(VEGF) PADA KANKER ENDOMETRIUM DAN HIPERPLASIA ENDOMETRIUM
TESIS
WIDYA NELVI PANDIA 137104011
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA M E D A N
2 0 1 9
“Bismillaahirrahmaanirrahim”
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas izin dan kemurahan-Nyalah penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi. Saya sebagai manusia biasa, menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna. Namun demikian besar harapan saya kiranya tesis ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan pustaka, khususnya tentang:
EKSPRESI IMUNOfflSTOKIMIA CD34 DAN VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) PADA RANKER
ENDOMETRIUM DAN HIPERPLASIA ENDOMETRIUM
Dengan selesainya penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. M.Hum dan Dekan Fakultas Kedokteran USU, Dr. dr. Aldy Syafruddin Rambe, Sp.S(K), yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di FK USU.
2. Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU, Dr. dr. Makmur Sitepu, M.Ked(OG), Sp.OG(K) dan Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU, dr. Indra G. Munthe, M.Ked(OG), Sp.OG(K), Ketua Program Studi Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU, dr. Riza Rivany, Sp.OG(K) dan Sekretaris Program Studi Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU, Prof. Dr. dr. Sarma N. Lumbanraja, M.Ked(OG), Sp.OG(K), Ketua Program
Klinik Dr. dr. Mohd. Rhiza Z. Tala, M.Ked(OG), Sp.OG(K), serta Ketua Program Studi Magister Kedokteran Klinik Ilmu Obstetri dan Ginekologi, Dr.
dr. Hotma P. Pasaribu, MKed(OG). SpOG, yang telah berkenan membimbing saya menyelesaikan Program Magister Kedokteran Klinik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi di FK USU.
3. Alm. Prof. dr. Delfi Lutan. M.Sc, Sp.OG(K) selaku Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU, Prof. Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG), Sp.OG(K), selaku Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU Medan. Dr. dr. Henry Salim Siregar, Sp.OG(K), selaku Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK USU Medan dan Dr. dr. M Rhiza Z Tala, M.Ked(OG), Sp.OG.(K) selaku Sekretaris Program Studi Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU Medan pada saat saya diterima Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi, yang telah bersama-sama berkenan menerima dan membimbing saya untuk mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi di FK USU.
4. Kepala SMF Kebidanan dan Kandungan RSUP H. Adam Malik Medan, dr.
T.M. Ichsan, Sp.OG, Sekretaris SMF Kebidanan dan Kandungan RSUP.H.
Adam Malik Medan dr. Hanudse Hartono, M.Kes, Sp.OG(K), Koordinator Pelayanan dr. Risman F. Kaban, M.Ked(OG), Sp.OG, Koordinator Pendidikan dr. Sarah Dina, M.Ked(OG), Sp.OG(K), Koordinator Penelitian
5. Ketua Divisi Fetomaternal, Dr. dr. Makmur Sitepu, M.Ked(OG), Sp.OG(K), Ketua Divisi Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi Departemen, Dr. dr.
Ichwanul Adenin, M.Ked(OG), Sp.OG(K), Ketua Divisi Uroginekologi, Dr.
dr. Mohd. Rhiza Z. Tala, M.Ked(OG), Sp.OG(K), Ketua Divisi Obstetri Ginekologi Sosial, dr. Khairani Sukatendel, M.Ked(OG), Sp.OG(K), dan Ketua Divisi Onkologi, dr. Deri Edianto, M.Ked(OG), Sp.OG(K).
6. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua Guru Besar Departemen Obstetri Ginekologi FK USU: Prof. dr. M. Jusuf Hanafiah Sp.OG(K), Alm. Prof. dr. Djafar Siddik, Sp.OG(K), Alm. Prof. dr.
Hamonangan Hutapea Sp.OG(K), Prof. dr. Budi Hadibroto, Sp.OG(K), Prof.
Dr. dr. Thamrin Tanjung. Sp.OG(K), Alm. Prof. dr. Delfi Lutan, M.Sc, Sp.OG(K), Alm.. Prof. dr. R. Haryono Roeshadi, Sp.OG(K), Prof. dr. T.M.
Hanafiah, Sp.OG(K), Prof. dr. Daulat H. Sibuea, Sp.OG(K), Prof. dr. M.
Fauzie Sahil, Sp.OG(K), dan Prof. Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG), Sp.OG(K) serta Prof. Dr. dr. Sarma N. Lumbanraja, MKed(OG), Sp.OG(K).
7. Saya ucapkan terima kasih kepada dr.Indra Gunasti Munthe, M.Ked (OG), Sp.OG.(K) selaku orang tua angkat saya selama menjalani masa pendidikan, yang telah banyak mangayomi, membimbing, dan memberikan nasihat yang bermanfaat kepada saya selama dalam menempuh pendidikan.
8. Saya ucapkan terima kasih kepada dr. Riza Rivany,Sp.OG.K dan dr.Iman Helmi Effendi, M.Ked(OG), Sp.OG.(K) selaku pembimbing tesis ini, serta
pembanding. Saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada guru saya di TIM-5 ini, atas segala koreksi, kritik yang membangun, serta atas segala bantuan, bimbingan. juga waktu dan pikiran yang telah diluangkan dengan penuh kesabaran, dalam rangka melengkapi dan menyempurnakan penyusunan tesis ini hingga dapat terselesaikan dengan baik.
9. Seluruh staf pengajar Depanernen Obstetri dan Ghiekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, baik di RSUP H. Adam Malik Medan, RSUD dr. Pirngadi Medan, RSU Pendidikan USU, RSU Sundari Medan, RS Haji Mina Medan, dan Rumkit Tk. II Kesdam I/BB Putri Hijau yang telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan.
10. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan, Direktur RSUD dr. Pirngadi Medan, Direktur RSU Pendidikan USU, Direktur RS Haji Mina Medan, Direktur RSU Sundari Medan, dan Direktur Rumkit Tk. II Kesdam I/BB Putri Hijau beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya selama menempuh pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi.
11. Kepada dr. Putri C. Eyanoer, MS.Epi, PhD selaku pembimbing statistik saya yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan membantu saya dalam penyelesaian analisis statistik tesis saya ini.
Lazzaroni,M.Ked(OG), terima kasih atas kebersamaan, bantuan, dukungan dan doa bagi saya selama ini.
13. Seluruh rekan sejawat PPDS terutama Tim jaga saya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu baik para senior maupun junior saya, terimakasih atas kerja sama, kebersamaan, bantuan, dorongan, semangat dan doa yang telah diberikan kepada saya.
14. Kepada seluruh pegawai di lingkungan Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP H. Adam Malik dan RSUD dr. Pirngadi, RS.USU, RS Sundari, RS.
Rumkit Tingkat II Medan. RS. Haji Mina Medan yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu, terima kasih atas bantuannya dan kerjasamanya selama ini.
15. Seluruh pasien, rekan dokter muda, staf medis, paramedis maupun non paramedis pada seluruh instansi di tempat saya pernah mengikuti pendidikan maupun bertugas. Terima kasih banyak atas segala kerjasama, bantuan, bimbingan, serta kebaikan yang diberikan selama masa pendidikan yang saya jalani.
Tiada kata yang dapat saya dapat ucapkan selain rasa syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT dan sembah sujud serta terima kasih yang tidak terhingga dari
lubuk hati sanubari yang terdalam saya haturkan kepada kedua orang tua yang saya hormati, cintai dan sayangi, ayahanda Alm.Kapten W.Pandia dan
tersebut kepada kedua orang tua saya, melainkan rasa syukur yang tidak terhingga kepada Allah SWT karena telah menitipkan saya kepada orangtua telah membesarkan, membimbing, mendoakan. mendidik dan mendukung saya dengan penuh keikhlasan dan kasih sayang semenjak lahir hingga saat ini. Hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan yang telah mereka berikan selama ini, dan semoga saya dapat menjadi hiasan dunia maupun akhirat bagi mereka berdua, Amin.
Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada mertua saya Drs. H. Ikut Tarigan dan Bidan Hj. Ranggut br.
Sitepu yang telah banyak membantu, mendoakan dan memberikan dorongan dan perhatian kepada saya selama menjalani pendidikan ini.
Kepada suami saya tercinta, Jaya Syahputra Tarigan, SH yang selalu memberikan kasih sayang dan kesabaran yang luar biasa tetap mendampingi saya dalam suka maupun duka, memberikan semangat dan menjadi suami teladan.
Semoga Allah selalu melindungi kita dan melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya kepada keluarga kecil kita.
