• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN BAKTERI PELARUT FOSFAT SERTA KOMBINASINYA PADA PERTUMBUHAN TANAMAN SAWI SENDOK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGUNAAN BAKTERI PELARUT FOSFAT SERTA KOMBINASINYA PADA PERTUMBUHAN TANAMAN SAWI SENDOK"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

KOMBI

PR DE

PENGGUN NASINYA

ROGRAM EPARTEME

NAAN BAK A PADA PE

MARSH

STUDI M EN ILMU FAKU INSTITU

KTERI PE ERTUMBU

Oleh HA YUNIK A14080

ANAJEME TANAH D ULTAS PE UT PERTA

2012

ELARUT F UHAN TAN

h

KE PRADIP 049

EN SUMBE DAN SUMB

ERTANIAN ANIAN BOG

2

FOSFAT SE NAMAN SA

PTA

ERDAYA L BERDAYA N

GOR

ERTA AWI SEND

LAHAN A LAHAN

DOK

(2)

RINGKASAN

MARSHA YUNIKE PRADIPTA. Penggunaan Bakteri Pelarut Fosfat serta Kombinasinya pada Pertumbuhan Tanaman Sawi Sendok (Di bawah bimbingan RAHAYU WIDYASTUTI dan DWI ANDREAS SANTOSA).

Fosfor adalah salah satu unsur esensial yang penting bagi laju fotosintesis dan perkembangan akar. Sebagian besar bentuk fosfat terikat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Mikrob pelarut fosfat dapat melarutkan fosfat terikat melalui sekresi asam organik sehingga dapat meningkatkan efisiensi pupuk fosfat. Secara alami, mikrob pelarut fosfat hidup di rizosfer.

Kegiatan dari penelitian ini meliputi isolasi bakteri, uji antagonis, uji pelarutan fosfat, dan aplikasi bakteri pelarut fosfat dengan pupuk SP-36 pada pertumbuhan tanaman sawi sendok. Sampel tanah untuk isolasi bakteri diambil di daerah Semplak. Penelitian dilakukan di laboratorium dan rumah kaca. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap yang disusun secara faktorial dengan tiga kali ulangan. Faktor pertama adalah empat isolat bakteri pelarut fosfat Burkholderia sp. IS9, Pseudomonas aeruginosa P2, Bacillus subtilis J2, dan Burkholderia sp. PS4. Faktor kedua adalah pupuk SP-36 dengan 50% dosis pupuk SP-36, 75% dosis pupuk SP-36, dan 100% dosis pupuk SP-36.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat bakteri tanah Burkholderia sp. IS9 memberikan kemampuan melarutkan fosfat baik secara kualitatif dan kuantitatif yang paling tinggi dibandingkan dengan isolat bakteri yang lain.

Keempat strain bakteri yang dikombinasikan dengan uji antagonistik secara in vitro tidak bersifat antagonis. Inokulasi perlakuan bakteri Burkholderia sp. PS4 dengan setengah dosis pupuk SP-36 meningkatkan tinggi tanaman, bobot basah dan bobot kering tanaman.

Kata kunci : bakteri pelarut fosfat, dosis pupuk SP-36, tanaman sawi sendok

(3)

SUMMARY

MARSHA YUNIKE PRADIPTA. Utilization of Phosphate Solubilizing Bacteria and it’s Combination on The Growth of Sawi Sendok Plant (Under Supervision of RAHAYU WIDYASTUTI and DWI ANDREAS SANTOSA).

Phosphorus is one of the essential elements which plays a very important role in photosynthesis and root development. Most of the phosphate forms are bound in soil colloids, so that it is not available for plants. A group of the so called phosphate-solubilizing microorganisms (PSM) have ability to solubilize a bounding phosphate because they produce organic acid so that they can increase the efficiency of phosphate fertilization. Naturally phosphate-solubilizing microorganism live in the rhizosphere.

The research activities covered isolation of PSM, antagonistic test, phosphate solubilizing test, and the use of phosphate solubilizing bacteria (PSB) isolates combined with SP-36 fertilizer on the growth of sawi sendok plant. Soil samples for microbe isolation were taken from Semplak. The experiment was conducted at green house condition. The experiment was arranged according to completely randomized design (CRD) with two treatment factors provided and three replications. The first factor was phosphate solubilizing bacteria isolates namely Burkholderia sp. IS9, Pseudomonas aeruginosa P2, Bacillus subtilis J2, and Burkholderia sp. PS4. The second factor was phosphate fertilization, i.e 50%, 75% and 100% dosages of SP-36 fertilizer.

The result of the experiment showed that bacteria Burkholderia sp. IS9 isolate provided higher phosphate solubilizing capacity of the qualitative and quantitative ability test of phosphate solubilizing compared to other treatments.

The inoculation of Burkholderia sp. PS4 with 50% dosage of SP-36 fertilizer increased plant height, biomass and plant dry weight.

Key words : Phosphate solubilizing bacteria, SP-36 fertilizer dosage, sawi sendok plant

(4)

KOMBI

PR DE

PENGGUN NASINYA

Seba

pada D

ROGRAM EPARTEME

NAAN BAK A PADA PE

agai salah sa SAR Departemen

F Ins

MARSH

STUDI M EN ILMU FAKU INSTITU

KTERI PE ERTUMBU

SKRIP atu syarat un RJANA PER

Ilmu Tanah Fakultas Pe

titut Pertani

Oleh HA YUNIK A14080

ANAJEME TANAH D ULTAS PE UT PERTA

2012

ELARUT F UHAN TAN

PSI

ntuk mempe RTANIAN h dan Sumb ertanian

ian Bogor

h

KE PRADIP 049

EN SUMBE DAN SUMB

ERTANIAN ANIAN BOG

2

FOSFAT SE NAMAN SA

eroleh gelar

erdaya Lah

PTA

ERDAYA L BERDAYA N

GOR

ERTA AWI SEND

r

an

LAHAN A LAHAN

DOK

(5)

Judul Penelitian : Penggunaan Bakteri Pelarut Fosfat serta Kombinasinya a pada Pertumbuhan Tanaman Sawi Sendok

Nama Mahasiswa : MARSHA YUNIKE PRADIPTA Nomor Pokok : A14080049

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Rahayu Widyastuti, M.Sc Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS NIP. 19610607 199002 2 001 NIP. 19620927 198811 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP. 19621113 198703 1 003

Tanggal Lulus :

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Purwokerto pada tanggal 1 Juni 1990 dan merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Mahar Sukrisno dan Ibu Isa Yeniarti.

Penulis memasuki jenjang pendidikan dasar pada tahun 1996 di SD Negeri 1 Sokanegara Purwokerto dan lulus pada tahun 2002. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 8 Purwokerto. Setelah lulus pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Purwokerto dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2008.

Pada tahun 2008, penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama kuliah penulis aktif dalam kegiatan kepanitiaan di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biologi Tanah dan Bioteknologi Tanah.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang digunakan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada :

1. Ibu Dr. Rahayu Widyastuti, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi pertama dan pembimbing akademik atas bimbingan dan saran yang telah diberikan selama penelitian berlangsung hingga akhir penulisan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir Dwi Andreas Santosa, M.S selaku dosen pembimbing skripsi kedua atas bimbingan dan saran yang telah diberikan selama penelitian berlangsung hingga akhir penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Lilik Tri Indriyati, M.Sc selaku dosen penguji pada pelaksanaan ujian sidang, atas bimbingan dan saran yang telah diberikan.

4. Kedua orang tua, Mahar Sukrisno dan Isa Yeniarti, adik-adikku atas kesabaran, doa dan semangat serta dukungan materi yang diberikan kepada penulis.

5. Yuwan P. Baki dan teman-teman MSL angkatan 45 atas doa dan motivasi kepada penulis.

6. Olivia Mersylia Tombe atas kerjasamanya dan membiayai penelitian ini.

7. Staff Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan atas bantuan dan informasi yang diberikan selama penelitian.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis secara pribadi dan bagi semua pihak yang membutuhkannya. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.

Bogor, September 2012

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Fosfor ... 3

2.1.1 Bentuk-bentuk P di dalam Tanah ... 3

2.1.2 Ketersediaan P Tanah ... 4

2.1.3 Transformasi P-Anorganik ... 4

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Retensi P di dalam Tanah ... 4

2.1.5 Kehilangan Fosfor dari Tanah ... 5

2.1.6 Pemupukan Fosfat dan Permasalahannya ... 5

2.1.7 Fungsi P bagi Tanaman ... 5

2.2 Mikrob Pelarut Fosfat ... 6

  2.2.1 Penyebaran Mikrob Pelarut Fosfat ... 6

  2.2.2 Mekanisme Pelarutan Fosfat ... 7

  2.2.3 Isolasi Mikrob Pelarut Fosfat ... 8

2.3 Tanaman Sawi Sendok ... 9

2.4 Karakteristik Umum Latosol (Inceptisol) ... 9

III. BAHAN DAN METODE ... 11

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 11

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 11

3.3 Metode Penelitian ... 12

(9)

