ABSTRAK
PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA ISOPROPANOL, CHLOROXYLENOL, DAN TRICLOSAN TERHADAP Staphylococcus aureus
IN VITRO
Meili Wati, 2014; Pembimbing I : Fanny Rahardja, dr., M.Si. Pembimbing II : Winsa Husin, dr., M.Sc.M.Kes.
Latar belakang : Infeksi Staphylococcus aureus dapat menyebabkan berbagai macam penyakit baik secara langsung maupun tidak langsung seperti infeksi dan keracunan makanan. Menjaga tangan agar tetap bersih adalah salah satu cara untuk mencegah penyebaran bakteri Staphylococcus aureus dan penyakitnya. Berbagai macam produk cuci tangan dapat mengandung bahan aktif yang memiliki aktivitas antimikroba. Kandungan bahan aktif yang paling sering ditemukan adalah alkohol, chloroxylenol, dan triclosan.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan aktivitas antimikroba isopropanol, chloroxylenol dan triclosan.
Metode : Penelitian bersifat true experimental dengan metode disc diffusion. Cakram yang masing-masing sebelumnya sudah dicelupkan ke dalam isopropanol, chloroxylenol, dan triclosan diletakkan pada Müeller Hinton Agar (MHA) yang sudah diinokulasikan 100µL suspensi Staphylococcus aureus. MHA kemudian diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 370C. Analisis data menggunakan ANOVA dengan α=5% dilanjutkan dengan uji Multiple Comparison
Fisher Least Significant Difference (LSD).
Hasil : Berdasarkan uji Multiple Comparison LSD, rerata diameter zona inhibisi pada chloroxylenol 4.8% (41,863 mm) dan triclosan 0.05% (40,717 mm) menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna terhadap isopropanol 62% (20,216 mm) dengan p=0,000. Tetapi rerata diameter zona inhibisi choloroxylenol 4.8% dan triclosan 0.05% menunjukan perbedaan tidak bermakna dengan p=0,572. Simpulan : Isopropanol, chloroxylenol, dan triclosan memiliki aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro. Namun isopropanol memiliki potensi yang lebih rendah dibandingkan dengan cholorxylenol yang potensinya setara dengan triclosan.
v ABSTRACT
ANTIMICROBIAL ACTIVITY COMPARISON OF ISOPROPANOL, CHLOROXYLENOL, AND TRICLOSAN AGAINST
Staphylococcus aureus IN VITRO
Meili Wati, 2014; 1st Tutor : Fanny Rahardja, dr., M.Si. 2nd Tutor : Winsa Husin, dr., M.Sc.M.Kes.
Background : The infection of Staphylococcus aureus can cause many kind of
diseases either directly by infection, or indirectly by food contamination. Keeping hands clean is one of the best way to prevent the spread of Staphylococcus aureus and its diseases. There are many kind of hand washing products which have active ingredients for antimicrobial activities. The most common active ingredients that can be found in hand washing products are alcohols, chloroxylenol, and triclosan.
Aim : The purpose of this research was to compare the activity of isopropanol,
chloroxylenol, and triclosan against Staphylococcus aureus in vitro
Method : This research was true experimental research with disc diffusion
method. Paper discs that already dipped into isopropanol, chloroxylenol, and triclosan were placed into Müeller Hinton Agar (MHA) inoculated by 100µL Staphylococcus aureus and incubated for 18-24 hours at 370C. Data was analyzed using ANOVA test with α = 0.05 then continued with Multiple Comparison Fisher Least Significant Difference (LSD).
Results : Based on Multiple Comparison LSD test, the average diameter of
inhibition zone in chloroxylenol 4.8% (41,863mm) and triclosan 0.05% (40,717mm) are significantly different compared to isopropanol 62% (20,216mm) with p=0.000. But there are no differences between average diameter of inhibition zone in chloroxylenol and triclosan with p=0.572.
Conclusion : Isopropanol, chloroxylenol, and triclosan were effective against
Staphylococcus aureus in vitro. But isopropanol has lower potential than chloroxylenol which has the same potential as triclosan.
DAFTAR ISI
JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
SURAT PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 2
1.3 Maksud dan Tujuan ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 3
1.5 Kerangka Pemikiran ... 3
1.6 Hipotesis Penelitian ... 5
1.7 Metodologi Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Flora Bakterial Normal pada Kulit... 6
2.2 Staphylococcus aureus ... 7
2.2.1 Morfologi dan Identifikasi Staphylococcus aureus ... 8
2.2.2 Struktur Antigen ... 9
2.2.3 Enzim dan Toksin ... 10
2.2.3.1 Katalase ... 10
2.2.3.2 Koagulase dan Faktor Penggumpalan ... 10
ix
2.2.3.4 Eksotoksin ... 11
2.2.3.5 Panton Valentine Leukosidin ... 11
2.2.3.6 Toksin Eksfoliatif ... 12
2.2.3.7 Toxic Shock Syndrome Toxin (TSST) ... 12
2.2.3.8 Enterotoksin ... 12
2.2.4 Gambaran Klinis ... 14
2.2.5 Epidemiologi, Transmisi, dan Pencegahan ... 15
2.3 Hand Hygiene... 16
2.3.1 Hand Hygiene Products ... 17
2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Agen Antiseptik dalam Membunuh Mikroorganisme ... 18
2.3.3 Mekanisme Kerja Beberapa Jenis Agen Antiseptik ... 20
BAB III ALAT,BAHAN, DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian ... 28
3.1.1 Alat-alat Penelitian ... 28
3.1.2 Bahan-bahan Penelitian ... 29
3.1.3 Subjek Penelitian ... 29
3.2 Metode Penelitian ... 29
3.2.1 Desain Penelitian ... 29
3.2.2 Variabel Penelitian ... 29
3.2.3 Penentuan Besar Sampel ... 30
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30
3.4 Prosedur Kerja ... 30
3.4.1 Sterilisasi Alat ... 30
3.4.2 Persiapan Mikroorganisme Uji ... 31
3.4.3 Persiapan Media Agar ... 31
3.4.4 Persiapan Suspensi Mikroorganisme Uji ... 31
3.4.5 Persiapan Isopropanol, Chloroxylenol dan Triclosan ... 32
