• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANTUN BAJAWEK DALAM ACARA MANANTI TANDO DI BINJAI KECAMATAN TIGO NAGARI KABUPATEN PASAMAN: Telaah Struktur dan Nilai Pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PANTUN BAJAWEK DALAM ACARA MANANTI TANDO DI BINJAI KECAMATAN TIGO NAGARI KABUPATEN PASAMAN: Telaah Struktur dan Nilai Pendidikan"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

2

SKRIPSI

untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

ERMI YENTI

NIM: 2008/04559

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

(2)
(3)
(4)

i

ABSTRAK

Ermi Yenti. 2012. “Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman: Telaah Struktur dan Nilai Pendidikan”. Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan daerah, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang.

Penelitian ini dilatar belakangi oleh masyarakat Binjai yang saat ini sudah jarang melaksanakan acara pantun bajawek dalam acara mananti tando, masyarakat kebanyakan hanya langsung menikah maka pantun bajawek dalam acara mananti tando ini akan hilang dengan sendirinya. Pantun bajawek dalam acara mananti tando di Binjai dilaksanakan oleh kaum ibu dan kaum bapak tidak diikutsertakan.

Sesuai dengan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) struktur Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman, dan (2) nilai-nilai pendidikan di dalam Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman. Untuk mencapai tujuan, pemecahan masalah dalam penelitian ini, dilakukan dengan menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut: (1) Bagaimanakah struktur Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman? (2) Apa saja nilai-nilai pendidikan di dalam Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman?

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Entri penelitian ini adalah pantun bajawek dalam acara mananti tando. Pengumpulan data dilakukan dengan merekam penuturan pantun bajawek pada situasi kejadian dan wawancara. Penganalisisan data dilakukan dengan menstrankripsikan data hasil rekaman ke dalam bahasa tulis, dan menganalisisnya berdasarkan tujuan penelitian.

Berdasarkan temuan dan pembahasan penelitian, dapat disimpulkan hal-hal berikut. Struktur pantun bajawek dalam acara mananti tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman, sama dengan pantun biasa, mempunyai sampiran dan isi dan terdiri atas empat baris, dan talibun yaitu enam baris, delapan baris dan sepuluh baris. Selain itu, pantun tersebut juga dibangun oleh struktur fisik dan batin. Nilai pendidikan yang terdapat di dalam pantun bajawek dalam acara mananti tando dapat dikelompokkan ke dalam tiga hal yaitu nilai pendidikan agama, nilai pendidikan moral dan, nilai pendidikan adat.

(5)

ii

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul, “Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman: Telaah Struktur dan Nilai Pendidikan”. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd) pada Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah di Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang.

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis mendapat bantuan, masukan, saran dan bimbingan dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Pada kesempatan ini dengan tulus penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: (1) Drs. Hamidin Dt. R.E., M.A. selaku pembimbing I dan juga selaku Penasehat Akademis, (2) Drs. Amril Amir, M.Pd. selaku pembimbing II, (3) Dr. Ngusman, M.Hum. dan Zulfadhli, S.S., M.A. selaku pimpinan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, (4) Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini mungkin masih terdapat kekurangannya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Padang, April 2012

(6)

iii DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Masalah ... 4 C. Rumusan Masalah ... 4 D. Pertanyaan Penelitian ... 4 E. Tujuan Penelitian ... 5 F. Manfaat Penelitian ... 5 G. Definisi Operasional ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis ... 7

1. Hakikat Sastra Lisan ... 7

2. Pantun sebagai Sastra Lisan ... 8

3. Nilai-Nilai Pendidikan di dalam Pantun ... 16

4. Acara Mananti Tando ... 19

B. Penelitian yang Relevan ... 21

C. Kerangka Konseptual ... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Metode Penelitian ... 23

B. Latar, Entri dan Kehadiran Peneliti ... 23

C. Informan Penelitian ... 24

D. Instrumen Penelitian ... 25

E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 25

F. Teknik Pengabsahan Data ... 27

G. Metode dan Teknik Pengalisisan Data ... 27

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Temuan penelitian ... 28

B. Pembahasan ... 39

BAB V SIMPULAN A. Simpulan ... 84

B. Implikasi dalam Pembelajaran ... 85

C. Saran ... 86 KEPUSTAKAAN

(7)

1 A. Latar Belakang Masalah

Pantun merupakan bentuk sastra lisan yang paling sering digunakan dalam berbagai situasi kehidupan. Pantun merupakan bentuk puisi tradisional Indonesia yang paling tua. Tiap bait pantun biasanya terdiri dari empat baris yang bersajak ab ab. Tiap baris terdiri dari empat sampai delapan kata. Baris pertama dan kedua disebut sampiran dan baris ketiga dan keempat disebut isi pantun. Pantun adalah puisi rakyat yang paling tua dan paling umum di Indonesia. Pantun merupakan bentuk sastra rakyat yang tidak tertulis perlu dipertahankan karena di dalamnya terkandung nilai-nilai sastra dan budaya yang tinggi dan merupakan cerminan bagi masyarakat Minangkabau itu sendiri.

Pada masa dahulunya pantun sebagai salah satu sastra lisan sangat mewarnai kehidupan masyarakat Minangkabau. Pantun digunakan dalam berbagai situasi kehidupan, ketika gembira orang berpantun, ketika sedih pun orang berpantun, anak-anak berpantun, orang tua pun berpantun, untuk kegiatan adat orang berpantun, untuk kegiatan muda-mudi pun orang berpantun. Begitu banyaknya pantun yang digunakan dalam situasi kehidupan, dalam kegiatan adat salah satunya yaitu pantun bajawek yang ada dalam acara mananti tando.

Mananti tando merupakan acara yang diawali dengan kedatangan pihak calon mempelai laki-laki kerumah pihak calon mempelai wanita secara adat dengan persyaratan yang telah disepakati sebelumnya antara kedua belah pihak, yaitu pihak laki-laki sebagai tamu (si alek) dan pihak wanita sebagai tuan rumah

(8)

2

(si pangka). Semuanya bertujuan untuk menyampaikan maksud yang ingin disampaikan kedua belah pihak. Di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman dalam acara mananti tando terdapat acara pantun bajawek yang terdapat di luar pasambahan maupun di dalam pasambahan. Pantun bajawek yaitu pantun yang dilaksanakan secara langsung dan bersifat dua arah (berbalasan) antara pihak laki-laki sebagai tamu (si alek) dengan pihak wanita sebagai tuan rumah (si pangka). Pantun bajawek tersebut diwakili oleh seorang juru bicara yang harus mampu berpantun dan menyampaikan pasambahan dari pihak laki-laki sebagai tamu (si alek) dan satu orang pula dari pihak wanita sebagai tuan rumah (si pangka).

Pasambahan merupakan kemahiran berbicara untuk menuturkan buah pikiran melalui bahasa yang penuh dengan keindahan dengan menggunakan ungkapan-ungkapan dan pantun-pantun. Pantun bajawek dalam acara mananti tando di mulai saat pihak laki-laki sebagai tamu (si alek) ingin menaiki rumah pihak wanita sebagai tuan rumah (si pangka) dan berakhir ketika acara mananti tando selesai. Di dalam acara mananti tando juga dibuat janji lama masa pertunangan, lama janji pertunangan biasanya 3 bulan, 6 bulan atau setahun. Di Binjai Kecamatan Tigo Nagari ada dua tahap acara mananti tando sebelum pernikahan dan pesta perkawinan dilangsungkan yaitu tahap pertama mananti tando umun dan tahap kedua mananti tando gadang (besar). Mananti tando umun yaitu acara mananti tando yang hanya dilaksanakan oleh kerabat-kerabat dekat kedua belah pihak dan hanya disertai dua buah pantun sedangkan mananti tando

(9)

gadang (besar) dilaksanakan dengan memberi tahu orang banyak atau masyarakat kampung tersebut dan disertai beberapa pantun yaitu pantun bajawek.

Namun, tidak selalu masyarakat Binjai melaksanakan kedua tahap mananti tando tersebut sebelum pernikahan dan pesta perkawinan, hanya tergantung kepada kesepakatan kedua belah pihak saja. Saat sekarang masyarakat sudah banyak yang hanya langsung menikah tanpa adanya masa pertunangan atau walaupun ada bertunangan tapi hanya sampai pada mananti tando umun saja dan menikah sehingga dengan sendirinya pantun bajawek dalam acara mananti tando gadang (besar) akan hilang atau terlupakan. Pantun bajawek ini juga berfungsi sebagai sarana tanya jawab dalam acara tersebut. Pantun bajawek dalam acara mananti tando dipilih sebagai objek penelitian karena pantun bajawek pada acara mananti tando gadang (besar) ini hanya dilaksanakan oleh kaum ibuk dan kaum bapak tidak diikutsertakan. Sedangkan pada daerah lain, dalam acara adat meminang (batuka tando) biasanya yang menyampaikan pasambahan ialah kaum bapak-bapak. Pantun bajawek dalam acara mananti tando perlu dipertahankan karena hanya dilakukan pada acara pertunangan di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman. Pantun yang disampaikan dalam acara mananti tando berbeda dengan pantun lain.