Kepada anak-anakku Muammar Khadafa Widjaya Tarigan, Aryasa Febrizio Widjaya Tarigan, dan Naufal Al Hafiz Widjaya Tarigan, terima kasih atas pengertian dan penguat hati mama selama menjalani pendidikan. Maafkan mama atas kurangnya perhatian yang mama berikan oleh karena kesibukan dan kewajiban mama dalam menyelesaikan pendidikan. Terima kasih atas doa, pelukan dan ciuman serta senyum yang selalu kalian berikan untuk mama
Kepada abang dan kakak saya, terima kasih atas bantuan, dorongan, semangat dan doa yangbtelah diberikan kepada saya dalam menjalani pendidikan ini. Kepada seluruh pihak yang tidak saya sebutkan maupun tidak tersebut sebelumnya, saya memohon maaf atas segala kekhilafan yang saya lakukan selama ini, baik yang disadari maupun tidak. Semoga kita semua selalu menjadi orang-orang yang rendah hati, ikhlas, bersyukur, serta selalu dalam ampunan, kemudahan, dan kasih sayang dari Allah SWT, Amin.
Medan, November 2019
dr. Widya Nelvi Pandia, M.Ked(OG)
Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Widya Nelvi Pandia
Program Studi : Spesialis Obstetri dan Ginekologi Departemen : Obstetri dan Ginekologi
Fakultas : Kedokteran
Jenis Karya : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan menyetujui untuk memberikan kepada Departemen Obstetri & Ginekologi Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exlusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
EKSPRESI IMUNOfflSTOKIMIA CD34 DAN VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) PADA KANKER ENDOMETRIUM DAN HTPERPLASIA ENDOMETRIUM
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonesklusif ini Departemen Obstetri & Ginekologi Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempubliskan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Medan
Pada tanggal : November 2019 Yang menyatakan
(Widya Nelvi Pandia)
Widya N Pandia, Riza Rivany, Iman H Effendi, Dudy Aldiansyah, Henry S Siregar, Cut A Adella
Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Abstrak
Latar Belakang: Hiperplasia endometrium merupakan prekursor terjadinya kanker endometrium yang terkait dengan stimulasi estrogen yang tidak terlawan pada endometrium uterus. Cluster of differentiation (CD) 34 merupakan suatu surface glycoprotein-human hematopoetic progenitor cell antigen yang terekspresi dan terdeteksi pada vascular endothelium dengan memakai monoklonal antibodi anti-CD34. VEGF merupakan sitokin multifiingsi yang telah dilaporkan menjadi salah satu faktor pertumbuhan terpenting yang mengatur vasculogenesis, hematopoiesis, dan berpotensi menstimulasi angiogenesis limfangiogenesis, dan permeabilitas vaskular in vivo.
Tujuan : Mengetahui perbedaan imunoekspresi histokimia CD 34 dan VEGF antara kanker endometrium dan hiperplasia endometrium
Metode : Penelitian ini merupakan case control dengan luaran pemeriksaan ekspresi imunohistokimia CD 3 4 dan VEGF terhadap jaringan karsinoma endometrium dan hiperplasi endometrium wanita yang dengan karsinoma endometrium pada tahun 2016-2018 di Poli Ginekologi Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan.
Hasil: Mayoritas pasien kanker menunjukkan ekspresi VEGF positif sebanyak 18 (78,3%) sama halnya dengan hiperplasia endometrium menunjukkan ekspresi VEGF positif sebanyak 21 (95,5%). Mayoritas pasien kanker endometrium menunjukkan peningkatan ekspresi positif terhadap CD34, sedangkan pada pada hiperplasi endometrium cenderung menunjukkan ekspresi yang negatif sebanyak 19 (86,4%) pasien dengan nilai P < 0.001
Kesimpulan : Terdapat perbedaan ekspresi imunoekspresi histokimia CD 34 dan VEGF pada kanker endometrium dan hiperplasia endometrium
Kata kunci: Kanker endometrium, hiperplasia endometrium, CD34, VEGF
Widya N Pandia, Riza Rivany, Iman H Effendi, Dudy Aldiansyah, Henry S Siregar, Cut A Adella
Obstetric and Gynecology Departemen Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara
Abstract
Introduction: Endometrial hyperplasia is a precursor of endometrial cancer associated with estrogen stimulation that is not opposed to the uterine endometrium. Cluster of differentiation (CD) 34 is a surface glycoprotein-human hematopoetic antigen cell progenitor that is expressed and detected in the vascular endothelium by using monoclonal antibodies anti-CD34. VEGF is a multifunctional cytokine that has been reported to be one of the most important growth factors that govern vasculogenesis, hematopoiesis, and has the potential to stimulate angiogenesis of lymphangiogenesis, and vascular permeability in vivo.
Objective : To know the differences in the histochemical immunoexpression of CD 34 and VEGF between endometrial cancer and endometrial hyperplasia Methods : This study is a case control with the output of CD34 and VEGF immunohistochemical expression examinations of endometrial carcinoma tissue and endometrial hyperplasia of women with endometrial carcinoma in 2016-2018 at the Gynecology clinic of H.Adam Malik General Hospital, Medan.
Result : The majority of cancer patients showed positive VEGF expression of 18 (78.3%) as well as endometrial hyperplasia showing positive VEGF expression of 21 (95.5%). the majority of endometrial cancer patients showed an increase in positive expression towards CD34, whereas in endometrial hyperplasia tended to show negative expressions in 19 (86.4%) patients with a P value <0.001 Conclusion : There are differences in the expression of CD 34 and VEGF immunoexpression in endometrial cancer and endometrial hyperplasia
Keywords: Endometrial Cancer, Endometrial Hyperplasia, CD34, VEGF
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1. Rumusan Masalah ... 4
1.2. Tujuan Penelitian ... 4
1.3. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1. Hiperplasia Endometrium ... 5
2.1.1. Defenisi ... 5
2.1.2. Etiologi... 5
2.1.3. Klasifikasi ... 7
2.1.4. Faktor Resiko ... 8
2.1.5. Patogenesis... 8
2.1.6. Diagnosis... 11
2.1.7. Diagnosis Banding ... 15
2.1.8 Penatalaksanaan ... 15
2.1.9 Progresifitas ... 16
2.1.10 Prognosis... 16
2.2. Kanker Endometrium ... 17
2.2.1. Definisi... 17
2.2.2. Insidensi ... 18
2.2.3. Etiologi... 18
2.2.4. Faktor Resiko ... 19
2.2.5. Patogenesis... 20
2.2.6 Gejala dan Tanda ... 26
2.2.7 Diagnosis... 27
2.2.8 Terapi ... 33
2.2.9 Pengamatan Lanjut... 43
2.2.10 Residif dan Penanganannya ... 44
2.3. Vascular Endotelial Growth Factor (VEGF) ... 45
2.4. Patogenesis Peningkatan VEGF pada Tumor ... 47
2.5. CD34 ... 49
2.9. Hipotesa Penelitian... 57
BAB III METODE PENELITIAN ... 58
3.1. Desain Penelitian... 58
3.2. Lokasi dan waktu Penelitian ... 58
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 58
3.3.1. Populasi... 58
3.3.2.Besar Sampel ... 59
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 59
3.4.1. Kriteria Inklusi ... 59
3.4.2. Kriteria Eksklusi ... 60
3.5. Defenisi Operasional ... 61
3.6. Tehnik Pengolahan Data dan Analisis Data ... 62
3.7. Alat dan Bahan Penelitian ... 62
3.7.1 Alat Penelitian... 62
3.7.2 Bahan Penelitian ... 63
3.8. Cara Kerja Penelitian... 64
3.9. Instrumen Penelitian... 66
3.10 Alur Penelitian... 68
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 69
4.1. Distribusi Karakteristik Responden ... 69
4.2. Ekspresi CD34 pada karsinoma Endometrium dan Hiperplasia Endometrium 71 4.3. Ekspresi VEGF pada karsinoma Endometrium dan Hiperplasia Endometrium 76 4.4. Pembahasan... 72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 78
5.1. Kesimpulan ... 78
5.2. Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 81 LAMPIRAN
Gambar 2.1. Simple hyperplasia tanpa atypia ... 7
Gambar 2.2. Complex hyperpasia tanpa atypia ... 7
Gambar 2.3. Simplex atypical hyperplasia ... 7
Gambar 2.4. Complex atypical hyperpasia ... 7
Gambar 2.5. Patogenesis Karsinoma Endometrium I ... 22
Gambar 2.6. Patogenesis Karsinoma Endometrium II... 23
Gambar 2.7 Hubungan Estrogen dengan Kejadian Karsinoma endometrium ... 24
Gambar 2.8 Bagan tatalaksana Kanker endometrium stage I ... 38
Gambar 2.9 Bagan tatalaksana Kanker endometrium stage II... 40
Gambar 2.10 Bagan tatalaksana Kanker endometrium stage III ... 41
Gambar 2.11 Tatalaksana Kanker Endometrium yang terdiagnosa setelah operasi .. 42
Gambar 2.12 Patogenesis Peningkatan VEGF pada Tumor ... 48
Gambar 2.14 Kerangka Konsep ... 57
Gambar 3.1. Proportion Score (PS) dan Intensity Score (IS) ... 67
Tabel 2.1 Klasifikasi histologik kanker endometrium oleh The International Society of
Gynecologic Pathologist ... 29
Tabel 2.2 Pembagian Stadium FIGO 2009 ... 31
Tabel 2.3 Kriteria Histopatologik untuk menentukan grade FIGO ... 33
Tabel 2.4 Pemberian Terapi Adjuvan pada pasien tanpa Lymphadenectomy... 38
Tabel 2.5 Pembagian kelompok pengobatan berdasarkan resiko rekurensi dan prognosis 44 Tabel 2.6 Tipe sel CD34+... 51
Tabel 3.1. Interpretasi Score Allred... 66
Tabel 3.2 Penilaian Proportion Score (PS) dan Intensity Score (IS) ... 67
Tabel 4.1. Karakteristik Pasien Kanker Endometrium ... 69
Tabel 4.2. Perbandingan Kadar VEGF Pada Kanker Endometrium Dan Hiperplasi 70 Endometrium... 70 Tabel 4.3. Perbandingan kadar VEGF...