3.4.7 Pengamatan dan Pencatatan Hasil Penelitian... 32
3.5 Metode Analisis ... 33
3.5.1 Hipotesis Statistik ... 33
3.5.2 Kriteria uji ... 33
3.5.3 Analisis Data ... 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 34
4.2 Pembahasan ... 36
4.3 Pengujian Hipotesis Penelitian ... 39
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 41
5.2 Saran ... 41
DAFTAR PUSTAKA ... 42
LAMPIRAN ... 46
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Keamanan Bahan Aktif Menurut TMF ... 18
Tabel 2.2 Agen Antiseptik dan Mekanisme Kerja ... 21
Tabel 2.3 Efek Beberapa Antiseptik Terhadap Mikroorganisme ... 26
Tabel 2.4 Macam-macam Jenis Antiseptik yang Dapat Digunakan ... 27
Tabel 4.1 Diameter Zona Inhibisi Isopropanol, Chloroxylenol, dan Triclosan terhadap Staphylococcus aureus dalam milimeter (mm) ... 34
Tabel 4.2 Hasil Uji Homogenitas ... 35
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Shapiro-Wilk ... 35
Tabel 4.4 Hasil One way ANOVA terhadap Rerata Diameter Zona Inhibisi ... 35
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Staphylococcus aureus dengan Pewarnaan Gram ... 8
Gambar 2.2 Staphylococcus aureus dalam Biakan Agar ... 9
Gambar 2.3 Patogenesis Keracunanan Makanan Akibat Enterotoksin ... 13
Gambar 2.4 Mekanisme Superantigen Enterotoksin Staphylococcus aureus ... 13
Gambar 2.5 Berbagai Lokasi Infeksi Akibat Staphylococcus Aureus ... 15
Gambar 2.6 Struktur Kimiawi Alkohol ... 23
Gambar 2.7 Struktur Kimiawi Chloroxylenol ... 24
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Foto Alat dan Bahan Penelitian ... 45
Lampiran 2 Foto Hasil Penelitian ... 49
Lampiran 3 Uji Statistik One way ANOVA pada Percobaan ... 50
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tangan adalah anggota badan yang paling sering digerakkan dan mengadakan kontak baik dengan benda mati maupun dengan makhluk hidup sehingga sering terkontaminasi mikroorganisme. Tangan yang terkontaminasi ini dapat menjadi salah satu alat untuk menyebarkan suatu penyakit bergantung pada mikroorganisme apa yang menempel pada tangan.
Salah satu mikroorganisme yang dapat ditemukan pada tangan adalah
Staphylococcus aureus. Transmisi bakteri ini melalui kontak langsung/direct contact dan dapat juga melalui airbone. Bakteri ini merupakan salah satu
mikoorganisme tetap yang dapat bersifat patogen apabila jumlahnya mencapai 106 per gram dan banyak ditemukan pada daerah mulut, hidung, telinga serta tangan (Rachmawati dan Triyana, 2008).
Staphylococcus aureus juga dapat tumbuh dan berkolonisasi pada makanan yang mengandung garam seperti ham, keju, dan susu. Selain itu juga pada jenis makanan yang dibuat dengan tangan dan tidak perlu dimasak seperti sandwich,
salad¸ dan beberapa jenis pastries (CDC, 2006). Semakin banyak bakteri yang
2
Di negara industri,sebanyak 30% dari populasi menderita foodborne illness
(WHO, 2011). Di Amerika Serikat terdapat 76 juta kasus yang dilaporkan ;
325.000 dirawat di rumah sakit dan sebanyak 5.000 kematian setiap tahunnya (Buzby & Roberts, 2009). Di Indonesia sendiri ± 9.000 kasus foodborne illness dilaporkan dan sebanyak 36,7% disebabkan oleh mikrobiologi (Suratmono, 2010). Pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terkena keracunan makanan adalah dengan mencegah kontaminasi kuman kedalam makanan. Dalam hal ini jari-jari tangan memiliki peran yang penting. Untuk itu, menjaga kebersihan tangan merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan. Salah satu cara paling mudah dan sederhana adalah dengan mencuci tangan. Mencuci tangan yang baik idealnya dengan menggunakan sabun dan air mengalir. Namun dalam kondisi tertentu, orang akan sulit mendapatkan air bahkan sabun untuk membersihkan tangan (Rachmawati dan Triyana, 2008).
Selain menggunakan sabun, dapat juga digunakan bahan antiseptik. Membersihkan tangan dengan menggunakan antiseptik sudah dimulai sejak awal abad ke-19. Penggunaan bahan antiseptik sendiri terbukti mampu mengurangi angka kejadian infeksi dan keracunan makanan akibat Staphylococcus aureus (Pittet, Allegranzi & Sax, 2007). Selain menurunkan angka kejadian infeksi, bahan antiseptik juga lebih cepat, tidak mengiritasi dan lebih praktis. Kandungan bahan aktif dalam antiseptik dapat dibedakan menjadi dua yaitu berbasis alkohol dan non alkohol.
Bahan antiseptik yang sering digunakan adalah isopropanol, chloroxylenol dan
triclosan (M.Jackson & Marsik, 2006). Isopropanol adalah salah satu contoh
bahan antiseptik yang berbasis alkohol. Antiseptik berbasis alkohol memiliki aktivitas yang lebih baik dalam menurunkan jumlah mikroba yang ada pada tangan pekerja kesehatan dibandingkan dengan sabun biasa dan antiseptik berbasis non alkohol lainnya (G.Stimson, 2005). Sedangkan chloroxylenol dan
triclosan adalah antiseptik berbasis bukan alkohol.
washing products yaitu isopropanol, chloroxylenol dan triclosan terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Apakah isopropanol, chloroxylenol dan triclosan memiliki aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro.
2. Apakah potensi isopropanol lebih baik dibandingkan dengan chloroxylenol dan triclosan terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro.
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah bahan antiseptik yang diuji memenuhi standar untuk dapat digunakan sebagai salah satu pembersih tangan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan aktivitas antimikroba isopropanol, chloroxylenol dan triclosan.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat akademis
Menambah pengetahuan mengenai aktivitas antimikroba dari bahan antiseptik terhadap Staphylococcus aureus.
