• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM KONTROL KECEPATAN PUTAR SPIN COATING BERBASIS MIKROKONTROLER ATmega8535. Oleh: ERUS RUSTAMI G

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SISTEM KONTROL KECEPATAN PUTAR SPIN COATING BERBASIS MIKROKONTROLER ATmega8535. Oleh: ERUS RUSTAMI G"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh:

ERUS RUSTAMI G74101018

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(2)

ABSTRAK

ERUS RUSTAMI. Sistem Kontrol Kecepatan Putar Spin Coating Berbasis Mikrokontroler ATmega8535. Dibimbing oleh Ir. Hanedi Darmasetiawan, MS. dan Ahmad Aminudin, M.Si

Metode pelapisan spin coating memiliki keunggulan dari sisi kemudahan, biaya, dan kesederhanaan alat yang digunakan. Kecepatan putar merupakan salah satu parameter penting dalam metode spin coating. Sistem kontrol loop tertutup (close loop control system) digunakan untuk meningkatkan kestabilan kecepatan putar. Prinsip dasar sistem kontrol loop tertutup adalah membandingkan nilai perintah (set point) dengan nilai kenyataan (preset value) melalui teknik umpan balik. Selisih nilai diantara keduanya disebut sebagai kesalahan (error). Sistem akan mengurangi error yang terjadi secara otomatis sampai pada batas ketepatan tertentu. Pengontrolan kecepatan dilakukan oleh mikrokontroler ATmega8535 menggunakan bahasa pemrograman Basic Compiler. Kecepatan putar yang dihasilkan ditampilkan pada layar Personal Computer (PC) melalui komunikasi serial. Pengujian kalibrasi untuk nilai uji 800 rpm menghasilkan ketelitian 98,01% dan ketepatan 99,50%, nilai uji 1600 rpm ketelitian 99,69% dan ketepatan 98,60% dan nilai uji 2400 ketelitian 99,75% dan ketepatan 98,80%. Pengujian perbandingan set point dan preset value menghasilkan ketelitian 98,97 % dan ketepatan 99,63 %. Pengujian karakterisitk alat menyatakan bahwa sinyal perintah mengalami overshoot, settling time bernilai 6 detik, dan steady state error bernilai 1,75% untuk nilai uji 800 rpm, 1,75% untuk nilai ui 1200 rpm, dan 1,15%

untuk nilai uji 2000 rpm. Alat deposisi spin coating yang menggunakan sistem kontrol kecepatan mampu mengeluarkan kecepatan pada nilai yang diperintahkan.

Kata kunci: spin coating, close loop control system, mikrokontroler ATmega8535, steady state error

(3)

SISTEM KONTROL KECEPATAN PUTAR SPIN COATING BERBASIS MIKROKONTROLER ATmega8535

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

ERUS RUSTAMI G74101018

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(4)

Judul : Sistem Kontrol Kecepatan Spin Coating Berbasis Mikrokontroler ATmega 8535 Nama : Erus Rustami

NRP : G74101018

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Hanedi Darmasetiawan, M.S Ahmad Aminudin, M.Si NIP : 130 367 084

Mengetahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Dr. Drh. Hasim, DEA NIP : 131 578 806

Tanggal Lulus:

(5)

RIWAYAT HDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 26 Februari 1983 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Sutawijaya dan Lilis Fatimah.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Cimanggu II pada tahun 1995, kemudian melanjutkan ke pendidikan menengah tingkat pertama di Madrasah Tsanawiyah Negeri Cikembar tahun 1998, dan selanjutnya menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 1 Cibadak.

Pada tahun 2001, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama kuliah penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan antara lain Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) di Departemen Pengembangan Sumberdaya Manusia pada tahun 2001-2002, Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) di Departemen Kerohanian pada tahun 2002- 2003, Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM) sebagai ketua Departemen Pembinaan pada tahun 2002-2003. Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM) sebagai ketua Harian II Wilayah Baranang Siang pada tahun 2003-2004. Penulis juga pernah menjadi Asisten Fisika Dasar I dan II, Elektronika I dan II, serta Elektronika Digital.

(6)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Sistem Kontrol Kecepatan Putar Spin Coating Berbasis Mikrokontroler ATmega8535”. Penulisan karya ilmiah ini dilakukan untuk memenuhi tugas akhir guna mendapatkan gelar Sarjana Sains pada Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada tauladan seluruh manusia Rasulullah Muhammad SAW para sahabatnya, keluarganya, dan ummatnya hingga akhir zaman.

Sebuah kebahagiaan yang sangat besar karya ini dapat diselesaikan. Tentu saja keberhasilan ini diwujudkan melalui perjuangan dan kesabaran serta dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini patutlah kiranya penulis sampaikan rasa terima kasih kepada:

Bapak Hanedi Darmasetiawan dan Bapak Ahmad Aminudin selaku pembimbing dalam penelitian ini yang telah membimbing dan mengarahkan dengan penuh kesabaran, petunjuk, dan motivasi dari awal hingga akhir.

Bapak Irzaman selaku pembimbing pertama atas tawaran ide penelitiannya.

Pak Firman atas bantuan administrasinya juga pak Mus, Pak Yani pak Faisal atas bantuannya untuk menggunakan fasilitas laboratorium dan bengkel.

Pak Tony atas bantuannya dalam penggunaan fasilitas laboratorium elektronika.

Ibu, Bapak, kakakku tercinta Tita Novianti, dan Arie Maulana yang senantiasa memotivasi dan memberikan yang terbaik untuk penulis.

Ihsan dan Rizal yang telah menjadi teman seperjuangan dan diskusi panulis.

Subhi, Taofik, Fahmi, Azzam, Agung, Ario, Roni, Dian atas semangat kebersamaan yang telah dijalani selama melakukan penelitian di laboratorium mikrokontroler.

Kang Dadang, mas Wahyu, kang Rokim, Zahrul, Nazmi, Kunta, Agus, Bayin, Fadli, atas dukungan dan kebersamaanya yang mampu membangkitkan semangat.

Seluruh teman yang telah memberikan dukungan dan motivasi.

Sehebat apapun pekerjaan yang dilakukan manusia pasti ada celah kelemahan di dalamnya, tak ada gading yang tak retak. Begitu juga dengan karya ini, pasti ada kekurangan dan bagian yang perlu ditambahkan. Untuk itu penulis membutuhkan saran dan kritik dari siapapun untuk perbaikan di masa yang akan datang. Semoga apa yang dilakukan dan disampaikan penulis bisa memberikan manfaat bagi kita semua.

