KARYA TULIS
HERNIA UMBILICALIS
PADA ANAK BABI LANDRACE
Oleh :
Drh. Made Suma Anthara, M.Kes (195803071987021001) Drh. A.A. Gde Oka Dharmayudha, MP (197711202002121001)
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan
karya tulis yang berjudul “Hernia Umbilikalis Pada Anak Babi Landrace”, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
Penulis menyadari akan keterbatasan pengetahuan karya tulis ini masih belum
sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi untuk
perbaikan karya tulis ini. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan pembaca pada umumnya.
Denpasar, Januari 2016
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 3
2.1.Hernia... 3
2.2.Hernia Umbilicalispada Babi ... 4
2.3. PencegahanHerniapada Babi... 5
2.4. PenangananHernia Umbilicalis... 6
2.5. Pemilihan Anastesi untuk Babi ... 7
BAB III MATERI DAN METODE... 9
3.1. Materi ...9
3.2. Metode ...10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………14
4.1 Hasil ... 14
4.2 Pembahasan... 16
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 18
5.1. Simpulan ... 18
5.2. Saran... 18
DAFTAR GAMBAR
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peternakan yang banyak ada di Bali salah satunya adalah peternakan babi,
ternak babi merupakan salah satu pemenuh sumber protein hewani, selain itu babi di
Bali memiliki nilai penting karena sering digunakan sebagai sarana upacara dalam
kegiatan keagamaan. Kebutuhan akan daging babi yang sangat tinggi, namun dalam
beternak banyak faktor dapat menurunkan produksi dan harga jual dari daging
ataupun anak babi. Salah satu faktor tersebut yaitu penyakit (infeksius atau non
infeksius) yang dapat menyebabkan kematian dan penurunan kualitas produk daging
yang dihasilkan.
Hernia (bahasi Bali: basur/kerok) merupakan salah satu penyakit non infeksius yang merugikan peternak. Anak babi yang menderita hernia memiliki nilai ekonomi yang rendah, sehingga merugikan peterak. Anak babi normal dijual
berkisaran Rp. 400.000-700.000, sedangkan jika menderita herniaharga akan anjlok menjadi Rp. 200.000-300.000. Banyak peternakan tidak tahu cara menanggulangi
hernia, sehingga anakan babi akan dijual dengan harga murah ke pengepul untuk keperluan upacara agama. Herniayang sering diderita babi adalah hernia umbilicalis,
hernia inguinalis dan hernia scortalis. Hernia umbilicalis dapat menyebabkan menurunkan kualitas ternak babi saat panen dan secara signifikaan mengurangi
potensi keuntungan. Selain itu, hernia yang sudah besar dapat meningkatkan angka kematian selama masa pertumbuhan (Greiner, 2012).
Salah satu penanganan hernia umbilicalis adalah dengan pembedahan atau operasi. Sehingga tindakan pembedahan untuk menangani kasus hernia umbilicalis
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisaan karya tulis ini adalah sebagi berikut:
a. Untuk mengetahui penanganan kasus hernia umbilicalis pada babi mulai dari preoperasi, operasi dan pasca operasi.
b. Untuk mengetahui dan mengkaji secara pustaka pilihan anastesi terbaik
pada babi.
1.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan karya tulis ini yaitu:
a. Dapat memberikan informasi dalam melakukan diagnosa, prosedur operasi
penanganan kasus hernia umbilicalis pada babi serta perawatan post operasi pembedahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Hernia
Hernia adalah suatu persembulan organ visceral abdominal melalui suatu lubang (gerbang) yang masuk ke dalam suatu kantong yang terdiri dari peritoneum,
tunica flava dan kulit. Penyebab hernia adalah congenital dan perolehan. Penyebab congenital yaitu hernia yang terjadi sejak lahir. Contohnya hernia umbilicalis yang disebabkan karena umbilicalis tidak menutup sejak lahir. Penyebab perolehan yaitu karena atropi otot atau fascia, karena traumatic, dan proses peradangan otot di perut
(abses umbilicalis) (Sudismaet.al.,2006)
Menurut Sudismaet.al(2006)herniadapat dikelompokan yaitu A. Berdasarkan terlihat tidaknyaherniadari luar
a. Hernia sejati yaitu bila penonjolan hernia tampak dari luar dan memenuhi beberapa kreteria: adanya lubang hernia, cincinhernia, kantongherniadan isi
hernia (organ visceral/abdominal). Contohnya adalah hernia umblicalis, hernia ventralis, hernia scortalis danhernia inguinalis.
b. Hernia semu yaitu bila penonjolan hernia tidak tampak dari luar dan lubang
hernia terletak di rongga perut. Contohnya adalah hernia diafrgamatica, hernia nucleus pulposus danhernia enterocele funiculi spermatica.
