SKRIPSI
ANALISIS TINGKAT PENGANGGURAN
TERBUKA DI INDONESIA
OLEH
WIDYA AGMI RAFIKA
110501013
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan
ekonomi, upah dan inflasi terhadap pengangguran terbuka di Indonesia. Penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif kuantitaf untuk mengetahui hubungan yang
signifikan antara variabel yang diteliti sehingga kesimpulan yang akan
memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan analisis dengan metode regresi liniear berganda dengan alat
analisis pengolahan data menggunakan Eviews selama kurun waktu 14 tahun dari
tahun 2000-2013.
Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan positif dan signifikan antara
pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran terbuka di Indonesia, sedangkan
terdapat pengaruh yang negatif dan signifikan antara tingkat upah terhadap
pengangguran terbuka di Indonesia, dan tidak terdapat pengaruh yang signifikan
antara inflasi terhadap pengangguran terbuka di Indonesia selama periode
2000-2013.
Kata Kunci : Pengangguran terbuka, pertumbuhan ekonomi, upah tenaga
ABSTRACT
The purpose of This research is for knowing about the influence of the
development of economic, salary, and inflation over the available of the
unemployment in Indonesia. This research is a descriptive quantitative research
for knowing the influence of the significant between the variables examined so
that the conclusion will clarify the description over the object. In this research the
writer is using an analysis with multiple linier regression method with analysis of
the data processing Eviews during the priode 14 years start from 2000-2013.
The result indicates the positive and significant correlation between the
development of economic over the available of unemployment in Indonesia,
whereas over the influance of the negative and significant between the level of
wage over the available of unemployment in Indonesia and there is no effect of
the significant between inflation over the available of unemployment in Indonesia
during the priode of 2000-2013.
SURAT PERNYATAAN
Saya yang betanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya
bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Tingkat Pengangguran Terbuka Di
Indonesia” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas
akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Sumatra Utara.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga,
dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau
dituliskan sumbernya secara jelas dan sesuai dengan norma, kaidah dan etika
penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam
skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, 12 Januari 2015
Penulis
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan
rahmat, kekuatan dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini dengan baik, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera
Utara. Skripsi ini berjudul “Analisis Tingkat Pengangguran Terbuka Di Indonesia”.
Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini penulis telah dibantu berbagai
pihak. Melalui kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kaih kepada
semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulisan skripsi ini, terutama
kepada :
1. Kedua orang tua tercinta, Nurianto dan Sumiati, beserta seluruh keluarga
besar yang telah memberikan banyak doa, dukungan dan bimbingan baik
moral maupun materil.
2. Bapak Prof. Azhar Maksum, SE,M.Ec.Ac.CA selaku dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE,M.Ec selaku Ketua dan Bapak Drs.
Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonom dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Irsyad Lubis, SE,M.Soc,Sc,Ph.D selaku Ketua Program Studi S1
Ekonomi Pembangunan dan Bapak Paidi Hidayat, SE,M.Si selku
Sekretaris Progran Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Kasyful Mahalli, SE.M.si selaku Dosen Pembimbing.
6. Bapak Dr. Rujiman, MA dan Bapak Haroni Doli Hamoraon, SE,M.S
selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan masukan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Seluruh Dosen pengajar dan pegawai di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Pembangunan yang telah mengajarkn berbagai disiplin ilmu dan
membantu proses administrasi yang dibutuhkan.
8. Seluruh sahabat dan rekan yang tidak dapat disebutkan satu per satu,
penulis mengucapan terima kasih atas motivasi, saran dan doanya.
Semoga Allh SWT membalas budi dan pengorbanan yang diberikan.
Penulis menyadari atas keterbatasan yang dimiliki, dan masih terdapat
kekurangan di dalam skripsi ini. Maka dari itu penulis menerima saran dan
kritik yang membangun demi terwujudnya kesempurnaan skripsi ini. Akhir
kata, penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi para pembacanya,
khususnya kepada rekan-rekan mahasiswa Ekonomi Pembangunan.
Medan, 12 Januari 2014
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 6
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Pengertian Pengangguran ... 8
2.2 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ... 10 BAB III METODE PENELITIAN ... 33
3.1 Jenis Penelitian ... 33
3.2 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional ... 34
3.3 Jenis Data ... 35
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 35
3.5 Metode Analisis ... 35
4.1 Deskriptif Objek Penelitian ... 40
4.1.1 Tingkat Pengangguran Terbuka ... 40
4.1.2 Pertumbuhan Ekonomi ... 43
4.1.3 Upah ... 44
4.1.4 Inflasi ... 46
4.2 Hasil Analisis dan Pembahasan ... 48
4.2.1 Hasil Uji Asumsi Klasik ... 48
4.2.2 Hasil Regresi Linear Berganda ... 51
4.2.3 Uji Statistik ... 53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59
5.1 Kesimpulan ... 59
5.2 Saran ... 60
DAFTAR PUSTAKA ... 61
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul
Halaman
4.1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2000-2013 ... 44
4.2 Upah Indonesia Tahun 2000-2013 ... 45
4.3 Tingkat Inflasi Indonesia Tahun 2000-2013 ... 47
4.4 Hasil Uji Multikolinearitas ... 50
4.5 Hasil Uji LM ... 50
4.6 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 51
4.7 Hasil Olah Data Dengan Metode Regresi Linear Berganda ... 52
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1 Kerangka Konseptual ... 31
4.1 Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Tahun 2000-2006 ... 41
4.2 Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Tahun 2007-2013 ... 42
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
1 Data Pengangguran Terbuka di Indonesia Tahun 2000-2013 .... 63
2 Data Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Tahun 2000-2013 .... 64
3 Data Upah Rata-Rata Nasional di Indoensia Tahun 2000-2013 .. 65
4 Data Tingkat Inflasi di Indonesia Tahun 2000-2013... 66
5 Uji Normalitas ... 67
6 Uji Multikolinearitas ... 68
7 Uji Autokorelasi ... 69
8 Uji Heteroskedastisitas ... 70
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan
ekonomi, upah dan inflasi terhadap pengangguran terbuka di Indonesia. Penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif kuantitaf untuk mengetahui hubungan yang
signifikan antara variabel yang diteliti sehingga kesimpulan yang akan
memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan analisis dengan metode regresi liniear berganda dengan alat
analisis pengolahan data menggunakan Eviews selama kurun waktu 14 tahun dari
tahun 2000-2013.
Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan positif dan signifikan antara
pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran terbuka di Indonesia, sedangkan
terdapat pengaruh yang negatif dan signifikan antara tingkat upah terhadap
pengangguran terbuka di Indonesia, dan tidak terdapat pengaruh yang signifikan
antara inflasi terhadap pengangguran terbuka di Indonesia selama periode
2000-2013.
Kata Kunci : Pengangguran terbuka, pertumbuhan ekonomi, upah tenaga
ABSTRACT
The purpose of This research is for knowing about the influence of the
development of economic, salary, and inflation over the available of the
unemployment in Indonesia. This research is a descriptive quantitative research
for knowing the influence of the significant between the variables examined so
that the conclusion will clarify the description over the object. In this research the
writer is using an analysis with multiple linier regression method with analysis of
the data processing Eviews during the priode 14 years start from 2000-2013.
The result indicates the positive and significant correlation between the
development of economic over the available of unemployment in Indonesia,
whereas over the influance of the negative and significant between the level of
wage over the available of unemployment in Indonesia and there is no effect of
the significant between inflation over the available of unemployment in Indonesia
during the priode of 2000-2013.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang dimana salah satu masalah yang
selalu dihadapi oleh negara-negara berkembang dalam bidang ketenagakerjaan
adalah semakin tingginya angka pengangguran khususnya pengangguran terbuka
dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan pertambahan tenaga kerja yang terus
bertambah namun tanpa diikuti dengan peningkatan lapangan kerja yang tersedia.
Besarnya angka pengangguran terbuka di Indonesia menjadi hal yang penting
dalam pengukuran keberhasilan pembangunan ekonomi, karena pengangguran
merupakan salah satu indikator kesejahteraan dalam pembangunan ekonomi.