Bogor, Mei 2008

Erus Rustami

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Metode Spin Coating ... 1

Teori Sistem Kontrol ... 2

Digital to Analog Converter ... 2

Pulse Width Modulations ... 3

Actuator ... 4

Sensor ... 4

Frequency to Voltage Converter ... 4

Mikrokontroler ATmega 8535 ... 5

Komunikasi Serial ... 5

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 5

Alat dan Bahan ... 6

Metode Penelitian ... 6

Merancang Diagram Blok Fungsional ... 6

Merancang Rangkaian Masing-masing Blok Fungsional ... 6

Pembuatan dan Pengujian Rangkaian Secara Terpisah ... 6

Pembuatan Software ... 7

Kalibrasi Alat ... 7

Pengambilan Data ... 7

HASIL DAN PEMBAHASAN Digital to Analog Converter ... 7

Rangkaian Pembalik... 8

Motor Controller ... 9

Motor... 11

Magnetic Encoder ... 12

Rangkaian Pengkondisi ... 12

Frequency to Voltage Converter ... 12

Analog to Digital Converter ... 13

Sistem Kontrol ... 14

Data Pengujian Alat ... 16

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 18

Saran ... 18

DAFTAR PUSTAKA ... 18 LAMPIRAN

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Tabel keluaran DAC 0808 ... 7

Tabel 2. Tabel keluaran rangkaian pembalik ... 8

Tabel 3. Tabel keluaran tegangan rata-rata PWM ... 10

Tabel 4. Tabel frekuensi keluaran motor ... 11

Tabel 5. Tabel pengujian karakteristik F/V ... 13

Tabel 6. Tabel pengujian ADC ... 13

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Hubungan antara kecepatan putar dan ketebalan lapisan ... 2

Gambar 2. Sistem kontrol loop tertutup ... 2

Gambar 3. Skema sederhana DAC weighted resistor ... 2

Gambar 4. Proses pembentukan sinyal PWM ... 3

Gambar 5. Nilai tegangan rata-rata PWM ... 3

Gambar 6. Rangkaian pengontrol tegangan motor ... 3

Gambar 7. Rangkaian internal IC LM2917 8-pin ... 5

Gambar 8. Pengiriman data serial ... 5

Gambar 9. Diagram alir penelitian ... 6

Gambar 10. Diagram blok fungsional rancangan alat deposisi spin coating ... 6

Gambar 11. Diagram blok fungsional alat deposisi spin coating ... 7

Gambar 12. Rangkaian DAC menggunakan DAC 0808 ... 7

Gambar 13. Hubungan antara keluaran DAC dan bilangan biner ... 8

Gambar 14. Rangkaian pembalik tegangan ... 8

Gambar 15. Hubungan antara tegangan pembalik dan keluaran DAC ... 8

Gambar 16. Rangkaian pengkondisi tegangan... 9

Gambar 17.a Sinyal PWM ketika Vref = 0 V ... 9

Gambar 17.b Sinyal PWM ketika Vref = 2,5 V ... 10

Gambar 17.c Sinyal PWM ketika Vref = 5 V ... 10

Gambar 18. Hubungan antara Vrata-rata dan bilangan biner ... 10

Gambar 19. Motor tipe UGFMED B1 20E buatan Yaskawa ... 11

Gambar 20. Hubungan antara frekuensi dan Vsupply ... 11

Gambar 21. Bentuk pulsa keluaran encoder ... 12

Gambar 22. Rangkaian pengkondisi sinyal ... 12

Gambar 23. Rangkaian F/V lengkap ... 12

Gambar 24. Hubungan antara frekuensi dan tegangan pada rangkaian F/V ... 13

Gambar 25. Hubungan antara tegangan dan bilangan biner ... 14

Gambar 26. Hubungan antara kecepatan putar dan ulangan pengukuran yang menampilkan nilai aktual dan terbaca ... 16

Gambar 27. Hubungan antara kecepatan putar dan ulangan pengukuran yang menampilkan nilai aktual dan terbaca ... 16

Gambar 28. Hubungan antara kecepatan putar dan ulangan pengukuran yang menampilkan nilai aktual dan terbaca ... 16

Gambar 29. Perbandingan kecepatan antara set point dan preset value ... 17

Gambar 30. Hubungan antara kecepatan putar dan ulangan pengukuran pada nilai uji 800 rpm ... 17

Gambar 31. Hubungan antara kecepatan putar dan ulangan pengukuran pada nilai uji 1200 rpm ... 17

Gambar 32. Hubungan antara kecepatan putar dan ulangan pengukuran pada nilai uji 2000 rpm ... 17

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data Pengujian Kalibrasi Putaran ... 21

Lampiran 2. Data Perbandingan Set point dan Preset value ... 22

Lampiran 3. Data Pengujian Settling Time dan Steady State Error ... 23

Lampiran 3. Gambar Alat Deposisi Spin Coating... 24

Lampiran 4. Skema Rangkaian Pembangkit Sinyal PWM ... 25

Lampiran 5. Skema Rangkaian Catu Daya ... 26

Lampiran 6. Skema DT-AVR Low Cost Micro System ... 27

Lampiran 7. Datasheet ATmega 8535 ... 28

Lampiran 8. Datasheet DAC 0808 ... 30

Lampiran 9. Datasheet IC LM2917 Frequency to Voltage Converter ... 32

Lampiran 10. Datasheet Motor UGFMED B1 20E Produksi Yaskawa ... 34

Lampiran 11. Datasheet Magnetic Encoder UTMSI-01BNA ... 35

(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan teknologi material merupakan salah satu bagian yang mendapat perhatian besar para peneliti di dunia.

Banyak penelitian dilakukan untuk menghasilkan material dengan karakteristik yang baru sesuai dengan kebutuhan. Salah satu cara yang digunakan untuk menghasilkan material yang diinginkan adalah dengan teknik pelapisan material.

Berbagai macam metode pelapisan material telah dikembangkan untuk mendukung perkembangan teknologi material. Secara garis besar ada dua macam metode pembuatan lapisan yaitu metode konvensional dan sol-gel. Spin coating, dip coating, electrophoresis, thermoporesis, dan settling (sedimentation) merupakan bagian dari metode sol-gel. Metode pelapisan spin coating merupakan metode sol-gel yang paling mudah, murah, dan sederhana (Asrorudin 2004).

Alat deposisi spin coating yang telah dibuat masih memiliki beberapa keterbatasan, yaitu kecepatan putar hanya dihasilkan pada nilai tertentu dan proses pengontrolannya masih bersifat manual.

Kecepatan putaran yang dinyatakan dalam satuan rotation per minute (rpm) merupakan parameter yang penting pada metode spin coating. Semakin banyak nilai kecepatan yang dapat dihasilkan akan membuat proses pelapisan material menjadi semakin beragam dan sangat mungkin mendapatkan hasil akhir yang lebih baik. Faktor penting lain dalam proses spin coating adalah kestabilan putaran yang dikeluarkan dan kemampuan untuk menghasilkan nilai kecepatan putaran yang sama dengan nilai yang diperintahkan.

Pada bagian lain, di bidang teknik berkembang sebuah metode untuk mendapatkan nilai keluaran yang tepat, mengurangi error yang terjadi, dan tanggap terhadap perubahan, metode ini disebut sebagai sistem kontrol otomatis. Metode ini bekerja secara otomatis dalam proses pengontrolan alat atau mengeluarkan nilai yang diinginkan. Proses pengontrolannya dapat dilakukan secara analog yaitu dengan menggunakan komponen elektronika, atau secara digital melalui instruksi-instruksi dalam bahasa pemrograman tertentu.

Penggunaan sistem kontrol kecepatan pada spin coating masih jarang ditemukan

pada alat-alat spin coating yang beredar di pasaran. Kalaupun ada harga yang harus dibayar masih terlalu mahal. Oleh karena itu penulis merancang alat deposisi spin coating yang menggunakan sistem kontrol kecepatan secara otomatis, memiliki kemampuan yang tinggi dengan biaya yang lebih murah.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk merancang alat deposisi spin coating yang menitikberatkan pada sistem pengontrolan kecepatan putar motor. Alat yang dibuat adalah alat deposisi spin coating yang memiliki karakteristik tingkat akurasi keluaran yang tinggi lebih di atas 90%, variasi nilai kecepatan yang beragam, dan kecepatan putaran motor yang stabil.

TINJAUAN PUSTAKA

Metode spin coating

Proses spin coating dibagi menjadi empat yaitu tahap deposisi, spin-up, spin-off, dan evaporasi. Tahap pertama dimulai dari diteteskan atau dialirkannya cairan pelapis berupa gel di atas substrat. Pada tahap deposisi substrat belum diputar. Kemudian pada tahap berikutnya substrat mulai diputar.

Akibat gaya sentrifugal cairan menjadi tersebar secara radial keluar dari pusat putaran menuju tepi piringan. Pada tahap ini substrat mengalami percepatan. Sedangkan pada kedua tahap berikutnya laju putaran mulai konstan, artinya tidak ada percepatan sudut pada substrat. Pada tahap spin-off sebagian cairan yang berlebih akan menuju ke tepi substrat dan akhirnya terlepas dari substrat membentuk tetesan-tetesan.

Semakin menipis lapisan yang terbentuk semakin berkurang tetesan-tetesan yang terbuang. Hal ini dipengaruhi oleh adanya penambahan hambatan alir dan viskositas pada saat lapisan semakin tipis. Tahap terakhir, evaporasi, merupakan mekanisme utama dari proses penipisan lapisan.

Ketebalan lapisan yang terbentuk ditentukan oleh dua parameter utama yaitu viskositas dan laju putaran (angular speed) disamping parameter-parameter lainnya seperti waktu dan kerapatan cairan.

(Asrorudin 2004).

(11)

Kecepatan putar merupakan salah satu faktor terpenting dalam proses spin coating.

Kecepatan putar pada substrat berpengaruh terhadap sudut gaya sentrifugal yang mengenai cairan resin selain kecepatan dan turbullence udara diatasnya. Secara lebih spesifik tingkat kecepatan putar yang tinggi menetukan ketebalan lapisan yang terbentuk.

Gambar 1 menunjukkan kurva hubungan antara kecepatan putar dan ketebalan lapisan (www.cise.columbia.edu).

Gambar 1. Hubungan antara ketebalan lapisan dan kecepatan putar

Teori Sistem Kontrol

Sistem kontrol merupakan sekumpulan alur logika yang dibuat dengan tujuan agar alat mampu bekerja dengan optimal. Aliran prosesnya secara sederhana dimulai dari adanya perintah yang dilanjutkan dengan manipulasi proses dan berakhir pada bagian tampilan keluaran.

Berdasarkan ada atau tidaknya umpan balik (feedback), Ogata (1985) membagi sistem kontrol menjadi dua jenis yaitu sistem kontrol loop tertutup (close loop control system) dan sistem kontrol loop terbuka (open loop control system) .

Sistem kontrol loop terbuka lebih sederhana dan mudah dibuat, tetapi memiliki kelemahan dalam hal merespon gangguan dari luar sistem. Apabila terjadi gangguan sistem kontrol loop terbuka tidak memiliki mekanisme pengurangan error secara otomatis. Sehingga nilai keluarannya berbeda dengan yang diperintahkan.

Sistem kontrol loop tertutup adalah sistem kontrol yang sinyal keluarannya diumpankan kembali ke masukan sehingga aksi pengontrolan dipengaruhi oleh nilai keluaran tersebut. Istilah loop tertutup bermakna menggunakan aksi umpan balik untuk memperkecil kesalahan sistem.

Nilai keluaran yang berasal dari sensor disebut sebagai nilai sebenarnya (preset value). Sebelum masuk ke dalam proses pengendalian nilai tersebut akan dikondisikan terlebih dahulu agar sesuai dengan karakteristik masukan pengendali

(controller). Tahapan berikutnya adalah proses perbandingan antara preset value dengan nilai yang diperintahkan (set point) oleh controller. Perbedaan atau selisih nilai diantara keduanya disebut sebagai kesalahan (error). Dalam sistem kontrol loop tertutup controller akan memberikan perintah untuk memperkecil error tersebut kepada bagian aksi kendali (actuator) secara otomatis.

Berdasarkan proses tersebut sistem kontrol loop tertutup sering disebut sistem kontrol otomatis (automatic control system). Gambar 2 menunjukkan proses yang terjadi pada sistem kontrol loop tertutup (Ogata 1985;

Jacob 1989).

Gambar 2. Sistem kontrol loop tertutup Digital to Analog Converter

Digital to Analog Converter (DAC) adalah sebuah rangkaian yang berfungsi untuk mengubah nilai digital dalam bentuk bilangan biner menjadi besaran analog seperti tegangan dan arus. Rangkaian internal DAC secara sederhana digambarkan terdiri atas kombinasi resistor dan Op Amp, sebagaimana yang terlihat pada Gambar 3:

Gambar 3. Skema sederhana DAC weighted resistor

Tegangan keluaran DAC dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

A A Ann

Vout ... 2

4 1 2

0 x Vref (1)

Keterangan :

Vout : Tegangan keluaran analog (V) Vref : Tegangan referensi (V) n : Jumlah bit yang dicari

(12)

M

PWM out put MOS FET

Vs

DC moto r

DAC yang mempunyai lebar data 8 bit akan memiliki 28 = 256 tingkat nilai analog.

Nilai tegangan keluaran dapat digabungkan dengan rangkaian pengubah tegangan ke arus jika keluaran yang yang dibutuhkan adalah arus (Priyonoto 2004).

Pulse Width Modulations

Pulse Width Modulations (PWM) merupakan sebuah teknik pengontrolan tegangan menggunakan metode pengaturan lebar pulsa. Sebuah PWM biasanya merupakan gabungan antara rangkaian pembangkit sinyal segitiga dengan nilai tegangan referensi yang dapat diatur. Kedua kompenen tersebut kemudian dihubungkan dengan sebuah comparator.

Pengaturan lebar pulsa dilakukan dengan mengatur nilai tegangan referensi. Jika level tegangan sinyal segitiga lebih besar dari tegangan referensi maka tegangan keluaran komparator bernilai positif (kondisi on), sedangkan jika level tegangan sinyal segitiga lebih kecil dari tegangan referensi maka keluaran komparator benilai nol (kondisi off). Semakin tinggi nilai referensi akan mengakibatkan kondisi on semakin kecil atau sempit, sebaliknya semakin kecil nilai tegangan referensi akan menyebabkan kondisi on akan semakin besar atau lebar.

Asrorudin (2004) menunjukkan proses pembentukan sinyal PWM pada Gambar 4.

Gambar 4. Proses pembentukan sinyal PWM Perbandingan lebar pulsa on dengan periode gelombang keluaran PWM disebut dengan istilah siklus kerja (duty cycle).

Sebagai contoh apabila lama waktu on-nya setengah dari periode gelombang PWM yang dihasilkan, maka siklus kerja gelombang kotak tersebut adalah 50%.

Siklus kerja atau duty cicle (D) sebuah gelombang kotak dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

% 100 T x

Dton (2)

Keterangan:

D : Duty Cycle (%) ton : Lama waktu on (s)

T : Perioda gelombang kotak (s)

Siklus kerja gelombang kotak sebanding dengan nilai tegangan rata-rata dc (dc average voltage) yang dikeluarkan. Sebagai contoh gelombang kotak dengan tegangan maksimum 100 V dan siklus kerja 75% akan memiliki rata-rata tegangan dc sebesar 75 V, yaitu 75% dari 100 V. Nilai tegangan rata- rata inilah yang nantinya akan diterima oleh bagian lain sebagai tegangan keluaran PWM.

Gambar 5 menunjukkan nilai tegangan rata- rata untuk siklus kerja yang berbeda.

Gambar 5. Nilai tegangan rata-rata PWM Nilai tegangan rata-rata keluaran PWM digunakan untuk menggerakkan motor. Arus keluaran PWM tidak terlalu besar sehingga tidak dapat langsung dihubungkan dengan motor. Diperlukan rangkaian tambahan sebagai pengontrol tegangan motor. Gambar 6 merupakan salah satu contoh rangkaian pengontrol tegangan motor.