...
...
70 Tabel 4.4 Ekspresi CD34 pada karsinoma Endometrium dan Hiperplasia Endometrium 71 Tabel 4.5. Ekspresi VEGF pada karsinoma Endometrium dan Hiperplasia Endometrium 71
ACS :The American Cancer Society BSO : Bilateral salpingo-ooforektomi CA 125 : Carbohydrate antigen125 CD34 : Cluster of differentiation 34 CIC : Cortical Inclusion Cyst ECM : Extracellular Matri EGF : Epidermal Growth Factor
EGFR : Epidermal Growth Factor Receptor ER : Estrogen Receptor
EBRT : external beam radiation therapy FasL : Fas Ligand
FIGO : The International Federation of Gynecology and Obstetric HDR : High Dose Rate
IGF-1 : insulin- like growth factor-1 LDR : low dose rate
LVSI : Lymphovascular space invasion
MAGS : Microscopic Angiogenesis Grading System MVD : Microvessel Density
NGF : Nerve Growth Factor NPV : Negative Predictive Value PCOS : Polycystic Ovary Syndrome
PEPI : Postmenopausal Estrogen/Progestin Intervensions PMB : Post Menopause Bleeding
PPV : Positive Predictive Value TCGA : The Cancer Genome Atlas TNF : Tumor necrosis factor
TSH : Thyroid Stimulating Hormone USG : Ultrasonografi
VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor
Kanker merupakan penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia kurang lebih 14 juta kasus baru dan 8.2 juta kanker penyebab kematian. Jumlah dari kasus baru diperkirakan mencapai sekitar 70% setelah dua dekade. 5 kanker terbanyak pada pria pada tahun 2012 antara lain paru-paru, prostat, usus besar, perut, dan kanker hati sedangkan 5 kanker terbanyak pada perempuan antara lain payudara, usus besar, paru-paru, serviks, dan kanker perut. Sekitar sepertiga dari kematian karena kanker disebabkan oleh 5 perilaku hidup utama dan pola makan yang tidak teratur seperti indeks massa tubuh yang tinggi, cakupan sayuran dan buah-buahan yang rendah, kurangnya olahraga, penggunaan rokok yang berlebihan serta penggunaan alkohol.1
Salah satu kanker yang menjadi permasalahan di dunia adalah kanker endometrium. Di Indonesia, penelitian terakhir mendapatkan prevalensi kanker endometrium di RSCM Jakarta mencapai 7,2 kasus per tahun. Usia penderita cederung lebih muda pada penelitian tersebut jika dibandingkan dengan penderita di negara-negara Barat dan Eropa (berusia > 50 tahun sebanyak 63,9% dan berusia muda < 40 tahun sebanyak 12.5%).2 Di Amerika Serikat, kanker endometrium merupakan jenis kanker ginekologi yang paling umum dengan kasus baru mencapai 40.100 dan 7.470 kematian. Kanker ovarium terhitung dengan jumlah kasus yang lebih sedikit (21.650) tapi lebih banyak kematian (15.520). 3
Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan yang berlebih dari kelenjar, dan stroma disertai pembentukan vaskularisasi dan infiltrasi limfosit pada endometrium.
Pertumbuhan ini dapat mengenai sebagian atau seluruh lapisan endometrium. Angka kejadian hiperplasia endometrium ini sangat bervariasi. Umumnya hiperplasia endometrium dikaitkan dengan perdarahan uterus disfungsi yang seringkali terjadi pada masa perimenopause, walaupun dapat terjadi pada masa reproduktif, pascamenars ataupun pascamenopause.1
Hiperplasia endometrium merupakan prekursor terjadinya kanker endometrium yang terkait dengan stimulasi estrogen yang tidak terlawan (unopposed estrogen) pada endometrium uterus. Stimulasi estrogen yang tidak terlawan dari siklus anovulatory dan penggunaan dari bahan eksogen pada wanita postmenopause menunjukkan peningkatan kasus hiperplasia endometrium dan karsinoma endometrium. Kelainan ini biasanya muncul dengan perdarahan uterus abnormal.
Resiko terjadinya progresifitas sangat terkait dengan ada atau tidak adanya sel atipik.2 The American Cancer Society (ACS) memperkirakan ada 40.100 kasus baru dari kanker rahim yang didiagnosis pada tahun 2003, dimana 95 % berasal dari endometrium. Sistem klasifikasi dari hiperplasia endometrium sudah dibuat berdasarkan kompleksitas dari kalenjar endometrium dan sel-sel atipik pada pemeriksaan sitologi. Hiperplasia atipikal sangat terkait dengan progresifitas menjadi karsinoma endometrium. Progresifitas dari hiperplasia endometrium, menjadi kondisi patologis yang lebih agresif sangat terkait dengan diagnosis awal pada endometrium.3
Hiperplasia sederhana (simple hyperplasia) lebih sering mengalami regresi jika sumber estrogen eksogen dihilangkan. Bagaimanapun, hiperplasia atipikal seringkali berkembang menjadi adenokarsinoma kecuali diintervensi dengan terapi medis.
Terapi dengan penggantian hormon sedang dalam penelitian untuk menentukan dosis dan tipe dari progestin untuk melawan efek stimulasi berlebihan estrogen pada endometrium. Hiperplasia endometrium biasanya didiagnosis dengan biopsy endometrium atau kuretase endometrium setelah seorang wanita menemui dokter kandungan dengan perdarahan uterus abnormal.2,3
Kanker endometrium dapat dibagi menjadi dua jenis utama. Kanker tipe 1, yang menyumbang 80-90%, biasanya oestrogen dependent endometrioid, yang umumnya memiliki prognosis yang baik. Kanker tipe 2 biasanya datang terlambat, berperilaku lebih agresif, dan memiliki prognosis yang buruk.8 Penyebabnya bukan disebabkan karena estrogen tetapi jenis kanker ini memiliki resiko kekambuhan dan metastasis yang tinggi.9
Untuk pertumbuhan dan metastasis karsinoma itu diperlukan proses angiogenesis, yaitu proses pembentukan pembuluh darah baru yang dapat dideteksi dengan menggunakan monoklonal antibodi anti cluster of differentiation (CD)34.
Cluster of differentiation (CD) 34 merupakan suatu surface glycoprotein–human hematopoetic progenitor cell antigen yang terekspresi dan terdeteksi pada vascular endothelium dengan memakai monoklonal antibodi anti-CD34.10,
Faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), juga dikenal sebagai faktor permeabilitas vaskular, adalah sitokin multifungsi yang telah dilaporkan menjadi salah satu faktor pertumbuhan terpenting yang mengatur vasculogenesis, hematopoiesis, dan berpotensi menstimulasi angiogenesis limfangiogenesis, dan permeabilitas vaskular in vivo. Ekspresi VEGF 5,6 telah diamati dalam berbagai garis sel tumor dan dalam banyak jenis tumor padat manusia.