Masalah ini sudah selayaknya mendapat perhatian yang serius, karena masalah
pengangguran terbuka mampu berdampak pada merosotnya daya beli masyarakat
dan menurunnya produktivitas masyarakat. Selain itu, meningkatnya angka
pengangguran terbuka juga akan berdampak pada aspek sosial, seperti tingginya
angka kriminalitas.
Pengangguran terbuka biasanya terjadi pada angkatan kerja yang baru
menyelesaikan pendidikan menengah dan tinggi. Kecenderungan dari mereka
yang baru menyelesaikan pendidikannya berupaya untuk mencari pekerjaan yang
sesuai dengan keinginan mereka. Biasanya mereka ingin bekerja di sektor
modern atau di kantor. Sehingga, demi mendapatkan pekerjaan itu mereka
berusaha untuk mencari pekerjaan di kota, provinsi bahkan sampai ke ibu kota
yang kegiatan industri dan perekonomiannya yang lebih berkembang dengan
harapan memperoleh pekerjaan dengan upah yang diharapkan. Inilah yang
menyebabkan angka pengangguran terbuka meningkat di kota atau daerah yang
kegiatan industri dan perekonomiannya berkembang.
Jumlah penduduk yang setiap tahun semakin bertambah serta diikuti
dengan jumlah angkatan kerja yang tinggi, namun tidak diikuti dengan
penyediaan lapangan kerja yang banyak. Sehingga menyebabkan negara
berkembang khususnya Indonesia sangat lambat dalam hal kesejahteraan
penduduknya. Dengan meningkatnya jumlah pengangguran terbuka berimplikasi
terhadap melambatnya pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi itu sendiri merupakan salah satu indikator yang penting
dalam menilai kinerja suatu perekonomian. Ekonomi dikatakan mengalami
pertumbuhan apabila produksi barang dan jasa mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga menunjukkan sejauh mana
aktivitas perekonomian dalam meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan
masyarakat dalam suatu periode tertentu.
Pertumbuhan ekonomi tanpa diikuti dengan penyediaan kesempatan kerja
akan menimbulkan masalah yaitu, semakin meningkatnya angka kemiskinan.
Peningkatan angkatan kerja yang lebih besar dibandingkan dengan lapangan kerja
terus menunjukkan kesenjangan yang semakin melebar. Apalagi setelah kondisi
kerja (PHK) secara besar-besaran sehingga pengangguran di Indonesia dari tahun
ke tahun terus semakin tinggi.
Pembangunan ekonomi maupun pembangunan pada bidang-bidang
lainnya selalu melibatkan sumber daya manusia sebagai salah satu pelaku
pembangunan. Oleh karena itu, jumlah penduduk di dalam suatu negara adalah
unsur utama dalam pembangunan. Jumlah penduduk yang besar tidak selalu
menjamin keberhasilan pembangunan bahkan dapat menjadikan beban bagi
keberlangsungan pembangunan tersebut. Jumlah penduduk yang terlalu besar dan
tidak sebanding dengan ketersediaan lapangan kerja akan menyebabkan sebagian
dari penduduk yang berada pada usia kerja tidak memperoleh pekerjaan
(Sulistiawati, 2012).
Permasalahan utama selanjutnya dalam tingkat pengangguran terbuka
adalah upah minimum yang masih rendah sehingga secara langsung maupun
tidak langsung juga berpengaruh pada tingginya tingkat pengangguran. Tingkat
upah yang terlalu rendah menyebabkan lemahnya permintaan akan barang dan
jasa, sehingga berdampak pada tersendatnya kegiatan usaha dan akhirnya
menurunkan kesempatan kerja. Sebaliknya, kenaikan tingkat upah memberikan
pengaruh terhadap meningkatnya kegiatan usaha dan memperluas penyediaan
lapangan kerja sehingga, mampu menaiknya produktivitas yang tentunya tidak
akan menimbulkan inflasi. Oleh karena itu, pemerintah memberlakukan
ketetapan mengenai upah minimum regional (UMR) kepada masing-masing
daerah. Penetapan upah dipandang sebagai sarana atau instrumen kebijakan yang
berkepentingan dengan kebijakan pengupahan, di satu pihak untuk tetap dapat
menjamin standar kehidupan layak bagi pekerja dan keluarganya, meningkatkan
produktivitas dan meningkatkan daya beli masyarakat. Di lain pihak,
kebijaksanaan pengupahan harus mendorong pertumbuhan ekonomi dan perluasan
kesempatan kerja serta mampu menahan laju inflasi (Sulaiman, 2008). Di sisi
lain, besarnya penjualan dalam suatu perusahaan juga mempengaruhi terhadap
tingkat upah yang ditawarkan, semakin besar penjualan maka akan berpengaruh
juga terhadap kemampuan perusahaan tersebut untuk membayar upah.
Kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan terjadinya kenaikan biaya
produksi dalam suatu perusahaan. Dan kenaikan biaya produksi akan berdampak
terhadap peningkatan harga output sehingga permintaan terhadap output akan
menurun. Dengan demikian, kenaikan upah tersebut menyebabkan
perusahaan-perusahaan menurunkan permintaannya terhadap tenaga kerja. Hal inilah yang
menjadi alasan mengapa tingkat pengangguran semakin meningkat. Di Indonesia,
tingkat upah minimum selalu mengalami perubahan dari tahun ke tahunnya dan
memiliki perbedaan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Adanya
perubahaan dan perbedaa tingkat upah minimum di setiap daerah tersebut
tergantung dengan harga- harga kebutuhan pokok yang terus mengalami kenaikan
serta biaya hidup yang selalu meningkat pada setiap tahunnya di masing-masing
daerah.
Masalah selanjutnya yang mendasari meningkatnya angka pengangguran
terbuka di Indonesia yaitu mengenai inflasi. Inflasi (inflation) itu sendiri adalah
menerus. Inflasi yang merupakan bagian dari variabel ekonomi makro selain
pertumbuhan ekonomi dan pengangguran perlu mendapat perhatian dari
pemerintah dalam mencapai kestabilan ekonomi di Indonesia. Tingkat inflasi
yang terjadi di suatu negara menjadi tolak ukur untuk mengukur baik atau
buruknya perekonomian di negara tersebut. Bagi negara yang perekonomiannya
baik, tingkat inflasi berada dikisaran 2 sampai 4 persen atau bisa dikatakan tingkat
inflasinya rendah. Sedangkan, negara yang perekonomiannya buruk, tingkat
inflasinya cenderung tinggi.
Kondisi perekonomian dengan tingkat inflasi yang tinggi dapat
menyebabkan perubahan-perubahan output dan kesempatan kerja. Tingkat inflasi
yang tinggi berdampak pada pengangguran. Bila tingkat inflasi tinggi, maka
dapat menyebabkan angka pengangguran tinggi, ini berarti perkembangan
kesempatan kerja semakin kecil atau dengan kata lain jumlah tenaga kerja yang
diserap juga akan semakin sedikit (Dharmayanti, 2011).
Dengan demikian pemerintah harus melakukan kebijakan makro yang
tepat agar inflasi dapat ditangani dan kondisi perekonomian di suatu negara
kembali pulih. Apabila inflasi meningkat, hal itu dapat menyebabkan harga-harga
barang dan jasa juga akan naik, kemudian permintaan akan barang dan jasa
menjadi berkurang. Sehingga permintaan akan tenaga kerja menurun dan
mengakibatkan angka pengangguran terbuka samakin meningkat. Sehingga
inflasi mempunyai pengaruh negatif terhadap tingkat pengangguran. Semakin
tingginya tingkat inflasi akan berakibat terhadap pertumbuhan ekonomi yang
terbuka. Oleh karena itu, inflasi berkaitan erat dengan tingkat pengangguran
terbuka.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka masalah
yang dapat dirumuskan pada penilitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat
pengangguran terbuka di Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh upah terhadap tingkat pengangguran terbuka di
Indonesia?
3. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap tingkat pengangguran terbuka di
Indonesia?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat
pengangguran terbuka di Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengaruh upah terhadap tingkat pengangguran
terbuka di Indonesia.
3. Untuk mengetahui pengaruh inflasi terhadap tingkat pengangguran
1.3.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan, baik bersifat akademis
maupun praktis, yaitu:
A. Kegunaan Akademis
1. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan akademik
dan bahan pembanding bagi peneliti selanjutnya.
2. Sebagai salah satu sumber informasi mengenai tingkat
pengangguran terbuka di setiap provinsi di Indonesia.
3. Diharapkan sebagai sarana pembelajaran dalam menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan bagi pembaca.
B. Kegunaan Praktis
1. Sebagai bahan masukan atau referensi bagi peneliti yang
tertarik dengan persoalan mengenai jumlah penduduk usia
produktif, upah minimum serta inflasi dan tingkat
pengangguran terbuka di Indonesia serta pihak-pihak yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pengangguran
Pengangguran adalah masalah makroekonomi yang mempengaruhi
manusia secara langsung dan merupakan masalah yang paling berat. Bagi
kebanyakan orang, kehilangan pekerjaan berarti penurunan standar kehidupan dan
tekanan psikologis. Jadi, tidaklah mengejutkan jika pengangguran menjadi topik
yang sering dibicarakan dalam perdebatan politik dan para politisi sering
mengklaim bahwa kebijakan yang mereka tawarkan akan membantu menciptakan
lapangan kerja (Mankiw, 2006: 154).
1. Jenis Pengangguran Berdasarkan Penyebabnya
Menurut Sukirno (2006), penganguran dapat digolongkan berdasarkan
penyebabnya, yaitu sebagai berikut:
a) Pengangguran normal atau friksional. Apabila dalam suatu
ekonomi terdapat pengangguran sebanyak dua atau tiga persen dari
jumlah tenaga kerja maka ekonomi itu sudah dipandang sebagai
mencapai kesempatan kerja penuh. Pengangguran sebanyak dua
atau tiga persen tersebut dinamakan pengangguran normal atau
friksional. Para penganggur ini tidak ada pekerjaan bukan karena
tidak dapat memperoleh kerja, tetapi karena sedang mencari
ini untuk sementara para pekerja tersebut tergolong sebagai
penganggur.
b) Pengangguran siklikal. Perekonomian tidak selalu berkembang
dengan teguh. Terkadang permintaan agregat menurun sangat
drastis. Hal ini berdampak kepada perusahaan yang akan
mengurangi jumlah produksinya sehingga perusahaan akan
mengurangi jumlah pekerjanya maka pengangguran akan
bertambah.
c) Pengangguran struktural. Pencari kerja tidak mampu memenuhi
persyaratan yang dibutuhkan untuk lowongan pekerjaan itu. Hal
ini terjadi dalam perekonomian yang telah berkembang pesat.
Makin tinggi dan rumitnya proses produksi atau teknologi produksi
yang digunakan, menuntut persyaratan kerja yang semakin tinggi.
dilihat dari sifatnya, pengangguran struktural lebih sulit diatasi dari
pada pengangguran friksional. Ada dua yang menjadi penyebab
terjadinya pengangguran struktural yaitu sebagai akibat
kemerosotan permintaan atau semakin canggihnya teknologi
produksi dan kemungkinan perusahaan menaikkan produksi dan
pada waktu yang sama mengurangi pekerja.
d) Pengangguran teknologi. Pengangguran dapat pula ditimbulkan
oleh adanya penggantian tenaga manusia oleh mesin-mesin dan
bahan kimia. Penggunaan teknologi tersebut dapat mempercepat
dari pembayaran upah bagi karyawan dibanding dengan
menggunakan tenaga manusia.
2.2 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Simon Kuznets (Jhingan, 2008) berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi
adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk
mnyediakan semakin bnyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya
yang terwujud dengan adanya kenaikan output nasional. Oleh karena itu, konsep
yang sesuai dengan pertumbuhan ekonomi adalah GDP dengan harga konstan.
GDP adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan di dalam
negara tersebut dalam satu tahun tertentu. Penilaian cepat atau lambatnya
pertumbuhan ekonomi haruslah dengan membandingkan pertumbuhan ekonomi di
masa lalu dengan pertumbuhan yang telah dicapai negara lain. Dengan kata lain,
suatu daerah dapat dikatakan mengalami pertumbuhan yang cepat apabila dari
tahun ke tahun mengalami kenaikan yang cukup berarti. Sedangkan dikatakan
mengalami pertumbuhan yang lambat apabila dari tahun ke tahun mengalami
penurunan atau fluktuatif (Alghofari, 2010).
Faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi (Sukirno, 2006)
antara lain:
1. Tanah dan kekayaan alam lainnya
2. Jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja
3. Barang-barang modal dan tingkat teknologi
a. Teori-teori pertumbuhan ahli ekonomi klasik
Beberapa ahli ekonomi klasik yang akan membahas mengenai teori
pertumbuhan ekonomi sebagai berikut (Sukirno, 2007):
1) Pandangan Adam Smith
Menurut pandangan Adam Smith, kebijakan laissez-faire atau sistem
mekanisme pasar akan memaksimalkan tingkat pembangunan ekonomi yang
dapat dicapai oleh suatu masyarakat. Apabila pasar berkembang, pembagian kerja
dan spesialisasi akan terjadi dan dapat menimbulkan kenaikan produktivitas.
Spesialisasi yang bertambah tinggi dan pasar yang bertambah luas akan
menciptakan teknoligi dan mengadakan inovasi. Hal itu dapat memicu
pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat.
2) Pandangan Malthus dan Ricardo
Kedua ahli ekonomi klasik ini berpendapat bahwa dalam jangka panjan
perekonomian akan mencapai stationary state atau suatu keadaan dimana
perkembangan ekonomi tidak terjadi sama sekali. Perkembangan penduduk yang
berjalan dengan cepat akan memperbesar jumlah penduduk hingga menjadi dua
kali lipat dalam waktu satu generasi, akan menurun kembali tingkat pembangunan
ke taraf yang lebih rendah. Pada tingkat ini pekerja akan menerima upah yang
sangat minimal, yaitu upah yang hanya mencapai tingkat cukup hidup
3) Teori Schumpeter
Teori Schumpeter (Sukirno, 2006) menekankan tentang pentingnya
peranan pengusaha di dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Dalam teori ini
ditunjukkan bahwa para pengusaha merupakan golongan yang akan terus-menerus
membuat pembaharuan atau inovasi dalam kegiatan ekonomi. Inovasi tersebut
meliputi, memperkenalkan barang-barang baru, mempertinggi efisien cara
memproduksi dalam menghasilkan suatu barang, memperluas pasar suatu barang
ke pasar yang baru, mengembangkan sumber bahan mentah yang baru dan
mengadakan perubahan-perubahan dalam organisasi dengan tujuan mempertinggi
keefesiensian kegiatan perusahaan. Untuk mewujudkan inovasi yang seperti ini
investasi akan dilakukan dan pertambahan investasi ini akan meningkatkan
kegiatan ekonomi.
4) Teori Harrod-Domar
Teori Harrod-Domar bertujuan untuk menerangkan syarat yang harus
dipenuhi supaya suatu perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang teguh
atau steady growth dalam jangka panjang. Analisis Harrod-Domar menggunakan
pemisalan-pemisalan sebagi berikut: barang modal telah mencapai kapasitas
penuh, tabungan adalah proporsional dengan pendapatan nasional, rasio
modal-produksi tetap nilainya. Analisis Harrod-Domar merupakan pelengkap analisis
b. Teori pertumbuhan ekonomi neo-klasik
Dalam analisis Neo-Klasik, permintaan masyarakat tidak menentukan laju
pertumbuhan. Perkembangan dilihat dari sejauh mana pertambahan faktor-faktor
produksi dan tingkat kemajuan teknologi. Ahli ekonomi yang menjadi perintis
pengembangan teori ini sebagai berikut:
1. Teori J.E. Meade
Profesor J.E. Meade dari Universitas Cambridge membangun suatu model
pertumbuhan ekonomi neo-klasik yang dirancang untuk menjelaskan bagaimana
bentuk paling sederhana dari sistem ekonomi klasik akan berperilaku selama
proses pertumbuhan ekuilibrium (Jhingan, 2008: 265).