Gambar 6. Rangkaian pengontrol tegangan motor Rangkaian pengontrol motor di atas menggunakan teknik penyaklaran untuk menyalurkan tegangan rata-rata dari

(13)

gelombang kotak. Alat penyaklaran (switching device) yang biasa digunakan adalah transistor, SCR, dan sebagainya.

Komponen jenis ini dipilih karena memiliki kemampuan penyaklaran yang tinggi dengan kapasitas arus yang besar. Rangkaian pada gambar di atas menggunakan transistor jenis MOSFET.

Actuator

Actuator merupakan perangkat keras yang menjadi objek sistem kendali. Bagian ini akan memproses masukan yang diterima untuk dikonversi menjadi aksi keluaran yang seusai.

Pada rancangan alat deposisi spin coating yang berfungsi sebagai actuator adalah motor listrik arus searah (direct current) yang dihubungkan dengan substrate holder.

Kecepatan angular motor dipengaruhi oleh torsi  yang dihasilkan dari gaya lorentz FL

sebagaimana dituliskan dalam persamaan berikut ini:

 = FL x r dan (3)

FL = IBl sin  (4)

Keterangan :

FL : gaya lorentz (N) r : lengan gaya (m) I : arus (A)

B : medan magnet (T) L : panjang kawat berarus (m)

 : sudut antara vektor normal permukaan loop dan medan magnet.

Nilai torsi digunakan untuk menggerakkan substrate holder berbentuk cakram melalui poros yang langsung dihubungkan. Pada cakram tidak ada torsi eksternal netto yang dikerjakan. Menurut hukum kekekalan momentum angular, jika torsi eksternal yang bekerja pada sebuah benda sama dengan nol, maka momentum angular total sistem adalah konstan

0 dt

dL atau

L = I = konstan (5)

 adalah kecepatan angular dan I adalah momen inersia cakram padat yang bernilai ½ MR2 (Sadiku 2001). Gaya yang dihasilkan dari putaran cakram dengan arah menuju luar cakram digunakan untuk membuat lapisan tipis.

Dari persamaan (4) dan (5) terlihat hubungan antara kecepatan angular cakram dan arus yang diberikan ke motor. Semakin besar arus yang diberikan maka semakin besar kecepatan angular yang dihasilkan.

Motor yang digunakan dalam perencanaan ini adalah DC motor yang menggunakan magnet permanen pada bagian stator-nya. Magnet permanen motor mempunyai kurva hubungan antara kecepatan dan torsi yang linier dalam rentang yang lebar. Keunggulan penggunaan magnet permanen adalah motor tidak membutuhkan daya listrik untuk menghasilkan medan stator, sehingga daya dan pendinginan yang diperlukan lebih sedikit dibandingkan motor yang menggunakan prinsip kerja elektromagnet.

Sensor

Sensor merupakan komponen elektronika yang berfungsi untuk mengubah besaran fisik menjadi nilai lain seperti tegangan, arus, atau yang lainnya.

Pada penghitungan nilai kecepatan putar sensor yang dapat digunakan diantaranya opotocoupler, photodioda, atau encoder (magnetic dan optical). Masing-masing komponen memiliki kelebihan dan kekurangan dilihat dari sisi ketepatan, ketelitian, ataupun dari aspek ekonomi.

Magnetic encoder dipilih sebagai sensor pencacah putaran dengan pertimbangan bahwa sensor ini telah terintegrasi dalam motor yang digunakan, sehingga dirasakan lebih ekonomis dengan tanpa mengurangi sisi keakuratan pembacaaan data.

Berdasarkan datasheet yang diberikan encoder mampu mencacah dengan ketelitian pencacahan sebesar 116 pulsa/putaran.

Frequency to Voltage Converter

Rangkaian frequency to voltage converter (F/V) berfungsi sebagai pencacah frekuensi keluaran dari encoder dan mengubahnya menjadi tegangan. Tegangan yang dihasilkan berbanding lurus dengan jumlah frekuensi cacahan. Nilai tegangan ini selanjutnya akan dijadikan sebagai preset value (Thiang et al.

1999).

Komponen utama rangkaian F/V adalah IC LM2917 8-pin. Komponen ini dipilih karena memiliki beberapa keunggulan yaitu memiliki dioda zener internal sebagai penyedia tegangan yang stabil, nilai tegangan referensi sinyal 0 V, dan harga

(14)

yang terjangkau. Gambar 7 memperlihatkan rangkaian internal IC LM2917 8-pin.

Gambar 7. Rangkaian internal IC LM2917 8-pin

Agar LM2917 beroperasi dengan optimal maka harus diperhatikan pemasangan komponen tambahan pada kaki-kakinya, terutama pada empat kaki utama yaitu:

Kaki 1 : sinyal masukan Kaki 2 : C1 ke ground

Kaki 3 : C2 pararel R1 ke ground Kaki 8 : ground

. Pada saat nilai masukan lebih besar atau kecil dari referensi maka charge pump akan aktif. Cara kerja charge pump mirip dengan kapasitor. Semakin tinggi frekuensi sinyal yang masuk, maka proses pengisian muatan menjadi semakin cepat sehingga nilai tegangan dc yang dikeluarkan pun semakin besar, begitu juga sebaliknya ketika frekuensi semakin kecil maka nilai tegangan dc yang dihasilkan akan semakin kecil pula.

Berdasarkan datasheet LM2917 besarnya tegangan yang dihasilkan dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:

Vout = Vsup x R1 x C1 x fin (6) Keterangan:

Vout : tegangan keluaran (V) Vsup : tegangan supply (V)

R1 : nilai resistor pada kaki 3 () C1 : nilai kapasitor pada kaki 2 (F) fin : frekuensi masukan (Hz) Mikrokontroler ATmega8535

Mikrokontroler ATmega8535 adalah jenis mikrokontroler low-power CMOS 8-bit yang berdasarkan arsitektur AVR (Alf and Vergard’s Risc processor) RISC.

Pelaksanaan instruksinya menggunakan siklus clock tunggal dengan throughputs mendekati 1 MIPS (Mega Instructions per Second) tiap MHz. Terdapat 4 buah port

(PortA, PortB, PortC dan PortD) yang kesemuanya mempunyai kemampuan sebagai I/O 8-bit bi-directional. Khusus untuk PortA selain fungsi di atas juga dapat digunakan sebagai sebagai ADC internal 10- bit yang mampu mengubah nilai analog menjadi data digital dengan nilai maksimal 1023.

Dalam penelitian ini mikrokontroler ATmega8535 yang dipakai sudah terintegrasi dalam modul DT-AVR low cost micro system buatan inovative electronics.

Komunikasi Serial

Komunikasi serial adalah mekanisme pengiriman data secara berurutan dapat secara sinkron (Synchronous) atau secara asinkron (Asynchronous). Pada komunikasi data serial sinkron, clock dikirimkan bersama-sama dengan data, sedangkan pada komunikasi data serial asinkron clock tidak dikirimkan bersama data serial, tetapi dibangkitkan secara sendiri-sendiri baik pada sisi pengirim (transmitter) maupun pada sisi penerima (receiver). Mikrokontroler berkomunikasi dengan perangkat luar menggunakan sistem USART (Universal Synchronous and Asynchronous serial Receiver and Transmitter).

Kecepatan pengiriman data (baud rate) dan fase clock pada transmitter dan pada receiver harus sinkron. Untuk itu diperlukan sinkronisasi antara pengirim dan penerima.

Hal ini dilakukan oleh bit ’Start’ dan bit

’Stop’. Ketika saluran transmisi dalam keadaan idle, keluaran adalah dalam keadaan logika ’high’. Ketika transmitter akan mengirimkan data, keluaran akan diset lebih dulu ke logika ’low’ untuk nilai satu bit.

Sinyal ini pada receiver akan dikenali sebagai sinyal ’Start’ yang digunakan untuk mensinkronkan fase clock sehingga sinkron dengan fase clock pengirim. Selanjutnya, data akan dikirim secara serial dari bit paling rendah (bit 0) sampai bit tertinggi dan akan dikirim sinyal ’Stop’ sebagai akhir dari pengiriman data serial (Prasetia et al. 2004)

Gambar 8. Pengiriman data serial Nilai baud rate dapat dipilih bebas dalam rentang tertentu, biasanya nilai yang sering dipakai adalah 9600. Alat-alat yang akan berkomunikasi harus diatur pada nilai baud rate yang sama.

(15)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium elektronika, dan laboratorium hardware dan kontrol Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pegetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor mulai Juli 2005 sampai dengan April 2008.

Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi komponen elektronika, PCB (Printed Board Circuit) matriks, timah solder, kotak logam (chasis), dan logam alumunium.

Alat yang digunakan pada penelitian meliputi, signal generator, microcontroler tranier, osiloskop, frequency counter, multimeter, variable power supply, solder, penyedot timah, bor tangan, dan alat-alat perbengkelan..

Metode Penelitian

Diagram alir metode penelitian ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Diagram alir penelitian

1. Merancang Diagram Blok Fungsional Langkah pertama yang dilakukan adalah menggambarkan rancangan alat dalam

bentuk blok fungsional, sebagaimana yang terlihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Diagram blok fungsional rancangan alat deposisi spin coating

Fungsi masing-masing blok adalah sebagai berikut:

a. ATmega8535

Menerima perintah dari PC dan mengirimkan nilai biner yang sesuai ke DAC.

b. DAC

Mengubah nilai biner perintah dari PC menjadi nilai analog dalam bentuk tegangan.

c. Analog PID Controller

Mengurangi error yang terjadi antara set point dengan preset value secara otomatis.

d. Driver Motor

Rangkaian penggerak objek yang dikontrol yaitu motor dc.

e. Motor

Objek yang akan dikontrol nilai keluarannya.

f. Sensor

Menghitung jumlah putaran yang dihasilkan oleh motor.

g. Frequency to Voltage Converter Mengubah nilai frekuensi yeng terukur menjadi tegangan yang sesuai.

h. PC (Personal Computer)

Menerima perintah dalam bentuk set point dan waktu kemudian menampilkan kecepatan aktual sebagai preset value.

2. Merancang Rangkaian Masing-masing Blok Fungsional

Tahapan perancangan blok fungsional dimulai dari penelusuran literatur, perhitungan nilai-nilai komponen yang akan digunakan, sampai pada simulasi rangkaian menggunakan Multisim 7.1.

3. Pembuatan dan Pengujian Rangkaian Secara Terpisah

Skema yang telah dirancang diuji menggunakan protoboard kemudian dibuat

(16)

dalam bentuk rangkaian jadi. Pengujian rangkaian secara terintegrasi dilakukan setelah semua blok rangkaian dapat bekerja dengan baik.

4. Pembuatan Software

Pembuatan program pada mikrokontroler dilakukan menggunakn Bascom AVR 1.11.8.7.

5. Kalibrasi Alat

Kalibarasi dilakukan terhadap ketepatan sensor dalam mencacah jumlah putaran yang dihasilkan. Tingkat ketelitian dan ketepatan yang dihasilkan berpengaruh terhadap kelayakan penggunaan alat tersebut.

6. Pengambilan Data

Data yang akan didapatkan adalah jumlah putaran aktual dalam satuan rpm yang ditampilkan oleh PC bersamaan dengan nilai putaran yang diperintahkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah melalui serangkaian uji coba didapatkan rancangan akhir blok fungsional alat deposisi spin coating seperti yang terlihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Diagram blok fungsional alat deposisi spin coating

Diagram blok fungsional pada Gambar 11 merupakan pengembangan dari rancangan sebelumnya. Blok fungsional PID Controller dihilangkan karena tidak dapat beroperasi secara optimal. Pengontrolan dilakukan melalui algoritma pada pemrograman mikrokontroler ATmega8535.

Aliran perubahan data dari set point menjadi tegangan, kecepatan putar, frekuensi, sampai akhirnya menjadi preset value ditunjukkan oleh panah warna hitam.

Panah berwarna putih merupakan daya yang disediakan oleh power supply untuk semua blok fungsional.

Digital to Analog Converter

Digital to Analog Converter yang digunakan adalah DAC 8-bit buatan National Semiconductor tipe DAC0808 dengan nilai tegangan referensi 5 V dan resolusi 0.02 V.

Keluaran DAC0808 yang masih dalam bentuk arus dikonversi menjadi tegangan menggunakan rangkaian pengubah arus ke tegangan. Rangkaian ini dibangun dari sebuah Op Amp LM741. Gambar 12 menunjukkan rangkaian lengkap DAC.

Gambar 12. Rangkaian DAC Menggunakan DAC0808

Pengujian DAC dilakukan dengan memberikan nilai biner berbeda melalui PC dan mengukur tegangan keluarannya. Data hasil pengujian rangkaian DAC dapat dilihat pada Tabel 1:

Tabel 1. Tabel keluaran DAC0808 No Bilangan

biner

Keluaran DAC (V)

1 0 0

2 25 0.50

3 50 1.01

4 75 1.52

5 100 2.02

6 125 2.50

7 150 3.00

8 175 3.47

9 200 3.98

10 225 4.48

11 255 5.00

Berdasarkan data dari Tabel 1 dapat dikatakan bahwa DAC telah bekerja dengan

(17)

sangat baik. Kenaikan nilai biner berbanding lurus dengan kenaikan nilai tegangan keluaran DAC. Dalam bentuk grafik data tersebut membentuk garis yang linier seperti terlihat pada Gambar 13.

Kurva hubungan antara keluaran DAC dan bilangan biner

0 1 2 3 4 5 6

0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 255 Bilangan biner

Keluaran DAC (V)

Gambar 13. Hubungan antara keluaran DAC dan bilangan biner

Rangkaian Pembalik

Rangkaian pembalik merupakan rangkaian pengkondisi sinyal yang dipasang antara DAC dengan masukan PWM.

Tegangan yang dikeluarkan oleh PWM berbanding terbalik dengan nilai tegangan referensi yang diberikan oleh DAC.

Karaktersitik PWM seperti ini mengganggu proses perbandingan antara preset value yang menyatakan kecepatan motor aktual dengan set point yang berasal dari DAC.

Cara kerja rangkaian pembalik ini adalah dengan mengubah kemiringan data DAC.

Nilai maksimal yang dihasilkan DAC akan dikonversi menjadi nilai minimal, dan sebaliknya nilai minimal DAC akan dikonversi menjadi nilai maksimal. Proses pengubahan nilai dilakukan dengan menggunakan rangkaian pengurang differensial dan penguatan inverting yang dilakukan oleh Op Amp LF347 buatan National Semiconductor. Gambar 14 menunjukkan rangkaian pembalik secara lengkap.

Gambar 14. Rangkaian pembalik tegangan Berdasarkan prinsip kerja rangkaian pengurang diferensial tegangan referensi dikurangi dengan tegangan sebesar 5 V.

Hasil pengurangan kemudian dihubungkan

dengan rangkaian inverting amplifier yang nilai penguatannya satu kali. Fungsi dari rangkaian ini adalah mengubah nilai negatif hasil proses sebelumnya menjadi positif.

Sebagai contoh tegangan referensi 5 V akan dikurangi 5 V menjadi 0 V kemudian dikalikan dengan faktor penguatan -1 sehingga nilai akhirnya menjadi 0 V. Proses yang sama terjadi untuk nilai tegangan keluaran lainnya.

Pengujian rangkaian dilakukan dengan membandingkan nilai tegangan keluaran DAC dan tegangan keluaran rangkaian pembalik menggunakan multimeter. Data hasil pengukuran rangkaian pembalik ditunjukkan pada Tabel 2:

Tabel 2. Tabel keluaran rangkaian pembalik No Keluaran

DAC (V)

Tegangan Pembalik (V)

1 0 5,11

2 0,41 4,69

3 0,82 4,28

4 1,22 3,88

5 1,64 3,45

6 2,04 3,05

7 2,44 2,66

8 2,84 2,26

9 3,25 1,84

10 3,64 1,46

11 4,04 1,06

12 4,41 0,68

13 4,83 0,26

14 5,08 0,01

Gambar 15 menunjukkan kurva hubungan antara tegangan pembalik dan keluaran DAC.

Hubungan antara tegangan pembalik dan keluaran DAC

0 1 2 3 4 5 6

0 0,41 0,82 1,22 1,64 2,04 2,44 2,84 3,25 3,64 4,04 4,41 4,83 5,08 Keluaran DAC (V)

Tegangan pembalik (V)

Gambar 15. Hubungan antara tegangan pembalik dan keluaran DAC

Dari data di atas terlihat bahwa rangkaian pembalik bekerja dengan sangat baik.

Rangkaian mampu menghasilkan tegangan yang berkebalikan dengan tegangan DAC.

(18)





2 2 1 3

1

R V R R V Vout

Motor Controller

Blok diagram motor controller terdiri dari dua bagian utama, yaitu pembangkit sinyal PWM dan pengontrol tegangan motor.

Blok pembangkit sinyal PWM terdiri atas pembangkit sinyal segitiga dan komprator.

Rangkaian pembangkit sinyal PWM dibangun dari sebuah IC LM324 yang bekerja pada catu daya single 12 V dan tegangan offset 6 V.

Berdasarkan hasil percobaan didapatkan informasi bahwa sinyal segitiga yang dihasilkan adalah sebesar 5 V peak to peak dengan nilai referensi 6 V. Sinyal tersebut berayun dari nilai tegangan puncak bawah 3,5 V sampai 8,5 V sebagai nilai puncak atasnya. Sementara itu nilai DAC yang dijadikan sebagai tegangan referensi pada bagian comparator memiliki rentang nilai dari 0 sampai 5 V. Agar dihasilkan sinyal PWM yang bagus dibutuhkan rangkaian tambahan berupa rangkaian pengkondisi yang berfungsi untuk menyesuaikan tegangan DAC dengan karakterisitik sinyal segitiga. Gambar 16 menunjukkan rangkaian pengkondisi tegangan secara lengkap.

Gambar 16. Rangkaian pengkondisi tegangan Rangkaian pengkondisi tegangan terdiri atas inverting summing amplifier dan inverting amplifier. Rangkaian pertama berfungsi untuk menaikkan tegangan DAC dengan cara melakukan operasi penjumlahan tegangan. Op-amp yang digunakan adalah adalah op-amp yang terdapat pada IC KF347 buatan Fairchild dengan catu daya simetris.

Nilai tegangan hasil penjumlahan dicari menggunakan persamaan berikut:

(7)

Nilai R1=R2=R3=100K, sehingga besar nilai tegangan keluaran hanya dipengaruhi nilai V1 dan V2. Potensiometer 10K pada tegangan V2 berfungsi untuk mengatur tegangan pengurang sampai mendekati nilai 3,5 V. Rangkaian inverting amplifier dengan

penguatan sebesar satu kali berfungsi untuk membalik nilai tegangan keluaran yang tadinya negatif menjadi positif.

Rangkaian pengkondisi tegangan telah dapat bekerja dengan baik, hal ini dibuktikan dengan terbentuknya sinyal PWM yang siklus kerjanya berubah dari 0% sampai 100% ketika tegangan keluaran DAC dikonversi secara bertahap dari 0 – 5 V.

Siklus kerja maksimum terjadi ketika tegangan DAC 5 V dan siklus kerja minimum ketika 0 V.

Sinyal PWM yang telah dihasilkan dihubungkan dengan rangkaian pengontrol tegangan motor. Proses pengaturan tegangan dengan prinsip penyaklaran listrik dilakukan oleh transistor MOSFET IRFZ34 bertipe N- channel. Transistor ini dipilih karena kemampuan penyaklarannya yang sangat tinggi, yaitu sampai angka 1 MHz.

Sementara itu PWM yang dibuat bekerja pada nilai frekuensi 500 Hz. Selain itu, transistor ini juga mampu menangani arus sampai 30 A. Nilai arus yang besar dibutuhkan untuk memutar motor DC.

Pengujian kinerja rangkaian PWM dilakukan terhadap siklus kerja. Pengujian siklus kerja dilakukan menggunakan osiloskop Caltek CA8020 20MHz pada channel A dengan setting tegangan 5 V/div dan waktu 0,5 ms/div. Dipilih tiga kondisi pengujian yaitu tegangan referensi 0 V, 2,5 V, dan 5 V. Nilai tegangan ini bersumber dari keluaran DAC yang diprintahkan melalui bilangan biner. Nilai tegangan supply pada rangkaian pengontrol tegangan bernilai 11,95 V.

Pada pengujian siklus kerja selain mengamati siklus kerja yang terbentuk juga dilakukan perhitungan tegangan rata-rata PWM secara teoritis. Nilai tegangan rata- rata hasil perhitungan akan dibandingkan dengan hasil pengukuran aktual pada tahapan pengujian berikutnya. Hasil pengujian siklus kerja untuk nilai tegangan referensi 0 V ditunjukkan pada Gambar 17.a di bawah:

Gambar 17.a Sinyal PWM ketika Vref = 0 V Gambar di atas memperlihatkan bahwa tegangan referensi 0 V tidak menghasilkan sinyal kotak, tetapi berupa sebuah garis lurus

(19)

pada nilai 0 V. Siklus kerja sinyal PWM ini adalah 0%. Nilai tegangan rata-rata yang dihasilkan berdasarkan perhitungan yaitu sebesar 0% dari 11,95 V yaitu 0 V. Pada kondisi ini motor belum dapat berputar.

Pengujian berikutnya dilakukan terhadap nilai tegangan referensi 2,5 V. Hasil pengujian ditunjukkan oleh Gambar 17.b:

Gambar 17.b Sinyal PWM ketika Vref = 2,5 V Pada pengujian ini terbentuk sinyal kotak dengan siklus kerja 50%. Puncak bawah sinyal bernilai 0 V dan puncak atasnya bernilai 11,95 V. Secara teoritis tegangan rata-rata yang dikeluarkan oleh PWM adalah 50% dari 11,95 V yaitu sekitar 5,975 V. Pada kondisi ini motor berputar dengan kecepatan setengah dari kecepatan putar maksimal yang mampu dihasilkan.

Pengambilan data siklus kerja terakhir dilakukan dengan memberikan nilai tegangan referensi sebesar 5 V. Gambar 17.c menunjukkan siklus kerja ketika tegangan referensi bernilai 5 V.

Gambar 17.c Sinyal PWM ketika Vref = 5 V Nilai tegangan referensi maksimal yaitu 5 V menghasilkan sinyal PWM yang berbentuk garis lurus pada nilai 11,95 V.

Siklus kerja pad hasil pengujian ini adalah 100%. Nilai tegangan yang terukur cocok dengan hasil perhitungan untuk siklus kerja sinyal 100% yang menghasilkan tegangan rata-rata maksimal sebesar 11.95 V. Pada kondisi ini motor berputar dengan kecepatan putar maksimal.

Untuk mendapatkan gambaran karakteristik PWM yang lebih lengkap dan akurat, maka dilakukan pengukuran tegangan keluaran rata-rata PWM secara langsung Pemberian tegangan referensi berbeda dilakukan menggunakan DAC melalui perintah dalam bentuk bilangan biner.

Pengukuran tegangan keluaran dilakukan

menggunakan multimeter. Data hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 3:

Tabel 3. Tabel keluaran tegangan rata-rata PWM No Bilangan

biner

Vrata-rata

1 0 0

2 20 0,70

3 40 2,75

4 60 5,38

5 80 7,32

6 100 8,50

7 120 9,39

8 140 9,99

9 160 10,43

10 180 10,83

11 200 11,09

12 220 11,17

13 240 11,92

14 255 11,95

Gambar 18 memperlihatkan kurva hubungan antara tegangan rata-rata (Vrata-rata) dan bilangan biner

Hubungan antara Vrata-rata dan bilangan biner

0 2 4 6 8 10 12 14

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 255 Bilangan biner

Vrata-rata PWM (V)

Gambar 18. Hubungan antara Vrata-rata dan bilangan biner

Data hasil pengujian menunjukkan bahwa tegangan rata-rata yang dihasilkan PWM tidak linier. Pada bilangan biner yang kecil sampai pada nilai 120 tegangan rata-rata naik secara cepat, tetapi untuk bilangan biner berikutnya perubahan kenaikan tegangan menjadi lebih kecil bahkan hampir tidak ada.

Nilai aktual yang didapatkan berbeda dengan hasil perhitungan menggunakan rumus siklus kerja. Sebagai contoh untuk nilai referensi 2,5 V yang sebanding dengan bilangan biner 126. Berdasarkan perhitungan dari Gambar 17.b didapatkan nilai tegangan rata-rata sebesar 5,975 V. Pada kenyataannya nilai tegangan rata-rata yang terukur berada pada rentang 9,39 – 9,99 V. Pada bagian lain, hasil pengukuran ketika tegangan referensi minimal dan maksimal menunjukkan nilai

(20)

yang sama dengan hasil perhitungan yaitu 0 V dan 11,95 V.

Berdasarkan analisis rangkaian, kemungkinan terbesar yang menyebabkan tegangan tidak linier adalah proses penyaklaran yang dilakukan oleh MOSFET IRFZ34. Hal ini dikarenakan blok pembangkit sinyal yang menjadi masukan rangkaian pengontrol tegangan telah berfungsi dengan baik. Sinyal PWM mampu menghasilkan siklus kerja yang bersesuaian dengan nilai referensi yang perintahkan.

Selain itu, frekuensi PWM yang bernilai 500 Hz juga sangat memungkinkan menjadi penyebab ketidaklinieran tegangan keluaran PWM. Literatur menunjukkan bahwa frekuensi PWM yang sering digunakan dalam penelitian-penelitian berada pada rentang satuan kHz.

Motor

Motor yang digunakan sebagai actuator adalah motor DC tipe UGFMED B1 20E buatan Yaskawa dengan catu daya maksimal 12 V. Beberapa keunggulan yang dimiliki yaitu bentuknya yang kompak, ringan, dan ekonomis juga memiliki sensor putaran yang terintegrasi berupa magnetic encoder ditambah fasilitas reduction of torque ripple.

Gambar 19 memperlihatkan bentuk fisik motor yang digunakan.

Gambar 19. Motor tipe UGFMED B1 20E buatan Yaskawa

Pengujian karakteristik motor meliputi uji linieritas dan kecepatan putar maksimum.

Pengujian linieritas ditujukan untuk mengetahui karakteristik hubungan antara tegangan yang diberikan dengan kecepatan putar yang dihasilkan.

Uji linieritas dilakukan dengan mengukur frekuensi yang dihasilkan untuk tiap tegangan yang diberikan. Nilai frekuensi didapatkan dari pulsa yang dikeluarkan oleh magnetic encoder dengan ketelitian cacahan 116 pulsa/putaran. Kecepatan putar tiap menit (rpm) dicari dengan membagi frekuensi cacahan dengan 116 agar didapat rotation per second (rps) kemudian dikalikan dengan 60. Perhitungan ini akan digunakan

dalam penentuan kecepatan putar dalam proses berikutnya. Pengukuran jumlah pulsa dilakukan menggunakan multimeter pada fasilitas pengukur frekuensi dalam satuan kHz yang kemudian dikonversi menjadi Hz.

Tegangan yang diberikan berasal dari DC variable power supply dengan nilai maksimum 12 V, sesuai dengan karaktersitik motor. Data hasil pengukuran frekuensi motor dapat dilihat pada Tabel 4:

Tabel 4. Tabel frekuensi keluaran motor No Tegangan

(V)

Frekuensi (Hz)

1 0 0

2 1 0

3 2 484

4 3 949

5 4 1344

6 5 1768

7 6 2170

8 7 2600

9 8 3000

10 9 3420

11 10 3850

12 11 4250

13 12 4700

Gambar 20 memperlihatkan kurva hubungan antara frekuensi dan tegangan yang diberikan (Vsupply).

Hubungan antara frekuensi dan Vsuplly

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Vsupply (V)

Frekuensi (Hz)

Gambar 20. Hubungan antara frekuensi dan Vsupply

Hasil uji linieritas motor menunjukkan bahwa daerah operasi motor adalah dari tegangan 1 V sampai 12 V. Motor tepat akan berputar ketika nilai tegangan sama dengan 1,2 V. Pada rentang nilai tegangan ini putaran motor berbanding lurus dengan tegangan yang diberikan. Kecepatan putar maksimal adalah 2431 rpm, nilai ini merupakan hasil konversi dari nilai frekuensi maksimal 4700 Hz.

(21)

Pengukuran frekuensi juga memberikan informasi tambahan berupa kestabilan putaran motor. Putaran motor mulai stabil pada nilai 1344 rpm, yaitu ketika diberi tegangan 4 V. Pada kecepatan kurang dari 1344 rpm data yang terbaca berubah-ubah, walaupun perubahannya hanya dalam orde satuan.

Berdasarkan karakteristik putaran motor maka dapat dikatakan bahwa alat deposisi spin coating yang dibuat dapat menangani proses pelapisan material pada rentang kecepatan 0 – 2431 rpm.

Magnetic Encoder

Berdasarkan datasheet-nya diketahui bahwa magnetic encoder yang digunakan adalah tipe UTMSI-01BNA. Sebuah encoder single channel yang hanya mengeluarkan pulsa pada satu jalur keluaran dengan ketelitian pencacahan sebesar 116 pulsa/putaran. Pulsa yang dihasilkan bernilai 5 V pada kondisi off dan 0 V ketika kondisi on. Agar pulsa dapat dibaca oleh peralatan lain perlu ditambahkan full-up resistor pada bagian keluaran sensornya. Resistor yang digunakan pada penelitian ini adalah resistor 5,1 k dengan tegangan supply sebesar 5 V.

Gambar 21 menunjukkan bentuk pulsa keluaran encoder.

Gambar 21. Bentuk pulsa keluaran encoder

Rangkaian Pengkondisi

Rangkaian pengkondisi sinyal berfungsi untuk menyesuaikan sinyal keluaran encoder dengan masukan F/V. Rangkaian F/V hanya dapat mencacah sinyal yang berayun melewati nilai referensi 0 V, puncak atasnya postitf dan puncak bawahnya negatif.

Sementara itu, karakteristik pulsa keluaran magnetic encoder adalah puncak bawahnya 0 V dan puncak atasnya 5 V.

Cara untuk mengatasi perbedaan nilai tersebut adalah dengan menurunkan sinyal keluaran magnetic encoder sebesar 2,5 V.

Proses penurunan sinyal dilakukan oleh rangkaian pengurang diferensial. Gambar 22

memperlihatkan rangkaian pengkondisi sinyal secara lengkap.

Gambar 22. Rangkaian pengkondisi sinyal Rangkaian pengurang diferensial dibangun dari Op Amp LF347 buatan National Semiconductor. Masukan inverting diberi tegangan tetap sebesar 2,5 V sedangkan masukan non inverting menerima sinyal masukan yang berasal dari encoder.

Nilai keluaran rangkaian merupakan hasil proses pengurangan bagian non inverting dengan inverting.

Rangkaian pengkondisi telah berfungsi dengan baik, hal ini ditandai dengan terbentuknya sinyal baru dengan frekuensi tetap yang memiliki puncak atas 2,5 V dan puncak bawah -2,5 V. Setelah melalui rangkaian pengkondisi ini pulsa dari encoder dapat dicacah oleh rangkaian F/V.

Frequency to Voltage Converter

Rangkaian akhir F/V lengkap dengan komponen yang dipasang pada masing- masing kakinya diperlihatkan pada Gambar 23 di bawah ini:

Gambar 23. Rangkaian F/V lengkap Sinyal masukan dihubungkan dengan kaki 1 untuk selanjutnya dibandingkan dengan nilai referensi pada kaki 8 yaitu 0 V.

Berdasarkan persamaan (6) terlihat bahwa nilai tegangan berbanding lurus dengan frekuensi yang dicacah. Pemilihan komponen dilakukan dengan tujuan agar ketika nilai frekuensi maksimal maka F/V mengeluarkan nilai tegangan 5 V. Setelah

(22)

mengetahui nilai frekuensi maksimal yaitu 4700 Hz, bagian berikutnya adalah menentukan nilai R1, C1, dan C2. Selain itu, terdapat syarat lainnya yaitu nilai C1 harus lebih besar dari 500 pF agar tidak terjadi error pada arus yang mengalir ke R1. Sebaliknya, R1 tidak boleh terlalu besar agar tidak ada gangguan pada impedansi keluaran.

Setelah melalui perhitungan dan pengujian maka didapatkan nilai komponen yang dipasang adalah R1 = 36 k dan C1 = 3,9 nF dengan Vsup = 7,5 V. Untuk mendapatkan hasil yang baik R1 merupakan gabungan secara seri resistor 33 k dan potensiometer 20 k, sehingga nilai R1 dapat dikonversi sedikit demi sedikit sampai didapatkan nilai tegangan keluaran yang tepat. Nilai kapasitor C2 = 0,47 F dipilih agar ripple tegangan tidak terlalu besar. Kaki 4 dan kaki 7 dihubungkan dengan tujuan agar Op Amp bekerja sebagai voltage follower, yaitu rangkaian buffer yang akan membuat nilai tegangan keluaran lebih stabil.

Pengujian karakteristik F/V dilakukan dengan memberikan frekuensi yang berbeda kemudian mengukur tegangan keluarannya.

Data hasil pengujian karakteristik F/V ditunjukkan pada Tabel 5:

Tabel 5. Tabel pengujian karakteristik F/V No Frekuensi

(Hz)

Tegangan (V)

1 0 0

2 482 0,52

3 947 1,01

4 1355 1,45

5 1768 1,89

6 2140 2,30

7 2600 2,79

8 2990 3,18

9 3400 3,61

10 3840 4,08

11 4130 4,53

12 4700 5,01

Nilai frekuensi merupakan hasil cacahan magnetic encoder yang menjadi masukan rangkian F/V. Nilai tegangan keluaran F/V diukur menggunakan multimeter. Pada pengujian awal tegangannya bernilai 0 V, karena ketika itu motor belum berputar.

Nilai–nilai frekuensi selanjutnya menghasilkan tegangan yang naik secara bertahap sampai nilai maksimal 5,01 V

ketika frekuensinya maksimal.. Gambar 24 menunjukkan kurva karakterisik rangkaian F/V yang menampilkan hubungan antara frekuensi dan tegangan keluaran F/V

Hubungan antara tegangan dan frekuensi pada rangkaian F/V

0 1 2 3 4 5 6

0 482 947 1355 1768 2140 2600 2990 3400 3840 4130 4700 Frekuensi (Hz)

Tegangan (V)

Gambar 24. Hubungan antara tegangan dan frekuensi pada rangkaian F/V

Hasil pengujian yang ditampilkan pada Gambar 23 menunjukkan bahwa rangkaian telah berfungsi dengan sangat baik, terlihat dari data yang naik secara bertahap dan linier.

Analog to Digital Converter

Analog to Digital Converter (ADC) merupakan rangkaian elektronik yang berfungsi untuk mengubah besaran analog berupa arus atau tegangan menjadi digital.

Pada alat spin coating besaran yang akan dikonversi adalah tega ngan yang dihasilkan oleh F/V. Nilai biner hasil konversi diproses di dalam mikrokontroler.

Konversi tegangan ke biner dilakukan menggunakan ADC internal 10-bit yang terdapat pada port A mikrokontroler ATmega8535. Bilangan biner terbesar yang dapat dihasilkan adalah 1023 dengan tegangan referensi 5 V. Data hasil pengujian ADC untuk beberapa nilai tegangan ditunjukkan pada Tabel 6:

Tabel 6. Tabel pengujian ADC No Tegangan

(V)

Bilangan biner

1 0 0

2 0,5 103

3 1,0 205

4 1,5 307

5 2,0 408

6 2,5 511

7 3,0 614

8 3,5 716

9 4,0 819

10 4,5 922

11 5,0 1023

Referensi

Dokumen terkait

Getassrabi Gebog Kudus tentu tidak dapat dilepaskan dari adanya faktor-.. faktor yang menentukan lancar tidaknya pelaksanaan program tahfizh tersebut. Baik untuk madrasah

a. bahwa dengan telah didirikannya Perusahaan-perusahaan Negara yang bergerak dalam bidang perdagangan luar negeri/penyaluran dan pengumpulan masih ada berbagadi aktivitas

Pengisian primer pada aktivitas peledakan di PT. Sumber Gunung Maju, Bravo 10 didasarkan pada kedalaman lubang ledak.Kedalaman lubang ledaknya adalah 8 meter.

Guru PAI adalah guru yang bertugas mengampu mata pelajaran Agama Islam. Salah satu tugas penting guru PAI adalah membuat peserta didik belajar dengan melaksanakan kegiatan

lSOO'deki Aztek resim yazısının, dört bin beş yüz yıl önce­ ye ait olan ve bazılarınca Mısırdaki ilk hanedan kralı olduğu düşünülen kral Narmerin taş

(2014), dari hasil teori mengatakan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan perkembangan motorik halus anak autisme dengan kategori anak laki-laki lebih tinggi

Kabupaten/Kota Kode Puskesmas Nama Puskesmas Alamat Puskesmas.. 41 11 Aceh 1103 Aceh Selatan P1103080201

[r]