Pada tahun 1971, Folkman mengusulkan bahwa menyerang suplai darah tumor bisa menjadi strategi terapi yang efektif. Sejak itu, kemajuan dalam pemahaman mekanistik pembuluh darah tumor telah menyebabkan strategi antiangiogenesis yang mulai menunjukkan harapan. Sebagai contoh, Food and Drug Administration baru-baru ini menyetujui antibodi anti-VEGF, bevacizumab, berdasarkan kemanjurannya pada kanker kolorektal metastatik. Terlepas dari data yang menggembirakan ini, ada informasi terbatas tentang penanda angiogenik berbasis jaringan dan kepentingan prognostiknya pada kanker endometrium. Dalam kelompok kecil pasien, Sivridis et al. menemukan VEGF menjadi faktor prognostik independen untuk wanita dengan kanker endometrium stadium I. Demikian pula, Chen et al. mengevaluasi 53 wanita dengan kanker endometrium dan menemukan derajat histologis dan ekspresi VEGF menjadi prediktor independen terhadap hasil klinis. Ada beberapa laporan yang menunjukkan penurunan kelangsungan hidup pada pasien yang tumornya memiliki kepadatan microvessel yang tinggi, tetapi aspek lain dari fenotip angiogenik dari tumor ini, seperti korelasi dengan ekspresi VEGF, masih kurang. Dari latar belakang di atas maka peneliti tertarik melakukan penelitian perbandingan imunoekspresi histokimia CD 34 dan VEGF pada kanker endometrium dan hiperplasia endometrium
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas adakah perbedaan imunoekspresi histokimia CD 34 dan VEGF antara kanker endometrium dan hiperplasia endometrium?
1.2 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui perbedaan ekspresi imunoekspresi histokimia CD 34 dan VEGF antara kanker endometrium dan hiperplasia endometrium.
Tujuan khusus :
1. Mengetahui distribusi frekuensi subyek penelitian berdasarkan karakteristik
2. Untuk menganalis perbedaan imunoekspresi histokimia CD 34 pada kanker endometrium dan hiperplasia endometrium.
3. Untuk menganalis perbedaan imunoekspresi histokimia VEGF pada kanker endometrium dan hiperplasia endometrium
1.3 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini sebagai bahan untuk pengembangan ilmu pengetahuan kesehatan dan memberikan data untuk mendukung penelitian-penelitian selanjutnya.
2.1. Hiperplasia Endometrium 2.1.1 Definisi
Hiperplasia endometrium adalah kondisi abnormal berupa pertumbuhan berlebih (overgrowth) pada endometrium (Ronald S. Gibbs MD, 2008). Hiperplasia endometrium mewakili rangkaian kesatuan histopatologi yang sulit dibedakan dengan karakteristik standar. Lesi ini berkisar antara endometrium anovulasi sampai pre kanker monoklonal 1.
Hiperplasia endometrium diketahui sebagai prekursor langsung dari penyakit invasif. Kebanyakan kanker endometrium timbul setelah perkembangan histologis lesi hiperplastik dibedakan.1
2.1.2. Etiologi
Hiperplasia endometrium adalah hasil dari stimulasi estrogen secara kontinyu tanpa dihambat oleh progesteron. Sumber estrogen dapat berasal dari endogen maupun eksogen. Estrogen endogen dapat menyebabkan anovulasi kronik yang berhubungan dengan polycystic ovary syndrome (PCOS) atau perimenopause.
Obesitas juga tidak menghambat paparan estrogen berkaitan dengan kadar estradiol yang tinggi secara kronis, hasil dari aromatisasi androgen dalam jaringan lemak dan konversi androstenedione ke estrone. Hiperplasia endometrium dan kanker
endometrium juga dapat berasal dari tumor ovarium yang mensekresikan estradiol seperti tumor sel granulosa.2
Eksogen estrogen tanpa progesteron juga berhubungan dengan peningkatan resiko hiperplasia endometrium dan adenocarcinoma. Tamoxifen, dengan efek estrogeniknya pada endometrium, meningkatan resiko hiperplasia endometrium dan kanker endometrium. Resiko progresi ke arah kanker berhubungan dengan peningkatan durasi pemakaian.2
Mekanisme pasti bagaimana peran estrogen dalam transformasi dari endometrium normal ke hiperplasia dan kanker tidak diketahui. Perubahan genetik diketahui berhubungan dengan hiperplasia dan tipe I kanker endometrium. Lesi dengan hiperplasia berhubungan dengan instabilitas mikrosatelit dan defek pada gen DNA perbaikan. Mutasi PTEN tumor suppressor gene juga ditemukan pada 55%
kasus hiperplasia dan 83% kasus hiperplasia yang berprogresi ke arah kanker endometrium.3
2.1.3 Klasifikasi
Hiperplasia endometrium terbagi menjadi 3 jenis berdasarkan morfologi pada pemeriksaan patologi anatomi, yakni :
Sederhana/simple. Terdapat proliferasi jinak dari kalenjar endometrium yang berbentuk ireguler dan juga berdilatasi, tetapi tidak menggambarkan adanya tumpukan sel yang saling tumpang tindih atau sel yang atipik
Kompleks/complex. Terdapat proliferasi dari kalenjar endometrium dengan tepi yang ireguler, arsitektur yang kompleks dan sel yang tumpang tindih tetapi tidak terdapat sel yang atipik.
Atipikal. Terdapat derajat yang berbeda dari nukleus yang atipik dan kehilangan polaritassnya
Gambar 2.1 Simple hyperplasia tanpa atypia Gambar 2.2 Complex hyperpasia tanpa atypia
Gambar 2.3 Simple atypical hyperplasia Gambar 2.4 Complex atypical hyperplasia
2.1.4 Faktor Resiko
Hiperplasia endometrium paling sering didiagnosa pada wanita post menopause, tetapi wanita dengan umur berapapun dapat menjadi faktor resiko bila terpapar estrogen yang tidak terhambat. Hiperplasia endometrium sering pada wanita muda dengan anovulasi kronik karena PCOS atau obesitas.2
2.1.5 Patogenesis
Siklus menstruasi normal ditandai dengan meningkatnya ekspresi dari onkogen bcl-2 sepanjang fase proliferasi. Bcl-2 merupakan onkogen yang terletak pada kromosom 18 yang pertama kali dikenali pada limfoma folikuler, tetapi telah dilaporkan juga terdapat padaa neoplasma lainnya. Apoptosis seluler secara parsial dihambat oleh ekspresi gen bcl-2 yang menyebabkan sel bertahan lebih lama. Ekspresi dari gen bcl- 2 tampaknya sebagian diregulasi oleh faktor hormonal dan ekspresinya menurun dengan signifikan pada fase sekresi siklus menstruasi.
Kemunduran ekspresi dari gen bcl-2 berkorelasi dengan gambaran sel apoptosis pada endometrium yang dilihat dengan mikroskop elektron selama fase sekresi siklus menstruasi. Identifikasi dari gen bcl-2 pada proliferasi normal endometrium sedang dalam penelitian tentang bagaimana perannya dalam terjadinya hiperplasia endometrium. Ekpresi gen bcl-2 meningkat pada hiperplasia endometrium tetapi terbatas hanya pada tipe simpleks. Secara mengejutkan, ekspresi gen ini justru menurun pada hiperplasia atipikal dan karsinoma endometrium.
Peran dari gen Fas/FasL juga telah diteliti akhit-akhir ini tentang kaitannya dengan
necrosis factor (TNF )/Nerve Growth Factor (NGF ) yang berikatan dengan FasL (Fas Ligand ) dan menginisisasi apoptosis. Ekpresi gen Fas dan FasL meningkat pada sampel endometrium setelah terapi progesteron. Interaksi antara ekspresi Fas dan bcl- 2 dapat memberikan kontribusi 24
Pembentukan dari hiperplasia endometrium. Ekspresi gen bcl-2 menurun saat terdapat progesteron intrauterin sedangkan ekspresi gen Fas justru meningkat. Studi diatas telah memberikan tambahan wawasan tentang perubahan molekuler yang kemudian berkembang secara klinis menjadi hiperplasia endometrium. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengklarifikasi peran bcl 2 dan Fas/FasL pada patogenesis molekular terbentuknya hiperplasia endometrium dan karsinoma endometrium
Studi dari The Cancer Genome Atlas (TCGA) dari Institut Kanker Nasional Amerika Serikat mengklasifikasikan 373 EC menjadi empat subtipe genom utama 22,31,32:
Kelompok ultramutasi POLE (DNA polimerase ε) - Ini adalah tumor endometrioid yang memiliki jumlah mutasi yang tinggi dalam domain eksonuklease POLE yang meningkatkan tingkat mutasi spontan, yang mengarah ke tumorigenesis [33]. Mereka menyumbang 6,4 persen dari EC endometrioid derajat rendah dan 17,4 persen EC endometrioid bermutu tinggi dalam kohort TCGA. Tumor dengan mutasi POLE dikaitkan dengan usia yang lebih muda (<60 tahun), dan ada laporan yang saling bertentangan mengenai apakah tumor ini memiliki prognosis yang lebih baik 22,33.
