RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI
TAMAN WISATA PERAIRAN
KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KAIMANA
DI PROPINSI PAPUA BARAT
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
PROPINSI PAPUA BARAT
KATA PENGANTAR
Survey keanekaragaman hayati laut yang dilaksanakan pada bulan April – Mei 2006 dan dilanjutkan dengan survey yang sama di bulan Februari, April dan Mei 2007 telah memperlihatkan Perairan Kaimana sebagai satu hotspot sangat penting di Bentang Laut Propinsi Papua Barat. Survey tersebut menghasilkan satu daftar penemuan penting yang mencakup 940 jenis ikan karang, 492 jenis karang keras dan 28 jenis stomatopods yang menyebar dari Fakfak hingga Kaimana. Beberapa jenis baru dari ikan-ikan kharismatik ditemukan dalam survey tersebut antara lain; Epaulette walking shark, Paracheilinus, Pseudocromis dottyback dan damselfih.
Dr. Gerry Allen dan Dr. Mark Erdmann dan ahli-ahli ikan karang dunia lainnya yang terlibat dalam dua survey tersebut, menemukan kekayaan keanekaragaman hayati perairan mencatat penemuan yang fantastik yakni 330 jenis ikan karang hanya dalam 1-2 kali penyelaman. Secara keseluruhan di seluruh site survey dari teluk Triton, Buruway, teluk Etna dan teluk Arguni. Di Kaimana terdapat 995 jenis ikan karang, 486 jenis karang, 28 jenis udang mantis, 228 ton/km2 biomass ikan, habitat penyu sisik, penyu hijau dan belimbing, rumah untutk berbagai jenis cetacean, seperti hiu paus dan mamallia lainnya serta 3 danau air tawar. Hasil survey ini telah menempatkan perairan Kaimana sebagai satu lokasi penting dalam epicentrum Segitiga Terumbu Karang Dunia.
Menyadari tingginya keanekaragaman hayati perairan Kaimana, PEMDA Kaimana dan masyarakat Adat Kaimana memutuskan untuk mendeklarasikan Wilayah teluk Arguni, teluk Etna, Buruway dan wilayah Kaimana kota sebagai Kawasan Konservasi Perairan Daerah - KKPD dengan total seluas 508.324. Deklarasi ini kemudian dikuatkan dengan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2014 tentang Kawasan Konservasi Perairan Daerah; selanjutnya dicadangkan kembali oleh Gubernur Propinsi Papua Barat dengan dengan SK Nomor: 523/60/3/2018 tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan Kaimana.
Penyusunan dokumen Rencana Pengelolaan dan Zonasi/RPZ KKPD Kaimana di Propinsi Papua Barat, sebagai pedoman yang akan digunakan oleh pengelola KKPD. Penyusunan dokumen ini sebagai syarat untuk memperoleh persetujuan penetapan RPZ KKPD Kaimana dari Gubernur Propinsi Papua Barat dan persetujuan penetapan dari Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
Akhirnya, sebagai tim POKJA penyusunan dokumen RPZ KKPD Kaimana di Propinsi Papua Barat, menyampatikan terima kasih banyak kepada semua pihak yang membantu memberi informasi, terlibat dalam penyusunan dan persiapan penyelesaian dokumen ini.
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 1 DAFTAR ISI 2 PETA KKPD KAIMANA 3 Bab 1. Pendahuluan 4
Bab 2. Isu dan Permasalahan 6
Bab 3. Arah dan Kebijakan Pengelolaan 14
Bab 4. Penataan Zonasi 19
• TWP KKPD Buruway 25
• TWP KKPD Arguni 28
• TWP KKPD Kaimana Kota 31
• TWP KKPD Teluk Etna 33
• Pengaturan Kegiatan didalam TWP KKPD Kaimana 35
Bab 5. Rencana Pengelolaan 38
Bab 6. Kelembagaan 48
Bab 7. Tata Waktu dan Pembiayaan 50
• Matriks Rencana Pengelolaan TWP KKPD Kaimana 2018-2038 52
Bab 8. Penutup 63
Daftar Pustaka 64
PETA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KAIMANA DI PROPINSI PAPUA BARAT
Bab 1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
Laporan Rapid Surveys of Marine Conservation Potential in the Papuan Bird’s Head Seascape 2006, menempatkan Kaimana-Fakfak sebagai salah satu prioritas konservasi di wilayah Bentang Laut Kepala Burung (BLKB) Papua. Pendekatan pengelolaan Bentang Laut memungkinkan permasalahan yang ada dalam kawasan pengelolaan akan ditangani dengan cara yang efektif, efisien, dan berkelanjutan. Berdasarkan hasil kajian ahli-ahli biologi laut dan konservasi baik nasional maupun mancanegara menempatkan ekoregion laut (Marine Ecoregion) BLKB Papua pada ranking 1 (pertama) prioritas konservasi laut nasional, yang terdiri atas pesisir dan laut Kaimana-Fakfak, Raja Ampat dan Taman Nasional Teluk Cenderawasih.
Keanekaragaman hayati perairan Kaimana didukung oleh posisi oseanografi, geologi, dan biogeografi Kaimana berada pada kawasan Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle), dihuni oleh 605 spesies karang zooxanthellae, dengan 66% spesies dari total spesies dengan keanekaragaman spesies sebanyak 75,72% dari total spesies yang ada di dunia. Di dalam Coral Triangle (CT), keanekaragaman spesies terkaya berada di Semenanjung Kepala Burung Papua (Vogelkop). Kaimana menempati posisi kedua setelah Raja Ampat, sebanyak 471 spesies koral dengan keragaman jenis karang di wilayah ini lebih dari setengah karang dunia, yaitu sebesar 58,95%. Keragaman jenis ikan karang Kaimana-Fakfak dilaporkan Erdmann sebanyak 1.059 spesies dengan persentase mencapai 24,95% dari total ikan karang di wilayah Indo-Pacific region (4.100 spesies). Ekspedisi Langguru Kaimana 2010 menemukan jenis Ikan Buta Goa bahkan tidak menutup kemungkinan temuan-temuan jenis-jenis ikan dan kehidupan liar lainnya dalam ekspedisi selanjutnya.
1.2.Landasan Regulasi
1.2.1. Undang-Undang Nomor: 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. • Pasal 27.ay.1. Pemerintah Propinsi diberi kewenangan untuk mengelola
sumber daya alam di laut yang ada diwilayahnya.
• Pasal 27, ay.2. Kewenangan Propinsi mengelola sumber daya alam di laut, meliputi: a. Eksplorasi, Eksploitasi, Konservasi dan Pengelolaan Kekayaan laut diluar minyak dan gas bumi.
• Pasal 27.ay.3. Kewenangan Daerah Propinsi untuk mengelola sumber daya alam di laut, paling jauh 12-mile laut, diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan.
1.2.2. Undang-Undang Nomor: 45 Tahun 2009; Perubahan atas UU 31/2004 tentang Perikanan
• Pasal 2 dan Pasal 66 berbicara tentang Pembangunan Berkelanjutan dan Konservasi.
1.2.3. Peraturan Pemerintah Nomor: 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan
• Pasal 1 butir 8: Kawasan Konservasi Perairan adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan.
1.2.4. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: 02 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi.
• Pasal 6 (1) Jenis kawasan konservasi perairan terdiri dari: a. Taman nasional perairan; b. Suaka alam perairan; c. Taman wisata perairan; dan d. Suaka perikanan.
• Pasal 13 (1) Berdasarkan penilaian usulan inisiatif calon kawasan konservasi perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, selanjutnya Menteri,
Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan identifikasi dan inventarisasi untuk mengumpulkan data dan informasi serta menganalis, sebagai bahan rekomendasi calon kawasan konservasi perairan. • Pasal 17 (1) Pelaksanaan konsultasi publik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (3) huruf c meliputi kegiatan untuk mengkomunikasikan hasil survey dan penilaian potensi kepada masyarakat, untuk mendapatkan umpan balik. (2) Umpan balik hasil survey dan penilaian potensi kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terutama yang berkaitan dengan penetapan jenis dan luasan calon kawasan konservasi perairan.
1.2.5. PERDA KKLD Kaimana 2014
1.2.6. SK Gubernur Papua Barat Nomor: 523/60/3/2018 tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kaimana di Propinsi Papua Barat.
BAB 2. ISU DAN PERMASALAHAN
Serangkaian isu dan permasalahan yang ada di wilayah perairan Kaimana dihasilkan melalui proses diskusi panjang dengan para pihak. Isu dan permasalahan ini juga telah diverifikasi pada saat lokakarya Rencana Pengelolaan KKPD Kaimana.
2.1. Kebijakan
Permasalahan yang muncul berkaitan dengan aspek kebijakan yang berimplikasi terhadap pengelolaan KKPD Kaimana adalah sebagai berikut:
2.1.1. Perencanaan tidak sesuai dengan peruntukan Ruang
Perencanaan pembangunan daerah memerlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana dan berbasis ekosistem s ebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan serta menjaga keberlanjutan fungsi ekologis suatu kawasan agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Kondisi saat ini banyak perencanaan yang tidak sesuai dengan peruntukan ruang di wilayah administratif Kaimana. Perencanaan tata ruang yang tidak sesuai dengan peruntukannya akan menciptakan permasalahan dan konflik dikemudian hari dan beberapa diantaranya berpotensi terjadinya bencana dan kerusakan lingkungan hidup.
2.1.2. Tumpang tindih kebijakan pemerintah pusat dan daerah
Kebijakan antara pusat dengan daerah sering tidak sinergi. Misalnya implementasi undang undang otonomi khusus bidang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup berbasis masyarakat adat, tumpang tindih dengan tata ruang dan pemberian izin pemanfaatan sumber daya alam.
2.1.3. Dinamika pembuatan kebijakan daerah berlarut-larut
Dalam kasus pengelolaan suatu kawasan seperti KKPD Kaimana, sering membutuhkan kebijakan yang diambil secara cepat dan tepat karena menyangkut situasi dan kondisi alam yang cenderung fluktuatif dan berubah-ubah, namun kenyataannya terkadang penetapan kebijakan sering dibuat berlarut karena tarik ulur kepentingan golongan. Tak jarang proses pengambilan kebijakan sering menuai jalan buntu, padahal kebijakan tersebut berkaitan dengan kemaslahatan banyak orang.
2.1.4. Sistem perencanaan anggaran terlambat
Kebutuhan dana untuk kegiatan pembangunan Kaimana bersifat kontinyu dan tepat waktu di semua sektor. Biaya operasional dan pembangunan Kaimana sebagian besar menggunakan anggaran pemerintah daerah (APBD) sering mengalami keterlambatan, sehingga mempengaruhi target dan perencanaan pembangunan daerah.
2.1.5. Koordinasi dan Harmonisasi program antar SKPD belum optimal
Belum adanya keterpaduanprogram pembangunan antar SKPD karena masing-masing SKPD masih yang cenderung egosektoral menyebabkan proses pembangunan integratif tidak bisa dilaksanakan dan ujungnya adalah hasilnya kurang optimal dan tidak berkelanjutan. Kondisi ini menyebabkan tujuan dan keberhasilan program pembangunan sering tidak bisa dicapai.
2.1.6. Izin usaha pengelolaan kehutanan (Buruway dan Arguni)
Izin usaha pemanfaatan hasil hutan sering disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu baik perusahaan maupun masyarakat lokal terutamanya pada daerah aliran sungai (DAS) dan teluk berdampak pada ekosistem perairan.
2.2. Perikanan
2.2.1. Perikanan merusak/perikanan IUU
Sejarah panjang perikanan merusak dimulai sejak tahun 1980-an dan mulai marak sekitar tahun 1990-an. Ancaman praktek perikanan merusak perairan dilakukan baik oleh nelayan yang berasal dari Kaimana dan sekitarnya maupun nelayan pendatang dari luar Papua.
Dalam pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut Kaimana terindikasi adanya penangkapan berlebih, penggunaan alat tangkap yang tidak ramah Lingkungan, seperti penggunaan peledak, potasium, dan akar bore.
Selain itu, ada indikasi mulai adanya penggunaan mata jaring kecil. Meskipun penggunaan trawl di luar wilayah kawasan konservasi perairan, namun dampak ekologis kemungkinan akan berpengaruh pada ekosistem perairan sekitarnya. Penggunaan alat-alat tangkap tersebut akan menyebabkan kerusakan ekosistem yang berakibat pada penurunan stok sumber daya ikan yang mengancam keberlanjutan masa depan perikanan Kaimana, yang menjadi sumber daya penting untuk keberlanjutan sistem penunjang kehidupan (life supporting system) masyarakat lokal Kaimana.
Belum adanya kajian dan penelitian ilmiah stock assessment, sehingga menyebabkan tanda-tanda praktek overfishing belum terjustifikasi secara ilmiah. Sumber daya hayati laut yang terindikasi mengalami tekanan tangkap lebih berupa ikan, udang, hiu, penyu, telur ikan terbang, dan invertebarta laut (teripang, lola, batulaga, dan lainnya) di wilayah perairan Kaimana.Saat ini beberapa nelayan menyatakan sudah mulai kesulitan untuk menangkap ikan di wilayah pesisir pantai Kaimana. Mereka harus melaut lebih jauh lagi untuk mendapatkan hasil tangkapan ikan.
Sementara itu, perikanan yang tidak terlaporkan (unreported) dan tidak diatur (unregulated) merupakan tantangan besar dalam mewujudkan perikanan yang berkelanjutan dengan mempertahankan kelestarian ekosistem demi kesejahteraan nelayan dan keamanan pangan global.
Kurangnya Data dan Lokasi Agregasi Pemijahan Ikan (Spawning Aggregation,SPAG)
Identifikasi lokasi SPAG belum selesai dilakukan pada daerah potensial dalam zonasi KKPD Kaimana. Sebagian lokasi teridentifikasi sebagai SPAG telah ditetapkan sebagai Daerah Tabungan Ikan di wilayah perairan Teluk Trition melalui deklarasi adat Daerah Tabungan Ikan pada Tahun 2011.
Penetapan status zonasi SPAG memungkinkan daerah perairan yang sangat penting secara ekologi menjaga keberlanjutan sumber daya ikan dilindungi.
2.2.2. Lemahnya pengawasan sumber daya kawasan
Wilayah KKPD Kaimana mencapai lebih dari setengah juta hektar memberikan konsekuensi bagi upaya perlindungan dan pengawasannya. Wilayah KKPD ini yang terbagi menjadi 4 (empat) wilayah pengelolaan tentu saja membutuhkan SDM dan dana yang besar untuk proses operasionalisasinya. Oleh karena itu pengawasan sumber daya kawasan saat ini menjadi sangat
mahal dan terbatas. Sistem Pengawasan Masyarakat (Sismaswas) yang terbangun berjalan belum efisien dan efektif guna menjangkau pengawasan di wilayah ini.
Pemberian Izin kampung dalam pemanfaatan sumber daya laut
Pemberian ijin lokal (kampung) dalam penangkapan ikan berpotensi mengancam ketersedian stok ikan suatu kawasan, jika tidak atur dan ditegakkan. Pemberian ijin lokal untuk kegiatan perikanan tangkap sebenarnya sangat merugikan masyarakat nelayan sendiri. Adanya pemberian ijin mendorong terjadinya praktek perikanan tangkap yang tidak terkendali. Terkait pemberian izin lokal umumnya dikarenakan adanya kepentingan untuk mendapatkan sejumlah imbalan dari pemberian hak penangkapan.
2.3. Pemanfaatan Sumber Daya Kawasan 2.3.1. Penggalian karang dan pasir pantai
Hampir di sepanjang pesisir dan pantai wilayah Kabupaten Kaimana ditemukan aktivitas penggalian pasir dan batu karang di darat dan laut. Penegakan hukum melalui instruksi Bupati Kaimana mengenai larangan galian pasir belum optimal, kenyataan di lapangan aktivitas penggalian masih sering terjadi. Kegiatan yang merusak tersebut akan memberikan konsekuensi ekologis yang terjadinya abrasi pantai. Rendahnya upaya penegakan disinyalir sebagai salah satu persoalan yang mengemuka mengenai praktek kegiatan galian pasir yang terus berlangsung sampai saat ini.
2.3.2. Pemanfaatan mangrove
Pemanfaatan mangrove untuk bahan kayu bakar semakin meningkat meskipun intensitasnya masih dalam skala kecil. Hal ini tentu saja akan mengancam keberlanjutan fungsi ekologis seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan kegiatan pembangunan. Sebagaimana diketahui bahwa ekosistem mangrove berperan sebagai sabuk hijau (green belt) penahan gelombang, daerah berkumpul ikan (fishing ground) yang berfungsi untuk Daerah Pemijahan (Spawning Ground), daerah pemijahan ikan (nursery ground) dan daerah mencari makan (feeding ground). Mangrove yang sehat memungkinkan sumber daya ikan, kerang, kepiting dan udang serta flora fauna lainya supaya tetap terjaga populasinya. Keberadaan mangrove sangat penting untuk menjaga kestabilan ekosistem dan jasa lingkungan yang dihasilkannya. 2.3.3. Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba)
Potensi tambang mineral dan batubara di wilayah Kabupaten Kaimana cukup besar. Wilayah Etna sebagian wilayahnya mengandung tembaga (konsesi PT. Freeport Indonesia) Sementara itu, aktivitas penambangan emas rakyat di wilayah Teluk Etna dan Yamor sudah mulai ada dan kecenderungannya meningkat. Hal ini tentu saja akan mengancam dampak lingkungan dan berpotensi terjadinya pencemaran. Sementara itu, beberapa wilayah Kabupaten Kaimana juga berpotensi cadangan batubara dalam jumlah yang besar. Jika pertambangan minerba dijalankan tentu saja berpotensi terjadinya pencemaran yang mengancam keberlanjutan eksositem perairan dan mengancam sumber daya ikan.
2.3.4. Pertambangan Migas dan Gangguan Seismik
Potensi pertambangan migas di wilayah pesisir pantai (onshore) dan lepas pantai (offshore) Kaimana cukup tinggi. Peta cadangan blok migas sebagian berada di wilayah Kaimana yang dikeluakan oleh SKK Migas di Buruway, Teluk Arguni dan Teluk Etna. Saat ini survei seismik yang dijalankan oleh perusahaan migas masih belum dilengkapi dengan kegiatan marine mammals observation (MMO). Hal ini dikhawatirkan akan mengganggu jalur migrasi fauna tersebut karena hewan tersebut sangat peka terhadap pengaruh degradasi dan tekanan
lingkungan dari aktivitas tertentu, misalnya kerusakan habitat, gangguan suara di bawah permukaan laut, karena penggunaan survei seismik, penggunaan peledak, terjerat jaring, polusi laut dan penangkapan sumber daya laut yang berlebihan. Sementara itu, data dan informasi mamalia laut (Cetacean) yang bermigrasi dan melintasi perairan dan laut Kaimana masih terbatas.
2.3.5. Pemanfaatan hutan di sungai dan pesisir
Sebagian masyarakat lokal melakukan pembukaan lahan di sekitar sempadan sungai dan pesisir untuk pertanian dan pemukiman. Pemanfaatan hutan di sungai dan pesisir akan berpotensi terjadinya dampak ekologis utamanya abrasi pantai dan sedimentasi.
2.4. Penangkapan spesies penting atau dilindungi 2.4.1. Perburuan Buaya
Semenjak buaya ada nilai ekonominya yang terjadi pada tahun 1980-an, perburuan buaya di sungai-sungai di wilayah pedalaman Papua yang menjadi habitat buaya meningkat pesat. Salah satunya di Daerah Aliran Sungai (DAS) Omba, Teluk Buruway, Teluk Kambrau, Teluk Etna dan Teluk Arguni menjadi lokasi utama perburuan buaya. Perburuan buaya meningkat semenjak adanya pasar tercipta di kaimana, meskipun saat ini kecenderungannya menurun. Perburuan buaya saat ini masih dilakukan dalam skala kecil dan tanpa izin, meskipun telah dilakukan pelarangan untuk perlindungan habitat dan populasi di alam.
2.4.2. Perburuan Sirip Hiu
Sejak tahun 1980-an, perburuan sirip hiu terjadidi perairan Buruway, Teluk Etna dan Teluk Arguni. Namun saat ini, perburuan sirip hiu kecenderungannya menurun karena rendahnya nilai ekonomi. Meskipun demikian perburuan sirip hiu saat ini masih dilakukan dalam skala kecil, padahal untuk perlindungan habitat dan populasi di alam sangat penting.
Sementara itu, bagi industri penyelaman. Wisata hiu sebagai bagian dari fitur wisata penyelaman yang meningkat pesat dewasa ini. Banyak penyelam yang tertarik dengan penyalaman dengan hiu karena menghasilkan sensasi yang luar biasa.
Secara tidak langsung, keberadaan hiu mendorong pesona (interest) untuk wisata penyelaman karena menghadirkan atraksi alam yang spektakuler dan dramatis. Hiu menjadi salah satu mega fauna laut yang menjadi target industri penyelaman di samping keberadaan ikan pari manta besar (giant manta ray).
Tanpa ada tekanan dan larangan, masyarakat akan tetap melakukan perburuan sirip hiu. Meskipun demikian ancaman akan terus ada selama komitmen masyarakat dunia belum ada untuk menghentikan konsumsi sirip ikan hiu.
2.4.3. Perburuan Penyu
Sejak tahun 1980-an, perburuan penyu dan telurnya terjadi di perairan Teluk Kaimana, Teluk Triton, Buruway, dan Teluk Etna. Sementara itu, pembantain penyu terjadi di Pulau Venu sampai tahun 2000-an. Namun saat ini, perburuan penyu dan telur kecenderungannya menurun karena adanya system monitoring penyu dan pengawasan di pulau Venu, untuk diwilayah pesisir lainya masih terjadi pemanfaatan dalam skala kecil, perlindungan habitat dan populasi di alam sangat penting.
Saat ini, beberapa masyarakat lokal Kaimana masih melakukan konsumsi penyu dan telurnya. Pola kebiasaan masyarakat ini tentu saja mengancam perkembangbiakan dan populasi penyu di alam. Dari sekian penyu bertelur tidak semuanya bisa survive saat menetas menjadi tukik. Tingginya tingkat predasi di alam menyebabkan tingkat survive tukik penyu rentan di alam. Jika perburuan telur penyu terus dilakukan bukan mustahil jika populasi penyu menurun secara drastis.
2.4.4. Perburuan spesies yang dilindungi
Sejak lama penangkapan satwa-satwa yang dilindungi seperti kura-kura leher panjang dan duyung terjadi di berbagai wilayah Kaimana, meskipun dalam skala kecil dan hanya pemenuhan untuk konsumsi. Perlu adanya upaya untuk melakukan pengelolaan bagi spesies yang dilindungi untuk perlindungan populasinya di alam. Selain itu, perlunya kegiatan penyadaran untuk mengurangi mengkonsumsi jenis-jenis tersebut.
2.5. Lingkungan
2.5.1. Deforestasi dan Sedimentasi
Deforestasi telah terjadi sejak hadirnya perusahaan HPH di Kaimana. Begitu juga kegiatan Pembukaan lahan dan pemukiman juga mendorong terjadinya deforestasi. Kegiatan logging,yang dilakukan oleh HPH di bagian huluhulu sungai dan juga dilakukan sebagaian masyarakat lokal menyebabkan tingkat sedimentasi semakin tinggi. Deforestasi merupakan salah satu penyebab kerusakan sumber daya pesisir dan pantai. Dorestasi menyebabkan laju erosi meningkat dan menyebabkan sedimentasi perairan sungai, muara dan ujung di laut. Sedimentasi menyebabkan suplai cahaya matahari ke permukaan karang akan berkurang. Di sampaing itu sedimentasi akan menyebakan terumbu karang yang menjadi rumah bagi ikan ikan karang tertutupi partikel padat dan menyebabkan kematian zooxanthallae.Kerusakan terumbu karang berarti kerusakan sumber daya ikan karang khususnya. Kerusakan sumber daya ikan karang akan berpengaruh pada siklus mata rantai pangan ikan, yang ujungnya akan mengancam keberlanjutan perikanan pelagis dan komersil lainnya, yang penting bagi masyarakat lokal dan mengancam ketahanan pangan lokal regional dan nasional.
Sedimentasi juga bisa berpengaruh pada pertumbuhan ekosistem lamun, yang menjadi sumber utama makanan bagi duyung dan penyu. Lamun bisa tertutup sedimen dan dampaknya berupa degradasi habitat dan ekosistem dan kepenuhan jenis-jenis fauna yang dilindungi. Dampak sedimentasi saat ini masih terjadi, meskipun kegiataan deforestasi sudah berkurang signifikan. 2.5.2. Abrasi dan Erosi Pantai
Tingginya permintaan pasir laut dan sungai untuk kebutuhan pembangunan fisik di Kaimana mendorong kegiatan praktek ilegal ini sepertinya sulit akan dihentikan. Kegiatan ini terjadi secara massif terjadi pesisir Teluk Kaimana.
Tambang pasir laut memang berdasarkan klasifikasi Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral termasuk galian tambang C Namun Praktek pertambangan golongan C di sepanjang pesisir Teluk Kaimana akan menyisakan dampak abrasi yang masif kedepannya. Begitu juga pertambangan kapur akan berpotensi menyebabkan sedimentasi dan pendangkalan laut. Menurut informasi dari masyarkat bahwa air laut telah menghapus daratan kurang lebih 5 meter dan bahkan semakin melebar ke arah daratan. Pantai terkikis menyebabkan daratan akan terus berkurang, pada saat pasang tertinggi air laut sudah hampir sampai di bahu jalan.
Pembangunan tembok-tembok (talut pantai) dan penahan gelombang di beberapa lokasi harus benar-benar dihitung dengan pendekatan oseanografi fisik yaitu dengan memperhatikan
kondisi oseanografi perairan pantai dengan melihat bentuk fisik pantai, pola arus dan arah gelombang menyisir pantai serta kondisi batimetri dan substrat dasar perairan. Jika hal ini tidak dilakukan, pembangunan tembok laut akan menambah kerusakan pesisir dan pantai khususnya Teluk Kaimana.
2.6. Perubahan Iklim
Ancaman dampak perubahan iklim sudah dirasakan oleh masyarakat lokal dan juga sudah mengancam kelestarian kenakearagaman hayati yang penting dan dilindungi. Perubahan musim menyebabkan perubahan kondisi sumber daya hayati laut dan sebagian berpengaruh pada fisik pantai.
Perubahan iklim memicu terjadinya gelombang besar menyebabkan banyak vegetasi pantai tumbang dan pantai terkikis atau mengalami erosi contohnya pulau Venu dan pulau pasir di Lakahia, Teluk Etna, dan juga pulau-pulau kecil lainnya yang berhadapan dengan Laut Arafura. Dampak perubahan iklim dipicu oleh pemanasan global yang akan menyebabkan kenaikan suhu udara akan berdampak pada meningkatnya suhu air, dan secara tidak langsung menambah volume air di samudera, yang berimplikasi pada semakin tinggi paras laut (sea level). Dalam 10 tahun terakhir, paras laut meningkat setinggi 0,1-0,3 m, sedangkan lewat model prediksi diperkirakan ada perubahan paras laut antara 0,3-0,5 m, dan kemungkinan menutupi area seluas 1 juta km. Jika hal ini berlangsung terus menerus, maka hutan mangrove, estuari dan daerah rawa yang terdapat di kawasan pesisir akan semakin berkurang luasnya, sehingga tingkat produktifitas perairan juga semakin menurun. Pada akhirnya, kondisi tersebut akan sangat mempengaruhi kehidupan biota laut yang berasosiasi dengan ekosistem pesisir. Perubahan iklim dan naiknya paras laut akan juga mempengaruhi formasi tekanan udara di atmosfer dan juga pola sirkulasi global air laut.
2.7. Dampak Eksplorasi Migas
Kegiatan eksplorasi Migas di wilayah Kabupaten Kaimana relatif sangat tinggi menyusul kebutuhan migas nasional yang terus meningkat. Sebagian besar wilayah administrasi Kabupaten Kaimana terletak dalam blok-blok konsesi Migas mulai dari perbatasan Kaimana Fakfak, sampai dengan Arguni dan Kaimana. Pemerintah pusat melalui SKK Migas terus berupaya mencari dan menemukan temuan sumber minyak baru di Kaimana. Saat ini kegiatan survei seismik yang dilakukan sebagai bagian kegiatan eksplorasi migas sudah beberapa kali dilakukan. Kegiatan eksplorasi migas dipastikan akan menimbulkan dampak lingkungan baik biofisik maupun sosial masyarakat seperti pembuangan minyak bekas pengeboran (betonik), mobilisasi alat-alat berat untuk kegiatan eksplorasi dan dampak penyerapan tenaga kerja serta lainnya. Untuk itu perlunya strategi pengelolaan yang bisa menjamin bahwa dampak kegiatan ekplorasi dapat terkelola dengan baik, sehingga tidak menimbulkan masalah bagi lingkungan secara serius di kemudian hari.
2.8. Pembuangan Air Balast Kapal
Pembuangan air balast kapal bisa berperansebagai perantara serbuan invasif species dan Introduction Species yang dalam kawasan perairan Kaimana. Namun, persoalannya adalah tidak diketahuinya kandungan air balast yang dibawa oleh kapal menuntut perlunya strategi pengelolaan guna melindungi terjadinya penurunan fungsi ekologi dan potensi ancaman terhadap spesies asli.
2.9. Spesies Invasif
Spesies invasif dan eksotis (spesies invasive and exotic) merupakaan istilah yang untuk spesies pendatang yang mendominasi suatu wilayah atau eksoistem tertentu. Spesies invasif adalah
definisi yang menjelaskan tentang spesies yang bukan spesies asli tempat tersebut (hewan ataupun tumbuhan), yang secara luas mempengaruhi habitat yang mereka invasi. Makna lain dari spesies invasif adalah spesies, baik spesies asli maupun bukan, yang mengkolonisasi suatu habitat secara masif. Namun spesies yang diperkenalkan secara sengaja oleh manusia bukan untuk mempengaruhi suatu habitat melainkan untuk keuntungan hidup manusia dan sekelompok manusia dinamakan spesies introduksi.
Beberapa perairan danau dan sungai di Kaimana menghadapi ancaman spesies invasif yang serius seperti di danau Yamor dengan jenis tanaman gulma air enceng gondok dan masuknya spesies ikan air tawar komersial seperti ikan nila, gabus, mas, mujair dan spesies ikan lainnya yang bukan asli setempat ke dalam perairan danau juga berpotensi akan menyebabkan pertumbuhan signifikan dan kemungkinan bisa menjadi spesies invasif. Spesies tersebut diprediksi akan berkompetisi dengan spesies lain dan berdampak pada kepunahan spesies asli. 2.10. Pariwisata
Potensi wisata pariwisata yang tinggi namun menghadapi permasalahan terkait arah kebijakan pembangunan pariwisata, regulasi pariwisata (pembangunan pariwisata berkelanjutan), konflik pemanfaatan lokasi dan sektor wisata dengan masyarakat, Infrastruktur pariwisata, dan rendahnya pemahaman masyarakat pariwisata terbatas. Persoalan lain adalah regulasi pemanfaatan kawasan-kawasan konservasi sebagai destinasi wisata.
2.11. Sosial Budaya
2.11.1. Pergeseran kearifan lokal
Sasi adalah praktek konservasi tradisional yang merupakan kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam, namun saat ini mengalami pergeseran nilai. Praktek sasi tidak sesuai dengan aturan sasi yang dilakukan oleh masyarakat pada jaman dahulu, penerapan sasi sangat konservasionis, tidak hanya pemberlakuan sasi tetapi sampai dengan penerapan ukuran biota yang boleh dipanen.
2.11.2. Vandalisme di situs-situs budaya
Aksi vandalisme berupa pengrusakan situs budaya berupa coret-coret pada bagian situs budaya di Triton dan wilayah lainnya sudah banyak terlihat, padahal keberadaan situs-situs budaya tersebut sangat unik dan menjadi benda cagar budaya yang wajib dilindungi.
2.11.3. Kurangnya partisipasi masyarakat
Pembangunan apapun jika minim partisipasi masyakat akan menuai kegagalan kedepannya. Partisipasi mendorong munculnya perasaan memiliki (self belonging). Apalagi dalam konteks pembangunan kawasan konservasi, jika minim partisipasi masyarakat akan menyancam keberlanjutannya di kemudian hari. Konservasi akan optimal dan efektif membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat karena mereka yang bersentuhan dan berinteraksi terus menerus dengan sumber daya tersebut.
2.11.4. Konflik pemanfaatan sumber daya
Hampir setiap jengkal wilayah pesisir dan perairan Kaimana dimiliki oleh komunitas masyarakata adat. Komunitas ini biasa berafiliasi dengan status kekerabatan berupa fam/marga. Konflik wilayah petuanan bisa terjadi dengan petuanan yang lainnya, meskipun dalam satu komunitas masyarakat adat. Ketidakjelasan dan tidak adanya bukti autentik/bukti tertulis mendorong penyelesaian konflik ini sangat rumit. Proses penyelesaian selama ini hanya
berdasarkan cerita dan penjelasan tetua-tetua kampung atau tokoh masyarakat. Hal inilah menjadi tantangan bagi perencanaan pembangunan. Butuh kejelian dan kehati-hatian dalam proses penyelesaiannya. Kemampuan ini yang harus dimiliki oleh para pengelola KKPD Kaimana untuk berpartisipasi dalam usaha pendekatan untuk menghindari terjadinya konflik. 2.11.5. Rendahnya Kesejahteraan Masyarakat
Tidak dipungkiri bahwa sebagian besar masyarakat Kaimana berada para taraf kesejahteraan yang relatif rendah. Hal ini bisa dilihat dari pemenuhan kesehatan dan pendidikan bagi keluarga mereka, yang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan rumah tangga yang relative rendah.
Pembangunan KKPD Kaimana,yang salah satu tujuannya untuk menjaga ketahanan pangan lokal dengan menjaga sumber daya yang penting untuk keberlanjutan hidup mereka akan terus didorong. Kondisi rendahnya kesejahteraan masyarakat ditengah kebutuhan hidup yang terus meningkat akan mendorong masyarakat untuk melakukan kegiatan apapun agar bisa tercukupi, sehingga mempengaruhi pola pikir dan tindakan masyarakat untuk meninggalkan nilai-nilai kearifan lokal yang mengancam ketersediaan sumber daya alam.
Bab 3. ARAH DAN KEBIJAKANAN PENGELOLAAN
3.1. Arah kebijakan pengelolaan KKPD Kaimana 3.1.1. Pengelolaan berbasis ekosistem dan adat
Arah pengelolaan KKPD Kaimana dilakukan dengan cara menyelaraskan/mensinergikan pengelolaan berbasis ekosistem (Ecosystem Based Management) dan pengelolaan berbasis adat (Customary Based Management). Hal ini tidak lain karena tingginya keunikan dan keragaman keanakaragaman jenis dan ekosistem serta keanekaragaman jenis flora faunanya di wilayah perairan, pesisir dan laut Kaimana. Untuk itu, KKPD Kaimana dikelola secara efektif dan berkelanjutan oleh masyarakat adat dan Pemerintah Kaimana dengan cara menggabungkan prinsip-prinsip pengelolaan berbasis ekosistem dan adat dalam kerangka melestarikan keanekaragaman hayati laut, mempertahankan stok dan biomassa ikan serta mengembangkan mata pencaharian berkelanjutan (sustainable livelihood) dan mewujudkan kedaulatan pangan (food suvereignity) jangka panjang bagi masyarakat Kaimana khususnya. Jadi arah kebijakan pengelolaan menggunakan pendekatan yang bertujuan mempertahankan aliran jasa-jasa ekosistem (ecosystem services) yang disesuaikan dan disinergikan dengan petuanan di setiap wilayah pengelolaan KKPD Kaimana.
3.1.2. Pengelolaan berbasis zonasi
Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kaimana dikelola berdasarkan sistem zonasi di 4 wilayah pengelolaan (Buruway, Teluk Arguni, Kaimana, serta Etna dan Yamor). Pengembangan sistem zonasi tujuannya untuk membentuk kawasan konservasi perairan melindungi dan berfungsi untuk mempertahankan fungsi reproduksi dan stok ikan baik di laut, sungai maupun danau sebagai satu kesatuan pengelolaan kawasan perairan, sebagai kawasan bagi pengembangan sosial ekonomi masyarakat yang dimanfaatkan secara lestari, dan untuk tujuan pendidikan, penelitian, dan pengembangan di Kabupaten Kaimana serta mengembangkan jasajasa lingkungan (environmental services) didalamnya sebagai bentuk pemanfaatan lestari (sustainable use) melalui pariwisata bahari dan mariculture (budidaya laut) berkelanjutan. Harapan akhir dari pengembangan sistem zonasi KKPD Kaimana tidak lain adalah untuk memastikan bahwa perairan danau, sungai, pesisir dan laut dengan segala sumber daya hayati yang ada didalamnya dapat menjamin ketersediaan sumber daya alam secara kontinyu guna pemenuhan kesejahteraan masyarakat secara luas dan manfaat ekonomi jangka panjang.
3.1.3. Regulasi
Kebijakan pengelolaan KKPD Kaimana berpijak pada regulasi peraturan dan perundang -undangan yang ada. Hal ini tidak lain adalah sebagai bentuk kepatuhan (compliance) terhadap regulasi yang ada, yaitu Peraturan Pemerintah RI Nomor 60/2007, PER.Kelautan dan Perikanan RI Nomor 02/2009, dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.30/MEN/2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan serta peraturan lainnya yang terkait.
3.1.4. Pengelolaan kolaboratif
Pembangunan dan pengelolaan KKPD Kaimana akan dilakukan secara kolaboratif dengan melibatkan lintas sektoral, swasta, perguruan tinggi, masyarakat adat dan lembaga-lembaga penelitian lainnya. Selain itu, pengelolaan KKPD juga dilakukan secara kolaboratif dengan kawasan konservasi perairannya lainnya di wilayah Bentang Laut Kepala Burung Papua
(BLKB) sebagai sebuah jejaring kawasan konservasi dan wilayah segitiga terumbu karang dunia.
3.2.Visi dan Misi
3.2.1. Visi
“Mewujudkan sumber daya perairan dan jasa-jasa lingkungan yang lestasi, berkelanjutan, berkeadilan bagi peningkatan kualitas hidup Masyarakat adat Kaimana, Papua Barat dan Indonesia untuk menuju kemakmuran dan kesejahteraan.”
Visi KKPD Kaimana didesain tentu saja dengan cara mengolaborasi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Propinsi Papua Barat Tahun 2012-2025 yaitu Mewujudkan Propinsi Papua Barat yang mandiri, berdaya saing, sejahtera, adil,dan lestari. Sedangkan Kabupaten Kaimana; khususnya RPJPD Kabupaten Kaimana Tahun 2005-2025 yaitu “Kaimana sebagai Kabupaten Termaju dan Mandiri Berbasis Keunggulan Utama Daerah” dan RPJMD 2016-2021 (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kaimana yaitu “Pembangunan berkelanjutan dalam mewujudkan Kaimana yang Mandiri,
Sehat, Cerdas, Unggul dan Sejahtera”.
Visi KKPD merupakan salah satu alat (tools) untuk mewujudkan visi RPJPD dan RPJMD Propinsi Papua Barat maupun Kabupaten Kaimana sebagai Kabupaten yang termaju dan mandiri berbasis pada keunggulan komparatif khususnya sumber daya ikan dengan kelimpahan dan biomassa ikan terbanyak di wilayah Asia Tenggara. Pengelolaan KKPD Kaimana merupakan salah satu strategi pengelolaan sumber daya yang terpadu, mulai dari sumber daya manusia, sumber daya alam (ikan dan perairan) dan sosial budaya masyarakatnya. Pengelolaan KKPD merupakan pengelolaan sumber daya alam secara terpadu dan holistik khususnya, pengelolaan sektor kelautan dan perikanan yang meliputi perairan danau hingga perairan laut di wilayah administratif Kaimana. Adanya pengelolaan KKPD ini akan mendorong terwujudnya kemajuan dan kemandirian.
Mengacu pada kedua visi tersebut, Visi KKPD Kaimana dirancang agar bisa bersinergi, adaptif, dan akomodatif. KKPD Kaimana dikelola dengan prinsip-prinsip pengelolaan berbasis ekosistem dan adat yang memberikan manfaat ekonomi secara berkelanjutan dengan mempertahankan jasa-jasa ekosistem yang dibutuhkan untuk mendukung pemanfaatan sumber daya perikanan, ketahanan pangan, pariwisata alam dan industri kelautan yang berkelanjutan. Visi di atas merepresentasikan sebuah tata kelola jejaring KKPD Kaimana sebagai sarana untuk mempertahankan sumber daya perairan dan pemanfaatan jasa-jasa ekosistem secara berkelanjutan demi tercapainya kesejahteraan masyarakat Kaimana. Dengan demikian keberadaan KKPD Kaimana sebagai pilar dan alat untuk mewujudkan kedua visi tersebut.
3.2. Misi
1. KKPD Kaimana dikelola melalui sistem zonasi dengan mengedepankan prinsip-prinsip pengelolaan berbasis ekosistem dan adat.
2. Melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistem perairan di wilayah pengelolaan KKPD Kaimana secara berkelanjutan.
3. Memanfaatkan potensi sumber daya perairan dan jasa-jasa lingkungan melalui pengembangan ekonomi yang ramah lingkungan secara berkelanjutan.
4. Membangun kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan dalam pengelolaan KKPD Kaimana secara berkelanjutan.
5. Membangun jejaring pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di Bentang Laut Wilayah Kepala Burung Papua sebagai kawasan konservasi strategis di segitiga karang dunia.
3.3.Tujuan dan Sasaran Pengelolaan KKPD Kaimana
Secara umum tujuan pengelolaan KKPD Kaimana adalah “menjamin tersedianya sumber
daya perairan untuk menopang kehidupan sosial masyarakat (ketahanan pangan) secara berkelanjutan dan terlindunginya keanekaragaman jenis, habitat, dan ekosistem”.
Tujuan pengelolaan KKPD Kaimana adalah sebagai berikut:
1. Mengelola wilayah-wilayah KKPD dengan sistem zonasi sesuai peruntukannya dengan menggunakan prinsip pengelolaan berbasis ekosistem dan adat secara efektif, efisien, dan adaptif.
2. Menerapkan peraturan dan perundang-undangan dalam wilayah pengelolaan KKPD sebagai upaya untuk mempertahankan dan menjamin keberlanjutan keanekaragaman hayati dan ekosistem perairan.
3. Meningkatnya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan potensi sumber daya perairan dan jasa-jasa lingkungan.
4. Meningkatnya kapasitas sumber daya manusia (masyarakat lokal dan pengelola) penguatan kelembagaan untuk mencapai pendanaan dan pengelolaan yang berkelanjutan.
5. Adanya kemitraan dan kerjasama program kolaboratif dalam pengelolaan jejaring Kawasan Konservasi Perairan di wilayah di Bentang Laut Wilayah Kepala Burung Papua.
3.4. Sasaran Pengelolaan KKPD Kaimana
Sasaran umum pengelolaan KKPD Kaimana adalah 4 (empat) wilayah pengelolaan KKPD Kaimana, yaitu wilayah pengelolaan Buruway, Kaimana, Teluk Arguni serta Etna sesui dengan Peraturan Daerah No. 11 tahun 2014 (lihat Lampiran peta) yang disesuaikan dengan karakteristik biofisik dan sosial masyarakatnya.
Sasaran Pengelolaan KKPD Kaimana adalah sebagai berikut:
1. Keanekaragaman jenis, habitat, dan ekosistem terumbu karang, padang lamun, mangrove,daerah aliran sungai, danau, pesisir dan pulau-pulau kecil di wilayah pengelolaan KKPD Kaimana,
2. Lokasi-lokasi pemijahan ikan (fish spawning aggregation),
3. Masyarakat adat dan masyarakat petuanan serta nilai-nilai budaya dan kearifan lokal (Sasi),
3.5. Strategi Pengelolaan
Untuk mewujudkan visi pengelolaan KKPD Kaimana, dirancang berbagai strategi untuk dapat menyasar tujuan pelestarian sumber daya laut, sungai dan danau di Kabupaten Kaimana. Strategi pengelolaan sesuai dengan intruksi Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 30 Tahun 2010 pasal 6 yang menyebutkan bahwa strategi pengelolaan meliputi:
1. Penguatan kelembagaan,
2. Penguatan pengelolaan sumber daya kawasan, 3. Penguatan sosial ekonomi dan budaya.
Selanjutnya penyusunan Rencana Pengelolaan KKPD Kaimana juga menujukkan semangat kepatuhan (compliance) dengan Keputusan Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Nomor Kep. 44/KP3K/2012 tentang Pedoman Teknis Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (E-KKP3K). Keputusan Dirjen juga menjadi rambu-rambu dalam menentukan program kegiatan dan menjadi bahan untuk penyusunan monitoring dan evaluasi penilaian dalam operasionalisasi manajemen KKPD Kaimana tentunya dengan harapan untuk mendapatkan capaian peringkat hijau kedepannya. Bahkan capaian tertinggi peringkat emas dalam pengelolaan KKP.
3.6. Strategi Penguatan Kelembagaan
Strategi penguatan kelembagaan merupakan strategi ditujukan untuk meningkatkan kapasitas struktur dan infrastruktur kelembagaan. Strategi ini dimulai dari proses pemantapan kelembagaan satuan unit pengelola KKPD Kaimana sampaipada pengembangannnya kedepannya sampai dengan proses peningkatan kapasitas (capacity building) pengelola dan masyarakat yang ada di dalam wilayah pengelolaan KKPD Kaimana.
Strategi penguatan kelembagaan, meliputi Program Pembentukan dan Pemantapan Organisasi Pengelola KKPD Kaimana, peningkatan kapasitas Organisasi pengelola KKPD Kaimana, pengembangan sarana dan prasarana pengelolaan KKPD Kaimana, Pembangunan dan pengembangan sistem pengelolaan berbasis adat, pengembangan sistem pendanaan berkelanjutan untuk pengelolaan KKPD Kaimana, pengembangan kolaborasi pengelolaan KKPD Kaimana, pembentukan dan pengembangan jejaring KKPD Kaimana, sosialisasi dan publikasi, dan monitoring-evaluasi (Monev) Kelembagaan KKPD Kaimana
3.7. Strategi Penguatan Pengelolaan Sumber Daya Kawasan
Strategi penguatan pengelolaan sumber daya kawasan mencakup dua sumber daya penting, yaitu sumber daya alam dan sumber daya manusia. Untuk mengimplementasikan strategi ini dikembangkan program penelitian dan pengembangan, perlindungan habitat dan populasi Ikan, rehabilitasi habitat yang telah rusak yang tidak mungkin pulih tanpa intervensi, pemanfaatan jasa lingkungan, dan monitoring-evaluasi (monev) sumber daya kawasan. Selain sumber daya ekosistem terumbu karang, pengelolaan KKPD Kaimana memberikan perhatian khusus pada pengelolaan ekosistem mangrove dan padang lamun. Kedua eksosistem ini memiliki peran penting dalam menyediakan jasa lingkungan, termasuk sebagai pengatur iklim global dalam konteks perubahan iklim. Ekosistem mangrove dan padang lamun diakui memiliki kandungan karbon yang cukup signifikan, baik pada batang bohon dan daunnya (above the ground) maupun pada sedimennya (below the ground). Dengan menjaga kedua ekosistem tersebut dari kegiatan konversi/perubahan lahan, maka dengan sendirinya tidak ada emisi karbon yang dihasilkan. Strategi ini dikenal dengan Blue Carbon dan KKPD Kaimana berkontribusi pada upaya mitigasi perubahan iklim global.
3.8. Strategi Penguatan Sosial, Ekonomi dan Budaya
Strategi ini mencakup program pendidikan lingkungan hidup, pemberdayaan masyarakat sekitar KKPD Kaimana, dan Monev penguatan sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar KKPD Kaimana.
Kebijakan pengelolaan Taman Wisata Perairan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kaimana/TWP KKPD KAIMANA Di Propinsi Papua Barat termuat dalam Rencana Jangka Panjang yang berlaku selama 20 (dua puluh) tahun sejak tanggal ditetapkan. Rencana jangka Panjang ini dapat ditinjau sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.
Bab 4. PENATAAN ZONASI
Zonasi kawasan konservasi perairan merupakan suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan ekosistem. Penataan zonasi KKPD Kaimana berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 30 Tahun 2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi KKPD. Dalam pengembanggannya, zonasi KKPD Kaimana mengakomodir permintaan masyarakat dan para pihak, yang bertujuan untuk memudahkan pemahaman masyarakat mengenai sistem zonasi tanpa mengesampingkan makna dan tujuan dari zonasi yang ditetapkan.
Rencana zonasi KKPD Kaimana dilakukan dengan mempertimbangkan tiga kriteria penting yaitu:
4.1. Kriteria Biofisik
a. Ukuran setiap zona inti berdiameter minimal 10-20 km untuk ukuran terkecil, kecuali di wilayah-wilayah pesisir.
b. Jarak maksimal antar dua zona inti (zona tabungan ikan) adalah 15 km.
c. Minimal 20%, dengan sasaran 30%, dari tiap tipe habitat (misal terumbu karang, mangrove, padang lamun) harus terwakili dalam sebuah zona inti (zona tabangun ikan).
d. Minimal ada tiga kali pengulangan dari tiap tipe habitat di dalam zona inti (zona tabangun ikan) untuk mengurangi peluang terjadinya gangguan di habitat tersebut oleh akibat yang sama.
e. Apabila mungkin, dipilih daerah yang memiliki tipe-tipe habitat yang beragam ke dalam sebuah zona inti (zona tabungun ikan) untuk memastikan keterkaitan ekologi yang tinggi antar habitat.
f. Apabila mungkin, dipilih zona inti (zona tabungun ikan) yang dekat dengan kawasan lindung darat untuk memaksimalkan keutuhan ekosistem pesisir.
g. Menghindari fragmentasi (pemisahan) – apabila mungkin, masukkan keseluruhan suatu satuan biologis dalam zona inti (zona tabungun ikan) seperti gunung laut, atoll, dan laguna.
h. Pemilihan bentuk-bentuk sederhana untuk zona inti (zona tabungun ikan) untuk meminimalkan pengaruh-pengaruh akibat tata batas, sambil memaksimalkan perlindungan di dalam kawasan lindung.
i. Lindungi daerah-daerah yang kritis atau unik, seperti misalnya: • Habitat spesies yang terancam punah
• Komunitas biota laut yang unik dan beragam
• Spesies yang endemik atau daerah-daerah kunci bagi ke-endemikan biota-biota. • Habitat-habitat yang penting secara global
• Daerah-daerah yang penting dalam tahapan-tahapan kehidupan suatu species seperti tempat-tempat berkumpul ikan untuk kawin, tempat-tempat berkumpul
atau berkembang-biak hiu, pantai-pantai peneluran atau daerah-daerah makan/istirahat penyu, dan tempat-tempat bertelur burung laut.
• Habitat buaya • Habitat duyung
• Habitat-habitat pelagis yang unik (misalnya daerah-daerah yang memiliki konsentrasi yang tinggi dari upwelling, tempat bertemu arus dan pusaran-pusaran arus laut).
4.2.Kriteria Perubahan Iklim
a. Memilih daerah-daerah yang tahan terhadap dampak perubahan iklim
• Daerah-daerah dengan kisaran suhu air yang bervariasi, termasuk habitat-habitat yang memiliki suhu tinggi
• Habitat pelagis yang dinamik secara fisik (misalnya daerah-daerah yang mengalami upwelling, pusaran-pusaran arus, pertemuan arus, dan berarus kuat). • Daerah-daerah yang agak terlindung dari matahari karena adanya pulau-pulau. • Daerah-daerah dengan jumlah ikan herbivora yang banyak.
• Daerah-daerah yang memiliki pertumbuhan karang-karang baru
b. Memilih daerah-daerah yang tahan terhadap dampak naiknya permukaan air laut akibat perubahan iklim
• Daerah mangrove yang masih memiliki ruang untuk bisa berkembang ke arah daratan.
• Pantai-pantai peneluran penyu yang masih memiliki ruang untuk bisa berkembang ke arah daratan
4.3.Kriteria sosial-ekonomi
• Menghargai sistem hak ulayat laut masyarakat Papua dan hak-hak masyarakat setempat, dengan memastikan bahwa mereka adalah pusat dalam proses pengambilan keputusan.
• Memadukan pengetahuan tradisional, praktek-praktek konservasi tradisional dan perikanan berkelanjutan ke dalam pengelolaan KKP.
• Meminimalkan dampak negatif dari kegiatan-kegiatan mata pencaharian masyarakat setempat yang ada.
• Melindungi daerah-daerah yang memiliki nilai-nilai budaya-tradisional yang penting bagi pemilik-pemilik sumber daya setempat.
• Meminimalkan pemanfaatan-pemanfaatan yang menimbulkan konflik (misalnya antara pariwisata dan perikanan).
• Mempertimbangkan spesies-spesies yang penting bagi perikanan masyarakat (misalnya lola, teripang, lobster, siput hijau, abalone, kima), dan ketahui variasi-variasi sebaran tempat dan musim dalam pemanfaatannya dan nilainilainya.
• Mendukung penangkapan ikan yang subsisten (untuk kebutuhan sehari-hari) dan perikanan yang berdampak rendah.
• Melindungi pemanfaatan sumber daya laut masyarakat setempat dengan melarang praktek-praktek perikanan yang merusak.
• Memfasilitasi dan dukung penerapan praktek-praktek pengelolaan yang mendukung keberlanjutan dan perikanan komersil yang berdampak rendah.
• Memastikan pengembangan KKP dirancang untuk mendukung perikanan artisanal (skala kecil atau tradisional) bagi masyarakat setempat.
• Mempertimbangkan spesies-spesies yang rentan terhadap penangkapan berlebihan (misalnya Ganadi, kerapu, hiu).
• Melindungi tempat-tempat wisata yang potensial, termasuk dukungan terhadap industri ramah-lingkungan yang berdampak rendah yang cocok dengan KKP (misalnya wisata alam dan budidaya mutiara, rumput laut, dan jenis lainnya).
• Mencegah penempatan KKP atau zona inti (zona tabungun ikan) di dekat lokasi infrastruktur perkapalan yang ada.
KKPD Kaimana sebagaimana yang dicadangkan melalui SK Gubernur Papua Barat Nomor 523/60/3/2018 sebagai Taman Wisata Perairan /TWP Daerah Kaimana Di Propinsi Papua Barat; dengan demikian jenis Zonasi yang dikembangkan di TWP KKPD Kaimana adalah sebagai berikut:
4.4. Zona Inti (Daerah Tabungan Ikan/Sasi Tetap/Sasi Leluhur) Definisi
Zona Inti di Kaimana dikenal dengan “Daerah Tabungan Ikan” atau “Sasi Tetap” atau “Sasi Leluhur”. Zona Inti adalah suatu wilayah yang ditetapkan untuk melindungi habitat, jenis dan populasi ikan/biota, dan hanya untuk kegiatan penelitian dan pendidikan. Sesuai dengan peruntukan Zona Inti, Daerah Tabungan Ikan merupakan suatu wilayah yang ditutup dan dilindungi berdasarkan kesepakatan bersama masyarakat lokal karena memiliki fungsi sebagai daerah pemijahan ikan dan pembesaran ikan. Demikian juga dengan Sasi Tetap atau Sasi Leluhur merupakan suatu bentuk kearifan lokal masyarakat untuk menjaga ekosistem, habitat, jenis dan populasi ikan/biota dengan menutup dan menjaga suatu wilayah secara terus menerus dan turun temurun.
Fungsi
Pengaturan berbagai jenis kegiatan di dalam zona ini disajikan lebih rinci pada Tabel 16. Secara umum zona ini diperuntukkan bagi:
a. perlindungan mutlak habitat, jenis dan populasi ikan, meliputi:
- perlindungan proses ekologis yang menunjang kelangsungan hidup dari suatu jenis atau sumber daya ikan dan ekosistemnya
- penjagaan dan pencegahan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan potensi kawasan dan perubahan fungsi kawasan,
- pemulihan dan rehabilitasi ekosistem
b. penelitian, meliputi pengumpulan data dasar, monitoring berkala kondisi biologi dan ekologi, atau penelitian lain untuk tujuan perlindungan, penjagaan atau rehabilitasi.
c. pendidikan, meliputi berbagai kegiatan pendidikan tanpa melakukan pengambilan material langsung dari alam.
4.5. Zona perikanan berkelanjutan Definisi
Zona perikanan berkelanjutan adalah suatu wilayah yang ditetapkan untuk perlindungan habitat dan populasi ikan, penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan, budidaya ramah lingkungan, pariwisata dan rekreasi, penelitian, pengembangan, pendidikan, dan pemanfaatan lain berdasarkan kearifan lokal untuk menjamin keberlangsungan mata pencaharian nelayan tradisional.
Fungsi
Pengaturan berbagai jenis kegiatan di dalam zona ini disajikan lebih rinci pada Tabel 16. Secara umum zona ini diperuntukkan bagi:
a. perlindungan habitat dan populasi ikan/biota, yang meliputi
- perlindungan proses-proses ekologis yang menunjang kelangsungan hidup dari suatu jenis atau sumber daya ikan dan ekosistemnya,
- pengamanan, pencegahan dan/atau pembatasan kegiatan-kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan potensi kawasan dan perubahan fungsi kawasan,
- pengelolaan jenis sumber daya ikan/biota beserta habitatnya untuk dapat menghasilkan keseimbangan antara populasi dan habitatnya,
- alur migrasi biota perairan, - pemulihan
b. pemanfaatan berdasarkan kearifan lokal, meliputi: - Sasi buka tutup
- pemanfaatan tradisional masyarakat seperti, balobe, bameti, molo ikan, tikam-tikam dan lain lain.
c. penangkapan ikan/biota dengan alat dan cara yang ramah lingkungan, meliputi: - alat penangkapan ikan/biota yang sifatnya statis atau pasif,
- cara memperoleh ikan/biota dengan memperhatikan daya dukung habitat dan/atau tidak mengganggu keberlanjutan sumber daya ikan/biota.
- cara memperoleh ikan/biota yang dapat menjamin keberlangsungan mata pencaharian nelayan tradisional atau kecil
d. budidaya ramah lingkungan, meliputi berbagai kegiatan budidaya ikan/biota dengan mempertimbangkan jenis ikan, jenis pakan, teknologi, jumlah unit usaha budidaya, dan daya dukung dan kondisi lingkungan sumber daya ikan/biota.
e. pariwisata dan rekreasi, meliputi: pariwisata minat khusus, perahu pariwisata, pariwisata pancing, pembuatan foto, video, film, atau kegiatan pariwisata lain yang tidak mengganggu keberlangsungan mata pencaharian nelayan tradisional.
f. penelitian dan pengembangan, meliputi: pengumpulan data dasar, monitoring berkala kondisi biologi dan ekologi, atau penelitian dan pengembangan lain untuk tujuan perlindungan habitat, jenis dan populasi ikan/biota atau kepentingan perikanan berkelanjutan.
g. pendidikan, meliputi berbagai kegiatan pendidikan untuk memberikan wawasan dan motivasi yang meliputi aspek biologi, ekologi, sosial, ekonomi, budaya, tata kelola dan pengelolaan.
4.6. Zona Pemanfaatan Definisi
Zona Pemanfaatan di Kaimana dikenal sebagai “Zona Pemanfaatan Terbatas” atau “Zona Pemanfaatan Pariwisata”. Zona Pemanfaatan atau Zona Pemanfaatan Terbatas atau Zona Pariwisata ini adalah suatu wilayah yang ditetapkan untuk melindungi habitat, jenis dan populasi ikan/biota, dan hanya dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata terbatas,
penelitian, pendidikan, pengembangan konservasi atau berbagai kegiatan pemanfaatan yang tidak merusak ekosistem aslinya.
Fungsi
Pengaturan berbagai jenis kegiatan di dalam zona ini disajikan lebih rinci pada Tabel 16. Secara umum zona ini diperuntukkan bagi:
a. perlindungan habitat, jenis dan populasi ikan/biota, meliputi:
- perlindungan proses-proses ekologis yang menunjang kelangsungan hidup dari suatu jenis atau sumber daya alam hayati dan ekosistemnya,
- penjagaan dan pencegahan kegiatan-kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan potensi kawasan dan perubahan fungsi kawasan,
- pengelolaan jenis sumber daya ikan beserta habitatnya untuk dapat menghasilkan keseimbangan antara populasi dengan daya dukung habitatnya,
- perlindungan alur migrasi biota perairan, - pemulihan dan rehabilitasi ekosistem
b. pariwisata dan rekreasi, meliputi: berenang, menyelam, pariwisata minat khusus, perahu pariwisata, olahraga permukaan air, pembuatan foto, video dan film atau kegiatan pariwisata lain yang ramah lingkungan dan mendukung perlindungan habitat, jenis dan populasi ikan/biota.
c. penelitian dan pengembangan, meliputi: pengumpulan data dasar, monitoring berkala kondisi biologi dan ekologi, atau penelitian lain untuk tujuan perlindungan habitat, jenis dan populasi ikan/biota, kepentingan pariwisata dan pengembangan untuk kepentingan konservasi.
d. Pendidikan, meliputi: berbagai kegiatan pendidikan untuk pemeliharaan dan peningkatan keanekaragaman hayati, perlindungan sumber daya masyarakat lokal, pembangunan perekonomian berbasis ekowisata bahari, pemeliharaan proses ekologis dan sistem pendukung kehidupan, promosi pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan, promosi upaya tata kelola untuk perlindungan lingkungan kawasan konservasi perairan.
4.7. Zonasi Taman Wisata Perairan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kaimana 4.7.1. KKPD Buruway
KKPD
Luas Habitat (ha)
Luas KKPD (ha) Terumbu
Karang Lamun Mangrove
Buruway
Zona Inti 5 0,04% 0 - 1.659 5,9% 17.922 3,5%
Zona Pemanfaatan 963 7,3% 83 7% - - 37.229 7,3%
Zona Perikanan Berkelanjutan 9.215 70,0% 816 65% 3.942 14,0% 185.341 36,5% Buruway Total 10.183 77,4% 899 71% 5.601 19,9% 240.493 47,3% 4.7.2. KKPD Arguni
Arguni
Zona Pemanfaatan - - - - 2.896 10,3% 8.428 1,7%
Zona Perikanan Berkelanjutan - - - - 3.001 10,7% 27.297 5,4% Arguni Total - - - - 5.898 20,9% 35.726 7,0% 4.7.3. KKPD Kaimana
Kaimana
Zona Pemanfaatan 557 4,2% 53 4% 15 0,1% 11.184 2,2% Zona Perikanan Berkelanjutan 2.415 18,4% 306 24% 372 1,3% 97.293 19,1% Kaimana Total 2.972 22,6% 359 29% 386 1,4% 122.586 24,1% 4.7.4. KKPD Teluk Etna
Teluk Etna
Zona Inti - - - - 1.736 6,2% 2.272 0,4%
Zona Pemanfaatan 0,4 0,003% - - 4.316 15,3% 10.892 2,1% Zona Perikanan Berkelanjutan - - - - 10.224 36,3% 77.088 15,2% Total Teluk Etna 0,4 0,003% - - 16.276 57,8% 109.519 21,5% Grand Total 13.156 100% 1.258 100% 28.161 100% 508.324 100%
4.8.Potensi Pengelolaan TWP disetiap KKPD 4.8.1. TWP KKPD Buruway
Zona ID Zona Nomor titik
Koordinat
Potensi Lintang Bujur
Zona Inti ZI.B.01 2 3° 54' 48.37'' LS 132° 44' 34.99'' BT • Rata rata tutupan terumbu karang sedang dengan nilai maksimal 56% pada kedalaman 10 m • Kelimpahan dan biomassa ikan yang tinggi terutama ikan terbang
• Tempat makan dan pembesaran ikan demersal dan pelagis 3 3° 58' 09.07'' LS 132° 44' 33.95'' BT 4 3° 59' 43.08'' LS 132° 45' 39.71'' BT 5 3° 59' 46.57'' LS 132° 49' 35.16'' BT 6 4° 03' 37.23'' LS 132° 49' 35.08'' BT 7 4° 07' 13.81'' LS 132° 51' 23.23'' BT 30 3° 53' 31.16'' LS 132° 45' 41.35'' BT 31 4° 05' 53.99'' LS 132° 53' 23.44'' BT ZI.B.02 (Tg. Tanggiri)
32 4° 01' 01.65'' LS 133° 18' 41.24'' BT • Habitat mangrove alamai dengan kerapatan tingi • Hutan mangrove yang luas untuk daerah makan
• Pembesaran ikan serta mencegah dari ancaman sedimentasi • Habitat bagi ikan ekonomis penting
33 3° 56' 46.13'' LS 133° 21' 51.89'' BT 34 3° 55' 08.78'' LS 133° 18' 35.64'' BT 35 3° 55' 40.93'' LS 133° 14' 46.37'' BT Zona
Pemanfaatan
ZP.B.01 1 3° 50' 57.19'' LS 132° 47' 53.66'' BT • Keberadaan karang hingga kedalaman 20 m dengan persentase tutupan karang rata rata 34% dan tutupan maksimal 56%.
• Biomasa ikan ikan ekonomis penting mencapai 1.600 kg/ha dengan kelimpahan lebih dari 7.200 ekor/ha.
• Tempat berkumpulnya ikan kakap Fusciliers, bubara, dan Acanthuridae • Setidaknya terdapat 7 lokasi potensial penyelaman
• Habitat penting bagi kerapu dan ikan kakak tua (bumphead parrotfish) • Banyak lokasi di zona ini yang mempunyai kontur kedalaman tebing (drop off) • Area makan (feeding ground) penyu Hijau dan Sisik.
41 3° 59' 23.29'' LS 132° 50' 27.71'' BT
ZP.B.02 (Tj. Papisoin)
42 4° 06' 31.66'' LS 132° 59' 50.82'' BT • Daerah agregasi ikan kakap dan habitat penting bagi kerapu serta Napoleon
• Penutupan karang keras 20% dengan biomassa ikan mencapai 700 kg/ha dan kelimpahan ikan hingga 7.300 ekor/ha
• Kaya sumberdaya Lola, batulaga dan teripang
• Lokasi potensial untuk penyelaman dan area makan (feeding ground) penyu Hijau dan Sisik. 43 4° 08' 59.39'' LS 132° 59' 45.12'' BT 44 4° 09' 09.52'' LS 133° 02' 04.86'' BT 45 4° 06' 17.28'' LS 133° 02' 11.92'' BT 46 4° 06' 15.29'' LS 133° 01' 24.62'' BT ZP.B.03 (Rep Taruri)
10 4° 08' 38.19'' LS 133° 15' 19.71'' BT • Lokasi potensial untuk penyelaman
• Persentase tutupan terumbu karang sehat 25 % dengan biomassa dan kelimpahan ikan mencapai 36.000 kg/ha dan 60.000 ekor/ha.
• Daerah pembesaran ikan karang
• Potential sebagai lokasi agregasi dan pemijahan ikan (Fish Spawning Agregation / FSA) 11 4° 11' 02.44'' LS 133° 16' 00.30'' BT
47 4° 08' 12.73'' LS 133° 07' 33.15'' BT 48 4° 06' 47.31'' LS 133° 07' 33.15'' BT 49 4° 07' 06.37'' LS 133° 16' 44.28'' BT
50 4° 08' 43.00'' LS 133° 18' 55.57'' BT 51 4° 10' 51.40'' LS 133° 19' 15.23'' BT ZP.B.04
(Venu)
12 4° 22' 05.11'' LS 133° 27' 08.23'' BT • Persentase tutupan terumbu pada kedalaman 5 meter 64 % dan 12 meter 48 %
• Biomasa dan kelimpahan dan kelimpahan ikan ekonomis penting lebih dari 19.000 kg/ha dan 55.000 ekor/ha.
• Daerah pembesaran ikan karang
• Potential sebagai lokasi agregasi dan pemijahan (Fish Spawning Agregation / FSA) ikan kakap, acanthuridae, samandar, & Fuscilier
• Tempat peneluran dan area makan penyu sisik (Hawksbill) dan penyu hijau (Green Turtles) • Lokasi potensial untuk penyelaman
• Potensi biota sasi terutama teripang
• Habitat penting bagi Hiu, Kerapu, Kima raksasa, eagle ray, & Napoleon 52 4° 16' 14.83'' LS 133° 27' 26.46'' BT
53 4° 16' 55.27'' LS 133° 35' 57.87'' BT 54 4° 19' 01.67'' LS 133° 37' 57.63'' BT
ZP.B.05 55 4° 10' 54.83'' LS 133° 35' 42.65'' BT • Lokasi potensial untuk penyelaman
• Persentase tutupan terumbu karang sehat mencapai 51%
• Biomasa dan kelimpahan ikan yang tinggi lebih dari 29.000 kg/ha dan 75.000 ekor/ha • Daerah pembesaran ikan karang
• Potential sebagai lokasi agregasi dan pemijahan ikan (Fish Spawning Agregation / FSA) 56 4° 10' 02.18'' LS 133° 33' 21.70'' BT 57 4° 08' 59.73'' LS 133° 33' 57.45'' BT 58 4° 09' 45.50'' LS 133° 36' 09.92'' BT Zona Perikanan Berkelanjutan
ZPB.B.01 8 4° 10' 50.33'' LS 133° 01' 48.29'' BT • Area buka dan tutup dalam jangka waktu tertentu untuk jenis sumberdaya perikanan tertentu (trochus, lobster, teripang)
• Tutupan terumbu karang rata rata 13% dengan tutupan maksimal 42%
• Potensi biomassa dan kelimpahan ikan lebih dari 6.000 kg/ha dan 26.000 ekor/ha • Zona perikanan berkelanjutan untuk masyarakat dengan alat tradisional
• Area makan penyu Hijau dan Sisik
• Daerah perikanan yang sangat potensial dengan banyaknya lokasi agregasi ikan kakap, samandar dan fuscilier, melimpahnya ikan kakak tua (bumphead parrotfish), kerapu, dan hiu. • Kombinasi ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang mendukung sumberdaya
perikanan
• Potensial sebagai daerah penyelaman di beberapa tempat di sekitar “garden eel”. 9 4° 08' 08.87'' LS 133° 05' 05.28'' BT
13 4° 22' 24.68'' LS 133° 37' 57.43'' BT 14 4° 19' 47.27'' LS 133° 42' 56.06'' BT 15 3° 47' 51.25'' LS 133° 30' 53.14'' BT 16 3° 47' 51.52'' LS 133° 24' 48.09'' BT
Zona ID Zona Nomor Titik Koordinat Potensi Lintang Bujur Zona Pemanfaatan
ZP.A.01 59 3° 16' 27.31'' LS 133° 46' 44.03'' BT • Ekosistem mangrove dan nipah alami, Tempat bertelur dan pembesaran bulana, kakap putih, kakap hitam, belut, ganadi, bubara, ikan sembilan, lele, udang, kepiting bakau, dan buaya
60 3° 16' 27.33'' LS 133° 46' 55.72'' BT
ZP.A.02 61 3° 04' 17.19'' LS 133° 53' 29.08'' BT • Ekosistem Mangrove dan Nypah alami
• Lokasi pemijahan dan pembesaran bagi Kepiting, udang dan ikan Ganadi serta jenis ikan lain seperti ikan bulana, kakap putih, kakap hitam, belut, bubara, ikan sembilan, lele, udang, kepiting bakau, buaya dan ikan lainnya
62 3° 04' 29.11'' LS 133° 53' 24.25'' BT 63 3° 04' 44.20'' LS 133° 53' 18.14'' BT 64 3° 05' 39.86'' LS 133° 52' 55.57'' BT 65 3° 07' 42.83'' LS 133° 53' 16.06'' BT 66 3° 07' 42.54'' LS 133° 53' 53.05'' BT 67 3° 08' 14.58'' LS 133° 53' 54.14'' BT 68 3° 08' 14.34'' LS 133° 54' 29.09'' BT 69 3° 09' 20.39'' LS 133° 54' 30.10'' BT 70 3° 08' 17.73'' LS 133° 56' 09.54'' BT 71 3° 07' 32.67'' LS 133° 56' 35.68'' BT
ZP.A.03 72 2° 55' 13.85'' LS 133° 49' 20.44'' BT • Ekosistem mangrove dan nipah masih alami. Area bertelur dan pembesaran alami udang banana dan ikan seperti ikan bulana, kakap (putih& hitam), belut, ganadi, bubara, ikan sembilan, lele, udang, & kepiting bakau. Habitat bagi 2 sp.buaya dan dilindungi oleh masyarakat berdasarkan hukum adat
73 2° 54' 07.79'' LS 133° 48' 00.67'' BT 74 2° 56' 19.37'' LS 133° 48' 12.78'' BT
ZP.A.04 75 3° 05' 24.84'' LS 133° 49' 24.16'' BT • Ekosistem mangrove yang sehat sebagai tempat bertelur, dan pembesaran alami ikan, kepiting dan udang
76 3° 06' 44.50'' LS 133° 49' 35.72'' BT 77 3° 06' 21.45'' LS 133° 50' 06.52'' BT 78 3° 05' 45.06'' LS 133° 50' 03.67'' BT 79 3° 05' 01.21'' LS 133° 49' 44.48'' BT
ZP.A.05 80 2° 57' 43.51'' LS 133° 51' 26.38'' BT • Ekosistem mangrove dan nipah yang sehat sebagai tempat bertelur, dan pembesaran alami ikan, kepiting dan udang
81 2° 56' 58.29'' LS 133° 51' 51.06'' BT 82 2° 57' 08.19'' LS 133° 51' 15.46'' BT
ZP.A.06 83 2° 57' 03.32'' LS 133° 49' 04.35'' BT • Ekosistem mangrove dan nipah yang sehat sebagai tempat bertelur, dan pembesaran alami ikan, kepiting dan udang
84 2° 56' 49.37'' LS 133° 48' 36.74'' BT 85 2° 57' 50.54'' LS 133° 48' 08.62'' BT
86 2° 57' 57.61'' LS 133° 48' 29.48'' BT Zona
Perikanan Berkelanjutan
ZPB.A.01 17 3° 07' 03.62'' LS 133° 39' 16.58'' BT • Zona pemanfaatan oleh nelayan lokal yang menggunakan alat tangkap tradisional yang mencari dengan skala kecil di daerah muara.
18 3° 07' 06.23'' LS 133° 46' 00.56'' BT 19 3° 10' 38.31'' LS 133° 46' 00.12'' BT
Zona ID Zona Nomor Titik Koordinat Potensi Lintang Bujur Zona Pemanfaatan
ZP.K.01 87 3° 51' 45.82'' LS 133° 57' 39.11'' BT • Tutupan terumbu karang rata rata 27% dengan tutupan maksimal 56% dan diameter koloni paling banyak antara 5 – 15 cm
• Biomassa dan kelimpahan ikan ekonomis penting lebih dari 160 kg/ha dan 600 ekor/ha • Wisata perairan dengan keindahan gunung karst dengan dasar perairan drop off (sangat curam) • Hutan Mangrove luas dan masih alami
• Habitat penting bagi ikan kakak tua dan kerapu
• Tempat berkumpulnya ikan terutama Ikan pelagis (Fusciliers) dan berpotensi sebagai daerah pemijahan ikan • Daerah makan (feeding ground) Penyu Sisik
88 3° 52' 52.67'' LS 133° 59' 41.51'' BT 89 3° 51' 45.87'' LS 134° 04' 38.27'' BT 90 3° 48' 15.57'' LS 134° 07' 04.72'' BT 91 3° 47' 31.72'' LS 134° 06' 58.41'' BT
ZP.K.02 92 3° 55' 12.88'' LS 134° 03' 10.03'' BT • Persentase penutupan terumbu karang rata rata adalah 17% dengan tutupan maksimal 44% • Potensi biomassa dan kelimpahan ikan ekonomis penting lebih dari 100 kg/ha dan 500 ekor/ha • Daerah pembesaran ikan (Nursery Ground)
• Rata-rata Persentase tutupan karang pada kedalaman 5 meter 19.2 % dan kedalaman 10 meter 9.3 % • Jalur Imigrasi Cetacean dan Manta Ray
• Kontur kedalaman di bebera lokasi sangat curam - drop off (tebing) 93 3° 54' 42.61'' LS 134° 01' 56.08'' BT 94 3° 54' 19.60'' LS 134° 01' 56.81'' BT 95 3° 53' 39.79'' LS 134° 06' 05.39'' BT 96 3° 51' 56.20'' LS 134° 06' 50.00'' BT 97 3° 50' 43.40'' LS 134° 08' 13.39'' BT 98 3° 51' 58.24'' LS 134° 08' 55.52'' BT 99 3° 54' 18.08'' LS 134° 07' 38.05'' BT 100 3° 55' 30.50'' LS 134° 06' 34.35'' BT
ZP.K.03 101 3° 45' 45.60'' LS 134° 07' 34.89'' BT • Ekosistem mangrove dengan kerapatan tinggi 102 3° 45' 56.80'' LS 134° 07' 45.20'' BT
103 3° 45' 35.93'' LS 134° 08' 20.83'' BT Zona
Perikanan Berkelanjutan
ZPB.K.01 20 3° 43' 41.64'' LS 133° 48' 53.37'' BT • Habitat Whale Shark, Paus briday`s, indo-pacific humpback dolphin dan dugong • Daerah makan (feeding ground) Penyu Sisik dan Hijau
• Ekosistem terumbu karang dan lamun yang sehat dan kaya ikan terutama Samandar, Kakap, Sweetlips, Fuscilier, dan bubara
• Tutupan terumbu karang rata rata 18% dengan tutupan tertinggi 42% • Potensi biomassa dan kelimpahan ikan lebih dari 190 kg/ha dan 600 ekor/ha • Habitat penting bagi ikan kakak tua, Napoleon dan Baracuda.
21 3° 51' 27.33'' LS 133° 49' 58.44'' BT 22 3° 56' 30.68'' LS 133° 53' 32.97'' BT 23 4° 02' 44.24'' LS 134° 02' 44.46'' BT 24 4° 06' 56.48'' LS 134° 18' 08.07'' BT 25 4° 02' 57.48'' LS 134° 18' 12.14'' BT