3.4 Rancangan Penelitian ... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

4.1 Analisis Tanah ... 20

4.2 Isolasi Bakteri Pelarut Fosfat dan Uji Kemampuan Pelarutan Fosfat ... 21

4.3 Uji Antagonistik Bakteri Pelarut Fosfat secara in vitro ... 25

4.4 Pengaruh Bakteri Pelarut Fosfat serta Kombinasinya pada Pertumbuhan Tanaman Sawi Sendok ... 25

  4.4.1 Pengaruh Bakteri Pelarut Fosfat serta Kombinasinya terhadap Tinggi Tanaman Sawi Sendok ... 25

  4.4.2 Pengaruh Bakteri Pelarut Fosfat serta Kombinasinya terhadap Lebar Daun Tanaman Sawi Sendok ... 27

  4.4.3 Pengaruh Bakteri Pelarut Fosfat serta Kombinasinya terhadap Jumlah Daun Tanaman Sawi Sendok ... 28

  4.4.4 Pengaruh Bakteri Pelarut Fosfat serta Kombinasinya terhadap Bobot Basah Tanaman Sawi Sendok ... 29

  4.4.5 Pengaruh Bakteri Pelarut Fosfat serta Kombinasinya terhadap Bobot Kering Tanaman Sawi Sendok ... 31

  4.4.6 Pengaruh Bakteri Pelarut Fosfat serta Kombinasinya terhadap Ketersediaan P dalam Tanah ... 32

  4.4.7 Pengaruh Bakteri Pelarut Fosfat serta Kombinasinya terhadap Kandungan P dalam Tanaman Sawi Sendok ... 34

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

Kesimpulan ... 37

Saran...37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(10)

DAFTAR TABEL

Nomer Halaman

1. Asal Isolat Bakteri Pelarut Fosfat Koleksi ... 11

2. Sifat Inceptisol yang digunakan sebagai media ... 20

3. Indeks Pelarutan P Bakteri Pelarut Fosfat Asal Tanah Inceptisol ... 21

4. Konsentrasi Pelarutan P Bakteri Pelarut Fosfat Asal Tanah Inceptisol pada Hari ke-5 ... 22

5. Indeks Pelarutan P Bakteri Pelarut Fosfat yang Terpilih ... 22

6. Konsentrasi Pelarutan P Bakteri Pelarut Fosfat yang Terpilih... 23

7. pH Media Kultur Pelarutan P secara Kuantitatif ... 24

8. Pengaruh Interaksi Perlakuan Bakteri Pelarut Fosfat dengan Pupuk SP-36 terhadap Tinggi Tanaman Sawi Sendok pada 5 MST ... 26

9. Pengaruh Perlakuan Bakteri Pelarut Fosfat dan Pupuk SP-36 terhadap Lebar Daun Tanaman Sawi Sendok pada 5 MST ... 27

10. Pengaruh Perlakuan Bakteri Pelarut Fosfat dengan Pupuk SP-36 terhadap Jumlah Daun Tanaman Sawi Sendok pada 1 MST-5 MST ... 28

11. Pengaruh Interaksi Perlakuan Bakteri dengan Pupuk SP-36 terhadap Bobot Basah Tanaman Sawi Sendok ... 29

12. Pengaruh Interaksi Perlakuan Bakteri dengan Pupuk SP-36 terhadap Bobot Kering Tanaman Sawi Sendok ... 31

13. Pengaruh Interaksi Perlakuan Bakteri dengan Pupuk SP-36 terhadap Ketersediaan P dalam Tanah ... 32

14. Pengaruh Interaksi Perlakuan Bakteri dengan Pupuk SP-36 terhadap Kandungan P dalam Tanaman Sawi Sendok ... 34

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomer Halaman

1. Indeks Pelarutan Fosfat ... 13

2. Metode Uji Antagonistik Dua Isolat Bakteri ... 15

3. Metode Uji Antagonistik Tiga Isolat Bakteri ... 15

4. Metode Uji Antagonistik Empat Isolat Bakteri ... 16

5. Uji Antagonistik Empat strain Bakteri Pelarut Fosfat... 25

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Tabel Lampiran Halaman

1. Hasil Analisis Kimia Tanah Inceptisol Berdasarkan Kriteria Pusat Penelitian Tanah 1983 ... 41 2. Kriteria Berdasarkan Penilaian Sifat-Sifat Kimia Tanah Pusat Penelitian

Tanah 1983 ... 42 3. Hasil Analisis Kimia Pupuk Kompos ... 43 4. Hasil Analisis Pupuk SP-36 ... 43 5. Pengaruh Perlakuan Bakteri Pelarut Fosfat dan Pupuk SP-36 terhadapTinggi Tanaman Sawi Sendok pada 1 MST-3 MST ... 44 6. Pengaruh Interaksi Perlakuan Bakteri Pelarut Fosfat dan Pupuk SP-36

terhadap Tinggi Tanaman Sawi Sendok pada 4 MST ... 45 7. Pengaruh Interaksi Perlakuan Bakteri Pelarut Fosfat dan Pupuk SP-36

terhadap Lebar Daun Tanaman Sawi Sendok pada 1 MST ... 46 8. Pengaruh Perlakuan Bakteri Pelarut Fosfat dan Pupuk SP-36 terhadap Lebar Daun Tanaman Sawi Sendok pada 2 MST-3 MST ... 47 9. Pengaruh Interaksi Perlakuan Bakteri Pelarut Fosfat dan Pupuk SP-36

terhadap Lebar Daun Tanaman Sawi Sendok pada 4 MST ... 48 10. Hasil Analisis Ragam Pengujian Kuantitatif Isolat Bakteri Pelarut Fosfat . 48 11. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Bakteri Pelarut Fosfat dan

Pupuk SP-36 terhadap Tinggi Tanaman Sawi Sendok ... 49 12. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Bakteri Pelarut... 49 13. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Bakteri Pelarut Fosfat dan

Pupuk SP-36 terhadap Jumlah Daun Tanaman Sawi Sendok ... 50 14. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Bakteri Pelarut Fosfat dan

Pupuk SP-36 terhadap Bobot Basah Tanaman Sawi Sendok ... 51 15. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Bakteri Pelarut Fosfat dan

Pupuk SP-36 terhadap Bobot Kering Tanaman Sawi Sendok ... 51 16. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Bakteri Pelarut Fosfat dan

Pupuk SP-36 terhadap Ketersediaan P dalam Tanah ... 51 17. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Pemberian Bakteri Pelarut Fosfat dan Pupuk SP-36 terhadap Kandungan P dalam Tanaman Sawi Sendok ... 52

(13)

18. Komposisi Media SPA (1000 ml) ... 52

19. Komposisi Media Pikovskaya (1000 ml) ... 52

20. Komposisi Media Nutrient Broth (1000 ml) ... 52

21. Kombinasi Perlakuan Bakteri dengan Pupuk SP-36 di Rumah Kaca ... 53

Gambar Lampiran 1. Uji Antagonistik Bakteri Pelarut Fosfat secara in vitro...53

2. Pengaruh Bakteri Pelarut Fosfat serta Kombinasinya pada Pertumbuhan Tanaman Sawi Sendok...55

(14)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fosfor (P) merupakan salah satu unsur utama yang diperlukan tanaman dan memegang peranan penting dalam proses metabolisme. Dalam tanah dijumpai fosfor organik dan anorganik, keduanya merupakan sumber penting bagi tanaman.

Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk H2PO4-, HPO42-dan PO43-. Pada umumnya bentuk H2PO4- lebih tersedia bagi tanaman daripada HPO42- dan PO43-. Ketersediaan fosfor anorganik sangat ditentukan oleh pH tanah, jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik serta kegiatan jasad mikro dalam tanah (Lal, 2002).

Ketersediaan P dalam tanah pada umumnya rendah. Hal ini disebabkan P terikat menjadi Fe-fosfat dan Al-fosfat pada tanah masam atau Ca3(PO4)2 pada tanah basa. Adanya pengikatan-pengikatan fosfat tersebut menyebabkan pupuk fosfat yang diberikan tidak efisien sehingga perlu diberikan dalam takaran tinggi.

Pemberian pupuk fosfat ke dalam tanah hanya 15-20 % yang dapat diserap oleh tanaman sedangkan sisanya akan terjerap di antara koloid tanah dan tinggal sebagai residu dalam tanah (Buckman dan Brady, 1956; Jones, 1982). Hal ini menyebabkan defisiensi fosfat bagi pertumbuhan tanaman.

Tanaman tidak dapat menyerap P dalam bentuk terikat dan harus diubah menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menyediakan unsur fosfat dalam tanah yang dibutuhkan oleh tanaman adalah dengan membuatnya tersedia dalam tanah. Usaha untuk membuat unsur ini tersedia sering dilakukan dengan meningkatkan kelarutannya dalam tanah.

Beberapa bakteri tanah seperti bakteri pelarut fosfat mempunyai kemampuan untuk melarutkan P organik menjadi bentuk fosfat terlarut yang tersedia bagi tanaman. Efek pelarutan umumnya disebabkan oleh adanya produksi

(15)

asam organik seperti asam asetat, asam format, asam laktat, asam oksalat, asam malat dan asam sitrat yang dihasilkan oleh mikrob tersebut. Mikrob tersebut juga memproduksi asam amino, vitamin dan zat pengatur tumbuh seperti asam indol asetat (IAA) dan asam giberelin (GA3) yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Richardson, 2001; Arshad dan Frankenberger, 1993; Patten dan Glick, 1996; Cunningham and Kuiack, 1992).

Dalam penelitian ini peran bakteri pelarut fosfat dalam meningkatkan serapan hara P diuji pada pertumbuhan tanaman sawi sendok (pakcoy). Tanaman sawi sendok merupakan jenis sayuran daun kerabat sawi yang mulai dikenal pula dalam dunia boga IndonesiaSawi sendok adalah tumbuhan yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran), baik segar maupun diolah.

Tanaman sawi sendok ini memiliki potensial untuk dibudidayakan dan memiliki harga yang tinggi. Selain itu manfaat sawi sendok sangat penting untuk kesehatan (Aji, 2009).