Kelompok hypermutated / microsatellite unstable (MSI) - Tumor ini memiliki
tingkat perubahan nomor salinan somatik yang rendah (duplikasi segmen genom), tetapi memiliki mutasi pada 21 gen dengan perubahan jalur RTK / RAS / aten-catenin (69,5 persen) ) dan jalur PIK3CA / PIK3R1-PTEN (95 persen), serta seringnya metilasi promotor MLH1 dan mengurangi ekspresi gen MLH1. Kelompok ini menyumbang 28,6 persen dari EC endometrioid derajat rendah dan 54,3 persen EC endometrioid bermutu tinggi dalam studi TCGA. Mutasi KRAS terjadi pada 35 persen tumor dalam kelompok ini.
Status MSI belum terbukti berkorelasi dengan hasil klinis pada EC 34
Nomor salinan rendah / kelompok stabil mikrosatelit - Kelompok ini
mengalami mutasi pada 16 gen yang berbeda dengan seringnya perubahan pada jalur PI3K (92 persen tumor), perubahan pada jalur RTK / RAS / β- catenin (83 persen), dan mutasi somatik pada CTNNB1 (52 persen).
Kelompok ini termasuk EC endometrioid derajat rendah (60 persen), EC endometrioid derajat tinggi (8,7 persen), karsinoma serosa (2,3 persen), dan karsinoma histologi campuran (25 persen).
Salin jumlah tinggi (seperti serous) kelompok - Kelompok ini termasuk 97,7
persen karsinoma serosa, 75 persen karsinoma histologi campuran, 5 persen EC endometrioid tingkat rendah, dan 19,6 persen EC endometrioid grade 3 dalam kohort TCGA. Tumor ini memiliki derajat perubahan nomor salinan somatik yang tinggi (duplikasi segmen genom) dengan mutasi p53 yang sering (90 persen), serta amplifikasi onkogen MYC dan ERBB2. Tumor ini memiliki kelangsungan hidup bebas perkembangan yang secara signifikan
lebih buruk.
Perlu dicatat bahwa keempat kelompok genom mengandung EC endometrioid derajat rendah, yang menunjukkan bahwa profil genom dapat sangat berbeda pada tumor dengan pola histologis yang identik. Menariknya, banyak EC endometrioid grade 3 memiliki profil genom yang mirip dengan karsinoma serosa, dengan perubahan jumlah salinan tinggi dan mutasi p53. Hal ini menambah kontroversi mengenai apakah EC endometrioid grade 3 harus dianggap sebagai tumor tipe 1 atau dikelompokkan dengan tumor tipe 2 grade tinggi lainnya 35-37. Klasifikasi berbasis genomik seperti itu dapat mengarah pada pendekatan diagnostik dan pengobatan baru, dengan terapi bertarget untuk penyakit lanjut berdasarkan pada jalur gen yang diubah secara mendasar dan gen individu dalam tumor daripada subtipe histologis dan tingkat tumor.
2.1.6 Diagnosis
Banyak modalitas diagnostik yang telah diteliti untuk mendiagnosis secara optimal penyebab terjadinya perdarahan uterus abnormal dan untuk mengidentifikasi apakah pada pasien tersebut memiliki resiko untuk terjadinya hiperplasia atau karsinoma endometrium.
1. Ultrasonografi (USG)
USG menggunakan gelombang suara untuk mendapatkan gambaran dari lapisan rahim. Hal ini membantu untuk menentukan ketebalan rahim. USG transvaginal
merupakan prosedur diagnosis yang non invasif dan relatif murah untuk mendeteksi kelainan pada endometrium. Walaupun begitu, pada wanita postmenopause, efikasi alat ini sebagai pendeteksi hiperplasia endometrium ataupun karsinoma tidak diketahui. Pada percobaan PEPI (Postmenopausal Estrogen/Progestin Intervensions), dengan batas ketebalan endometrium 5 mm didaptkan positive predictive value (PPV), negative predictive value (NPV), sensitifitas, dan spesifisitas untuk hiperplasia endometrium atau karsinoma adalah 9%, 99%, 90%, 48%.
USG dapat digunakan sebagai panduan untuk menentukan jika wanita mengalami perdarahan post menopause (PMB) membutuhkan tes diagnostik yang lebih spesifik lagi (seperti pipelle EMB atau kuret) untuk menentukan adanya hiperplasia atau karsinoma endometrium. Pada 339 wanita dengan PMB, tidak ada wanita dengan ketebalan endometrium ≤ 4 mm yang berkembang menjadi karsinoma endometrium selama 10 tahun.
2. Pipelle Endometrial Biopsy
Pengambilan sampel endometrium dengan pipelle merupakan cara yang efektif dan relatif tidak mahal untuk mengambil jaringan untuk diagnosis histologi pada wanita dengan perdarahan uterus abnormal. Pada penelitian prospektif, acak untuk membandingkan antara pipelle (n = 149) dan kuret (n = 126) pada wanita dengan perdarahan uterus abnormal, sampel jaringan yang kurang hanya 12,8% dan 9,5%. Perbedaan ini tidak signifikan (P<0,05). Pada kedua kelompok pasien, memiliki kesamaan diagnosis dengan diagnosis histerektomi sebesar 96%. Studi
sebelumnya menjelaskan wanita dengan banyak penyebab perdarahan uterus abnormal, bagaimanapun sangat penting untuk dilakukan pemeriksaan pipelle EMB untuk membuat diagnosis yang benar. Pada penelitian meta analisis pada 7914 pasien, pipelle memiliki sensitifitas 99% untuk mendeteksi kanker endometrium pada wanita post menopause, tetapi pada wanita dengan hiperplasia endometrium, sensitivitas menurun hingga 75%.
3. Histeroskopi dan/atau Dilatasi dan Kuretase
Histeriskopi secara umum telah disepakati sebagai “gold standard” untuk mengevaluasi kavitas uterus. Polip endometrium dan mioma submukosa dapat dideteksi dengan histeroskopi dengan sensitivitas 92% dan 82%. Walaupun begitu, histeroskopi sendiri untuk mendeteksi hiperplasia dan atau karsinoma endometrium meghasilkan angka false-positive yang tinggi dan membutuhkan penggunaan dilatasi dan kuret untuk diagnosis. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 98%, spesifisitas 95%, PPV 96% dan NPV 98% bila dibandingkan dengan diagnosis hasil pemeriksaan jaringaan setelah histerektomi.
4. Sonohisterografi
Sonohisterografi merupakan pendekatan yang relatif baru untuk mendiagnosis penyebab dari perdarahan uterus abnormal. Keuntungan dari sonohisterografi yang melebihi dari USG transvaginal adalah kemampuannya yang lebih baik untuk mengevaluasi kelainan intrauterin seperti polip dan mioma submukosa. Walaupun begitu, sonohisterografi sendiri memiliki nilai terbatas untuk mendiagnosis
hiperplasia dan karsinoma endometrium. EMB dengan pipelle merupakan pembuktian yang efektif untuk mendiagnosis hiperplasia dan karsinoma namun memiliki sensitifitas yang rendah untuk mendiagnosa lesi yang jinak di dalam uterus.
Beberapa penelitian telah mengkombinasikan transvaginal, sonohisterografi dan EMB dengan pipelle untuk mengidentifikasi penyeban dari perdarahan uterus abnormal dan secara spesifik perdarahan post menopause. Bila dibandingkan dengan DC-histeroskopi sebagai standar utama, transvaginal, sonohisterografi, dan EMB dengan pipelle memiliki sensitivitas lebih dari 94%.
Wanita dengan perdarahan post menopause harus menjalani pemeriksaan fisik yang menyebluruh untuk menentukan sumber perdarahan. Jika pemeriksaan fisik tidak dapat menjelaskan penyebab perdarahan, USG transvaginal dapat digunakan sebagai panduan untuk pemeriksaan lebih lanjut. Wanita post menopause dengan penebalan dinding uterus (>5mm) atau wanita dengan perdarahan persisten yang tidak bisa dijelaskan membutuhkan biopsi endometrium. Diagnosis hiperplasia atau karsinoma endometrium pada pemeriksaan biopsi enometrium harus dievaluasi dengan DC untuk memperoleh spesimen yang lebih luas.
2.1.7 Diagnosis Banding
• Karsinoma endometrium
• Abortus inkomplit
• Leiomyoma
• Polip
2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bagi penderita hiperplasia, antara lain sebagai berikut:
1. Terapi progesterone
Tujuannya adalah untuk menyeimbangkan kadar hormon di dalam tubuh.