2. Teori Solow
Menurut Solow, keseimbangan yang peka antara Gw (yang tergantung
pada keseimbangan rumah tangga dan perusahaan dalam menabung dan
berinvestasi) dan Gn (yang dalam ketiadaan perubahan teknik, tergantung pada
kenaikan tenaga buruh) tersebut timbul dari asumsi pokok mengenai proporsi
produksi yang dianggap tetap, suatu keadaan yang memungkinkan untuk
mengganti buruh dengan modal. Jika asumsi ini dilepaskan, keseimbangan tajam
antara Gw dan Gn juga lenyap bersamanya. Oleh karena itu, Solow membangun
model pertumbuhan jangka panjang tanpa asumsi proporsi produksi yang tetap
2.3 Pengertian Upah
Upah adalah pendapatan yang diterima tenaga kerja dalam bentuk uang,
yang mencakup bukan hanya komponen gaji/upah, tetapi juga lembur dan
tunjangan-tunjangan yang diterima secara rutin (tunjangan transport, uang makan
dan tunjangan lainnya sejauh diterima dalam bentuk uang), tidak termasuk
Tunjangan Hari Raya (THR), tunjangan bersifat tahunan, kwartalan,
tunjangan-tunjangan lain yang bersifat tidak rutin dalam bentuk natural.
Menurut Gilarso (1994), balas karya untuk faktor-faktor produksi tenaga
kerja manusia disebut upah (dalam arti luas, termasuk gaji, honorium, uang
lembur, tunjangan, dan sebagainya). Biasanya dibedakan upah nominal yaitu
sejumlah uang yang diterima dan upah real yaitu jumlah barang dan jasa yang
dapat dibeli dengan upah itu. Yang disebut tingkat upah adalah taraf balas karya
rata-rata yang berlaku umum dalam masyarakat untuk segala macam pekerjaan
yang dapat diperhitungkan per jam, hari, minggu, bulan atau tahun.
Ada berbagai cara atau sistem upah untuk memperhitung besarnya upah
atau balas karya (Gilarso, 1994) yaitu:
a) Upah menurut prestasi (upah potongan)
Merupakan besarnya balas karya langsung dikaitkan dengan prestasi
kerja, karena besarnya upah tergantung dari banyak sedikitnya hasil yang
dicapai dalam waktu tertentu. Hal ini diterapkan kalau hasil kerja bisa
diukur secara kuantitatif dengan memperhitungkan kecepatan mesin,
b) Upah waktu
Besar upah ditentukan atas dasar lamanya waktu karyawan melakukan
pekerjaan bagi majikan. Bisa dihitung per jam, per hari, per minggu atau
per bulan. Sistem ini dipakai untuk jenis pekerjaan yang hasilnya sukar
dihitung per potong. Cara ini memungkinkan mutu pekerjaan yang baik,
karena karyawan tidak tergesa-gesa, administrasinya pun dapat
sederhana. Tetapi perlu pengawasan apakah si karyawan
sungguh-sungguh bekerja selama jam kerja atau hanya duduk-duduk sambil
membaca surat kabar dan lain sebagainya.
c) Upah borongan
Upah borongan adalah balas jasa yang dibayar untuk suatu pekerjaan
yang diborongkan. Cara memperhitungkan upah ini kerap kali dipakai
pada suatu pekerjaan yang diselesaikan oleh suatu kelompok pekerja.
Untuk seluruh pekerjaan yang ditentukan suatu balas karya yang
kemudian dibagi-bagi antara para pelaksana.
d) Upah premi
Merupakan kombinasi dari upah waktu dan upah potongan. Upah dasar
untuk prestasi normal bedasarkan waktu atau jumlah hasil. Apabila
seseorang karyawan mencapai prestasi yang lebih dari itu, ia diberi
premi. Premi dapat juga diberikan misalnya untuk penghematan waktu,
e) Upah bagi hasil
Bagi hasil merupakan cara yang biasa di bidang pertanian dan dalam
usaha keluarga, tetapi juga dikenal di luar kalangan itu. Misalnya
karyawan/pelaksana diberi bagian keuntungan bersih, direksi sebuah PT
mendapat tantieme bahkan kaum buruh dapat diberi saham dalam PT
tempat mereka bekerja sehingga kaum buruh menjadi pemilik
perusahaan.
f) Peraturan Gaji Pegawai Negeri
Gaji Pegawai Negeri Sipil (GPNS) berdasarkan dua prinsip yaitu,
pendidikan dan masa kerja. Setiap orang yang diangkat sebagai pegawai
negeri mendapatkan gaji pokok yang ditentukan oleh golongan dan masa
kerja.
2.4 Pengertian Inflasi
Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator suatu negara bagi
kestabilan ekonomi yang selalu menjadi pusat perhatian pemerintah. Tingkat
inflasi yang tinggi berdampak hal yang sangat merugikan bagi perekonomian
negara. Boediono (2001) menyatakan bahwa defenisi singkat dari inflasi adalah
kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus-menerus.
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila
kenaikan tersebut meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar
dari harga barang-barang lain. Kenaikan harga-harga karena musiman, menjelang
hari raya atau menjelang hari perayaan lainnya yang terjadi hanya sekali saja dan
Inflasi lebih menekankan pada nilai uang, dimana keseluruhan tingkat
harga dalam perekonomian dapat dipandang dari dua sisi. Sisi pertama, tingkat
harga sebagai harga sejumlah barang dan jasa yang mana ketika tingkat harga
naik, orang-orang harus membayar lebih untuk membeli barang dan jasa. Sisi
kedua, tingkat harga sebagai ukuran nilai uang dimana kenaikan tingkat harga
berarti bahwa nilai uang menjadi lebih rendah karena sekarang satu dolar hanya
dapat membeli barang dan jasa dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan
dulu (Mankiw, 2006: 195).
Dari defenisi di atas, ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat
dikatakan telah terjadi inflasi (Prathama dan Mandala, 2008: 359), yaitu sebagai
berikut:
• Kenaikan harga. Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih
tinggi daripada harga periode selanjutnya.
• Bersifat umum. Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan
inflasi jika kenaikan harga tersebut tidak menyebabkan harga-harga secara
umum naik.
• Berlangsung terus-menerus. Kenaikan harga yang bersifat umum juga
belum akan memunculkan inflasi, jika terjadinya hanya sesaat. Karena itu
1. Teori Inflasi
Secara garis besar ada 3 kelompok teori mengenai inflasi, masing-masing
menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses inflasi dan masing-masing bukan teori
inflasi yang lengkap yang mencakup semua aspek penting dari proses kenaikan
harga ini. Ketiga teori ini adalah: teori kuantitas, teori Keynes dan teori
strukturalis (Boediono 2001: 161). Masing-masing akan dibahas sebagai berikut:
a. Teori Kuantitas
Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari jumlah uang yang
beredar dan psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga
(expectations) (Boediono, 2001: 161). Inti dari teori ini adalah sebagai berikut:
1. Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang
beredar (apakah berupa penambahan uang kartal atau penambahan uang
giral tidak menjadi soal). Tanpa ada kenaikan jumlah uang yang beredar
misalnya, kegagalan panen, hanya akan menaikkan harga-harga untuk
sementara waktu saja. Penambahan jumlah uang ibarat “bhan bakar” bagi
api inflasi. Bila jumlah uang tidak ditambah, inflasi akan berhenti dengan
sendirinya, apapun penyebab awal dari kenaikan harga tersebut.