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui (1) kemampuan pelarutan fosfat dari berbagai macam isolat bakteri pelarut fosfat, (2) sifat antagonistik bakteri pelarut fosfat yang dikombinasikan pada uji secara in vitro, (3) efek dari sifat kombinasi bakteri pelarut fosfat pada pertumbuhan tanaman sawi sendok.

1.3 Hipotesis

1. Bakteri pelarut fosfat dapat melarutkan fosfat.

2. Empat strain bakteri pelarut fosfat yang terpilih tidak mempunyai sifat antagonistik satu sama lain.

3. Kombinasi empat strain bakteri pelarut fosfat meningkatkan pertumbuhan tanaman sawi sendok.

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fosfor

Fosfor merupakan unsur hara kedua yang penting bagi tanaman setelah nitrogen. Fosfor umumnya diserap tanaman sebagai ortofosfat primer (H2PO4-) atau bentuk sekunder (HPO42-). Fosfor kadarnya di dalam tanaman lebih rendah dari N, K, dan Ca. Hal ini disebabkan retensi yang tinggi terhadap unsur P di dalam tanah menyebabkan konsentrasinya di dalam larutan tanah cepat sekali berkurang (Leiwakabessy et al., 2003). Tanaman memerlukan P pada semua tingkat pertumbuhan terutama pada awal pertumbuhan dan pembungaan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Apabila terjadi kekurangan P akibat retensi di dalam tanah, tanaman akan menunjukkan gejala di dalam jaringan yang tua terlebih dahulu baru diangkut ke bagian-bagian meristem atau jaringan yang lebih muda (Tisdale et al., 1999).

Peranan fosfor (P) menurut Rismunandar (1990) dalam tanaman digunakan dalam pembentukan protein terutama dalam transfer metabolik ATP, ADP, fotosintesis dan respirasi, serta termasuk komponen dari fosfolipida, selain itu, peranan fosfor lainnya dalam pembentukan akar, mempercepat matangnya buah, dan memperkuat tubuh tanaman.

2.1.1 Bentuk-bentuk P di dalam Tanah

Secara umum fosfat di dalam tanah dibagi dalam dua bentuk, bentuk P organik dan P anorganik. Jumlah kedua bentuk ini disebut sebagai P total. Bentuk yang tersedia bagi tanaman atau jumlah yang dapat diambil oleh tanaman hanya merupakan sebagian kecil dari jumlah yang ada di dalam tanah. Bentuk P organik, biasanya terdapat di lapisan atas tanah yang lebih banyak mengandung bahan organik. Kadar P organik dalam bahan organik kurang lebih sama dengan kadarnya dalam tanaman, yaitu antara 0,2% - 0,5% dan terdiri dari inositol fosfat, asam nukleat, fosfolipida dan berbagai senyawa ester yang stabil. Satu atau ketiga ion H+ dari asam fosfat pada bentuk P anorganik terikat dengan ikatan ester (ester linkage). Sebagian ion H+ yang tersisa atau seluruh ion H+ diganti oleh ion logam.

(17)

Fosfor dalam tanah berasal dari mineral apatit, yaitu fluoroapatit Ca3(PO4)3CaF2

(Tisdale et al., 1999).

2.1.2 Ketersediaan P Tanah

Unsur P dalam tanah yang terikat dalam bentuk senyawa fosfat merupakan senyawa yang mudah tersedia bagi tanaman. Unsur P, N, dan K digolongkan sebagai unsur utama, tetapi unsur P diabsorpsi dalam jumlah kecil dibandingkan dengan unsur N dan K. Tanaman mengabsorpsi P dalam bentuk ion orthofosfat primer, H2PO4- dan sebagian kecil dalam bentuk sekunder, HPO42-. Tanaman dapat juga mengabsorpsi fosfat dalam bentuk P-organik. Bentuk-bentuk ini berasal dari dekomposisi bahan organik dan dapat langsung dipakai oleh tanaman (Tisdale et al., 1999).

2.1.3 Transformasi P-Anorganik

Ada dua macam reaksi transformasi dalam tanah, yaitu reaksi pengendapan, yaitu reaksi ion fosfat dengan kation-kation di dalam larutan tanah membentuk senyawa-senyawa, yaitu Ca-fosfat, Al-fosfat, dan Fe-fosfat. Reaksi- reaksi absorpsi, terjadi baik pada permukaan mineral-mineral kristalin (permukaan dengan muatan tetap) maupun pada permukaan dengan muatan variabel seperti oksida/hidrousoksida dari Fe (III) dan Al, bahan organik, alofan dan kalsit (Leiwakabessy et al., 2003).

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Retensi P di dalam Tanah

Faktor-faktor yang mempengaruhi retensi P menurut Tisdale et al. (1999) yaitu sifat dan jumlah komponen tanah, adanya hidrousoksida dari Fe dan Al, tipe liat, kadar liat, koloid amorf, dan kalsium karbonat, pengaruh pH, pengaruh kation, pengaruh anion, tingkat kejenuhan kompleks absorpsi, suhu, dan waktu reaksi.

(18)

2.1.5 Kehilangan Fosfor dari Tanah

Kehilangan fosfor dari tanah dapat terjadi melalui mekanisme panen, pencucian, erosi, dan penguapan. Kehilangan fosfor yang paling utama adalah melalui mekanisme panen dan erosi. Hilangnya fosfor dari tanah yang terjadi melalui mekanisme panen tergantung dari produksi tanaman dan jumlah sisa hasil panen yang dikembalikan ke lahan pertanian. Selain itu, kehilangan P melalui pencucian sangat kecil karena kadar fosfat di dalam larutan tanah sangat kecil walaupun terjadi drainase yang hebat sekali. Kehilangan P melalui penguapan sampai saat ini dapat diabaikan. Sedangkan kehilangan P melalui erosi dapat terjadi di dalam tanah terdapat dalam bentuk yang relatif sukar larut, karena fosfat yang diberikan dalam pupuk segera diikat oleh tanah menjadi bentuk yang sukar larut (Tisdale et al., 1999).

2.1.6 Pemupukan Fosfat dan Permasalahannya

Fosfat mudah terfiksasi oleh Al dan Fe yang menyebabkan fosfat tidak tersedia bagi tanaman. Semakin rendah pH tanah maka semakin tinggi jumlah konsentrasi ion Al, Fe, dan Mn yang dapat larut. Akibatnya makin tinggi jumlah P yang diikat.

Adanya pengikatan-pengikatan fosfat tersebut menyebabkan pupuk fosfat yang diberikan tidak efisien sehingga perlu diberikan dalam takaran tinggi.

Pemberian pupuk fosfat ke dalam tanah hanya 15-20 % yang dapat diserap oleh tanaman sedangkan sisanya akan terjerap di antara koloid tanah dan tinggal sebagai residu dalam tanah (Buckman dan Brady, 1956; Jones, 1982). Hal ini akan menyebabkan defisiensi fosfat bagi pertumbuhan tanaman.

2.1.7 Fungsi P bagi Tanaman

Fosfat merupakan unsur yang mobil di dalam tanaman. Peranan fosfat sangat khusus dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Fosfat yang cukup akan memperbesar pertumbuhan akar. Fungsi P yang lain bagi tanaman adalah untuk pembelahan sel, pembentukan albumin, pembentukan bunga, buah dan biji, memperbaiki kualitas tanaman terutama sayur mayur, sifat ketahanan

(19)

terhadap penyakit, metabolisme karbohidrat, dan dalam penyimpanan serta pemindahan energi (transfer energy) (Leiwakabessy, 2003).

Apabila terjadi kekurangan fosfat maka fosfat di dalam jaringan yang tua akan berpindah ke bagian-bagian meristem yang sedang aktif. Gejala-gejala kekurangan P adalah pertumbuhan terhambat (kerdil) karena pembelahan sel terganggu, daun-daun menjadi ungu atau coklat mulai dari ujung daun, dan terlihat jelas pada tanaman yang masih muda (Hardjowigeno, 1987).

2.2 Mikrob Pelarut Fosfat

2.2.1 Penyebaran Mikrob Pelarut Fosfat

Salah satu alternatif untuk meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat dalam mengatasi rendahnya fosfat tersedia dalam tanah adalah dengan memanfaatkan kelompok mikrob pelarut fosfat yaitu mikrob yang dapat melarutkan fosfat tidak tersedia menjadi tersedia dan dapat diserap oleh tanaman.

Dalam tanah dijumpai fosfor organik dan anorganik, keduanya merupakan sumber penting bagi tanaman. Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk H2PO4-, HPO42-

dan PO43-. Pada umumnya bentuk H2PO4- lebih tersedia bagi tanaman daripada HPO42- dan PO43-. Ketersediaan fosfor anorganik sangat ditentukan oleh pH tanah, jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik serta kegiatan jasad mikro dalam tanah (Lal, 2002).

Efek pelarutan umumnya disebabkan oleh adanya produksi asam organik seperti asam asetat, asam format, asam laktat, asam oksalat, asam malat dan asam sitrat yang dihasilkan oleh mikrob pelarut fosfat. Mikrob tersebut juga memproduksi asam amino, vitamin dan zat pengatur tumbuh seperti asam indol asetat (IAA) dan asam giberelin (GA3) yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Richardson, 2001; Arshad dan Frankenberger, 1993; Patten dan Glick, 1996).

