• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA

BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI

FADJRI MAARIF

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

i

ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA

BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

FADJRI MAARIF 11160950000006

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

ii

ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA

BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

FADJRI MAARIF 11160950000006 Menyetujui, Pembimbing I Dr. Priyanti, M.Si. NIP. 19750526 200012 2 001 Mengetahui,

Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Dr. Priyanti, M.Si. NIP. 19750526 200012 2 001

Pembimbing II

Dr. Himmah Rustiami, S.P., M.Sc. NIP. 19710605 200003 2 005

(4)

iii Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud. NIP. 19690404 200501 2 005

Skripsi berjudul “Analisis Fenetik Korthalsia spp. di Sumatera Berdasarkan Karakter Morfologi” yang ditulis oleh Fadjri Maarif, NIM. 11160950000006 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 20 Mei 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.

Menyetujui,

Mengetahui,

Penguji II

Dr. Agus Salim, M.Si. NIP. 19720816 199903 1 003 Penguji I

Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si. NIP. 19720322 200212 2 002 Pembimbing I Dr. Priyanti, M.Si. NIP. 19750526 200012 2 001 Pembimbing II Dr. Himmah Rustiami, S.P., M.Sc. NIP. 19710605 200003 2 005

Ketua Program Studi Biologi

Dr. Priyanti, M.Si. NIP. 19750526 200012 2 001

(5)
(6)

v

Fadjri Maarif. Analisis Fenetik Korthalsia spp. di Sumatera Berdasarkan Karakter Morfologi. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. 2020. Dibimbing oleh Priyanti dan Himmah Rustiami.

Korthalsia (Blume) merupakan marga dari anak suku Calamoideae (rotan) dan suku Arecaceae. Korthalsia tersebar luas dari Kawasan Indocina hingga Asia Tenggara, antara lain Borneo, Jawa, Semenanjung Malaya, Sumatera, dan Sulawesi. Penelitian ini dilakukan guna memperoleh karakter kunci secara morfologi dari marga Korthalsia, hubungan kekerabatan, dan persebarannya di Sumatera. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif terhadap karakter morfologi Korthalsia yang dikoleksi dari Sumatera. Spesimen herbarium yang diamati sebanyak 85 nomor koleksi yang disimpan di Herbarium Bogoriense (BO). Sebanyak 30 karakter morfologi diamati pada bagian daun, batang, bunga, dan buahnya. Skoring dilakukan dengan pendekatan multinomial. Analisis dilakukan menggunakan aplikasi NTSys PC 2.02 dengan metode SimQual dan SAHN. Pemetaan persebaran dilakukan menggunakan aplikasi ArcGIS 10.5 dengan bantuan Google Maps untuk mendapatkan titik koordinat. Hasil identifikasi terhadap 85 nomor koleksi didapatkan 9 jenis Korthalsia di Sumatera yang dapat dibedakan berdasarkan tipe okrea, yaitu memeluk batang, menggembung, dan memanjang menjauhi batang dengan tepi menggulung. Karakter morfologi Korthalsia spp. di Sumatera memiliki variasi bentuk, susunan, dan ukurannya. Dendrogram hubungan kekerabatan menunjukkan terdapat 2 kelompok yang terdiri dari masing-masing 4 dan 5 jenis. Koefisien tertinggi dengan nilai 0,93 yang memiliki hubungan kekerabatan paling dekat adalah K. hispida dan K. robusta. Hasil pemetaan persebaran menunjukkan bahwa Korthalsia terdistribusi di seluruh kawasan di Pulau Sumatera dengan jumlah jenis yang bervariasi antara 2 hingga 6 jenis. Tingkat keanekaragaman Korthalsia paling tinggi terdapat di kawasan Sumatera Selatan sebanyak 6 jenis. Data dasar tentang keanekaragaman jenis Korthalsia di Sumatera diharapkan dapat digunakan untuk pengembangan upaya pelestariannya.

(7)

vi

Fadjri Maarif. Phenetic Analysis of Korthalsia spp. in Sumatra Based on Morphological Character. Undergraduate Thesis. Department of Biology. Faculty of Science and Technology. Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. 2020. Advised by Priyanti and Himmah Rustiami.

Korthalsia (Blume) is a genus from sub-family Calamoideae (rattan), family Arecaceae. Korthalsia is widely spread from Indochina to Southeast Asia, including Borneo, Jawa, Malay Peninsula, Sumatra, and Sulawesi. This research was conducted to obtain key morphological characters from the genus Korthalsia, their relationship, also distribution in Sumatra. This research uses descriptive method of Korthalsia morphological characters collected from Sumatra. There are 85 Korthalsia dried herbarium collection numbers deposited at the Bogoriense Herbarium (BO). There are 30 morphological characters observed in the leaves, stems, flowers, and fruit. Scoring is analyzed with a multinomial approach. Analysis was performed using the NTSys PC 2.02 application with SimQual and SAHN methods. Distribution map is performed using the ArcGIS 10.5 application with the help of Google Maps to get the coordinates. The results of identification of 85 collection numbers obtained 9 species of Korthalsia in Sumatra can be distinguished by type of ocrea, namely hugging the stem, bulging, and extending away from the stem with a curled edge. Morphological characters of Korthalsia spp. in Sumatra has a variety of shapes, arrangements, and sizes. Dendrogram relationship shows that there are 2 groups consisting of 4 and 5 species. The highest coefficient with a value of 0.93 that has the closest relationship is K. hispida and K. robusta. Distribution map shows that Korthalsia is distributed throughout the region on the island of Sumatra with a number of species that vary between 2 to 6 species. The highest level of Korthalsia diversity is found in the South Sumatra with 6 species. Basic data on the diversity of species of Korthalsia in Sumatra are expected to be used for the development of conservation.

(8)

vii

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Fenetik Korthalsia spp. di Sumatera Berdasarkan Karakter Morfologi” dalam rangka Tugas Akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih atas dukungan dari banyak pihak yang terlibat dalam penulisan skripsi ini. Penulis berterima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Priyanti, M.Si. selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sebagai Dosen Pembimbing I. 3. Dr. Himmah Rustiami, S.P., M.Sc. selaku Peneliti Pusat Penelitian Biologi

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan sebagai Dosen Pembimbing II. 4. Narti Fitriana, M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Biologi Fakultas Sains

dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Dr. Dasumiati, M.Si. dan Ardian Khairiah, M.Si. selaku Dosen Penguji Seminar Proposal dan Hasil Penelitian.

6. Kepala Pusat Penelitian Biologi - LIPI dan Kepala Herbarium Bogoriense (BO), Bidang Botani beserta para staf.

7. Keluarga dan pihak yang terlibat membantu penulis dalam penyusunan skripsi. Penulis menyadari tulisan ini belum sempurna, oleh karena itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan tulisan ini.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, Mei 2020

(9)

viii

Halaman

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 3 1.3. Tujuan ... 3 1.4. Manfaat ... 3 1.5. Kerangka Berfikir ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Hubungan Kekerabatan Berdasarkan Karakter Fenetik ... 5

2.2. Marga Korthalsia ... 7

2.3. Ayat Al-Qur’an tentang Variasi Morfologi Tumbuhan ... 8

2.4. Rotan ... 9

2.5. Morfologi Rotan ... 11

2.6. Persebaran Rotan ... 13

2.7. Pemanfaatan Rotan ... 15

2.8. Herbarium ... 16

BAB III. METODE PENELITIAN ... 19

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

3.2. Alat dan Bahan ... 19

3.3. Prosedur Kerja ... 19

3.4. Analisis Data ... 23

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1. Morfologi Korthalsia spp. ... 24

4.2. Kunci Identifikasi dan Deskripsi Jenis Korthalsia spp. ... 27

4.3. Hubungan Kekerabatan antar Jenis Korthalsia spp. ... 45

4.4. Persebaran Korthalsia spp. di Sumatera ... 48

(10)

ix

5.2. Saran ... 52 DAFTAR PUSTAKA ... 53 LAMPIRAN ... 58

(11)

x

Halaman

Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian ... 4

Gambar 2. Contoh dendrogram hubungan kekerabatan fenetik ... 6

Gambar 3. Habitus rotan ... 10

Gambar 4. Morfologi okrea ... 12

Gambar 5. Morfologi anak daun Korthalsia ... 13

Gambar 6. Herbarium kering Korthalsia ... 17

Gambar 7. Informasi lokasi dan titik koordinat herbarium Korthalsia ... 21

Gambar 8. Tipe okrea Korthalsia spp. di Sumatera ... 25

Gambar 9. Bentuk anak daun Korthalsia spp. ... 26

Gambar 10. Bentuk perbungaan Korthalsia spp. ... 26

Gambar 11. Bentuk buah Korthalsia spp. ... 27

Gambar 12. Spesimen herbarium Korthalsia debilis (BO) ... 29

Gambar 13. Spesimen herbarium Korthalsia echinometra (BO) ... 31

Gambar 14. Spesimen herbarium Korthalsia flagellaris (BO) ... 33

Gambar 15. Perbedaan morfologi anak daun Korthalsia flagellaris ... 34

Gambar 16. Spesimen herbarium Korthalsia hispida (BO) ... 35

Gambar 17. Spesimen herbarium Korthalsia laciniosa (BO) ... 37

Gambar 18. Spesimen herbarium Korthalsia paucijuga (BO) ... 38

Gambar 19. Spesimen herbarium Korthalsia rigida (BO) ... 40

Gambar 20. Spesimen herbarium Korthalsia robusta (BO) ... 42

Gambar 21. Spesimen herbarium Korthalsia rostrata (BO) ... 44

Gambar 22. Dendrogram kekerabatan Korthalsia spp. di Sumatera secara fenetik ... 45

Gambar 23. Peta persebaran Korthalsia spp. di Sumatera ... 49

(12)

xi

Halaman Tabel 1. Marga rotan dan persebarannya ... 14 Tabel 2. Koleksi herbarium Korthalsia dari Sumatera (BO) ... 20 Tabel 3. Parameter karakter morfologi dan skoring spesimen Korthalsia ... 22

(13)

xii

Halaman Lampiran 1. Tabel jumlah nomor koleksi dan lembar herbarium Korthalsia

spp. di Sumatera ... 58

Lampiran 2. Lokasi dan titik koordinat spesimen herbarium Korthalsia spp. di Sumatera ... 61

Lampiran 3. Data karakterisasi morfologi Korthalsia spp. di Sumatera ... 64

Lampiran 4. Matriks skoring Korthalsia spp. di Sumatera ... 69

(14)

1 1.1. Latar Belakang

Kawasan Malesia sebagai kawasan fitogeografi terbagi menjadi sembilan wilayah, yaitu Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Sulawesi, Borneo (Kalimantan, Sarawak, Brunei, dan Sabah), Sunda Kecil (Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, dan Timor), Maluku, Filipina, dan Nugini (Papua, Papua Nugini, dan Kepulauan Bismarck) (Kalima & Rustiami, 2018). Indonesia termasuk negara kawasan fitogeografi Malesia bersama dengan negara-negara lainnya, seperti Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, Papua Nugini, dan Timor Leste (Kalima & Rustiami, 2018).

Tingkat keanekaragaman tumbuhan Angiospermae di Indonesia khususnya Sumatera diperkirakan 8.391 jenis dan 1.891 jenis di antaranya merupakan endemik (Widjaja et al., 2014). Tingkat keanekaragaman tumbuhan yang tinggi di Sumatera dimanfaatkan oleh penduduk untuk kebutuhan sandang, pangan, dan papan (Widjaja et al., 2014). Salah satu jenis yang memiliki keanekaragaman yang tinggi serta banyak dimanfaatkan oleh penduduk adalah rotan.

Rotan (Calamoideae) merupakan anak suku dari suku Arecaceae atau palem yang merambat pada tumbuhan lain di sekitarnya (Rotinsulu, Suprayogo, Guritno, & Hairiah, 2013). Rotan menjadi salah satu hasil hutan bukan kayu yang banyak dimanfaatkan dan memiliki nilai komersial (Hidayat, Yoza, & Budiani, 2017). Rotan banyak ditemukan di beberapa pulau di Indonesia, antara lain Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera (Widjaja et al., 2014). Sekitar 516 jenis rotan yang terdapat di Asia Tenggara berasal dari 7 marga, yaitu Calamus, Calospatha, Ceratolobus, Daemonorops, Korthalsia, Plectocomia, dan Plectocomiopsis (Herliyana, 2009). Karakter setiap jenis rotan dikelompokkan berdasarkan persamaan ciri-ciri morfologi bagian tubuhnya, antara lain batang, daun, bunga, dan buah (Telu, 2006). Proses identifikasi dan klasifikasi tumbuhan untuk dikelompokkan ke dalam jenis tertentu diperlukan studi morfologi (Tjitrosoepomo, 2004). Parameter hubungan kekerabatan antar jenis dapat ditentukan melalui persamaan karakter morfologi yang terdapat pada jenis tumbuhan, hubungan kekerabatan ini disebut

(15)

fenetik. Klasifikasi yang berdasarkan kesamaan karakter dari beberapa individu dihasilkan dari analisis fenetik (Agustina, Widodo, & Hidayah, 2014)

Dransfield (1980) dalam penelitiannya yang berjudul sinopsis marga Korthalsia, menyatakan bahwa morfologi Korthalsia spp. dapat diamati di beberapa herbaria, di antaranya Herbarium Bogoriense (BO), Meise Botanical Garden Herbarium (BR), Herbarium Universitatis Florentinae (FI), Herbarium Kewense (K), Kepong (KEP), Leiden Herbarium (L), Philippine National Herbarium (PNH), Sandakan (SAN), Kuching (SAR), dan The Singapore Botanic Gardens Herbarium (SING). Penelitian tersebut mendeskripsikan karakter morfologi setiap jenis Korthalsia spp. yang dikoleksi dari berbagai wilayah di dunia. Karakter morfologi setiap jenis Korthalsia spp. diamati berdasarkan spesimen herbarium kering. Penelitian tersebut menjelaskan kondisi spesimen herbarium kering yang diamatinya serta sejarah evolusi marga Korthalsia. Kebaruan penelitian ini adalah dianalisisnya hubungan kekerabatan beberapa jenis Korthalsia spp. di Sumatera berdasarkan karakter morfologi dan dendrogram hubungan kekerabatannya. Selain itu, penelitian ini juga melakukan pemetaan persebaran marga Korthalsia di Sumatera.

Tingginya tingkat keanekaragaman rotan kawasan Asia banyak didominasi oleh jenis-jenis dari Asia Tenggara dengan keanekaragaman rotan tertinggi di Indonesia, salah satunya adalah rotan marga Korthalsia. Penelitian fenetik marga Korthalsia di Indonesia belum pernah dilakukan dan dipublikasikan sehingga penelitian mengenai fenetik marga Korthalsia di Indonesia khususnya Sumatera merupakan penelitian awal. Penelitian ini menggunakan spesimen herbarium kering yang disimpan di Herbarium Bogoriense (BO) sebagai objek pengamatan. Koleksi Korthalsia dari Sumatera di BO dinyatakan sudah lengkap dibanding koleksi Korthalsia dari pulau lain sehingga penelitian ini dapat dilakukan. Penelitian ini dilakukan guna menghasilkan kunci identifikasi, deskripsi jenis, hubungan kekerabatan secara fenetik, persebaran, serta informasi dasar mengenai habitat dan konservasi ex-situ. Penelitian dasar mengenai Korthalsia perlu dilakukan untuk menyediakan informasi dasar yang diperlukan dalam upaya meningkatkan kelestarian, pemanfaatan, dan konservasinya sehingga masyarakat dapat mengetahui informasi jenis-jenis rotan dan potensinya.

(16)

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Apa saja karakter morfologi yang dapat membedakan antar jenis dalam marga Korthalsia di Sumatera?

2. Bagaimana hubungan kekerabatan antar jenis Korthalsia spp. di Sumatera secara fenetik?

3. Bagaimana persebaran Korthalsia spp. di Sumatera?

1.3. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Memperoleh karakter kunci secara morfologi dari marga Korthalsia di Sumatera untuk keperluan identifikasi jenis.

2. Mengonstruksi dendrogram hubungan kekerabatan marga Korthalsia di Sumatera secara fenetik.

3. Mengetahui persebaran Korthalsia di Sumatera serta memvisualisasikannya dalam peta persebaran Korthalsia di Sumatera.

1.4. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi berupa data-data jenis Korthalsia yang terdapat di Sumatera. Kegiatan inventarisasi data dan informasi jenis rotan perlu dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat sehingga diketahui potensi jenis rotan yang bernilai tinggi. Selain inventarisasi data, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran umum persebaran Korthalsia di Sumatera sehingga dapat digunakan sebagai referensi untuk kajian lebih lanjut.

(17)

1.5. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir yang menjadi landasan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut (Gambar 1).

Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian Analisis Fenetik Korthalsia spp. di Sumatera Berdasarkan Karakter Morfologi

Indonesia memiliki tingkat keanekaragaman flora yang tinggi.

Sumatera sebagai kawasan fitogeografi

memiliki keanekaragaman flora endemik dan

potensial seperti rotan.

Rotan banyak ditemukan dengan

variasi jenis yang tinggi.

Belum ada penelitian karakterisasi morfologi dan fenetik rotan jenis

Korthalsia di Indonesia. Dilakukan studi

morfologi rotan jenis Korthalsia di Sumatera sebagai penelitian awal. Pegamatan dilakukan menggunakan spesimen herbarium kering Korthalsia dari Sumatera yang

disimpa di BO.

Parameter pengamatan dalam penelitian ini adalah morfologi Korthalsia serta informasi lainnya seperti persebaran dan habitat. Tabulasi data karakter morfologi dianalisis hubungan kekerabatannya. Inventarisasi data, informasi karakter morfologi, dendrogram hubungan kekerabatan, dan persebaran Korthalsia spp. di Sumatera.

(18)

5

2.1. Hubungan Kekerabatan Berdasarkan Karakter Fenetik

Kekerabatan dalam sistematika tumbuhan dapat diartikan sebagai pola atau hubungan yang didasarkan pada kesamaan ciri atau karakter di antara beberapa jenis tumbuhan sehingga dapat diklasifikasikan berdasarkan karakter tersebut. Berdasarkan jenis data yang digunakan untuk menentukan jauh dekatnya kekerabatan antara dua kelompok tumbuhan, kekerabatan dapat dibedakan atas kekerabatan fenetik dan kekerabatan filogenetik (filetik). Kekerabatan fenetik didasarkan pada persamaan sifat-sifat yang dimiliki masing-masing kelompok tumbuhan tanpa memperhatikan sejarah keturunannya sedangkan kekerabatan filogenetik didasarkan pada asumsi-asumsi evolusi sebagai acuan utama (Arrijani, 2003).

Hubungan kekerabatan tumbuhan ini dilakukan oleh berbagai ahli dikaji melalui berbagai pendekatan (Hasanuddin & Fitriana, 2014). Sejalan dengan perkembangan, pendekatan ini semakin diperbarui, yaitu berdasarkan pada pendekatan kladistik, pendekatan klasifikasi evolusi dan pendekatan fenetik. Penentuan hubungan kekerabatan fenetik secara kualitatif ditentukan dengan cara membandingkan persamaan dan perbedaan ciri yang dimiliki oleh masing-masing takson: dengan menggunakan sejumlah persamaan karakter morfologi, anatomi, embriologi, palinologi, sitologi, kimia, biologi reproduksi, ekologi dan fisiologi (Hasanuddin & Fitriana, 2014). Karakterisasi sifat morfologi merupakan cara determinasi yang paling akurat untuk menilai sifat agronomi dan klasifikasi taksonomi tumbuhan (Karsinah, Sudarsono, Setyobudi, & Aswidinnoor, 2002).

Analisis kekerabatan dapat dilakukan dengan pendekatan fenetik, yaitu pengelompokan organisme berdasarkan kesamaan karakter fenotip (morfologi, anatomi, embriologi, dan fitokimia) (Terry, 2000). Hasil dari analisis fenetik berupa dendrogram yang merupakan klasifikasi jenis berdasarkan persamaan karakter morfologi. Semakin erat kemiripan antar jenis, semakin dekat garis persamaan yang dimiliki.

(19)

Data matriks hasil karakterisasi dapat dianalisis menggunakan aplikasi Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System (NTSys-pc) versi 2.0 dengan metode pengelompokan Unweighted Pair Group Method with Arithmetic Mean (UPGMA). Metode UPGMA mengasumsikan sebuah perhitungan skor indeks kemiripan yang didefinisikan sebagai jumlah total dari jumlah skor karakter yang identik antara dua jenis (Dharmayanti, 2011).

Keanekaragaman jenis rotan di Indonesia sangat tinggi, akan tetapi penelitian mengenai karakterisasi morfologi dan studi hubungan kekerabatan rotan belum banyak dilakukan. Salah satu penelitian mengenai karakterisasi morfologi rotan dilakukan oleh (Rustiami, Mogea, & Tjitrosoedirdjo, 2011). Penelitian tersebut mengkarakterisasi dan merevisi rotan marga Daemonorops di Sulawesi menggunakan analisis fenetik. Penelitian lainnya dilakukan oleh Syam, Chikmawati, & Rustiami, (2016) yang melakukan studi fenetik pada Calamus flabellatus kompleks di Malesia Barat. Hasil dari penelitian tersebut adalah dendrogram hubungan kekerabatan Calamus flabellatus kompleks di Malesia Barat. Dendrogram tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Contoh dendrogram hubungan kekerabatan fenetik (Syam et al., 2016).

Jenis rotan di Indonesia tercatat sekitar 332 jenis, di antaranya 204 jenis dari marga Calamus, 86 jenis dari marga Daemonorops, 25 jenis dari marga Korthalsia, 7 jenis dari marga Ceratolobus, 4 jenis dari marga Plectocomia, 4 jenis dari marga

(20)

Plectocomiopsis, dan 2 jenis dari marga Myrialepsis (Kusmana & Hikmat, 2015). Penelitian mengenai marga rotan yang pernah dilakukan, belum ada penelitian dan publikasi mengenai marga Korthalsia di Sumatera.

2.2. Marga Korthalsia

Korthalsia (Blume, 1843) merupakan marga dari anak suku Calamoideae (rotan) dan suku Arecaceae yang hidup memanjat pada pohon (Baker, Dransfield, & Hedderson, 2000). Persebaran Korthalsia sangat luas, meliputi Indocina, Burma, Pulau Andaman, hingga ke kawasan Asia Tenggara (Sumatera hingga Sulawesi) (Dransfield, Uhl, Asmussen, Baker, Harley, & Lewis, 2008). Saat ini terdapat 28 jenis Korthalsia di dunia dengan tingkat keanekaragaman Korthalsia paling tinggi berada di Borneo dengan jumlah 15 jenis, Semenanjung Malaya 9 jenis, dan Sumatera 9 jenis (Shahimi, Conejero, Prychid, Rudall, Hawkins, & Baker, 2019). Korthalsia banyak ditemukan di Indochina, Burma, Pulau Andaman, hingga Asia Tenggara (Dransfield, 1980). Menurut Dransfield et al. (2002), lebih dari 90 persen rotan terdapat di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

Marga Korthalsia diketahui pertama kali dalam publikasi Blume (1843), publikasi selanjutnya mengenai deskripsi karakter morfologi marga Korthalsia oleh Beccari (1918), dan terakhir oleh Dransfield (1980) mengenai sinopsis marga Korthalsia. Penelitian taksonomi terkini mengenai Korthalsia telah banyak dilakukan dengan berbagai pendekatan dan tujuan, di antaranya Matthes, Moog, Fiala, Werner, Nais, & Maschwitz, (1998) mengkaji hubungan antara K. robusta dengan serangga. Penelitian sejenis juga telah dilakukan oleh Shahimi et al. (2019) menganalisis hubungan antara beberapa jenis Korthalsia dengan semut berdasarkan variasi karakter okrea.

Marga Korthalsia memiliki karakter yang khas, yaitu bentuk daun belah ketupat. Marga Korthalsia memiliki okrea dengan berbagai bentuk dan ukuran, di antaranya okrea yang hanya menutupi sebagian permukaan batang, membengkak, menutupi seluruh permukaan batang, menempel erat, hingga menggulung. Selain berbentuk seperti filamen, okrea pada Korthalsia juga sering dijumpai dengan bentuk seperti jaring atau serabut. Korthalsia memiliki variasi indumentum pada

(21)

batang dan daunnya. Beberapa jenis pada marga Korthalsia memiliki duri dengan ukuran yang pendek maupun ukuran yang panjang (Dransfield, 1980).

Korthalsia sering disebut sebagai ant-plants karena adanya simbiosis mutualisme antara semut dan Korthalsia (Shahimi et al., 2019). Biasanya semut hidup di dalam okrea batang. Bagian batang yang tertutup okrea memiliki rasa yang manis sehingga banyak semut yang hidup dalam okrea. Korthalsia memiliki 25 jenis yang tersebar di beberapa wilayah, antara lain Pulau Andaman, Myanmar, Asia Tenggara, hingga Sulawesi (Dransfield, 2008). Korthalsia juga terdapat di Burma dan Indocina sebanyak 31 jenis dan 6 jenis di Malaya (Dransfield, 1980).

2.3. Ayat Al-Qur’an tentang Variasi Morfologi Tumbuhan

Morfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuk dan struktur tumbuhan berdasarkan karakter morfologi fenetik ataupun anatomi. Morfologi digunakan sebagai pendekatan untuk mengidentifikasi tumbuhan yang memiliki variasi karakter pada struktur luar maupun dalam (Tjitrosoepomo, 2004). Tumbuhan memiliki perbedaan karakter antara satu dengan yang lainnya, umumnya perbedaan ini terekspresikan melalui bentuk morfologi tumbuhan. Variasi morfologi inilah yang menjadi dasar identifikasi atau klasifikasi tumbuhan palem (Dransfield et al., 2008)

Tingkat keanekaragaman tumbuhan dengan variasi morfologinya merupakan salah satu dari sekian banyak kebesaran Allah SWT agar manusia dapat menyadari kekuasaan-Nya dan senantiasa mensyukuri nikmat-Nya. Allah SWT menciptakan tumbuhan dengan berbagai variasi bentuk antara satu dengan yang lainnya. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah Al-An’am ayat 99:

اَن ْج َر ْخَأَف ٍء ْيَش ِ لُك َتاَبَن ِهِب اَن ْج َر ْخَأَف ًءا َم ِءا َمَّسلا َن ِم َل َزْنَأ يِذَّلا َوُه َو

ٌةَي ِناَد ٌنا َوْنِق اَه ِعْلَط ْن ِم ِل ْخَّنلا َن ِم َو اًب ِكا َرَتُم اًّب َح ُهْن ِم ُج ِر ْخُن ا ًر ِض َخ ُهْن ِم

ٰىَلِإ او ُرُظْنا ۗ ٍهِباَشَتُم َرْيَغ َو اًهِبَتْشُم َناَّم ُّرلا َو َنوُتْي َّزلا َو ٍباَنْعَأ ْن ِم ٍتاَّن َج َو

َنوُن ِم ْؤُي ٍم ْوَقِل ٍتاَي َلَ ْمُكِل َٰذ يِف َّنِإ ۚ ِه ِعْنَي َو َرَمْثَأ اَذِإ ِه ِرَمَث

Artinya:

“Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuhan maka Kami keluarkan dari

(22)

tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman” (QS. Al-An’am 6:99).

Dari ayat di atas, Allah SWT berfirman: Lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan. Ayat ini semakna dengan firman Allah SWT yang lain, yaitu: Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. (Al-Anbiya: 30). Adapun firman Allah SWT: Maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Artinya, tanaman dan pepohonan yang hijau; sesudah itu Kami ciptakan padanya biji-bijian dan buah-buahan. Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan: Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak. Yakni sebagian darinya bertumpang tindih dengan sebagian yang lain seperti pada bulir-bulirnya dan lain sebagainya. Dan dari mayang kurma mengurai tangkai-tangkai. Qinwan adalah bentuk jamak dari qinwun, artinya tangkai ketandan (mayang) kurma. yang menjulai. Maksudnya, dekat untuk dipetik dan mudah memetiknya Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan oleh Ali ibnu Abu Talhah Al-Walibi, dari Ibnu Abbas, sehubungan dengan makna firman-Nya: tangkai-tangkai yang menjulai. Yakni tangkai yang menjulai ke bawah bagi pohon kurma yang pendek, sehingga mayangnya yang dipenuhi dengan tangkai buah berada dekat tanah dan mudah dipetik. Sehubungan dengan makna lafal ini, Imru-ul Qais (seorang penyair Jahiliyyah yang ternama) mengatakan: Pucuk pohonnya berdiri tegak, akarnya menghujam ke tanah, dan mayangnya yang dipenuhi dengan tangkai-tangkai menjulai ke bawah, penuh dengan buah kurma yang merah (Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi, 2002).

2.4. Rotan

Rotan (Calamoideae) merupakan salah satu anak suku dari suku Arecaceae (Palmae). Rotan memiliki morfologi tumbuhan berduri yang hidup memanjat dengan organ vegetatifnya seperti organ panjat atau sirus. Rotan memiliki ciri buah

(23)

yang bersisik dan permukaan batangnya licin (Kalima & Setyawati, 2003). Sebanyak 7 marga rotan di Asia Tenggara, terdiri atas sekitar 600 jenis yang terdapat di Asia Tenggara. Rotan memiliki berbagai macam bentuk, mulai dari yang tidak memiliki tangkai hingga jenis rotan yang dapat memanjat tinggi (Dransfield, 1979). Rotan memiliki karakter morfologi bentuk daun berbentuk belah ketupat sehingga mudah dikenali oleh masyarakat dan sering digunakan untuk keperluan sehari-hari (Kusnaedi & Pramudita, 2013). Habitus rotan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Habitus rotan (Dokumentasi Pribadi, 2020)

Rotan tumbuh di daerah tropis, termasuk Indonesia. Rotan tumbuh subur dan tersebar di beberapa wilayah Indonesia, seperti Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan Irian Jaya (Papua). Rotan tumbuh dengan baik di daerah hutan hujan tropis, baik hutan primer maupun hutan sekunder (Telu, 2006).

Rotan tumbuh pada kawasan dengan ketinggian 1.500 m dpl. Persebaran rotan di Asia Tropis berkisar 85%, sisanya tersebar di Australia Utara, Fiji, Afrika Tropis bagian barat, dan Papua Nugini. Rotan yang tumbuh di dunia diperkirakan berjumlah sekitar 850 jenis rotan (Dransfield, 1984). Rotan dapat tumbuh pada kondisi lingkungan dengan intensitas cahaya 20-50%, kelembaban relatif berkisar 40-60%, curah hujan 2.000 mm/tahun, dan pada ketinggian 0-2.900 m dpl. Rotan juga dapat tumbuh pada daerah dataran rendah seperti pantai hingga dataran tinggi seperti daerah pegunungan. Rotan juga mampu hidup dan berkembang pada daerah dengan kondisi yang lembab seperti pinggiran sungai (Sahwalita, 2014).

(24)

2.5. Morfologi Rotan

Akar rotan dapat tumbuh ke atas permukaan (apogeotropis) untuk menjalar sampai permukaan tanah dan ada yang tumbuh ke bawah (geotropis). Akar rotan memiliki tekstur yang bervariasi. Bagian permukaan kulit akar, teksturnya ada yang seperti gabus. Variasi tekstur pada akar rotan ini berkaitan dengan fungsinya sebagai organ yang membantu pernapasan (Kalima & Rustiami, 2018)

Batang rotan memiliki ukuran diameter yang bervariasi setiap jenisnya, ada yang berbentuk ramping hingga memiliki batang berukuran besar. Batang ramping memiliki diameter antara 3-6 cm seperti Calamus javensis, sedangkan batang berukuran besar apabila memiliki diameter hingga 10 cm. Batang rotan memiliki tinggi hingga 175 m, antara lain C. manan dan memiliki batang yang berukuran sangat besar dengan diameter lebih dari 20 cm seperti Plectocomia elongata. Panjang batang rotan dapat tumbuh terus menerus hingga mencapai panjang lebih dari 200 meter (Dransfield & Manokaran, 1993).

Batang rotan memiliki penampang berbentuk lingkaran dan memiliki flagela atau sirus (organ panjat) sebagai alat panjat. Posisi organ panjat ditandai oleh suatu hubungan vertikal pada antar buku dan segaris dengan ketiak daun yang berseberangan (Witono, Rustiami, Hadiah, & Purnomo, 2013). Rotan P. triquetra memiliki bentuk penampang batang segitiga. Selain Plectocomiopsis, Eremospatha juga memiliki bentuk penampang batang segitiga sehingga rotan jenis ini jarang dimanfaatkan batangnya oleh masyarakat (Kalima & Rustiami, 2018)

Selain morfologi batang, marga dan jenis rotan juga memiliki anatomi batang yang berbeda. Berdasarkan karakter anatomi batang rotan, kualitas batang suatu rotan dinilai baik dari susunan serat yang terlihat ketika dilakukan sayatan melintang dan membujur. Batang rotan dengan kualitas baik memiliki serat yang mengandung lignin, sedangkan batang rotan tidak berlignin dan jumlah serat yang sedikit dinilai kurang baik untuk dimanfaatkan sehari-hari (Jasni & Roliadi, 2010). Okrea adalah bagian mulut pelepah yang memanjang melewati kedudukan tangkai daun dan menyelubungi pelepah dari daun berikutnya atau ujung pelepah daun yang memanjang. Okrea berbentuk menyerupai kertas yang menutupi batang, ada pula yang menggulung rapat, berbentuk seperti jala atau jaring, dan

(25)

menggelembung. Variasi tipe okrea dapat dilihat pada Gambar 4 (Kalima & Rustiami, 2018).

Gambar 4. Morfologi okrea A. Tipe okrea menempel erat pada batang; B. Tipe okrea menggembung; C. Tipe okrea memanjang dan menggulung (Dokumentasi Pribadi, 2020)

Rotan memiliki daun majemuk. Daun rotan terdiri atas organ panjat, pelepah daun, rakis, okrea, lutut, dan tangkai daun. Pelepah daun berada pada buku atau ruas dan menutupi ruas batang. Ujung pelepah daun menyempit sehingga menjadi tangkai daun dan rakis daun, tangkai dan rakis inilah yang menjadi tempat duduknya helaian anak daun. Tangkai daun bervariasi ukurannya, dari yang panjang hingga yang pendek (Kalima & Rustiami, 2018).

Pelepah daun pada rotan memiliki duri yang padat dan banyak, tetapi ada juga yang berduri sedikit bahkan tidak berduri sama sekali. Pelepah daun tidak hanya dilapisi oleh duri, tetapi juga terdapat ragam bulu, sisik, atau lapisan lilin. Ujung tempat pelepah daun disebut sebagai mulut pelepah daun (Kalima & Rustiami, 2018).

Tangkai daun umumnya memiliki duri dan panjang yang bervariasi tergantung jenisnya. Pada ujung tangkai daun terdapat rakis yang merupakan tempat anak daun. Tangkai daun pada rotan dapat dijadikan kunci identifikasi untuk menentukan jenis rotan berdasarkan karakter morfologi (Kalima & Rustiami, 2018).

Anak daun pada rotan memiliki susunan yang bervariasi dalam jumlah, bentuk, dan polanya. Pertumbuhan anak daun ada yang berakhir pada ujung rakis, ada pula yang rakisnya tetap tumbuh memanjang sebagai organ panjat yang disebut sirus. Pola susunan daun rotan dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis rotan secara vegetatif. Anak daun pada rotan umumnya menyirip teratur. anak daun pada

(26)

tumbuhan rotan bervariasi, dapat berbentuk jorong dengan tepi anak daun rata, pita, belah ketupat dengan tepi anak daun tidak rata, belah ketupat dengan tepi anak daun rata, dan lanset dengan tepi anak daun rata. Bentuk anak daun dapat dilihat pada Gambar 5 (Kalima & Rustiami, 2018).

Gambar 5. Morfologi anak daun Korthalsia (Dokumentasi Pribadi, 2020)

Rotan biasanya hidup merambat dan memanjat menggunakan organ panjatnya. Organ panjat pada rotan dapat berupa sirus atau kucir. Organ ini memiliki panjang hingga 50 cm dan berfungsi untuk mengaitkan batang rotan pada tegakan pohon inang (Dransfield & Manokaran, 1993). Sirus merupakan modifikasi anak daun yang tumbuh melampaui ujung daun dan dilengkapi dengan duri, duri ini berfungsi seperti mata kail untuk mengaitkan pada tegakan pohon. Flagela merupakan perbungaan rotan yang bersifat steril dan tumbuh pada pelepah daun di dekat lutut batang rotan (Kalima & Rustiami, 2018)

2.6. Persebaran Rotan

Rotan memiliki 600 jenis yang terbagi ke dalam 13 marga, di antaranya terdapat pada daerah tropis. Marga rotan yang terdapat di dunia saat ini, 3 di antaranya merupakan marga rotan endemik yang terdapat di Afrika, yaitu Laccosperma, Eremospatha, dan Oncocalamus (Dransfield, 1992).

Keragaman jenis rotan ditemukan di Semenanjung Malaya, yaitu pusat daerah dengan iklim basah di Paparan Sunda. Rotan yang terdapat di Asia Tenggara berjumlah 11 marga, yaitu Calamus, Daemonorops, Korthalsia, Plectocomia, Ceratolobus, Plectocomiopsis, Myrialepsis, Calosphata, Bejaudia, dan dua marga

(27)

lainnya belum dipublikasi (Dransfield, 1979). Jenis rotan dan persebarannya di dunia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Marga rotan dan persebarannya (Uhl & Dransfield, 1987).

Marga Jumlah Persebarannya

Calamus 370 – 400 Asia Tropis, India dan Sri Lanka, China, Fiji,

Vanuatu, Australia

Calospatha 1 Semenanjung Malaya

Ceratolobus 6 Semenanjung Malaya, Sumatera, Borneo,

Jawa

Daemonorops 115 India dan Cina hingga Papua Nugini

Eremospatha 10 Afrika

Korthalsia 26 Indocina dan Burma hingga Sulawesi

Laccosperma 5 Afrika

Myrialepsis 1 Indocina, Thailand, Burma, Sumatera, dan

Semenanjung Malaya

Oncocalamus 4 Afrika

Plectocomia 16 Himalaya dan Cina Selatan hingga Malaysia

Plectocomiopsis 5 Laos, Thailand, Semenanjung Malaya,

Borneo, Sumatera

Pogonotrium 3 Borneo, Semenanjung Malaya

Retispatha 1 Borneo

Persebaran rotan di kawasan Asia Tenggara, yaitu Korthalsia terdapat di pusat keragaman Paparan Sunda, Indocina, Burma, Pulau Andaman, beberapa jenis ditemukan di luar wilayah ini. Calamus terdapat mulai dari Afrika Barat sampai Fiji dan dari Cina Selatan sampai Queensland. Calosphata terdapat di Semenanjung Malaya. Ceratolobus terdapat di Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan, dan Jawa. Daemonorops terdapat mulai dari Cina Selatan dan India Selatan sampai di Kepulauan Nugini (pusat keragaman di Sumatera dan Kalimantan). Plectocomia terdapat di Bali, Jawa, Sumatera, Kalimantan, Filipina, Semenanjung Malaya, dataran Asia Tenggara, kaki Gunung Himalaya, dan Cina Selatan. Plectocomiopsis terdapat di Sumatera, Kalimantan, Semenanjung Malaya, Thailand, dan Indocina (Sanusi, 2012).

(28)

2.7. Pemanfaatan Rotan

Rotan termasuk tumbuhan hasil hutan yang bernilai penting karena dapat meningkatkan devisa negara. Indonesia merupakan negara penghasil rotan terbesar di dunia dan telah memberikan kebutuhan bahan baku rotan di dunia sebesar 85% (Jasni, Damayanti, & Kalima, 2012). Negara lainnya seperti Filipina, Vietnam dan negara Asia lainnya juga merupakan negara penghasil rotan di dunia (Retraubun, 2013). Dari jumlah tersebut, 90% rotan di Indonesia berasal dari hutan alam yang ada di Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan, serta 10% sisanya berasal dari hasil budidaya rotan (Kalima & Jasni, 2015)

Batang rotan dapat digunakan untuk semua bahan dasar pembuatan tali tambang, digunakan utuh, dan dibelah untuk dianyam menjadi keranjang. Masyarakat lokal biasa menggunakan rotan untuk menangkap ikan, tongkat untuk berjalan, peralatan rumah tangga, dan lain-lain (Dransfield, 1979).

Rotan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk keperluan sehari-hari maupun untuk diperdagangkan seperti kerangka mebel dalam bentuk belahan kulit, terasnya untuk tikar dan keranjang (Kalima, 2008). Rotan yang memiliki ukuran diameter besar dapat digunakan sebagai komponen mebel termasuk yang dibuang kulitnya. Rotan yang memiliki ukuran diameter kecil dapat dibelah dua untuk dijadikan keranjang atau lampit. Kulit rotan dapat dijadikan tas, anyaman, dan barang kerajinan. Bila batang rotan dibelah berbentuk hati (core) dengan ukuran diameter 5 mm dapat digunakan untuk komponen mebel atau keranjang, sedangkan jika dibelah menjadi ukuran diameter yang lebih kecil sekitar 3-4 mm disebut fitrit dapat digunakan sebagai barang kerajinan, anyaman, dan keranjang (Kalima & Jasni, 2015).

Tingkat pemanfaatan rotan yang tinggi dikarenakan kualitas rotan yang baik sehingga mendukung fungsinya sebagai bahan sandang dan papan. Kualitas rotan yang baik dipengaruhi oleh komposisi kimia dalam rotan. Komposisi kimia rotan terdiri dari selulosa, lignin, dan zat ekstraktif. Komposisi kimia pada batang rotan berpengaruh pada proses pengolahan rotan mulai dari pembelahan, pelengkungan, dan pemutihan (Rachman & Jasni, 2013) serta keawetan alami rotan. Karakteristik keawetan akan mempengaruhi umur atau durasi pakai rotan atau produk turunan rotan yang dihasilkan (Jasni & Roliadi, 2010). Semakin tinggi nilai keawetannya

(29)

maka akan meningkatkan umur pakainya. Karakteristik keawetan rotan ditentukan oleh kadar selulosa dan lignin yang terkandung di dalamnya.

Jasni, Pari, & Kalima, (2016) dalam penelitiannya mengenai komponen kimia 12 jenis rotan dari Papua menunjukkan bahwa kandungan selulosa pada batang rotan berkisar 42.29-52.82% dan kandungan lignin pada batang rotan berkisar 21.00-33.37%, sedangkan untuk ketahanan 12 jenis rotan dari Papua terhadap rayap tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren.), menghasilkan kelas ketahanan I (3 jenis), kelas II (5 jenis), kelas III (2 jenis), kelas II (2 jenis) dan kelas V (1 jenis). Untuk rotan dengan kelas ketahanan III, IV, dan V, dilakukan pengawetan untuk memperpanjang umur pakai rotan (Jasni et al., 2016).

Pengetahuan kelas ketahanan terhadap tingkat keawetan rotan sangat membantu dalam proses pemanfaatan rotan di industri. Rotan dengan kelas ketahanan I dan II dapat dimanfaatkan untuk menyuplai kebutuhan rotan komersial baik untuk mebel, anyaman atau barang kerajinan lain yang membutuhkan umur pakai lama. Rotan dengan kelas awet III dan V sebelum digunakan untuk bahan produksi, sebaiknya diawetkan terlebih dahulu agar memperpanjang umur pakainya. Rotan dengan kelas awet yang rendah dapat juga dimanfaatkan untuk membuat mikrokristalin selulosa berbahan rotan (Steven, Mardiyanti, Suratman, 2014). Mikrokristalin ini dapat diaplikasikan pada berbagai produk, antara lain electronic display, packaging, optical device, super absorbant, nanokomposit serta biokomposit (Eichhorn et al., 2010).

2.8. Herbarium

Herbarium merupakan material pokok yang penting dalam studi sistematika tumbuhan. Herbarium mempunyai dua pengertian, pertama dapat diartikan sebagai tempat penyimpanan spesimen tumbuhan baik yang kering maupun basah. Selain tempat penyimpanan juga digunakan untuk studi mengenai tumbuhan terutama untuk tata nama dan klasifikasi. Herbarium sangat erat kaitannya dengan kebun botani, institusi riset, ataupun pendidikan (Murni, Muswita, Harlis, Yelianti, & Kartika, 2015).

Pengertian kedua dari herbarium adalah spesimen (koleksi tumbuhan), baik koleksi basah maupun kering. Spesimen kering pada umumnya telah dipres dan

(30)

dikeringkan, serta ditempelkan pada kertas (kertas mounting), diberi label berisi keterangan yang penting dan sulit dikenali secara langsung dari spesimen kering tersebut Gambar 6, diawetkan serta disimpan dengan baik di tempat penyimpanan yang telah disediakan. Spesimen basah yaitu koleksi yang diawetkan dengan menggunakan larutan tertentu, seperti FAA (Formaldehid Acete Alkohol) atau alkohol (Murni et al., 2015).

Gambar 6. Herbarium kering Korthalsia (Dokumentasi Pribadi, 2020)

Spesimen herbarium selalu dilengkapi dengan informasi data berupa keterangan ringkas flora yang dikoleksi, seperti nama pengumpul/kolektor, nomor dan tanggal koleksi, lokasi penemuan, habitat, nama lokal, deskripsi singkat morfologi, dan pemanfaatannya. Spesimen herbarium merupakan bukti ilmiah eksistensi suatu flora yang berada pada kawasan tertentu di waktu tersebut (Damayanto & Rahmawati, 2018)

Koleksi spesimen di Herbarium Bogoriense (BO) dibagi menjadi dua spesimen, yaitu spesimen umum dan spesimen tipe. Spesimen umum adalah koleksi yang diperoleh saat melaksanakan kegiatan eksplorasi flora di suatu wilayah. Koleksi spesimen umum ini untuk menggambarkan daerah sebaran biota dan ekosistemnya (Widjaja et al., 2014). Spesimen tipe adalah spesimen rujukan dari hasil pertelaan jenis baru (Ardiyani, Dwibadra, Dewi, Mulyadi, Meliah, Maryanto, Rustiami, Arifiani, Rahajoe, Sutrisno, & Kanti, 2017). Spesimen tipe bernilai sangat penting karena pertelaan jenis baru didasarkan pada koleksi tipe (Widjaja et al., 2014). Semakin banyak jenis baru yang dipertelakan semakin bertambah jumlah keanekaragaman jenis di suatu wilayah (Damayanto & Rahmawati, 2018). Koleksi

(31)

spesimen umum lebih banyak dibandingkan spesimen tipe. Koleksi spesimen tipe di BO berjumlah 17.037 lembar yang terdiri dari 19.289 jenis dan 1.657 marga (Widjaja et al., 2014) dari total hingga 1 juta spesimen di BO.

Pengertian herbarium dapat diartikan menjadi beberapa makna. Herbarium mengacu tiga hal, yaitu: (1) sekumpulan koleksi contoh tumbuhan yang dikeringkan atau diawetkan, diklasifikasi, dan ditempel pada kertas plak; (2) kotak, lemari, ruang, atau gedung tempat menyimpan contoh tumbuhan yang diawetkan; dan (3) lembaga yang mengelola tempat menyimpan contoh tumbuhan yang diawetkan untuk keperluan penelitian (Girmansyah, Santika, & Suratman, 2006).

(32)

19 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2019 hingga Maret 2020. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sistematika Tumbuhan, Herbarium Bogoriense (BO), Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu kaca pembesar, pensil, penghapus, pulpen, penggaris, buku catatan, kamera, laptop, dan aplikasi NTSys pc versi 2.02. Bahan yang digunakan dalam penelitian, yaitu spesimen herbarium kering Korthalsia asal Sumatera yang disimpan di BO.

3.3. Prosedur Kerja 1. Koleksi Sampel

Spesimen herbarium kering Korthalsia dikoleksi dari beberapa tempat di Sumatera. Spesimen yang diamati merupakan koleksi kering Korthalsia spp. yang disimpan di BO. Koleksi Korthalsia dipilih berdasarkan lokasi ditemukannya, yaitu kawasan Sumatera. Korthalsia yang tumbuh di habitat aslinya sebelumnya telah dikoleksi oleh beberapa kolektor secara lengkap mulai dari organ vegetatif hingga organ generatifnya, lalu diproses menjadi herbarium kering. Proses pembuatan herbarium kering mengacu pada Rugayah, Retnowati, Windadri, & Hidayat (2004). Koleksi herbarium memuat informasi mengenai lokasi ditemukannya tumbuhan tersebut. Lokasi dapat berupa nama tempat atau titik koordinat.

Herbarium yang disimpan di BO terdapat 199 lembar spesimen herbarium yang tergolong menjadi 85 nomor koleksi sebagai objek pengamatan (Tabel 2). Koleksi yang dipilih adalah koleksi yang memiliki organ lengkap, baik vegetatif dan generatif dan tidak rusak sehingga dapat diamati karakter morfologinya. Organ vegetatif yang diamati antara lain batang, okrea, tangkai daun, dan helaian anak daun, sedangkan organ generatifnya berupa bunga dan buahnya.

(33)

Tabel 2. Koleksi herbarium Korthalsia dari Sumatera (BO)

Jenis Jumlah Nomor

Koleksi Jumlah Lembar Spesimen Korthalsia rigida 22 53 Korthalsia rostrata 19 40 Korthalsia echinometra 11 37 Korthalsia flagellaris 12 29 Korthalsia laciniosa 6 16 Korthalsia debilis 7 9 Korthalsia hispida 3 7 Korthalsia robusta 3 6 Korthalsia paucijuga 2 2 Total 85 199

2. Operational Taxonomic Unit (OTU)

Operational Taxonomic Unit (OTU) merupakan metode pengelompokan objek yang akan diamati untuk mewakili organisme tertentu (Schloss, 2011). Operational Taxonomic Unit (OTU) yang digunakan dalam penelitian ini adalah nomor koleksi. Pemilihan nomor koleksi dijadikan sebagai OTU dikarenakan pada tingkatan nomor koleksi, organisme yang diwakilkan dinilai representatif dibandingkan dengan lembar herbarium. Setiap nomor koleksi herbarium terdiri atas beberapa lembar herbarium dan mencakup organ tumbuhan yang lengkap dan representatif.

3. Pengamatan Morfologi

Morfologi Korthalsia spp. diamati berdasarkan karakter organ vegetatif (batang, okrea, tangkai daun, dan helaian anak daun) dan organ generatif (bunga dan buah). Organ tersebut diamati dan dicatat morfometriknya, antara lain panjang batang, diameter batang, panjang duri, panjang tangkai daun, diameter tangkai daun, panjang helaian anak daun, lebar helaian anak daun, diameter bunga, panjang sirus, diameter buah, dan panjang buah. Pengukuran morfometrik dilakukan dengan menggunakan penggaris dan kaca pembesar. Metode identifikasi dan terminologi karakter morfologi Korthalsia spp. mengacu pada pustaka Harris & Harris (1994), Dransfield (1979), Dransfield (1997), Barfod & Dransfield (2013).

(34)

4. Pemetaan Persebaran Korthalsia

Informasi lokasi tumbuhnya Korthalsia terdapat pada label informasi yang tertera di spesimen herbarium (Gambar 7). Informasi lokasi dapat berupa nama tempat atau titik koordinat lokasi ditemukannya. Nama tempat dan titik koordinat ditelusuri menggunakan Google Maps untuk mendapatkan lokasi detailnya (Lampiran 2). Pola persebaran dibuat menggunakan aplikasi ArcGIS 10.5 dengan metode ArchMap.

Gambar 7. Informasi lokasi dan titik koordinat herbarium Korthalsia (Dokumentasi Pribadi, 2020)

5. Parameter Pengamatan

Metode pengamatan fenetik dalam penelitian ini menggunakan persamaan morfologi sebagai karakter yang diamati. Nomor koleksi pada setiap jenis dijadikan sebagai Operational Taxonomic Unit (OTU). Setiap jenis Korthalsia diberikan nilai berdasarkan kesesuaian morfologi spesimen dengan karakter yang telah disediakan.

Setiap jenis yang diamati diberikan skor berdasarkan kesesuaian objek dan parameter yang telah ditentukan. Jika karakter pada jenis yang diamati memiliki kesesuaian terhadap karakter yang telah ditentukan, maka jenis tersebut diberikan nilai yang sesuai dengan karakter.

Data morfometrik dikonversi menjadi data multinomial (nilai 1, 2, dan 3) dengan skoring berdasarkan karakter morfologi Korthalsia yang ditetapkan.

(35)

Karakter jenis Korthalsia sesuai dengan karakter yang telah ditetapkan maka diberikan nilai 2 atau 3, sedangkan bila tidak sesuai diberi nilai 1. Karakter morfologi dan klasifikasi skor yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Parameter karakter morfologi dan skoring spesimen Korthalsia

No. Karakter Sifat karakter dan skoring

1. Tinggi pohon (a) < 20 m (1), ≥ 20 m (2) 2. Diameter batang tanpa okrea (b) < 1 cm (1), ≥ 1 cm (2) 3. Diameter batang dengan okrea (c) < 2 cm (1), ≥ 2 cm (2)

4. Tipe okrea (d) Memeluk batang (1), Menggembung (2), Memanjang dengan tepi menggulung (3) 5. Panjang okrea (e) < 10 cm (1), ≥ 10 cm (2)

6. Duri pada okrea (f) Tidak (1), Ya (2) 7. Panjang duri (g) < 2 cm (1), ≥ 2 cm (2) 8. Sebaran duri (h) Soliter (1), Cluster (2)

9. Bentuk anak daun (i) Belah ketupat (1), Pita (2), Lanset (3) 10. Bentuk ujung anak daun (j) Lancip (1), Meruncing (2)

11. Bentuk tepi anak daun (k) Bergerigi (1), Rata (2) 12. Bentuk pangkal anak daun (l) Membaji (1), Menyempit (2) 13. Indumentum pada permukaan

anak daun (m)

Tidak (1), Ya (2) 14. Warna permukaan bawah anak

daun (n)

Berbeda (1), Sama (2)

15. Posisi anak daun (o) Berseling (1), Berpasangan (2) 16. Jumlah anak daun (p) < 20 (1), ≥ 20 (2)

17. Gagang anak daun (q) Tidak (1), Ya (2)

18. Panjang anak daun (r) < 20 cm (1), ≥ 20 cm (2) 19. Lebar anak daun (s) < 5 cm (1), ≥ 5 cm (2) 20. Panjang daun (t) < 1 m (1), ≥ 1 m (2) 21. Anak tulang daun terlihat jelas (u) Tidak (1), Ya (2)

22. Panjang gagang daun (v) < 10 cm (1), ≥ 10 cm (2) 23. Panjang rakis (w) < 50 cm (1), ≥ 50 cm (2) 24. Panjang sirus (x) < 1 m (1), ≥ 1 m (2) 25. Panjang perbungaan (y) < 50 cm (1), ≥ 50 cm (2) 26. Panjang rachillae (z) < 15 cm (1), ≥ 15 cm (2) 27. Lebar rachillae (aa) < 1 cm (1), ≥ 1 cm (2) 28. Bentuk buah (ab) Bulat (1), Lonjong (2) 29. Panjang buah (ac) < 2 cm (1), ≥ 2 cm (2) 30. Lebar buah (ad) < 1,5 cm (1), ≥ 1,5 cm (2)

(36)

Objek yang diamati dalam penelitian ini, yaitu karakter morfologi batang, okrea, duri, daun, bunga, dan buah dengan rincian karakter pada Tabel 3. Tabulasi data memuat informasi berupa ukuran morfometrik setiap organ dari setiap koleksi jenis Korthalsia di Sumatera. Karakter morfologi yang menjadi parameter pengamatan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu pengamatan secara kualitatif dan kuantitatif. Karakter morfologi yang diamati secara kualitatif adalah karakter berupa bentuk, warna, dan ketersediaan organ tertentu, sedangkan karakter yang diamati secara kuantitatif adalah karakter yang diukur dan dinyatakan dalam bentuk angka, seperti tinggi, diameter, panjang, lebar, dan jumlah.

3.4. Analisis Data

Hubungan kekerabatan dianalisis menggunakan aplikasi NTSys pc versi 2.0. Karakter morfologi yang dianalisis hubungan kekerabatannya adalah 30 karakter yang diuraikan pada Tabel 3.. Spesimen yang diberikan nilai adalah 9 jenis Korthalsia dari Sumatera dan karakter morfologi diberikan kode huruf alfabet. Karakter morfologi yang dianalisis dipilih berdasarkan studi pendahuluan dan beberapa referensi dan mengenai Korthalsia.

Skoring data multinomial pada pengamatan morfologi dianalisis menggunakan UPGMA (Unweighted Pair Group Method with Aritmathic means) dengan menggunakan prosedur SIMQUAL (Similarity for Qualitative Data). Hubungan kekerabatan (similarity) dianalisis menggunakan aplikasi NTSys pc (Numerical Taxonomy and Multivariate System) versi 2.02. Hasil matriks kemiripan dianalisis menggunakan SAHN (Sequential Angglomerative Hierarchical and Nested) (Lampiran 5).

Pola persebaran Korthalsia di Sumatera dianalisis menggunakan program ArcGIS. Informasi titik koordinat pada label dimasukkan ke dalam tabulasi data kemudian dianalisis menggunakan ArcGIS. Hasil analisis ini adalah peta dengan pola persebaran Korthalsia di Sumatera.

(37)

24

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di BO didapatkan 9 jenis Korthalsia spp. dari Sumatera, yaitu Korthalsia debilis, K. echinometra, K. flagellaris, K. hispida, K. laciniosa, K. paucijuga, K. rigida, K. robusta, dan K. rostrata. Jenis Korthalsia yang paling banyak dikoleksi, yaitu K. rigida dengan 22 nomor koleksi dan koleksi yang paling sedikit, yaitu K. paucijuga dengan 2 nomor koleksi. Spesimen herbarium Korthalsia paling tua, yaitu K. flagellaris dan K. rigida yang dikoleksi oleh Heyne pada tahun 1913 (Lampiran 1).

4.1. Morfologi Korthalsia spp.

Korthalsia spp. termasuk jenis rotan yang dapat memanjat hingga ketinggian lebih dari 10 m. Karakter morfologi Korthalsia spp. secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan pengamatan karakter morfologi yang telah dilakukan, diketahui terdapat 4 organ kunci yang dapat membedakan antar jenis Korthalsia spp. di Sumatera, yaitu okrea, anak daun, perbungaan, dan buah. Korthalsia memiliki batang yang ditutupi pelepah, beberapa jenis Korthalsia memiliki duri pada permukaan pelepahnya. Diameter batang berkisar 1 - 2,5 cm. Pelepah yang menutupi batang umumnya memiliki warna yang bervariasi, seperti kuning, hijau, dan coklat. Pelepah pada Korthalsia juga dilapisi indumentum pada permukaannya.

Korthalsia memiliki variasi bentuk pada okrea, seperti menggembung, memanjang ke atas dengan tepi menggulung, berbentuk serabut atau jala, serta lembaran yang memeluk batang. Tipe okrea Korthalsia spp. di Sumatera hanya terdapat 3 variasi, yaitu memeluk erat batang, menggembung, dan memanjang dengan tepi menggulung (Gambar 8). Okrea pada jenis-jenis Korthalsia spp. dilapisi dengan indumentum berwarna kecokelatan. Panjang okrea berkisar 0,5 - 50 cm. Beberapa tipe okrea pada Korthalsia terdapat duri dengan ukuran yang berbeda setiap jenisnya, yaitu berkisar 0,2 - 6 cm. Sebaran duri pada pelepah dan okrea umumnya soliter (tidak berkelompok).

(38)

Gambar 8. Tipe okrea Korthalsia spp. di Sumatera A. Okrea memeluk batang; B. Okrea menggembung; C. Okrea memanjang diagonal ke atas dengan tepi samping okrea menggulung (Dokumentasi Pribadi, 2020)

Daun Korthalsia termasuk daun majemuk dengan panjang daun berkisar 50 - 250 cm termasuk gagang daun dan sirus. Gagang daun Korthalsia memiliki ukuran berkisar 2 - 30 cm. Gagang daun memiliki bentuk permukaan adaksial yang rata dan permukaan abaksial yang cenderung cembung. Umumnya terdapat gagang anak daun pada rakis, akan tetapi jenis tertentu tidak memiliki gagang anak daun. Sirus merupakan perpanjangan dari rakis (tempat dudukan anak daun). Panjang sirus pada daun berkisar 30 - 100 cm. Sirus pada Korthalsia memiliki duri berbentuk seperti mata kail yang tersebar secara beruas.

Anak daun umumnya tersusun berseling, tetapi beberapa jenis tertentu memiliki susunan anak daun berpasangan. Jumlah anak daun berkisar 6 - 50 helai setiap rakis. Anak daun umumnya berbentuk rhomboid atau belah ketupat. Namun, beberapa jenis memiliki bentuk daun seperti pita dan melanset (Gambar 9). Panjang anak daun berkisar 15 - 30 cm dan lebar berkisar 3 - 13 cm. Sisi tepi ujung anak daun berbentuk praemorse atau bergerigi. Namun, K. echinometra memiliki bentuk tepi entire atau rata. Bentuk ujung anak daun yaitu meruncing dan lancip. Bentuk pangkal anak daun yaitu membaji dan menyempit. Anak daun Korthalsia memiliki variasi warna pada permukaannya, seperti hijau tua, hijau kekuningan, hingga hijau kebiruan. Umumnya permukaan daun Korthalsia terdapat indumentum pada sisi bawahnya.

(39)

Gambar 9. Bentuk anak daun Korthalsia spp. A. Bentuk belah ketupat; B. Bentuk memanjang dan tidak lebar; C. Bentuk memanjang dan meruncing (Dokumentasi Pribadi, 2020)

Perbungaan Korthalsia memiliki ukuran yang bervariasi (Gambar 10). Perbungaan terletak pada bagian batang. Organ perbungaan terdiri atas gagang perbungaan (peduncle) dan rachillae. Permukaan perbungaan umumnya terdapat indumentum. Struktur perbungaan memiliki ruas, setiap ruas terdapat satu buah rachillae. Jumlah rachillae pada setiap jenis bervariasi, umumnya berkisar 2 - 4 rachillae setiap perbungaan. Ukuran rachillae setiap jenisnya berbeda. Panjang rachillae berkisar 9 - 20 cm dan lebar 0,5 - 2 cm.

Gambar 10. Bentuk perbungaan Korthalsia spp. A. Perbungaan dengan ukuran rachillae panjang dan kecil; B. Perbungaan dengan ukuran rachillae panjang dan besar; C. Perbungaan dengan ukuran rachillae pendek dan besar (Dokumentasi Pribadi, 2020)

Buah Korthalsia umumnya memiliki bentuk bulat dan beberapa jenis berbentuk lonjong (Gambar 11). Bentuk buah bulat terdapat pada jenis K. debilis, K. paucijuga, dan K. rigida. Sedangkan, buah dengan bentuk lonjong terdapat pada

A

B

C

(40)

jenis K. echinometra, K. flagellaris, K. hispida, K. laciniosa, K. robustra, dan K. rostrata. Buah dilapisi kulit dengan bentuk seperti sisik berwarna coklat kemerahan. Bentuk ujung bagian bawah pada buah terdapat perbedaan antara K. echinometra dan K. rostrata. Bentuk ujung buah K. echinometra meruncing, sedangkan buah K. rostrata lancip. Tekstur sisik buah keduanya juga berbeda. Buah K. rostrata memiliki sisik yang lebih menonjol dibanding buah K. echinometra. Ukuran buah bervariasi setiap jenisnya. Panjang buah berkisar 1 - 2,5 cm dan lebar 1 - 1,6 cm.

Gambar 11. Bentuk buah Korthalsia spp. A. Bentuk buah Korthalsia echinometra; B. Bentuk buah Korthalsia rostrata (Dokumentasi Pribadi, 2020) 4.2. Kunci Identifikasi dan Deskripsi Jenis Korthalsia spp.

Perbedaan antar jenis Korthalsia spp. di Sumatera dapat dibedakan satu dengan lainnya menggunakan kunci identifikasi yang diuraikan di bawah ini:

1. a. Ukuran okrea < 10 cm ... 2 b. Ukuran okrea ≥ 10 cm ... 5 2. a. Tipe okrea menggembung ... K. rostrata b. Tipe okrea memeluk dan menempel erat pada batang ... 3 3. a. Panjang daun < 1 m, panjang rachillae < 15 cm ... 4 b. Panjang daun ≥ 1 m, panjang rachillae ≥ 15 cm ... K. rigida 4. a. Diameter batang tanpa okrea < 1 cm ... K. paucijuga b. Diameter batang tanpa okrea ≥ 1 cm ... K. debilis 5. a. Bentuk anak daun seperti pita ... K. echinometra b. Bentuk anak daun belah ketupat ... 6 6. a. Panjang duri < 2 cm ... 7 b. Panjang duri ≥ 2 cm ... 8

(41)

7. a. Jumlah anak daun < 20 helai ... K. laciniosa b. Jumlah anak daun ≥ 20 helai ... K. flagellaris 8. a. Susunan anak daun berseling ... K. hispida b. Susunan anak daun berpasangan ... K. robusta

Karakter morfologi masing-masing jenis Khortalsia dideskripsikan sebagai berikut:

1. Korthalsia debilis Blume, Rumphia 2: 169 (1843), Gambar 12

Tumbuh merambat dengan tinggi 20 m. Diameter batang tanpa okrea 0,4 - 1,3 cm, diameter batang dengan okrea 0,8 - 1,7 cm. Panjang daun 50 - 100 cm termasuk gagang daun dan sirus. Pelepah berwarna hijau, memiliki duri soliter berukuran 0,2 - 0,3 cm. Okrea memeluk batang, berbentuk seperti serabut, panjang okrea 2 - 8 cm (Gambar 12a). Panjang gagang daun 2 - 7 cm, panjang rakis 23 - 32 cm, dan panjang sirus 20 - 35 cm. Susunan anak daun berseling dan terdapat gagang anak daun (Gambar 12b). Bentuk anak daun belah ketupat dengan tepi atas anak daun bergerigi, bentuk ujung daun lancip, dan bentuk pangkal anak daun cunneate (Gambar 12c). Jumlah anak daun berkisar 6 - 12 helai setiap rakis. Panjang anak daun berkisar 12 - 19 cm dan lebar 4 - 9 cm. Warna permukaan adaksial dan abaksial anak daun berbeda, warna permukaan adaksial hijau tua dan warna permukaan abaksial putih keabuan. Indumentum berwarna abu-abu pada bagian abaksial anak daun. Garis tulang anak daun transversal terlihat jelas. Panjang perbungaan tidak diketahui, panjang rachillae 9 cm dan lebar 0,4 cm. Bentuk dan ukuran buah tidak diketahui.

Catatan. Korthalsia debilis memiliki karakter yang hampir mirip dengan K. rigida jika ditinjau dari bentuk anak daunnya. Karakter yang dapat membedakan antara K. debilis dan K. rigida adalah tipe okreanya. Korthalsia debilis memiliki okrea seperti serabut, sedangkan K. rigida tidak memiliki okrea seperti serabut (Dransfield, 1997).

Persebaran. Brunei Darussalam, Kalimantan, Sarawak, dan Sumatera. Habitat. Hutan primer, hutan dipterokarpa dataran rendah.

Nama lokal. Wae melandeng tai ayam, rautan buai, rautan dan. Pemanfaatan. Batang digunakan sebagai bahan kerajinan atau mebel.

(42)

Spesimen yang diamati. Sumatera, Aceh, Kutacane, Biak Mentelang, 450 m dpl, [03°29’12.22”LS 97°48’39.47”BT], 14 Februari 1980, J.P. Mogea 1997, steril (BO); Jambi, Bukit Barisan, 25 km dari Sungai Penuh, 1.200 m dpl, [04°24’56.13”LS 103°34’0.59”BT], 30 Juli 1972, J. Dransfield 2725, steril (BO); Kepulauan Bangka Belitung, Desa Lasar, Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung, 19-20 m dpl, [07°88’02.2”LS 96°61’01.0”BT], 16 Maret 2017, Deri Andayani DE 12D, steril (BO); Desa Limbungan, Kecamatan Gantung, Kabupaten Belitung Timur, 11 m dpl, [01°78’48.2”LS 96°54’70.6”BT], 22 Maret 2017, Cinthia Paramita Cin 02D, steril (BO); Sumatera Selatan, Danau Ranau, Setumpau, 800-900 m dpl, [04°51’3.70”LS 103°56’15.37”BT], 16 November 1983, J.J. Afriastini 0803, steril (BO); Sumatera Utara, Desa Dendang, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat, 55 m dpl, [03°45’2.76”LS 98°27’10.70”BT], 23 Maret 2011, Fitri V-3 008, steril (BO); Kecamatan Ulu Besitang, Kabupaten Tanjung Pura, 50 m dpl, [03°57’53.13”LS 98°27’44.28”BT], 14 Agustus 1971, J. Dransfield & D. Saerudin 1844, steril (BO).

Gambar 12. Spesimen herbarium Korthalsia debilis (BO); A. Tipe okrea; B. Susunan anak daun dan gagang pada anak daun; C. Bentuk anak daun (Dokumentasi Pribadi, 2020)

2. Korthalsia echinometra Becc., Malesia 2: 66 (1884), Gambar 13

Sinonim. Korthalsia angustifolia var. gracilis Miq., Palm. Archip. Ind.: 16 (1868); Korthalsia horrida Becc., Malesia 2: 66 (1884).

Tumbuhan merambat hingga ketinggian 40 m. Diameter batang tanpa okrea 0,8 - 2 cm, diameter batang dengan okrea 1,2 - 4 cm (Gambar 13a). Panjang daun 1,2 - 2 m termasuk gagang daun dan sirus. Pelepah berwarna hijau, terdapat indumentum berwarna abu-abu, terdapat duri dengan jumlah yang banyak,

(43)

berbentuk triangular dengan panjang hingga 6 cm. Tipe okrea menggembung dan terdapat duri, panjang okrea 10 - 20 cm (Gambar 13b). Panjang gagang daun 10 - 30 cm dengan indumentum berwarna coklat dan terdapat duri pendek seperti mata kail. Panjang rakis berkisar 0,5 - 1 m dan panjang sirus 0,5 - 1,2 m. Susunan anak daun berpasangan, tidak terdapat gagang anak daun, bentuk anak daun pita, bentuk ujung anak daun meruncing, bentuk tepi anak daun rata, dan bentuk pangkal anak daun menyempit (Gambar 13c). Jumlah anak daun berkisar antara 22 - 50 helai setiap rakis. Panjang anak daun 24,5 - 33 cm dan lebar 2 - 3 cm. Warna permukaan daun berbeda, permukaan adaksial anak daun hijau tua dan permukaan abaksial berwarna putih. Indumentum berwarna putih pada permukaan abaksial anak daun. Bentuk tulang anak daun transversal terlihat dengan jelas. Panjang perbungaan berkisar antara 0,6 - 1,2 m. Jumlah rachillae 1 - 4 buah, panjang rachillae 11 - 20 cm, dan lebar rachillae 0,6 - 1,5 cm (Gambar 12d). Buah berbentuk lonjong dengan sisik berwarna merah kecoklatan (Gambar 12e). Panjang buah 2 - 2,5 cm dan lebar buah 1,5 cm.

Catatan. Korthalsia echinometra memiliki karakter khas yang mudah dibedakan dengan jenis lain dari marga Korthalsia, antara lain bentuk anak daunnya yang seperti pita dan okrea yang menggembung dengan duri yang panjang menjadi karakter khas jenis ini. Tipe okrea menggembung ini sering dijadikan semut sebagai tempat tingalnya di dalamnya (Shahimi et al., 2019).

Persebaran. Brunei, Borneo, Semenanjung Malaya, dan Sumatera.

Habitat. Hutan primer, hutan dipterokarpa dataran rendah, ketinggian 100 m dpl Nama lokal. Rotan semut, rotan udang, rotan dangau, ketang cacing, dan rotan siu Pemanfaatan. Batang digunakan untuk membuat kursi

Spesimen yang diamati. Sumatera, Aceh, Desa Sosor, Kecamatan Simpang Kanan, Aceh Singkil, 5 m dpl, [02°25'35.38"LS 98°2'8.19"BT], 18 Agustus 2013, Nasrianti Syam & M. Nasir Syam NS29, steril (BO); Bengkulu, Cagar Alam Kepahiang, Kecamatan Curup, Kabupaten Kepahiang, 800 m dpl, [03°39'5.15"LS 102°34'41.52"BT], J. Dransfield 1231, steril (BO); Kepulauan Bangka Belitung, Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka, [01°38'59.87"LS 105°49'44.51"BT], 9 November 1914, W. Grashoff 79, steril (BO); Riau, Kecamatan Kuala Indragiri, Kabupaten Indragiri Hilir, 600 m dpl, [0°18'34.83"LS 103°25'41.01"BT], 27 April

Gambar

Gambar 1.  Kerangka  Berpikir  Penelitian  Analisis  Fenetik  Korthalsia  spp.  di  Sumatera Berdasarkan Karakter Morfologi
Gambar 2. Contoh dendrogram hubungan kekerabatan fenetik (Syam et al., 2016).
Gambar 3. Habitus rotan (Dokumentasi Pribadi, 2020)
Gambar  4.  Morfologi  okrea    A.  Tipe  okrea  menempel  erat  pada  batang;  B.  Tipe  okrea  menggembung;  C
+7

Referensi

Dokumen terkait

Minyak goreng curah selama proses penggorengan apabila digunakan berulang kali dengan suhu tinggi, maka akan terjadi beberapa hal yang tidak diinginkan, diantaranya

Hambatan eksternal di dalam implementasi Pasal 12 Huruf A Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, maka disimpulkan bahwadukungan manajemen secara parsial (individu) berpengaruh signifikan terhadap

Khusus Lembaga Penyiaran Televisi dan Radio Setiap orang adalah orang perseorangan baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum Setiap orang

Sebagaimana kita ketahui bahwa masalah makro ekonomi yang cukup rumit dan sering mengganggu kestabilan ekonomi di Negara-negara berkembang adalah masalah kemiskinan

Responden pada kategori usia muda dan usia dewasa cenderung memiliki persepsi yang positif terhadap pembangunan kebun raya di Kabupaten Sambas. Pada kedua kategori usia

Artikel yang diajukan ke Jurnal Farmasi Udayana belum pernah dipublikasikan sebelumnya (kecuali dalam bentuk abstrak atau sebagai bagian dari skripsi), tidak dalam

Menurut PERMENAKER 05/MEN/1996, definisi dari sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang