampau kekayaan suatu negara dipandang berkait erat dengan sumber-sumber kekayaan a- lam yang dimiliki. Akan tetapi untuk ukuran se- karang, kekayaan suatu negara sangat diten- tukan oleh kemampuan sumber daya manusia yang mampu mengubah sumber-sumber daya alam itu menjadi produk atau jasa yang berharga berdasarkan ilmu pengetahuan, investasi, gaga- san, dan inovasi. Banyak sumber daya alam atau eksternal yang dulu menguntungkan suatu nega- ra kini telah hilang karena arus perkembangan globalisasi.

Konteks baru dalam peningkatan daya saing antarbangsa dewasa ini adalah kebutuhan untuk mengetahui segala perubahan. Hal ini dapat di- lakukan dengan jalan penguasaan yang mema- dai bidang ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu, ti- dak heran jika berbagai bangsa dapat kita saksi- kan sangat antusias berlomba dalam hal pengua- saan ilmu pengetahuan, termasuk menciptakan, mengembangkan, dan menggunakannya dalam rangka mencapai kesuksesan yang kompetitif.

Bagi suatu bangsa maupun organisasi bisnis, pe- nguasaan ilmu pengetahuan baru sangat penting artinya untuk dapatberpartisipasi dalam era glo- bal. Pihak yang pantas menjadi pemenang da- lam persaingan global adalah mereka yang me- ngetahui (knowing) bagaimana cara bertahan hidup dan mengetahui bagaimana mengembang- kan kemampuan berorganisasi (Hatten dan Rosenthtal, 2000:7).

Dalam kaitan ini, pendidikan merupakan unsur penting yang harus mendapat prioritas u-

tama. Dalam kerangka itulah, pendidikan diha- rapkan dapat memberi sumbangan bagi perkem- bangan seutuhnya setiap orang, baik jiwa, raga, intelijensi, kepekaan, estetika, tangung jawab, dan nilai-nilai spiritual. Melalui pendidikan, se- tiap orang hendaknya dapat diberdayakan untuk berpikir mandiri dan kritis. Dalam dunia yang terus berubah dan diwarnai oleh inovasi sosial dan ekonomi, pendidikan tampak sebagai salah satu kekuatan pendorong untuk meningkatkan kualitas imajinasi dan kreativitas sebagai ung- kapan dari kebebasan manusia dan standarisasi tingkah laku perorangan. Kesempatan atau pe- luang perlu diberikan kepada generasi muda untuk melakukan percobaan dan menemukan sesuatu yang baru (UNESCO, 1996:94).

3. Profesionalisme Guru

Menurut Sagala (2009:2), kata profesi ber- asal dari bahasa Yunani “pbropbaino” yang ber- arti menyatakan secara publik dan dalam bahasa Latin disebut “professio” yang digunakan untuk menunjukkan pernyataan publik yang dibuat o- leh seorang yang bermaksud menduduki suatu jabatan publik. Para politikus Romawi harus melakukan “professio” di depan publik yang di- maksudkan untuk menetapkan bahwa kandidat bersangkutan memenuhi persyaratan yang di- perlukan untuk menduduki jabatan publik.

Sanusi, dkk., dalam (Sagala, 2009:8) mengurai-

kan ciri utama suatu profesi (1) jabatan tersebut

memiliki fungsi, signifikansi yang menentukan

serta menuntut keterampilan dan keahlian ter-

tentu; (2) keterampilan dan keahlian tersebut di-

dapat dengan menggunakan teori dan metode

ilmiah berdasar disiplin ilmu tertentu; (3) ja-

batan itu memerlukan pendidikan di perguruan

tinggi dengan waktu yang cukup lama; terutama

dalam aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profe-

sional itu sendiri; (4) dalam memberikan la-

yanan kepada khalayak ramai, anggota profesi

selalu berpegang teguh pada kode etik yang di-

awasi dan dikontrol oleh organisasi profesi ter-

kait; (5) kendatipun begitu, anggota profesi da-

pat dengan leluasa dan bebas memberikan kepu-

tusan sesuai dengan profesinya, sehingga mere-

ka bebas dari campur tangan orang lain. dan (6)

jabatan ini memperoleh penghormatan yang

tinggi ditengah masyarakat, sehingga mem-

(6)

peroleh imbalan atau gaji yang tinggi, berbeda dengan pekerjaan lain yang non profesi.

Profesionalisme guru lebih ditekankan ke- pada penguasaan ilmu pengetahuan, kemam- puan manajemen beserta strategi penerapannya.