Di dalam tanah dapat ditemukan mikrob pelarut fosfat anorganik yang jumlahnya sekitar 104-106 per gram tanah dan sebagian besar berada pada daerah perakaran. Populasi mikrob pelarut fosfat dari kelompok bakteri jauh lebih banyak dibandingkan dengan kelompok fungi. Jumlah populasi bakteri pelarut fosfat dapat mencapai 12 juta organisme per gram tanah sedangkan fungi pelarut fosfat

(20)

hanya berkisar dua puluh ribu sampai dengan satu juta per gram tanah (Alexander, 1977). Mikrob pelarut fosfat hidup terutama di sekitar perakaran tanaman yaitu di daerah permukaan tanah sampai kedalaman 25 cm dari permukaan tanah.

Keberadaan mikrob pelarut fosfat berkaitan dengan banyaknya jumlah bahan organik yang secara langsung mempengaruhi jumlah dan aktivitas hidupnya. Akar tanaman mempengaruhi kehidupan mikrob dan secara fisiologis mikrob yang berada dekat dengan daerah perakaran akan lebih aktif daripada yang hidup jauh dari daerah perakaran.

Keberadaan mikrob pelarut fosfat dari suatu tempat ke tempat yang lainnya sangat beragam. Salah satu faktor yang menyebabkan keragaman tersebut adalah sifat biologisnya. Mikrob pelarut fosfat ada yang hidup pada kondisi asam, netral dan basa, ada yang hipofilik, mesofilik, dan termofilik, serta ada yang hidup di kondisi aerob atau anaerob. Pertumbuhan mikrob pelarut fosfat sangat dipengaruhi oleh kemasaman tanah. Pada tanah masam, aktivitas mikrob didominasi oleh kelompok fungi sebab pertumbuhan fungi optimum pada pH 5- 5,5. Pertumbuhan fungi menurun bila pH meningkat. Sebaliknya pertumbuhan kelompok bakteri optimum pada pH sekitar netral dan meningkat seiring dengan meningkatnya pH tanah.

2.2.2 Mekanisme Pelarutan Fosfat

Fosfat di dalam tanah dapat dalam bentuk organik dan anorganik yang merupakan sumber fosfat penting bagi tanaman. Fosfat organik berasal dari bahan organik, sedangkan fosfat anorganik berasal dari mineral-mineral yang mengandung fosfat. Pelarutan senyawa fosfat oleh mikrob pelarut fosfat berlangsung secara kimia dan biologi baik untuk bentuk fosfat organik maupun anorganik. Mikrob pelarut fosfat membutuhkan adanya fosfat dalam bentuk tersedia dalam tanah untuk pertumbuhannya.

Mekanisme pelarutan fosfat secara kimia merupakan mekanisme pelarutan fosfat utama yang dilakukan oleh mikrob pelarut fosfat. Mikrob pelarut fosfat mengekskresikan sejumlah asam organik berbobot molekul rendah seperti oksalat, suksinat, tartrat, sitrat, laktat, alfa ketoglutarat, asetat, formiat, propionat, glikolat, glutamat, glioksilat, malat, fumarat. Meningkatnya asam-asam organik

(21)

tersebut diikuti dengan menurunnya pH. Penurunan pH juga dapat disebabkan karena terbebasnya asam sulfat dan nitrat pada oksidasi kemoautotrofik sulfur dan amonium, berturut-turut oleh bakteri Thiobacillus dan Nitrosomonas (Alexander, 1977). Perubahan pH berperan penting dalam peningkatan kelarutan fosfat (Thomas, 1985; Asea et al., 1988). Selanjutnya asam-asam organik ini akan bereaksi dengan bahan pengikat fosfat seperti Al3+, Fe3+, Ca2+ atau Mg2+

membentuk khelat organik yang stabil sehingga mampu membebaskan ion fosfat terikat sehingga dapat diserap oleh tanaman.

Pelarutan fosfat secara biologi terjadi karena mikrob tersebut menghasilkan enzim antara lain enzim fosfatase (Lynch, 1983) dan menghasilkan enzim fitase (Alexander, 1977). Fosfatase merupakan enzim yang akan dihasilkan apabila ketersediaan fosfat rendah. Fosfatase disekresikan baik oleh akar tanaman dan mikrob (Joner et al., 2000). Fosfatase yang dihasilkan oleh mikrob lebih dominan di dalam tanah. Pada proses mineralisasi bahan organik, senyawa fosfat organik diuraikan menjadi bentuk fosfat anorganik yang tersedia bagi tanaman dengan bantuan enzim fosfatase. Enzim fosfatase dapat memutuskan fosfat yang terikat oleh senyawa-senyawa organik menjadi bentuk yang tersedia.

Mikrob pelarut fosfat juga menghasilkan fosfat terlarut ke dalam tanah sehingga fosfat tersedia dalam tanah meningkat dan dapat diserap oleh akar tanaman. Unsur hara P diserap oleh akar tanaman melalui mekanisme difusi.

2.2.3 Isolasi Mikrob Pelarut Fosfat

Mikrob pelarut fosfat dapat diisolasi dari tanah yang kandungan fosfatnya rendah terutama di sekitar perakaran tanaman. Hal ini karena mikrob pelarut fosfat menggunakan fosfat dalam jumlah sedikit dan mampu memanfaatkan fosfat tidak tersedia untuk keperluan metabolismenya (Alexander, 1977). Adanya pelarutan fosfat oleh mikrob pelarut fosfat, maka fosfat tersedia dalam tanah meningkat dan dapat diserap oleh akar tanaman. Media selektif yang umum digunakan untuk mengisolasi dan memperbanyak mikrob pelarut fosfat adalah media agar Pikovskaya yang berwarna putih keruh karena mengandung P tidak larut seperti kalsium fosfat. Ciri terisolasinya bakteri pelarut fosfat pada media Pikovskaya adalah terbentuknya zona bening di sekitar bakteri. Zona

(22)

bening mencirikan bahwa bakteri tersebut mampu membebaskan fosfat dari kalsium fosfat yang digunakan dalam media Pikovskaya tersebut.

Kemampuan tiap mikrob pelarut fosfat tumbuh dan melarutkan fosfat berbeda-beda yang diidentifikasi dari waktu terbentuk dan luas zona bening.

Mikrob pelarut fosfat yang unggul akan menghasilkan diameter zona bening yang paling besar dibandingkan dengan koloni yang lainnya.

Pengukuran kemampuan kuantitatif pelarutan fosfat dari mikrob dilakukan dengan cara menumbuhkan biakan murni mikrob pelarut fosfat pada media cair Pikovskaya. Sumber fosfat Ca3(PO4)2 dapat diganti dengan fosfat alam atau senyawa fosfat tidak larut lainnya. Medium disterilisasi dalam autoklaf dan kemudian diinokulasi dengan mikrob pelarut fosfat. Selanjutnya biakan tersebut diinkubasi. Kandungan P terlarut dalam media pikovskaya cair diukur dengan menggunakan metode Bray-1.

2.3 Tanaman Sawi Sendok

Tanaman sawi sendok mampu tumbuh pada ketinggian 5-2000 mdpl sehingga dapat ditanam pada dataran tinggi maupun dataran rendah. Tanaman sawi sendok tahan terhadap air hujan oleh karena itu dapat ditanam sepanjang tahun. Meski demikian, jumlah air yang berlebihan dapat menyebabkan tanaman menjadi lebih cepat busuk terutama pada bagian akar. Tanaman sawi sendok ini memiliki potensial untuk dibudidayakan dan memiliki harga yang tinggi. Selain itu manfaat sawi sendok sangat baik untuk menghilangkan rasa gatal di tenggorokan pada penderita batuk, penyembuh penyakit kepala, bahan pembersih darah, memperbaiki fungsi ginjal, serta memperbaiki dan memperlancar pencernaan. Sedangkan kandungan yang terdapat pada sawi sendok adalah protein, lemak, karbohidrat, Ca, P, Fe, vitamin A, vitamin B, dan vitamin C (Aji, 2009).

2.4 Karakteristik Umum Latosol (Inceptisol)

Pusat Penelitian Tanah (1983) mendefinisikan Latosol sebagai tanah yang mempunyai distribusi kadar liat tinggi (lebih atau sama dengan 60%), remah sampai gumpal, gembur, dan warna relatif homogen pada penampang tanah

(23)

dengan batas horison baur. Kejenuhan basa (NH4OAc) kurang dari 30% sekurang- kurangnya pada beberapa bagian dari horison B di penampang 125 cm dari permukaan. Tanah latosol tidak mempunyai horison diagnostik kecuali jika tertimbun oleh 50 cm atau lebih bahan baru. Selain horison A umbrik atau horison B kambik, tidak memperlihatkan gejala plintik di dalam penampang 125 cm dari permukaan dan tidak mempunyai sifat-sifat vertik.

Latosol dijumpai di daerah dengan kondisi curah hujan dan suhu yang tinggi yaitu lebih dari 2000 mm/tahun dengan bulan kering kurang dari 3 bulan (Soepardi, 1983). Latosol mempunyai solum dalam (>3,5 m) dengan warna merah hingga coklat. Sifat lain yang menonjol dan penting dari Latosol adalah terbentuknya keadaan granular. Inceptisol adalah tanah-tanah yang selain memiliki epipedon okrik dan horison albik seperti yang dimiliki tanah Entisol juga mempunyai beberapa sifat penciri lain seperti misalnya horison kambik.

Inceptisol adalah tanah yang mulai berkembang tapi belum matang yang ditandai oleh perkembangan profil yang lebih lemah.