Namun perlu diketahui kemungkinan efek samping yang bisa terjadi, di antaranya mual, muntah, pusing, dan sebagainya. (Lurain, 2007)
Terapi progestin sangat efektif dalam mengobati hiperplasia endometrial tanpa atipik, akan tetapi kurang efektif untuk hiperplasia dengan atipik. Terapi cyclical progestin (medroxyprogesterone asetat 10-20 mg/hari untuk 14 hari setiap bulan) atau terapi continuous progestin (megestrol asetat 20-40 mg/hari) merupakan terapi yang efektif untuk pasien dengan hiperplasia endometrial tanpa atipik. Terapi continuous progestin dengan megestrol asetat (40-160 mg/hari) kemungkinan merupakan terapi yang paling dapat diandalkan untuk pasien dengan hiperplasia atipikal atau kompleks. Terapi dilanjutkan selama 2-3 bulan dan dilakukan biopsi endometrial 3-4 minggu setelah terapi selesai untuk mengevaluasi respon pengobatan.5
Khusus bagi penderita hiperplasia kategori atipik, jika memang terdeteksi ada kanker, maka jalan satu-satunya adalah menjalani operasi pengangkatan rahim. Histerektomi adalah terapi yang terbaik untuk penderita hiperplasia endometrium kategori atipik.7,8,9
2.1.9 Progresifitas
Seperti diketahui bahwahiperplasia endo metrium berpotens i berubahmenjadi progresif ke arah karsinoma endometrium. Namun selain menjadi progresif, hiperplasia endometrium juga dapat mengalami regresi dan jugadapat persisten.10,11,12
Tipe Jumlah
Sampel % Regresi % Persisten
% Progresif
Sederhana 93 80% 19% 1%
Sederhana dengan Atipia 13 69% 23% 8%
Kompleks 29 80% 17% 3%
Kompleks dengan Atipia 35 57% 14% 29%
Semua lesi dengan Atipia 48 58% 19% 23%
2.1.11 Prognosis
Umumnya lesi pada hiperplasia atipikal akan mengalami regresi dengan terapi progestin, akan tetapi memiliki tingkat kekambuhan yang lebih tinggi ketika terapi dihentikan dibandingkan dengan lesi pada hiperplasia tanpa atipi.
Penelitian terbaru menemukan bahwa pada saat histerektomi 62,5% pasien dengan hiperplasia endometrium atipikal yang tidak diterapi ternyata juga mengalami karsinoma endometrial pada saat yang bersamaan. Sedangkan pasien dengan
hiperplasia endometrial tanpa atipi yang di histerektomi hanya 5% diantaranya yang juga memiliki karsinoma endometrial.15
2.2. Kanker Endometrium 2.2.1 Definisi
Karsinoma endometrium adalah tumor ganas yang muncul dari sel-sel epitel primer lapisan endometrium. Umumnya dengan differensiasi grandular dan berpotensi mengenai miometrium dan menyebar jauh. 75% tumor ganas endometrium adalah adenokarsinoma, sisanya ialah karsinoma epidermoid atau karsinoma tipe sel squamous (5-10%), adenoakantoma dan adenosquamous(30%), sarkoma uterin (1- 5%).(22,29)
Secara biologis dan histologis, karsinoma endometrium adalah jenis neoplasma yang memiliki dua model pathogenesis. Karsinoma endometrium tipe 1 yang estrogen dependent dan mempunyai prognosis lebih baik, dan karsinoma endometrium tipe 2 non- estrogen dependent yang lebih agresif dan berprognosis lebih buruk.23
2.2.2 Insidensi
Karsinoma endometrium adalah kejadian keganasan tertinggi keenam yang paling sering terjadi yang terjadi pada wanita di seluruh dunia. Dari 290.000 kasus baru yang dilaporkan pada 2008, terhitung 5 % dari semua kasus keganasan baru pada wanita. Penyakit ini paling banyak terjadi di negara maju seperti Amerika, negara-
negara di Eropa tengah dan Eropa timur dan insiden lebih rendah di Afrika timur.
Tingkat kejadian karsinoma endometrium seiring pertambahan usia juga meningkat di negara-negara berkembang.23
Di seluruh dunia, angka kejadian karsinoma endometrium seiring pertambahan usia berkisar antara 15 per 100.000 wanita (di daerah Amerika dan sebagian Eropa) sampai kurang dari 5 per 100.000 wanita (di daerah Afrika dan Asia). Resiko karsinoma endometrium meningkat seiring usia, dimana kebanyakan kasus terdiagnosa setelah menopause. 31, 33
Di Indonesia, sebuah penelitian tahun 2005 mendapatkan prevalensi kanker endometrium di Jakarta mencapai 7,2 kasus per tahun. Usia penderita yang cenderung lebih muda pada penelitian tersebut jika dibandingkan dengan penderita di negara-negara barat dan eropa (berusia>50 tahun terbanyak), kemungkinan disebabkan di indonesia pengguanaan TSH masih sangat jarang. Pemakaian TSH menyebabkan tingginya jumlah penderita kanker ini di negara Barat dan Eropa di era tahun 70-an.32
2.2.3 Etiologi
Kebanyakan kasus karsinoma endometrium (80%) dihubungkan dengan endometrium terpapar stimulasi estrogen secara kronis (hormonal) dari sumber endogen dan eksogen lain. Kanker yang dihubungkan dengan estrogen (estrogen dependent ) ini cenderung untuk mengalami hiperplasia dan berdiferensiasi lebih baik, dan secara umum punya prognosis baik. Sementara itu, tipe kanker endometrium yang tidak bergantung pada estrogen (non estrogen dependent) berkembang dengan non
hiperplasia dan berdiferensiasi jelek dan lebih agresif. Banyak kasus karsinoma endometrium yang dilaporkan pada wanita tanpa faktor resiko yang sudah diketahui seperti mereka dengan gangguan hormonal. Beberapa studi menunjukan bahwa sindroma ovarium polikistik dan resistensi insulin yang merupakan komponen dari sindrom metabolik, dapat berperan dalam pathogenesis karsinoma endometrium.
(31,32,33)
2.2.4 Faktor resiko
Kebanyakan penelitian menyimpulkan bahwa nulipara mempunyai resiko tiga kali lebih besar menderita kanker endometrium dibanding multipara. Berbeda dengan kanker payudara, usia pertama melahirkan tidak memperlihatkan adanya hubungan terhadap terjadinya kanker ini walaupun masa laktasi yang panjang dapat berperan sebagai proteksi.32
Hipotesis bahwa infertilitas menjadi faktor resiko untuk kanker endometrium didukung oleh penelitian- penelitian yang menunjukkan resiko yang lebih tinggi untuk nulipara dibanding wanita yang tidak pernah menikah.Perubahan-perubahan biologis yang berhubungan dengan infertilitas dihubungkan dengan resiko kanker endometrium adalah siklus anovulasi (terekspos estrogen yang lama tanpa progesteron yang cukup), kadar androstenodion serum yang tinggi (kelebihan androstenodion dikonversi menjadi estrone), tidak mengelupasnya lapisan endometrium setiap bulan dan efek dari kadar estrogen bebas dalam serum rendah pada nulipara. 32,33
Usia menarche dini (<12 tahun) berhubungan dengan meningkatnya faktor resiko kanker endometrium walaupun tidak selalu konsisten. Kebanyakan penelitian juga
menunjukkan usia saat menopause mempunyai hubungan langsung terhadap resiko meningkatnya kanker ini. sekitar 70% dari semua wanita yang didiagnosis kanker endometrium adalah pascamenopause.32
Selain yang disebutkan diatas, faktor-faktor resiko yang masih terus diteliti mempunyai hubungan erat dengan kanker ini adalah obesitas, diabetes melitus, hipertensi, asupan gula, kopi, merokok, penggunaan tamoxifen, dan kebiasaan (aktivitas fisik,waktu duduk atau berbaring). Resiko karsinoma karena obesitas dihubungkan dengan kecenderungan peningkatan kadar estrogen yang terjdai akibat perubahan jaringan lemak oleh hormon androgen menjadi estrogen. Sedangkan asupan gula yang tinggi berujung pada kondisi hiperinsulinemia, yang meningkatkan bioavabilitas IGF-1 (insulin- like growth factor-1) sehingga menstimulasi pertumbuhan sel. Asupan gula dan diabetes juga meningkatkan resiko karsinoma endometrium dengan meningkatkan stres oxidatif. 33
Penyakit- penyakit yang diteliti memiliki resiko langsung menjadi karsinoma endometrium adalah sindroma polikistik ovarium dan adanya tumor ovarium, dimana keduanya memiliki dampak menimbulkan ketidakseimbangan hormon, peningkatan produksi estrogen yang akhirnya mengarah pada karsinoma endometrium. Selain penyakit, penggunaan obat tamoxifen untuk penatalaksanaan kanker payudara memiliki pengaruh lain pada jaringan uterus. Pada jaringan uterus, obat ini bertindak seperti estrogen, sehingga bagi wanita yang telah menopause, pengaruhnya dapat membuat pertumbuhan lapisan endometrium secara berlebihan, namun resikonya masih rendah (kurang dari 1% kasus). 35
2.2.5. Patogenesis
Estrogen yang berlebihan diasosiasikan dengan faktor risiko yang berhubungan dengan karsinoma endometrium. Estrogen yang berlebihan menyebabkan stimulasi yang terus-menerus pada endometrium yang dapat menyebabkan hiperplasia endometrium. Wanita dengan hiperplasia tetapi tanpa penemuan sitologik atipikal digolongkan menjadi hyperplasia simple atau kompleks pada basis arsitektur selular yang memiliki risiko yang rendah terkena karsinoma uterus36
Obesitas merupakan salah satu dari risiko terkena karsinoma endometrium.
