1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
Infeksi merupakan penyakit yang mudah ditemukan di daerah tropis seperti Indonesia. Penyebab penyakit infeksi, bukan hanya karena virus atau bakteri, jamur juga tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan infeksi. Jamur merupakan suatu mikroorganisme eukariotik yang mempunyai ciri-ciri spesifik yaitu mempunyai inti sel, memproduksi spora, tidak mempunyai klorofil, dapat berkembang biak secara seksual dan aseksual. Salah satu spesies jamur yang sering menyebabkan infeksi adalah candida albicans (Setyowati dkk, 2014). Data-data penyakit kulit akibat jamur yang pernah dilaporkan oleh pusat-pusat pendidikan di Indonesia menyatakan bahwa insidensi penyakit jamur kulit merupakan insiden nomor tiga setelah penyakit kulit karena bakteri dan penyakit kulit karena alergi. Khususnya untuk kandidiasis, biasanya menyerang segala usia baik laki-laki maupun wanita (Siregar, 2004).
Candida albicans adalah sebuah jamur dimorfik yang sering terdapat pada makhluk hidup berdarah panas termasuk manusia. Infeksi oleh jamur Candida albicans memiliki 4 bentuk infeksi diantaranya Pseudomembranous Candidiasis, Hyperplastic Candidiasis, Erythematous Candidiasis dan Angular Cheilitis.
Beberapa faktor yang memungkinkan jamur Candida albicans menjadi patogenik diantaranya broad spectrum terapi antibiotik, corticosteroids, xerostomia, disfungsi immune, diabetes mellitus dan defisiensi nutrisi.Organisme ini khususnya menginfeksi kulit, kuku, membran mukosa, dan traktus gastrointestinal, tetapi organisme ini juga dapat menyebabkan penyakit (Hofling dkk, 2009).
Kadidiasis merupakan infeksi jamur yang paling sering terjadi. Infeksi Candida albicans pertama kali didapatkan di dalam mulut sebagai thrush yang dilaporkan oleh Francois Valleix (1836). Langerbach (1939) menemukan jamur penyebab thrush, kemudian Berhout (1923) memberi nama organisme tersebut Candida (Simatupang, 2009). Pengobatan pada kandidiasis sudah sering ditemukan dengan kasus tidak sedikit pasien yang resistensi terhadap obat konvensional.
Dalam penelitiannya melaporkan bahwa dari banyak 6.545 penderita HIV/AIDS,
sekitar 44.8% adalah penderita kandidiasis. Berbagai macam obat-obatan telah tersedia untuk mengobati penyakit kandidiasis, akan tetapi mekanisme molekuler dari obat-obatan tersebut telah menjadi resisten terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans. Saat ini diperlukan suatu alternatif obat antijamur dengan menggunakan tanaman obat berbahan alami (TOBA) yang dapat menghambat pertumbuhan pada jamur (Hofling dkk, 2011).
Kandidiasis merupakan mikosis dengan insidens tertinggi pada infeksi oportunistik yang bersifat akut atau sub akut disebabkan oleh Candida. Hal tersebut disebabkan karena jamur tersebut merupakan bagian dari mikroba flora normal yang beradaptasi dengan baik pada inang manusia, terutama saluran cerna, saluran urogenital, dan kulit. Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa sedikitnya 60%
isolat yang diambil dari sumber infeksi adalah Candida albicans. (Nasronudin, Rosalina dan Sianipar, 2006). Terdapat sekitar ±200.000 spesies jamur didalam rongga mulut yang telah ditemukan dan yang menjadi patogen sekitar 50 spesies jamur (Gandjar dkk., 2006). Jamur tersebar luas pada tubuh manusia, namun dalam rongga mulut biasanya jumlah terbanyak yang ditemukan adalah jamur dengan spesies Candida albicans (Simatupang, 2009).
Dalam pengobatan kandidiasis masih banyak dilakukan dengan obat kimia dan kebanyakan memberikan efek samping yang tidak diinginkan, maka para ahli dan peneliti mengembangkan sistem pengobatan tradisional yang berbasis pada tanaman-tanaman. Meningkatnya fenomena resistensi terhadap obat-obatan kimia dan mahalnya biaya obat kimia, maka masyarakat kembali memanfaatkan bahan- bahan alami (Pangkahila, 2002). Dibuktikan dengan permintaan obat tradisional mengalami peningkatan dengan pertumbuhan peminat yang lebih baik daripada tingkat pertumbuhan industri farmasi. Terdapatnya tren back to nature mengakibatkan masyarakat semakin menyadari pentingnya penggunaan bahan alami bagi kesehatan (Murdopo, 2014).
Tanaman yang teridentifikasi memiliki khasiat sebagai antifungi salah satunya yaitu bawang dayak atau bawang hantu (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.), bawang dayak merupakan tanaman khas Kalimantan Tengah. Potensi bawang dayak sebagai tanaman obat multi fungsi sangat besar sehingga perlu ditingkatkan penggunaannya sebagai bahan obat modern. Penduduk lokal di daerah tersebut
sudah menggunakan tanaman ini sebagai obat tradisional. Bagian yang dapat dimanfaatkan pada tanaman ini adalah umbinya. Secara empiris diketahui tanaman ini dapat berperan sebagai antikanker, antiinflamasi antimikroba dan menyembuhkan hipertensi diabetes melitus. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu didapatkan bahwa umbi bawang dayak mengandung antioksidan, fenol, polifenol quercetin dan turunannya (Mustika, 2011).
Kandungan utama bawang Dayak (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.) adalah naphtoquinones dan turunannya elecanacine, eleutherine, eleutherol, eleuthernone. Naphtoquinones sebagai antimikroba, antifungal, antiviral dan antiparasitik. Adapun senyawa bioaktif yang terdapat dalam umbi bawang dayak (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.) terdiri dari senyawa alkaloid, steroid, glikosida, flavonoid, fenolik, saponin, triterpenoid, tanin dan kuinon. Pada flavonoid dapat berperan sebagai antibiotik atau antifungi dengan mengganggu fungsi mikroorganisme dari bakteri, virus dan jamur (Amanda, 2014).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, didapatkan hasil bahwa ekstrak bawang dayak (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.) memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans. Hal ini dapat dilihat pada hasil persentase daya hambat jamur dari ekstrak bawang dayak dengan pelarut etanol 70% dan aquadest yaitu beerturut-turut 65,44% dan 54,78%. Ekstrak bawang dayak dengan pelarut etanol mempunyai persentase daya hambat jamur lebih besar dibandingkan dengan ekstrak bawang hutan yang menggunakan pelarut aquadest (Wahyuni, 2016).
Sehingga untuk mengetahui khasiat dari bawang Dayak (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.) sebagai pengobatan untuk kandidisis dilakukan percobaan dengan metode difusi cakram. Dimana umbi bawang Dayak (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.) untuk mendapat bahan baku yang potensial, akan dilakukan proses fraksinasi secara bertahap dengan menggunakan pelarut yang berbeda polarisasi berturut-turut yaitu N-heksan, etil asetat, kemudian etanol. Rangakaian fraksinasi bertahap tersebut bertujuan agar pelarut non-polar terlebih dahulu dapat mengekstraksi secara selektif komponen senyawa non-polar terlebih dahulu, seperti terpenoid dan alkaloid. Kemudian pada tahap selanjutkan pelarut semi polar dapat mempartisi komponen senyawa lainnya sehingga dapat terpisah dari komponen
senyawa yang lebih polar (Prasetyo, 2015). Dalam penelitian sebelumnya sudah diketahui bahwa fraksi etil asetat umbi bawang Dayak (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.) mempunyai aktivitas sebagai antifungi dan juga fraksi etil asetat mampu menarik komponen senyawa aktif seperti flavonoid, alkaloid, polifenol, tanin dan triterpenoid dengan baik yang merupakan senyawa berperan sebagai antibakteri maupun antijamur (Setiawan dkk, 2017). Terhadap fraksi etil asetat diuji efek farmakologinya sebagai antijamur sehingga didapat zona hambat fraksi etil asetat pada jamur Candida albicans dengan metode yang dipilih yaitu difusi cakram secara in vitro. Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui efektivitas ekstrak bawang dayak dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans, sehingga nantinya dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan tradisional pada infeksi kulit (Kandidiasis).
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut :
1. Berapa diameter zona hambat pada fraksi etil asetat umbi bawang dayak (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.) terhadap jamur Candida albicans dengan metode difusi cakram ?
2. Golongan senyawa apa sajakah yang terkadung dalam fraksi etil asetat umbi bawang dayak (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.) ?
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah :
1. Untuk memperoleh data diameter zona hambat dari komponen senyawa yang terdapat pada fraksi etil asetat umbi bawang dayak (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.) terhadap jamur Candida albicans dengan metode difusi cakram.
2. Untuk memperoleh data golongan senyawa yang terkandung dalam fraksi etil asetat umbi bawang dayak (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.)
1.4.Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Akademik
1. Dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang farmasi dalam penggunaan obat tradisional.
2. Dapat memberikan informasi ilmiah mengenai tanaman bawang dayak (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.) sebagai antifungi yang dapat ditindaklanjuti dengan penelitian lebih lebih lanjut.
3. Dapat diketahui manfaat tamanan bawang dayak (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.) sebagai alternatif pengobatan pada penyakit yang disebabkan jamur Candida albicans.
1.4.2. Bagi Masyarakat
1. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang alternatif terapi penyakit yang disebabkan jamur Candida albicans dengan menggunakan bahan alam sebagai obat.
2. Dari hasil data yang diperoleh dapat digunakan untuk menunjang penggunaan obat tradisional untuk pengobatan agar dapat diterima oleh masyarakat pada umumnya dan klinis pada khususnya