(24)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2012 sampai Juni 2012 di Laboratorium Bioteknologi Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan serta lahan milik CV. Meori Agro Jl. Atang Sanjaya KM 4 Pasir Gauk, Bogor.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain laminar air flow, autoclave, oven, mikroskop, spektrofotometer, refrigerator, inkubator, alat pengocok, timbangan, cawan petri, pipet, jarum ose, erlenmeyer, gelas ukur, tabung reaksi, kertas saring, aluminium foil, karet gelang, spidol, plastik, polibag, dan pot.

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain contoh tanah dari lahan milik CV. Meori Agro untuk mendapatkan isolat bakteri pelarut fosfat dari tanah, isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro (Tabel 1), media SPA ( Sucrose Potatoes Agar ) sebagai media biakan isolat bakteri koleksi, media Pikovskaya, media Nutrient Broth, aquades, larutan fisiologis, larutan PB dan PC, larutan standar 50 ppm P, alkohol, bibit tanaman sawi sendok berumur 2 minggu, dan pupuk kandang.

Tabel 1. Asal Isolat Bakteri Pelarut Fosfat Koleksi

Kode Bakteri Asal Isolat Burkholderia sp. PS4 Rizosfer Tanaman Nilam Pseudomonas aeruginosa P2 Rizosfer Tanaman Kacang Tanah

Bacillus subtilis J2 Rizosfer Tanaman Jagung

(25)

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Pengambilan Contoh Tanah

Pengambilan contoh tanah dilakukan di sekitar rizosfer tanaman jagung (± 2 kg) dengan metode komposit yang kemudian tanah tersebut dikeringudarakan.

3.3.2 Isolasi dan Pemurnian Bakteri Pelarut Fosfat dari Tanah

Tahapan isolasi dilakukan dengan memasukkan 10 gram tanah ke dalam tabung erlenmeyer yang berisi 90 ml larutan fisiologis, dikocok (120 rpm) selama 30 menit pada suhu ruang yang kemudian dibuat seri pengenceran sampai 10-5. Sebanyak 1 ml dari seri pengenceran 10-3 , 10-4 dan 10-5 dituang di atas permukaan media Pikovskaya padat, kemudian disebar secara merata menggunakan batang penyebar dan diinkubasi selama 2-3 hari. Selanjutnya tahap pemurnian dilakukan dengan memurnikan antara koloni bakteri dengan koloni fungi yang tumbuh dengan menggoreskan koloni bakteri pada media Pikovskaya padat yang baru pada cawan petri dengan menggunakan metode gores. Isolat bakteri yang telah dimurnikan kemudian diinkubasi selama 3-4 hari.

3.3.3 Peremajaan Isolat Bakteri Pelarut Fosfat Koleksi

Ketiga isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro digoreskan pada media SPA menggunakan jarum ose. Perlakuan tersebut dilakukan di dalam laminar air flow agar tidak terjadi kontaminasi.

3.3.4 Pengujian Kualitatif Isolat Bakteri Pelarut Fosfat dari Tanah dan Isolat Bakteri Pelarut Fosfat Koleksi

Isolat bakteri pelarut fosfat koleksi yang telah diremajakan diuji kemampuannya dalam melarutkan fosfat. Pengujian pelarutan fosfat menggunakan media Pikovskaya. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat media Pikovskaya dicampur, dan diberi aquades sampai batas volume yang diinginkan kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210C tekanan 1 atm selama 15 menit. Setelah media dingin, kemudian dituangkan ke cawan petri dan ditunggu hingga membeku, perlakuan ini dilakukan di dalam laminar air flow.

(26)

kemudian digoreskan pada media Pikovskaya. Pengamatan dilakukan sampai terbentuknya zona bening di sekitar bakteri yang menandakan terjadinya pelarutan fosfat. Isolat bakteri pelarut fosfat dari tanah yang telah diinkubasi 3-4 hari diamati pertumbuhannya. Uji kualitatif dilakukan dengan cara menghitung besarnya zona bening yang terbentuk dengan menggunakan Indeks Pelarutan (IP) (Gambar 1).

IP = AB

Gambar 1. Indeks Pelarutan Fosfat Keterangan :

A = diameter zona bening B = diameter koloni bakteri

Koloni-koloni bakteri pelarut fosfat yang diinginkan selanjutnya dimurnikan dengan metode gores pada cawan petri dan disimpan di dalam medium agar miring Pikovskaya. Kemampuan mikrob melarutkan fosfat dijadikan dasar untuk pemilihan mikrob unggul. Mikrob pelarut fosfat yang paling unggul digunakan untuk pengujian selanjutnya.

3.3.5 Pengujian Kuantitatif Isolat Bakteri Pelarut Fosfat dari Tanah dan Isolat Bakteri Pelarut Fosfat Koleksi

Pengujian kuantitatif dilakukan menggunakan media Pikovskaya cair. Isolat koleksi yang telah diremajakan serta isolat bakteri tanah diambil koloninya sebanyak 1 ml kemudian ditumbuhkan pada media Pikovskaya cair dan diinkubasi selama 5 hari. Kultur diinkubasi dengan pengocokan 100 rpm secara periodik. Setelah masa inkubasi, isolat bakteri yang telah tumbuh diambil koloninya kemudian disentrifugasi 1048 x g selama 20 menit. Supernatan yang

(27)

diperoleh lalu ditambahkan 5 ml larutan PB dan 5 tetes larutan PC. Selain itu juga mempersiapkan larutan standar 50 ppm P (0 ppm – 10 ppm) dan ditambahkan pula 5 ml larutan PB dan 5 tetes larutan PC kemudian diukur dengan menggunakan spektrofotometer. Supernatan yang dihasilkan dari hasil sentrifus diukur pelarutan fosfatnya dengan menggunakan spektrofotometer dan dibandingkan dengan kontrol. Masing-masing perlakuan dilakukan dengan ulangan sebanyak tiga kali.

3.3.6 Metode Pengukuran P dalam Larutan

Supernatan yang dihasilkan diencerkan hingga 50 kali kemudian dianalisis P terlarut dengan menggunakan metode Bray-1. Analisis yang digunakan menggunakan larutan standar 50 ppm dengan seri pengenceran 0-10 ppm P.

Larutan ini dibuat dari larutan baku yang mempunyai konsentrasi lebih tinggi kemudian diencerkan dengan larutan Bray-1. Sebanyak 5 ml larutan PB dan 5 tetes larutan PC ditambahkan ke dalam 5 ml supernatan. Jumlah P larut diidentifikasi melalui intensitas warna biru dari larutan dengan metode kolorimetri (fosfomolibdat). Intensitas warna biru dari larutan dibaca pada gelombang 660 nm dengan spektrofotometer (Sulaeman et al., 2005).

3.3.7 Uji Antagonis Isolat Bakteri Pelarut Fosfat dari Tanah dan Isolat Bakteri Pelarut Fosfat Koleksi jika dikombinasikan secara in vitro Bakteri-bakteri yang digunakan untuk uji antagonis yaitu isolat koleksi CV.

Meori Agro (Burkholderia sp. PS4, Pseudomonas aeruginosa P2, Bacillus subtilis J2) dan isolat bakteri pelarut fosfat dari tanah (IS9). Satu koloni bakteri yang tumbuh terpisah pada media SPA di cawan petri diambil dengan menggunakan jarum ose dan digoreskan pada media SPA yang telah disiapkan. Pengujian antagonis empat isolat bakteri dilakukan dengan metode uji berpasangan pada media SPA (Gambar 2, 3 dan 4). Pengamatan dilakukan setiap hari dengan cara mengamati pertumbuhan empat bakteri secara bersama-sama. Masing-masing perlakuan dilakukan dengan ulangan sebanyak tiga kali.

(28)

Gambar 2. Metode Uji Antagonistik Dua Isolat Bakteri  

Gambar 3. Metode Uji Antagonistik Tiga Isolat Bakteri  

   

Isolat Bakteri 2

Petridisk Isolat Bakteri 1

Isolat Bakteri 2

Isolat Bakteri 1 Isolat Bakteri 3

Petridisk

(29)

Gambar 4. Metode Uji Antagonistik Empat Isolat Bakteri

3.3.8 Pengaruh Bakteri Pelarut Fosfat serta Kombinasinya pada Pertumbuhan Sawi Sendok

1. Persiapan Inokulan

Isolat koleksi maupun isolat asal tanah yang terpilih masing-masing dipindahkan ke dalam 100 ml media Nutrient Broth dengan menggunakan jarum ose untuk dibiakan di atas mesin pengocok selama 3 hari. Pada hari ketiga diukur nilai rapat optis suspensi tersebut dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm untuk memperoleh jumlah sel per milimeter suspensi.

Penentuan populasi sel ini dilakukan dengan memasukkan nilai rapat optis pada persamaan kurva baku masing-masing bakteri. Kurva baku ini digunakan untuk menghitung jumlah sel isolat yang akan diinokulasikan.

2. Penanaman dan Perlakuan Bibit Tanaman Sawi Sendok

Benih sawi sendok ditumbuhkan pada media tanah dan menggunakan pupuk kandang (5 g /polibag) hingga berumur dua minggu di persemaian. Kemudian bibit tanaman sawi sendok dipindahkan ke polibag dan diberi perlakuan bakteri dengan kepadatan bakteri 108 sel/ml dengan cara menuangkan suspensi pada permukaan tanah, lalu diletakkan di dalam rumah kaca dan diamati pertumbuhannya. Penyiraman dilakukan setiap hari dengan mempertahankan

Isolat Bakteri 3 Petridisk

Isolat Bakteri 1 Isolat Bakteri 2

Isolat Bakteri 4

(30)

kadar air tanah pada keadaan 80% kapasitas lapang. Pertumbuhan tanaman sawi sendok di rumah kaca diamati selama lima minggu. Kombinasi perlakuan bakteri dengan pupuk SP-36 dapat dilihat di Tabel Lampiran 21.

3. Pengamatan Pertumbuhan Tanaman Sawi Sendok di Rumah Kaca

Setelah tanaman sawi sendok mencapai masa akhir vegetatif (5 minggu setelah tanam), tanaman diambil untuk pengamatan tinggi tanaman, lebar daun, jumlah daun, biomassa segar dan kering serta kandungan P di dalam jaringan tanaman.

3.4 Rancangan Penelitian

Rancangan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor perlakuan, yaitu :

1. Pemberian isolat bakteri pelarut fosfat, terdiri dari 16 taraf, yaitu isolat bakteri kode IS9, J2, P2, PS4, J2+IS9, J2+PS4, P2+IS9, P2+J2, P2+PS4, PS4+IS9, J2+PS4+IS9, P2+J2+IS9, P2+J2+PS4, P2+PS4+IS9, P2+J2+PS4+IS9, dan kontrol (tanpa isolat bakteri pelarut fosfat).

Keterangan : IS9 (Burkholderia sp.), P2 (Pseudomonas aeruginosa), J2 (Bacillus subtilis), dan PS4 (Burkholderia sp.).

2. Pemberian dosis pupuk SP-36, terdiri dari 3 taraf, 50% dosis pupuk SP-36 (0,059 g/polibag), 75% dosis pupuk SP-36 (0,089 g/polibag), dan 100%

dosis pupuk SP-36 (0,118 g/polibag).

Percobaan diulang sebanyak 3 kali, sehingga diperoleh 16 x 3 x 3 = 144 satuan percobaan.

Menurut Gaspersz (1991) model statistika untuk percobaan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + E(ij)k

Di mana : µ : Rata-rata (nilai tengah) respon

αi : Pengaruh perlakuan ke-i yang akan diuji

(31)

βj : Efek dari pengaruh faktor perlakuan pada taraf ke-j

(αβ)ij : Pengaruh interaksi antara faktor perlakuan ke-i dan faktor perlakuan ke-j

Eij : Pengaruh komponen galat atau error dari faktor perlakuan ke-i dan faktor perlakuan ke-j pada ulangan ke-k

Yijk : Respon terhadap perlakuan faktor ke-i dan faktor ke-j pada ulangan ke-k

Data diolah dengan menggunakan analisis sidik ragam, apabila hasil uji F hitung lebih besar dari F tabel, maka analisis dapat dilanjutkan dengan menggunakan uji beda nyata Duncan.

(32)

Gambar 1. Diagram Alir Pembiakan Bakteri Pelarut Fosfat serta Aplikasinya ke Isolasi Isolat BPF Tanah

Pelarut Fosfat

Pemurnian Isolat BPF Tanah

Pengujian Bakteri Pelarut Fosfat dalam Melarutkan P Penyimpanan Isolat BPF

Tanah

Uji Kualitatif Uji Kuantitatif Peremajaan Tiga Isolat BPF

Koleksi Pengambilan Sampel Tanah

Uji Antagonis

Pemindahan Isolat Terpilih ke Media NB Pemindahan Isolat

Terpilih ke Media NB Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36

Aplikasi ke Tanaman Sawi

(33)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Tanah

Hasil analisis sifat-sifat kimia dan fisik tanah awal (Inceptisol) disajikan pada Tabel 2 dan kriteria penilaian analisis sifat kimia tanah (PPT 1983) yang digunakan disajikan pada Tabel Lampiran 1.

Tabel 2. Sifat Inceptisol yang digunakan sebagai media

Jenis Analisis Metode/ Alat Analisis

pH H2O pH-meter 5,2

pH KCl 1 M pH-meter 4,77

C-organik (%) Walkey & Black 1,27

N-total (%) Kjeldahl 1,75

C/N ratio - 0,72

P tersedia (ppm) Bray I 5,17

Ca-dd (cmol(+)/kg) Perkolasi dengan amonium asetat 1 M (pH 7) 8,51 Mg-dd (cmol(+)/kg) Perkolasi dengan amonium asetat 1 M (pH 7) 2,43 K-dd (cmol(+)/kg) Perkolasi dengan amonium asetat 1 M (pH 7) 0,19 Na-dd (cmol(+)/kg) Perkolasi dengan amonium asetat 1 M (pH 7) -

Fe (%) AAS 1,18

P total (%) Spektrofotometer 0,08

Berdasarkan Tabel 2, Inceptisol menunjukkan reaksi masam dengan nilai pH yaitu sebesar 5,2 serta memiliki kandungan C-organik yang tergolong rendah yaitu sebesar 1,27 %. Menurut Sanchez (1992), hal ini diduga karena tanah-tanah tersebut telah mengalami pencucian dan pelapukan lanjut serta

(34)

berada pada daerah dengan curah hujan dan suhu yang relatif tinggi sehingga lapisan yang kaya bahan organik hilang tererosi.

Kandungan N-total pada tanah ini tergolong sangat tinggi, hal ini diduga karena terjadinya mineralisasi unsur N yang tinggi. Kandungan P-tersedia pada tanah ini sangat rendah diduga karena pH tanahnya rendah. Pada tanah masam, P difiksasi oleh Al dan Fe membentuk senyawa Al-P dan Fe-P yang tidak larut.

Semakin rendah pH maka semakin tinggi jumlah konsentrasi ion Al, Fe, dan Mn yang dapat larut. Akibatnya semakin tinggi jumlah P yang diikat oleh Al dan Fe.

Nilai kandungan K dan Na pada tanah ini rendah karena adanya pencucian basa-basa yang relatif tinggi akibat adanya curah hujan yang tinggi.

Nilai kandungan Ca tergolong sedang, sedangkan nilai kandungan Mg tergolong tinggi.

4.2 Isolasi Bakteri Pelarut Fosfat dan Uji Kemampuan Pelarutan Fosfat Hasil isolasi dan seleksi dari contoh tanah Inceptisol yang digunakan diperoleh sembilan isolat bakteri pelarut fosfat. Bakteri pelarut fosfat yang diisolasi dari tanah Inceptisol Semplak diukur kemampuannya dalam melarutkan P dengan menggunakan media Pikovskaya padat (uji kualitatif) dan cair (uji kuantitatif).

Tabel 3. Indeks Pelarutan P Bakteri Pelarut Fosfat Asal Tanah Inceptisol

Kode Bakteri

Indeks Pelarutan (IP) P Hari ke-

5 7

IS1 1,34 1,75

IS2 1,18 1,47

IS3 1,93 2,05

IS4 1,62 1,97

IS5 1,54 1,63

IS6 1,67 1,70

IS7 1,10 1,39

IS8 1,90 1,96

IS9 2,29 2,87

   

(35)

Tabel 4. Konsentrasi Pelarutan P Bakteri Pelarut Fosfat Asal Tanah Inceptisol pada Hari ke-5

Kode Bakteri ppm P Kontrol (tanpa bakteri) 27,51

IS1 294,66 IS2 1128,26 IS3 725,99 IS4 392,39 IS5 585,05 IS6 334,65 IS7 354,68 IS8 640,04 IS9 1258,48

Berdasarkan uji kemampuan pelarutan fosfat secara kualitatif (Tabel 3) dan kuantitatif (Tabel 4), isolat bakteri IS9 memiliki kemampuan pelarutan fosfat yang paling unggul dibandingkan dengan isolat bakteri lainnya. Isolat bakteri IS9 selanjutnya dipilih untuk pengujian selanjutnya bersama dengan isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro Burkholderia sp. PS4, Pseudomonas aeruginosa P2, dan Bacillus subtilis J2. Berdasarkan hasil penelitian Tombe (2012), hasil analisis sekuen gen 16S rRNA menunjukkan bahwa isolat bakteri IS9 memiliki kemiripan sebesar 99% dengan Burkholderia sp. strain R-24196. Tabel 5 menunjukkan indeks pelarutan P isolat bakteri asal tanah yang terpilih dan isolat bakteri koleksi CV. Meori Agro.

Tabel 5. Indeks Pelarutan P Bakteri Pelarut Fosfat yang Terpilih

Kode Bakteri

Indeks Pelarutan (IP) P Hari ke-

1 2 3 4 5 6 7 Burkholderia sp. IS9 1,55 1,93 2,05 2,16 2,24 2,28 2,47

Bacillus subtilis J2 0 0 0 0 1,00 1,12 1,12

Pseudomonas aeruginosa P2 1,15 1,30 1,32 1,33 1,35 1,39 1,41 Burkholderia sp. PS4 1,32 1,32 1,33 1,36 1,37 1,40 1,44

(36)

Isolat yang menunjukkan zona bening terbesar selama pengamatan satu minggu adalah Burkholderia sp. IS9 dengan indeks pelarutan sebesar 2,47 dan indeks pelarutan terkecil adalah Bacillus subtilis J2 sebesar 1,12. Semakin besar indeks pelarutannya maka semakin besar jumlah P yang dilarutkan.

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa semakin hari indeks pelarutan P semakin meningkat. Dilihat dari indeks pelarutan P yang dihasilkan dapat diketahui bahwa kemampuan bakteri dalam melarutkan fosfat bervariasi. Luas zona bening secara kualitatif menunjukkan besar kecilnya kemampuan bakteri melarutkan P dari fosfat tak larut (Rachmiati, 1995). Tatiek (1991) juga mengemukakan bahwa zona bening pada media padat tidak dapat menunjukkan banyak sedikitnya jumlah P terlarut yang dapat disumbangkan oleh setiap bakteri, meskipun luas sempitnya daerah bening dapat menunjukkan besar kecilnya kemampuan bakteri melarutkan P sukar larut. Pada uji kemampuan perlarutan P secara kuantitatif, Burkholderia sp. IS9 memiliki kemampuan melarutkan fosfat pada media Pikovskaya cair paling tinggi dibandingkan isolat bakteri lainnya (Tabel 6).

Tabel 6. Konsentrasi Pelarutan P Bakteri Pelarut Fosfat yang Terpilih

Bakteri

ppm P Hari ke-

1 2 3 4 7 Kontrol (tanpa bakteri) 5,98 a 5,98 a 5,98 a 5,98 a 5,98 a Burkholderia sp. IS9 377,90 d 690,81 e 752,37 d 764,34 d 514,69 d Bacillus subtilis J2 29,50 b 152,61 b 173,55 b 207,44 c 243,67 c Pseudomonas aeruginosa P2 90,20 c 224,86 c 240,24 b 218,44 c 229,13 c Burkholderia sp. PS4 389,01 d 341,99 d 377,90 c 97,47 b 113,71 b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama untuk bakteri menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

Konsentrasi tertinggi fosfat terlarut Burkholderia sp. IS9 terjadi pada pengamatan hari keempat yaitu sebesar 764,34 ppm. Pada pengamatan hari ketujuh, konsentrasi fosfat terlarut Burkholderia sp. IS9 menurun. Penurunan konsentrasi fosfat terlarut ini diduga disebabkan adanya pemakaian kembali fosfat terlarut oleh kultur sebagai sumber nutrisi untuk aktivitas metabolismenya dan

(37)

adanya penurunan jumlah populasi sel bakteri yang akan mempengaruhi aktivitas bakteri dalam melarutkan P. Hawker (1950) menyatakan bahwa fosfat harus disuplai dengan jumlah yang cukup dalam media untuk proses fosforilasi karbohidrat dan pembentukan energi. Kemampuan bakteri pelarut fosfat dalam melarutkan fosfat berbeda-beda tergantung jenis strain (Tatiek, 1991). Hasil pengukuran fosfat terlarut pada kontrol (tanpa bakteri) menunjukkan adanya fosfat terlarut. Hal ini diduga disebabkan adanya pengaruh pemanasan pada proses sterilisasi autoklaf yang mengakibatkan terpecahnya ikatan Ca-fosfat pada media secara fisik menjadi bentuk fosfat terlarut.

Tabel 7. pH Media Kultur Pelarutan P secara Kuantitatif

Kode Bakteri

pH media kultur Hari ke-

1 2 3 4 7 Kontrol (tanpa bakteri) 5,60 5,50 6,00 5,90 5,70

Burkholderia sp. IS9 4,00 3,80 4,60 4,05 4,55

Bacillus subtilis J2 5,00 4,95 5,10 4,95 4,75

Pseudomonas aeruginosa P2 4,60 4,50 5,10 4,80 5,10

Burkholderia sp. PS4 3,85 5,45 5,50 6,40 6,30

Pelarutan fosfat secara kuantitatif pada media Pikovskaya cair diikuti juga oleh penurunan pH media kultur. Hasil penelitian memperlihatkan pH pada kultur Burkholderia sp. IS9, Pseudomonas aeruginosa P2, Bacillus subtilis J2 menurun saat 2 hari inokulasi. Nilai pH pada kultur Burkholderia sp. PS4 masih terjadi kenaikan kemudian cenderung menurun pada hari ke tujuh (Tabel 7). Adanya kenaikan pH pada kultur Burkholderia sp. PS4 pada hari ke- 1 sampai hari ke-4 diduga karena penurunan jumlah sel Burkholderia sp. PS4 sehingga aktivitas Burkholderia sp. PS4 dalam melarutkan Ca3(PO4)2 dalam media Pikovskaya cair menurun.

(38)

4.3 Uji Antagonistik Bakteri Pelarut Fosfat secara in vitro

Pengujian antagonis Burkholderia sp. IS9, Pseudomonas aeruginosa P2, Bacillus subtilis J2, dan Burkholderia sp. PS4 dilakukan dengan metode uji berpasangan pada media SPA baik secara tunggal maupun kombinasi. Uji antagonistik secara tunggal, kombinasi dua dan tiga strain bakteri tidak menunjukkan adanya sifat antagonis (Gambar Lampiran 1). Hasil dari uji antagonistik empat strain isolat bakteri pelarut fosfat menunjukkan bahwa empat strain isolat bakteri pelarut fosfat tidak bersifat antagonis satu dengan yang lainnya (Gambar 5). Hal ini menunjukkan bahwa keempat strain bakteri pelarut fosfat dapat hidup secara bersama-sama tanpa adanya isolat bakteri yang menekan pertumbuhan satu dengan yang lainnya.

Gambar 5. Uji Antagonistik Empat strain Bakteri Pelarut Fosfat

4.4 Pengaruh Bakteri Pelarut Fosfat serta Kombinasinya pada Pertumbuhan Tanaman Sawi Sendok

4.4.1. Pengaruh Bakteri Pelarut Fosfat serta Kombinasinya terhadap Tinggi Tanaman Sawi Sendok

Berdasarkan Tabel 8 menunjukkan adanya interaksi pengaruh perlakuan bakteri dengan pupuk SP-36 terhadap tinggi tanaman. Hasil uji Duncan taraf 5%

menunjukkan bahwa perlakuan Burkholderia sp. PS4 dengan 50% dosis pupuk SP-36 meningkatkan tinggi tanaman sebesar 5,5% dibandingkan kontrol pada 5 MST dan perlakuan kombinasi bakteri P2+J2 dengan 100% dosis pupuk SP-36

(39)

meningkatkan tinggi tanaman sebesar 15% dibandingkan dengan kontrol pada 5 MST.

Tabel 8. Pengaruh Interaksi Perlakuan Bakteri Pelarut Fosfat dengan Pupuk SP-36 terhadap Tinggi Tanaman Sawi Sendok pada 5 MST

Kode Bakteri Dosis Pupuk SP 36

Rata-rata 50% 75% 100%

...Tinggi Tanaman (cm)...

Kontrol (tanpa bakteri) 29,03 bB 28,00 bB 26,27 bAB 27,77 Burkholderia sp. IS9 27,50 bAB 22,67 abAB 26,70 bAB 25,62 Bacillus subtilis J2 23,53 abAB 23,67 abAB 23,37 abAB 23,52 Pseudomonas aeruginosa P2 28,50 bB 22,00 abAB 19,67 aA 23,39 Burkholderia sp. PS4 30,63 cC 21,33 aAB 23,43 abAB 25,13

J2+IS9 15,83 aA 21,50 aAB 25,83 bAB 21,05 J2+PS4 27,50 aAB 18,17 aA 25,83 bAB 23,83 P2+IS9 25,17 bAB 16,83 aA 19,00 aA 20,33 P2+J2 18,67 aA 23,83 abAB 30,33 cC 24,28 P2+PS4 28,00 bB 22,67 abAB 24,37 abAB 25,01 PS4+IS9 16,57 aA 25,33 bAB 24,67 abAB 22,19 J2+PS4+IS9 22,73 abAB 17,67 aA 27,60 bAB 22,67 P2+J2+IS9 26,83 bAB 18,00 aA 22,53 abAB 22,45 P2+J2+PS4 24,83 bAB 19,17 aA 29,17 bB 24,39 P2+PS4+IS9 28,37 bB 23,17 abAB 20,60 aA 24,05 P2+J2+PS4+IS9 23,37 abAB 20,17 aA 29,00 bB 24,18 Rata-rata 24,82 21,51 24,90

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf besar yang sama (kolom) dan huruf kecil yang sama (baris) menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5 %.

Perlakuan Burkholderia sp. PS4 dengan 50% dosis pupuk SP-36 meningkatkan tinggi tanaman lebih besar dibandingkan dengan perlakuan kombinasi bakteri P2+J2 dengan 100% dosis pupuk SP-36. Hal ini menunjukkan bahwa Burkholderia sp. PS4 mampu mengurangi dosis pemakaian pupuk SP-36 dan meningkatkan tinggi tanaman paling besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Perlakuan kombinasi tiga dan empat strain bakteri tidak berpengaruh nyata meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan dengan kontrol meskipun terdapat beberapa perlakuan yang dapat meningkatkan tinggi tanaman lebih besar dibandingkan dengan kontrol. Penelitian Fitriatin (2004) yang menyatakan bahwa perlakuan isolat bakteri pelarut fosfat penghasil fitohormon maupun hormon

(40)

kinetin tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan tinggi tanaman padi gogo dari mulai 2 MST sampai 5 MST, tetapi ada beberapa perlakuan isolat bakteri pelarut fosfat yang dapat meningkatkan tinggi tanaman padi gogo.

4.4.2. Pengaruh Bakteri Pelarut Fosfat serta Kombinasinya terhadap Lebar Daun Tanaman Sawi Sendok

Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan Perlakuan Burkholderia sp. PS4 meningkatkan lebar daun paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya pada 5 MST.

Tabel 9. Pengaruh Perlakuan Bakteri Pelarut Fosfat dan Pupuk SP-36 terhadap Lebar Daun Tanaman Sawi Sendok pada 5 MST

Perlakuan Lebar Daun (cm) Kode Bakteri

Kontrol (tanpa bakteri) 6,30 abc

Burkholderia sp. IS9 5,98 abc

Bacillus subtilis J2 5,56 abc

Pseudomonas aeruginosa P2 5,69 abc

Burkholderia sp. PS4 7,94 d

J2+IS9 5,44 abc

J2+PS4 5,91 abc

P2+IS9 4,65 a

P2+J2 6,61 c

P2+PS4 5,63 abc

PS4+IS9 4,80 ab

J2+PS4+IS9 4,86 ab

P2+J2+IS9 5,24 abc

P2+J2+PS4 6,37 bc

P2+PS4+IS9 6,48 bc

P2+J2+PS4+IS9 6,30 abc

Dosis Pupuk SP-36

50% 5,49 a

75% 5,20 a

100% 6,15 b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama untuk perlakuan bakteri atau pupuk SP-36 menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

Perlakuan kombinasi bakteri P2+PS4+IS9 dengan 75% dosis pupuk SP- 36 dan perlakuan kombinasi bakteri P2+J2+PS4+IS9 dengan 100% dosis pupuk

(41)

SP-36 memberikan pengaruh nyata terhadap lebar daun dibandingkan dengan kontrol pada 4 MST (Tabel Lampiran 9).

4.4.3. Pengaruh Bakteri Pelarut Fosfat serta Kombinasinya terhadap Jumlah Daun Tanaman Sawi Sendok

Perlakuan bakteri pelarut fosfat dan pupuk SP-36 masing-masing meningkatkan jumlah daun tanaman sawi sendok, namun tidak terdapat interaksi antara keduanya (Tabel 10).

Tabel 10. Pengaruh Perlakuan Bakteri Pelarut Fosfat dengan Pupuk SP-36 terhadap Jumlah Daun Tanaman Sawi Sendok pada 1 MST-5 MST

Perlakuan 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST ...Jumlah Daun (helai)...

Kode Bakteri

Kontrol (tanpa bakteri) 3,00 ab 4,22 ab 5,33 ab 6,11 bc 6,44 abc Burkholderia sp. IS9 3,00 ab 4,44 ab 5,11 ab 6,22 bc 6,78 abc Bacillus subtilis J2 2,78 a 4,00 ab 5,11 ab 5,89 abc 6,89 abc Pseudomonas aeruginosa P2 3,00 ab 4,22 ab 4,78 ab 5,67 abc 6,89 abc Burkholderia sp. PS4 2,89 ab 4,22 ab 4,78 ab 5,89 abc 6,89 abc J2+IS9 3,56 b 3,89 ab 4,33 a 5,33 ab 5,78 ab J2+PS4 2,89 ab 3,89 ab 5,00 ab 5,33 ab 6,44 abc P2+IS9 3,22 ab 4,00 ab 4,67 ab 4,78 a 5,56 a P2+J2 3,56 b 4,33 ab 5,11 ab 5,44 ab 6,11 abc P2+PS4 2,89 ab 4,67 b 5,44 b 6,78 c 7,33 bc PS4+IS9 3,11 ab 4,22 ab 4,78 ab 5,56 abc 6,44 abc J2+PS4+IS9 3,22 ab 3,89 ab 5,11 ab 5,56 abc 6,44 abc P2+J2+IS9 3,33 ab 4,44 ab 5,00 ab 5,67 abc 6,56 abc P2+J2+PS4 3,44 ab 4,44 ab 5,44 b 6,22 bc 7,44 c P2+PS4+IS9 3,22 ab 4,44 ab 5,44 b 6,00 abc 7,11 abc P2+J2+PS4+IS9 2,89 ab 3,78 a 4,67 ab 5,89 abc 6,56 abc Dosis Pupuk SP-36

50% 3,23 b 4,27 b 5,08 b 5,77 a 6,66 a 75% 2,92 a 3,88 a 4,58 a 5,67 a 6,58 a 100% 3,23 b 4,44 b 5,35 b 5,88 a 6,63 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama untuk perlakuan bakteri

atau pupuk SP-36 menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

Perlakuan kombinasi bakteri P2+PS4 memberikan pengaruh yang paling tinggi terhadap jumlah daun dibandingkan dengan perlakuan lainnya pada 2-4 MST (Tabel 10). Pada 5 MST, jumlah daun perlakuan kombinasi bakteri P2+J2+PS4 paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Hal ini

(42)

menunjukkan bahwa adanya interaksi antara Pseudomonas aeruginosa P2, Bacillus subtilis J2, dan Burkholderia sp. PS4 dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman sawi sendok. Secara umum perlakuan bakteri dengan pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Hal ini juga terlihat di parameter tinggi tanaman dan lebar daun. Hal ini mungkin dikarenakan unsur P tersedia rendah sehingga tanaman tidak dapat menyerap P untuk pertumbuhan tanaman.

4.4.4. Pengaruh Bakteri Pelarut Fosfat serta Kombinasinya terhadap Bobot Basah Tanaman Sawi Sendok

Berdasarkan Tabel 11, perlakuan kombinasi bakteri J2+IS9 dengan 75%

dosis pupuk SP-36 meningkatkan bobot basah tanaman sebesar 60,4%

dibandingkan kontrol. Perlakuan Burkholderia sp. PS4 dengan 50% dosis pupuk SP-36 meningkatkan bobot basah tanaman sebesar 63% dibandingkan kontrol.

Tabel 11. Pengaruh Interaksi Perlakuan Bakteri dengan Pupuk SP-36 terhadap Bobot Basah Tanaman Sawi Sendok

Kode Bakteri Dosis Pupuk SP-36

Rata-rata 50% 75% 100%

...Bobot Basah Tanaman (g)...

Kontrol (tanpa bakteri) 12,53 abAB 11,30 abAB 11,23 abAB 11,69 Burkholderia sp. IS9 10,27 abAB 10,37 abAB 10,63 abAB 10,42 Bacillus subtilis J2 8,97 aAB 8,03 aAB 15,60 bB 10,87 Pseudomonas aeruginosa P2 15,30 bB 12,00 bAB 10,33 abAB 12,54 Burkholderia sp. PS4 20,40 cC 12,20 bAB 13,50 bB 15,37

J2+IS9 9,50 abAB 18,13 cC 11,38 abAB 13,00 J2+PS4 10,00 aAB 7,40 aAB 9,90 abAB 9,10 P2+IS9 6,23 aAB 4,87 aA 3,67 aA 4,92 P2+J2 7,50 aAB 7,33 aAB 25,13 dD 13,32 P2+PS4 16,37 bB 8,77 aAB 12,10 bAB 12,41 PS4+IS9 2,70 aA 12,34 bAB 5,40 aA 6,81 J2+PS4+IS9 4,50 aA 7,36 aAB 10,93 abAB 7,60 P2+J2+IS9 11,87 abAB 6,67 aAB 8,33 abAB 8,96 P2+J2+PS4 12,33 bAB 6,05 aA 20,23 cC 12,87 P2+PS4+IS9 12,00 abAB 12,80 bB 8,10 aAB 10,97 P2+J2+PS4+IS9 9,93 abAB 9,33 aAB 16,70 bB 11,99 Rata-rata 10,65 9,68 12,07

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf besar yang sama (kolom) dan huruf kecil yang sama (baris) menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5 %.

(43)

Perlakuan kombinasi bakteri P2+J2 dengan 100% dosis pupuk SP-36 meningkatkan bobot basah tanaman sebesar 123,8% dibandingkan dengan kontrol. Secara umum perlakuan Burkholderia sp. PS4 dan 100% dosis pupuk SP- 36 memberikan bobot basah yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan kombinasi empat strain bakteri tidak memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan yang tunggal ataupun kombinasi dua dan tiga strain bakteri. Hal ini diduga tidak adanya interaksi yang baik dari keempat strain bakteri dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Bobot basah tanaman yang tinggi menunjukkan tanaman tersebut memiliki kemampuan yang tinggi dalam menyerap air namun parameter bobot basah belum mencerminkan laju pertumbuhan yang tepat (Widjayatnika, 2009).

Hal ini disebabkan status air pada tanaman sangat mudah berubah karena mengalami penguapan terutama saat penimbangan. Pada tanaman sayuran, bobot basah mencerminkan produksi karena sayuran dikonsumsi dalam keadaan segar.

Sayuran juga lebih disukai jika kandungan airnya banyak karena menimbulkan rasa renyah saat dikonsumsi (Widjayatnika, 2009).

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Jenis penelitian ini tergolong dalam penelitian kualitatif dengan pendekatan penelitian yang digunakan adalah yuridis-empiris. Adapun sumber data dari penelitian ini

Berdasarkan uraian hasil tersebut, dapat diperoleh data bahwa desain pembelajaran berbasis Multiple Intelligences yang dikembangkan memiliki kelayakan dengan kategori

Kandungan carbon dalam tanah berkisar antara 1,2 – 2.5% sedangkan dalam pupuk yang dihasilkan 2,2 – 3,7% dan C/N ratio dalam pupuk organik untuk melihat sejauhmana bahan organik

Peran pemerintah dalam pengolahan sampah berbasis pemberdayaan masyarakat Desa Ngampelsari adalah pertama penyuluhan dari lurah dengan memberikan motivasi untuk menjaga

Merak 2 No.80 Ling.XIV Perum Sri Gunting. Alamat Orang Tua

8 Ibid., hlm.. dalam hal ini tidak akan terjadi tindak pidana selesai, bukan berarti tidak ada percobaan. Menurut beliau dalam menghadapi persoalan percobaan tidak mampu

tidak rapi, dan kurangnya variasi jenis produk yang hanya ada satu jenis/merk saja, sehingga pelanggan kesulitan untuk membandingkan harga, Maka dari itu

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa metode beda hingga implisit dan eksplisit dengan transformasi peubah dapat diterapkan pada opsi Asia