2. Laju inflasi ditentukan oleh pertambahan jumlah uang yang beredar dan
psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa
b. Teori Keynes
Menurut teori ini, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup di
luar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi menurut pandangan ini, tidak
lain adalah proses perebutan bagian rezeki di antara kelompok-kelompok social
yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang bisa disediakan oleh
masyarakat tersebut. Proses perebutan ini akhirnya diterjemahkan menjadi
keadaan dimana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi
jumlah barang-barang yang tersedia (timbul apa yang disebut dengan inflationary
gap). Inflationary gap ini timbul karena golongan-golongan masyarakat tersebut
berhasil menerjemahkan aspirasi mereka menjadi permintaan yang efektif akan
barang-barang.
c. Teori Strukturalis
Teori inflasi “jangka panjang” karena menyoroti sebab-sebab inflasi yang
berasal dari kekakuan struktur ekonomi, khususnya inflexibilitas penawaran bahan
makanan dan barang-barang ekspor. Karena sebab-sebab structural pertambahan
produksi barang-barang ini terlalu lambat disbanding dengan pertumbuhan
kebutuhannya, sehingga menaikkan harga bahan makanan dan kelangkaan devisa.
Akibat selanjutnya adalah kenaikan harga-harga lain sehingga terjadi inflasi.
Inflasi semacam ini tidak bisa diatasi dengan misalnya, mengurangi jumlah uang
beredar, tetapi harus juga dengan pembangunan sektor bahan makanan dan
2. Macam-Macam Inflasi
Ada berbagai cara untuk menggolongkan macam inflasi (Boediono, 2001:
156), antara lain:
a) Inflasi ringan (di bawah 10% setahun)
b) Inflasi sedang (antara 10 – 30% setahun)
c) Inflasi berat (antara 30 – 100% setahun)
d) Hiperinflasi (di atas 100% setahun)
Inflasi yang tinggi sangat merugikan bagi perekonomian suatu negara
karena dapat menghambat kegiatan produksi terutama produksi barang yang akan
di ekspor. Turunnya produksi tersebut diakibatkan harga bahan baku yang naik
dan menyebakan harga pokok output yang dihasilkan juga ikut naik. Kita tidak
bisa menentukan parah atau tidaknya suatu inflasi hanya dari sudut inflasi saja,
tanpa mempertimbangkan siapa yang menanggung beban atau yang memperoleh
keuntungan dari inflasi tersebut. Kalau seandainya laju inflasi adalah 20% dan
semuanya berasal dari kenaikan harga barang-barang yang dibeli oleh golongan
3. Indikator Inflasi
Ada beberapa indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengetahui
laju inflasi selama satu periode tertentu (Prathama dan Mandala, 2008: 367). Di
antaranya sebagai berikut:
a. Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index)
Indek harga konsumen (IHK) adalah angka indeks yang menunjukkan
tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode
tertentu. Angka IHK diperoleh dengan menghitung harga-harga barang dan jasa
utama yang dikonsumsi masyarakat dalam satu periode tertentu. Masing-masing
harga barang dan jasa tersebut diberi bobot (weigthed) berdasarkan tingkat
keutamaannya. Barang dan jasa yang dianggap paling penting diberi bobot yang
paling besar.
b. Indeks Harga Perdagangan Besar (Wholesale Price Index)
Jika IHK melihat inflasi dari sisi konsumen, maka Indeks Harga
Perdagangan Besar (IHPB) melihat inflasi dari sisi produsen. Oleh karena itu,
IHPB sering juga disebut sebagai indeks harga produsen (producer price index).
IHPB menunjukkan tingkat harga yang diterima produsen pada berbagai tingkat
produksi.
c. Indeks Harga Implisit (GNP Deflator)
Deflator GNP mencakup jumlah barang dan jasa yang termasuk dalam
dasar harga berlaku) dengan GNP riil (atas harga konstan) dan dengan demikian
dan diinterpretasikan sebagai bagian dari seluruh komponen GNP (konsumsi,
investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor netto).
4. Inflasi Menurut Faktor Penyebabnya
Dilihat dari faktor penyebabnya, inflasi dapat dibedakan ke dalam tiga
macam (Prathama dan Mandala, 2008: 365), yaitu:
• Inflasi Tekanan Permintaan (Demand-Pull Inflation)
Inflasi tekanan permintaan (demand-pull inflation) adalah inflasi yang
terjadi karena dominannya tekanan permintaan agregat yang terlalu besar
atau pesat dibandingkan dengan penawaran atau produksi agregat.
• Inflasi Dorongan Biaya (Cost-Push Inflation)
Inflasi dorongan biaya atau juga sering disebut inflasi sisi penawaran
(supply-side inflation) adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari
adanya kenaikan biaya produksi yang pesat dibandingkan dengan
produktivitas dan efisien, yang menyebabkan perusahaan mengurangi
supply barang dan jasa mereka ke pasar. Secara grafik cost-push inflation
5. Dampak Inflasi
Inflasi yang terjadi di dalam perekonomian suatu negara dapat memicu
akibat atau dampak, antara lain:
• Menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Tingkat kesejahteraan
masyarakat, sederhananya diukur dengan tingkat daya beli pendapatan
yang diperoleh. Inflasi menyebabkan daya beli pendapatan makin rendah,
khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan kecil. Makin buruknya
distribusi pendapatan. Dampak buruk inflasi terhadap tingkat
kesejahteraan dapat dihindari jika pertumbuhan tingkat pendapatan lebih
tinggi dari tingkat inflasi. Jika inflasi 20% per tahun, pertumbuhan tingkat
pendapatan harus lebih besar dari 20% per tahun. Persoalannya adalah
jika inflasi mencapai angka 20% per tahun, dalam masyarakat hanya
segelintir orang yang mempunyai kemampuan meningkatkan
pendapatannya ≥ 20% per tahun. Akibatnya, ada sekelompok masyarakat yang mampu meningkatkan pendapatan riil tetapi ada sebagian besar
masyarakat mengalami penurunan pendapatan riil.
• Terganggunya stabilitas ekonomi. Inflasi menganggu stabilitas ekonomi
dengan merusak perkiraan tentang masa depan para pelaku ekonomi.
Inflasi yang kronis membutuhkan perkiraan bahwa harga-harga barang dan
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang dijadikan bahan referensi dalam penelitian ini
yaitu sebagai berikut:
Purnomo dan Sukardi (2010) melakukan penelitian yang berjudul
“Karakteristik Penganggur Terbuka, Setengah Penganggur dan Pertumbuhan
Ekonomi di Provinsi Jawa Timur”. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini
yaitu analisis data sekunder dengan menggunakan uji statistik yaitu Korelasi
Pearson. Hasil dari penelitian ini mengatakan bahwa karakteristik penganggur
terbuka dan setengah penganggur di Jawa Timur tidak terlepas dari kondisi
wilayahnya. Salah satunya adalah bahwa penganggur terbuka terkonsentrasi pada
wilayah perkotaan atau wilayah yang bergerak di sektor non pertanian.
Penganggur terbuka cenderung terpusat di Kota Surabaya dan sekitarnya serta
ditopang 8 kota lainnya. Daerah pesisir selatan seperti Kabupaten Blitar,
Trenggalek, Pacitan ditambah daerah timur seperti Kabupaten Jember,
Bondowoso, Situbondo, Lumajang, Probolinggo, Sampang dan Sumenep
memiliki penganggur yang rendah.
Surya (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Tingkat
Pengangguran di Kota Semarang”. Variabel penelitian ini yaitu, penagngguran,
PDRB, inflasi, angka beban tanggungan penduduk. Metode analisis data yang
digunakan adalah Metode Regresi Linear Berganda. Hasil dari penelitian ini
bahwa PDRB berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap tingkat
pertumbuhan PDRB yang tinggi diikuti oleh terjadinya penurunan tingkat
pengangguran di Kota Semarang. Inflasi memberikan pengaruh yang negatif dan
signifikan terhadap tingkat pengangguran artinya, semakin tinggi tingkat inflasi
maka tingkat pengangguran semakin rendah. Tingkat beban tanggungan
penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran. Hal
ini berarti bahwa perubahan yang ditimbulkan pada tingkat beban penduduk akan
membawa pengaruh terhadap perubahan pada tingkat pengangguran.
Prihanto (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Tren Determinan
Pengangguran Terdidik di Provinsi Jambi”. Variabel dalam penelitian ini yaitu
variabel independennya antara lain, tingkat upah, pendapatan per kapita,
kesempatan kerja di sektor formal dan kesempatan kerja di sektor informal
sedangkan variabel dependennya pengangguran terdidik. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Metode Regresi Linear Berganda. Hasil penelitian ini
bahwa angka pengangguran terbuka di Provinsi Jambi dalam periode 1990-2009
rata-rata 5,4 persen dari total angkatan kerja. Lebih dari tiga perempatnya (79,5
persen) merupakan pengangguran terdidik yang jumlahnya terus bertambah.
Hubungan antara variabel tingkat upah, pendapatan per kapita, kesempatan kerja
di sektor formal dan kesempatan kerja di sektor informal dengan pengangguran
terdidik adalah sangat kuat. Sedangkan berdasarkan uji hipotesis secara serentak
menggunakan uji F dengan tingkat kepercayaan 95 persen ternyata tingkat upah,
pendapatan per kapita, kesempatan kerja di sektor formal dan kesempatan kerja di
sektor informal memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengangguran
Sulistiawati (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Upah
Minimum Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Masyarakat di
Provinsi Indonesia”. Penelitian ini dilakukan secara sensus dengan data
berbentuk time-series dari tahun 2006-2010 dan data cross-section yang terdiri
atas 33 provinsi. Variabel yang digunakan yaitu upah minimu, penyerapan tenaga
kerja dan kesejahteraan masyarakat. Hasil penelitian ini bahwa upah memiliki
pengaruh yang signifikan dan mempunyai hubungan yang negatif terhadap
penyerapan tenaga kerja. Artinya, apabila terjadi kenaikan upah maka berpotensi
untuk menurunkan penyerapan tenaga kerja, terutama tenaga kerja yang
produktivitasnya rendah. Penyerapan tenaga kerja berpengaruh tidak signifikan
dan mempunyai hubungan yang positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Hal
itu berarti bahwa penyerapan tenaga kerja terhadap kesejahteraan masyarakat
berjalan searah. Artinya, apabila penyerapan tenaga kerja meningkat, maka akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Yacoub (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Tingkat
Penagngguran Terhadap Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi
Kalimantan Barat”. Terdapat dua variabel yang diteliti dalam penelitian ini yaitu:
tingkat penagngguran dan tingkat kemiskinan dengan teknik analisis regresi.
Hasil penelitian ini bahwa tingkat penagngguran berpengaruh signifikan terhadap
tingkat kemiskinan di kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat.
Penagngguran yang ada di rumah tangga tidak secara otomatis menjadi miskin
karena ada anggota keluarga yang lain memiliki pendapatan yang cukup untuk
keluarga yang sangat miskin justru tingkat penagngguran rendah karena sebagian
besar anggota keluarga bekerja untuk bisa bertahan hidup. Terkadang anak-anak
dilibatkan bekerja dengan alasan penghasilan kepala keluarga tidak mencukupi.
Hajji dan Nugroho (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis
PDRB, Inflasi, Upah Minimum Provinsi, dan Angka Melek Huruf Terhadap
Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa Tengah Tahun 1190-2011”.
Variabel independen penelitian ini meliputi: PDRB harga konstan yang dihitung
dengan satuan jutaan rupiah, inflasi tahunandengan satuan persen, UMP yang
dilihat dari empat kota besar di Provinsi Jawa Tengah dengan satuan ribu rupiah,
AMH usia 15 tahun ke atas. Metode penelitian ini menggunakan analisis
Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian ini bahwa UMP dan AMH
berpengaruh positif terhadap tingkat penagngguran terbuka, sedangkan PDRB
tidak berpengaruh pada besar kecilnya tingkat penagngguran terbuka. Inflasi
terhadap tingkat pengangguran terbuka berniali positif dan tidak signifikan,
artinya inflasi di Jawa Tengah tidak memilihi pengaruh terhadap tingkat
pengngguran terbuka. Hubungan variabel UMP dan tingkat pengangguran
terbuka adalah positif dan signifikan. Hal ini dapat diartikan bahwa besar
kecilnya UMP berpengaruh terhadap jumlah pengangguran terbuka di Provinsi
Jawa Tengah. Kualitas pendidikan yang dimiliki masyarakat Jawa Tengah
memiliki hubungan positif terhadap jumlah pengangguran terbuka. Peneliti
menganggap dengan semakin tingginya pendidikan yang dimiliki masyarakat
Jawa Tengah membuat mereka menuntut upah yang tinggi sesuai dengan apa
sesuai, merekan akan memilih menunggu pekerjaan yang sesuai dengan keinginan
mereka.
Kurniawan (2013) meneliti tentang “Analisis Pengaruh PDRB, UMK, dan
Inflasi Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota Malang”. Variabel yang
digunakan yaitu produk domestik regional bruto, upah minimum kabupaten/kota,
inflasi dan pengangguran terbuka. Metode yang digunakan yaitu analisis
deskriptif dengan bantuan Metode Regresi Linear Berganda. Penelitian ini
menggunakan data sekunder berbentuk time series dari tahun 1980-2011 pada
Kota Malang. Dari penelitian ini dihasilkan bahwa Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) mempunyai penagruh negatif terhadap pengangguran terbuka.
Kedua, Upah Minimum Kota (UMK) yang mempunyai pengaruh yang positif
terhadap pengangguran terbuka. Ketiga, inflasi mempunyai pengaruh negatif
terhadap tingkat pengangguran terbuka.
Wijaya (2014) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Upah
Minimum, PDRB, dan Populasi Penduduk Terhadap Tingkat Pengangguran
Terbuka di Gerbangkertasusila Tahun 2007-2012)”. Penelitian ini menggunakan
analisis kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Jenis data yang digunakan
adalah data panel yang merupakan gabungan dari dara time-series dan
cross-section dengan menggunakan Random Effect Model (REM) dengan pendekatan
GLS (Generalized Least Square). Hasil dari penelitian ini bahwa upah minimum
mempunyai hubungan negatif terhadap tingkat pengangguran terbuka
mengindikasikan apabila upah minimum meningkat maka tingkat pengangguran
positif terhadap tingkat pengangguran terbuka, jika PDRB meningkat maka
tingkat pengangguran tebuka di wilayah Gerbangkertasusila akan meningkat.
Dikarenakan pertumbuhan ekonomi di Gerbangkertasusila berorientasi pada
modal sehingga banyak perusahaan yang mengurangi biaya inputnya untuk
mendapatkan keuntungan salah satunya dengan mengurangi tenaga kerja manusia
dan menggantikannya dengan teknologi. Ketiga, populasi penduduk mempunyai
hubungan negatif terhadap tingkat pengangguran terbuka karena jika populasi
penduduk meningkat maka tingkat pengangguran terbuka menurun. Hal ini
terjadi karena banyak anak sekolah (15 tahun ke bawah) yang sudah masuk ke
dalam pasar kerja untuk dapat membantu keluarganya dan bonus demografi yang
terdapat di setiap wilayah sekitar 75% dapat melakukan pekerjaan atau bahkan
menciptakan lapangan pekerjaan sehingga pengangguran dapat menurun.
2.6 Kerangka Konseptual
Pertumbuhan ekonomi merupaka suatu indikator dalam menilai kinerja
suatu perekonomian, terutama untuk menganalisis tentang pembangunan ekonomi
yang telah dilaksanakan di suatu negara. Ekonomi dikatakan mengalami
pertumbuhan apabila produksi barang dan jasa meningkat dari tahun sebelumnya.
Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi dapat menunjukkan sejauh mana aktivitas
perekonomian dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan di suatu negara.
Pertumbuhan ekonomi yang terus menunjukkan peningkatan, maka itu
Tingkat upah yang ditawarkan akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja
yang dibutuhkan. Karena besaran upah dapat memiliki hubungan positif maupun
negatif terhadap pengangguran. Jika upah minimum yang akan diterima oleh
pencari kerja rendah, hal itu membuat pekerja akan menganggur dalam waktu
tertentu sampai pekerja menemukan pekerjaan yang terbaik dan upah yang tinggi.
Namun dipihak perusahaan, penetapan upah minimum yang tinggi akan
menyebabkan jumlah pengangguran bertambah. Karena perusahaan menerapkan
efisiensi pada biaya produksi dengan mengurangi tenaga kerja.
Meningkatnya inflasi akan berimbas pada bertambahnya jumlah
pengangguran. Karena tingginya tingkat inflasi mnyebabkan rendahnya investasi,
akibatnya jumlah pengangguran meningkat dengan seiring berkurangnya
kesempatan kerja. Menurut A.W. Phillips inflasi memberikan pengaruh positif
terhadap jumlah pengangguran. Hal ini terjadi karena didasarkan pada asumsi
bahwa inflasi merupakan cerminan dari adanya kenaikan permintaan agregat.
Dengan naiknya permintaan agregat, berdasarkan teori permintaan, permintaan
naik harga akan naik pula. Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk
memenuhi permintaan konsumen tersebut produsen akan meningkatkan kapasitas
produksinya dengan menambah jumlah tenaga kerja. Maka akibat dari
peningkatan permintaan tenaga kerja dengan naiknya harga-harga (inflasi) mampu
Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat diperoleh kerangka pemikiran
sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.7 Hipotesis
Hipotesis adalah teori semetara yang kebenarannya masih perlu diuji
setelah peneliti mendalami permasalahan penelitiannya dengan seksama serta
menetapkan anggapan dasar (Arikunto, 2006). Berdasarkan studi empiris
penelitian yang pernah dilakukan dibidang ini, maka akan diajukan hipotesis
sebagai berikut:
H1: Terdapat pengaruh negatif antara pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat
pengangguran terbuka di Indonesia. Pertumbuhan
Ekonomi
Upah
Inflasi
H2: Terdapat pengaruh negatif antara upah terhadap tingkat pengangguran
terbuka di Indonesia.
H3: Terdapat pengaruh negatif antara inflasi terhadap tingkat pengangguran
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dimana
akan diketahui hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti sehingga
kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti.
3.2 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek
penelitian, sedangkan defenisi operasional adalah defenisi yang diberikan kepada
suatu variabel dengan memberikan arti. Jadi, variabel penelitian ini meliputi
faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti.
Dalam penelitian ini digunakan dua variabel, yaitu variabel dependen
(terikat) dan variabel independen (bebas).
a. Variabel dependen
Variabel yang digunakan pada penelitian ini sebagai variabel dependen
adalah jumlah pengangguran terbuka, yaitu bagian dari angkatan kerja yang tidak
bekerja atau sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan suatu usaha.
b. Variabel independen
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan
a. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan output atau pertambahan
pendapatan daerah agregatif dalam kurun waktu tertentu berdasarkan
sektor produksi atas harga konstan.
b. Inflasi
Inflasi adalah gejala yang menunjukkan kenaikan tingkat harga umum
yang terjadi secara terus-menerus.
c. Upah
Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada
pekerja untuk pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan,
dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang.
3.3 Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dalam bentuk angka yang sudah diolah dari Badan Pusat Statistik
(BPS). Selain itu, penelitian ini juga menggunakan sumber dari literatur baik
buku maupun jurnal penelitian.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini, antara lain adalah:
1. Data mengenai besarnya tingkat pengangguran terbuka di
Indonesia tahun 2000-2013.
2. Data mengenai pertumbuhan ekonomi di Indonesia tahun
2000-2013.
4. Data mengenai besarnya tingkat upah di Indonesia tahun
2000-2013.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data dihimpun dengan menggunakan data sekunder
dimana data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain (yang sudah
tersedia) dan yang biasanya dalam bentuk publikasi. Jenis data yang digunakan
adalah data time-series (runtutan waktu) dari tahun 2000-2013. Sumber data
diperoleh dari Badan Pusat Statitik. Data tersebut meliputi:
1. Pengangguran Terbuka
2. Pertumbuhan Ekonomi
3. Upah
4. Inflasi
3.5 Metode Analisis
Dalam penelitian ini untuk mengolah data dari hasil penelitian
menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dimana dalam pengolahan data
menggunakan Eviews. Analisis data dilakukan dengan bantuan Metode Regresi
Linear Berganda yang dirumuskan sebagai berikut:
TPT = β0+ β1PE + β2UPAH + β3INF + U
Dimana:
PE : Tingkat Pertumbuhan Ekonomi (%)
UPAH : Tingkat Upah Rata-Rata Nasional (ribuan)
INF : Tingkat Inflasi di Indonesia (%)
β0 : Konstanta
β1 : Koefisien Pertumbuhan Ekonomi
β2 : Koefisien Upah Rata-rata Nasional
β3 : Koefisien Inflasi
U : Faktor Penganggu
Untuk memenuhi analisa regresi tersebut perlu dilakukan uji asumsi klasik
yang meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji
heterokesdastisitas.
1. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas Data
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
dependen variabel dan independen variabel keduanya mempunyai
distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki
distribusi data normal atau mendekati normal. Mendeteksi dengan melihat
penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik normal P-P Plot.
a) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal, atau grafik histogramnya menunjukkan pola
distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi
normalitas.
b) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak
mengikuti arah garis diagonal, atau grafik histogram tidak
menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak
memenuhi asumsi normalitas.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Untuk mendeteksi ada
atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi adalah dengan
menganalisa matrik korelasi variabel bebas jika terdapat korelasi antar
variabel bebas yang cukup tinggi (lebih besar dari 0,90) hal ini merupakan
indikasi adanya multikolinearitas.
c. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah terjadinya korelasi antara variabel itu sendiri pada
pengamatan yang berbeda. Pengujian autokorelasi dilakukan dengan uji
Breusch-Godfrey Serial Correlation Lagrange Multiplier Test (uji LM).
Uji ini sangat berguna untuk mengidentifikasi masalah autokorelasi tidak
hanya pada derajat pertama tetapi bisa juga digunakan pada tingkat derajat.
Dikatakan terjadi autokorelasi jika nilai X2 (Obs* R-squared) hitung > X2
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Metode untuk dapat mendeteksi ada tidaknya
masalah heteroskedastisitas dalam model empiris menggunakan uji White.
Untuk menguji heteroskedastisitas, program olah data Eviews
menyediakan metode pengujian dengan menggunakan uji White, dimana
dalam program olah data Eviews dibedakan menjadi dua bentuk uji White
Heteroskedastisitas (no cross term) dan White Heteroskedastisitas (cross
term). Dikatakan terdapat masalah heteroskedastisitas dari hasil estimasi
jika X2 (Obs* R-squared) untuk uji White baik cross term maupun no
cross term > X2 tabel atau nilai probability < derajat kepercayaan yang
telah ditentukan.
2. Uji Statistik
a. Pengujian secara parsial (Uji t)
Uji t bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh satu variabel
bebas secara individual dalam menjelaskan variasi variabel dependen.
Pengujian setiap koefisien regresi dikatakan signifikan bila nilai
mutlak tstat > nilai ttabel maka hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis
alternatif (Ha) diterima, sebaliknya dikatakan tidak signifikan bila nilai
tstat < nilai ttabel maka hipotesis nol (H0) diterima dan hipotesis
b. Pengujian secara simultan (Uji F)
Untuk menguji secara bersama-sama antara variabel bebas dengan
variabel terikat dengan melihat tingkat signifikansi (Fstat) pada α = 5%.
Pengujian setiap koefisien regresi bersama-sama dikatakan signifikan
bila nilai Fstat > Ftabel maka hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis
alternatif (Ha) diterima, sebaliknya dikatakan tidak signifikan bila nilai
Fstat < Ftabel maka hipotesis nol (H0) diterima dan hipotesis alternatif
(Ha) ditolak.
c. Koefisien determinasi (R2)
Koefisien determinasi mengukur seberapa jauh kemampuan model
dalam menerangkan variasi variabel dependennya. Nilai koefisisen
determinasi adalah nol dan satu, nilai R2 yang kecil berarti kemampuan
variabel-variabel independennya dalam menjelaskan variasi variabel
sangat terbatas dan nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel
independennya memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskriptif Objek Penelitian
Setiap tahun jumlah penduduk di Indonesia selalu meningkat rata-rata
dalam 10 tahun terakhir jumlah penduduk Indonesia meningkat dengan laju
pertumbuhan per tahun sekitar 1,49 persen. Wilayah pulau yang paling padat
penduduk adalah Jawa (1055 jiwa/km2), pulau terpadat kedua adalah Bali dan
Nusa Tenggara (179 jiwa/km2), yang ketiga adalah Sumatera (105 jiwa/km2), lalu
keempat Sulawesi (92 jiwa/km2) dan berikutnya Maluku (32 jiwa/km2),
Kalimantan (25 jiwa/km2), serta yang paling jarang penduduk adalah Papua (8
jiwa/km2).