B. Berdasarkan kemungkinan reposisinya:
a. Hernia reducibleyaitu bila hernia dapat direposisi ke tempat asal
b. Hernia irreducible yaitu bila isi hernia tidak dapat direposisi. Hernia irreducibledapat disebabkan karena:
· Isi hernia besar sedangkan cincin atau gerbangnya sempit (hernia incarcerate)
· Isiherniaterjepit lubanghernia (hernia strangulate)
C. Berdasarkan isinya:
a. Hernia interceleyaitu berisi usus
b. Hernia epiploiceleyaitu berisi omentum c. Hernia histeroceleyaitu berisi uterus d. Hernia gastroceleyaitu berisi lambung e. Hernia cystoceleyaitu berisivescica urinaria
f. Hernia mesenteroceleyaitu berisi mesenterium
Jenis hernia yang sering ditemukan pada babi adalah hernia scoetalis/inguinalis dan hernia umbilicalis. Menurut Ollivier dan Sellier (1982)
hernia scortalisdaninguinalisadalah penonjolan usus ke dalam skrotum atau melalui kanal inguinalis dan merupakaan kasusherniapaling sering terjadi pada babi.Hernia scortalis terbatas pada babi jantan, sedangkan hernia inguinalis ditemukan pada jantan dan betina.
2.2Hernia Umbilicalispada Babi 2.2.1 Etiologi dan pathogenesis
Hernia umbilicalis adalah cacat anatomis di mana otot-otot di sekitar
umbilicalis terpisah sehingga bagian dari usus menonjol dari rongga perut. Dinding perut yang gagal menutup diakibatkan gagal menutup saat lahir, cacat genetic, infeksi
bakteri dan kondisi lingkungan saat neonatal, Bakteri yang mungkin menyebabkan
hernia umbilicalis pada babi dan diisolasi dari tali pusar adalahEschericia coli (non hemolitik) sebesar 13,7%,Staphylococcus hyicus12,4% danEnterococcu spp. (Tidak termasuk E. faecalis), 7,3%. Prevalensi hernia umbiicalis diperkirakaan antara 0,4 sampai 6,7% pada ternak babi komersial (Greiner, 2012).
Menurut Monsang et.al (2014) usus yang mengalami kontak langsung dengan kulit merangsang pembentukaan adhesi yang dapat menggangu pencernaan
jika tidak diperbaiki pada waktu yang tepat, kemugkinan juga terjadi kerusakan usus
Kejadian kasus hernia umbilicalis pada babi lebih sering ditemukaan pada betina dari pada jantan dan penyebab cact genetik merupakaan penyebab dominan
dari kasus ini (Ollivier dan Sellier, 1982). Babi jenis American spotted dan Duroc
lebih sering terkenan hernia daraipada ras Yorkshire dan biasanya telah terdeteksi pada 9-12 minggu setelah kelahiran (Fubini dan Ducharme, 2004). Babi yang
menderita hernia umnilicalis memiliki resiko kematian lebih tinggi dan tingkat pertumbuhan yang lebih lambat dari pada babi normal, karena babi dengan hernia
memiliki performa yang buruk, resiko kemtain tinggi, animal walfare dan karkas yang diragukan kualitasnya (McDermin, 2013)
2.2.2 Diagnosis
Diagnosi hernia biasanya mudah dilakukan, terutama jika hernia secara manual dapat direduksi. Hernia umbilicalis dan abses umbilicalis sering terjadi bersamaan, terutama pada sapi dan babi. Tusukan eksplorasi, seperti biopsy dengan
jarum untuk sotopatologi, mungkin diperlukan untuk konfirmasi dalam kasus tersebut
(Monsanget.al.,2014).