Profesionalisme guru bukan hanya sekedar pe- ngetahuan teknologi dan manajemn namun lebih kepada sikap dan pengembangan profesiona- lisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memi- liki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.

Profesionalisme guru Indonesia yang profe- sional dpat dibangun apabila guru memenuhi persyaratan:

a. Dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawan- tahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21.

b. Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan ri- set dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendi- dikan sebagai ilmu praktis bukan hanya me- rupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendi- dikan masyarakat Indonesia.

c. Pengembangan kemampuan profesional ber- kesinambungan, profesi guru merupakan pro- fesi yang berkembang terus menerus dan ber- kesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertim- bangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah .

4. Profesionalisme Guru Sebagai Upaya Daya Saing Membangun Bangsa

Terkait dengan upaya dalam memperbaiki kualitas pendidikan, pada tahun 2005, secara formal Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) mulai disahkan dan diberlakukan.

Undang-undang ini dihasilkan sebagai kebi- jakan dari upaya intervensi langsung pemerintah dalam meningkatkan kualitas kompetensi guru lewat kebijakan keharusan guru memiliki kualifikasi Strata 1 atau D4, dan memiliki serti- fikat profesi. Dengan sertifikat profesi ini pula guru berhak mendapatkan tunjangan profesi se- besar 1 bulan gaji pokok guru. Di samping UUGD juga menetapkan berbagai tunjangan

yang berhak diterima guru sebagai upaya pe- ningkatan kesejahteraan finansial guru. Kebi- jakan dalam UUGD ini pada intinya adalah me- ningkatkan kualitas kompetensi guru seiring de- ngan peningkatkan kesejahteraan mereka.

Profesionalisme guru sering dikaitkan de- ngan tiga faktor yang cukup penting, yaitu kom- petensi guru, sertifikasi guru, dan tunjangan profesi guru. Ketiga faktor tersebut, disinyalir berkaitan erat dengan maju-mundurnya kualitas pendidikan di Indonesia. Guru profesional yang dibuktikan dengan kompetensi yang dimilikinya akan mendorong terwujudnya proses dan pro- duk kinerja yang dapat menunjang peningkatan kualitas pendidikan. Guru kompeten dapat di- buktikan dengan perolehan sertifikasi guru be- rikut tunjangan profesi yang memadai menurut standar hidup masyarakat berkecukupan. Seka- rang ini, terdapat sejumlah guru yang telah ter- sertifikasi, akan tersertifikasi, telah memperoleh tunjangan profesi, dan akan memperoleh tun- jangan profesi. Fakta bahwa guru telah terser- tifikasi merupakan dasar asumsi yang kuat, bahwa guru telah memiliki kompetensi.

Terkait dengan beberapa permasalahan dalam profesi pendidikan, menurut Anwar dan Sagala (Sagala, 2009:8-9), terdapat empat hal yang perlu dibahas, yakni:

a. Profesionalisme profesi keguruan, pada da- sarnya pengajaran merupakan bagian profesi yang memiliki ilmu maupun teoritikal, kete- rampilan, dan mengharapkan idiologi profe- sional tersendiri. Oleh sebab itu seseorang yang bekerja di institusi pendidikan dengan tugas mengajar jika diukur dari teori dan praktek tentang suatu pengetahuan yang mendasarinya, maka guru juga merupakan profesi sebagaimana profesi lain.

b. Otoritas profesional guru, disiplin profesi

guru memiliki hubungan dengan anak didik,

para guru melaksanakan tugasnya dengan

penuh gairah, keriangan, kecekatan (exhila-

ration), dan metode yang bervariasi dalam

mendidik anak-anak. Pendidik profesional

memberi bantuan sampai tuntas (advocation)

kepada anak didik. Jadi guru yang profe-

sional tidak hanya terkonsentrasi pada materi

pelajaran, tetapi mereka juga memperhatikan

situasi-situasi tertentu. Guru telah mendapat

pengetahuan melalui pendidikan profesional

(7)

keguruan. Dengan dasar itu menunjukkan bahwa yang berhak mengadvokasi dalam pendidikan untuk anak hanya otoritas guru.