4.1.1 Tingkat Pengangguran Terbuka
Pengangguran di Indonesia menjadi masalah yang terus menerus menjadi
perhatian yang serius bagi pemerintah. Menurut Badan Pusat Statistik
pengangguran terbuka adalah pengangguran yang terjadi karena pertambahan
lapangan kerja lebih rendah daripada pertambahan pencari kerja. Masalah utama
dan yang paling mendasar dalam ketenagakerjaan di Indonesia adalah masalah
upah yang rendah, tingkat pengangguran yang tinggi serta kesempatan kerja yang
terbatas. Hal tersebut disebabkan karena pertambahan tenaga kerja baru setiap
tahunnya jauh lebih besar dibandingkan dengan peningkatan lapangan kerja yang
Tingkat pengangguran terbuka pada umumnya didefinisikan secara
konvensional sebagai proporsi angkatan kerja yang tidak bekerja dan mencari
pekerjaan. Ukuran ini dapat digunakan untuk mengindikasikan seberapa besar
penawaran kerja yang tidak dapat terserap dalam pasar kerja di sebuah negara atau
wilayah. Tingkat pengangguran terbuka dapat dihitung dengan melihat jumlah
orang yang menganggur dibagi dengan jumlah angkatan kerja kemudian dikalikan
100%. Perkembangan tingkat pengangguran terbuka Indonesia tahun 2000-2006
dapat dilihat dari grafik sebagai berikut.
Gambar 4.1
Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Tahun 2000-2006
Sumber : Badan Pusat Statistik
Berdasarkan grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa perkembangan
tingkat pengangguran terbuka Indonesia selama tahun 2000 sampai dengan tahun
2006 terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2006 tingkat
pengangguran terbuka mengalami peningkatan yang paling tinggi dibandingkan
tahun sebelumnya yaitu 11.24 persen. Hal ini dikarenakan tidak sebandingnya
antara jumlah pengangguran dengan kesempatan kerja yang ada. Akibatnya
pengangguran mengalami kenaikan yang tinggi dari tahun sebelumnya.
Gambar 4.2
Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Tahun 2007-2013
Sumber : Badan Pusat Statistik
Berdasarkan grafik di atas perkembangan pengangguran terbuka di
Indonesia mengalami penurunan mulai tahun 2007-2013. Hal itu dapat dilihat
dari persentase angka tingkat pengangguran terbuka yang dimulai dari tahun 2007
sebsar 9,11 kemudian mengalami penurunan pada tahun 2008 sebesar 8,39 persen,
tahun 2009 sebesar 7,87 persen dan begitu seterusnya. Penurunan tingkat
pengangguran terbuka tersebut diharapkan mampu memberikan dampak yang
baik bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia selanjutnya.
4.1.2Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang sangat penting
untuk menilai kinerja suatu perekonomian pada setiap negara terutam untuk
melakukan analisis tentang hasil pembangunan yang telah dicapai suatu negara
apakah mengalami kenaikan maupun penurunan. Dengan begitu, pertumbuhan
ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian dapat menghasilkan
pertambahan pendapatan maupun kesejahteraan masyarakat pada periode tertentu.
Pertumbuhan ekonomi dapat digunakan sebagai indikator kesejahteran penduduk
suatu negara, semakin tinggi pertumbuhan ekonominya maka sektor riil di dalam
negara tersebut juga mengalami peningkatan. Pertumbuhan ekonomi yang baik
adalah yang mampu menyerap tenaga kerja dan mengurangi kemiskinan.
Salah satu target trilogi pembangunan adalah meningkatkan pendapatan
nasional, yaitu dapat dilihat dari perkembangan Produk Domestik Bruto baik atas
dasar harga konstan maupun atas dasar harga yang berlaku. PDB adalah nilai
barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi di dalam negeri dalam satu tahun
tertentu. Perekonomian Indonesia dari tahun ke tahun mengalami perkembangan
seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi. Untuk lebih jelasnya bagaimana
kondisi perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 14 tahun
Table 4.1
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2000-2013
No Tahun Pertumbuhan
Ekonomi (%)
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Dari tabel 4.1 Di atas dapat kita lihat bahwa perkembangan pertumbuhan
ekonomi mengalami kenaikan dan penurunan yang tidak terlalu signifikan. Hal
itu didorong oleh peningkatan sektor pemerintah maupun swasta.
4.1.3 Upah
Setiap kenaikan upah pasti akan diikuti dengan rendahnya tenaga kerja
yang diminta. Yang berarti akan bertambahnya jumlah pengangguran terbuka di
Indonesia. Demikian sebaliknya jika tingkat upah turun maka akan diikuti oleh
kerja mempunyai hubungan yang timbal balik dengan tingkat upah. Semakin
tinggi tingkat upah yang ditetapkan akan berpengaruh pada meningkatnya biaya
produksi, sehingga untuk melakukan efisiensi perusahaan terpaksa melakukan
pengurangan tenaga kerja.
Pada tabel 4.2 Berikut ini disajikan gambaran tentang kenaikan tingkat
upah di Indonesia tahun 2000-2013 sebagai berikut:
Tabel 4.2
Upah Indonesia Tahun 2000-2013
No Tahun Upah (Rp)
1. 2000 216.500
2. 2001 290.500
3. 2002 362.700
4. 2003 414.700
5. 2004 458.500
6. 2005 507.700
7. 2006 602.200
8. 2007 667.900
9. 2008 743.200
10. 2009 830.700
11. 2010 908.800
12. 2011 988.800
14. 2013 1.332.400
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)
Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa rata-rata tingkat upah pekerja Indonesia
dari tahun 2000-2013 setiap tahunnya terlihat mengalami perkembangan.
Peningkatan rata-rata tingkat upah di sebabkan pertumbuhan ekonomi dan
harga-harga kebutuhan pokok yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di
awali pada tahun 2000 sebesar Rp 216.500 dan pada tahun selanjutnya tingkat
upah terus mengalami peningkatan. Pemerintah berupaya menyejahterahkan
buruh dengan memberikan upah yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Dengan meningkatnya tingkat upah berdampak pada penyerapan tenaga kerja atau
perluasan tenaga kerja dimasa yang akan datang.
4.1.4 Inflasi
Kondisi perekonomian suatu negara dengan tingkat inflasi yang tinggi
dapat menyebabkan perubahan-perubahan output dan kesempatan kerja. Inflasi
yang tinggi berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran terbuka, ini
berartti perkembangan kesempatan kerja menjadi kecil atau dengan kata lain
jumlah tenaga kerja yang diserap juga sedikit.
Inflasi adalah kecenderungan dari harga yang naik secara umum dan
terus-menerus. Kenaikan harga satu atau dua barang saja tidak dapat dikatakan inflasi,
kecuali kenaikan tersebut meluas dan mengakibatkan pada sebagian besar dari
harga-harga barang lain (Boediono, 2001: 161). Jika inflasi terus mengalami
dari kenaikan tingkat inflasi akan menurunkan daya beli masyarakat.
Perkembangan inflasi dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 4.3
Tingkat Inflasi di Indonesia Tahun 2000-2013
No. Tahun Inflasi (%)
1. 2000 9,35
2. 2001 12,55
3. 2002 10,03
4. 2003 5,06
5. 2004 6,40
6. 2005 17,11
7. 2006 6,60
8. 2007 6,59
9. 2008 11,06
10. 2009 2,78
11. 2010 6,96
12. 2011 3,79
13. 2012 4,30
14 2013 8,38