Selain itu, dalam acara mananti tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari hanya dihadiri oleh kaum wanita saja walaupun ada laki-laki hanya anak-anak, sedangkan kaum bapak dalam acara ini tidak diikutsertakan. Pada daerah lain biasanya dalam acara pertunangan ini hanya ada pasambahan atau yang disebut pasambahan maanta tando, tapi di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten

(10)

4

Pasaman ada pantun bajawek. Berdasarkan hal ini penulis tertarik mengkaji dan meneliti Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman: Telaah Struktur dan Nilai Pendidikan.

B. Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini difokuskan pada: (1) struktur Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman, (2) nilai-nilai pendidikan di dalam Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan fokus permasalahan yang telah dikemukakan, rumusan masalah penelitian ini adalah: (1) berkaitan dengan struktur Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman, dan (2) nilai-nilai pendidikan di dalam Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman.

D. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian yang bisa diajukan sebagai dasar pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Bagaimanakah struktur Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman? (2) Apa saja nilai-nilai pendidikan di dalam Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman?

(11)

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) struktur Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman, dan (2) nilai-nilai pendidikan di dalam Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: (1) peneliti, untuk menambah pengetahuan dan pengalaman tentang sastra lisan khususnya pantun, (2) mahasiswa, untuk menambah pemahaman dan wawasan, serta pengetahuan tentang karya sastra, (3) bagi pembaca, penelitian ini diharapkan bisa menambah pengetahuan serta pemahaman tentang sastra lisan dan sebagai bahan pengajaran apresiasi sastra.

G. Defenisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami penelitian ini perlu dijelaskan beberapa hal berikut ini. (1) Struktural pada pokoknya berarti bahwa pada sebuah karya seni atau peristiwa dalam masyarakat menjadi suatu keseluruhan, karena relasi timbal balik antara bagian-bagiannya dengan keseluruhan. (2) Pantun adalah puisi lama yang digunakan sebagai alat untuk menyampaikan pikiran atau digunakan sebagai alat dalam soal jawab antara dua orang. Ciri-ciri pantun adalah tiap-tiap bait terdiri atas empat baris, tiap-tiap baris terdiri atas empat sampai dua belas suku kata. (3) Pantun bajawek adalah pantun

(12)

6

yang dilaksanakan secara langsung dan bersifat dua arah (berbalasan) antara pihak laki-laki sebagai tamu (si alek) dengan pihak wanita sebagai tuan rumah (si pangka). (4) Mananti tando adalah acara yang diawali dengan kedatangan pihak calon mempelai laki-laki kerumah pihak calon mempelai wanita secara adat dengan persyaratan yang telah disepakati sebelumnya antara kedua belah pihak, yaitu pihak laki-laki sebagai tamu (si alek) dan pihak wanita sebagai tuan rumah (si pangka). (5) Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan , dicita-citakan dan dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat. (6) Pendidikan adalah proses penanggulangan masalah-masalah serta penemuan dan peningkatan kualitas hidup pribadi serta masyarakat yang berlangsung seumur hidup.

(13)

7 A. Kajian Teori

Dalam kajian teori ini akan dijelaskan tentang hakikat sastra lisan, pantun sebagai sastra lisan, nilai-nilai pendidikan di dalam pantun serta acara mananti tando.

1. Hakikat Sastra Lisan

Pada umumnya masyarakat Indonesia dalam masa pra-modern tidak mengenal tradisi tulis. Hanya sebagian kecil saja daerah-daerah di Indonesia yang telah mempunyai tradisi tulis. Bagi yang mengenal tradisi tulis pun tidak atau jarang menggunakannya untuk menulis karya sastra. Sastra pada masa pra-modern itu umumnya disampaikan melalui cara lisan, dan diturun-temurunkan secara lisan pula. Di beberapa sastra daerah tradisi itu masih tetap berkembang di samping adanya usaha perekaman dan penulisannya.

Sastra lisan yang terdapat pada masyarakat suku bangsa di Indonesia telah lama ada, bahkan setelah tradisi tulis berkembang, sastra lisan masih kita jumpai. Baik dari segi kualitas maupun dari segi kuantitas sastra lisan di Indonesia luar biasa kayanya dan luar biasa ragamnya. Melalui sastra lisan, masyarakat dengan kreativitas tinggi menyatakan diri dengan menggunakan bahasa yang artistik. Bahkan pada saat sekarang pun, kita masih menjumpai kehidupan sastra lisan terutama yang digelarkan dalam upacara-upacara adat. Sastra lisan adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan sastra yang disampaikan secara lisan, atau sastra yang disampaikan dari mulut ke mulut.

(14)

8

Djamaris (2001:4) sastra lisan adalah sastra yang disampaikan dari mulut ke mulut. Hal senada juga dikemukan oleh Atmazaki (2005:134) bahwa sastra lisan adalah sastra yang disampaikan secara lisan dari mulut seorang pencerita atau penyair kepada seseorang atau kelompok pendengar. Begitu juga awal kehidupan sastra Minangkabau, berupa sastra lisan, sastra yang disampaikan dari mulut ke mulut. Salah satu jenis sastra lisan Minangkabau yaitu pantun. Pantun banyak terdapat dalam sastra lisan Minangkabau karena pantun digemari oleh orang Minangkabau.

Secara umum pantun merupakan bentuk puisi tradisional Indonesia yang paling tua. Tiap bait pantun biasanya terdiri dari empat baris yang bersajak ab ab. Umumnya tiap baris terdiri dari empat sampai delapan kata. Baris pertama dan kedua disebut sampiran dan baris ketiga dan keempat disebut isi pantun. Pantun ialah puisi Minangkabau yang banyak jumlahnya dan sering diucapkan dalam berbagai kesempatan, salah satunya pantun yang ada dalam acara mananti tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman.

2. Pantun sebagai Sastra Lisan

Teori yang mencakup hakikat pantun yaitu: (a) pengertian pantun, (b) ciri-ciri pantun, (c) jenis-jenis pantun, dan (d) struktur teks pantun.

a. Pengertian Pantun

Menurut Navis (1984:233) menyatakan separuh jumlah baris permulaan disebut dengan sampiran, separuh berikutnya adalah isi pantun yang sesungguhnya. Fungsi sampiran adalah sebagai pengantar dari isi, bunyi dan iramanya. Jumlah baris sampiran harus sama dengan isi. Tanpa sampiran

(15)

serangkaian puisi tidak mungkin dikatakan sebagai pantun. Waluyo (1991:8) pantun atas dua bagian, yakni sampiran dan isi. Sampiran merupakan dua baris pantun yang memiliki saran bunyi untuk menuju isi. Pantun ialah jenis puisi lama yang setiap baitnya terdiri dari empat larik berirama bersilang ab ab, tiap larik biasanya berjumlah empat kata, dua larik pertama sampiran, dua larik berikutnya isi (Hasanuddin, 2004:580). Seiring dengan itu, Gani (2010:79) menyatakan pantun yaitu puisi rakyat yang paling tua dan paling umum di Indonesia. Isi pantun biasanya berkaitan dengan perasaan rindu, dendam, kesedihan, gurauan, pengajaran, norma-norma, hiburan, dan lain-lain. Umumnya pantun mempunyai bait yang terdiri dari empat baris, dengan delapan sampai dua belas suku kata pada tiap-tiap barisnya. Baris pertama bersajak dengan baris ketiga dan baris kedua bersajak dengan baris keempat (ab-ab). Bagian pertama pantun (baris pertama dan kedua) disebut dengan sampiran dan bagian kedua (baris ketiga dan keempat) disebut dengan isi.

b. Ciri-Ciri Pantun

Navis (1984:234) menekankan bahwa pantun yang sempurna itu tidak banyak, yang banyak dijumpai adalah pantun yang sampirannya sekenanya saja asal berirama dengan isi pantun. Waluyo (1991:8) mengatakan bahwa pantun terdiri atas dua bagian yaitu sampiran dan isi. Sampiran merupakan saran bunyi untuk menuju isi. Hubungan sampiran dengan isi hanyalah hubungan saran atau bunyi. Dua baris pertama yang menjadi sampiran saling berhubungan. Menurut Zulkarnaini (2003:67) ciri-ciri pantun sebagai berikut: (1) jumlah kata dalam satu baris berkisar antara tiga sampai lima kata, (2) bersajak ab ab, dan (3) satu bait terdiri atas empat baris.

(16)

10

c. Jenis-jenis Pantun

Menurut Navis (1984:235) mengemukakan bahwa berdasarkan jumlah barisnya sebuah pantun Minangkabau dapat dibedakan atas pantun dua baris, empat baris, enam baris, delapan baris, sepuluh baris, dan dua belas baris. Pantun yang terdiri dari enam baris lebih disebut juga dengan talibun. Menurut isinya, ada lima jenis pantun, yaitu: pantun adat, pantun tua, pantun muda, pantun duka, dan pantun suka (Navis, 1984:239). Pantun adat itu digunakan dalam pidato, isinya kutipan undang-undang, hukum, tambo, dan sebagainya, yang berhubungan dengan adat. Pantun tua berisi petuah orang tua kepada anak muda, yang mengandung nasihat serta ajaran etika yang lazim berlaku di masa itu. Pantun muda ialah pantun asmara, yang mengiaskan atau menyindirkan betapa dalam cinta asmara yang terpendam. Kadang-kadang pantun itu sangat cabul. Isi pantun ini sering merupakan dialog antara bujang dan gadis, yang seorang menyatakan cintanya dan yang seorang meminta bukti. Juga isinya kadang-kadang pemujaan atas kecantikan seorang kekasih yang dikiaskan kepada wajah yang berisikan cinta yang patah. Disenangi karena demikian halus lukisannya. Pantun suka ialah pantun jenaka yang berisikan olok-olok. Kadang-kadang isi pantun ini juga ejekan yang tajam terhadap buah perangai orang-orang yang tidak menyenangkan. Pantun duka ialah pantun yang umumnya diucapkan anak dagang yang miskin, yang tidak sukses hidupnya di rantau orang.

Jenis-jenis pantun menurut Waluyo (1991:9) meliputi: pantun anak-anak, pantun muda, pantun tua, dan pantun jenaka. Djamaris (2003:18) menyebutkan bahwa jenis pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak-anak, pantun orang

(17)

muda, dan pantun orang tua. Zulkarnaini (2003:68) mengemukakan bahwa pantun terdiri atas beberapa jenis, yaitu pantun adat, pantun tua, pantun muda, pantun suka, dan pantun duka. Hasanuddin (2004:580) menyebutkan dari segi isi, pantun dibedakan menjadi pantun kanak-kanak, pantun orang muda (pantun berkasih-kasihan), pantun orang tua (berisi nasihat, adat, dan agama), pantun jenaka, dan pantun teka-teki. Hasanuddin (dalam Gani, 2010:79) dari sisi bentuknya, pantun dibedakan atas pantun biasa, pantun berkait, talibun (pantun yang panjang, yaitu terdiri dari enam baris), dan karmina (pantun pendek, yaitu terdiri dari dua baris) atau pantun kilat. Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian yaitu sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerapkali berkaitan dengan alam (menciptakan budaya agragris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tidak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak.

Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pantun adalah bentuk puisi lama yang memiliki bait yang terdiri dari sampiran dan isi.

d. Struktur Teks Pantun

Struktur dari segi istilah berasal dari bahasa Inggris yaitu structure yang berarti bentuk. Suatu karya sastra dibangun atas unsur-unsur tertentu. Menurut Atmazaki (2005:96) struktur adalah susunan yang mempunyai data hubungan antarunsur yang saling berkaitan, artinya struktur karya sastra merupakan ciri dari unsur-unsur yang membangun suatu karya sastra. Menurut Piaget (dalam Atmazaki, 2005:95) struktur adalah suatu sistem transformasi yang di dalamnya unsur-unsur menyiratkan hukum tertentu, yang saling menguatkan dan

(18)

12

memperkaya melalui seluruh perubahan bentuk tanpa melampaui batas sistem atau memasukkan unsur-unsur yang tidak relevan. Struktur fisik puisi terdiri dari: diksi (diction), imaji (imagery), kata konkret (the concrete words), bahasa figuratif (figurative language), rima dan ritma (rhyme and rhytm) (Waluyo, 1991:71). Struktur batin puisi (pantun) terdiri dari: tema (thema), nada (tone), perasaan (feelling), dan amanat (intention) (Waluyo, 1991:106). Berikut ini adalah uraian para ahli mengenai unsur-unsur struktur fisik dan batin puisi (pantun) tersebut.

1) Struktur Fisik a) Diksi (diction)

Diksi adalah penggunaan atau penempatan kata-kata tertentu dalam puisi (pantun) yang dilakukan penyair agar tujuan puisi (pantun) dapat disampaikan dengan sempurna (Tarigan, 1984:29). Pradopo (1987:54) menjelaskan apabila penyair hendak mencurahkan perasaan dan isi pikirannya dengan setepat-tepatnya seperti yang dialami batinnya. Selain itu, juga ia ingin mengekspresikannya dengan ekspresi yang dapat menjelmakan pengalaman jiwanya tersebut, untuk itu harus dipilih kata setepatnya. Pemilihan kata seringkali penyair kata yang digunakan berkali-kali, yang dirasa belum tepat, bahkan meskipun sajak (pantun) telah disiarkan (dimuat dalam majalah), masih sering diubah kata-katanya untuk ketepatan dan kepadatannya. Diksi menurut Waluyo (1991:72) adalah pemilihan kata-kata oleh penyair untuk mempertimbangkan makna, komposisi bunyi dalam rima dan irama. Diksi menurut Siswanto (2008:114) pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya.

(19)

b) Imaji (imageri)

Imaji menurut Tarigan (1984:31) adalah segala yang dirasai atau dialami secara imajinatif. Pengimajian adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan (Waluyo, 1991:78). Imaji menurut Siswanto (2008:18) adalah kata atau kelompok kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan.

c) Kata Konkret (the concrete words)

Kata konkret adalah kata-kata yang khusus ditempatkan dalam puisi (pantun) untuk menjelmakan imaji dengan mudah, melalui kata konkret pembaca (pendengar) dapat merasakan atau membayangkan segala sesuatu yang dialami oleh penyair (Tarigan, 1984:32). Setiap penyair berusaha mengkonkretkan hal yang ingin dikemukakan agar pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasa apa yang dilukiskan oleh penyair (Waluyo, 1991:81). Kata konkret menurut Siswanto (2008:119) kata-kata yang dapat ditangkap dengan indra. d) Bahasa Figuratif (figurative language)

Pradopo (1987:61-62) untuk mendapatkan kepuitisan ialah bahasa kiasan (figurative language). Adanya bahasa kiasan ini menyebabkan sajak (pantun) menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan terutama menimbulkan kejelasan gambaran angan. Bahasa figuratif (majas) adalah bahasa yang digunakan penyair untuk menyatakan sesuatu dengan cara tidak biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna (Waluyo, 1991:83). Sudjito (dalam Siswanto, 2008:120) bahasa figuratif (majas) adalah bahasa berkias yang dapat menghidupkan atau meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu.

(20)

14

e) Rima dan Ritma (rhyme and rhytm)

Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi (pantun) untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi (Waluyo, 1991:90). Menurut Atmazaki (2008:76) rima adalah persamaan bunyi akhir kata. Bunyi itu secara terpola dan biasanya terdapat diakhir baris sajak, tetapi kadang-kadang juga terdapat di awal atau di tengah baris. Rima menurut Siswanto (2008:122) adalah persamaan bunyi pada puisi (pantun). Ritma menurut Pradopo (1987:40) adalah irama yang disebabkan pertentangan atau pergantian bunyi tinggi rendah secara teratur, tetapi tidak merupakan jumlah suku kata yang tetap, melainkan hanya menjadi gema dendang sukma penyairnya. Ritma adalah irama yang berperan di dalam pembacaan puisi (pantun). Ritma sangat berhubungan dengan bunyi dan juga berhubungan dengan pengulangan bunyi, kata, frase, dan kalimat (Waluyo, 1991:94). Ritma menurut Siswanto (2008:123) adalah tinggi-rendah, panjang-pendek, keras-lemahnya bunyi.

2) Struktur Batin

Struktur batin disebut juga dengan struktur makna. Struktur batin terdiri dari tema (theme), perasaan (feelling), nada (tone) dan suasana, dan amanat (intention). Berikut uraian mengenai struktur batin puisi (pantun) tersebut.

a) Tema (theme)

Tema adalah gagasan pokok (sentral) yang menjadi dasar terbentuknya suatu karya. Gagasan sentral ini mengandung pokok pikiran atau pokok persoalan yang begitu kuat dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama puisinya (Waluyo, 1991:106).

(21)

b) Perasaan (feelling)

Perasaan adalah suasana perasaan penyair yang ikut diekspresikan dalam karyanya (Waluyo, 1991:121). Menurut Atmazaki (2008:12) rasa atau feelling adalah sikap sang penyair terhadap pokok permasalahan yang terkandung di dalam puisinya.

c) Nada (tone) dan Suasana

Nada dalam puisi (pantun) maksudnya sikap penyair terhadap pembaca/pendengar. Ada nada menggurui, menasihati, mengejek, menyindir, atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca/pendengar (Waluyo, 1991:125). Menurut Atmazaki (2008:18) nada adalah sikap sang penyair terhadap pembacanya. Nada menurut Siswanto (2008:125) sikap penyair terhadap pembacanya. Sedangkan suasana adalah keadaan jiwa pembaca/pendengar setelah membaca/mendengar puisi (pantun) itu atau akibat psikologis yang ditimbulkan puisi (pantun) itu terhadap pembaca/pendengar (Waluyo, 1991:125).

d) Amanat (intention)

Amanat, tujuan, atau intention adalah sesuatu maksud yang terkandung dalam sebuah puisi (pantun). Tujuan atau amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya (Waluyo, 1991:130).

Dari beberapa pendapat pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa struktur dalam sebuah karya sastra tidak terlepas dari susunan yang mempunyai hubungan antar unsur yang membangun karya sastra tersebut. Struktur dalam pantun adalah proses berlangsungnya pantun mulai dari awal berpantun sampai berakhirnya pantun bajawek tersebut.

(22)

16

3. Nilai-nilai Pendidikan di dalam Pantun a. Hakikat Nilai

Menurut Cheng (dalam Setiadi, 2007:120) nilai merupakan sesuatu yang potensial, dalam arti terdapatnya hubungan yang harmonis dan kreatif, sehingga berfungsi untuk menyempurnakan manusia, sedangan kualitas merupakan atribut atau sifat yang seharusnya dimiliki. Menurut Lasyo (dalam Setiadi, 2007:121) nilai bagi manusia merupakan landasan atau motivasi dalam segala tingkah laku atau perbuatannya. Menurut Dardji Darmodihardjo (dalam Setiadi, 2007:121) nilai adalah yang berguna bagi kehidupan manusia jasmani dan rohani. Menurut Setiadi (2007:31) nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan dan dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat. b. Nilai-nilai Pendidikan

Menurut Immanuel Kant (dalam Gani, 2010:168), manusia hanya dapat menjadi manusia yang sesungguhnya melalui pendidikan dan pembentukan diri yang berkelanjutan. Manusia hanya dapat dididik oleh manusia lain yang juga dididik oleh manusia yang lainnya lagi. Menurut Ki Hadjar Dewantara (dalam Gani, 2010:24) mengemukakan pendidikan ialah proses penanggulangan masalah-masalah serta penemuan dan peningkatan kualitas hidup pribadi serta masyarakat yang berlangsung seumur hidup. Sudirman mendefenisikan pendidikan (dalam Gani, 2010:25) sebagai usaha yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang dalam rangka mempengaruhi seseorang atau kelompok orang lain, agar orang lain itu menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup yang lebih baik. Nilai-nilai pendidikan banyak terdapat dalam pantun Minangkabau, sehingga ia mampu

(23)

memainkan perannya sebagai sarana dalam kegiatan pendidikan masyarakat Minangkabau. Peran tersebut sangat menonjol dalam pendidikan agama, moral, dan adat (Gani, 2010: 168).

1) Nilai-nilai Pendidikan Agama

Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (1996:6) Agama adalah kepercayaan kepada Tuhan. Agama yang dianut oleh masyarakat Minangkabau adalah agama Islam, suatu agama yang berasal dari Allah SWT dan disampaikan melalui rasulullah Muhammad SAW. Menurut adat dan masyarakat Minangkabau, Islam merupakan satu-satunya agama yang sah dan patut dianut. Dalam batin masyarakat Minangkabau tidak ada agama lain yang paling bagus selain agama Islam. Pelaksanaan pendidikan agama ditekankan pada kebiasaan-kebiasaan seseorang untuk melaksanakan atau mengamalkan ajaran-ajaran agama, seperti melaksanakan sholat, berpuasa, dan kegiatan agama lainnya. Ajaran dan norma agama Islam sangat mewarnai dinamika kehidupan masyarakat Minangkabau, termasuk dalam hal pandangan dan pelaksanaan kependidikannya. 2) Nilai-nilai Pendidikan Moral

Dalam bidang pendidikan, bukan hanya nilai moral individu yang dikaji, tetapi juga membahas kode-kode etik yang menjadi patokan individu dalam kehidupan sosialnya. Oleh karena itu, orang tidak cukup memahami apa yang diyakininya tanpa menggunakan aturan main yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat. Demikian pula untuk mempertimbangkan dan mengembangkan keyakinan diri dan aturan masyarakatnya. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (1996:359) pengertian moral ialah ajaran tentang budi

(24)

18

pekerti mulia; ajaran kesusilaan. Jadi pendidikan moral ialah pendidikan yang mengenai budi pekerti seseorang atau susilanya.

Menurut masyarakat Minangkabau, mutiara berharga yang terkandung dalam ajaran moral adalah budi bahasa, yaitu budi baiak baso katuju (budi yang baik dan bahasa yang disukai). Orang Minangkabau akan dinilai bermoral apabila memiliki budi pekerti yang tinggi, hormat pada yang tua, kasih pada yang muda dan menyegani sesama besar. Budi bahasa merupakan hal yang harus selalu dipelihara dan dipertinggi karena budi bahasa merupakan dasar dalam bersosialisasi. Dengan ini, hidup akan penuh dengan nilai-nilai pergaulan yang baik. Masyarakat menjalani aktivitasnya dengan toleransi, penuh dengan tolak angsur, dan gemar tolong-menolong.

3) Nilai-nilai Pendidikan Adat

Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (1996:2) adat adalah aturan, kebiasaan. Menghayati dan menafsirkan kandungan ajaran adat Minangkabau, tidaklah dapat dilakukan kalau pemahaman seseorang terhadap ungkapan-ungkapan Minangkabau (misalnya pantun) hanya secara lahiriah semata, tanpa mendalami arti tersirat yang terkandung di dalamnya. Untuk mengetahui adat Minangkabau secara baik dan benar, hingga dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, pemahaman terhadap aneka makna yang terdapat di dalam pantun Minangkabau sangat diperlukan. Di dalam pantun banyak terhimpun kaidah-kaidah, norma-norma, peraturan-peraturan, dan hukum-hukum yang berhubungan dengan nilai-nilai adat. Pantun dan berpantun merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk mengkomunikasikan ajaran-ajaran adat.

(25)

4. Acara Mananti Tando

Mananti tando merupakan istilah acara pemberian tando oleh keluarga yang bersangkutan dengan tujuan untuk menguatkan ikatan antara pihak perempuan dan pihak laki-laki. Salah satu pihak yaitu pihak laki-laki memberikan benda kepada pihak wanita sebagai tanda ikatan sesuai dengan hukum perjanjian pertunangan Minangkabau yang berbunyi: batampuak lah buliah dijinjiang batali lah buliah diirik. Artinya kalau tanda telah diberikan dalam satu acara resmi oleh pihak laki-laki kepada pihak wanita, maka bukan saja antar kedua anak muda tersebut telah ada keterikatan dan pengesahan masyarakat sebagai dua orang yang telah bertunangan, tetapi juga antar kedua belah keluarga pun telah terikat untuk saling mengisi adat dan terikat untuk tidak dapat memutuskan secara sepihak perjanjian yang telah disepakati itu. Siriah pinang timbang tando, dimaksudkan agar kedua belah pihak menemukan kata sepakat. Pada hakikatnya dalam meminang, tando yang dibawa ialah cincin selain itu, sirih pinang lengkap, tidaklah disebut beradat sebuah acara, kalau tidak ada sirih diketengahkan.

Bertunangan berguna atau menghalangi masing-masing pihak bertindak lain. Pada umumnya wanita yang sudah bertunangan dibatasi geraknya, agar tidak timbul fitnah dan dia juga akan diperhatikan oleh keluarga lelaki dan ketidak senangan salah satu pihak akan dapat berakibat putusnya pertunangan. Pertukaran tanda ini mempunyai makna yang cukup sakral dan mempunyai sangsi-sangsi tertentu apabila terjadi pelanggaran. Putusnya pertunangan ditandai dengan pengembalian tando dengan membayar denda. Bila pihak laki-laki yang

(26)

20

melakukan pelanggaran maka tando yang ia berikan kepada pihak perempuan dianggap sudah hilang dan sebaliknya jika pihak perempuan yang melakukan pelanggaran maka ia harus mengembalikan tando tersebut dua kali lipat kepada pihak laki-laki.

Pada pertemuan batimbang tando dimufakati pula hari yang baik untuk melaksanakan pernikahan, dan bentuk perhelatan yang akan diadakan, serta syarat-syarat atau permintaan masing-masing. Acara adat yang salah satu unsurnya acara mananti tando ini melibatkan dua pihak, pihak yang maanta tando dan pihak yang mananti tando atau tuan rumah. Masing-masing pihak ini mempunyai juru bicaranya yang mampu berpantun dan menyampaikan pasambahan. Juru bicara ini harus hafal apa yang biasa disampaikan dan pantun dalam acara mananti tando itu, hafal kata-kata, fasih berkata-kata dan jelas supaya orang yang hadir dalam acara itu mendengarnya begitu juga dengan pihak yang maanta tando juga mempunyai juru bicara. Tata cara dan urutan pembicaraan pada pantun bajawek dalam acara mananti tando itu sebagai berikut. Pantun bajawek dimulai saat pihak lelaki ingin menaiki rumah pihak wanita hingga selesai acara mananti tando atau ketika pihak lelaki ingin pulang ke rumah.

Pantun bajawek adalah pantun yang dilaksanakan secara langsung dan bersifat dua arah (berbalasan) antara si alek dan si pangka. Pantun yang satu berkaitan dengan pantun yang lainnya. Keterkaitan yang dimaksud adalah isi dari pantun itu saja, sedangkan sampiran hanya berperan menyesuaikan bunyi saja.

(27)

B. Penelitian yang Relevan

Berdasarkan studi kepustakaan yang telah dilakukan, penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain:

1. ” Struktur Pantun dalam Randai di Andaleh Kecamatan Luhak Lima Puluh Kota” oleh Salmi (2001). Penelitian tersebut difokuskan pada struktur fisik dan struktur batin pada pantun dalam randai.

2. “Nilai-nilai Pendidikan dalam Pepatah-Petitih Minangkabau Kumpulan H. Idrus Hakimy Dt. Rajo Penghulu oleh Asnety (2004). Penelitian tersebut difokuskan pada nilai-nilai pendidikan yang terdapat di dalam pepatah-petitih Minangkabau kumpulan Idrus Hakimy Dt. Rajo Penghulu.

Beda penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian yang relevan adalah, penelitian ini mengkaji pantun bajawek sebagai sastra lisan dalam acara mananti tando dengan memfokuskan struktur pantun bajawek dan nilai-nilai pendidikan di dalam pantun bajawek dalam acara mananti tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman.

C. Kerangka Konseptual

Pantun adalah salah satu sastra lisan yang dimiliki masyarakat Minangkabau. Sastra lisan khususnya pantun memiliki struktur dan nilai-nilai pendidikan yang berguna dalam kehidupan. Salah satu pantun yang memiliki struktur dan nilai pendidikan yaitu pantun bajawek dalam acara mananti tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman. Dalam penelitian ini akan dijabarkan mengenai struktur pantun bajawek dan nilai-nilai pendidikan di dalam

(28)

22

pantun bajawek dalam acara mananti tando. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat karangka konseptual berikut ini.

Bagan 1

Kerangka Konseptual Pantun Minangkabau

Pantun Lisan Pantun Tulisan

Struktur

Fisik Batin

Nilai-nilai Pendidikan di dalam Pantun

1. Nilai-nilai pendidikan agama 2. Nilai-nilai pendidikan moral 3. Nilai-nilai pendidikan adat

(29)

23 A. Jenis dan Metode Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif dan metode yang digunakan metode deskriptif. Moleong (2005:11) mengungkapkan bahwa metode deskriptif adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2005:4) penelitian kualitatif sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Aminuddin (1990:16) juga menyatakan penelitian kualitatif selalu bersifat deskriptif, artinya data yang dianalisis dan hasil analisisnya berbentuk deskripsi fenomena, tidak berupa angka-angka atau koefisien tentang hubungan antar variabel. Semi (1993:23) menyatakan, penelitian kualitatif ini dilakukan dengan tidak mengutamakan pada angka-angka, tetapi mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antarkonsep yang sedang dikaji secara empiris.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif yang menggunakan metode deskriptif ialah penelitian yang tidak mengutamakan angka-angka tetapi kata-kata atau lisan dan kedalaman penghayatan.

B. Latar, Entri dan Kehadiran Peneliti

Latar penelitian ini adalah di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman. Entri penelitian ini adalah sastra lisan pantun bajawek dalam acara mananti tando yang mencakup struktur pantun bajawek dan nilai-nilai pendidikan

(30)

24

di dalam pantun bajawek tersebut. Dalam penelitian ini peneliti langsung berada pada situasi kejadian. Data penelitian ini adalah struktur pantun bajawek dalam acara mananti tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman dan nilai-nilai pendidikan di dalam pantun bajawek dalam acara mananti tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman. Sumber data penelitian ini adalah sumber lisan. Sumber lisannya yaitu pantun bajawek yang diucapkan dalam acara mananti tando.

C. Informan Penelitian

Informan penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria tertentu yang sesuai dengan substansi, sifat, dan masalah penelitian yang ada dan bertujuan untuk menjaga tingkat validitas data. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Samarin (dalam Gani, 2010:282) yang mengemukakan bahwa orang yang ditetapkan sebagai informan dalam penelitian bahasa dan sastra harus dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Sekaitan dengan hal tersebut, dalam penelitian Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman: Telaah Struktur dan Nilai Pendidikan, informannya ialah penutur asli, yaitu Ibuk Rubiati yang berumur 53 tahun, bersuku Melayu dan tinggal di Padang Ranjau Nagari Binjai kemudian Ibuk Mainar yang berumur 51 tahun, bersuku Koto dan bertempat tinggal di Padang kubu Nagari Binjai. Kedua orang tersebut, penutur asli yang menguasai atau memahami pantun dan langsung menyampaikan struktur pantun bajawek dalam acara mananti tando.

(31)

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dan menggunakan tape recorder untuk perekam; serta format/panduan wawancara. Tape recorder digunakan untuk merekam penuturan pantun bajawek dalam acara mananti tando berlangsung. Sedangkan format/panduan wawancara digunakan untuk mengarahkan pelaksanaan wawancara.

E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu membuat gambaran secara sistematis, faktual, akurat mengenai data-data. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik seperti berikut ini: (1) observasi, peneliti langsung ke lapangan atau pada situasi kejadian untuk mendapatkan data pantun bajawek. Hal ini meliputi daerah keberadaan pantun bajawek, pemilihan responden, dan hal-hal lain yang bersangkutan dengan data yang dibutuhkan, (2) rekam, data yang diperoleh merupakan hasil dari merekam data dalam situasi yang sebenarnya, (3) wawancara, yaitu dengan mengajukan pertanyaan kepada informan untuk mendapatkan keterangan yang berhubungan dengan objek penelitian, dan (4) pengolahan data, data yang diperoleh dalam bentuk rekaman ditranskripsikan dari bentuk lisan menjadi bentuk tulisan kemudian hasil olah data dan hasil analisis dituliskan berupa laporan lengkap hasil penelitian.

(32)

26

Format 1 Pengumpulan Data

Struktur Pantun

No Pantun Struktur Fisik Struktur Batin

1 2 3 4 5 1 2 3 4 Keterangan: Struktur Fisik 1. Diksi 2. Imaji 3. Kata konkret 4. Bahasa figuratif 5. Rima dan ritma Struktur Batin

1. Tema 2. Perasaan

3. Nada dan suasana 4. Amanat

Format 2 Pengumpulan Data Nilai-nilai Pendidikan

No Pantun Nilai-nilai Pendidikan

1 2 3

Keterangan:

1. Nilai-nilai pendidikan agama 2. Nilai-nilai pendidikan moral 3. Nilai-nilai pendidikan adat

(33)

F. Teknik Pengabsahan Data

Teknik pengabsahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik uraian rinci. Teknik ini sesuai dengan prinsip penelitian kualitatif yang harus melaporkan hasil penelitian seteliti dan secermat mungkin yang menggambarkan tempat dan konteks penelitian yang diselenggarakan.

G. Metode dan Teknik Penganalisisan Data

Metode deskriptif yaitu membuat gambaran secara sistematis, faktual, akurat mengenai data-data. Data penelitian ini dianalisis dengan cara berikut ini: (1) menstranskripsi, data yang berupa rekaman pantun bajawek ditranskripsikan ke dalam bahasa tulis. (2) menterjemahkan, hasil transkripsi data pantun bajawek yang berbahasa Minang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia berdasarkan tuturan pantun bajawek yang disampaikan informan. (3) menelaah, setelah seluruh data pantun bajawek diterjemahkan, peneliti menelaah data pantun bajawek berdasarkan struktur atau susunan pantun bajawek dan nilai-nilai pendidikannya. (4) mengklasifikasikan data, data yang telah dikumpulkan diklasifikasikan berdasarkan struktur dan nilai-nilai pendidikannya. (5) setelah diklasifikasikan lalu membuat kesimpulan. (6) dari kesimpulan peneliti membuat laporan penelitan.

(34)

28 BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Temuan Penelitian

1. Struktur Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando

Pada bagian ini akan dideskripsikan data penelitian tentang struktur pantun bajawek dalam acara mananti tando di Binjai Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman. Pantun bajawek adalah pantun yang dilaksanakan secara langsung dan bersifat dua arah (berbalasan) antara pihak laki-laki sebagai tamu (si alek) dengan pihak wanita sebagai tuan rumah (si pangka). Data diperoleh dengan cara merekam penuturan pantun bajawek dalam acara mananti tando yang sedang berlangsung. Data dikumpulkan pada hari Minggu, 15 April 2012 di Binjai. Dari hasil rekaman tersebut diperoleh data pantun bajawek sebanyak 81 buah pantun, yang terdiri atas 71 buah pantun empat baris seuntai, 8 buah pantun enam baris seuntai, 1 buah pantun delapan baris seuntai, dan 1 buah pantun sepuluh baris seuntai (data lengkap terlampir).

Pada umumnya pantun bajawek dalam acara mananti tando bersajak ab ab baris pertama (1) mempunyai persamaan bunyi dengan baris ketiga (3), sedang baris kedua (2) mempunyai persamaan bunyi dengan baris keempat (4). Selanjutnya juga terdapat pantun yang terdiri atas enam baris atau lebih dikenal dengan talibun. Pantun tersebut bersajak abc abc, persamaan bunyi terdapat pada baris pertama (1) dengan baris keempat (4), baris kedua (2) mempunyai persamaan bunyi dengan baris kelima (5), dan baris ketiga (3) mempunyai persamaan bunyi dengan baris keenam (6). Seterusnya pantun yang berjumlah

(35)

delapan baris, empat baris bagian awal sampiran dan empat baris seterusnya bagian isi, persajakannya abcd abcd baris pertama (1) mempunyai persamaan bunyi dengan baris kelima (5), baris kedua (2) dengan baris keenam (6), baris ketiga (3) mempunyai persamaan bunyi dengan baris ketujuh (7), sedangkan baris keempat (4) mempunyai persamaan bunyi dengan baris kedelapan (8). Dan ada juga pantun yang berjumlah sepuluh baris, pada pantun yang seperti ini lima baris pertama disebut dengan sampiran dan lima baris berikutnya disebut dengan bagian isi pantun. Persajakan pantun sepuluh baris seuntai ialah abcde abcde baris pertama (1) dengan baris keenam (6), baris kedua (2) dengan baris ketujuh (7), baris ketiga (3) mempunyai persamaan bunyi dengan baris kedelapan (8), baris keempat (4) dengan baris kesembilan (9), sedangkan baris kelima (5) mempunyai persamaan bunyi dengan baris kesepuluh (10).

Dilihat dari bentuk dan urutannya, pantun bajawek tidak selalu pantun 1 jawab 1 dari awal acara sampai akhir acara mananti tando. Tetapi, memang pantun di dalam acara mananti tando di Binjai disebut pantun bajawek karena pantunnya dari awal sampai acara akhir ada pantun berbalasnya walaupun tidak selalu balasannya pantun 1 jawab 1. Seperti pantun yang terdapat di dalam pasambahan yang terdiri dari beberapa pantun dan ini hanya disampaikan oleh salah satu pihak saja dan jika sudah selesai maka baru dibalas oleh pihak yang lain.

Struktur pantun bajawek dalam acara mananti tando tidak selalu dimulai oleh pihak tuan rumah atau pihak wanita tapi juga ada pantun bajawek yang dimulai oleh pihak laki-laki atau pihak tamu. Beberapa pantun bajawek yang

(36)

30

dimulai oleh pihak tuan rumah atau pihak wanita yaitu pantun bajawek ketika pihak laki-laki ingin menaiki rumah pihak wanita, dan pantun bajawek di dalam dan di luar pasambahan menjelang minum. Sedangkan pantun bajawek yang dimulai oleh pihak tamu atau pihak laki-laki yaitu pantun di dalam dan di luar pasambahan meminjam dan mengembalikan carano, pantun di dalam pasambahan memakan sirih, pantun bajawek di dalam dan di luar pasambahan memberikan tando, dan pantun bajawek ketika pihak laki-laki ingin pulang ke rumah dan menerima kiriman dari pihak wanita.

Mananti tando merupakan suatu acara yang diawali dengan kedatangan pihak calon mempelai laki-laki ke rumah pihak calon mempelai wanita secara adat dengan persyaratan yang telah disepakati sebelumnya antara kedua belah pihak, yaitu pihak laki-laki sebagai tamu (si alek) dan pihak wanita sebagai tuan rumah (si pangka). Orang yang akan mengadakan acara mananti tando, mengundang kaum kerabat dan orang nagari yang patut tahu dan hadir. Di waktu hari mananti tando pihak wanita (si pangka) bersama kaum kerabat dan orang nagari tersebut bersiap-siap untuk menanti kedatangan dari pihak laki-laki (si alek) sebagai rombongan yang maanta tando. Di rumah pihak wanita banyak kaum perempuan yang menanti, selain itu juga mempersiapkan makanan dan minuman yang akan dihidangkan kepada pihak laki-laki nantinya. Acara mananti tando dilakukan pada siang hari, yaitu pihak laki-laki (si alek) datang ke rumah pihak wanita (si pangka) setelah waktu zuhur.

Dalam acara mananti tando pihak laki-laki (si alek) yang datang, membawa beberapa peralatan yang telah diadatkan antara lain: kampia siriah,

(37)

kampia siriah yaitu sebuah kantong yang terbuat dari anyaman pandan berbentuk empat persegi panjang, diberi motif dengan sistem anyaman. Kampia siriah berisikan sirih selengkapnya yaitu sirih, gambir, pinang, kapur sirih dan tembakau. Kampia siriah dan carano walaupun sama-sama wadah sirih pinang, tetapi fungsi penyajiannya berbeda. Kampia siriah difungsikan sebagai alat maanta tando kepada pihak wanita, sedangkan carano disajikan waktu memulai pembicaraan atau pembuka kata. Pada saat meminang baik kampia siriah maupun carano diletakkan ditengah lingkar peserta duduk. Untuk kampia siriah yang akan dibahas adalah maksud dan tujuan membawa kampia siriah itu. Selain itu pihak laki-laki juga membawa cincin yaitu cincin emas dan cincin perak, biasanya berat cincin satu emas, dua emas atau tiga emas. Jika ingin mengadakan pesta perkawinan maka cincin yang diambil oleh pihak perempuan ialah cincin emas tapi jika hanya ingin berdoa kecil saja maka cincin yang diambilnya cincin perak. Kain yang digunakan untuk membungkus cincin ialah kain yang berwarna kuning dan di dalamnya juga dilengkapi dengan benih-benih seperti ketimun, labu, padi dan lain-lain.

Dalam acara mananti tando, pantun bajawek dimulai saat pihak laki-laki ingin menaiki rumah pihak wanita. Di depan pintu rumah pantun bajawek di mulai oleh pihak wanita (si pangka) terlebih dahulu dan dibalas oleh pihak laki-laki (si alek). Setelah semua rombongan pihak laki-laki-laki-laki naik ke rumah dan duduk, maka pihak wanita menghidangkan minuman dan kue-kue yang telah disediakan sebelumnya. Saat akan meminum minuman dan memakan kue-kue yang telah dihidangkan maka pihak wanita memulai dengan pasambahan yang disertai

(38)

32

pantun bajawek. Setelah acara makan kue dan minum selesai maka akan dilanjutkan dengan acara meminjam carano. Kegiatan meminjam carano dan meminta memakan sirih dimulai oleh pihak laki-laki (si alek) dengan menyampaikan pasambahan yang di dalamnya terdapat pantun bajawek kemudian dari pihak wanita juga membalas dengan pasambahan yang disertai dengan pantun bajawek di dalamnya. Setelah selesai pasambahan meminjam carano maka dilanjutkan dengan pasambahan dan pantun bajawek memberikan tando. Pemberian tando ini diberikan oleh seseorang yang mewakili dari pihak laki-laki dan seseorang dari pihak wanita untuk menerima. Orang yang mewakili ialah orang yang pandai menyampaikan pasambahan dan pantun bajawek tersebut. Setelah acara inti selesai yaitu memberikan tando dari pihak laki-laki kepada pihak wanita maka akan dilanjutkan dengan acara makan, setelah selesai acara makan dan semua hidangan telah dikemaskan oleh pihak wanita maka dari pihak wanita membawa beberapa tempat makanan yang disebut juga dengan rantang yang berisi makanan yang akan dikirim ke rumah pihak laki-laki. Seusai makan dari pihak laki-laki akan menyampaikan pantun bajawek yang isinya tentang pengembalian carano yang dipinjam dan pemberitahuan bahwa rombongannya akan pulang ke rumahnya masing-masing dan pantun bajawek menerima kiriman dari pihak wanita yang akan dikirimkan ke rumah pihak laki-laki.

Struktur dalam pantun adalah proses berlangsungnya pantun mulai dari awal berpantun sampai berakhirnya pantun bajawek tersebut. Secara garis besar urutan acara pantun bajawek dalam acara mananti tando ialah (1) pantun bajawek ketika pihak laki-laki ingin menaiki rumah pihak wanita, (2) pantun bajawek di

(39)

dalam dan di luar pasambahan menjelang minum, (3) pantun bajawek di dalam dan di luar pasambahan meminjam carano, (4) pantun di dalam pasambahan memakan sirih, (5) pantun bajawek di dalam dan di luar pasambahan memberikan tando,(6) pantun bajawek mengembalikan carano dan, (7) sedikit pantun bajawek ketika pihak laki-laki ingin pulang ke rumah dan menerima kiriman dari pihak wanita.

Selain struktur dalam pantun adalah proses berlangsungnya pantun mulai dari awal berpantun sampai berakhirnya pantun bajawek tersebut, pantun juga dibangun oleh dua struktur yaitu struktur fisik yang terdiri dari: diksi (diction), imaji (imagery), kata konkret (the concrete words), bahasa figuratif (figurative language), rima dan ritma (rhyme and rhytm). Struktur batin pantun terdiri dari: tema (thema), perasaan (feelling), nada (tone), dan amanat (intention). Berikut ini uraian dari struktur pantun tersebut.

a. Sruktur Fisik 1) Diksi

Diksi adalah penggunaan atau penempatan kata-kata tertentu dalam pantun bajawek yang dilakukan penutur agar tujuan pantun dapat disampaikan dengan sempurna. Hal tersebut dapat dilihat pada salah satu contoh pantun bajawek berikut ini.

Anak bebek dalam jilatang „Anak kambing dalam jilatang Mamuleh pucuak dalu-dalu Memakan pucuk dalu-dalu Sabab talambek kami datang Sebab terlambat kami datang Jalan bakelok bakeh lalu (4) Jalan berkelok tempat lalu‟

(40)

34

2) Imaji

Kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran dan perasaan di dalam pantun bajawek. Kambang sabatang bungo pandan „Kembang sebatang bunga pandan Camiah sulasiah mangguruik i Hampir selasih mengguguri Kini lah datang sisinyo badan Kini lah datang sisinya badan Camiah lah kami manuruik i (1) Hampir lah kami menuruti‟ 3) Kata konkret

Kata konkret adalah kata-kata yang khusus ditempatkan dalam pantun untuk menjelmakan imaji dengan mudah, melalui kata konkret pendengar dapat merasakan atau membayangkan segala sesuatu yang dialami penutur. Hal tersebut dapat dilihat pada salah satu contoh pantun bajawek berikut.

Mamukek urang di Tiagan „Memukat orang di Tiagan Rami dek anak Simpang Tigo Ramai oleh anak Simpang Tiga Ambiak kain singkok lah kaban Ambil kain buka lah kaban Tando talatak di dalamnyo (63) Tanda terletak di dalamnya‟ 4) Bahasa Figuratif

Bahasa figuratif (majas) adalah bahasa berkias yang dapat menghidupkan atau meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Hal tersebut dapat dilihat pada salah satu contoh pantun bajawek berikut ini.

Gambia dadiah ulu silayang „Gambir dadih hulu silayang Sapiah sampai ka pucuak e Serpih sampai ke pucuknya Batamu kasiah nan jo sayang Bertemu kasih dengan sayang Bakuncang alam dimabuak e (28) Bergoncang alam dimabuknya‟ 5) Rima dan Ritma

Rima adalah pengulangan bunyi dalam pantun untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi. Ritma sangat berhubungan dengan bunyi dan juga

(41)

berhubungan dengan pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat. Hal berikut dapat dilihat pada pantun bajawek berikut ini.

Cubadak tangahi halaman „Cempedak di tengah halaman Dijuluak jo ampu kaki Dijolok dengan ibu jari

Usah lamo tagak di halaman Usah lama berdiri di halaman Iko cibuak basuah lah kaki (5) Ini cibuk cuci lah kaki‟ Cubadak tangahi halaman „Cempedak di tengah halaman Dipatiak anak si Fatimah Dipetik anak si Fatimah Sabab kami tagak di halaman Sebab kami berdiri di halaman Disangko aciak indak di rumah (6) Disangka kakak tidak di rumah‟ b. Struktur Batin

1) Tema

Tema adalah gagasan pokok (sentral) yang menjadi dasar terbentuknya suatu karya. Gagasan sentral ini mengandung pokok pikiran atau pokok persoalan yang begitu kuat dalam jiwa penutur, sehingga menjadi landasan utama pantunnya. Penentuan tema pantun bajawek berpatokan pada anggapan pokok yang dikemukakan penutur. Pantun bajawek dapat ditentukan temanya, yaitu (1)cinta kasih antara pria dan wanita, (2) basa-basi dalam hidup bermasyarakat, (3) permintaan dan harapan, (4) kehidupan beradat, (5) adat kebiasaan, (6) merendahkan diri, (7) hiburan teka-teki.

2) Perasaan

Perasaan adalah suasana perasaan penutur atau pemuda yang meminang yang ikut diekspresikan dalam pantun bajawek. Hal berikut dapat dilihat pada salah satu contoh pantun bajawek berikut ini.

Kundua nan indak takunduan „Labu yang tidak terlabukan Daun lantimun nampak mudo Daun ketimun terlihat muda Tidua nan indak tatiduan Tidur yang tidak tertidurkan Dalam kalumun nampak juo (58) Dalam kelumun terlihat juga „

(42)

36

3) Nada dan Suasana

Nada adalah sikap penutur terhadap pendengar pantun bajawek. Sedangkan suasana adalah keadaan jiwa pendengar setelah mendengar pantun bajawek. Hal tersebut dapat dilihat pada salah satu contoh pantun bajawek berikut ini.

Manyasa pandan babungo „Menyesal pandan berbunga Dek alang indak salayangan Oleh elang tidak selayangan Dek balam indak talayok an Oleh balam tidak terlayangkan Dek jauah rantau di Palembang Karena jauh rantau di Palembang Di baliak rantau Indopuro Di balik rantau Indopuro

Manyasa badan basuo Menyesal badan bersua

Siang nan indak tasanangan Siang yang tidak tersenangkan Malam indak talalok an Malam tidak terlelapkan Hati pacah pikiran bimbang Hati pecah pikiran bimbang Niaik baraso sampai juo (59) Niat berasa sampai juga‟ 4) Amanat

Amanat adalah sesuatu maksud yang terkandung di dalam pantun. Pantun bajawek dapat ditentukan amanatnya, yaitu (1) adanya kata sopan seperti basa-basi antara tuan rumah dengan tamu ketika menaiki rumah, (2) segala sesuatu itu memang dimulai dari awal seperti berbilang dari satu dan membaca Alquran dari alif, (3) segala sesuatu terjadi menurut adat kebiasaan, (4) kehidupan dalam beradat saat akan mengadakan sesuatu acara atau upacara perlunya memberitahu dan mamanggia masyarakat, (5) adanya basa-basi ketika menikmati hidangan antara tuan rumah dan tamu, (6) hidup bermasyarakat perlunya saling tolong-menolong seperti pinjam-meminjamkan, (7) hidup beradat mengetengahkan sirih dalam carano ketika ingin memulai kata, (8) Jika seseorang sedang dimabuk cinta maka berbagai rasa yang dirasakan seperti rasa rindu, sayang, kecewa, menyesal, sedih, terluka, berharap dan lain-lain sebagainya, dan (9) untuk mengikat janji dalam pertunangan adanya pemberian tando.

