KAJIAN YURIDIS TERHADAP SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK
TANGGUNGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG JABATAN
NOTARIS
Oleh :Putu Desi Yadnyawati
ABSTRACT
In order to maintain the sustainability of economic and trade development in any country, especially in Indonesia, there is a considerable amount of funding available, in which the funds are obtained from credit activities, one of which is allocated through banks. Therefore, it is necessary to stipulate the existence of adequate guarantee in providing protection and legal certainty for the creditors and credit recipients into a balanced regulation, which in this case is specifically regulated in Law No. 4 of 1996 on Mortgage Rights. The Mortgage Institution currently enforced is the Deposit Rights on Land and Land Related Materials. So the question arises How Function and Legal Strength of Power of Attorney Load Mortgage Rights to the Beneficiary and Is prohibition Power of natural substitution of making Power of Attorer Charges Dependency is burdensome for the giver or holder of Mortgage Rights. Based on the above provisions, the writer makes in a scientific paper entitled "Judicial Review on Power of Attorney Charging Deposit Rights Based on the Notary Position Law". And can be concluded SKMHT serves as a tool to overcome if the giver of dependents can not be present before the PPAT, which must be made by notarial deed or PPAT deed (Article 15 paragraph (1) UUHT). Furthermore the Power of Attorney to Burden Deposit is regulated in UUHT no. 4 of 1996 in Article 1 and Article 15. Regarding the deadline for the use of Power of Attorney to Burden Dependent Rights is regulated in Article 15 paragraph (3) and paragraph (4) of Law Number 4 Year 1996.
Keywords: Juridical Study, Power of Attorney, Mortgage Rights, Notary Position Law
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Dalam rangka memelihara
kesinambungan pembangunan
ekonomi dan perdagangan di Negara manapun khususnya di Indonesia diperlukan dana tersedia yang cukup besar, dimana persediaan dana
tersebut diperoleh dari kegiatan perkreditan, yang salah satunya dialokasikan melalui perbankan. Lembaga Hak Tanggungan yang diberlakukan sekarang adalah
berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, (Lembaga Negara
Nomor 42), Lembaga Hak
Tanggungan ini sebenarnya telah lama diamanatkan dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, (Lembaga Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaga Negara Nomor 2043), akan tetapi baru tanggal 9
April 1996, Lembaga Hak
Tanggungan ini baru terwujud, yaitu sebagai pengganti Hypotheek yang diatur dalam KUHPer yang berlaku sejak 1 Mei 1848 dengan Staatsblad 1847 nomor 67 dan Credietverband (staatsblad 1908 No. 542 yang diubah dengan Staatblad 1937 No. 190), yang merupakan perubahan mendasar dalam hukum jaminan,
khususnya hukum jaminan
kebendaan dan hal ini ditegaskan pula dalam Pasal 29 Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) NO. 4 Tahun 1996. Pada asasnya
pembebanan Hak Tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh Pemberi Hak Tanggungan, dan apabila Pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). maka didalam kebutuhannya wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya dengan
dibuatnya Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan (selanjutnya disingkat SKMHT) yang berbentuk akta otentik. Sedangkan pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) juga menentukan bahwa SKMHT wajib dibuat dengan akta Notaris atau akta PPAT. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) adalah kuasa yang bersifat khusus, dan bagi sahnya suatu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) selain dari harus dibuat dengan akta notaris atau akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), menurut Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan harus pula dipenuhi persyaratan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Mengenai unsur-unsur
pokok yang harus dicantumkan di dalam Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) harus jelas dan terperinci, hal ini diperlukan untuk melindungi
kepentingan pemberi Hak
Tanggungan, terutama memberikan perlindungan mengenai jumlah hutang yang harus sesuai dengan jumlah yang telah diperjanjikan, selain itu harus jelas menunjuk
secara khusus objek Hak
Tanggungan, kreditor dan
debitornya. Dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c, yang dimaksud jumlah utang adalah jumlah utang sesuai dengan yang diperjanjikan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) UUHT.
1.2. Rumusan Masalah
permasalahan akan dibatasi sesuai dengan perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Fungsi dan kekuatan hukum dari Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) terhadap penerima Hak Tanggungan?
2. Apakah larangan kuasa substitusi dalam pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) tersebut memberatkan bagi pemberi atau pemegang Hak Tanggungan?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian hukum ini
mempunyai 2 tujuan yakni Tujuan Umum dan Tujuan Khusus:
1) Tujuan umum dari penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui fungsi dan kekuatan hukum dari Surat
Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan (SKMHT), Untuk mengetahui pelaksanaan jangka waktu berlakunya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
(SKMHT) dalam praktik
pembebanan hak atas tanah, Untuk mengetahui keberadaan klausula larangan kuasa substitusi dalam pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan (SKMHT)
memberatkan bagi pemegang Hak Tanggungan.
2) Tujuan Khusus dari penelitian ini adalah :
Agar memberikan pemahaman tentang fungsi dan kekuatan hukum dari Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dan mengetahui larangan-larangan kuasa substitusi dalam pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) tersebut memberatkan bagi pemberi atau pemegang Hak Tanggungan. Kegunaan Penelitian ini adalah: Untuk memenuhi nilai tugas akhir berupa skripsi dan
memberikan pemahaman
kepada pembaca dan penulis. II. Metode Penelitian
2.1. Jenis penelitian
Tipe Penelitian dan Pendekatan Masalah: Jenis penelitian dalam penulisan ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dan dikaji dengan pendekatan perundang-undangan, artinya suatu masalah akan dilihat dari aspek hukumnya dan dengan menelaah peraturan perundang-undang, kemudian
dikaitkan dengan permasalahan yang dibahas.
2.2. Sumber Bahan Hukum
Adapun sumber bahan hukum yang di pergunakan :
Sumber Bahan Hukum Primer bersumber bahan hukum yang diperoleh langsung akan digunakan dalam penelitian ini yang merupakan bahan Hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara yuridis,
yaitu: Undang-Undang Hak
Tanggungan, KUHPer (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), UUJN (Undang-Undang Jabatan Notaris) Sumber Bahan Hukum Sekunder Diambil dari buku-buku yang berkaitan dengan materi penelitian akte surat kuasa membembankan hak tanggungan oleh notaris dan peraturan-peraturan yang ada hubungannya dengan obyek masalah yang akan di teliti.
2.3. Pengumpulan bahan hukum Metode yang di gunakan dalam pengumpulan bahan hukum adalah metode pencatatan. Selain itu
penulis juga menggunakan metode domukentasi baik terhadap sumber bahan hukum primer dan bahan hukum skunder
2.4. Analisis bahan hukum
Bahan-bahan hukum yang relevan dengan masalah dalam penelitian ini selanjutnya di olah dan di analisis
secara sistematis dengan
menggunakan metode argumentasi hukum berdasarkan logika hukum deduktif dan induktif. Hasil analisis akan di paparkan secara deskkriptif,
dengan harapan dapat
menggambarkan secara jelas, sehingga di peroleh gambaran yang menyeluruh tentang permasalahan-permasalahan yang di teliti.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Menurut penjelasan umum UUHT disebutkan bahwa, dalam memberikan Hak Tanggungan, pemberi Hak Tanggungan wajib hadir dihadapan PPAT, jika karena sesuatu sebab tidak dapat hadir sendiri, ia wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya melalui SKMHT
yang berbentuk akta otentik. Ketentuan SKMHT harus berbentuk akta otentik yang dibuat notaris atau PPAT terdapat dalam ketentuan Pasal 15 ayat (1) UUHT. Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa pengertian SKMHT adalah surat atau akta yang berisikan pemberian kuasa oleh Pemberi Agunan/Pemilik Tanah (Pemberi Kuasa) kepada Pihak Penerima Kuasa untuk mewakili Pemberi Kuasa guna melakukan pemberian Hak Tanggungan kepada kreditor atas tanah milik Pemberi Kuasa. SKMHT wajib berbentuk akta otentik maka pembuatan SKMHT ditugaskan kepada Notaris dan PPAT selaku pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta otentik.
Pada saat pembuatan SKMHT harus sudah ada keyakinan pada
Notaris atau PPAT yang
bersangkutan bahwa pemberi Hak
Tanggungan mempunyai
kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan yang dibebankan, walaupun kepastian mengenai
kepemilikan wewenang tersebut baru dipersyaratkan pada waktu pemberian Hak Tanggungan itu didaftar. Subjek SKMHT adalah debitur selaku pemberi kuasa dan kreditur selaku penerima kuasa SKMHT. Objek SKMHT adalah sama dengan objek Hak Tanggungan yang dapat diikat sebagai jaminan hutang meliputi hak atas tanah dengan Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha Hak Pakai atas tanah Negara yang diberikan kepada perorangan dan Badan Hukum Perdata yang tanahnya dapat dijual termasuk tanah Hak Pakai di atas Tanah Hak Pilih yang bukti pemilikannya berupa bentuk pajak atau girik dan bukti lainnya yang sejenis dapat digunakan sebagai jaminan kredit. Terkait dengan pendaftaran SKMHT, penjelasan umum UUHT angka 7 menguraikan bahwa dalam rangka memperoleh
kepastian hukum mengenai
kedudukan yang diutamakan bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan beserta surat-surat lain yang diperlukan pendaftarannya, wajib
dikirimkan oleh PPAT kepada Kantor Pertanahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandantanganannya.
Berakhirnya SKMHT tersebut dalam keadaan tertentu dapat dikecualikan dengan tidak perlu mentaati jangka waktu berlakunya surat kuasa Pasal 15 ayat (5) UUHT, yaitu dalam hal untuk menjamin kredit-kredit tertentu, misalnya KUT, KPR, (PMA/KBPN Nomor 4 Tahun 1996 tentang penjelasan Batas Waktu Penggunaan SKMHT untuk menjamin Pelunasan Kredit-Kredit tertentu), yaitu sampai dengan berakhirnya masa berlakunya perjanjian pokok.