Perkembangan kanker pada wanita obese dipercaya dimediasi oleh estrogen endogen melalui konversi androstenedione menjadi estrogen oleh enzim aromatase pada jaringan lemak. Menarche awal dan menopause terlambat keduanya merupakan faktor risiko karsinoma endometrium terutama sejak memanjangnya paparan estrogen pada endometrium 36
Dua puluh persen wanita dengan karsinoma endometrium adalah premenopause, lima persennya kurang dari 40 tahun. Kebanyakan wanita muda dengan karsinoma endometrial adalah obese atau memiliki kadar estrogen endogen yang tinggi karena mereka mengalami anovulasi kronik, seperti polycystic ovarian syndrome. Adapun kadar serum estrogen dan progesteron
meningkat menjelang kehamilan, progesteron adalah hormon pada kehamilan yang predominan. Kehamilan melindungi dari karsinoma endometrium dengan menginterupsi stimulasi endometrium berlanjut oleh estrogen. Nulliparitas
36
Tamoxifen adalah antiestrogen sintetik (estrogen antagonis) yang digunakan pada terapi karsinoma mammae. Di samping itu, tamoxifen juga memiliki efek estrogenik (agonis) pada endometrium dan meningkatkan risiko karsinoma endometrium 36
Gambar Patogenesis Karsinoma Endometrium I
Gambar Patogenesis Karsinoma Endometrium II
Sebelum menopause Setelah menopause Persisten adenokarsinoma feminizing tumor ovarium
Anovulasi hiperplasi stroma ovarium
Produksi kel. Adrenal
Sindroma Stein karsinoma penyimpanan dalam jaringan lemak Leventhal in situ kerusakan hati
Perubahan ova terapi estrogen
rium lainnya hyperplasia Terapi estrogen adenomatosa
Hyperplasia gld. Hyperplasia adenomat adenokar
Kistik sinoma
Regresi tetap ca insitu
Folikel kembali regresif
Persisten normal hyperplasia
Gambar. Hubungan Estrogen dengan Kejadian Karsinoma endometrium
Hubungan patogenesis berkembangnya hiperplasia endometrium menjadi suatu karsinoma endometrium dipengaruhi oleh aktivitas paparan estrogen yang mengakibatkan proliferasi yang tidak terkontrol. Aktivitas proliferasi tersebut seharusnya dikendalikan oleh mekanisme apoptosis (kematian sel yang terprogram) yang mempunyai peranan dalam proses karsinogenesis. Proses tersebut tidak hanya dijelaskan secara sederhana dengan adanya peningkatan stimulasi pertumbuhan sel tetapi juga disebabkan oleh hilangnya faktor supresi dan pengendali proliferasi sel serta perubahan pada proses apoptosis yang sampai saat ini masih belum jelas. Hal tersebut ditunjukkan dari penelitian Kurman dkk, dengan selain didapatkan progresi juga terdapat regresi dari hiperplasia non- atipik simpleks sebanyak 80% dan kompleks sebesar 79%.37
Beberapa penelitian mengenai peranan efek stimulasi estrogen terhadap pengendalian pertumbuhan endometrium menjadi suatu lesi prakanker telah diteliti melalui pemeriksaan immunohistokimia. Didapatkan bahwa reseptor
hormon steroid seks yaitu reseptor estrogen dan progesteron memegang peranan utama pada pengaturan proses apoptosis endometrium, yaitu ditandai dengan terdapat perubahan bentuk dan ukuran pada sel kelenjar dan stroma endometrium selama siklus menstruasi .37
Kadar estrogen yang tinggi tanpa diimbangi progesteron dapat ditemukan pada beberapa kondisi seperti : anovulasi dalam jangka waktu yang lama, mengkonsumsi estrogen dalam waktu lama, tumor penghasil estrogen, malfungsi tiroid, dan penyakit hepar 38
Karsinoma endometrium mungkin berasal di area minoris (misalnya, sebuah polip endometrium) atau multifokal difus. Pertumbuhan awal dari tumor dicirikan oleh pola eksofitik yang menyebar. Pertumbuhan tumor ditandai dengan kerapuhan dan perdarahan spontan, bahkan pada tahap awal. Kemudian pertumbuhan tumor ditandai oleh invasi miometrium dan pertumbuhan menuju leher rahim. Empat rute penyebaran terjadi di luar rahim 39 :
1. Langsung
Penyebaran adenokarsinoma endometrium biasanya lambat terutama pada yang differensiasi baik. Penyebarannya ke arah permukaan kavum uteri dan endoserviks. Dari kavum uteri menuju ke stroma endometrium ke miomterium ke ligamentum latum dan organ sekitarnya. Jika telah mengenai endoserviks, penyebaran selanjutnya seperti pada adenokarsinoma serviks.
2. Melalui kelenjar limfe
Penyebarannya melalui kelenjar limfe ovarium akan sampai ke para aorta dan melalui kelenjar limfe uterus akan menuju ke kelenjar iliaka interna, eksterna, dan iliaka komunis serta melalui kelenjar limfe ligamentum rotundum akan sampai ke kelenjar limfe inguinal dan femoral.
3. Melalui aliran darah
Biasanya proses penyebarannya sangat lambat dan tempat metastasisnya adalah paru, hati dan otak. Intrperitoneal atau melalui tuba.
2.2.6 Gejala dan tanda
Diagnosis dini dari karsinoma endometrium hampir sepenuhnya bergantung pada pengetahuan dan kesadaran pasien akan adanya perdarahan pervaginam yang tidak teratur. Sebagian besar keluhan utama yang diderita pasien kanker endometrium adalah perdarahan abnormal pascamenopause bagi pasien yang telah menopause dan perdarahan intermenstruasi bagi pasien yang belum menopause. Seorang klinisi harus mengevaluasi dengan teliti adanya perdarahan saat menstruasi yang berlebihan atau bercak darah. Karena beberapa kelainan atau tumor jinak juga memberikan gejala serupa. Sayangnya, kebanyakan pasien tidak langsung mendatangi tenaga medis saat sampai terjadi perdarahan berbulan-bulan, tahun, atau perdarahan yang berlebihan dan irregular. Pasien dengan tipe Papillary serous tumour atau clear cell tumour sering datang dengan gejala dan tanda yang mengindikasikan karsinoma
epitel ovarium yang sudah memberat. Tipe papillary serous tumour dan clear cell tumour adalah termasuk karsinoma endometrium tipe 2 yang berkembang agresif
dan memiliki prognostik cenderung lebih buruk. Tipe papillary serous tumour (insidensinya 5-10% dari seluruh kasus) adalah jenis yang tumbuh dari sel endometrium yang atrhropi ( biasanya dari wanita lansia) yang memiliki tipikal histologik pertumbuhan selnya lebih tidak beraturan, adanya keratinisasi dengan inti yang atipik. Karsinoma endometrium tipe 2 yang mayor lainnya adalah clear cell tumour dengan insiden lebih rendah ( <5%). Secara mikroskopik,
penampakannya lebih predominan solid, kistik dan tubular atau dapat bercampur (mixed) dari dua atau lebih bentuk ini.33,34
2.2.6 Diagnosis
Untuk mengevaluasi perdarahan intrauterine abnormal, diagnosis dilakukan dengan biopsi endometrium. Namun, pada pasien yang tidak dapat dilakukan biopsi endometrium karena stenosis servikal atau gejala tetap bertahan walaupun hasil biopsi normal, maka dapat dilakukan dilatasi dan kuretase dengan anastesi. Prosedur dilatasi dan kuretase sampai saat ini merupakan baku emas untuk diagnosis kanker endometrium.32
Melalui pemeriksaan mikroskopik biopsi endometrium dan kuret endoserviks biasanya dapat ditegakkan diagnosis adenokarsinoma jenis endometrioid atau musinous, tapi jarang dapat dihubungkan dengan lesi awal berupa adenokarsinoma serviks insitu atau hiperplasia atipik pada endometrium. Terlebih lagi gambaran histologik kanker endometrium sering tumpang tindih atau terkontaminasi dengan sel-sel endoserviks. Padahal, darimana pertumbuhan tumor berasal, apakah dari endometrium atau endoserviks mempengaruhi pilihan terapi jenis pembedahan dan pascapembedahan) yang akan dilakukan. Penelitian terakhir di Jakarta menyatakan bahwa pemeriksaan kimia dengan vimentin dapat membantu membedakan kanker endometrium dan kanker endoserviks, khususnya pada gambaran histologi tumpang tindih dengan sensitivitas (93,7%) dan spesifitas (94,4%) yang cukup tinggi.32,33 Penggunaan histeroskopi untuk deteksi dini (prosedur diagnostik dengan melihat langsung kedalam uterus dengan histeroskop yang biasanya dilakukan bersamaan dengan dilatasi dan kuretase) memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi dalam mendiagnosis dan mengevaluasi uterus jika dicurigai ada lesi awal karsinoma
endometrium. Pada penelitian Yela (2009) menunjukan hasil sensitifitas 96,5% dan spesifitas 93,6% bagi histeroskopi dalam mengenali lesi intra uterin pada pasien menopause dengan perdarahan pervaginam, termasuk lesi awal karsinoma endometrium.37
Penggunaan radiologi pada karsinoma endometrium juga masih terbatas. Secara umum, pada wanita dengan karsinoma endometrium tipe 1 yang progresifitasnya lebih baik, foto thoraks adalah satu-satunya evaluasi radiologis yang dibutuhkan dalam diagnosa preoperativ. Visualisasi menggunakan Computed tomography (CT) atau Magnetic Resonance (MR) biasanya tidak banyak dibutuhkan. Namun dalam beberapa kasus, MRI dapat membantu membedakan karsinoma endometrium dan perluasan dari karsinoma serviks primer. Penelitian Yela (2009) menunjukan penggunaan USG transvaginal juga memiliki hasil yang memuaskan dalam diagnostik kelainan uterus. USG transvaginal dapat mendeteksi lesi pada endometrium dengan ketebalan lebih dari 4-5cm sehingga sangat akurat dalam mendeteksi polip, mioma, hiperplasia ataupun karsinoma endometrium. 32,37
Histologi
Umumnya (70-75% kasus) tipe histologik kanker endometrium adalah endometrial/endometrioid adenokarsinoma, yaitu karsinoma yang berasal dari jaringan kelenjar atau karsinoma yang memiliki karakteristik sel-sel tumornya membentuk struktur seperti kelenjar sehingga membedakan dengan jaringan endometrium normal. Adanya karsinoma tipe endometrium tipe ini biasanya dihubungkan dengan tumor grade rendah dan invasi ke miometrium yang kurang
masiv. Namun, ketika komponen kelenjar berkurang dan diganti dengan jaringan solid dan sel berlapis, tumor ini akan diklasifikasi sebagai grade yang tinggi, sebagai tambahan, endometrium yang atropi biasanya lebih dihubungkan dengan lesi pre- kanker grade tinggi yang umumnya bermetastase.(3) Empat varian dari tipe endometrioid dan tipe histologis lainnya dapat dilihat dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi histologik kanker endometrium oleh The International Society of Gynecologic Pathologist 33,34
1 Endometrioid (75%) (secretory, ciliated, papillary or villoglandular)
2 Adenocarcinoma with squamous differentiation.
3 Adenoacanthoma (benign squamous component) 4 Adenosquamous (malignant squamous component) 5 Uterine papillary serous (5%–10%)
6 Clear cell (1%–5%)
7 Malignant mixed Mullerian tumours or carcinosarcomas (1–2%)
8 Uterine sarcomas (leiomyosarcoma, endometrial stromal sarcoma, undifferentiated) (3%)
9 Mucinous (1%) 10 Undifferentiated.
Sumber : Endometrial Cancer. :ESMO Clinical Practice Guidelines for diagnosis, treatment and follow up. http://annonc.oxfordjournals.org/.
Berdasarkan histopathologinya, terdapat 2 jenis kanker endometrium, yaitu adenokarsinoma endometrium tipe 1 dengan karakteristik berdiferensiasi baik dan invasi secara superfisial. Tipe ini sensitif terhadap progesteron dan penderita cenderung memiliki prognosis yang baik. Adenokarsinoma endometrium tipe 2 berdiferensiasi dengan buruk atau bertipe histologik yang agresif (clear cell, papillary serous) dan berinvasi ke miometrium. Prognosis penderita tipe ini kurang
baik dan memiliki survival rate yang lebih rendah dibanding penderita tipe 1. Selain itu pada beberapa jenis adenokarsinoma endometrium tipe 2 ditemukan peningkatan
molekul-molekul yang umumnya ditemukan pada tipe 1, ini mengindikasikan bahwa adenokarsinoma endometrium tipe 2 dapat terjadi sebagai perburukan dari tipe 1 yang telah ada sebelumnya. 34
Stadium
Pada literatur lama, terdapat 2 jenis stadium pada kanker endometrium, yaitu stadium klinis dan stadium surgikal. Stadium klinik bertujuan untuk menentukan jenis terapi yang akan diberikan, sedangkan stadium surgikal bertujuan untuk menentukan terapi adjuvannya.32,34
Kini penentuan stadium telah bergeser dari stadium klinik ke stadium surgikal/operasi. Akan tetapi stadium klinik masih dipergunakan bila penderita dipertimbangkan tidak dapat menjalani proses pembedahan. Pembagian stadium menurut FIGO (the International Federation of Gynecology and Obstetric) 2009 terlampir dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2 Pembagian Stadium FIGO 2009 34 Stadium Karakteristik
0 Lesi belum menembus membrana basalis 1 Lesi tumor masih terbatas di serviks
1A1 Lesi telah menembus membrana basalis kurang dari 3 mm dengan diameter permukaan tumor < 7 mm
1A2 Lesi telah menembus membrana basalis > 3 mm tetapi < 5 mm dengan diameter permukaan tumor < 7 mm
1B1 Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer < 4 cm 1B2 Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer > 4 cm
II Lesi telah keluar dari serviks (meluas ke parametrium dan sepertiga proksimal vagina)
IIA Lesi telah meluas ke sepertiga proksimal vagina
IIB Lesi telah meluas ke parametrium tetapi tidak mencapai dinding panggul
III Lesi telah keluar dari serviks (menyebar ke parametrium dan atau sepertiga vagina distal)
IIIA Lesi menyebar ke sepertiga vagina distal IIIB Vagina dan atau parametrium terlibat
IIIC Metastase ke pelvic atau kelenjar limfe para aorta IIIC1 Positif limfe node
IIIC2 Positif limfe node para aorta
IV Invasi ke kandung kemih dan atau mukosa usus, atau metastase jauh IVA Invasi ke kandung kemih dan atau mukosa usus
IVB Metastase jauh, termasuk metastase intra abdomen
Sumber : Endometrial Cancer. :ESMO Clinical Practice Guidelines for diagnosis, treatment and follow up. http://annonc.oxfordjournals.org/
Penilaian FIGO secara pathologis meliputi33 :
Kedalaman invasi ke miometrium (ratio invasi dan total ketebalan miometrium.
Keterlibatan serviks (invasi stroma/glandular)
Ukuran tumor dan lokasi ( fundus, segmen bawah rahim, atau serviks)
Meluasnya tumor ke tuba fallopi dan ovarium.
Grade tumor dan tipe histologis sel
Invasi ke kelenjar lmfe dan pembuluh darah /Lymphovascular space invasion (LVSI)
Status kelenjar limfe. Tingkat insidensi keterlibatan kelenjar limfe dalam klasifikasi FIGO ; stage IA :5%, IB :10%, IC; 15%, II: 20%, III : 55%.
Gambar 2.1 Gambaran Pembagian stadium karsinoma endometrium FIGO 200933
Grade
Pada grade 1 lesi minimal dengan kecenderungan belum menyebar keluar uterus, tumor grade 2 memiliki prognosis sedang / intermediet, dan grade 3 identik dengan meningkatnya potensi invasi dalam miometrium serta metastase nodular ke jaringan luar. Metastase kgb pelvis dan para aorta meningkat dengan meningkatnya grade.
Pembagian karsinoma endometrium dalam grade yang paling umum digunakan di seluruh dunia adalah berdasarkan FIGO.34