(43)

2. Nilai-Nilai Pendidikan di dalam Pantun Bajawek dalam Acara Mananti

Tando

Pantun bajawek dalam acara mananti tando juga tidakterlepas dari nilai-nilai pendidikan yang sangat berguna bagi masyarakat dalam kehidupannya. Berikut nilai-nilai pendidikan yang terdapat di dalam pantun bajawek dalam acara mananti tando.

a. Nilai-nilai Pendidikan Adat

Pantun bajawek dalam acara mananti tando merupakan suatu acara yang telah mencapai separuh dari perkawinan, mengapa dikatakan demikian karena dalam kegiatan ini telah mengikuti aturan adat, seperti memberitahu atau mamanggia orang banyak dan sepengetahuan ninik dan mamak. Kegiatan memberikan tando dalam acara mananti dan maanta tando merupakan suatu acara adat maka dengan sendirinya akan terdapat nilai-nilai pendidikan adat yang mengatur jalannya acara. Ini juga terlihat dari pantun bajawek ini digunakan sebagai alat berkomunikasi untuk menyampaikan maksud dan tujuan dalam acara adat Minangkabau itu sendiri yaitu acara mananti tando. Berikut salah satu contoh pantun bajawek yang terdapat nilai pendidikan adat.

Galang dititik nak rang Buro „Gelang dititik anak orang Buro Baukia batampuak manggih Berukir bertampuk manggis Mulo babilang dari aso Mula berbilang dari asa Mangaji iyo dari alih (11) Mengaji iya dari alif‟ b. Nilai-nilai Pendidikan Moral

Menjalankan acara adat dengan baik dengan sendirinya juga akan terjalankan suatu kegiatan yang bermoral atau suatu kegiatan yang memiliki nilai pendidikan moral, karena nilai pendidikan moral itu sendiri ialah suatu hal yang

(44)

38

membimbing seseorang untuk berprilaku sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku. Seperti adanya kegiatan sopan-santun ketika berbasa-basi menjelang naik ke rumah dan menjelang minum pada acara mananti tando. Berikut salah satu contoh pantun bajawek yang terdapat nilai pendidikan moral.

Babuah lantimun dandang „Berbuah ketimun dandang Babuah buliah diputiak i Berbuah boleh diputik i Batanyo kami sakian janjang Bertanya kami sekian jenjang Tanggo buliah dinaiak i (9) Tangga boleh dinaiki‟

c. Nilai-nilai Pendidikan Agama

Diadakan pantun bajawek dalam acara mananti tando yang mengandung nilai-nilai pendidikan, selain untuk mengikat suatu perjanjian dan untuk tidak saling mengingkari juga bertujuan untuk mencapai atau membina keluarga yang sakinah, mawaddah dan warrahmah nantinya. Agar tidak terjadi hal-hal yang melanggar agama antara seorang lelaki dengan seorang wanita maka orang tua dan ninik mamaknya akan mempertunangkan anak cucu kemenakannya, karena hal demikian di dalam adat suatu langkah pertama yang lebih baik menjelang upacara pernikahan dilaksanakan. Namun, tujuan akhir dari sebuah pertunangan ialah menyatukan hubungan antara seorang lelaki dengan perempuan dengan akad nikah yang menjadikan hubungannya diridhoi Allah dunia dan akhirat, maka dari tujuan inilah terlihat nilai pendidikan agamanya. Berikut salah satu contoh pantun bajawek yang terdapat nilai pendidikan agama.

Cubadak tangahi halaman „Cempedak di tengah halaman Diambiak ka junjuang siriah Diambil untuk junjung sirih Jatuah malayang sularonyo Jatuh melayang selaranya Usah lamo tagak di halaman Usah lama berdiri di halaman Naiak ka rumah makan siriah Naik ke rumah makan sirih Siriah mananti di carano (7) Sirih menanti di cerana‟

(45)

Secara umum nilai pendidikan yang terdapat di dalam pantun bajawek dalam acara mananti tando dapat dikelompokkan ke dalam tiga hal yaitu nilai pendidikan adat, nilai pendidikan moral dan, nilai pendidikan agama.

B. Pembahasan

1. Struktur Pantun Bajawek dalam Acara Mananti Tando

Pada umumnya pantun bajawek yang terdapat dalam acara mananti tando bentuk dan struktur pantun yang sama dengan pantun biasa, mempunyai sampiran dan isi dan terdiri dari empat baris seuntai, enam baris seuntai, delapan baris seuntai dan sepuluh baris seuntai. Berikut uraian pantun-pantun tersebut:

a. Pantun Empat Baris Seuntai

Pada pantun empat baris seuntai, baris pertama dan kedua disebut dengan bagian sampiran, dan baris ketiga dan keempat disebut dengan bagian isi pantun. Jenis pantun empat baris seuntai ini sering juga disebut dengan pantun biasa. Berikut contoh pantun empat baris seuntai.

Hari patang matohari pantai „Hari petang matahari pantai Kok dusun jauah ka dijalang Jika dusun jauh mau dijelang Kok lapeh kumbang nan barantai Jika lepas kumbang yang berantai Kalayua bungo nan jolong kambang (57) Akan layu bunga yang baru kembang‟ b. Pantun Enam Baris Seuntai

Pantun enam baris seuntai disebut dengan talibun. Pada pantun enam baris seuntai, baris pertama sampai baris ketiga (tiga baris pertama) disebut dengan sampiran dan tiga baris berikutnya disebut dengan bagian isi pantun. Berikut contoh pantun enam baris seuntai.

(46)

40

Bagalah barantang perak „Bagalah barantang perak Limau manih di pandakian Jeruk manis di pendakian Jelo urek selo-baselo Jelo akar sila-bersila

Kalah indak manang pun indak Kalah tidak menang pun tidak Sadang manih kito antian Sedang manis kita hentikan Dima alek awak ulang pulo (24) Dimana pesta kita ulang pula‟ c. Pantun Delapan Baris Seuntai

Pantun delapan baris seuntai disebut juga dengan talibun. Pada pantun yang seperti ini empat baris pertama disebut dengan sampiran pantun dan empat baris berikutnya disebut dengan bagian isi pantun. Berikut contoh pantun delapan baris seuntai.

Usak pandan sabab dek api Api nan indak tapadaman

Kinco-bakinco jo daun ginggiang Daun kaladi tampak mudo

Usak badan sabab dek hati Hati nan indak tatahanan Mato jo a lah ka di dindiang

Awak salabuah satapian pulang pai mandi tampak juo (55) „Rusak pandan karena api

Api yang tidak terpadamkan

Campur-bercampur dengan daun geringging Daun keladi terlihat muda

Rusak badan karena hati Hati yang tidak tertahankan

Mata dengan apa lah mau di dinding

Kita sejalan setepian pulang pergi mandi terlihat juga‟ d. Pantun Sepuluh Baris Seuntai

Pada pantun yang seperti ini, lima baris pertama disebut dengan sampiran dan lima baris berikutnya disebut dengan bagian isi pantun, pantun ini juga disebut talibun. Berikut contoh pantun sepuluh baris seuntai.

Manyasa pandan babungo „Menyesal pandan berbunga Dek alang indak salayangan Oleh elang tidak selayangan Dek balam indak talayok an Oleh balam tidak terlayangkan

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

PERTUNJUKAN KESENIAN PANTUN RAJAH GRUP GENTRA PUSAKA PANCA TUNGGAL DALAM ACARA Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain

Berdasarkan observasi awal yang penulis lakukan pada tanggal 27 September 2013, pada umumnya gejala kebiasaan belajar yang kurang baik juga dialami oleh siswa SMA

Ungkapan larangan termasuk dalam bentuk folklor sebagian lisan karena terbentuk dari unsur campuran antara unsur lisan dan unsur bukan lisan yaitu berupa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis karakteristik tanah (struktur, tekstur, pH dan bahan organik) pada lahan tanaman jagung hibrida pioneer 23 di

Objek penelitian ini adalah cerita sastra lisan berupa legenda-legenda yang terdapat di Kecamatan Arosbaya Kabupaten Bangkalan.. Kecamatan Arosbaya ini memiliki

Penelitian yang penulis lakukan yakni untuk mengkaji nilai pendidikan moral yang terdapat dalam wayang kulit dan relevansinya dalam Pendidikan Agama Islam dengan

Pantun di atas bila diartikan ke dalam bahasa Indonesia maka makna sampiran sudah dahulu Padang ke Muaro sudah jauh keluarnya isi pantun seeorang yang mampu berubah dengan

Struktur batin dalam pantun manyerakan marapulai dan anak daro ini merupakan makna yang terkandung di dalam puisi yang tidak secara langsung dapat kita hayati. Struktur