• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA A."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ayam Broiler

Ayam broiler merupakan hasil persilangan galur murni unggul dan rekayasa genetika dengan karakter pertumbuhan cepat dan selektif. Karakter pertumbuhan cepat dan selektif yakni daging dada yang lebih banyak serta FCR rendah, sehingga sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi daging. Broiler lebih peka tehadap perubahan iklim, mudah stress, pertumbuhan bulu lambat, dan memerlukan pemenuhan nutrisi yang tepat, sehingga kualitas pakan yang baik sangat dibutuhkan (Mulyantono, 2008).

Fase pertumbuhan ayam broiler berdasarkan laju pertumbuhannya terdiri dari fase starter (ayam broiler umur 1 – 21 hari) dan fase finisher (ayam broiler umur 22 – 35 hari atau sampai umur potong yang diinginkan) (Murwani, 2010).

Fase pertumbuhan ayam broiler paling awal adalah fase starter dimana ayam broiler atau Days Old Chick (DOC) membutuhkan induk buatan (brooder). Fungsi brooding adalah menyediakan lingkungan yang sehat dan nyaman secara efisien bagi anak ayam dan untuk menunjang pertumbuhan secara optimal. Fase brooding yakni fase yang paling menentukan, dimana akan berpengaruh terhadap pertumbuhan selanjutnya yaitu fase finisher. Pada saat anak ayam berumur 0 sampai 14 hari, akan terjadi perbanyakan sel atau hyperplasia kemudian pada umur 2 – 4 minggu terjadi proses pembesaran sel atau hypertropy (Fatmaningsih et al., 2016).

Menurut Rasyaf (2006), ayam pedaging adalah ayam jantan dan ayam betina muda yang berumur dibawah 6 minggu ketika dijual dengan bobot badan tertentu, mempunyai pertumbuhan yang cepat, serta dada yang lebar dengan timbunan daging yang banyak. Banyak strain ayam pedaging yang dipelihara di Indonesia.

Strain merupakan kelompok ayam yang dihasilkan oleh perusahaan pembibitan melalui proses pemuliabiakan untuk tujuan ekonomis tertentu. Contoh strain ayam pedaging antara lain CP 707, Starbro, Hybro (Suprijatna et al., 2005).

Ayam broiler disebut juga ras pedaging, merupakan jenis ras unggul hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi.

Broiler merupakan ternak yang penting dalam pemenuhan kebutuhan protein

hewani masyarakat. Daging unggas yang berasal dari ayam broiler diminati oleh

(2)

5

masyarakat secara luas karena memiliki nilai nutrisi terutama kadar protein yang tinggi dibandingkan dengan ternak lain (Andriyanto et al., 2016).

B. Ransum Ayam Broiler

Ransum atau ration adalah sejumlah bahan pakan atau campuran beberapa bahan pakan yang diberikan untuk ternak dalam sehari yang disusun sesuai dengan kebutuhan ternak. Kebutuhan ternak tersebut harus disesusaikan dengan fase pertumbuhan, umur, berat badan, dan status fisiologis (Indah dan Sobri, 2001).

Ransum harus dapat memenuhi kebutuhan zat nutrien yang diperlukan ternak untuk berbagai fungsi tubuhnya, yaitu untuk hidup pokok, produksi maupun reproduksi (Fadilah, 2004).

Amrullah (2003) meyatakan bahwa, khusus untuk ransum broiler, maka ransum broiler hendaklah (1) memiliki nisbah kandungan energi-protein yang diketahui, (2) kandungan proteinnya tinggi untuk menopang pertumbuhannya yang sangat cepat, (3) mengandung energi yang lebih untuk membuat ayam broiler dipanen cukup mengandung lemak. Berikut merupakan kandungan nutrien ayam broiler berdasarkan SNI 2008:

Tabel 1. Kebutuhan nutrien ayam broiler

No Parameter Starter (0-3 minggu) Finisher (3-6 minggu) 1 Kadar air (%) 10,00 (maks. 14,0) 10,00 (maks. 14,0)

2 Protein (%) 23 (min. 19,0) 20 (min. 18,0)

3 Energi (Kkal EM/kg) 3200 (min. 2900) 3200 (min. 2900)

4 Lisin (%) 1,10 (min. 1,10) 1,0 (min. 0,90)

5 Metionin (%) 0,50 (min. 0,40) 0,38 (min. 0,30) 6 Metionin+sistin (%) 0,90 (min. 0,60) 0,72 (min. 0,50)

7 Ca (%) 1,00 (0,90-1,20) 0,90 (0,90-1,20)

8 P tersedia (%) 0,45 (min. 0,40) 0,35 (min. 0,40)

9 P total (%) (0,60-1,00) (0,60-1,00)

Sumber: Standar Nasional Indonesia (2008) C. Telur Infertil

Telur infertil adalah telur yang tidak mengalami perkembangan embrio pada

saat penetasan. Pengecekan fertilitas telur dilakukan dengan peneropongan telur itu

sendiri, telur didekatkan dengan sumber cahaya dengan intensitas tertentu yang

cukup untuk menembus cangkang telur (Nawawi et al., 2015). Telur infertil didapat

dari hasil seleksi limbah penetasan yang biasanya dibuang ke tempat pembuangan

akhir (Glatz et al., 2011). Tepung telur infertil memiliki kandungan bahan kering

sebesar 96,17%, abu 1,51%, protein kasar 29,24%, lemak kasar 27,74%, serat kasar

(3)

6

1,52%, kalsium 0,21%, fosfor 0,47% (Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, 2019).

Pengolahan telur infertil menjadi tepung telur infertil dapat dilakukan dengan berbagai teknik, seperti dengan cara memasak dengan air mendidih (100

o

C selama 3 jam), kemudian dimasukkan dalam oven pada suhu 60

o

C sampai kering (Mahmud et al., 2015) atau dengan merebusnya dalam suhu 100

o

C selama 30 menit lalu menjemur di bawah sinar matahari langsung hingga kering selama 4 hari kemudian digiling menjadi tepung limbah penetasan (Abiola dan Ononkwor, 2003).

D. Bobot Potong

Bobot potong (g) diperoleh dari hasil penimbangan ayam sebelum dipotong dan setelah dipuasakan selama 9 jam. Penimbangan ayam dilakukan pada akhir penelitian untuk mengetahui berat badan akhir. Berat potong sangat erat kaitannya dengan berat badan akhir, bahwa berat potong yang didapat setara dengan berat akhir, semakin tinggi berat akhir maka tinggi pula berat potong yang didapat (Jaelani et al., 2014).

Sunari et al. (2001) menjelaskan bahwa perbandingan bobot karkas terhadap bobot hidup sering digunakan sebagai ukuran produksi dalam bidang peternakan. Scanes et al. (2004) menyatakan pada semua unggas, pertumbuhan ayam jantan lebih tinggi daripada ayam betina, karena adanya sekresi hormon androgen yaitu testosteron. Terjadinya perbedaan kecepatan pertumbuhan karena adanya pengaruh genetik dan lingkungan. Berat badan akhir yang tinggi selama pemeliharaan akan mempengaruhi kepada berat potong yang didapat (Mairizal, 2000). Standar rata-rata bobot potong yang dikeluarkan oleh Japfa Comfeed Indonesia (2013) bahwa rataan bobot badan normal ayam broiler umur 5 minggu adalah 2.140 gram/ekor.

Hafid (1998, 2001) menyatakan bahwa pakan yang mengandung protein

lebih tinggi dari lainnya cenderung memberikan pertambahan bobot badan yang

lebih tinggi, sedangkan pakan yang mengandung protein rendah dan dikonsumsi

dalam jumlah sedikit dapat menyebabkan terjadinya defisiensi atau

ketidakseimbangan asam amino yang menghambat pertumbuhan. Pakan yang

mengandung zat nutrisi dalam keadaan cukup dan seimbang dapat menunjang

(4)

7

pertumbuhan dengan maksimal dan menghasilkan bobot potong yang tinggi (Yamin, 2002).

E. Karkas

Karkas adalah bagian tubuh unggas setelah dilakukan penyembelihan secara halal sesuai dengan CAC/GL 24-1997, pencabutan bulu dan pengeluaran organ dalam (viscera) , tanpa kepala, leher, kaki, paru-paru dan atau ginjal, dapat berupa karkas segar, karkas segar dingin atau karkas beku (SNI, 2009). Berat karkas merupakan gambaran dari produksi daging dari seekor ternak dan pengukuran berat karkas merupakan suatu faktor yang penting dalam mengevaluasi hasil produksi ternak. Bobot karkas adalah bobot karkas setelah dikurangi komponen non karkas, seperti kepala, kaki, darah, bulu dan seluruh isi rongga dada dan rongga perut (Akhadiarto, 2010).

Mait et al. (2019) pada penelitiannya melaporkan ayam broiler umur 35 hari mendapatkan bobot karkas sebesar 1.746 g. Salah satu faktor yang mempengaruhi bobot karkas adalah bobot potong (Hudallah et al., 2007). Bobot potong semakin tinggi maka semakin tinggi pula bobot karkas yang diperoleh (Matitaputty et al., 2011). Persentase bobot karkas broiler berkisar antara 65-75% dari berat hidup pada waktu siap dipotong (Murtidjo, 2003). Persentase karkas berhubungan dengan jenis kelamin, umur dan bobot hidup ayam broiler (Brake et al., 1993).

Pertumbuhan komponen karkas diawali dengan pertumbuhan tulang, lalu pertumbuhan otot yang akan menurun setelah mencapai pubertas selanjutnya diikuti pertumbuhan lemak yang meningkat (Soeparno, 2005). Pembentukan jaringan tubuh unggas sangat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya protein yang dikonsumsi (Widodo, 2002). Tingkat konsumsi protein dapat memberikan pengaruh besar terhadap pertumbuhan jaringan daging dalam tubuh ayam broiler (Rizal, 2006).

F. Lemak Abdominal

Lemak abdomen merupakan bagian dari lemak tubuh yang terdapat dalam

rongga perut. Tumpukan lemak dalam tubuh ayam, termasuk lemak abdomen

terjadi karena energi yang merupakan hasil dari proses metabolisme zat gizi yang

masuk ke dalam tubuh ayam melebihi tingkat kebutuhan yang diperlukan oleh

tubuh itu sendiri, baik itu untuk hidup pokok maupun untuk berproduksi (Oktaviana

et al., 2010). Timbunan lemak abdomen pada tubuh ayam pedaging dipengaruhi

(5)

8

oleh beberapa faktor, yaitu genetik, nutrisi, jenis kelamin, umur ayam dan faktor lingkungan (Tumuva dan Teimouri, 2010).

Konsumsi energi diketahui mempengaruhi secara langsung timbunan lemak

abdomen dalam tubuh ayam pedaging. Penurunan deposisi lemak abdomen pada

ayam pedaging sudah terbukti dapat dilakukan melalui penurunan konsumsi energi

(Rosa et al., 2007). Oktaviana et al. (2010) menyatakan bahwa lemak abdomen

pada tubuh ayam dikatakan berlebih ketika persentase bobot lemak abdomen lebih

dari 3% dari bobot tubuh.

(6)

9 HIPOTESIS

Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh dari penggunaan

tepung telur infertil dalam ransum yang diberikan pada ternak ayam broiler dan

dapat meningkatkan bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan lemak

abdominal ayam broiler.

Referensi

Dokumen terkait

Ayam broiler merupakan ternak yang paling ekonomis bila dibandingkan dengan ternak lain, kelebihan yang dimiliki adalah kecepatan pertambahan/produksi daging dalam

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG DAUN KAYAMBANG (Salvinia molesta) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS KARKAS DAN NILAI NUTRISI DAGING AYAM BROILER, penelitian yang berkaitan

Simpulan berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan tepung gathot (ketela terfermentasi) dalam ransum ayam broiler tidak memberikan pengaruh terhadap

Penggunaan tepung ampas tahu + tepung kulit telur + feed supplement dapat digunakan untuk mensubstitusi penggunaan ransum komersil broiler 512 Bravo sampai 19% tanpa

Pengaruh Penggunaan Tepung Rumput Laut ( Gracilaria verrucosa ) Terfermentasi dalam Ransum Terhadap Produksi Karkas Ayam Broiler.. ( the effect of the fermented seaweed

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus androgynus) dalam ransum terhadap performa ayam broiler umur 14 – 35 hari

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa semakin besar level penggunaan tepung kelopak bunga rosella yang diberikan dalam ransum ayam broiler menunjukan penurunan pada

Studi terbaru mengindikasikan bahwa sisa kuning telur digunakan lebih cepat oleh anak ayam yang sudah mendapatkan ransum lebih awal pada anak ayam broiler saat menetas adalah