• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT MENINGKAT PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN JUMLAH KOLONI BAKTERI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA TANGAN CO ASS FKG UNMAS DENPASAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT MENINGKAT PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN JUMLAH KOLONI BAKTERI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA TANGAN CO ASS FKG UNMAS DENPASAR."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN

DAPAT MENINGKATKAN PENGETAHUAN CUCI TANGAN,

MENURUNKAN JUMLAH KOLONI DAN BAKTERI

STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA TANGAN CO ASS FKG

UNMAS DENPASAR

I GUSTI AGUNG GDE OKA ARDANA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

TESIS

PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN

DAPAT MENINGKATKAN PENGETAHUAN CUCI TANGAN,

MENURUNKAN JUMLAH KOLONI DAN BAKTERI

STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA TANGAN CO ASS FKG

UNMAS DENPASAR

I GUSTI AGUNG GDE OKA ARDANA NIM 1390761032

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN

DAPAT MENINGKATKAN PENGETAHUAN CUCI TANGAN,

MENURUNKAN JUMLAH KOLONI DAN BAKTERI

STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA TANGAN CO ASS FKG

UNMAS DENPASAR

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana

I GUSTI AGUNG GDE OKA ARDANA NIM : 1390761032

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(4)

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 16 Juni 2016

Mengetahui

Tesis Ini Telah Diuji Pada tanggal Pembimbing I,

Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, Msi., Sp.MK(K) NIP. 196404171996011001

Pembimbing II,

Prof.Dr.dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes. NIP. 196603091998021003

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Dr.dr.Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., Sp.G(K) NIP. 195805211985031002

Direktur Program Pascasarjana

Universitas Udayana

(5)

PanitiaPenguji Tesis Berdasarkan SK. Rektor UniversitasUdayana, No.; 2710/UN 14.4 / HK / 2016

Tanggal ; 10 Juni 2016

Ketua : Dr.dr. I Dewa Made Sukrama, Msi., Sp.MK(K)

Sekretaris : Prof.Dr.dr.I Putu Gede Adiatmika, M.Kes.

Anggota : 1. Prof.dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF

2. Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And.

(6)
(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Waca,

Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkatNYA penulis dapat menyelesaikan tesis

dengan judul Program Penyadaran Kepatuhan Cuci Tangan dapat Meningkatkan

Pengetahuan Cuci Tangan, Menurunkan Jumlah Koloni dan Bakteri

Staphylococcus aureus pada Tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar. Tesis ini

dibuat sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan yang ditempuh di Program

Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Universitas Udayana Denpasar.

Terimakasih yang sebesar-besarnya, penulis ingin sampaikan kepada

pembimbing satu yaitu, Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, Msi., Sp.MK(K), yang

telah penuh perhatian dan kesabaran memberikan pengarahan, bimbingan, saran,

serta waktunya kepada penulis selama tesis ini dibuat sampai dengan selesai.

Terimakasih pula penulis sampaikan kepada Prof. Dr. dr I Putu Gede Adiatmika,

M.Kes. selaku pembimbing kedua yang menyempatkan diri untuk memberikan

pengarahan, bimbingan, dorongan, waktunya serta kritikan dalam pembuatan tesis

ini. Terimakasih juga kepada Co Ass dan RSGM FKG UNMAS Denpasar sebagai

subjek / tempat penelitian dalam menyelesaikan tesis ini.

Ucapan terimakasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada:

Rektor Universitas Udayana Denpasar Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika,

Sp.PD (KEMD) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti

pendidikaan Program Magister di Universitas Udayana, Direktur Pasca Sarjana

(8)

telah memberikan kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan

menyelesaikan pendidikan Program Magister Universitas Udayana Denpasar.

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas

Udayana Denpasar, Dr.dr.Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., Sp.G(K) atas

kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan

pendidikan Program Magister Universitas Udayana Denpasar, seluruh penguji

yaitu, Prof.dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF., Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, MSc,

Sp. And., Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, Msi., Sp.MK(K), Prof. Dr.dr. I Putu

Gede Adiatmika, M.Kes, dan Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si., atas

masukan dan kritiknya kepada penulis sehingga dalam penulisan tesis ini dapat

menjadi lebih baik.

Seluruh dosen dan pengelola Program Studi Ilmu Biomedik Program

Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar, dan Seluruh Dosen yang telah

mendidik, mengarahkan serta membantu penulis selama menempuh pendidikan.

Rektor Universitas Mahasaraswati Denpasar, Dekan FKG Universitas

Mahasaraswati Denpasar, Direktur RSGM Universitas Mahasaraswati Denpasar,

dan Kepala Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana atas kesempatan yang diberikan untuk menggunakan Labnya selama

penelitian ini dilakukan.

Direktur Utama beserta jajarannya dan teman-teman di SMF Gigi dan

Mulut RSUP Sanglah Denpasar yang telah memberikan kesempatan dan

dukungan pada saat menempuh pendidikan. Seluruh teman-teman mahasiswa

(9)

yang telah bersama-sama menemani baik dalam keadaan suka maupun duka

dalam menempuh masa pendidikan.

Kepada istri tercinta dan terkasih Anak Agung Ayu Rukmasari SE, MSi.,

yang telah berkorban dan menemani semenjak awal sampai akhir perkuliahan

sudah menjadi teman yang selalu memberikan inspirasi, motivasi sehingga

memberikan rasa optimis dalam menyelesaikan pendidikan dan tesis ini. Kepada

putra-putri dan menantu tersayang, drg. I Gusti Agung Istri Dentarika, SKG, dr. I

Gusti Agung Gde Dendyningrat, S.Ked beserta istri

dr.I Gusti Agung Ayu Sri Wulandari Pramana S.Ked. dan I Gusti Agung Gde

Dennyningrat yang telah membuat penulis merasa terhibur dan semangat dalam

menyelesaikan pendidikan dan tesis ini. Kepada cucu manisku yang tersayang dan

terkasih I Gusti Agung Mas Luna Atalya dan Anak Agung Ayu Kaesra dengan

kelucuan dan kepolosannya telah membuat penulis merasa terhibur dan semangat

dalam menyelesaikan pendidikan dan tesis ini serta semua pihak yang belum

tersebutkan, yang telah membantu dan memberikan dukungan samapai selesainya

tesis ini.

Penulis sadar bahwa tesis ini tidak sempurna, sehingga masukan dan kritik

untuk perbaikan kearah yang lebih baik sangat diharapkan. Akhir kata penulis

berharap, tesis ini dapat membawa manfaat untuk para pembaca, khususnya para

individu yang bergerak dalam bidang kedokteran / kedokteran gigi.

Denpasar, Mei 2016

(10)

ABSTRAK

PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT MENINGKAT PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN JUMLAH KOLONI BAKTERI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS

AUREUS PADA TANGAN CO ASS FKG UNMAS DENPASAR. Presentase data infeksi nosokomial di Indonesia masih cukup tinggi yaitu sebesar 6-16 % dengan rata-rata 9,8%. Untuk menurunkan angka infeksi nosokomial dapat dilakukan dengan program penyadaran kepatuhan cuci tangan dengan cara meningkatkan pengetahuan cuci tangan. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan cuci tangan sehingga dapat menurunkan jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus pada tangan.

Rancangan penelitian ini pre-post test control group design, dengan jumlah sampel 28 orang Co Ass FKG UNMAS yang terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok kontrol melakukan cuci tangan sesuai prosedur tetap, kelompok perlakuan melakukan cuci tangan dengan program penyadaran kepatuhan cuci tangan dan rerata perbedaan hasil diuji secara statistik.

Hasil analisis data pengetahuan sebelum perlakuan dengan uji t-independent, t = 0,141 dan nilai p = 0,889, artinya skor pengetahuan sebelum perlakuan kedua kelompok tidak berbeda (p>0,05). Sedangkan sesudah perlakuan, skor pengetahuan dengan uji t-independent, t = 3,89 dan nilai p = 0,001, artinya skor pengetahuan sesudah perlakuan pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p<0.05). Hasil analisis data koloni bakteri sebelum perlakuan dengan uji Mann-Whitney, p = 0,110, artinya median koloni bakteri sebelum perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda (p>0,05). Sedangkan sesudah perlakuan, p = 0,139, artinya median koloni bakteri sesudah perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda secara bermakna (p>0,05). Hasil analisis data koloni bakteri

Staphylococcus aureus sebelum perlakuan, dengan uji Mann-Whitney, p = 0,180, artinya median koloni bakteri Staphylococcus aureus sebelum perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda (p>0,05). Sedangkan sesudah perlakuan, p = 0,100, artinya median koloni bakteri Staphylococcus aureus sesudah perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda secara bermakna (p>0,05).

Simpulan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan, tidak dapat menurunkan jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar

(11)

ABSTRACT

HAND WASHING COMPLIANCE AWARENESS PROGRAM ABLE TO IMPROVE KNOWLEDGE OF HAND WASHING, TO REDUCE NUMBER OF COLONIES AND BACTERIA STAPHYLOCOCCUS AUREUS ON HAND OF CO

ASS FKG UNMAS DENPASAR

The percentage of nosocomial infections in Indonesia ws still high enough at 6-16% with mean of 9,8%. To reduce number of nosocomial infections can be conducted by hand washing compliance awareness program by improve the knowledge of hand washing. Aim to increase awareness and compliance with hand washing so as to reduce the number of bacterial colonies and bacteria Staphylococcus aureus on hand.

This study was conducted with pre-post test control group design, by number of sample was 28 students of Co Ass of FKG UNMAS they were divided into two groups, that were the control group who they was washed their hands according to the permanent procedure and the treatment group who was handwashing with hand washing compliance awareness programs and mean differences were statistically tested result.

The results of data analysis of knowledge at pre-test with independent t-test, t = 0.141 and p = 0.889, its meaning the knowledge score before treatment at both groups did not signficant (p> 0,05). While after treatment, the score of knowledge by t-independent, t = 3,89 and p = 0,001, its meaning the knowledge score after treatment in both groups differed significantly (p <0,05). The results of the data analysis of bacterial colonies pre-test with the Mann-Whitney test, p = 0,110, its meaning that the median of bacterial colonies before treatment in both groups did not significant (p > 0,05). Whereas after treatment, p = 0,139, its means theat median of bacterial colonies after treatment in both groups did not significant (p > 0,05). The results of the data analysis of bacteria Staphylococcus aureus before treatment, with the Mann-Whitney test, p = 0,180, its means that median of bacteria Staphylococcus aureus before treatment in both groups did not significant (p > 0,05). Whereas after treatment, p = 0,100, its meaning median of bacteria Staphylococcus aureus after treatment in both groups did not significant (p > 0,05).

The conclusion that hand washing compliance awareness program can improve knowledge of hand washing, , but did not reduce the number of bacterial colonies and the bacteria Staphylococcus aureus on hands Co Ass of FKG UNMAS Denpasar

(12)

DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN ……… i

PRASYARAT GELAR ………. ii

LEMBAR PERSETUJUAN ………. iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ……… iv

UCAPAN TERIMA KASIH ……… v

ABSTRAK ……… ix

ABSTRACT ……… x

DAFTAR ISI ……….. xi

DAFTAR TABEL ……… xvi

DAFTAR GAMBAR ………. xvii

DAFTAR SINGKATAN ………. xviii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xix

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

(13)

1.4.1.

1.4.2.

Manfaat akademis ……….

Manfaat praktis ………..

10

10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ………... 11

2.1 Infeksi nosokomial………. 11

2.2 Bakteri ……… 12

2.2.1.

2.2.2.

Bakteri pada tangan manusia………

Bakteri penyebab infeksi nosokomial…….

15

15

2.3

2.4

Pencegahan infeksi nosokomial……….

Hand hygiene………....

16

18

2.4.1 Ruang lingkup hand hygiene……….. 19

2.4.2 Tata laksana hand hygiene………. 20

2.4.3 Enam (6) langkah cuci tangan ………. 21

2.4.4 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam cuci tangan………

23

2.4.5 Hambatan untuk cuci tangan ……… 23

2.4.6 Langkah-langkah untuk meningkatkan kepatuhan

cuci tangan ………..

24

2.4.7 Tujuh fakta cuci tangan pakai sabun…..…… 24

2.5 Program penyadaran (Awareness program)……….. 25

(14)

2.5.2 Faktor-fakor yang mempengaruhi perilaku cuci

tangan ……… 26

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS

PENELITIAN ………..

28

3.1

3.2

3.3

Kerangka berpikir ……….

Konsep penelitian ……….

Hipotesis penelitian………...

28

30

30

BAB IV METODE PENELITIAN ………. 32

4.1

4.2

4.3

Rancangan penelitian ………

Tempat dan waktu penelitian ………..

Penentuan sumber data………

32 33 33 4.3.1 4.3.2 4.3.3. 4.3.4. 4.3.5.

Populasi penelitian ……….

Sampel penelitian………..

Kriteria eligibilitas………..

Besar sampel………

Tehnik pengambilan sampel………

33 33 34 35 35 4.4. 4.5. 4.6. 4.7.

Variabel penelitian ………..

Hubungan antar variabel ………..

Definisi operasional variabel ……….

Bahan dan alat penelitian………

36

37

37

(15)

4.7.1.

4.7.2.

Bahan……….

Alat ………

39

39

4.8. Prosedur penelitian ………. 40

4.8.1. 4.8.2. 4.8.3. 4.8.4. 4.8.5. Tahap persiapan………. Tahap pemilihan dan penentuan sampel Tahap pelaksanaan penelitian ………….. Alur penelitian ……… Analisis data ……… 40 40 41 44 44 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN……… 46

5.1 Hasil ……… 46

5.1.1 Pengetahuan Cuci Tangan ………... 46

5.1.2 Jumlah Koloni Bakteri ……… 48

5.1.3 Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus ……. 52

5.2 Pembahasan………. 55

5.2.1 Pengetahuan Cuci Tangan……….. 55

5.2.2 Jumlah Koloni Bakteri……… 59

5.2.3 Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus ……. 69

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN………. 77

6.1 Simpulan ………. 77

6.2 Saran……… 77

(16)
(17)

DAFTAR TABEL

5.1 Hasil Uji Normalitas Data Pengetahuan……….…...………….. 46

5.2 Homogenitas Pengetahuan antar Kelompok Perlakuan ……… 47

5.3 Perbedaan Rerata Skor Pengetahuan antar Kelompok Sebelum Program

Penyadaran Kepatuhan Cuci Tangan ……….………...……… 47

5.4 Perbedaan Rerata Skor Pengetahuan antar Kelompok Sesudah Program

Penyadaran Kepatuhan Cuci Tangan... 48

5.5 Jenis dan Rerata Jumlah Koloni Bakteri yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan Perlakuan

(n=14)……… 49

5.6 Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Koloni Bakteri ……… 50

5.7 Rerata Jumlah Koloni Bakteri yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Sebelum dan Sesudah Cuci Tangan………...… 50

5.8 Rerata Jumlah Koloni Bakteri yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol antara Sebelum dengan Sesudah

Perlakuan……… 51

5.9 Jenis dan Rerata Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan

Perlakuan (n=14)………. 53

5.10 Rerata Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan Kelompok

Perlakuan Sebelum dan Sesudah Cuci Tangan ………... 54

5.11 Rerata Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan Kelompok

(18)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Lima waktu ( momen ) cuci tangan (WHO, 2009)………. 21

2.2 Lima langkah cuci tangan pakai sabun (WHO, 2009)………... 22

3.1 Konsep penelitian………. 30

4.1 Rancangan penelitian………... 32

4.2 Hubungan antara variabel………. 37

4.3 Alur penelitian……….. 44

5.1 Jenis dan jumlah koloni bakteri sebelum perlakuan pada media Plate Count Agar………... 48

5.2 Jenis dan jumlah koloni bakteri sesudah perlakuan pada media Plate Count Agar………...………... 49

5.3 Identifikasi bakteri Staphylococcus aureus dengan API 20 E Biomeriux dengan sistim perubahan warna ………... 52

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1 Jawaban Permohonan Data Infeksi dan Kepatuhan Kebersihan Tangan 87

2. Lampiran 2 Data infeksi dan kepatuhan kebersihan tangan………. 88

3. Lampiran 3 Penyerahan Ethical Clearence ………. 89

4. Lampiran 4 Keterangan Kelaikan Etik………. 90

5. Lampiran5 Amandemen Perubahan Judul Penelitian ………. 91

6 Lampiran 6 D Data Pengisian Responden……… 92

7 Lampiran 7 Lembar Kuesioner………. 93

8 Lampiran 8 Informed Consent……….. 96

9 Lampiran 9 Jumlah Kolon Bakteri………... 97 10 Lampiran 10 Uji Normalitas Data Pengetahuan Baik Sebelum dan Sesudah Perlakuan………. 98

11 Lampiran 11 Uji t-independent Data Pengetahuan antar Kelompok Sebelum dan Sesudah Perlakuan……… 98

12 Lampiran 12 Uji Normalitas Data Jumlah Koloni Bakteri………. 99

13 Lampiran 13 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri Sebelum Perlakuan dan Sesudah Perlakuan antar Kelompok Perlakuan………. 99

14 Lampiran 14 Uji Wilcoxon Jumlah Koloni Bakteri antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Kontrol………. 100

15 Lampiran 15 Uji Wilcoxon Jumlah Koloni Bakteri antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Perlakuan……….. 101

16 Lampiran 16 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus Sebelum Perlakuan……… 102

17 Lampiran 17 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus Sesudah Perlakuan……… 103

18 Lampiran 18 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus antara Sebelum dan Sesudah perlakua pada kelompok kontrol……… 104

(20)
(21)

DAFTAR SINGKATAN

AIDS : Aquired Immunodeficiency Syndrom

APIC : Association for Professionals in Infection Control CDC : Centers for Disease Control and Prevention CFU : Coloni Forming Unit

Co Ass : Co Asisten

CTPS : Cuci tangan pakai sabun Depkes : Departemen Kesehatan DKI : Daerah Khusus Ibukota EMBA : Eosin Methylen Blue Agar FKG : Fakultas Kedokteran Gigi HAIs : Health-care Associated Infection HBV : Hepatitis B virus

HIV : Human immunodeficiency virus ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Atas Kemenkes : Kementerian Kesehatan

LOS : Length of stay

ml : mili liter

PCA : Plate Count Agar

RI : Republik Indonesia

RSGM : Rumah Sakit Gigi dn Mulut

RSU : Rumah Sakit Umum

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat TSBA : Tryptic Soy Broth Agar UNMAS : Universitas Mahasaraswati VP : Voges Proskauer

(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Infeksi dapat terjadi pada semua orang yang kontak dengan pasien

termasuk di dalamnya Co Ass ( mahasiswa program pendidikan profesi dokter

gigi ) Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar, karena

mereka tidak terlepas dari kemungkinan untuk berkontak secara langsung ataupun

tidak langsung dengan mikroorganisme dalam saliva dan darah pasien.

Penyebaran infeksi dapat terjadi melalui transmisi mikroorganisme dari

serum dan dari tangan yang tidak bersih. Hal ini dapat menyebabkan pelayanan

dalam praktek kedokteran gigi menempatkan mahasiswa program pendidikan

profesi kedokteran gigi berisiko tinggi terutama terhadap penyakit menular /

infeksi nosokomial berbahaya yang disebabkan oleh bakteri dan virus dari pasien

dan sebaliknya pada waktu menjalankan proses pendidikan profesinya di Rumah

Sakit Gigi dan Mulut (RSGM).

Presentase data infeksi nosokomial di rumah sakit dunia mencapai 9%

(WHO) variasi 3 – 21% atau lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit

seluruh dunia mendapatkan infeksi nosokomial. Penelitian lain yang dilakukan

oleh World Health Organization menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah

sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan

Pasifik menunjukkan adanya infeksi nosokomial, dan untuk Asia Tenggara

(23)

2

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang angka infeksi

nosokomialnya masih cukup tinggi, data kejadian infeksi nosokomial di Indonesia

dapat dilihat dari data surveilans yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI

pada tahun 1987 di sepuluh (10) RSU Pendidikan diperoleh angka infeksi

nosokomial sebesar 6-16 % dengan rata-rata 9,8 %, dan penelitian yang pernah

dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8 %

pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat (Balaguris, 2009).

Dari beberapa rumah sakit lain dilaporkan hasil penelitian angka kejadian

infeksi nosokomial tahun 2005 adalah di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta sebesar

7,94%, Rumah Sakit Dr.Sutomo Surabaya sebesar 14,60%, Rumah Sakit Bekasi

sebesar 5,06%, Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung sebesar 4,60%, Rumah

Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta sebesar 4,60% (Bady et al., 2007).

Infeksi terjadi karena adanya interaksi segitiga epidemiologi yang sering

dikenal dengan istilah trias epidemiologi yaitu ; host (tuan rumah / penjamu),

environment ( lingkungan ) dan agent ( mikro organisme / bakteri ) (Maryani dan

Muliani, 2010). Semua mikro organisme termasuk bakteri, virus, jamur dan

parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh

mikroorganisme yang didapat dari orang lain atau disebabkan oleh flora normal

dari pasien itu sendiri.

Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit lebih disebabkan karena

faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebaran mikro organismenya melalui

(24)

3

yang kurang bersih akibat tidak mengimplementasikan panduan kebersihan tangan

secara baik dan benar (WHO,2009).

Sejak ditemukan mikroskop oleh Antony van Leeuwenhoek pada tahun

1683 (Gupte, 1990), dapat diketahui ternyata kuman ada di mana-mana, di air,

tanah, udara, benda-benda, bahkan di tubuh setiap orang misalnya pada telapak

tangan, ujung jari dan di bawah kuku seperti E.coli, Salmonella sp, Shigela sp,

Clostridium perfringens, Giardia lamblia, virus Norwalk dan virus hepatitis A

(Synder, 1988).

Flora tetap tidak bersifat patogen yang sering dijumpai pada kulit seperti

Staphylococcus epidermis, Staphylococcus koagulase, Corynebaterium (Trampuz

& Widmer, 2004), sedangkan flora tetap yang patogen adalah Staphylococcus

aureus (Synder, 2001). Keberadaan kuman-kuman yang tidak kasat mata tersebut

seringkali membuat kita tidak sadar akan bahaya berbagai penyakit yang dapat

ditimbulkan (Rachmawati dan Triyana,2008).

Bakteri patogen penyebab infeksi nosokomial yang paling umum adalah

Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter

spp, dan Klebsiella pneumonia (Tennant dan Harding, 2005 ; Prabhu et al., 2006).

Berdasarkan data, penyebab infeksi nosokomial yang paling sering adalah

Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (Zulkarnain, 2009 ; Bereketet al.,

2012).

Peningkatan insiden infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan

virus hepatitis B (HBV) menyebabkan peningkatan kewaspadaan terhadap infeksi

(25)

4

meningkat selama 10 tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan

insidensi AIDS yang lebih beresiko mengenai tenaga medis kedokteran gigi.

Pasien dan tenaga medis di kedokteran gigi beresiko untuk tertular mikro-

organisme patogen yang menginfeksi rongga mulut. Penyakit infeksi dapat

menyebar di tempat praktek melalui kontak secara langsung antara manusia

dengan manusia, atau secara kontak tidak langsung dari alat, bahan dan tempat

pelayanan dengan manusia (Wibowo et al., 2009).

Kegiatan pencegahan dan pengedalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas

pelayanan kesehatan lainnya merupakan suatu standar mutu pelayanan dan

penting bagi pasien, petugas kesehatan maupun pengunjung rumah sakit.

Pengendalian infeksi harus dilaksanakan oleh semua rumah sakit dan fasilitas

kesehatan lainnya untuk melindungi pasien, petugas kesehatan dan pengunjung

dari kejadian infeksi.

Untuk itu Departemen Kesehatan menetapkan lima rumah sakit sebagai

pusat pelatihan regional pencegahan dan pengendalian infeksi, yaitu RSUP Adam

Malik Medan, RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung, RSUP Dr SardjitoYogyakarta,

RSUD Dr Soetomo Surabaya, dan RSUP Sanglah Denpasar (Depkes.RI., 2007).

Pencegahan dan pengendalian infeksi mutlak harus dilakukan oleh

perawat, dokter/dokter gigi termasuk calon dokter gigi dan seluruh orang yang

terlibat dalam perawatan pasien.Salah satu cara/ usaha yang dapat dilakukan untuk

mencegah terjdinya infeksi nosokomial adalah dengan dekontaminasi tangan

dimana transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga

(26)

5

menjadi salah satu langkah yang efektif untuk memutuskan rantai transmisi

infeksi, sehingga insidensi nosokomial dapat berkurang.

Salah satu komponen standar kewaspadaan dan usaha menurunkan infeksi

nosokomial adalah menggunakan panduan kebersihan tangan (hand hygiene) yang

benar dan mengimplementasikan secara benar dan efektif (WHO, 2002).

Kebiasaan cuci tangan tidak timbul begitu saja, tetapi harus dibiasakan sejak

kecil.Anak-anak merupakan agen perubahan untuk memberikan edukasi baik

untuk diri sendiri dan lingkungannya sekaligus mengajarkan pola hidup bersih dan

sehat.Anak-anak juga cukup efektif dalam memberikan contoh terhadap orang

yang lebih tua khususnya mencuci tangan yang selama ini dianggap remeh

(Batanoa, 2008).

Peran tangan sebagai sarana transmisi kuman patogen telah disadari sejak

tahun 1840an, dengan cuci tangan diharapkan akan mencegah penyebaran kuman

patogen melalui tangan .Sejak itu banyak penelitian yang memastikan bahwa

dokter yang membersihkan tangannya dari kuman sebelum dan sesudah

memeriksa pasien dapat mengurangi angka infeksi rumah sakit (Teare, 1999).Cuci

tangan merupakan suatu hal yang sederhana yang biasa kita lakukan tapi sangat

besar manfaatnya. Aktivitas cuci tangan menyebabkan hilangnya kotoran di

tangan secara mekanis (tanah, bahan-bahan organik) dan flora yang melekat di

tangan sehingga cuci tangan dapat menurunkan jumlah kuman di tangan (Girou et

al., 2002).

Perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan intervensi kesehatan yang

(27)

6

cara lainnya dalam mengurangi risiko penularan berbagai penyakit (Fewtrell et

al., 2005). Oleh karena itu kebersihan tangan dengan mencuci tangan perlu

mendapat prioritas yang tinggi, karena cuci tangan dengan sabun sebagai

pembersih, penggosokan, dan pembilasan dengan air mengalir akan

menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung mikroorganisme

(Fatonah, 2005).

Tangan adalah salah satu penghantar utama masuknya kuman penyakit ke

tubuh manusia, cuci tangan dengan sabun dapat menghambat masuknya kuman

penyakit ke tubuh manusia melalui perantaraan tangan, hampir semua orang

mengerti pentingnya cuci tangan pakai sabun namun tidak membiasakan diri

untuk melakukannya dengan benar (Depkes.RI., 2010). Kebersihan tangan

merupakan salah satu cara yang paling penting untuk mencegah penyebaran

infeksi.

Penyedia layanan kesehatan harus berlatih dan membiasakan dengan

kebersihan tangan pada titik-titik kunci sebelum kontak dengan pasien, setelah

kontak dengan cairan tubuh atau darah atau permukaan yang terkontaminasi,

sebelum prosedur invasif, dan setelah melepas handscoens, karena mencuci

tangan merupakan salah satu unsur pencegahan penularan infeksi (CDC, 2012).

Cuci tangan merupakan salah satu cara yang mudah untuk pencegahan dan

pengendalian infeksi nosokomial, tetapi pada kenyataannya cuci tangan ini tidak

dilakukan karena banyaknya alasan seperti kurangnya sarana-prasarana, alergi

sabun pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya cuci tangan,

(28)

7

Hasil Studi Formatif Perilaku Higienitas yang digelar Water and

Sanitation Program menunjukkan, perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

belum menjadi praktik yang umum ataupun norma sosial (USAID, 2006) dan

angka prevalensi nasional berperilaku benar dalam cuci tangan adalah 23,2%

(Depkes. RI, 2008a). Kebiasaan masyarakat Indonesia dalam mencuci tangan

pakai sabun hingga kini masih tergolong rendah, indikasinya dapat terlihat dengan

tingginya prevalensi penyakit diare (Depkes. R.I. 2008) dan tercatat rata-rata

hanya 12% masyarakat yang melakukan cuci tangan pakai sabun (Kemenkes. RI.,

2010).

Dari 99,6% mahasiswa kedokteran mengetahui prosedur cuci tangan yang

benar, namum dalam kenyataannya hanya 52,9% dari mereka menganggap itu

sebagai tindakan preventif yang paling penting untuk mengontrol infeksi (Huang

et al., 2013). Cuci tangan adalah tindakan sederhana, tetapi kurangnya kepatuhan

diantara penyedia layanan kesehatan adalah masalah di seluruh dunia (WHO,

2009).

Penelitian lain yang mengamati tingkat kepatuhan cuci tangan petugas

kesehatan di unit perawatan intensif Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta

Utara hasilnya menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan cuci tangan paling tinggi

adalah perawat 43%, dokter 19% dan tenaga kesehatan lainnya 28% (Jamaluddin

et al., 2012), sedangkan hasil penelitian perbedaan angka kepatuhan cuci tangan

petugas kesehatan di RSUP Kariadi Semarang hasilnya adalah angka kepatuhan

cuci tangan perawat 31,31%, residen 21,22% dan Co Ass 21,69% (Suryoputri,

(29)

8

Tingkat kepatuhan cuci tangan dikalangan mahasiswa program pendidikan

profesi kedokteran Fakultas Kedokteran Univesitas Udayana Denpasar juga

masih rendah, terbukti dari data RSUP Sanglah Denpasar menunjukkan tingkat

kepatuhan cuci tangan periode April – Juni 2014 adalah 24,32 % , periode Juli –

September 2014 adalah 44,83 % (RSUP Sanglah, 2015).

Data-data tersebut diatas menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan cuci

tangan masih rendah, masih berada dibawah standar WHO yang mewajibkan

kepatuhan cuci tangan harus lebih dari 50%. Kebiasaan cuci tangan wajib

dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) termasuk Co Ass

FKG UNMAS, namun sampai saat ini datanya belum dijumpai sehingga perlu

dilakukan penelitian.

Analisis penyebab ketidak patuhan akibat kurangnya pengetahuan dan

informasi yang ilmiah tentang hand hygiene sehinggaa menjadi penghambat atau

kurangnya motivasi untuk taat dalam melakukan cuci tangan sesuai dengan

rekomendasi (Pitted, 2001 ; WHO 2002), faktor ketidak mengertian akan tekhnik

hand hygiene atau standar hand hygiene (Burke, 2003), kurangnya pengetahuan

terhadap standar (Lankfordet al.,2003), kurangnya pendidikan cuci tangan (WHO,

2005), kurangnya sosialisasi cuci tangan yang baik dan benar (Jamaluddin et al.,

2012), oleh karenanya diperlukan Program penyadaran (Awareness program).

Dengan adanya permasalahan tersebut di atas mendorong peneliti untuk

melakukan penelitian tentang program penyadaran (Awareness program) dengan

judul program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan

(30)

9

bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Mahasaraswati Denpasar.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang diuraikan di atas , maka dapat

disusun rumusan masalah sebagai berikut ;

1 Apakah program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar ?

2 Apakah program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat menurunkan jumlah koloni bakteri pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar ?

3 Apakah program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat menurunkan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass FKG UNMAS

Denpasar ?

1.3 Tujuan

1 Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa

program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan

cuci tangan, menurunkan jumlah koloni bakteri dan jumlah bakteri

Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar

2 Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Untuk membuktikan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci

tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan Co Ass FKG

(31)

10

2. Untuk membuktikan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci

tangan dapat menurunkan jumlah koloni bakteri pada tangan Co

Ass FKG UNMAS.

3. Untuk membuktikan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci ta-

ngan dapat menurunkan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada

tangan Co Ass FKG UNMAS

1.4 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1 Manfaat akademis ;

Penelitian ini dapat dipakai acuan dalam panduan kebersihan tangan

yang sangat penting untuk pencegahan terjadinya infeksi nosokomial.

2 Manfaat praktis ;

1. Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dapat dilakukan

dengan program penyadaran kepatuhan cuci tangan.

2. Kalau program penyadaran kepatuhan cuci tangan terbukti dapat

meningkatkan pengetahuan cuci tangan, dapat menurunkan jumlah

kolon bakteri dan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada tangan

maka program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat disosialisasi-

kan ke peserta didik khususnya dilingkungan Co Ass Fakultas Kedok

(32)

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Infeksi nosokomial.

Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen

dan bersifat sangat dinamis.Salah satu penyakit infeksi yang merupakan penyebab

meningkatnya angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) di

rumah sakit adalah infeksi nosokomial, yang dikenal pertama kali pada tahun

1847 oleh Semmelweis dan sampai sekarang tetap menjadi masalah yang cukup

menyita perhatian rumah sakit (Darmadi, 2008). Infeksi ini menyebabkan 1,4 juta

kematian setiap hari di seluruh dunia (WHO, 2002).

Nosokomial berasal dari bahasa Yunani,dari kata nosos yang artinya

penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk

merawat atau rumah sakit. Jadi infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi

yang terjadi di rumah sakit dan menyerang penderita-penderita yang sedang dalam

proses pelayanan rumah sakit (Darmadi, 2008), dan infeksi nosokomial terjadi

lebih dari 48 jam setelah pasien masuk rumah sakit (Prabu et al., 2006).

Sedangkan menurut WHO infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat

di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya, yang terjadi 48 jam setelah masuk

rumah sakit, 3 hari setelah pulang dari rumah sakit, sampai 30 hari setelah

operasi, ketika pasien dirawat untuk penyakit non infeksi . Infeksi nosokomial

atau yang sekarang disebut juga sebagai infeksi yang berhubungan dengan

pelayanan kesehatan atau Health-care Associated Infection (HAIs) dapat juga

(33)

12

didefinisikan sebagai infeksi yang didapat oleh pasien selama perawatan di rumah

sakit atau pelayanan kesehatan lainnya setelah pasien masuk rumah sakit dalam

kurun waktu 48 – 72 jam , pada saat itulah penularan saling silang itu bisa terjadi.

Infeksi ini tidak hanya terjadi kepada pasien, tetapi dapat juga terjadi pada semua

tenaga kesehatan yang bekerja didalamnya serta pengunjung rumah sakit (WHO,

2002).

Proses terjadinya penyakit infeksi adalah akibat adanya interaksi segitiga

epidemiologi, sering dikenal dengan istilah trias epidemiologi dan merupakan

konsep dasar yang memberikan gambaran tentang hubungan antara tiga faktor

utama yang berperan dalam terjadinya penyakit dan masalah kesehatan lainnya,

yaitu host (penjamu), environment (lingkungan), dan agent (bakteri) (Maryani

dan Mulyani, 2010).

Infeksi nosokomial disebabkan oleh patogen yang mudah menyebar ke

seluruh tubuh, terutama pada pasien rumah sakit dengan sistem kekebalan tubuh

yang rendah , sehingga mereka kurang mampu untuk melawan infeksi. Dalam

beberapa kasus, pasien mengalami infeksi karena kondisi / atau fasilitas kesehatan

di rumah sakit yang buruk, atau karena staf rumah sakit tidak mengikuti prosedur

yang tepat seperti cuci tangan yang baik dan benar (WHO,2009).

2.2 Bakteri.

Penemuan mikroskop oleh Antony van Leeuwenhoek pada tahun 1683

(Gupte, 1990), telah membuka tabir ternyata kuman/mikroorganisme berada di

mana-mana, di air, tanah, udara, benda-benda, bahkan di tubuh manusia, termasuk

(34)

13

seringkali membuat kita tidak sadar akan bahaya yang dapat ditimbulkan. Tubuh

manusia secara terus menerus terpapar berbagai mikroorganisme yang sebagian

besar merupakan bakteri, namun ada juga jamur dan mikroorganisme lain.

Keberadan mikrorganisme tersebut dibuktikan dengan adanya berbagai

penelitian, bahkan salah satu penelitian membuktikan bahwa sabun yang

digunakan untuk mencuci tangan dapat terkontaminasi oleh bakteri, padahal

penggunaan sabun dimaksudkan untuk mengurangi jumlah bakteri yang ada di

tubuh kita termasuk pada telapak tangan (Gal et al., 2004).Pada keadaan normal

dan sehat, organisme tersebut tidak berbahaya bahkan dapat bermanfaat bagi

manusia yang dapat dikenal sebagai flora normal atau komensal.

Flora normal adalah mikroorganisme yang menempati suatu daerah tanpa

menimbulkan penyakit pada inang yang ditempati.Tempat paling umum dijumpai

flora normal adalah tempat yang terpapar dengan dunia luar yaitu kulit, mata,

mulut, saluran pernafasan atas, saluran pencernaan dan saluran urogenital.Kulit

normal biasanya ditempati bakteria sekitar 10.2–10.6 CFU/cm2 (Trampuz &

Widmer, 2004).Flora normal yang menempati kulit terdiri dari dua jenis yaitu

flora normal atau mikroorganisme sementara (transient microorganism) dan

mikroorganisme tetap (resident microorganism).

Flora transien terdiri atas mikroorganisme non patogen atau potensial

patogen yang tinggal di kulit atau mukosa selama kurun waktu tertentu (jam, hari

atau minggu), berasal dari lingkungan yang terkontaminasi atau dari pasien.Flora

ini pada umumnya tidak menimbulkan penyakit (mempunyai patogenisitas lebih

(35)

14

perubahan keseimbangan, flora transien dapat menimbulkan penyakit (Trampuz &

Widmer, 2004; Jawetz et al., 2005).

The Association for Professionals in Infection Control (APIC) memberi-

kan pedoman bahwa mikroorganisme transien adalah mikroorganisme yang dapat

diisolasi dari kulit, tetapi tidak selalu ada atau menetap di kulit. Mikroorganisme

transien, yang terdiri atas bakteri, jamur, ragi, virus dan parasit, terdapat dalam

berbagai bentuk, yang dapat terjadi kontak dengan kulit. Biasanya

mikro-organisme ini dapat ditemukan di telapak tangan, ujung jari dan di bawah kuku.

Kuman patogen yang mungkin dijumpai di kulit sebagai mikroorganisme transien

adalah Escherichia coli, Salmonella sp, Shigella sp, Clostridium perfringens,

Giardia lamblia,virus Norwalk dan virus hepatitis A (Synder, 1988).

Flora tetap adalah flora yang menetap di kulit pada sebagian besar orang

sehat yang ditemukan di lapisan epidermis dan di celah kulit (Synder, 1988). Flora

tetap terdiri atas mikroorganisme jenis tertentu yang biasanya dijumpai pada

bagian tubuh tertentu dan pada usia tertentu pula, jika terjadi perubahan

lingkungan mereka akan segera dapat kembali seperti semula(Jawetz et al.,

2005). Flora tetap yang paling sering dijumpai adalah Staphylococcus epidermidis

dan stafilokokkus koagulase negatif lainnya, Corynebaterium dengan densitas

populasi antara 10.2-10.3 CFU (Coloni Forming Unit)/cm2 (Trampuz & Widmer,

2004).

Flora tetap tidak bersifat patogen, kecuali Staphylococcus aureus, bakteri

ini dapat menyebabkan penyakit jika telah mencapai jumlah 1.000.000 atau 10.6

(36)

15

Jenis dan jumlah mikroorganisme tetap bervariasi dari satu individu ke individu

lainnya dan berbeda di antara regio tubuh. Sebagian besar mikroorganisme tetap

tidak berbahaya (Synder, 1988; dan Strohl et al., 2001). Flora transien akan mati

atau dapat dihilangkan dengan dicuci , sedangkan flora tetap yang sering dijumpai

di bawah kuku, sulit dihilangkan. Flora tetap akan selalu ada dan bertahan hidup

apalagi tempat tersebut menyediakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan

mikroba.

2.2.1. Bakteri pada tangan manusia.

Bakteri yang ditemukan pada tangan tenaga medis dan paramedis adalah

Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus saprophyticus, Staphylococcus

aureus, Serratia liquefacients, Serratia marcescens, Pseudomonas aeruginosa,

Enterobacter aerogenes, Citrobacter freundii, Salmonella sp, Basillus cereus, dan

Neisserria mucosa. (Pratami et al. 2013).

2.2.2. Bakteri penyebab infeksi nosokomial.

Sebagian besar mikroorganisme yang bertanggung jawab untuk infeksi

rumah sakit dan mikroba yang memiliki kapasitas / kemampuan untuk

menyebabkan infeksi pada pasien yang dirawat di rumah sakit adalah 90%

disebabkan oleh bakteri, sedangkan sisanya disebabkan mikobakteri, virus, jamur

atau protozoa. Bakteri yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah ;

Staphylococcus aureus, Streptococcus spp., Bacillus cereus, Acineto-bacter spp.,

Enterococci, Pseudomonas aeruginosa, Legionella dan Escherichia coli, Proteus

mirabilis, Salmonella spp., Serratia marcescens, Kleb-Siella pneumoniae. Yang

(37)

16

P.aeruginosa, tapi berdasarkan data, Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

adalah yang paling sering / paling banyak sebagai penyebab infeksi nosokomial

(Zulkarnain, 2009 ; Bereket et al., 2012).

2.3 Pencegahan infeksi nosokomial.

Mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu upaya pencegahan

penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali menjadi agen yang membawa

kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain baik

dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung .Tangan yang bersentuhan

langsung dengan kotoran manusia dan binatang, ataupun cairan tubuh lain (seperti

air ludah, ingus) dan makanan/minuman yang terkontaminasi saat tidak dicuci

dengan sabun dapat memindahkan bakteri, virus, dan parasit pada orang lain yang

tidak sadar bahwa dirinya sedang ditulari (WHO. 2009).

Diperkirakan 40 persen infeksi nosokomial disebabkan oleh kebersihan

tangan yang buruk. Petugas rumah sakit dapat secara signifikan mengurangi

jumlah kasus dengan mencuci tangan secara teratur. Pencegahan infeksi noso-

komial adalah tanggung jawab semua individu dan pemberi layanan kesehatan,

banyak penekanan telah dilakukan pada prosedur terkait staf, terutama tentang

kebersihan tangan karena dengan mencuci tangan merupakan intervensi penting

dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial disamping sarung

tangan, baju, dan masker .WHO telah mencanangkan setiap tanggal 15 Oktober

sebagai Hari Mencuci Tangan Pakai Sabun Sedunia, yang diikuti oleh 20 negara

(38)

17

Pentingnya membudayakan cuci tangan pakai sabun secara baik dan benar

juga didukung oleh World Health Organization (WHO). Data WHO menunjukkan

setiap tahun rata-rata 100 ribu anak di Indonesia meninggal dunia karena diare.

Kajian WHO menyatakan cuci tangan memakai sabun dapat mengurangi angka

diare hingga 47%. Data dari Subdit diare Kemenkes juga menunjukkan sekitar

300 orang diantara 1000 penduduk masih terjangkit diare sepanjang tahun.

Penyebab utama diare adalah kurangnya perilaku hidup sehat di masyarakat, salah

satunya kurangnya pemahaman mengenai cara cuci tangan dengan sabun secara

baik dan benar menggunakan air bersih yang mengalir (Kemenkes.RI., 2010).

Sebuah penelitian menemukan bahwa mencuci tangan dengan sabun

secara teratur dan menggunakan masker, sarung tangan, dan pelindung, lebih

efektif untuk menahan penyebaran virus ISPA seperti flu dan SARS. Penelitian ini

menyatakan bahwa mencuci tangan dengan air dan sabun adalah cara yang

sederhana dan efektif untuk menahan virus ISPA, mulai dari virus flu sehari-hari

hingga virus pandemik yang mematikan (Isaa & Cairncross, 2007). Penelitian

lain menyatakan bahwa perbandingan bayi yang dirawat oleh petugas kesehatan

yang tidak mencuci tangan dengan sabun lebih signifikan, lebih sering, dan lebih

cepat terkena patogen S. aureus dibandingan dengan bayi yang dirawat oleh

petugas kesehatan yang mencuci tangan dengan sabun (Paul et al., 2011).

Mencuci tangan adalah tindakan yang sangat sederhana, namun efektif

dalam pencegahan dan pengendalian infeksi karena secara statistik telah

membuktikan bahwa mencuci tangan adalah langkah yang paling penting dalam

(39)

18

Pengendalian Penyakit jelas mengamanatkan bahwa semua personil kesehatan

harus melakukan dekontaminasi tangan saat merawat pasien. Membersihkan

tangan merupakan pilar dan indikator mutu dalam mencegah dan mengendalikan

infeksi, sehingga wajib dilakukan oleh setiap petugas rumah sakit. Membersihkan

tangan dapat dilakukan dengan mencuci tangan dengan air mengalir atau

menggunakan antiseptik berbasis alkohol (Hernandes, 2014).

2.4 Hand hygiene.

Hand hygiene merupakan istilah umum yang berlaku baik untuk mencuci

tangan, cuci tangan dengan antiseptik, maupun hand rub antiseptik. Pada tahun

1988 dan 1995, pedoman mencuci tangan dan antisepsis tangan diterbitkan oleh

Association for Professionals in Infection Controls (APIC) (Boyce dan Pitted,

2002). Pada tahun 2009, WHO mencetuskan global patient safety challenge

dengan clean care is safe care, yaitu merumuskan inovasi strategi penerapan hand

hygiene untuk petugas kesehatan dengan My five moments for hand hygiene

(WHO, 2009).

Hand hygiene adalah suatu upaya atau tindakan membersihkan tangan,

baik dengan menggunakan sabun antiseptik di bawah air mengalir (hand washing)

atau dengan menggunakan handrub berbasis alkohol (hand rubbing) dengan

langkah-langkah yang sistematik sesuai urutan, sehingga dapat mengurangi

jumlah bakteri yang berada pada tangan (WHO, 2009)

Hand washing (mencuci tangan) adalah proses menggosok kedua

(40)

19

yang sesuai dan dibilas dengan air mengalir dengan tujuan menghilangkan

mikroorganisme sebanyak mungkin (Keevil, 2011).

Hand rubbing adalah tindakan menggosok tangan dengan berbahan dasar

alkohol tanpa air (Widmer,2000), penggosokkan tangan ini dilakukan dengan

menggunakan senyawa berbahan dasar alkohol (misalnya, etanol, n-propanol atau

isopropanol) yang digunakan dengan cara bilas (rinse) dan gosok (rub) untuk

tangan (Keevil, 2011).

2.4.1 Ruang lingkup

hand hygiene

WHO menyarankan untuk setiap orang atau petugas yang tersebut dibawah

ini untuk selalu mematuhi prosedur hand hygiene, yaitu :

1. Setiap orang yang kontak langsung dengan pasien seperti dokter/

perawat dan petugas kesehatan lainnya.

2. Setiap orang yang kontak tidak langsung dengan pasien, seperti : ahli

gizi, farmasi.

3. Setiap personil yang berkontribusi dengan prosedur yang dilakukan

terhadap pasien.

4. Setiap orang yang bekerja di lingkungan rumah sakit.

2.4.2 Tata laksana

hand hygiene.

WHO (World Health Organization) mensyaratkan five moment of hand

hygien (5 waktu hand hygiene), yang merupakan petunjuk waktu kapan petugas

(41)

20

1. Sebelum kontak dengan pasien.

Cuci tangan sebelum menyentuh pasien , untuk melindungi pasien dari

bakteri patogen yang ada pada tangan petugas.

2. Sebelum melakukan tindakan aseptik.

Cuci tangan segera sebelum melakukan tindakan aseptik , untuk melin-

dungi pasien dari bakteri patogen , termasuk yang berasal dari permukaan

tubuh pasien sendiri.

3. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien.

Cuci tangan setelah kontak atau resiko kontak dengan cairan tubuh pasien

(dan setelah melepas sarung tangan), untuk melindungi petugas kesehatan

dari bakteri patogen yang berasal dari pasien.

4. Setelah kontak dengan pasien .

Cuci tangan setelah menyentuh pasien, untuk melindungi para petugas

kesehatan dari bakteri patogen yang berasal dari pasien.

5. Setelah kontak dengan area sekitar pasien .

Cuci tangan setelah menyentuh objek yang ada di sekitar pasien pada saat

meninggalkan pasien walaupun tidak menyentuh pasien, untuk melindungi

petugas kesehatan dan area sekelilingnya bebas dari bakteri patogen yang

berasal dari pasien.

Lima (5) waktu cuci tangan ( five moment of hand hygien ) dapat

(42)
[image:42.595.177.476.171.453.2]

21

Gambar 2.1.

Lima waktu ( momen ) cuci tangan (WHO, 2009)

2.4.3 Enam ( 6 ) langkah cuci tangan

:

Pelaksanaan hand hygiene dengan mencuci tangan efektif membutuhkan

waktu sekitar 40-60 detik ( WHO ), yang dimulai dengan membuka kran dan

basahi kedua telapak tangan, tuangkan sabun cair dan gosokkan pada kedua

telapak tangan dengan urutan TE-PUNG –SELA-CI- PU-PUT yaitu TELAPAK, PUNGGUNG, SELA-SELA, KUNCI, PUTAR-PUTAR sebagai berikut :

1. Telapak tangan; gosok kedua telapak tangan

(43)

22

3. Sela-sela jari, gosok telapak tangan dan sela-sela jari sisi dalam 4. KunCi; jari jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci

5. Putar; gosok ibu jari tangan kiri dan berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya

6. Putar; rapatkan ujung jari tangan kanan dan gosokkan pada telapak tangan kiri dengan cara memutar mutar terbalik arah jarum jam, lakukan

pada ujung jari tangan sebaliknya.

Ambil kertas tisu atau kain lap sekali pakai, keringkan kedua tangan dan

tutup kran dengan siku atau bekas kertas tisu yang masih di tangan.

[image:43.595.122.507.417.707.2]

Enam ( 6) langkah cuci tangan dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2.

(44)

23

2.4.4 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam cuci tangan ;

Sebelum dan sesudah melakukan hand hygiene, ada hal-hal yang harus

diperhatikan agar tujuan hand hygiene dapat tercapai, diantaranya adalah :

1. Kuku tangan.

Kuku tangan harus dalam keadaan bersih dan pendek, karena kuku yang

panjang dapat menimbulkan potensi akumulasi bakteri patogen

yang terdapat di bawah kuku.

2. Perhiasan dan aksesoris.

Tidak diperkenankan memakai perhiasan seperti cincin pada jari,

karena ada resiko akumulasi bakteri patogen .

3. Kosmetik.

Kosmetik seperti cat kuku tidak diperkenankan, karena dapat menyim-

pan bakteri patogen.

4. Penggunaan tisu.

Pengeringan tangan sebaiknya memakai tisu sekali pakai, hasilnya

lebih kering dan dapat dipakai sebagai pelindung waktu menutup kran.

2.4.5 Hambatan-hambatan pada cuci tangan

Ada berbagai alasan mengapa petugas kesehatan tidak melakukan cuci

tangan yang diperlukan untuk melindungi pasien (Kampf, 2009):

1. Kurangnya pengetahuan ,

2. Kurangnya fasilitas,

3. Kurangnya waktu,

(45)

24

2.4.6 Meningkatkan kepatuhan cuci tangan.

Langkah-langkah meningkatkan kepatuhan cuci tangan (Kampf, 2009)

1. Pelatihan staf berkaitan dengan indikasi klinis tentang cuci tangan

2. Pencantuman tujuan yang jelas dalam program pelatihan

3. Disinfeksi cuci tangan harus tersedia luas

4. Pengurangan cuci tangan yang tidak perlu

5. Anggota staf senior medis harus member contoh / panutan dan bertin-

dak sesuai pedoman.

2.4.7 Fakta cuci tangan pakai sabun (CTPS) :

Ada 7 fakta cuci tangan pakai sabun (Depkes.RI., 2008b) ;

1. Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup.

2. Mencuci tangan pakai sabun bisa mencegah penyakit yang menyebab

kan kesakitan / kematian jutaan anak-anak setiap tahunnya.

3. Waktu-waktu kritis CTPS yang paling penting adalah setelah ke

jamban dan sebelum menyentuh makanan (mempersiapkan/ memasak/

menyaji- kan dan makan).

4. Perilaku CTPS adalah intervensi kesehatan yang “cost-effective” .

5. Untuk meningkatkan CTPS memerlukan pendekatan pemasaran sosial

yang berfokus pada pelaku CTPS dan motivasi masing-masing yang

menyadarkannya untuk mempraktikkan perilaku CTPS.

6. Perilaku CTPS sudah merupakan pengetahuan umum bagi masyarakat

tetapi tidak diikuti oleh perilaku yang berkesinambungan karena ti-

(46)

25

7. Saat ini CTPS sudah merupakan agenda Nasional yang tertuang dalam

Stategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat..

2.5 Program penyadaran (Awareness program).

Awareness adalah pengetahuan atau persepsi dari situasi atau fakta, sadar

menyiratkan pengetahuan yang didapat melalui persepsi sendiri atau dengan

bantuan sarana informasi dari luar dan program penyadaran adalah sebuah

program yang dirancang untuk meningkatkan kesadaran sesuatu (Anonim, 2015).

Tingkat pengetahuan mahasiswa program pendidikan profesi dipengaruhi oleh

sumber belajar seperti kuliah formal, pengalaman waktu bertugas, hospital

guidelines, fasilitas dan artikel sains (Huang et al., 2013).

Jadi program penyadaran (Awareness program) yang dimaksud disini

adalah program untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan cuci tangan

yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan cuci tangan

sehingga dapat menurunkan jumlah koloni bakteri dan jumlah bakteri

Staphylococcus aureuspada tangan Co Ass Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Mahasaraswati Denpasar, dengan proses sosialisasi cuci tangan yang baik dan

benar melalui proses pendidikan (ceramah) untuk meningkatkan pengetahuan

serta melalui latihan (peragaan dan praktek) untuk meningkatkan ketrampilan cuci

tangan.

2.5.1 Tujuan program penyadaran adalah

; 1. Meningkatkan pengetahuan hand hygiene

2. Meningkatkan budaya hand hygiene

(47)

26

4. Menurunkan resiko infeksi .

5. Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit

Faktor kunci keberhasilan program penyadaran adalah monitoring dan

evaluasi terus menerus secara berkelanjutan, setiap tahun kegiatan program

dievaluasi pada tingkat kesadaran serta perubahan perilaku pada kepatuhan cuci

tangan/kebersihan tangan yang terjadi. Perbaikan dapat dibuat sehingga program

dapat lebih efektif dalam mencapai tujuan untuk tahun berikutnya (WHO, 2008).

2.5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku cuci

tangan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku cuci tangan pakai sabun

adalah (Kushartanti, 2012) ;

1. Citra diri

2. Status sosial ekonomi

3. Pengetahuan

4. Kebiasaan

5. Sikap

6. Motivasi

7. Pola Asuh Orang Tua (lingkungan, tingkat sosial ekonomi )

8. Peran guru/dosen.

9. Ketersediaan sarana sanitasi ;

1. Air /wastafel,

2. Sabun (Senyawa Iodine Heksaklorofen, Iodofor, Triclosan / Irgasan).

(48)

27

4. Ketersediaan media pendidikan/informasi

1. Alat bantu melihat (visual aids) ;slide, film, gambar, poster.

2. Alat bantu dengar (audio aids) radio,

Gambar

Gambar 2.1.
Gambar 2.2.

Referensi

Dokumen terkait

Ruang lingkup lingkup usaha resto ini kami rancang dengan sebaik mungkin karena semua itu bisa berpengaruh terhadap maju mundurnya usaha kami, maka dari itu kami

Surat keterangan masih dalam perawatan adalah surat yang dikeluarkan oleh PIHAK KEDUA yang ditujukan kepada PIHAK PERTAMA, yang berisi keterangan bahwa pasien

43 Perkataan menyuruh mengobati, tidak sama artinya dengan menyuruh lakukan (doonplegen) dalam Pasal 55 ayat (1) butir 1, karena menyuruh lakukan pada Pasal 55

sekarang cara menghafalnya sama seperti sebelumnya yaitu dengan cara memegang kembali semua anggota badan yang anda gunakan u/ menghafal cirri-ciri Virus : dimulai dari

LMA atau Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih sering ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan anak-anak (15%). Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3

“Biasanya area yang kami utamakan adalah Toilet, Lobby dan canteen selain kelas yang tentunya kami bersihkan setiap hari. Ini yang biasanya menjadi hal yang mereka

Dalam konteks pelestarian warisan budaya bangsa maka makna warisan budaya tidak dibatasi hanya pada karya cetak dan karya rekam yang dihasilkan oleh penerbit dan pengusaha

“strategi berusaha untuk mengoptimalkan kesesuaian antara misi organisasi, apa yang sedang terjadi, atau direncanakan untuk terjadi didalam lingkungan.. eksternal dan