Walaupun secara garis besar guru mengajar dan membantu anak didik memperoleh ilmu pengetahuan, maka otoritas guru ada pada subjek pengajaran, dan pendidikan.

c. Kebebasan akademik (academic freedom), keberanian bertindak secara otonom meru- pakan sikap karakteristik profesi, dan pera- saan praktisioner mengharuskannya membuat suatu kebijakan yang diikuti oleh klien-nya tanpa suatu tekanan eksternal, yaitu dari orang lain yang bukan anggota profesi atau organisasi kerjanya. Academic freedom ada- lah suatu kebebasan yang memberi kebebas- an berkreasi dalam suatu forum dalam ling- kup kebenaran. Dalam kasus ini, secara posi- tif guru memiliki tanggung jawab keilmu- wan. Guru bekerja bukan atas tekanan kebu- tuhan belajar muridnya, tetapi atas tuntutan profesional, dan ini adalah batas kebebasan yang di maksud. Tetapi guru tidak meng- abaikan kebutuhan belajar muridnya. Maka- nya demonstrasi pemboikotan untuk menun- tut kesejahteraan bagi guru dengan mengor- bankan tugas mengajar adalah tidak tepat.

Kebebasan akademik bukan berarti bebas otonomi, bebas dari aturan disiplin, tetapi perlu melegitimasi permintaan sejawat, mu- rid, dan, profesionalismenya sendiri. Secara akademik guru bebas menyelidiki dan meng- ekspresikan kebenaran tanpa tuntutan orang lain, bebas mengajak muridnya mendisku- sikan secara kritis topik-topik yang kontro- versial, agar lebih kritis mampu mengerti apa dan bagaimana. Jadi academic freedom ada- lah suatu konsep yang mulia dan mendasar memberikan kebebasan akademik kepada anak didik tanpa suatu kungkungan dan me- reka bisa memutuskan apa kasus dan kajian yang mereka kaitkan

d. Tanggung jawab moral (responsible) dan pertanggungjawaban jabatan (accountabi- lity). Responsible maksudnya memiliki otori- tas untuk mampu membuat suatu keputusan tanpa supervisi. Sedangkan accountability a- dalah tanggung jawab atau bisa dipertang- gungjawabkan atas suatu tindakannya. Jadi penekannya adalah cara guru mempertang-

gungjawabkan keputusannya tentang apa yang diajarkan, kapan diajarkannya, dan ba- gaimana mengajarkannya berdasarkan otori- tas profesionalnya sendiri sebagai perpaduan kompetensi disiplin, metode dan pengajaran keilmuwannya.

Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip- prinsip sebagai berikut, yaitu: (1) memiliki ba- kat, minat, panggilan jiwa dan idealisme, (2) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia, (3) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas, (4) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas, (5) memiliki tang- gung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesio- nalan, (6) memperoleh penghasilan yang diten- tukan sesuai dengan prestasi kerja, (7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesio- nalan secara berkelanjutan dengan belajar se- panjang hayat, (8) memiliki jaminan perlin- dungan hukum dan melaksanakan tugas kepro- fesionalan dan (9) memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesional guru (UU RI No. 14 Tahun 2005).

Undang-undang Guru dan Dosen (UUGD) merupakan suatu ketetapan politik bahwa pendi- dik adalah pekerja profesional, yang berhak mendapatkan hak-hak sekaligus kewajiban pro- fesional. Dengan itu diharapkan, pendidik dapat mengabdikan secara total pada profesinya dan dapat hidup layak dari profesi tersebut. Dalam UUGD ditentukan bahwa seorang:

a. Pendidik wajib memiliki kualifikasi akade- mik dan kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran.

b. Kualifikasi akademik diperoleh melalui pen- didikan tinggi program sarjana (S1) atau program diploma empat (D-IV) yang sesuai dengan tugasnya sebagai guru untuk guru dan S-2 untuk dosen.

c. Kompetensi profesi pendidik meliputi kom- petensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi so- sial.

1) Kompetensi Pedagogik. Adalah kemam-

puan mengelola pembelajaran peserta di-

dik yang meliputi pemahaman terhadap

(8)

peserta didik, perancangan dan pelaksa- naan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

2) Kompetensi Kepribadian. Adalah kepriba- dian pendidik yang mantap, stabil, dewa- sa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.

3) Kompetensi Sosial. Adalah kemampuan pendidik berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan peserta didik, sesa- ma pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat.

4) Kompetensi Profesional. Adalah kemam- puan pendidik dalam penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing pe- serta didik memperoleh kompetensi yang ditetapkan.

Untuk dapat menetapkan bahwa seorang pendidik sudah memenuhi standar profesional maka pendidik yang bersangkutan harus meng- ikuti uji sertifikasi. Ada dua macam pelaksanaan uji sertifikasi, yaitu: (1) Sebagai bagian dari pendidikan profesi bagi mereka calon pendidik, dan; (2) Berdiri sendiri untuk mereka yang saat diundangkannya UUGD sudah berstatus pendi- dik. Sertifikasi pendidik atau guru dalam jabat- an, dilaksanakan dalam bentuk penilaian porto- folio. Penilaian portofolio merupakan pengaku- an atas pengalaman profesional guru dalam ben- tuk kumpulan dokumen yang mendeskripsikan:

(1) Kualifikasi akademik; (2) Pendidikan dan pelatihan; (3) Pengalaman mengajar; (4) Peren- canaan dan pelaksanaan pembelajaran; (5) Penilaian dari atasan dan pengawas; (6) Prestasi akademik; (7) Karya pengembangan profesi; (8) Keikutsertaan dalam forum ilmiah; (9) Penga- laman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan (10) Penghargaan yang relevan de- ngan bidang pendidikan. Guru yang memenuhi penilaian portofolio dinyatakan lulus dan men- dapat sertifikat pendidik.

Sedangkan guru yang tidak lulus penilaian portofolio dapat: (1) Melakukan kegiatan-kegia- tan untuk melengkapi portofolio agar mencapai nilai lulus atau (2) Mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi guru yang diakhiri dengan eva- luasi/penilaian sesuai persyaratan yang ditentu-

kan oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifi- kasi. Guru yang lulus pendidikan dan pelatihan profesi guru mendapat sertifikat pendidik. Guru merupakan komponen vital dan fundamental da- lam proses pendidikan, yang mengedepankan proses pematangan kejiwaan, pola pikir, dan pembentukan serta pengembangan karakter (character building) bangsa untuk mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya. Keberadaan dan peran pendidik dalam proses pembelajaran tidak dapat digantikan oleh siapapun dan apapun.

Pendidik yang handal, profesional dan berdaya saing tinggi, serta memiliki karakter yang kuat dan cerdas merupakan modal dasar dalam me- wujudkan pendidikan yang berkualitas yang mampu mencetak sumberdaya manusia yang berkarakter, cerdas, dan bermoral tinggi.

Sumber daya manusia yang demikianlah yang sebenarnya diperlukan oleh bangsa Indo- nesia untuk dapat bersaing dengan negara- negara lain dan dapat berperan serta aktif dalam perkembangan dunia di era global dan bebas hampir tanpa batas ini (Baedhowi, 2009:2).Guru sebagai bagian dari organisasi sekolah memiliki kewajiban untuk melaksanakan serangkaian tu- gas sesuai dengan fungsi yang harus dijalankan- nya. Sebagai seorang manajer PBM, guru berke- wajiban memberi pelayanan kepada siswanya terutama dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

Tanpa menguasai materi pelajaran, strategi pembelajaran dan pembimbingan kepada siswa untuk mencapai prestasi yang tinggi, maka guru tidak mungkin dapat mencapai kualitas pendi- dikan yang maksimal (Suhardan, 2007:4). Kua- litas pendidikan yang tinggi sangat diperlukan dalam rangka menciptakan masyarakat yang cerdas, damai, terbuka, demokratis, dan memili- ki daya saing. Hal ini pada gilirannya akan da- pat meningkatkan kesejahteraan masyarakat se- cara keseluruhan. Penyempurnaan kurikulum di- lakukan secara responsif terhadap penerapan hak azasi manusia, kehidupan demokratis, glo- balisasi, dan otonomi daerah (Depdiknas, 2001:6).

C. Penutup

Dunia yang semakin menyatu dalam satu

kesatuan yang utuh melalui globalisasi sudah

menjadi kenyataan. Sebagai bagian dari masya-

rakat global, Indonesia menghadapi berbagai

macam permasalahan yang kompleks. Permasa-

(9)

lahan tersebut menyangkut rendahnya kualitas sumber daya manusia dan kualitas pendidikan yang ada, hal tersebut menyebabkan daya saing bangsa menjadi rendah. Hal tersebut perlu dires- pon dengan cepat melalui pembenahan di sektor pendidikan, mengingat saat ini perubahan sema- kin dinamis, sehingga setiap permasalahan yang muncul akan berpengaruh pada berbagai sektor lainnya. Karena keberadaan guru yang bermutu merupakan syarat mutlak hadirnya sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas, hampir se- mua bangsa di dunia ini selalu mengembangkan kebijakan yang mendorong keberadaan guru yang berkualitas. Salah satu kebijakan yang di- kembangkan oleh pemerintah di banyak negara adalah kebijakan intervensi langsung menuju peningkatan mutu dan memberikan jaminan dan kesejahteraan hidup guru yang memadai.

Guru sebagai tenaga profesional mengan- dung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat di- lakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Kualifi- kasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat. Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogis, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi profesional. Sertifikasi pen- didik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga ke- pendidikan yang terakreditasi dan ditetapkan o- leh pemerintah, dan dilaksanakan secara obyek- tif, transparan dan akuntabilitas.

Referensi

Asrorun Ni'am Sholeh, Membangun Profesio- nalitas Guru, Jakarta: Elsas, 2006.

Baedhowi, Tantangan Pendidikan Masa Depan dan Kiat Menjadi Guru Profesional, Disampaikan pada Seminar Nasional dan Launching Klub GurU Indonesia Wilayah Yogyakarta, 14 Juni 2009.

Belajar. Mimbar Pendidikan. No. 2 Tahun XXVI. Bandung: UPI.

Departemen Pendidikan Nasional RI, Kurikulum Sekolah Dasar, Jakarta: Depdiknas, 2001.

Departemen Pendidikan Nasional RI, Draft Naskah Akademik Sertifikasi Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Jakarta: P2TK Ditjen Dikti, 2004

Departemen Pendidikan Nasional RI, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007, tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan, 2007

Departemen Pendidikan Nasional RI, Pemba- ngunan Pendidikan Nasional. Jakarta:

Depdiknas, 2008

Djoko Kustono, Urgensi Sertifikasi Guru.

Makalah Seminar Nasional dalam Rangka Dies UNY ke-43 tanggal 5 Mei 2007.

Yogyakarta

Hatten, K.J. & Rosenthal, S.R, Reaching for the Knowledge Edge, New York: Amrican Management Association, 2001

Laporan Studi Political and Economical Risk Consultancy (PERC) tahun 2005

Laporan World Economic Forum - The Global Competitiveness Report Tahun 2008-2009 Mulyasa E, Standar Kompetensi dan Sertifikasi

Guru, Penerbit: PT Remaja Rosdakarya, 2006.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Sagala, Syaiful, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan: Pemberdayaan Guru, Tenaga Kependidikan dan Masyarakat dalam Manajemen Sekolah, Bandung: CV. Alfabeta, 2009

Soemarto, Faktor-Faktor Lingkungan Stratejik

dalam Pengembangan Perguruan Tinggi

Swasta: Studi tentang Faktor-Faktor

Lingkungan Perguruan Tinggi Swasta yang

Terakreditasi di Jawa Barat, Disertasi

Doktor pada PPS-UPI Bandung, 2002.

(10)

Subandowo, Peningkatan Produktivitas Guru dan Lembaga Pendidikan Tenaga Kepen- didikan pada Era Global, Jurnal Ilmiah Kependidikan, Khazanah Pendidikan, Vol.

I, No. 2, Maret 2009

Suhardan, D, Standar Kinerja Guru dan Penga- ruhnya terhadap Pelayanan, 2007

Tilaar, H.A.R, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif Abad 21, Magelang: Indonesia Tera, 1999 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14

Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

UNESCO, Learning: Treasure Within, New

York: UNESCO Publishing, 1996

Referensi

Dokumen terkait

c. Melaksanakan evaluasi dan pelaporan di bidang pariwisata yang menjadi kewenangan Daerah dan Tugas bantuan yang ditugaskan kepada Daerah provinsi..

Penyusunan perencanaan dan anggaran dari subbagian dikoordinasi oleh kepala bagian tata usaha, usulan perencanaan dan penganggaran seksi dikoordinasikan oleh kepala subdin

Beda penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian yang relevan adalah, penelitian ini mengkaji pantun bajawek sebagai sastra lisan dalam acara mananti tando

[r]

Dalam buku ini, ia berusaha menggabungkan Emotional Intelligence (EQ) yang didasari dengan hubungan antara manusia dengan Tuhannya (SQ), sehingga menghasilkan ESQ:

Teknik pengambilan data dengan angket dalam penelitian ini ditujukan untuk memperoleh data langsung, mengenai kinerja guru dalam pengelolaan pembelajaran, kompetensi

Untuk dapat melihat detail / mimik pemain dengan cukup jelas, jarak kursi penonton terjauh tidak dapat lebih dari ±23m. Tata letak kursi penonton yang baik adalah