SKMHT yang tidak diikuti dengan pembuatan Akta Pembuatan Hak Tanggungan dalam waktu yang ditentukan sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 15 ayat (3) dan Pasal 15 ayat (4) UUHT atau waktu yang ditentukan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 15 ayat (4) UUHT menguraikan bahwa tanah yang belum terdaftar adalah tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 ayat (3) UUHT batas waktu
penggunaan Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar pada Pasal 15 ayat (3) UUHT, mengingat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan pada hak atas tanah yang belum terdaftar harus dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10 ayat (3) UUHT, yang terlebih dahulu perlu dilengkapi persyaratannya.
Terkait dengan jangka waktu berlakunya SKMHT, Pasal 15 ayat (3) UUHT menentukan: “Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sesudah diberikan”.
Sebagai catatan, saat ini Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) telah diubah melalui penerbitan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 (selanjutnya disebut UUJN 2014).
Pengertian surat kuasa secara umum, dapat dirujuk dari Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi: pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.
III. PENUTUP 4.1. Simpulan
Simpulan dari penelitian ini adalah : SKMHT berfungsi sebagai alat untuk mengatasi apabila pemberi hak tanggungan tidak dapat hadir dihadapan PPAT, yang wajib dibuat dengan akta notaris atau akta PPAT (pasal 15 ayat (1) UUHT).
Selanjutnya Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) diatur dalam UUHT no. 4 tahun 1996 dalam pasal 1 dan pasal 15, Mengenai batas waktu
Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) diatur dalam Pasal 15 ayat (3) dan ayat (4) UU Nomor 4 Tahun 1996. Setelah APHT dan warkah lainnya diterima secara lengkap, maka BPN akan menerbitkan sertipikat Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku-tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya. Penetapan jangka waktu yang terlalu pendek itu dapat
membahayakan kepentingan
kreditur, karena tidak mustahil, bahwa kredit sudah menjadi macet sekalipun kredit baru diberikan dalam 3 (tiga) bulan.
4.2. Saran
Adapun saran dari kesimpulan ini adalah: Disarankan agar pihak debitor mengurus terlebih dahulu sertipikat hak atas tanahnya, untuk mempermudah kinerja semua pihak,
baik BPN, notaris, PPAT, dan juga sekaligus melindungi pihak kreditor apabila objek hak tanggungan belum bersertipikat.
Perlu dipikirkan agar Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) suatu saat dimungkinkan dibuat dalam bentuk kuasa yang bersifat sepihak, sehingga cukup ditandatangani oleh pemberi kuasa dan diberikan tambahan klausul tidak dapat dicabut kembali kecuali jangka waktunya telah habis atau
telah dipergunakan untuk
membebankan Hak Tanggungan. Hal ini tentu sangat efisien bilamana pemberi kuasa berada jauh diluar pulau dan tidak memungkinkan untuk disubstitusikan.
Daftar Pustaka :
Pitlo, 2003, Hukum dan Lembaga Jaminan, Media Notariat, Jakarta.
Sutan Remy Sjahdeini, 1996, Hak Tanggungan: Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah-Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan,
Airlangga University Press, Surabaya.
Adjie, Habib, 2009, Meneropong Khasanah Notaris dan PPAT, Citra Aditya Bakti, Bandung. Budiono, Herline, 2007, Kumpulan
Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Cet, I. Citra Aditya, Bandung.
Sutedi, Adrian, 2010, Hukum Hak Tanggungan, Sinar Grafika, Jakarta.
Thamrin, H. Husni, 2011, Pembuatan Akta Pertanahan oleh Notaris, Cet, II. Laksabang Presindo, Yogyakarta.
Bahdder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung. Boedi Harsono, 2003, Hukum
Agraria Indonesia – Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1, Djambatan, Jakarta.
Djaja S. Meliala. 2008, Penuntun Praktis Perjanjian Pemberian Kuasa Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Nuansa Alulia, Bandung.
H. Salim HS, 2007, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. H.B. Sutopo, 1998, Metodologi
Penelitian Hukum Kualitatif, Bagian II, UNS Press, Surabaya. Johnny Ibrahim, 2006, Teori dan
Metodologi Peneletian Hukum Normatif, Bayumedia
Publishing, Malang.
Kountur dan Ronny, 2004, Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, PPM, Jakarta. Laksmana R, 2004, Informasi Hukum
Pertanahan Yang Berkaitan Dengan Hak Tanggungan, Jakarta.
Purwahid Patrik dan Kashadi, 2000,Hukum Jaminan, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.
Rachmadi Usman, 1998, Pasal-Pasal Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah, Djambatan,Jakarta Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,
1989, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo. Jakarta
Subekti R dan Tjitrosudibia R, 2008, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bugerlijik wetbook, cetakan ketiga puluh Sembilan, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta.
Suparmono, 1995, Metode
Pengumpulan Data, Edisi I, BPFE, Yogyakarta.
Sumardjono, S.W. Maria, 1989, Pedoman Usulan Penelitian, FH-UGM, Yogyakarta
S. Nasution, 1992, Metode Penelitian Naturalistik – Kualitatif, Tarsito, Bandung.
Tan Thong Kie. 2000, Studi Notariat, Serba-Serbi Praktek Notaris, PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakata.