TESIS
PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN
DAPAT MENINGKATKAN PENGETAHUAN CUCI TANGAN,
MENURUNKAN JUMLAH KOLONI DAN BAKTERI
STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA TANGAN CO ASS FKG
UNMAS DENPASAR
I GUSTI AGUNG GDE OKA ARDANA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
TESIS
PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN
DAPAT MENINGKATKAN PENGETAHUAN CUCI TANGAN,
MENURUNKAN JUMLAH KOLONI DAN BAKTERI
STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA TANGAN CO ASS FKG
UNMAS DENPASAR
I GUSTI AGUNG GDE OKA ARDANA NIM 1390761032
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN
DAPAT MENINGKATKAN PENGETAHUAN CUCI TANGAN,
MENURUNKAN JUMLAH KOLONI DAN BAKTERI
STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA TANGAN CO ASS FKG
UNMAS DENPASAR
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana
I GUSTI AGUNG GDE OKA ARDANA NIM : 1390761032
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 16 Juni 2016
Mengetahui
Tesis Ini Telah Diuji Pada tanggal Pembimbing I,
Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, Msi., Sp.MK(K) NIP. 196404171996011001
Pembimbing II,
Prof.Dr.dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes. NIP. 196603091998021003
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Dr.dr.Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., Sp.G(K) NIP. 195805211985031002
Direktur Program Pascasarjana
Universitas Udayana
PanitiaPenguji Tesis Berdasarkan SK. Rektor UniversitasUdayana, No.; 2710/UN 14.4 / HK / 2016
Tanggal ; 10 Juni 2016
Ketua : Dr.dr. I Dewa Made Sukrama, Msi., Sp.MK(K)
Sekretaris : Prof.Dr.dr.I Putu Gede Adiatmika, M.Kes.
Anggota : 1. Prof.dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF
2. Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Waca,
Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkatNYA penulis dapat menyelesaikan tesis
dengan judul Program Penyadaran Kepatuhan Cuci Tangan dapat Meningkatkan
Pengetahuan Cuci Tangan, Menurunkan Jumlah Koloni dan Bakteri
Staphylococcus aureus pada Tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar. Tesis ini
dibuat sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan yang ditempuh di Program
Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Universitas Udayana Denpasar.
Terimakasih yang sebesar-besarnya, penulis ingin sampaikan kepada
pembimbing satu yaitu, Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, Msi., Sp.MK(K), yang
telah penuh perhatian dan kesabaran memberikan pengarahan, bimbingan, saran,
serta waktunya kepada penulis selama tesis ini dibuat sampai dengan selesai.
Terimakasih pula penulis sampaikan kepada Prof. Dr. dr I Putu Gede Adiatmika,
M.Kes. selaku pembimbing kedua yang menyempatkan diri untuk memberikan
pengarahan, bimbingan, dorongan, waktunya serta kritikan dalam pembuatan tesis
ini. Terimakasih juga kepada Co Ass dan RSGM FKG UNMAS Denpasar sebagai
subjek / tempat penelitian dalam menyelesaikan tesis ini.
Ucapan terimakasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada:
Rektor Universitas Udayana Denpasar Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika,
Sp.PD (KEMD) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti
pendidikaan Program Magister di Universitas Udayana, Direktur Pasca Sarjana
telah memberikan kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan Program Magister Universitas Udayana Denpasar.
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas
Udayana Denpasar, Dr.dr.Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., Sp.G(K) atas
kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan Program Magister Universitas Udayana Denpasar, seluruh penguji
yaitu, Prof.dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF., Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, MSc,
Sp. And., Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, Msi., Sp.MK(K), Prof. Dr.dr. I Putu
Gede Adiatmika, M.Kes, dan Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si., atas
masukan dan kritiknya kepada penulis sehingga dalam penulisan tesis ini dapat
menjadi lebih baik.
Seluruh dosen dan pengelola Program Studi Ilmu Biomedik Program
Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar, dan Seluruh Dosen yang telah
mendidik, mengarahkan serta membantu penulis selama menempuh pendidikan.
Rektor Universitas Mahasaraswati Denpasar, Dekan FKG Universitas
Mahasaraswati Denpasar, Direktur RSGM Universitas Mahasaraswati Denpasar,
dan Kepala Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana atas kesempatan yang diberikan untuk menggunakan Labnya selama
penelitian ini dilakukan.
Direktur Utama beserta jajarannya dan teman-teman di SMF Gigi dan
Mulut RSUP Sanglah Denpasar yang telah memberikan kesempatan dan
dukungan pada saat menempuh pendidikan. Seluruh teman-teman mahasiswa
yang telah bersama-sama menemani baik dalam keadaan suka maupun duka
dalam menempuh masa pendidikan.
Kepada istri tercinta dan terkasih Anak Agung Ayu Rukmasari SE, MSi.,
yang telah berkorban dan menemani semenjak awal sampai akhir perkuliahan
sudah menjadi teman yang selalu memberikan inspirasi, motivasi sehingga
memberikan rasa optimis dalam menyelesaikan pendidikan dan tesis ini. Kepada
putra-putri dan menantu tersayang, drg. I Gusti Agung Istri Dentarika, SKG, dr. I
Gusti Agung Gde Dendyningrat, S.Ked beserta istri
dr.I Gusti Agung Ayu Sri Wulandari Pramana S.Ked. dan I Gusti Agung Gde
Dennyningrat yang telah membuat penulis merasa terhibur dan semangat dalam
menyelesaikan pendidikan dan tesis ini. Kepada cucu manisku yang tersayang dan
terkasih I Gusti Agung Mas Luna Atalya dan Anak Agung Ayu Kaesra dengan
kelucuan dan kepolosannya telah membuat penulis merasa terhibur dan semangat
dalam menyelesaikan pendidikan dan tesis ini serta semua pihak yang belum
tersebutkan, yang telah membantu dan memberikan dukungan samapai selesainya
tesis ini.
Penulis sadar bahwa tesis ini tidak sempurna, sehingga masukan dan kritik
untuk perbaikan kearah yang lebih baik sangat diharapkan. Akhir kata penulis
berharap, tesis ini dapat membawa manfaat untuk para pembaca, khususnya para
individu yang bergerak dalam bidang kedokteran / kedokteran gigi.
Denpasar, Mei 2016
ABSTRAK
PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT MENINGKAT PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN JUMLAH KOLONI BAKTERI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS
AUREUS PADA TANGAN CO ASS FKG UNMAS DENPASAR. Presentase data infeksi nosokomial di Indonesia masih cukup tinggi yaitu sebesar 6-16 % dengan rata-rata 9,8%. Untuk menurunkan angka infeksi nosokomial dapat dilakukan dengan program penyadaran kepatuhan cuci tangan dengan cara meningkatkan pengetahuan cuci tangan. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan cuci tangan sehingga dapat menurunkan jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus pada tangan.
Rancangan penelitian ini pre-post test control group design, dengan jumlah sampel 28 orang Co Ass FKG UNMAS yang terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok kontrol melakukan cuci tangan sesuai prosedur tetap, kelompok perlakuan melakukan cuci tangan dengan program penyadaran kepatuhan cuci tangan dan rerata perbedaan hasil diuji secara statistik.
Hasil analisis data pengetahuan sebelum perlakuan dengan uji t-independent, t = 0,141 dan nilai p = 0,889, artinya skor pengetahuan sebelum perlakuan kedua kelompok tidak berbeda (p>0,05). Sedangkan sesudah perlakuan, skor pengetahuan dengan uji t-independent, t = 3,89 dan nilai p = 0,001, artinya skor pengetahuan sesudah perlakuan pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p<0.05). Hasil analisis data koloni bakteri sebelum perlakuan dengan uji Mann-Whitney, p = 0,110, artinya median koloni bakteri sebelum perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda (p>0,05). Sedangkan sesudah perlakuan, p = 0,139, artinya median koloni bakteri sesudah perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda secara bermakna (p>0,05). Hasil analisis data koloni bakteri
Staphylococcus aureus sebelum perlakuan, dengan uji Mann-Whitney, p = 0,180, artinya median koloni bakteri Staphylococcus aureus sebelum perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda (p>0,05). Sedangkan sesudah perlakuan, p = 0,100, artinya median koloni bakteri Staphylococcus aureus sesudah perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda secara bermakna (p>0,05).
Simpulan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan, tidak dapat menurunkan jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar
ABSTRACT
HAND WASHING COMPLIANCE AWARENESS PROGRAM ABLE TO IMPROVE KNOWLEDGE OF HAND WASHING, TO REDUCE NUMBER OF COLONIES AND BACTERIA STAPHYLOCOCCUS AUREUS ON HAND OF CO
ASS FKG UNMAS DENPASAR
The percentage of nosocomial infections in Indonesia ws still high enough at 6-16% with mean of 9,8%. To reduce number of nosocomial infections can be conducted by hand washing compliance awareness program by improve the knowledge of hand washing. Aim to increase awareness and compliance with hand washing so as to reduce the number of bacterial colonies and bacteria Staphylococcus aureus on hand.
This study was conducted with pre-post test control group design, by number of sample was 28 students of Co Ass of FKG UNMAS they were divided into two groups, that were the control group who they was washed their hands according to the permanent procedure and the treatment group who was handwashing with hand washing compliance awareness programs and mean differences were statistically tested result.
The results of data analysis of knowledge at pre-test with independent t-test, t = 0.141 and p = 0.889, its meaning the knowledge score before treatment at both groups did not signficant (p> 0,05). While after treatment, the score of knowledge by t-independent, t = 3,89 and p = 0,001, its meaning the knowledge score after treatment in both groups differed significantly (p <0,05). The results of the data analysis of bacterial colonies pre-test with the Mann-Whitney test, p = 0,110, its meaning that the median of bacterial colonies before treatment in both groups did not significant (p > 0,05). Whereas after treatment, p = 0,139, its means theat median of bacterial colonies after treatment in both groups did not significant (p > 0,05). The results of the data analysis of bacteria Staphylococcus aureus before treatment, with the Mann-Whitney test, p = 0,180, its means that median of bacteria Staphylococcus aureus before treatment in both groups did not significant (p > 0,05). Whereas after treatment, p = 0,100, its meaning median of bacteria Staphylococcus aureus after treatment in both groups did not significant (p > 0,05).
The conclusion that hand washing compliance awareness program can improve knowledge of hand washing, , but did not reduce the number of bacterial colonies and the bacteria Staphylococcus aureus on hands Co Ass of FKG UNMAS Denpasar
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN ……… i
PRASYARAT GELAR ………. ii
LEMBAR PERSETUJUAN ………. iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ……… iv
UCAPAN TERIMA KASIH ……… v
ABSTRAK ……… ix
ABSTRACT ……… x
DAFTAR ISI ……….. xi
DAFTAR TABEL ……… xvi
DAFTAR GAMBAR ………. xvii
DAFTAR SINGKATAN ………. xviii
DAFTAR LAMPIRAN ……… xix
BAB I PENDAHULUAN ………. 1
1.4.1.
1.4.2.
Manfaat akademis ……….
Manfaat praktis ………..
10
10
BAB II KAJIAN PUSTAKA ………... 11
2.1 Infeksi nosokomial………. 11
2.2 Bakteri ……… 12
2.2.1.
2.2.2.
Bakteri pada tangan manusia………
Bakteri penyebab infeksi nosokomial…….
15
15
2.3
2.4
Pencegahan infeksi nosokomial……….
Hand hygiene………....
16
18
2.4.1 Ruang lingkup hand hygiene……….. 19
2.4.2 Tata laksana hand hygiene………. 20
2.4.3 Enam (6) langkah cuci tangan ………. 21
2.4.4 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam cuci tangan………
23
2.4.5 Hambatan untuk cuci tangan ……… 23
2.4.6 Langkah-langkah untuk meningkatkan kepatuhan
cuci tangan ………..
24
2.4.7 Tujuh fakta cuci tangan pakai sabun…..…… 24
2.5 Program penyadaran (Awareness program)……….. 25
2.5.2 Faktor-fakor yang mempengaruhi perilaku cuci
tangan ……… 26
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN ………..
28
3.1
3.2
3.3
Kerangka berpikir ……….
Konsep penelitian ……….
Hipotesis penelitian………...
28
30
30
BAB IV METODE PENELITIAN ………. 32
4.1
4.2
4.3
Rancangan penelitian ………
Tempat dan waktu penelitian ………..
Penentuan sumber data………
32 33 33 4.3.1 4.3.2 4.3.3. 4.3.4. 4.3.5.
Populasi penelitian ……….
Sampel penelitian………..
Kriteria eligibilitas………..
Besar sampel………
Tehnik pengambilan sampel………
33 33 34 35 35 4.4. 4.5. 4.6. 4.7.
Variabel penelitian ………..
Hubungan antar variabel ………..
Definisi operasional variabel ……….
Bahan dan alat penelitian………
36
37
37
4.7.1.
4.7.2.
Bahan……….
Alat ………
39
39
4.8. Prosedur penelitian ………. 40
4.8.1. 4.8.2. 4.8.3. 4.8.4. 4.8.5. Tahap persiapan………. Tahap pemilihan dan penentuan sampel Tahap pelaksanaan penelitian ………….. Alur penelitian ……… Analisis data ……… 40 40 41 44 44 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN……… 46
5.1 Hasil ……… 46
5.1.1 Pengetahuan Cuci Tangan ………... 46
5.1.2 Jumlah Koloni Bakteri ……… 48
5.1.3 Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus ……. 52
5.2 Pembahasan………. 55
5.2.1 Pengetahuan Cuci Tangan……….. 55
5.2.2 Jumlah Koloni Bakteri……… 59
5.2.3 Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus ……. 69
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN………. 77
6.1 Simpulan ………. 77
6.2 Saran……… 77
DAFTAR TABEL
5.1 Hasil Uji Normalitas Data Pengetahuan……….…...………….. 46
5.2 Homogenitas Pengetahuan antar Kelompok Perlakuan ……… 47
5.3 Perbedaan Rerata Skor Pengetahuan antar Kelompok Sebelum Program
Penyadaran Kepatuhan Cuci Tangan ……….………...……… 47
5.4 Perbedaan Rerata Skor Pengetahuan antar Kelompok Sesudah Program
Penyadaran Kepatuhan Cuci Tangan... 48
5.5 Jenis dan Rerata Jumlah Koloni Bakteri yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan Perlakuan
(n=14)……… 49
5.6 Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Koloni Bakteri ……… 50
5.7 Rerata Jumlah Koloni Bakteri yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Sebelum dan Sesudah Cuci Tangan………...… 50
5.8 Rerata Jumlah Koloni Bakteri yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol antara Sebelum dengan Sesudah
Perlakuan……… 51
5.9 Jenis dan Rerata Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan
Perlakuan (n=14)………. 53
5.10 Rerata Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan Kelompok
Perlakuan Sebelum dan Sesudah Cuci Tangan ………... 54
5.11 Rerata Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan Kelompok
DAFTAR GAMBAR
2.1 Lima waktu ( momen ) cuci tangan (WHO, 2009)………. 21
2.2 Lima langkah cuci tangan pakai sabun (WHO, 2009)………... 22
3.1 Konsep penelitian………. 30
4.1 Rancangan penelitian………... 32
4.2 Hubungan antara variabel………. 37
4.3 Alur penelitian……….. 44
5.1 Jenis dan jumlah koloni bakteri sebelum perlakuan pada media Plate Count Agar………... 48
5.2 Jenis dan jumlah koloni bakteri sesudah perlakuan pada media Plate Count Agar………...………... 49
5.3 Identifikasi bakteri Staphylococcus aureus dengan API 20 E Biomeriux dengan sistim perubahan warna ………... 52
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 Jawaban Permohonan Data Infeksi dan Kepatuhan Kebersihan Tangan 87
2. Lampiran 2 Data infeksi dan kepatuhan kebersihan tangan………. 88
3. Lampiran 3 Penyerahan Ethical Clearence ………. 89
4. Lampiran 4 Keterangan Kelaikan Etik………. 90
5. Lampiran5 Amandemen Perubahan Judul Penelitian ………. 91
6 Lampiran 6 D Data Pengisian Responden……… 92
7 Lampiran 7 Lembar Kuesioner………. 93
8 Lampiran 8 Informed Consent……….. 96
9 Lampiran 9 Jumlah Kolon Bakteri………... 97 10 Lampiran 10 Uji Normalitas Data Pengetahuan Baik Sebelum dan Sesudah Perlakuan………. 98
11 Lampiran 11 Uji t-independent Data Pengetahuan antar Kelompok Sebelum dan Sesudah Perlakuan……… 98
12 Lampiran 12 Uji Normalitas Data Jumlah Koloni Bakteri………. 99
13 Lampiran 13 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri Sebelum Perlakuan dan Sesudah Perlakuan antar Kelompok Perlakuan………. 99
14 Lampiran 14 Uji Wilcoxon Jumlah Koloni Bakteri antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Kontrol………. 100
15 Lampiran 15 Uji Wilcoxon Jumlah Koloni Bakteri antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Perlakuan……….. 101
16 Lampiran 16 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus Sebelum Perlakuan……… 102
17 Lampiran 17 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus Sesudah Perlakuan……… 103
18 Lampiran 18 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus antara Sebelum dan Sesudah perlakua pada kelompok kontrol……… 104
DAFTAR SINGKATAN
AIDS : Aquired Immunodeficiency Syndrom
APIC : Association for Professionals in Infection Control CDC : Centers for Disease Control and Prevention CFU : Coloni Forming Unit
Co Ass : Co Asisten
CTPS : Cuci tangan pakai sabun Depkes : Departemen Kesehatan DKI : Daerah Khusus Ibukota EMBA : Eosin Methylen Blue Agar FKG : Fakultas Kedokteran Gigi HAIs : Health-care Associated Infection HBV : Hepatitis B virus
HIV : Human immunodeficiency virus ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Atas Kemenkes : Kementerian Kesehatan
LOS : Length of stay
ml : mili liter
PCA : Plate Count Agar
RI : Republik Indonesia
RSGM : Rumah Sakit Gigi dn Mulut
RSU : Rumah Sakit Umum
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat TSBA : Tryptic Soy Broth Agar UNMAS : Universitas Mahasaraswati VP : Voges Proskauer
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Infeksi dapat terjadi pada semua orang yang kontak dengan pasien
termasuk di dalamnya Co Ass ( mahasiswa program pendidikan profesi dokter
gigi ) Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar, karena
mereka tidak terlepas dari kemungkinan untuk berkontak secara langsung ataupun
tidak langsung dengan mikroorganisme dalam saliva dan darah pasien.
Penyebaran infeksi dapat terjadi melalui transmisi mikroorganisme dari
serum dan dari tangan yang tidak bersih. Hal ini dapat menyebabkan pelayanan
dalam praktek kedokteran gigi menempatkan mahasiswa program pendidikan
profesi kedokteran gigi berisiko tinggi terutama terhadap penyakit menular /
infeksi nosokomial berbahaya yang disebabkan oleh bakteri dan virus dari pasien
dan sebaliknya pada waktu menjalankan proses pendidikan profesinya di Rumah
Sakit Gigi dan Mulut (RSGM).
Presentase data infeksi nosokomial di rumah sakit dunia mencapai 9%
(WHO) variasi 3 – 21% atau lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit
seluruh dunia mendapatkan infeksi nosokomial. Penelitian lain yang dilakukan
oleh World Health Organization menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah
sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan
Pasifik menunjukkan adanya infeksi nosokomial, dan untuk Asia Tenggara
2
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang angka infeksi
nosokomialnya masih cukup tinggi, data kejadian infeksi nosokomial di Indonesia
dapat dilihat dari data surveilans yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI
pada tahun 1987 di sepuluh (10) RSU Pendidikan diperoleh angka infeksi
nosokomial sebesar 6-16 % dengan rata-rata 9,8 %, dan penelitian yang pernah
dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8 %
pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat (Balaguris, 2009).
Dari beberapa rumah sakit lain dilaporkan hasil penelitian angka kejadian
infeksi nosokomial tahun 2005 adalah di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta sebesar
7,94%, Rumah Sakit Dr.Sutomo Surabaya sebesar 14,60%, Rumah Sakit Bekasi
sebesar 5,06%, Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung sebesar 4,60%, Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta sebesar 4,60% (Bady et al., 2007).
Infeksi terjadi karena adanya interaksi segitiga epidemiologi yang sering
dikenal dengan istilah trias epidemiologi yaitu ; host (tuan rumah / penjamu),
environment ( lingkungan ) dan agent ( mikro organisme / bakteri ) (Maryani dan
Muliani, 2010). Semua mikro organisme termasuk bakteri, virus, jamur dan
parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh
mikroorganisme yang didapat dari orang lain atau disebabkan oleh flora normal
dari pasien itu sendiri.
Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit lebih disebabkan karena
faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebaran mikro organismenya melalui
3
yang kurang bersih akibat tidak mengimplementasikan panduan kebersihan tangan
secara baik dan benar (WHO,2009).
Sejak ditemukan mikroskop oleh Antony van Leeuwenhoek pada tahun
1683 (Gupte, 1990), dapat diketahui ternyata kuman ada di mana-mana, di air,
tanah, udara, benda-benda, bahkan di tubuh setiap orang misalnya pada telapak
tangan, ujung jari dan di bawah kuku seperti E.coli, Salmonella sp, Shigela sp,
Clostridium perfringens, Giardia lamblia, virus Norwalk dan virus hepatitis A
(Synder, 1988).
Flora tetap tidak bersifat patogen yang sering dijumpai pada kulit seperti
Staphylococcus epidermis, Staphylococcus koagulase, Corynebaterium (Trampuz
& Widmer, 2004), sedangkan flora tetap yang patogen adalah Staphylococcus
aureus (Synder, 2001). Keberadaan kuman-kuman yang tidak kasat mata tersebut
seringkali membuat kita tidak sadar akan bahaya berbagai penyakit yang dapat
ditimbulkan (Rachmawati dan Triyana,2008).
Bakteri patogen penyebab infeksi nosokomial yang paling umum adalah
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter
spp, dan Klebsiella pneumonia (Tennant dan Harding, 2005 ; Prabhu et al., 2006).
Berdasarkan data, penyebab infeksi nosokomial yang paling sering adalah
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (Zulkarnain, 2009 ; Bereketet al.,
2012).
Peningkatan insiden infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan
virus hepatitis B (HBV) menyebabkan peningkatan kewaspadaan terhadap infeksi
4
meningkat selama 10 tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan
insidensi AIDS yang lebih beresiko mengenai tenaga medis kedokteran gigi.
Pasien dan tenaga medis di kedokteran gigi beresiko untuk tertular mikro-
organisme patogen yang menginfeksi rongga mulut. Penyakit infeksi dapat
menyebar di tempat praktek melalui kontak secara langsung antara manusia
dengan manusia, atau secara kontak tidak langsung dari alat, bahan dan tempat
pelayanan dengan manusia (Wibowo et al., 2009).
Kegiatan pencegahan dan pengedalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya merupakan suatu standar mutu pelayanan dan
penting bagi pasien, petugas kesehatan maupun pengunjung rumah sakit.
Pengendalian infeksi harus dilaksanakan oleh semua rumah sakit dan fasilitas
kesehatan lainnya untuk melindungi pasien, petugas kesehatan dan pengunjung
dari kejadian infeksi.
Untuk itu Departemen Kesehatan menetapkan lima rumah sakit sebagai
pusat pelatihan regional pencegahan dan pengendalian infeksi, yaitu RSUP Adam
Malik Medan, RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung, RSUP Dr SardjitoYogyakarta,
RSUD Dr Soetomo Surabaya, dan RSUP Sanglah Denpasar (Depkes.RI., 2007).
Pencegahan dan pengendalian infeksi mutlak harus dilakukan oleh
perawat, dokter/dokter gigi termasuk calon dokter gigi dan seluruh orang yang
terlibat dalam perawatan pasien.Salah satu cara/ usaha yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjdinya infeksi nosokomial adalah dengan dekontaminasi tangan
dimana transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga
5
menjadi salah satu langkah yang efektif untuk memutuskan rantai transmisi
infeksi, sehingga insidensi nosokomial dapat berkurang.
Salah satu komponen standar kewaspadaan dan usaha menurunkan infeksi
nosokomial adalah menggunakan panduan kebersihan tangan (hand hygiene) yang
benar dan mengimplementasikan secara benar dan efektif (WHO, 2002).
Kebiasaan cuci tangan tidak timbul begitu saja, tetapi harus dibiasakan sejak
kecil.Anak-anak merupakan agen perubahan untuk memberikan edukasi baik
untuk diri sendiri dan lingkungannya sekaligus mengajarkan pola hidup bersih dan
sehat.Anak-anak juga cukup efektif dalam memberikan contoh terhadap orang
yang lebih tua khususnya mencuci tangan yang selama ini dianggap remeh
(Batanoa, 2008).
Peran tangan sebagai sarana transmisi kuman patogen telah disadari sejak
tahun 1840an, dengan cuci tangan diharapkan akan mencegah penyebaran kuman
patogen melalui tangan .Sejak itu banyak penelitian yang memastikan bahwa
dokter yang membersihkan tangannya dari kuman sebelum dan sesudah
memeriksa pasien dapat mengurangi angka infeksi rumah sakit (Teare, 1999).Cuci
tangan merupakan suatu hal yang sederhana yang biasa kita lakukan tapi sangat
besar manfaatnya. Aktivitas cuci tangan menyebabkan hilangnya kotoran di
tangan secara mekanis (tanah, bahan-bahan organik) dan flora yang melekat di
tangan sehingga cuci tangan dapat menurunkan jumlah kuman di tangan (Girou et
al., 2002).
Perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan intervensi kesehatan yang
6
cara lainnya dalam mengurangi risiko penularan berbagai penyakit (Fewtrell et
al., 2005). Oleh karena itu kebersihan tangan dengan mencuci tangan perlu
mendapat prioritas yang tinggi, karena cuci tangan dengan sabun sebagai
pembersih, penggosokan, dan pembilasan dengan air mengalir akan
menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung mikroorganisme
(Fatonah, 2005).
Tangan adalah salah satu penghantar utama masuknya kuman penyakit ke
tubuh manusia, cuci tangan dengan sabun dapat menghambat masuknya kuman
penyakit ke tubuh manusia melalui perantaraan tangan, hampir semua orang
mengerti pentingnya cuci tangan pakai sabun namun tidak membiasakan diri
untuk melakukannya dengan benar (Depkes.RI., 2010). Kebersihan tangan
merupakan salah satu cara yang paling penting untuk mencegah penyebaran
infeksi.
Penyedia layanan kesehatan harus berlatih dan membiasakan dengan
kebersihan tangan pada titik-titik kunci sebelum kontak dengan pasien, setelah
kontak dengan cairan tubuh atau darah atau permukaan yang terkontaminasi,
sebelum prosedur invasif, dan setelah melepas handscoens, karena mencuci
tangan merupakan salah satu unsur pencegahan penularan infeksi (CDC, 2012).
Cuci tangan merupakan salah satu cara yang mudah untuk pencegahan dan
pengendalian infeksi nosokomial, tetapi pada kenyataannya cuci tangan ini tidak
dilakukan karena banyaknya alasan seperti kurangnya sarana-prasarana, alergi
sabun pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya cuci tangan,
7
Hasil Studi Formatif Perilaku Higienitas yang digelar Water and
Sanitation Program menunjukkan, perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
belum menjadi praktik yang umum ataupun norma sosial (USAID, 2006) dan
angka prevalensi nasional berperilaku benar dalam cuci tangan adalah 23,2%
(Depkes. RI, 2008a). Kebiasaan masyarakat Indonesia dalam mencuci tangan
pakai sabun hingga kini masih tergolong rendah, indikasinya dapat terlihat dengan
tingginya prevalensi penyakit diare (Depkes. R.I. 2008) dan tercatat rata-rata
hanya 12% masyarakat yang melakukan cuci tangan pakai sabun (Kemenkes. RI.,
2010).
Dari 99,6% mahasiswa kedokteran mengetahui prosedur cuci tangan yang
benar, namum dalam kenyataannya hanya 52,9% dari mereka menganggap itu
sebagai tindakan preventif yang paling penting untuk mengontrol infeksi (Huang
et al., 2013). Cuci tangan adalah tindakan sederhana, tetapi kurangnya kepatuhan
diantara penyedia layanan kesehatan adalah masalah di seluruh dunia (WHO,
2009).
Penelitian lain yang mengamati tingkat kepatuhan cuci tangan petugas
kesehatan di unit perawatan intensif Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta
Utara hasilnya menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan cuci tangan paling tinggi
adalah perawat 43%, dokter 19% dan tenaga kesehatan lainnya 28% (Jamaluddin
et al., 2012), sedangkan hasil penelitian perbedaan angka kepatuhan cuci tangan
petugas kesehatan di RSUP Kariadi Semarang hasilnya adalah angka kepatuhan
cuci tangan perawat 31,31%, residen 21,22% dan Co Ass 21,69% (Suryoputri,
8
Tingkat kepatuhan cuci tangan dikalangan mahasiswa program pendidikan
profesi kedokteran Fakultas Kedokteran Univesitas Udayana Denpasar juga
masih rendah, terbukti dari data RSUP Sanglah Denpasar menunjukkan tingkat
kepatuhan cuci tangan periode April – Juni 2014 adalah 24,32 % , periode Juli –
September 2014 adalah 44,83 % (RSUP Sanglah, 2015).
Data-data tersebut diatas menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan cuci
tangan masih rendah, masih berada dibawah standar WHO yang mewajibkan
kepatuhan cuci tangan harus lebih dari 50%. Kebiasaan cuci tangan wajib
dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) termasuk Co Ass
FKG UNMAS, namun sampai saat ini datanya belum dijumpai sehingga perlu
dilakukan penelitian.
Analisis penyebab ketidak patuhan akibat kurangnya pengetahuan dan
informasi yang ilmiah tentang hand hygiene sehinggaa menjadi penghambat atau
kurangnya motivasi untuk taat dalam melakukan cuci tangan sesuai dengan
rekomendasi (Pitted, 2001 ; WHO 2002), faktor ketidak mengertian akan tekhnik
hand hygiene atau standar hand hygiene (Burke, 2003), kurangnya pengetahuan
terhadap standar (Lankfordet al.,2003), kurangnya pendidikan cuci tangan (WHO,
2005), kurangnya sosialisasi cuci tangan yang baik dan benar (Jamaluddin et al.,
2012), oleh karenanya diperlukan Program penyadaran (Awareness program).
Dengan adanya permasalahan tersebut di atas mendorong peneliti untuk
melakukan penelitian tentang program penyadaran (Awareness program) dengan
judul program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan
9
bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang diuraikan di atas , maka dapat
disusun rumusan masalah sebagai berikut ;
1 Apakah program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar ?
2 Apakah program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat menurunkan jumlah koloni bakteri pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar ?
3 Apakah program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat menurunkan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass FKG UNMAS
Denpasar ?
1.3 Tujuan
1 Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa
program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan
cuci tangan, menurunkan jumlah koloni bakteri dan jumlah bakteri
Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar
2 Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Untuk membuktikan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci
tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan Co Ass FKG
10
2. Untuk membuktikan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci
tangan dapat menurunkan jumlah koloni bakteri pada tangan Co
Ass FKG UNMAS.
3. Untuk membuktikan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci ta-
ngan dapat menurunkan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada
tangan Co Ass FKG UNMAS
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1 Manfaat akademis ;
Penelitian ini dapat dipakai acuan dalam panduan kebersihan tangan
yang sangat penting untuk pencegahan terjadinya infeksi nosokomial.
2 Manfaat praktis ;
1. Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dapat dilakukan
dengan program penyadaran kepatuhan cuci tangan.
2. Kalau program penyadaran kepatuhan cuci tangan terbukti dapat
meningkatkan pengetahuan cuci tangan, dapat menurunkan jumlah
kolon bakteri dan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada tangan
maka program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat disosialisasi-
kan ke peserta didik khususnya dilingkungan Co Ass Fakultas Kedok
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Infeksi nosokomial.
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen
dan bersifat sangat dinamis.Salah satu penyakit infeksi yang merupakan penyebab
meningkatnya angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) di
rumah sakit adalah infeksi nosokomial, yang dikenal pertama kali pada tahun
1847 oleh Semmelweis dan sampai sekarang tetap menjadi masalah yang cukup
menyita perhatian rumah sakit (Darmadi, 2008). Infeksi ini menyebabkan 1,4 juta
kematian setiap hari di seluruh dunia (WHO, 2002).
Nosokomial berasal dari bahasa Yunani,dari kata nosos yang artinya
penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk
merawat atau rumah sakit. Jadi infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi
yang terjadi di rumah sakit dan menyerang penderita-penderita yang sedang dalam
proses pelayanan rumah sakit (Darmadi, 2008), dan infeksi nosokomial terjadi
lebih dari 48 jam setelah pasien masuk rumah sakit (Prabu et al., 2006).
Sedangkan menurut WHO infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat
di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya, yang terjadi 48 jam setelah masuk
rumah sakit, 3 hari setelah pulang dari rumah sakit, sampai 30 hari setelah
operasi, ketika pasien dirawat untuk penyakit non infeksi . Infeksi nosokomial
atau yang sekarang disebut juga sebagai infeksi yang berhubungan dengan
pelayanan kesehatan atau Health-care Associated Infection (HAIs) dapat juga
12
didefinisikan sebagai infeksi yang didapat oleh pasien selama perawatan di rumah
sakit atau pelayanan kesehatan lainnya setelah pasien masuk rumah sakit dalam
kurun waktu 48 – 72 jam , pada saat itulah penularan saling silang itu bisa terjadi.
Infeksi ini tidak hanya terjadi kepada pasien, tetapi dapat juga terjadi pada semua
tenaga kesehatan yang bekerja didalamnya serta pengunjung rumah sakit (WHO,
2002).
Proses terjadinya penyakit infeksi adalah akibat adanya interaksi segitiga
epidemiologi, sering dikenal dengan istilah trias epidemiologi dan merupakan
konsep dasar yang memberikan gambaran tentang hubungan antara tiga faktor
utama yang berperan dalam terjadinya penyakit dan masalah kesehatan lainnya,
yaitu host (penjamu), environment (lingkungan), dan agent (bakteri) (Maryani
dan Mulyani, 2010).
Infeksi nosokomial disebabkan oleh patogen yang mudah menyebar ke
seluruh tubuh, terutama pada pasien rumah sakit dengan sistem kekebalan tubuh
yang rendah , sehingga mereka kurang mampu untuk melawan infeksi. Dalam
beberapa kasus, pasien mengalami infeksi karena kondisi / atau fasilitas kesehatan
di rumah sakit yang buruk, atau karena staf rumah sakit tidak mengikuti prosedur
yang tepat seperti cuci tangan yang baik dan benar (WHO,2009).
2.2 Bakteri.
Penemuan mikroskop oleh Antony van Leeuwenhoek pada tahun 1683
(Gupte, 1990), telah membuka tabir ternyata kuman/mikroorganisme berada di
mana-mana, di air, tanah, udara, benda-benda, bahkan di tubuh manusia, termasuk
13
seringkali membuat kita tidak sadar akan bahaya yang dapat ditimbulkan. Tubuh
manusia secara terus menerus terpapar berbagai mikroorganisme yang sebagian
besar merupakan bakteri, namun ada juga jamur dan mikroorganisme lain.
Keberadan mikrorganisme tersebut dibuktikan dengan adanya berbagai
penelitian, bahkan salah satu penelitian membuktikan bahwa sabun yang
digunakan untuk mencuci tangan dapat terkontaminasi oleh bakteri, padahal
penggunaan sabun dimaksudkan untuk mengurangi jumlah bakteri yang ada di
tubuh kita termasuk pada telapak tangan (Gal et al., 2004).Pada keadaan normal
dan sehat, organisme tersebut tidak berbahaya bahkan dapat bermanfaat bagi
manusia yang dapat dikenal sebagai flora normal atau komensal.
Flora normal adalah mikroorganisme yang menempati suatu daerah tanpa
menimbulkan penyakit pada inang yang ditempati.Tempat paling umum dijumpai
flora normal adalah tempat yang terpapar dengan dunia luar yaitu kulit, mata,
mulut, saluran pernafasan atas, saluran pencernaan dan saluran urogenital.Kulit
normal biasanya ditempati bakteria sekitar 10.2–10.6 CFU/cm2 (Trampuz &
Widmer, 2004).Flora normal yang menempati kulit terdiri dari dua jenis yaitu
flora normal atau mikroorganisme sementara (transient microorganism) dan
mikroorganisme tetap (resident microorganism).
Flora transien terdiri atas mikroorganisme non patogen atau potensial
patogen yang tinggal di kulit atau mukosa selama kurun waktu tertentu (jam, hari
atau minggu), berasal dari lingkungan yang terkontaminasi atau dari pasien.Flora
ini pada umumnya tidak menimbulkan penyakit (mempunyai patogenisitas lebih
14
perubahan keseimbangan, flora transien dapat menimbulkan penyakit (Trampuz &
Widmer, 2004; Jawetz et al., 2005).
The Association for Professionals in Infection Control (APIC) memberi-
kan pedoman bahwa mikroorganisme transien adalah mikroorganisme yang dapat
diisolasi dari kulit, tetapi tidak selalu ada atau menetap di kulit. Mikroorganisme
transien, yang terdiri atas bakteri, jamur, ragi, virus dan parasit, terdapat dalam
berbagai bentuk, yang dapat terjadi kontak dengan kulit. Biasanya
mikro-organisme ini dapat ditemukan di telapak tangan, ujung jari dan di bawah kuku.
Kuman patogen yang mungkin dijumpai di kulit sebagai mikroorganisme transien
adalah Escherichia coli, Salmonella sp, Shigella sp, Clostridium perfringens,
Giardia lamblia,virus Norwalk dan virus hepatitis A (Synder, 1988).
Flora tetap adalah flora yang menetap di kulit pada sebagian besar orang
sehat yang ditemukan di lapisan epidermis dan di celah kulit (Synder, 1988). Flora
tetap terdiri atas mikroorganisme jenis tertentu yang biasanya dijumpai pada
bagian tubuh tertentu dan pada usia tertentu pula, jika terjadi perubahan
lingkungan mereka akan segera dapat kembali seperti semula(Jawetz et al.,
2005). Flora tetap yang paling sering dijumpai adalah Staphylococcus epidermidis
dan stafilokokkus koagulase negatif lainnya, Corynebaterium dengan densitas
populasi antara 10.2-10.3 CFU (Coloni Forming Unit)/cm2 (Trampuz & Widmer,
2004).
Flora tetap tidak bersifat patogen, kecuali Staphylococcus aureus, bakteri
ini dapat menyebabkan penyakit jika telah mencapai jumlah 1.000.000 atau 10.6
15
Jenis dan jumlah mikroorganisme tetap bervariasi dari satu individu ke individu
lainnya dan berbeda di antara regio tubuh. Sebagian besar mikroorganisme tetap
tidak berbahaya (Synder, 1988; dan Strohl et al., 2001). Flora transien akan mati
atau dapat dihilangkan dengan dicuci , sedangkan flora tetap yang sering dijumpai
di bawah kuku, sulit dihilangkan. Flora tetap akan selalu ada dan bertahan hidup
apalagi tempat tersebut menyediakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan
mikroba.
2.2.1. Bakteri pada tangan manusia.
Bakteri yang ditemukan pada tangan tenaga medis dan paramedis adalah
Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus saprophyticus, Staphylococcus
aureus, Serratia liquefacients, Serratia marcescens, Pseudomonas aeruginosa,
Enterobacter aerogenes, Citrobacter freundii, Salmonella sp, Basillus cereus, dan
Neisserria mucosa. (Pratami et al. 2013).
2.2.2. Bakteri penyebab infeksi nosokomial.
Sebagian besar mikroorganisme yang bertanggung jawab untuk infeksi
rumah sakit dan mikroba yang memiliki kapasitas / kemampuan untuk
menyebabkan infeksi pada pasien yang dirawat di rumah sakit adalah 90%
disebabkan oleh bakteri, sedangkan sisanya disebabkan mikobakteri, virus, jamur
atau protozoa. Bakteri yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah ;
Staphylococcus aureus, Streptococcus spp., Bacillus cereus, Acineto-bacter spp.,
Enterococci, Pseudomonas aeruginosa, Legionella dan Escherichia coli, Proteus
mirabilis, Salmonella spp., Serratia marcescens, Kleb-Siella pneumoniae. Yang
16
P.aeruginosa, tapi berdasarkan data, Escherichia coli dan Staphylococcus aureus
adalah yang paling sering / paling banyak sebagai penyebab infeksi nosokomial
(Zulkarnain, 2009 ; Bereket et al., 2012).
2.3 Pencegahan infeksi nosokomial.
Mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu upaya pencegahan
penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali menjadi agen yang membawa
kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain baik
dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung .Tangan yang bersentuhan
langsung dengan kotoran manusia dan binatang, ataupun cairan tubuh lain (seperti
air ludah, ingus) dan makanan/minuman yang terkontaminasi saat tidak dicuci
dengan sabun dapat memindahkan bakteri, virus, dan parasit pada orang lain yang
tidak sadar bahwa dirinya sedang ditulari (WHO. 2009).
Diperkirakan 40 persen infeksi nosokomial disebabkan oleh kebersihan
tangan yang buruk. Petugas rumah sakit dapat secara signifikan mengurangi
jumlah kasus dengan mencuci tangan secara teratur. Pencegahan infeksi noso-
komial adalah tanggung jawab semua individu dan pemberi layanan kesehatan,
banyak penekanan telah dilakukan pada prosedur terkait staf, terutama tentang
kebersihan tangan karena dengan mencuci tangan merupakan intervensi penting
dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial disamping sarung
tangan, baju, dan masker .WHO telah mencanangkan setiap tanggal 15 Oktober
sebagai Hari Mencuci Tangan Pakai Sabun Sedunia, yang diikuti oleh 20 negara
17
Pentingnya membudayakan cuci tangan pakai sabun secara baik dan benar
juga didukung oleh World Health Organization (WHO). Data WHO menunjukkan
setiap tahun rata-rata 100 ribu anak di Indonesia meninggal dunia karena diare.
Kajian WHO menyatakan cuci tangan memakai sabun dapat mengurangi angka
diare hingga 47%. Data dari Subdit diare Kemenkes juga menunjukkan sekitar
300 orang diantara 1000 penduduk masih terjangkit diare sepanjang tahun.
Penyebab utama diare adalah kurangnya perilaku hidup sehat di masyarakat, salah
satunya kurangnya pemahaman mengenai cara cuci tangan dengan sabun secara
baik dan benar menggunakan air bersih yang mengalir (Kemenkes.RI., 2010).
Sebuah penelitian menemukan bahwa mencuci tangan dengan sabun
secara teratur dan menggunakan masker, sarung tangan, dan pelindung, lebih
efektif untuk menahan penyebaran virus ISPA seperti flu dan SARS. Penelitian ini
menyatakan bahwa mencuci tangan dengan air dan sabun adalah cara yang
sederhana dan efektif untuk menahan virus ISPA, mulai dari virus flu sehari-hari
hingga virus pandemik yang mematikan (Isaa & Cairncross, 2007). Penelitian
lain menyatakan bahwa perbandingan bayi yang dirawat oleh petugas kesehatan
yang tidak mencuci tangan dengan sabun lebih signifikan, lebih sering, dan lebih
cepat terkena patogen S. aureus dibandingan dengan bayi yang dirawat oleh
petugas kesehatan yang mencuci tangan dengan sabun (Paul et al., 2011).
Mencuci tangan adalah tindakan yang sangat sederhana, namun efektif
dalam pencegahan dan pengendalian infeksi karena secara statistik telah
membuktikan bahwa mencuci tangan adalah langkah yang paling penting dalam
18
Pengendalian Penyakit jelas mengamanatkan bahwa semua personil kesehatan
harus melakukan dekontaminasi tangan saat merawat pasien. Membersihkan
tangan merupakan pilar dan indikator mutu dalam mencegah dan mengendalikan
infeksi, sehingga wajib dilakukan oleh setiap petugas rumah sakit. Membersihkan
tangan dapat dilakukan dengan mencuci tangan dengan air mengalir atau
menggunakan antiseptik berbasis alkohol (Hernandes, 2014).
2.4 Hand hygiene.
Hand hygiene merupakan istilah umum yang berlaku baik untuk mencuci
tangan, cuci tangan dengan antiseptik, maupun hand rub antiseptik. Pada tahun
1988 dan 1995, pedoman mencuci tangan dan antisepsis tangan diterbitkan oleh
Association for Professionals in Infection Controls (APIC) (Boyce dan Pitted,
2002). Pada tahun 2009, WHO mencetuskan global patient safety challenge
dengan clean care is safe care, yaitu merumuskan inovasi strategi penerapan hand
hygiene untuk petugas kesehatan dengan My five moments for hand hygiene
(WHO, 2009).
Hand hygiene adalah suatu upaya atau tindakan membersihkan tangan,
baik dengan menggunakan sabun antiseptik di bawah air mengalir (hand washing)
atau dengan menggunakan handrub berbasis alkohol (hand rubbing) dengan
langkah-langkah yang sistematik sesuai urutan, sehingga dapat mengurangi
jumlah bakteri yang berada pada tangan (WHO, 2009)
Hand washing (mencuci tangan) adalah proses menggosok kedua
19
yang sesuai dan dibilas dengan air mengalir dengan tujuan menghilangkan
mikroorganisme sebanyak mungkin (Keevil, 2011).
Hand rubbing adalah tindakan menggosok tangan dengan berbahan dasar
alkohol tanpa air (Widmer,2000), penggosokkan tangan ini dilakukan dengan
menggunakan senyawa berbahan dasar alkohol (misalnya, etanol, n-propanol atau
isopropanol) yang digunakan dengan cara bilas (rinse) dan gosok (rub) untuk
tangan (Keevil, 2011).
2.4.1 Ruang lingkup
hand hygiene
WHO menyarankan untuk setiap orang atau petugas yang tersebut dibawah
ini untuk selalu mematuhi prosedur hand hygiene, yaitu :
1. Setiap orang yang kontak langsung dengan pasien seperti dokter/
perawat dan petugas kesehatan lainnya.
2. Setiap orang yang kontak tidak langsung dengan pasien, seperti : ahli
gizi, farmasi.
3. Setiap personil yang berkontribusi dengan prosedur yang dilakukan
terhadap pasien.
4. Setiap orang yang bekerja di lingkungan rumah sakit.
2.4.2 Tata laksana
hand hygiene.
WHO (World Health Organization) mensyaratkan five moment of hand
hygien (5 waktu hand hygiene), yang merupakan petunjuk waktu kapan petugas
20
1. Sebelum kontak dengan pasien.
Cuci tangan sebelum menyentuh pasien , untuk melindungi pasien dari
bakteri patogen yang ada pada tangan petugas.
2. Sebelum melakukan tindakan aseptik.
Cuci tangan segera sebelum melakukan tindakan aseptik , untuk melin-
dungi pasien dari bakteri patogen , termasuk yang berasal dari permukaan
tubuh pasien sendiri.
3. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien.
Cuci tangan setelah kontak atau resiko kontak dengan cairan tubuh pasien
(dan setelah melepas sarung tangan), untuk melindungi petugas kesehatan
dari bakteri patogen yang berasal dari pasien.
4. Setelah kontak dengan pasien .
Cuci tangan setelah menyentuh pasien, untuk melindungi para petugas
kesehatan dari bakteri patogen yang berasal dari pasien.
5. Setelah kontak dengan area sekitar pasien .
Cuci tangan setelah menyentuh objek yang ada di sekitar pasien pada saat
meninggalkan pasien walaupun tidak menyentuh pasien, untuk melindungi
petugas kesehatan dan area sekelilingnya bebas dari bakteri patogen yang
berasal dari pasien.
Lima (5) waktu cuci tangan ( five moment of hand hygien ) dapat
21
Gambar 2.1.
Lima waktu ( momen ) cuci tangan (WHO, 2009)
2.4.3 Enam ( 6 ) langkah cuci tangan
:Pelaksanaan hand hygiene dengan mencuci tangan efektif membutuhkan
waktu sekitar 40-60 detik ( WHO ), yang dimulai dengan membuka kran dan
basahi kedua telapak tangan, tuangkan sabun cair dan gosokkan pada kedua
telapak tangan dengan urutan TE-PUNG –SELA-CI- PU-PUT yaitu TELAPAK, PUNGGUNG, SELA-SELA, KUNCI, PUTAR-PUTAR sebagai berikut :
1. Telapak tangan; gosok kedua telapak tangan
22
3. Sela-sela jari, gosok telapak tangan dan sela-sela jari sisi dalam 4. KunCi; jari jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
5. Putar; gosok ibu jari tangan kiri dan berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya
6. Putar; rapatkan ujung jari tangan kanan dan gosokkan pada telapak tangan kiri dengan cara memutar mutar terbalik arah jarum jam, lakukan
pada ujung jari tangan sebaliknya.
Ambil kertas tisu atau kain lap sekali pakai, keringkan kedua tangan dan
tutup kran dengan siku atau bekas kertas tisu yang masih di tangan.
[image:43.595.122.507.417.707.2]Enam ( 6) langkah cuci tangan dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2.
23
2.4.4 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam cuci tangan ;
Sebelum dan sesudah melakukan hand hygiene, ada hal-hal yang harus
diperhatikan agar tujuan hand hygiene dapat tercapai, diantaranya adalah :
1. Kuku tangan.
Kuku tangan harus dalam keadaan bersih dan pendek, karena kuku yang
panjang dapat menimbulkan potensi akumulasi bakteri patogen
yang terdapat di bawah kuku.
2. Perhiasan dan aksesoris.
Tidak diperkenankan memakai perhiasan seperti cincin pada jari,
karena ada resiko akumulasi bakteri patogen .
3. Kosmetik.
Kosmetik seperti cat kuku tidak diperkenankan, karena dapat menyim-
pan bakteri patogen.
4. Penggunaan tisu.
Pengeringan tangan sebaiknya memakai tisu sekali pakai, hasilnya
lebih kering dan dapat dipakai sebagai pelindung waktu menutup kran.
2.4.5 Hambatan-hambatan pada cuci tangan
Ada berbagai alasan mengapa petugas kesehatan tidak melakukan cuci
tangan yang diperlukan untuk melindungi pasien (Kampf, 2009):
1. Kurangnya pengetahuan ,
2. Kurangnya fasilitas,
3. Kurangnya waktu,
24
2.4.6 Meningkatkan kepatuhan cuci tangan.
Langkah-langkah meningkatkan kepatuhan cuci tangan (Kampf, 2009)
1. Pelatihan staf berkaitan dengan indikasi klinis tentang cuci tangan
2. Pencantuman tujuan yang jelas dalam program pelatihan
3. Disinfeksi cuci tangan harus tersedia luas
4. Pengurangan cuci tangan yang tidak perlu
5. Anggota staf senior medis harus member contoh / panutan dan bertin-
dak sesuai pedoman.
2.4.7 Fakta cuci tangan pakai sabun (CTPS) :
Ada 7 fakta cuci tangan pakai sabun (Depkes.RI., 2008b) ;1. Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup.
2. Mencuci tangan pakai sabun bisa mencegah penyakit yang menyebab
kan kesakitan / kematian jutaan anak-anak setiap tahunnya.
3. Waktu-waktu kritis CTPS yang paling penting adalah setelah ke
jamban dan sebelum menyentuh makanan (mempersiapkan/ memasak/
menyaji- kan dan makan).
4. Perilaku CTPS adalah intervensi kesehatan yang “cost-effective” .
5. Untuk meningkatkan CTPS memerlukan pendekatan pemasaran sosial
yang berfokus pada pelaku CTPS dan motivasi masing-masing yang
menyadarkannya untuk mempraktikkan perilaku CTPS.
6. Perilaku CTPS sudah merupakan pengetahuan umum bagi masyarakat
tetapi tidak diikuti oleh perilaku yang berkesinambungan karena ti-
25
7. Saat ini CTPS sudah merupakan agenda Nasional yang tertuang dalam
Stategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat..
2.5 Program penyadaran (Awareness program).
Awareness adalah pengetahuan atau persepsi dari situasi atau fakta, sadar
menyiratkan pengetahuan yang didapat melalui persepsi sendiri atau dengan
bantuan sarana informasi dari luar dan program penyadaran adalah sebuah
program yang dirancang untuk meningkatkan kesadaran sesuatu (Anonim, 2015).
Tingkat pengetahuan mahasiswa program pendidikan profesi dipengaruhi oleh
sumber belajar seperti kuliah formal, pengalaman waktu bertugas, hospital
guidelines, fasilitas dan artikel sains (Huang et al., 2013).
Jadi program penyadaran (Awareness program) yang dimaksud disini
adalah program untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan cuci tangan
yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan cuci tangan
sehingga dapat menurunkan jumlah koloni bakteri dan jumlah bakteri
Staphylococcus aureuspada tangan Co Ass Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Mahasaraswati Denpasar, dengan proses sosialisasi cuci tangan yang baik dan
benar melalui proses pendidikan (ceramah) untuk meningkatkan pengetahuan
serta melalui latihan (peragaan dan praktek) untuk meningkatkan ketrampilan cuci
tangan.
2.5.1 Tujuan program penyadaran adalah
; 1. Meningkatkan pengetahuan hand hygiene2. Meningkatkan budaya hand hygiene
26
4. Menurunkan resiko infeksi .
5. Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit
Faktor kunci keberhasilan program penyadaran adalah monitoring dan
evaluasi terus menerus secara berkelanjutan, setiap tahun kegiatan program
dievaluasi pada tingkat kesadaran serta perubahan perilaku pada kepatuhan cuci
tangan/kebersihan tangan yang terjadi. Perbaikan dapat dibuat sehingga program
dapat lebih efektif dalam mencapai tujuan untuk tahun berikutnya (WHO, 2008).
2.5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku cuci
tangan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku cuci tangan pakai sabun
adalah (Kushartanti, 2012) ;
1. Citra diri
2. Status sosial ekonomi
3. Pengetahuan
4. Kebiasaan
5. Sikap
6. Motivasi
7. Pola Asuh Orang Tua (lingkungan, tingkat sosial ekonomi )
8. Peran guru/dosen.
9. Ketersediaan sarana sanitasi ;
1. Air /wastafel,
2. Sabun (Senyawa Iodine Heksaklorofen, Iodofor, Triclosan / Irgasan).
27
4. Ketersediaan media pendidikan/informasi
1. Alat bantu melihat (visual aids) ;slide, film, gambar, poster.
2. Alat bantu dengar (audio aids) radio,