Manfaat praktis
Apabila penggunaan pembersih tangan antiseptik yang mengandung konsentrasi bahan yang diperiksa dapat berefek terhadap pertumbuhan kuman Staphylococcus
aureus, maka masyarakat dapat memanfaatkan pembersih tangan antiseptik ini
4 1.5 Kerangka Pemikiran
Budaya makan tidak menggunakan sendok dan kurangnya kesadaran diri masing-masing individu untuk menjaga kebersihan tangan menyebabkan meningkatnya kasus keracunan makanan. Keracunan makanan disebabkan karena adanya toksin akibat kolonisasi bakteri Staphylococcus aureus. Transmisi penyakit dapat terjadi melalui direct contact/ airbone. Apabila tangan yang terkontaminasi kuman menyentuh makanan, makan kuman akan berkolonisasi pada makanan dan menghasilkan toksin (CDC, 2006).
Banyaknya jenis bahan yang dapat digunakan untuk membersihkan tangan di pasaran. Secara umum, bahan antiseptik yang dapat digunakan untuk membersihkan tangan memiliki bahan dasar alkohol dan non alkohol. Salah satu jenis alkohol yang sering digunakan sebagai antiseptik adalah isopropanol. Sedangkan bahan antiseptik non alkohol yang sering digunakan adalah
chloroxylenol dan triclosan.
Menurut CDC (Center For Disease Control), antiseptik dengan kandungan alkohol memiliki efek yang lebih baik dibandingkan dengan non alkohol. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa alkohol memiliki potensi yang paling baik dalam membunuh bakteri diikuti dengan chloroxylenol dan triclosan. Penggunaan alkohol selama 30 detik dapat membunuh 98-99 % bakteri. Secara in vitro, alkohol memiliki aktivitas antimikroba yang cukup kuat terhadap bakteri gram positif dan gram negatif (Nicolay, 2006).
Isopropanol dapat membunuh bakteri dengan cara mendenaturasi protein bakteri sehingga proses metabolisme sel bakteri akan terganggu dan mengakibatkan kematian sel (Kampf & Ostermeyer, 2005). Denaturasi terjadi akibat adanya ikatan antara alkohol dengan struktur hidrogen pada protein sehingga mengganggu ikatan antar molekul protein (Ophardt, 2003).
Chloroxylenol menyebabkan kerusakan pada dinding sel bakteri dan
Sedangkan triclosan membunuh bakteri dengan cara berikatan dengan
enol-acyl-carrier protein reduktase (enol-ACP-reductase) sehingga menghambat
proses biosintesis asam lemak (A.D Russell, 2000; Ngo, 2005). Karena berikatan dengan triclosan, maka enol-ACP-reductase tidak dapat berpartisipasi dalam sintesis asam lemak sehingga akan menghambat produksi fosfolipid dan mengganggu pertumbuhan bakteri.
1.6 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah :
1. Isopropanol, chloroxylenol dan triclosan memiliki aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro.
2. Potensi isopropanol lebih baik dibandingkan dengan chloroxylenol dan
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1SIMPULAN
Isopropanol, chloroxylenol dan triclosan memiliki aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro.
Potensi isopropanol tidak lebih besar dibandingkan dengan chloroxylenol dan
triclosan terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro.
5.2SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang aktivitas antimikroba isopropanol, chloroxylenol dan triclosan terhadap Staphylococcus aureus secara in vivo.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang aktivitas antimikroba isopropanol, chloroxylenol dan triclosan terhadap bakteri kontaminan tangan lainnya secara in vivo dan in vitro.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efek antimikroba isopropanol,
chloroxylenol dan triclosan dengan konsetrasi yang lebih kecil untuk
mengetahui konsentrasi minimal yang dapat memiliki aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus dan bakteri kontaminan tangan lainnya.
42
DAFTAR PUSTAKA
Al-Zahrani, S. H., & Baghdadi, A. M. (2012). Evaluation of the efficiency of Non alcoholic-Hand Gel Sanitizers products as an antibacterial. Nature and
Science, 6.
A.D Russell, M. (2000). Triclosan and antibiotic resistance in Staphylococcus aureus. Journal of Antimicrobial Chemotherapy, 11-18.
Albert T. Sheldon, J. (2005, April 29). Antiseptic “Resistance”: Real or Perceived Threat? Antimicrobial Resistance, 40, 1650-1656.
Argudin, M. A., Mendoza, M. C., & Rosario, M. (2010, July 5). US National
Library of Medicine . Retrieved January 28, 2014, from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3153270/
Bennet, S. D., Walsh, K. A., & Gould, H. L. (2013). Foodborne Disease Outbreaks Caused by Bacillus cereus, Clostridium perfringens, and Staphylococcus aureus. Clinical Infectious Diseases, 425.
Bhunia, A. (2008). Foodborne Microbial Pathogens. USA: Springer Science Media.
Block, S. S. (1991). Definitions of terms in Disinfenction, Sterilization, and Preservation. Lea & Febiger, 18-125.
Boyce, J. M., & Pittet, D. (2002). Guidline for hand hygiene in health-care settings. Morbidity dan mortality weekly report, 51: 1-45.
. (2002). Recommendations of the Healthcare Infection Control Practices Advisory Committee and the HICPAC/SHEA/APIC/IDSA Hand Hygiene Task Force. Centers for Disease Control and Prevention, 51.
Brooks et al. (2008). Jawetz, Melnick, Adelberg's Medical Microbiology. In G. F. Brooks, K. C. Caroll, J. S. Butell, & S. A. Morse, Flora Mikrobia Normal
pada Manusia (pp. 277-280). Atlanta: Mc-Graw Hills Companies.
Bruch, M. K. (1996). Chloroxylenol: An Old-New Antimicrobial. In J. M. Ascenzi, Handbook of Disinfectans and Antiseptics (pp. 265-280). New York: Marcel Dekker.
http://www.cdc.gov/ncidod/DBMD/diseaseinfo/staphylococcus_food_g.ht m.
. (2009, November 19). Center for Disease Control and Prevention. Retrieved May 5, 2014, from Center for Disease Control and Prevention: http://www.cdc.gov.biomonitoring/pdf/Triclosan_Factsheet.pdf
Crossley, K. B., & Jefferson. (2009). Staphylococci in Human Disease. USA: Wiley-Blackwell.
Desiyanto, F. A., & Djannah, S. N. (2013, September). Efektivitas Mencuci Tangan Menggunakan Cairan Pembersih Tangan Antiseptik (Hand Sanitizer) Terhadap Jumlah Angka Kuman. KESMAS, 7, 55-122.
Dvorak, G. (2008). Disinfection. Center for Food Security and Public Health, 11.
Fang, J. L., Stingley, R. L., Beland, F. A., Harrouk, W., Lumpkins, D. L., & Howard, P. (2010). Occurrence, Efficacy, Metabolism, and Toxicity of Triclosan. Journal of Environmental Science and Health, 147-171.
Foster, T. (1996). Chapter 12 : Staphylococcus. In S. Baron, Medical
Microbiology, 4th Edition (pp. 2-21). Texas: National Center for
Biotechnology Information.
G.Stimson, P. (2005). Precautionary Measures. In R. B. Dorion, Bitemark
Evidence (p. 538). New York: Marcell Dekker.
Hariyadi, & Dewanti, R. (2011). Food Safety Issues in South East Asia. Bogor: Bogor Agricultural University.
HERA. (2005). Human and Environmental Risk Assessment on ingredients of household cleaning products. HERA, 21-42.
Koch, S. N., Torres, S. M., & Plumb, D. C. (2012). Canine anda Feline
Dermatology Drug Handbook. USA: Willey Blackwell.
Kramer, A; P, Rudolph; G, Kampf; D, Pittet;. (2002). Limited Efficacy of Alcohol-based hand gels. Lancet, 359.
Larson EL, M. H. (1991). Alcohols: Disinnfection, sterilization and preservation.
Block SS, 191-203.
Loho, T., & Utami, L. (2007, Juni 6). Uji Efektivitas Antiseptik Triclosan 1%
44
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/838/ 837
Longworth, A. R., & Hugo, W. B. (1971). Chlorhexidine in Inhibiton and destruction of the microbial cell. Academic Press, Ltd.London, 95-106.
Luby, S. P., Kadir, M. A., Yushuf, M. A., Yeasmin, F., & Unicomb, L. (2010). A community-randomised controlled trial promoting waterless hand sanitizer and handwashing with soap, Dhaka, Bangladesh. Tropical Medicine and
International Health, 1508-1516.
M.Jackson, M., & Marsik, F. J. (2006). Control of Microorganisme. In D. C. Lehman, C. R. Mahon, & G. Manuselis, Textbook of Clinicl Microbiology (pp. 73-92). USA: Elsevier.
Maillard, J. Y. (2002, May 9). Bacterial target sites for biocide action. Journal of
Applied Microbiology, 92, 16-27.
McDonnell, G., & Russell, A. D. (1999). Antiseptics and Disindectans : Activity,Action and Resistance. Clinical Microbiology Review, 12, 147-179.
Ngan V. (2005, June 6). New Zealand Dermatological Society Inc. Retrieved August 22, 2014, from New Zealand Dermatological Society Inc: www.dermnetnz.org
Nicolay, C. (2006). Hand Hygiene: An evidence-based review for surgeons.
International Journal of Surgery, IV(1), 53-65.
Nils-Olaf Hubner, A. K. (2010). Effectiveness of alcohol-based hand disinfectants in a public administration. BMC infectious disease, 10:250.
Pittet D, A. B. (2007). Hand Hygiene. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
Rachmawati , F. J., & Triyana, S. Y. (2008, August). Perbandingan Angka Kuman pada Cuci Tangan dengan Beberapa. Logika, 5, 26-31.
Ryan, K. J. (2004). Normal Microbial Flora. In J. J. Champoux, F. C. Neidhardt, W. L. Drew, & J. J. Plorde, Sherris Medical Microbiology (pp. 141-144). New York: McGraw-Hill Companies.
Sumbali, G., & Mehrotra, R. S. (2009). Principles of Microbiology. New Delhi: Tata McGraw Hill Education Private Limited.
Terezhalmy, G. T., & Huber, M. A. (2013). Hand Hygiene: Infection Control/Exposure Control Issues for Oral Healthcare Workers. ADA
CERP, 5.
WHO. (2006). Global Patient Safety Challenge 2005–2006:“Clean Care is Safer
Care”. WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care, 12.
. (2007). Infection prevention and control in health-care facilities. Retrieved January 23, 2014, from http://www.who.int/csr/resources/publications/
. (2009). WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care: a Summary.
WHO, 32.
Zuhriyah, L. (2004, April). Bacteriological Descriptions of Nurses's Hand. Jurnal
Kedokteran Brawijaya, XX.
Zulaikhah, S. T., & Karlina, E. (2009). Faktor Perilaku yang Berhubungan dengan Kontaminan Bakteri. Medika, 168-175.
Sumbali, G., & Mehrotra, R. S. (2009). Principles of Microbiology. New Delhi: Tata McGraw Hill Education Private Limited.
Terezhalmy, G. T., & Huber, M. A. (2013). Hand Hygiene: Infection Control/Exposure Control Issues for Oral Healthcare Workers. ADA
CERP, 5.
WHO. (2006). Global Patient Safety Challenge 2005–2006:“Clean Care is Safer
Care”. WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care, 12.
. (2007). Infection prevention and control in health-care facilities. Retrieved January 23, 2014, from http://www.who.int/csr/resources/publications/
. (2009). WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care: a Summary.
WHO, 32.
Zuhriyah, L. (2004, April). Bacteriological Descriptions of Nurses's Hand. Jurnal
Kedokteran Brawijaya, XX.
52
RIWAYAT HIDUP
Nama : Meili Wati
Nomor Pokok Mahasiswa : 1110193
Tempat dan Tanggal Lahir : Purwokerto, 22 Desember 1993
Alamat : Jl. Gerilya 46 Purwokerto
Riwayat Pendidikan :
PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA ISOPROPANOL, CHLOROXYLENOL, DAN TRICLOSAN TERHADAP
Staphylococcus aureus IN VITRO
Meili Wati, Fanny Rahardja2, Winsa Husin3 1
Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha,
2
Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha,
3
Bagian Anatomi, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha, Jl. Prof. drg. Suria Sumantri MPH No.65 Bandung 40164 Indonesia
ABSTRAK
Infeksi Staphylococcus aureus dapat menyebabkan berbagai macam penyakit baik secara langsung maupun tidak langsung seperti infeksi dan keracunan makanan. Menjaga tangan agar tetap bersih adalah salah satu cara untuk mencegah penyebaran bakteri Staphylococcus aureus dan penyakitnya. Berbagai macam produk cuci tangan dapat mengandung bahan aktif yang memiliki aktivitas antimikroba. Kandungan bahan aktif yang paling sering ditemukan adalah alkohol, chloroxylenol, dan triclosan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan aktivitas antimikroba isopropanol, chloroxylenol dan triclosan. Penelitian bersifat true experimental dengan metode disc diffusion. Cakram yang masing-masing sebelumnya sudah dicelupkan ke dalam isopropanol,
chloroxylenol, dan triclosan diletakkan pada Müeller Hinton Agar (MHA) yang
sudah diinokulasikan 100µL suspensi Staphylococcus aureus. MHA kemudian diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 370C. Analisis data menggunakan
ANOVA dengan α=5% dilanjutkan dengan uji Multiple Comparison Fisher Least
Significant Difference (LSD).Berdasarkan uji Multiple Comparison LSD, rerata
diameter zona inhibisi pada chloroxylenol 4.8% (41,863 mm) dan triclosan 0.05% (40,717 mm) menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna terhadap isopropanol 62% (20,216 mm) dengan p=0,000. Tetapi rerata diameter zona inhibisi choloroxylenol 4.8% dan triclosan 0.05% menunjukan perbedaan tidak bermakna dengan p=0,572. Isopropanol, chloroxylenol, dan triclosan memiliki aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro. Namun isopropanol memiliki potensi yang lebih rendah dibandingkan dengan
cholorxylenol yang potensinya setara dengan triclosan.
ANTIMICROBIAL ACTIVITY COMPARISON OF ISOPROPANOL, CHLOROXYLENOL, AND TRICLOSAN AGAINST
Staphylococcus aureus IN VITRO
ABSTRACT
The infection of Staphylococcus aureus can cause many kind of diseases either directly by infection, or indirectly by food contamination. Keeping hands clean is one of the best way to prevent the spread of Staphylococcus aureus and its diseases. There are many kind of hand washing products which have active ingredients for antimicrobial activities. The most common active ingredients that can be found in hand washing products are alcohols, chloroxylenol, and triclosan.The purpose of this research was to compare the activity of isopropanol, chloroxylenol, and triclosan against Staphylococcus aureus in vitroThis research was true experimental research with disc diffusion method. Paper discs that already dipped into isopropanol, chloroxylenol, and triclosan were placed into Müeller Hinton Agar (MHA) inoculated by 100µL Staphylococcus aureus and incubated for 18-24 hours at 370C. Data was analyzed using ANOVA test with α = 0.05 then continued with Multiple Comparison Fisher Least Significant Difference (LSD).Based on Multiple Comparison LSD test, the average diameter of inhibition zone in chloroxylenol 4.8% (41,863mm) and triclosan 0.05% (40,717mm) are significantly different compared to isopropanol 62% (20,216mm) with p=0.000. But there are no differences between average diameter of inhibition zone in chloroxylenol and triclosan with p=0.572.Isopropanol, chloroxylenol, and triclosan were effective against Staphylococcus aureus in vitro. But isopropanol has lower potential than chloroxylenol which has the same potential as triclosan.
Keywords: food poisoning, antiseptic, Staphylococcus aureus
Latar Belakang
Tangan adalah anggota badan yang paling sering digerakkan dan mengadakan kontak baik dengan benda mati maupun dengan makhluk hidup sehingga sering terkontaminasi mikroorganisme. Tangan yang terkontaminasi ini dapat menjadi salah
satu alat untuk menyebarkan suatu
penyakit bergantung pada
mikroorganisme apa yang menempel pada tangan.
Salah satu mikroorganisme yang dapat ditemukan pada tangan adalah
langsung/direct contact dan dapat juga melalui airbone. Bakteri ini merupakan salah satu mikoorganisme tetap yang dapat bersifat patogen apabila jumlahnya mencapai 106 per gram dan banyak ditemukan pada daerah mulut, hidung, telinga serta tangan. 1
Staphylococcus aureus juga dapat tumbuh dan berkolonisasi pada makanan yang mengandung garam seperti ham, keju,susu, sandwich, salad¸ dan beberapa jenis pastrie. 2 Semakin banyak bakteri yang tumbuh, maka akan semakin banyak toksin yang dihasilkan. Apabila kita memakan makanan yang
sudah mengandung toksin
Staphylococcus aureus, kita dapat terkena food poisoning.
Penyakit ini dapat bersifat toksik atau infeksius dan biasanya diderita oleh bayi, anak, lansia dan mereka yang kekebalan tubuhnya rendah. 3 Gejala seperti mual, muntah dan atau tanpa diare muncul setelah 2-8 jam. Walaupun bersifat self-limiting dan perlahan akan sembuh setelah 24-48 jam, penyakit ini dapat menjadi berbahaya apabila mengenai kalangan yang rentan seperti bayi, anak dan lansia. 4
Di Amerika Serikat terdapat 76 juta kasus yang dilaporkan ; 325.000 dirawat di rumah sakit dan sebanyak 5.000 kematian setiap tahunnya. Di Indonesia sendiri ± 9.000 kasus foodborne illness dilaporkan dan sebanyak 36,7% disebabkan oleh mikrobiologi.
Pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terkena keracunan makanan adalah dengan mencegah kontaminasi kuman ke dalam makanan. Dalam hal ini jari-jari tangan memiliki peran yang penting. Untuk itu, menjaga kebersihan tangan merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan. Salah satu cara paling mudah dan sederhana adalah dengan mencuci tangan. Mencuci tangan yang baik idealnya dengan menggunakan sabun dan air mengalir. Selain menggunakan sabun, dapat juga digunakan bahan antiseptik. Membersihkan tangan dengan menggunakan antiseptik sudah dimulai sejak awal abad ke-19. Penggunaan bahan antiseptik sendiri terbukti mampu mengurangi angka kejadian infeksi dan
keracunan makanan akibat
bahan antiseptik juga lebih cepat, tidak mengiritasi dan lebih praktis. Kandungan bahan aktif dalam antiseptik dapat dibedakan menjadi dua yaitu berbasis alkohol dan non alkohol.
Bahan antiseptik yang sering digunakan adalah isopropanol,
chloroxylenol dan triclosan.6
Isopropanol adalah salah satu contoh bahan antiseptik yang berbasis alkohol. Antiseptik berbasis alkohol memiliki aktivitas yang lebih baik dalam menurunkan jumlah mikroba yang ada pada tangan pekerja kesehatan dibandingkan dengan sabun biasa dan antiseptik berbasis non alkohol lainnya. 7 Sedangkan chloroxylenol dan triclosan adalah antiseptik berbasis bukan alkohol. Maka dari itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan aktivitas antimikroba bahan antiseptik yang sering ditemukan dalam hand
washing products yaitu isopropanol, chloroxylenol dan triclosan terhadap
Staphylococcus aureus secara in vitro.
Bahan dan Cara
Bahan uji yang digunakan adalah isopropanol 62%, cloroxylenol 4,8%,
triclosan 0,05% yang terdapat pada
produk kebersihan tangan yang beredar di pasaran. Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Staphylococcus aureus.
Sehari sebelumnya, Staphylococcus
aureus yang diperoleh dari Laboratorium
Mikrobiologi Universitas Kristen Maranatha akan diidentifikasi ulang dengan Manitol Salt Agar (MSA) dan dengan pewarnaan gram. Bakteri kemudian ditanam pada Müeller Hinton
Agar (MHA). Setelah ditanam, medium
akan diinkubasikan selama 18-24 jam pada suhu 370C.
Pada hari penelitian, dilakukan pembuatan suspensi mikroba uji menggunakan tabung standar 0,5 McFarland yang setara dengan 1,5 x 108 CFU (Colony Forming Unit)/ml sebagai pembanding kekeruhan. Staphylococcus
aureus yang digunakan berasal dari hasil
penanaman mikroba uji pada agar
Manitol Salt Agar dan sudah dipindahtanamkan pada Tripticase Soy
Agar (TSA) selama 18-24 jam pada
suhu 370C.
Agar (MHA). Sebanyak 100µL suspensi
mikroba uji yang sudah dibuat sesuai standar 0,5 McFarland ditanamkan pada medium MHA secara spread plate dengan menggunakan bantuan spreader. Setelah itu, diletakkan cakram yang masing-masing sebelumnya sudah dicelupkan selama 5 detik kedalam isopropanol 62%, chloroxylenol 4,8%, dan triclosan 0,05% ke dalam masing-
masing cawan petri. Kemudian cawan petri diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 370C. Pengamatan dilakukan pada zona inhibisi yang terbentuk pada medium agar Mueller Hinton yang sudah diinokulasikan dengan bakteri dan sudah diberi cakram. Pengukuran zona inhibisi menggunakan jangka sorong. Data kemudian dianalisis dengan metode ANOVA.
Hasil dan Pembahasan
Tabel 4.1 menunjukan baik isopropanol, chloroxylenol, dan triclosan sama-sama membentuk zona inhibisi pada Müeller Hinton Agar. Hal ini membuktikan bahwa ketiganya memiliki aktivitas antimikroba terhadap
Staphylococcus aureus.
Tabel 4.2 menunjukan hasil uji homogenitas ketiga kelompok perlakuan mempunyai nilai p>0,05, yang artinya data homogen. Tabel 4.3 menunjukan hasil uji normalitas Shapiro-Wilk
berdistribusi normal sehingga analisis data dapat dilanjutkan dengan ANOVA. Tabel 4.4 menunjukan perbedaan diameter zona inhibisi antar kelompok
dilihat melalui ANOVA. Hasil ANOVA menunjukkan nilai F=74,172 dan
p=0,000. Artinya terdapat perbedaan
rerata diameter zona inhibisi yang sangat bermakna (p<0,01) pada minimal sepasang kelompok perlakuan. Untuk melihat kelompok yang berbeda diameter zona inhibisi, dilanjutkan dengan uji multiple comparisons Fisher’s LSD.
menunjukan bahwa secara statistik
cloroxylenol dan triclosan memiliki
aktivitas antimikroba yang lebih baik dibandingkan dengan isopropanol terhadap Staphylococcus aureus. Hal ini ditandai dengan diameter zona inhibisi yang dibentuk oleh cloroxylenol dan
triclosan lebih besar. Sedangkan
kelompok III (40,717 mm) memiliki perbedaan rerata diameter zona inhibisi yang tidak bermakna (p=0,572) terhadap kelompok II (41,863 mm). Hal ini menunjukan bahwa cloroxylenol dan
triclosan memiliki potensi antimikroba
yangsama.
.
Tabel 4.1 Diameter zona inhibisi isopropanol, chloroxylenol, dan triclosan terhadap
Staphylococcus aureus dalam milimeter (mm
Replikasi (r=9)
Diameter zona inhibisi (mm)
Kel. I Kel. II
Chloroxylenol
Kel. III
Isopropanol Triclosan
1 19,41 46,40 39,50
2 21,88 36,66 42,96
3 15,51 42,54 38,35
4 21,68 39,30 50,99
5 18,05 43,12 41,19
6 21,01 46,90 41,30
7 20,56 37,55 35,16
8 20,49 36,14 43,87
9 23,38 48,18 33,17
Tabel 4.2 Hasil uji homogenitas
Levene statistic df1 df2 sig.
2,334 2 24 0,118
Tabel 4.3 Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk
Faktor
Shapiro-Wilk
Statistik df sig
Anava Isopropanol .940 9 .580
Chloroxylenol .907 9 .298
Triclosan .960 9 .798
Tabel 4.4 Hasil One way ANOVA terhadap rerata diameter zona inhibisi Jumlah kuadrat
penyimpangan
Derajat
kebebasan
Rerata jumlah
kuadrat F sig.
Antar kelompok 2670,558 2 1335,279 74,172 0,000
Dalam kelompok 432,060 24 18,002
Total 3102,618 26
Tabel 4.5 Hasil uji multiple comparison Fisher’s LSD rerata diameter zona inhibisi
Kelompok perlakuan
(n=9)
Diameter zona inhibisi (mm)
Triclosan Chloroxylenol Isopropanol
40,717 41,863 20,216
Triclosan 40,717 TB **
Chloroxylenol 41,863 **
Isopropanol 20,216
Keterangan :
Terbentuknya zona inhibisi pada masing-masing kelompok perlakuan dikarenakan aktivitas antimikrobanya. Isopropanol dapat menyebabkan kerusakan pada struktur membran bakteri dan menyebabkan denaturasi protein. Digunakan dengan kadar 62% karena kadar optimal yang dibutuhkan untuk mengeliminasi mikroorganisme adalah 60-80%. Semakin tinggi kadar alkohol, justru akan menurunkan aktivitas alkohol itu sendiri. Hal ini disebabkan karena protein tidak mudah didenaturasi dalam keadaan tidak ada air.6
Banyak penelitian yang membuktikan aktivitas antimikroba alkohol secara in
vivo. Secara umum, kuman pada tangan
yang terkontaminasi akan hilang sebanyak 3,5 log10 setelah pemakaian alkohol dalam bentuk gel selama minimal 30 detik. Alcohol based
products lebih efektif dibandingkan
dengan produk cuci tangan biasa atau dengan sabun antimikroba lainnya. Namun aktivitas produk berbahan alkohol ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti bentuk sediaan, tipe alkohol, konsentrasi, waktu kontak dan
volume alkohol yang digunakan.8
Chloroxylenol 4,8% dapat menyebabkan
kerusakan pada dinding sel bakteri dan menyebabkan inaktivasi dari kerja enzim pada bakteri. 6 Cloroxylenol memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri gram positif maupun negatif. Menurut sejumlah studi, cloroxylenol memiliki aktivitas anti mikroba yang potensinya lebih rendah dibandingkan dengan iodin dan chlorhexidine dalam menurunkan jumlah flora pada kulit 6 tetapi 0,6%
cloroxylenol mempunyai potensi yang
tidak berbeda jauh dengan triclosan 0,3% . 8
Triclosan berefek antimikroba dengan cara berikatan dengan
enol-acyl-carrier protein reduktase sehingga menghambat proses biosintesis asam lemak.9 Triclosan memiliki aktivitas antimikroba yang luas namun lebih sering bersifat bakteriostatik. Triclosan lebih berefek terhadap bakteri gram negatif maupun positif daripada terhadap bakteri batang gram negatif terutama
Pseudomonas aeruginosa.
Beberapa penelitian menyebutkan, dengan mencuci tangan menggunakan
mengurangi jumlah bakteri yang ada ditangan sebanyak 2,8 log10. Penurunan jumlah bakteri dengan menggunakan
triclosan lebih rendah dibandingkan
dengan menggunakan alkohol. Aktivitas
triclosan sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pH, adanya emolien, dan surfactants.5
Menurut banyak penelitian sebelumnya, didapatkan hasil bahwa isopropanol memiliki potensi yang lebih besar daripada cloroxylenol dan
triclosan. Kualitas antiseptik ditentukan
oleh bentuk antiseptik yang digunakan dimana iopropanol yang digunakan pada penelitian ini adalah alkohol murni sedangkan bahan yang lain dalam bentuk sabun. perbedaan dikarenakan adanya perbedaan bentuk sediaan yang digunakan. Alkohol dalam bentuk cair akan mudah menguap.10 Pada saat dilakukan penelitian secara in vitro alkohol dapat menguap sebelum berdifusi secara sempurna sehingga zona inhibisi yang terbentuk akan lebih kecil. Sedangkan alkohol dalam bentuk gel tidak akan mudah menguap seperti dalam bentuk cair sehingga waktu kontak yang terjadi lebih lama. Dalam
penelitian ini tidak digunakan alkohol dalam bentuk gel karena bentuk gel sulit untuk berdifusi ke dalam cakram dan media agar. Hal ini mungkin dapat mempengaruhi hasil penelitian.
Simpulan
Isopropanol, chloroxylenol dan triclosan memiliki aktivitas antimikroba terhadap
Staphylococcus aureus secara in vitro.
Potensi isopropanol tidak lebih besar dibandingkan dengan chloroxylenol dan
triclosan terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rachmawati , F. J., & Triyana, S. Y. (2008, August). Perbandingan Angka Kuman pada Cuci Tangan dengan Beberapa. Logika, 5, 26-31.
2. CDC. (2006, March 29). Centers
for Disease Control and Prevention. Retrieved October
20, 2014, from Centers for Disease Control and Prevention:
http://www.cdc.gov/ncidod/DBM D/diseaseinfo/staphylococcus_fo od_g.htm
2006:“Clean Care is Safer Care”.
WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care, 12.
4. Bennet, S. D., Walsh, K. A., & Gould, H. L. (2013). Foodborne Disease Outbreaks Caused by Bacillus cereus, Clostridium perfringens, and Staphylococcus aureus. Clinical Infectious Diseases, 425.
5. Boyce, J. M., & Pittet, D. (2002). Guidline for hand hygiene in health-care settings. Morbidity
dan mortality weekly report, 51:
1-45.
6. M.Jackson, M., & Marsik, F. J.
(2006). Control of
Microorganisme. In D. C. Lehman, C. R. Mahon, & G. Manuselis, Textbook of Clinicl
Microbiology (pp. 73-92). USA:
Elsevier.
7. G.Stimson, P. (2005). Precautionary Measures. In R. B. Dorion, Bitemark Evidence (p. 538). New York: Marcell Dekker.
8. Boyce, J. M., & Pittet, D. (2002). Recommendations of the Healthcare Infection Control Practices Advisory Committee
and the
HICPAC/SHEA/APIC/IDSA Hand Hygiene Task Force.
Centers for Disease Control and Prevention, 51.
9. A.D Russell, M. (2000). Triclosan and antibiotic resistance in Staphylococcus aureus. Journal of Antimicrobial
Chemotherapy, 11-18.
10.Sumbali, G., & Mehrotra, R. S. (2009). Principles of Microbiology. New Delhi: Tata
DAFTAR PUSTAKA
Al-Zahrani, S. H., & Baghdadi, A. M. (2012). Evaluation of the efficiency of Non alcoholic-Hand Gel Sanitizers products as an antibacterial. Nature and
Science, 6.
A.D Russell, M. (2000). Triclosan and antibiotic resistance in Staphylococcus aureus. Journal of Antimicrobial Chemotherapy, 11-18.
Albert T. Sheldon, J. (2005, April 29). Antiseptic “Resistance”: Real or Perceived Threat? Antimicrobial Resistance, 40, 1650-1656.
Argudin, M. A., Mendoza, M. C., & Rosario, M. (2010, July 5). US National
Library of Medicine . Retrieved January 28, 2014, from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3153270/
Bennet, S. D., Walsh, K. A., & Gould, H. L. (2013). Foodborne Disease Outbreaks Caused by Bacillus cereus, Clostridium perfringens, and Staphylococcus aureus. Clinical Infectious Diseases, 425.
Bhunia, A. (2008). Foodborne Microbial Pathogens. USA: Springer Science Media.
Block, S. S. (1991). Definitions of terms in Disinfenction, Sterilization, and Preservation. Lea & Febiger, 18-125.
Boyce, J. M., & Pittet, D. (2002). Guidline for hand hygiene in health-care settings. Morbidity dan mortality weekly report, 51: 1-45.
. (2002). Recommendations of the Healthcare Infection Control Practices Advisory Committee and the HICPAC/SHEA/APIC/IDSA Hand Hygiene Task Force. Centers for Disease Control and Prevention, 51.
Brooks et al. (2008). Jawetz, Melnick, Adelberg's Medical Microbiology. In G. F. Brooks, K. C. Caroll, J. S. Butell, & S. A. Morse, Flora Mikrobia Normal
pada Manusia (pp. 277-280). Atlanta: Mc-Graw Hills Companies.
Bruch, M. K. (1996). Chloroxylenol: An Old-New Antimicrobial. In J. M. Ascenzi, Handbook of Disinfectans and Antiseptics (pp. 265-280). New York: Marcel Dekker.
43
http://www.cdc.gov/ncidod/DBMD/diseaseinfo/staphylococcus_food_g.ht m.
. (2009, November 19). Center for Disease Control and Prevention. Retrieved May 5, 2014, from Center for Disease Control and Prevention: http://www.cdc.gov.biomonitoring/pdf/Triclosan_Factsheet.pdf
Crossley, K. B., & Jefferson. (2009). Staphylococci in Human Disease. USA: Wiley-Blackwell.
Desiyanto, F. A., & Djannah, S. N. (2013, September). Efektivitas Mencuci Tangan Menggunakan Cairan Pembersih Tangan Antiseptik (Hand Sanitizer) Terhadap Jumlah Angka Kuman. KESMAS, 7, 55-122.
Dvorak, G. (2008). Disinfection. Center for Food Security and Public Health, 11.
Fang, J. L., Stingley, R. L., Beland, F. A., Harrouk, W., Lumpkins, D. L., & Howard, P. (2010). Occurrence, Efficacy, Metabolism, and Toxicity of Triclosan. Journal of Environmental Science and Health, 147-171.
Foster, T. (1996). Chapter 12 : Staphylococcus. In S. Baron, Medical
Microbiology, 4th Edition (pp. 2-21). Texas: National Center for
Biotechnology Information.
G.Stimson, P. (2005). Precautionary Measures. In R. B. Dorion, Bitemark
Evidence (p. 538). New York: Marcell Dekker.
Hariyadi, & Dewanti, R. (2011). Food Safety Issues in South East Asia. Bogor: Bogor Agricultural University.
HERA. (2005). Human and Environmental Risk Assessment on ingredients of household cleaning products. HERA, 21-42.
Koch, S. N., Torres, S. M., & Plumb, D. C. (2012). Canine anda Feline
Dermatology Drug Handbook. USA: Willey Blackwell.
Kramer, A; P, Rudolph; G, Kampf; D, Pittet;. (2002). Limited Efficacy of Alcohol-based hand gels. Lancet, 359.
Larson EL, M. H. (1991). Alcohols: Disinnfection, sterilization and preservation.
Block SS, 191-203.
Loho, T., & Utami, L. (2007, Juni 6). Uji Efektivitas Antiseptik Triclosan 1%
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/838/ 837
Longworth, A. R., & Hugo, W. B. (1971). Chlorhexidine in Inhibiton and destruction of the microbial cell. Academic Press, Ltd.London, 95-106.
Luby, S. P., Kadir, M. A., Yushuf, M. A., Yeasmin, F., & Unicomb, L. (2010). A community-randomised controlled trial promoting waterless hand sanitizer and handwashing with soap, Dhaka, Bangladesh. Tropical Medicine and
International Health, 1508-1516.
M.Jackson, M., & Marsik, F. J. (2006). Control of Microorganisme. In D. C. Lehman, C. R. Mahon, & G. Manuselis, Textbook of Clinicl Microbiology (pp. 73-92). USA: Elsevier.
Maillard, J. Y. (2002, May 9). Bacterial target sites for biocide action. Journal of
Applied Microbiology, 92, 16-27.
McDonnell, G., & Russell, A. D. (1999). Antiseptics and Disindectans : Activity,Action and Resistance. Clinical Microbiology Review, 12, 147-179.
Ngan V. (2005, June 6). New Zealand Dermatological Society Inc. Retrieved August 22, 2014, from New Zealand Dermatological Society Inc: www.dermnetnz.org
Nicolay, C. (2006). Hand Hygiene: An evidence-based review for surgeons.
International Journal of Surgery, IV(1), 53-65.
Nils-Olaf Hubner, A. K. (2010). Effectiveness of alcohol-based hand disinfectants in a public administration. BMC infectious disease, 10:250.
Pittet D, A. B. (2007). Hand Hygiene. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
Rachmawati , F. J., & Triyana, S. Y. (2008, August). Perbandingan Angka Kuman pada Cuci Tangan dengan Beberapa. Logika, 5, 26-31.
Ryan, K. J. (2004). Normal Microbial Flora. In J. J. Champoux, F. C. Neidhardt, W. L. Drew, & J. J. Plorde, Sherris Medical Microbiology (pp. 141-144). New York: McGraw-Hill Companies.
45
Sumbali, G., & Mehrotra, R. S. (2009). Principles of Microbiology. New Delhi: Tata McGraw Hill Education Private Limited.
Terezhalmy, G. T., & Huber, M. A. (2013). Hand Hygiene: Infection Control/Exposure Control Issues for Oral Healthcare Workers. ADA
CERP, 5.
WHO. (2006). Global Patient Safety Challenge 2005–2006:“Clean Care is Safer
Care”. WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care, 12.
. (2007). Infection prevention and control in health-care facilities. Retrieved January 23, 2014, from http://www.who.int/csr/resources/publications/
. (2009). WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care: a Summary.
WHO, 32.
Zuhriyah, L. (2004, April). Bacteriological Descriptions of Nurses's Hand. Jurnal
Kedokteran Brawijaya, XX.