2.2.3 Prognosis
Prognosis dari tindakaan operasi hernia pada umumnya dapat fausta sampai
infausta tergantung dari besar kecilnya hernia. Semakin besar hernia akan memperburuk prognosis. Faktor adhesi mempengaruhi prognosis, dalam beberapa
kasus adhesi dapat terjadi sehingga organ (usus) dapat mengalami gangrene sehingga
harus dilakukan tindakanenterectomy(Monsanget.al.,2014)
2.3 PencegahanHerniapada Babi
Hernia sering membuat peternak komersil frustasi dalam penanganan kasus
a. Sanitasi dan kebersiah dapat mengurangi timbulnya hernia umbilicalis
daripada melakukan eleminasi. Desinfeksi tali pusar terbukti mengurangi
kejadian infeksi.
b. Meningkatkan sanitasi peti penyimpanan bayi babi, lantai yang kering dan
alas yang bersih untuk mengurangi resiko infeksiumbilicalis oleh permukaan lantai.
c. Faktor lingkungan seperti peregangan tali pusar dan tali pusar yang bunting
dapat meningkatkaan kasushernia.
d. Pemilihan induk yang memiliki genetik baik dan tidak ada riwayat hernia
sebelumnya.
Pada hernia umbilicalis penyuntikan Ceftiofur crystalline Free Acid (CCFA;
Excede, Pfizer Animal Health) sebanyak 5 mg dan penyemprotan iodine pada tali pusar anak babi baru lahir tidak secara signifikan dapat menurunkan angka kejadian
hernia umbilicalis, namun dapat mengurangi tali pusar yang terinfeksi dan
penyembuhan tali pusar (Greiner, 2012). Penyuntikan antimikroba broad spectrum24 jam setelah kelahiran dapat secara signifikan mengurangi kasus hernia umbilicalis
(Mc Dermin, 2013).
2.4 PenangananHernia Umbilicalispada Babi Tanpa Operasi
Penanganan hernia umbilicalis tanpa operasi dapat dilakukan dengan cara pemasangan gelang karet tebal pada hernia. Beberapa gelang karet yang telah dikomersilkan meliputi Elastrator® (Heiniger International, Switzerland), tri-band®
dan Elstoplast®. Penggunaan gelang ini terbatas hanya pada kasus hernia umbilicalis
yang masih kecil danreducible(Cardinal dan Alsop, 2007).
Menurut Pollicion et.al (2006) cara penggunaan Elastrator® adalah sebagai berikut:
a. Lakukan sedasi pada babi yang akan di pasang gelang ( contoh: Azeperone
4mg/kg IM di leher)
c. Hernia di reposisi secara manual dan angkat kantung hernia dengan
atraumatic forceps.
d. Pasang gelang karet Elastrator® dengan alat sehingga kantong hernia terjepit oleh karet tersebut.
Pasca pemasangan gelang, kantong hernia akan terjadi sianosis dan nekrosis iskemik dimulai dari hari ke-4, kemungkinan juga terjadi pembengkakan pada hari ke
5-21 pasca pengobatan. Kantong akan lepas denga sendiri pada hari ke 21-28 pasca
pemasangan. Tingkat keberhasilan teknik ini adalah 80%, dua dari sepuluh babi yang
dilakukan pengobatan mengalami edema dan gelang lepas sehingga terjadi
kekambuhan (Pollicino et. al., 2006)
2.5 Pemilihan Anastesi untuk Babi 2.5.1 Ketamine dan Kombinasinya
Ketamine merupakan larutan tidak berwarna, stabil pada temperatur kamar
dan termasuk golongan anestetik disosiatif. Ketamine mempengaruhi susunan saraf
pusat. Ketamine memiliki efek analgesik yang sangat kuat (Khususnya pada
Felidae), sedangkan efek hipnotiknya kurang dan kesadaran kembali relatife cepat.
Bukan merupakan obat pemberian tunggal, kaena tidak merelaksasi muskulus bahkan
kadang tonus sedikit meningkat. Efek pada kardiovaskuler adalah meningkatkan
tekanan darah dan denyut jantung. Efek pernafasan adalah penurunan pernafasan dan
bersifat sementara, dilatasi bronkus dan mengurangi spasmus bronkus (Srdjana dan
Kusumawati, 2012)
Menurut Plump (2008) ada tiga dosis dan kombinasi pemberian ketamine
pada babi yaitu:
a. Berikan atropine kemudian ketamin 11 mg/kg IM, untuk memperpanjang
anastesi dan meningkatkan analgesia berikan ketamine tambahan 2-4 mg/kg
IV. Anastesi lokal disuntikkan di lokasi bedah (misalnya, 2% lidocaine) dapat
b. Ketamine (22mg/kg) dikombinasikan dengan acepromazine (1,1 mg/kg) IM
4,4 mg/kg IM atau IV setelah sedasi
Kombinasi xylazine dengan ketamine, dosis ketamine untuk babi adalah 20
mg/kg IM dan Hylazine 2-3 mg/kg IM, atau dapat dikombinasikan dengan dosis
ketamine 10-15 mg/kg ditambah xylazine 0,5-1 mg/kg IM (Reynoldson et.al.,1996). Kombinasi diazepam 2 mg/kg IV diikuti dengan injeksi ketamine 5 mg/kg IV (Hall
et.al.,2001)
2.5.2 Zolasepam/Tiletamine
Xoletil merupakan gabungan dari dua substansi yaitu Zolazepam dan
tiletamine dengan perbandingan 1:1. Gabungan dari dua substansi ini akan
meningkatkan kualitas dari masing-masing penyusunya (Sudisma et.al., 2006). Tiletamine berperan sebagai transquilizer sedangkan zolazepam sebagai relaksasi
muskulus. Obat ini memiliki tingkat keamana yang tinggi. Kontraindikasi pada
hewan penderita/dalam pengobatan Ceerbamates atau Organophosporous sistemik.
Demikian juga pada penderita gangguan jantung atau pernafasan, defisiensi pancreas
dan hipertensi (Sardjana dan Kusumawati, 2011).
Menurut Fubini dan Ducharme (2004) dosis Tiletamine dan Zolazepam
(Telazole/Xoletil) yang digunakan untuk babi yaitu: Telazol 2-5 mg/kg IV atau
kombinasi telazol dengan xylazine (telazol 1-3 mg/kg dan xylazine 0,5-1 mg/kg IV).
Lee dan Kim (2011) menyatakan untuk injeksi intramuskuler dosis Xoletil yang dapat
digunakan untuk babi adalah 4,4 mg/kg (2,2 mg/kg zolazepam dan 2,2 mg/kg
BAB III METODE
3.1 Metode 3.1.1 Preoperasi
· Persiapan ruang operasi
Ruang operasi dibersihkan dari kotoran dengan disapu (dibersihkan dari
debu), kemudian meja operasi disterilisasi dengan alkohol 70%.
· Preparasi alat
a. Sterilisasi alat-alat bedah
Sterilisasi pada alat-alat bedah bertujuan untuk menghilangkan seluruh
mikroba yang terdapat pada alat-alat bedah, agar jaringan yang steril atau
pembuluh darah pada pasien yang akan dibedah tidak terkontaminasi.
· Persiapan pasien atau babi kasus :
a. Babi yang akan dioperasi dilakukan signalemen, anamnesa, dan pemeriksaan klinik. Sebelum dilakukan operasi, hewan dipuasakan selama
12 jam agar hewan tidak muntah pada waktu teranastesi.
b. Pertama-tama babi diinjeksi menggunakan kombinasi xilazin dan ketamin
dengan jumlah pemberian anestesi masing-masing 1 ml xilazin dan 1,5 ml
ketamin secara intramuskuler (dosis terlampir).
c. Setelah teranestesi, babi ditempatkan pada posisidorsal recumbency.
d. Hewan disiapkan secara aseptik, bulu disekitar daerah yang akan diinsisi
· Persiapan perlengkapan operator dan asisten
Perlengkapan yang dibutuhkan operator dan asisten adalah masker,
penutup kepala dan sarung tangan serta menggunakan pakaian khusus operasi.
Perlengkapan-perlengkapan tersebut disterilisasi dengan urutan tertentu.
3.1.2 Operasi
Babi diposisikan dorsal recumbency, daerah hernia dan sekitarnya dibersihkan dan didesinfeksi dengan iodine. Kulit diinsisi searah dengan garis tubuh
(horisontal), insis subkutan dan peritonium (kantong hernia) sehingga terlihat isi
hernia. Bila reducible, maka isi hernia langsung direposisi ke dalam rongga abdomen. Bilahernia irreducible, padahernia incarceratadan strangulate cincin dan gerbang hernia diperlebar dengan melakukan insisi sampai hernia dapat di reposisi. Setelah isi hernia direposisi, selanjutnya dibuat luka baru di pingir lubang (cincin)
hernia(sudismaet.al.,2006)
Penjahitan dilakukan mulai dari peritonium dan muskulus dengan benang
vycril 3.0 secara terputus dan subkutan dijahit dengan chromic catgut 3.0 secara subcutikuler. Bila perlu kulit dijahit dengan benang non-absorable (silk) secara terputus.
3.1.3 Pasca Operasi
Pasca operasi hernia hewan diberikan iodine pada luka. Kurangi gerakan hewan dengan mengandangkan hewan pada kandang sempit. Diberikan antibiotika
selam 5 hari misalnya: Amoxicillin long acting 15-20 mg/kg IM/SC setiap 2-3 hari sekali (Reynoldson et.al., 1996). Diberikan antiinflamasi dan analgesic miaslnya : Novaldon® (Bahan aktif Methampyrone 250 mg, Pyromidone 50 mg dan Lidocaine
15 mg ). Dosis Methampyrone /Pyromidone/Lidocaine yang digunakan adalah 15-50
mg/kg IM (EMEA, 2003). Pilihan antiboitika, antiinflamasi dan analgesik dapat
1
3
2
4
Gambar 1. Proses OperasiHernia Umbilicalispada Babi
Keterangan : Hernia umbilicalis kurang lebih sebesar bola pingpong di daerah abdomen(1), dilakukan penyayatan di permukaan hernia secara horizontal (2), membuka hernia dan preparasi cincin dan isi hernia (3), penutupan besar cincin
hernia dan debridement (4), penjahitan cincin hernia yang telah didebridement dengan benang vycril 3.0 (5), penjahitan subkutikuler dengan benang chromic catgut 3.0 (6), pemotongan kuliat yang berlebih pada daerahhernia(7). Jahitan kulit dengan subkutikuler dengan benang chromic catgut 3.0 (8)
BAB IV PEMBAHASAN
Operasi kasus hernia umbilicalis pada babi dimulai dari persiapan operasi, operasi dan pasca operai. Persiapan operasi meliputi persiapan alat, bahan, ruangan,
hewan, site operasi dan operator. Persiapan hewan meliputi pemeriksaan status
present yaitu denyut jantung, pulsus respirasi CRT, suhu dan pemeriksaan fisik.
Persiapan obat premedikasi dan anastesi merupakan hal yang sangat penting,
dilakukan penghitungan dosis anastesi dengan benar dan tepat.
Anastesi yang digunakan dalam operasi kasus ini adalah kombinasi
premidikasi xylazine dan anastesi ketamine. Dosis ketamine untuk babi adalah 20
mg/kg IM dan Hylazine 2-3 mg/kg IM, atau dapat dikombinasikan dengan dosis
ketamine 10-15 mg/kg ditambah xylazine 0,5-1 mg/kg IM (Reynoldson et.al., 1996).
Menit ke-30 hewan mulai mengalami penurunan denyut jantung dan repirasi.
Hal ini terjadi akibat penambahan anastesi pada menit ke-20. Untuk frekwensi nafas,
pulsus, suhu dan CTR selama operasi berjalan terpantau berfluktuasi tiap 10 menit,
namun terhitung dari awal hingga akhir operasi masih terpantau normal. Dalam
proses operasi kadang-kadang terjadi kendala seperti hewan tidak teranastesi dengan
baik sehingga hewan masih merasa sakit dan tidak terjadi relaksasi otot yang baik
meski anastesi yang digunakan telah sesuai perhitungan.
Pasca operasi hewan diberikan antibiotika amoxicillin inj, antiinflamasi dan
analgesic (Novaldon® inj). Pemberian antibiotika inj. Dilakukan untuk mencegah
infeksi pada luka bekas jahitan. Pemberian antiinflamasi bertujuan untuk mengurangi
tanda panca radang yang berlebihan yaitu rubor, kalor tumor, dolor dan functiolesa.
Analgesic berguna untuk mengurangi rasa sakit pada luka pasca operasi. Dipyrone
merupakan non-steroid anti-inflamatory drug (NSAID) biasanya digunakan untuk
hewan besar (kuda, sapid an babi) selain memiliki efek sebagai NSAID dipyrone juga
dipyrone tidak menimbulkan efek pada sistem kardiovaskuler dan respirasi. (EMEA,
2003)
Pada proses peradangan terjadi perubahan jaringan berupa hyperemi akibat
kapiler di daerah luka mengalami dilatasi sehingga meningkatkan aliran darah,
stagnasi pada daerah radang akibat aliran darah mengalir lebih lambat sehingga lebih
berwarna merah dan eksudasi karena peningkatan permiabilitas pembuluh darah yang
mengakibatkan eksudat keluar dari dinding pembuluh darah ke jaringan (Sudisma
et.al., 2006). Kesembuhan luka operasi relatif cepat, pada hari ke-1 hingga ke-2 luka masih basah ini mengindikasikan masih adanya eksudat di sekitar luka. Hari ke-4
luka mulai mengering namun masih kemerahan akibat proses dilatasi dan stagnansi
pembuluh darah kapiler disekitar luka. Fibrinasi akan mengindikasikan peradangan
akan segera hilang. Luka telah kering dan menutup baik pada hari ke7.
Kesembuhan luka juga dipengaruhi oleh jenis jahitan dan benang yang
dipakai. Menurut Rahmat et.al (2001) pada kasus hernia umbilicalis pada sapi jahita myomatras dengan benang prolene® memberikan tingkat kesembuhan 100%, cat gut
91,66%, dansilk83,33%. Dengan jahitan horizontal matras dengan benang prolene® memberikan kesembuhan 91,66%,cat gut50%, disamping itu faktor dosis dan pilihat antibiotika juga memiliki peranan dalam mencegah infeksi dalam proses kesembuhan
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Penanganan kaus hernia umbilicalis pada babi dilakukan dengan teknik hernioplasty yaitu dengan memotong kantong hernia, mengembalikan isi
hernia, debridement dan menutup cincinhernia
2. Prognosis dari kasushernia umbilicalispada babi adalah fausta
5.2 Saran
Penggunaan anastesi kombinasi xylazine dan ketamine pada bedah kasus ini
kurang baik digunakan untuk babi karena tidak memberikan anstesi yang
sempurna, sehingga meningkatlkan penggunaan obat. Sehingga perlu dilakukan
Fubini, S dan Ducharme N. 2004. Farm Animal Surgery. Elseiver. USA
Greiner, L.L. 2012. Understanding Umbilical Hernies (Pigs with bacteria in the nevel stump were more likely to have poor navel scores and arthritis at weaning). http://nationalhogfarmer.com/health/understanding-umbilical-hernies
diakses November 2015
Hall, L.W., Clarke K.W. dan Trim C.M. 2011. Veterinary Anaesthesia, 10th edn. Philadelphia, W. B. Saunders
Lee, J. Y. dan Kim M. C. 2011. Anesthesia of Growing Pigs with Tiletamine-Zolazepam and Reversal with Flumazenil. J. Vet. Med. Sci 74(3):335-339
Lawlis, P. dan Draper M. 2013. Guidance on Pigs with Hernia. Queen’s Printer for Ontario. Canada
Mc Dermin, D. 2013. Umbilical Hernia: Hog-Update. BSC Animal Nutrition Inc 25(1)
Monsang, S.W., Saumen K.P., Kumar M. dan Roy J. 2014 Surgical Management of concurrent Umbilical Hernia and Intestinal Fecolith in a white Yorkshire Piglet: Cas Report. Research Jurnal for Veterinary Practitioners 2(4):67-69 Ollivier, L. dan Sellier P. 1982. Pig Genetics: A Review. Ann Genet Sel Anim
14(4):481-544
Plump, D. C. 2008. Plump’s Veterinary Drug Handbook 6th Edition. Blackwell Publishing. Lowa
Rahman, M.M., Biswas D. dan Hossain M. A. 2001. Occurance of Umbilical Hernia and Comprative Effivavy of Different Suture Matrials and Techniques of its Correction in Calves. Pakistan Journal of Biological Science 4(8):1026-1028
Reynoldson, J. A., Hilbert B. J., dan Cooper S. E. 1996. Veterinary Drug Dose Handbook.3rdEdition. Perth WA. Australia
.
Sardjana, I. K. W. dan Kusumawati D. 2004. Anestesi Veteriner Jilid I. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Sardjana, I. K. W. dan Kusumawati D. 2011. Buku Ajar Bedah Veteriner. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta