• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

61 BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Landasan Hukum Kebijakan Relaksasi Pembiayaan Multiguna Bagi Sopir Gojek Terdampak Covid-19 di Surakarta Dengan Pelonggaran Kredit Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 14/POJK.05/2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019 bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (LJKNB)

Dirumuskan dengan tegas dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa, “Negara Indonesia adalah Negara Hukum.” Menurut Jimly Asshiddiqie dalam Gagasan Negara Hukum Indonesia, konsep Negara Hukum itu diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima dalam dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum, bukan politik ataupun ekonomi.

Prinsip Negara Hukum pada pokoknya, hukum adalah sebagai sistem, bukan orang per orang yang bertindak sebagai ‘wayang’ dari skenario sistem yang mengaturnya sehingga prinsip Negara Hukum sering dikenal dengan “the rule of law, not of man”.

Gagasan Negara Hukum, dibangun dengan mengembangkan perangkat hukum itu sendiri sebagai suatu sistem yang fungsional dan berkeadilan, dikembangkan dengan menata supra struktur dan infra struktur kelembagaan politik, ekonomi dan social yang tertib dan teratur, serta dibina dengan membangun budaya dan kesadaran hukum yang rasional dan impersonal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk itu, sistem hukum itu perlu dibangun (law making) dan ditegakkan (law enforcing) sebagaimana mestinya, dimulai dengan konstitusi sebagai hukum yang paling tinggi kedudukannya (Makalah, http://jimly.com/makalah/namafile/135/KonsepNegara

(2)

HukumIndonesia.pdf, diakses pada 18 Juli 2021 pukul 11.09). Arti hukum sendiri menurut masyarakat dalam buku yang berjudul Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum oleh Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, ialah sebagai berikut (Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, 1986: 2-4):

1. Hukum sebagai ilmu pengetahuan, yaitu pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran

2. Hukum sebagai suatu disiplin, merupakan suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi.

3. Hukum sebagai kaidah, adalah pedoman atau patokan sikap tindak atau perilaku yang pantas atau diharakan.

4. Hukum sebagai tata hukum, berarti struktur dan proses perangkat kaidah- kaidah hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis.

5. Hukum sebagai petugas (law enforcement officer), yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum.

6. Hukum sebagai keputusan penguasa, yaitu proses hubungan timbal balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan.

7. Hukum sebagai proses pemerintahan, berarti proses hubungan timbal balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan.

8. Hukum sebagai sikap tindak ajek atau peri kelakuan yang ajeg/teratur, yakni perilaku yang diulang-ulang dengan cara yang sama yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.

9. Hukum sebagai nilai-nilai, dapat diartikan sebagai jalinan dari konsepsi- konsepsi abstrak dalam diri manusia tentang apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Apa yang dianggap baik harus ditaati, sedangkan apa yang dianggap buruk harus dihindari.

Agar hukum tersebut dapat berjalan didalam masyarakat maka hukum

(3)

tersebut harus memenuhi 3 (tiga) landasan hukum, yakni landasan sosiologis, filosofis, dan yuridis.

Landasan filosofis hukum digunakan dalam menilai sebuah pertimbangan atau alasan dibentuknya peraturan dengan memperhatikan pandangan hidup, kesadaran, dan cita-cita hukum Bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Ardiana Hidayah, 2018: 218).

Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memangku cita-cita luhur Bangsa Indonesia, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang adil dan makmur, serta dalam rangka mewujudkan salah satu tujuan bangsa, yaitu kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia maka dibangunlah perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara berkelanjutan dan stabil dengan berpegang pada asas demokrasi ekonomi dalam sistem ekonomi Indonesia.

Pada hakikatnya demokrasi berarti keadulatan di tangan rakyat. Sejalan dengan pengertian tersebut, demokrasi ekonomi dapat diartikan dengan keadulatan rakyat dibidang ekonomi. Dengan kata lain, demokrasi ekonomi adalah kegiatan ekonomi yang dilaksanakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi ekonomi mengutamakan kemakmuran masyarakat, sehingga berbicara mengenai keadilan dalam kehidupan ekonomi (Cornelis Rintuh dan Miar, 2005: 77).

Pelaksanaan demokrasi ekonomi tidak akan lepas dari program pembangunan ekonomi nasional yang didukung oleh tata kelola pemerintahan yang baik sebagai pengatur dan pengarah jalannya ekonomi nasional secara terus menerus, juga dalam menghadapi perubahan perekonomian global saat ini.

Akibat adanya wabah Covid-19, berbagai bidang kehidupan mengalami kemunduran khususnya di bidang ekonomi yang mengalami penurunan seperti

(4)

naiknya harga barang-barang kebutuhan pokok, melambungnya kurs dollar, dirumahkannya pegawai tanpa gaji, hingga pemutusan hubungan kerja para pegawai (Ahmad Faizin Karimi dan David Efendi, 2020: 632). Berdasarkan prediksi yang telah dilakukan Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi dunia termasuk Indonesia di tahun 2020 akan berada di level 2,1%. Sedangkan proyeksi Bank Indonesia (BI), menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi rakyat Indonesia berada di bawah 5% atau hanya sekitar 2,5% saja dari yang sebelumnya mencapai 5,2%, sehingga terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia (Dhevi Nayasari Sastradinata, Bambang Eko Muljono, 2020: 616).

Berikut ini Grafik Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2021

Sumber: data diolah (BPS)

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2021

Selain dilihat dari data tersebut, keadaan ekonomi masyarakat saat ini dapat dilihat secara jelas dan nyata pada kegiatan perkreditan. Akibat dari pemutusan hubungan kerja pegawai dan penurunan pendapatan masyarakat, tentu akan berdampak besar pada masalah pembayaran angsuran kredit yang kemudian mengakibatkan pada terhambatnya aktivitas di dunia perbankan maupun pembiayaan pula. Dalam kegiatan perkreditan, para pihak yang terlibat berada dalam kondisi yang sulit, dimana di satu sisi kondisi debitur terbatas pada hasil usahanya sehingga tidak mampu melakukan pembayaran angsuran sedangkan di

(5)

sisi lain, bank maupun Perusahaan Pembiayaan harus tetap bertahan agar tidak mengalami kerugian (Arief R. Permana, 2007). Presiden Jokowi bahkan banyak mendengar keluhan dari masyarakat yang memiliki profesi seperti tukang ojek dan supir taksi yang memiliki kredit motor dan mobil (Ahmad Faizin Karimi dan David Efendi, 2020: 632).

Maka dari itu, OJK sebagai sebuah lembaga negara yang mengemban amanat untuk menegakkan peraturan perundangan-undangan di bidang jasa keuangan, melindungi kepentingan masyarakat terkhusus konsumen jasa keuangan, serta meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik di bidang jasa keuangan (Adrian Sutedi, 2014:42) menerbitkan kebijakan-kebijakan untuk menangani permasalahan ekonomi saat ini. OJK mengeluarkan 11 (sebelas) kebijakan stimulus untuk menjaga stabilitas keuangan Indonesia. Sebelas kebijakan yang ditetapkan OJK ini bertujuan untuk mengurangi imbas pandemi Covid-19 yang memberatkan kinerja dari industri jasa keuangan dan darurat perekonomian nasional yang berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat.

Kesebelas kebijakan yang diterbitkan oleh OJK ini masing-masing meliputi 3 (tiga) kebijakan stimulus perbankan, 2 (dua) kebijakan industri keuangan non- bank (IKNB), 5 (lima) kebijakan stimulus pasar modal, dan 1 (satu) kebijakan yang berlaku untuk semua industri jasa keuangan.

Dalam hal penanganan permasalahan perekonomian Indonesia akibat Covid-19, pemerintah memprioritaskan masyarakat, terutama bagi masyarakat yang terdampak Covid-19 secara langsung. Berdasarkan data hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 6 sektor usaha yang paling terdampak pandemi Covid-19 yaitu usaha akomodasi dan makan/minum yang paling banyak mengalami penurunan pendapatan, yakni 92,47%. Kemudian posisi tersebut disusul oleh sektor transportasi dan pergudangan, konstruksi, industri pengolahan, serta perdagangan.

(6)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Gambar 3. Grafik 6 Sektor Usaha Paling Terdampak saat Pandemi Corona

Dan berdasarkan data dari BPS pada tahun 2018, pekerja di Indonesia didominasi oleh para pekerja di sektor informal dengan menduduki 58, 22 persen dari total jumlah pekerja di Indonesia. Para pekerja informal di sektor transportasi seperti, tukang ojek pangkalan maupun ojek online, dan sopir taksi dengan menggantungkan hidupnya pada penghasilan harian. Merekalah yang layak untuk menerima Relaksasi kredit perbankan maupun pembiayaan. Relaksasi Pembiayaan sendiri termuat dalam kebijakan stimulus pada Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) yaitu, POJK Nomor 14/POJK.05/2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019 bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (LJKNB) yang diterbitkan pada 14 Maret 2020.

Berdasarkan kinerja OJK dalam upaya pemulihan ekonomi nasional akibat Covid-19, maka dapat disimpulkan jika kebijakan yang diterapkan OJK sesuai dengan cita-cita bangsa yaitu dengan melindungi kepentingan konsumen pengguna jasa keuangan yang terdampak Covid-19 secara langsung dan mendorong kinerja lembaga jasa keuangan non-bank agar tercapai kehidupan masyarakat yang adil dan makmur.

Kebijakan Countercyclical dalam POJK Nomor 14/POJK.05/2020 juga mempertimbangkan apa yang dibutuhkan masyarakat saat ini sebagai alasan

(7)

dalam pembentukan peraturan tersebut. POJK Nomor 14/POJK.05/2020 telah memenuhi landasan sosiologis pembentukan peraturan, seperti yang jelas dipaparkan pada konsiderans POJK Nomor 14/POJK.05/2020, Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, menimbang:

a. bahwa perkembangan penyebaran coronavirus disease 2019 (Covid-19) secara global telah berdampak secara langsung ataupun tidak langsung terhadap kinerja dan kapasitas operasional konsumen dan lembaga jasa keuangan nonbank yang berpotensi mengganggu kinerja lembaga jasa keuangan nonbank dan stabilitas sistem keuangan sehingga dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi;

b. bahwa untuk mendorong optimalisasi kinerja lembaga jasa keuangan nonbank, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi, perlu diambil kebijakan countercyclical dampak penyebaran Covid-19 dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 bagi Lembaga Jasa Keuangan Nonbank.

Pada poin a, b, dan c dalam konsiderans POJK Nomor 14/POJK.05/2020 disebutkan mengenai pertimbangan atau alasan yang menggambarkan adanya kebutuhan masyarakat yang menyangkut fakta empiris di masyarakat bahwa terjadinya penularan Covid-19 yang belum diketahui kapan akan berakhirnya berpengaruh secara langsung pada keadaan masyarakat terkhususnya para konsumen pengguna jasa lembaga keuangan non-bank. Pertimbangan lainnya adalah bahwa di Indonesia jasa lembaga keuangan non-bank cukup popular masyarakat dari berbagai kalangan baik para pengusaha maupun masyarakat secara umum. Salah satu kegiatan lembaga keuangan non-bank yang di minati masyarakat ialah Pembiayaan Multiguna dengan kegiatan usaha Pembelian

(8)

dengan Pembayaran secara Angsuran, seperti yang disampaikan dalam Buku Statistik Lembaga Pembiayaan yang diolah langsung oleh OJK, bahwa jumlah Perusahaan Pembiayaan sampai dengan akhir tahun 2019 ialah 184 perusahaan dengan 7.798 kantor Perusahaan Pembiayaan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dimana Pulau Jawa menjadi lokasi paling padat dengan total 4.195 kantor Perusahaan Pembiayaan atau sekitar 53,80% dari total jumlah Perusahaan Pembiayaan yang ada.

Sebaran Kantor Perusahaan Pembiayaan di Indonesia (Unit)

Sumber : Buku Statistik Lembaga Pembiayaan OJK 2020 (OJK, 2021: 16) Gambar 4. Sebaran Kantor Perusahaan Pembiayaan

di Indonesia (Unit)

Dalam menunjang kebutuhannya, masyarakat umum yang memerlukan barang keperluan sehari-hari yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan usaha juga tertarik menggunakan pembiayaan, seperti pembiayaan pembeliaan kendaraan bermotor untuk dipergunakan secara pribadi dalam menunjang aktivitasnya dalam bekerja.

Akibat Covid-19 ini, para sopir Gojek mengeluhkan bahwa mereka kesulitan dalam pemenenuhan prestasinya karena pendapatan harian sopir Gojek

(9)

per harinya menurun hingga 70% dari jumlah pendapatan perharinya sebelum Covid-19 seperti yang dikeluhkan Bapak Haris dan beberapa rekan sopir Gojek lainnya. Maka dapat disimpulkan bahwa bahwa dalam pembentukan POJK Nomor 14/POJK.05/2020, OJK mempertimbangkan kapasits operasional konsumen yang dicantumkan dalam konsiderans POJK Nomor 14/POJK.05/2020.

Landasan dalam pelaksanaan hukum yang baik terakhir adalah landasan yuridis, dimana pelaksanaan POJK Nomor 14/POJK.05/2020 dalam mengatasi permasalahan hukum mempertimbangkan aturan yang telah ada guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Peraturan terdahulu yang menjadi pertimbangan penetapan POJK Nomor 14/POJK.05/2020 tercantum dalam POJK itu sendiri. Berikut merupakan peraturan-peraturan sebagai dasar pertimbangan di tetapkannya POJK Nomor 14/POJK.05/2020:

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3477);

2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957);

3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253);

4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256);

5. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian

(10)

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 337, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618);

6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5835).

Sesuai dengan keberadaan hukum secara filosofis, sosiologis, dan yuridis maka korelasi dari ketiga landasan tersebut dalam suatu sistem hukum nasional adalah dengan melihat sejauh mana efektivitas suatu sistem hukum dapat berlaku dengan baik di tengah-tengah masyarakat (Soerjono Soekanto, 2004: 48).

Menurut Lawrence M. Friedman, efektivitas suatu sistem hukum dapat dilihat melalui tiga (3) elemen utama dari sistem hukum (legal system), yaitu:

1) Substansi Hukum

Subtansi hukum merupakan norma, aturan, dan perilaku nyata manusia yang berada pada sistem tersebut, di dalam subtansi hukum terdapat istilah

“produk” yaitu suatu keputusan yang baru di susun dan baru di buat yang mana di sini di tekankan pada suatu hukum yang akan di buat jika melalui suatu peristiwa terlebih dahulu.

Subtansi pasal yang terdapat didalam POJK Nomor 14/POJK.05/2020 belum dapat dikatakan efektif apabila isi pasal belum diketahui secara menyeluruh dan dilaksanakan oleh subjek hukum yaitu masyarakat itu sendiri. Maka dari itu hal tersebut penting untuk mengetahui efektivitas substansi perlu dikaji dari isi pasal dan yang terjadi di masyarakat.

Relaksasi Pembiayaan diatur pada Pasal 3 ayat (1) huruf c POJK Nomor 14/POJK.05/2020. POJK tersebut sudah terdapat pengaturan yang cukup bagi debitur untuk mendapatkan Relaksasi Pembiayaan. Namun dalam POJK tersebut tidak dijelaskan lagi mengenai bagaimana mekanisme pelaksanaan Relaksasi Pembiayaan, karena OJK memberikan wewenang kepada Perusahaan Pembiayaan Multiguna sesuai dengan kebijakan

(11)

masing-masing perusahaan untuk menerapkan kebijakan Relaksasi Pembiayaan Multiguna tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa sopir Gojek, mekanisme tiap Perusahaan Pembiayaan Multiguna tidak jauh berbeda. Permohonan Relaksasi dapat diajukan secara online melalui website Perusahaan Pembiayaan Multiguna dimana debitur memiliki kredit kendaraan kemudian Perusahaan Pembiayaan Multiguna akan memproses permohonan tersebut dengan memverifikasi berkas. Selanjutnya surveyor akan dating ke tempat tinggal dan tempat bekerja pemohon untuk mengetahui bagaimana keadaan pemohon agar dapat menentukan apakah pemohon layak menerima pelonggaran kredit atau tidak.

Perusahaan Pembiayaan Multiguna dalam pelaksanaannya diharapkan selalu berpedoman pada prinsip kehati-hatian karena di masa sekarang banyak pula dari pihak debitur yang tidak terdampak secara langsung oleh adanya Covid-19 menggunakan peluang tersebut untuk mendapatkan pelonggaran kredit juga.

2) Struktur Hukum

Dalam teori Lawrence M. Friedman hal ini disebut sebagai sistem struktural yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan baik. Struktur hukum dalam kegiatan perekonmian lembaga keuangan meliputi; OJK sebagai pembentuk regulasi-regulasi perekonomian, didukung oleh aparat penegak hukum dari Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan. Kewenangan lembaga penegak hukum dijamin oleh undang-undang. Sehingga dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Terdapat adagium yang menyatakan “fiat justitia et pereat mundus” meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan.

Hukum tidak dapat berjalan atau tegak bila tidak ada aparat penegak

(12)

hukum yang kredibilitas, kompeten dan independen.

Dalam berfungsinya hukum penegak hukum merupakan lembaga yang penting untuk memastikan pelaksanaan dari hukum sudah sesuai dengan semestinya. Setiap penegak hukum mempunyai fungsi dan peranan nya masing-masing. Dalam memainkan peranan nya, penegak hukum memainkan peran penting dalam memfungsikan hukum dan/atau menyalahgunakan hukum. Kalau peraturan sudah baik namun kualitas penegak hukum masih rendah dan/atau tahu tapi tidak mau mengetahui fungsi dan memfungsikan hukum maka akan ada masalah. Demikian pula, apabila peraturannya buruk, sedangkan kualitas petugas baik, mungkin pula timbul masalah-masalah hukum (Zainudin Ali, 2017:34).

Pemerintah dalam menata kelola perekonomian nasional membentuk sebuah lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengawasi Lembaga Pembiayaan maupun lembaga keuangan lain dengan berpedoman kepada cita hukum yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.

OJK sendiri merupakan sebuah lembaga negara yang bertugas untuk menegakkan peraturan perundangan-undangan di bidang jasa keuangan, melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan, serta meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik di bidang jasa keuangan (Adrian Sutedi, 2014:42). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. OJK merupakan lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan pengawasan pemeriksaan dan penyidikan secara terpadu, independen, dan akuntabel serta untuk melindungi konsumen industri jasa keuangan.

(13)

Pasal 4 UU OJK menjelaskan mengenai tujuan dibentuknya OJK, antara lain:

a. keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;

b. mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan

c. mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Kemudian Pasal 8 UU OJK menjelaskan mengenai tugas pengaturan yang dilaksanakan OJK. OJK mempunyai wewenang sebagai berikut:

a. menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang;

b. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

c. menetapkan peraturan dan keputusan OJK;

d. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;

e. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK ; f. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pemerin

perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;

g. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;

h. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan i. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Perekonomian nasional yang kian mengalami perubahan dengan

(14)

tantangan yang dinamis dan semakin kompleks memerlukan berbagai penyelarasan kebijakan dalam rangka penyelenggaraan usaha Perusahaan Pembiayaan Multiguna. Penyesuaian kebijakan yang dikeluarkan OJK harus selalu berorientasi kepada kebijaksanaan yaitu dari kebijaksanaan menuju kebenaran dan keadilan hukum yang benar sehingga dapat melahirkan rasa keadilan dan hukum yang adil merupakan langkah awal dari sebuah perjalanan panjang menuju ke hal yang lebih utama lagi yaitu kesejahteraan umat manusia (Dominikus Rato, 2011: 8)

OJK terbukti sangat serius dalam membantu meningkatkan perkonomian nasional ditengah pandemi Covid-19 saat ini, karena disamping menerbitkan kebijakan stimulus perekonomian nasional dalam POJK Nomor 14/POJK.05/2020, OJK juga memperhatikan mengenai respon masyarakat di situs resmi OJK maupun di akun sosial media OJK, dimana respon tersebut mayoritas berisi tentang ketidak pahaman masyarakat mengenai kebijakan tersebut. Demi menanggapi respon masyarakat tersebut, OJK menyediakan wadah untuk menjawab berbagai pertanyaan masyarakat dalam FAQ Restrukturisasi Kredit Pembiayaan Akibat Pandemi Covid-19, yang dimana masyarakat dapat mengaksesnya dengan mudah, dengan tujuan agar masyarakat mampu mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai maksud dan mekanisme Relaksasi Pembiayaan Multiguna itu sendiri.

Seberapa bagusnya suatu peraturan perundang-undangan bila tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang baik maka keadilan hanya angan-angan. Lemahnya mentalitas aparat penegak hukum mengakibatkan penegakkan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Banyak faktor yang mempengaruhi lemahnya mentalitas aparat penegak hukum diantaranya lemahnya pemahaman agama, ekonomi, proses rekruitmen yang tidak transparan dan lain sebagainya. Sehingga dapat dipertegas

(15)

bahwa faktor penegak hukum memainkan peran penting dalam memfungsikan hukum. Kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas penegak hukum rendah maka akanada masalah. Demikian juga, apabila peraturannya buruk sedangkan kualitas penegak hukum baik, kemungkinan munculnya masalah masih terbuka.Tentang struktur hukum Friedman menjelaskan (Lawrence M. Friedman, 1984 : 5-6):

“To begin with, the legal sytem has the structure of a legal system consist of elements of this kind: the number and size of courts; their jurisdiction

…Strukture also means how the legislature is organized…what procedures the police department follow, and so on. Strukture, in way, is a kind of crosss section of the legal system…a kind of still photograph, with freezes the action.”

Struktur dari sistem hukum terdiri atas unsur berikut ini, jumlah dan ukuran pengadilan, yurisdiksinya (termasuk jenis kasus yang berwenang mereka periksa), dan tata cara naik banding dari pengadilan ke pengadilan lainnya. Struktur juga berarti bagaimana badan legislatif ditata, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh presiden, prosedur ada yang diikuti oleh kepolisian dan sebagainya. Jadi struktur (legal struktur) terdiri dari lembaga hukum yang ada dimaksudkan untuk menjalankan perangkat hukum yang ada. Struktur adalah pola yang menunjukkan tentang bagaimana hukum dijalankan menurut ketentuan-ketentuan formalnya.

Struktur ini menunjukkan bagaimana pengadilan, pembuat hukum dan badan serta proses hukum itu berjalan dan dijalankan. Di Indonesia misalnya jika kita berbicara tentang struktur sistem hukum Indonesia, maka termasuk di dalamnya struktur institusi-institusi penegakan hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan (Achmad Ali, 2002 : 8).

3) Budaya Hukum

Budaya Hukum (Legal Culture) yaitu prilaku manusia mendukung sistem hukum agar berjalan secara baik di masyarakat. Kultur hukum menurut Lawrence M. Friedman (2001:8) adalah sikap manusia terhadap

(16)

hukum dan sistem hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Kultur hukum adalah suasanapemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Budaya hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat.

Salah satu faktor yang mengefektifkan suatu peraturan adalah warga masyarakat, yaitu berupa kesadaan warga masyarakat untuk mematuhi suatu perundang-undangan, derajat kepatuhan. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa derajat kepatuhan masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indicator berfungsinya hukum yang bersangkutan (Zainudin Ali, 2017:37). Kesadaran hukum adalah kesadaran diri sendiri tanpa tekanan, paksaan, atau perintah dari luar untuk tunduk pada hukum yang berlaku. Dengan berjalannya kesadaran hukum di masyarakat, maka hukum tidak perlu menjatuhkan sanksi.

Sanksi hanya dijatuhkan pada warga yang benar-benar terbukti telah melakukan pelanggaran hukum. Hukum telah memberitahukan kepada kita manakah perbuatan yang bertentangan dengan hukum bila dilakukan akan mendapat ancaman berupa sanksi hukum (Ellya Rosana, 2014:3).

Hukum haruslah sesuai dengan kesadaran hukum dari masyarakatnya sendiri, artinya hukum harus mengikuti kehendak dari masyarakat itu sendiri (Munir Fuady, 2007:75).

Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik dan dapat merubah polapikir masyarakat mengenai hukum selama ini. Secara sederhana, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum.

Penentuan tingkat kesadaran hukum dalam penulisan ini

(17)

berdasarkan indikator kesadaran hukum menurut Soerjono Soekanto yang meliputi hal-hal berikut:

a. Pengetahuan Hukum

Pengetahuan hukum ialah apabila seseorang mengetahui perilaku-perilaku (behavior) tertentu telah diatur oleh hukum.

Peraturan hukum yang dimaksud adalah hukum tertulis dan tidak tertulis. Pengetahuan tersebut berkaitan dengan perilaku masyarakat yang dilarang ataupun perilaku yang diperbolehkan hukum.

Termasuk perilaku yang dilarang oleh hukum, maupun yang diperbolehkan.

b. Pemahaman Hukum

Pemahaman hukum adalah pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap aturan-aturan tertentu. Baik tertulis maupun tidak tertulis. Pemahaman hukum yang dimaksud ialah pemahaman masyarakat terhadap undang-undang yang berlaku. Menurut Soerjono Soekanto, pemahaman hukum adalah sejumlah informasi yang dimiliki seseorang mengenai isi peraturan dari suatu hukum tertentu. Pemahaman hukum disini dilihat dari bagaimana persepsi mereka dalam menghadapi berbagai hal, dalam kaitannya dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Persepsi ini seringkali diwujudkan melalui sikap mereka terhadap perilaku sehari-hari (Soerjono Soekanto, 1982:141).

c. Sikap Hukum

Sikap hukum adalah suatu kecenderungan untuk menerima hukum karena adanya penghargaan terhadap suatu hukum yang berlaku sebagai suatu yang bermanfaat ataupula menguntungkan

(18)

jika hukum tersebut ditaati. Suatu sikap hukum akan melibatkan pilihan warga terhadap hukum yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam diri masyarakat sehingga akhirnya para warga masyarakat pun dapat menerima hukum berdasarkan pernghargaan terhadapnya (Soerjono Soekanto, 1982:141).

d. Pola Perilaku Hukum

Pola perilaku hukum adalah dimana seseorang atau masyarakat yang mematuhi peraturan yang berlaku. Baik tertulis maupun tidak tertulis. Apabila didalam suatu masyarakat telah berperilaku sesuai dengan hukum yang berlaku, berarti tidak ada pelanggaran hukum yang terjadi. Pola perilaku hukum merupakan hal yang utama dalam kesadaran hukum, karena disini dapat dilihat apakah suatu peraturan hukum berlaku atau tidak dalam masyarakat.

Dari hasil wawancara, mayoritas sopir Gojek mengetahui adanya kebijakan Relaksasi embiayaan. Namun sebagian dari mereka tidak mengetahui secara detail bagaimana mekanisme pengajuan Relaksasi Pembiayaan Multiguna dan fasilitas apa yang akan di terima apabila permohonan Relaksasi Pembiayaan Multiguna disetujui oleh Perusahaan Pembiayaan Multiguna. Bahkan sebagian dari mereka menganggap bahwa Relaksasi Pembiayaan Multiguna hanya akan memperpanjang masa kredit yang akhirnya kredit atas kendaraan miliknya tidak kunjung berakhir.

Melihat berbagai persepsi pemahaman masyarakat mengenai kebijakan Relaksasi Pembiayaan Multiguna yang tertuang dalam POJK Nomor 14/POJK.05/2020 budaya hukum masyarakat Indonesia masih cukup rendah, maka dari itu OJK diharapkan lebih gencar memberikan sosialisasi yang berisi pemahaman-pemahaman hukum yang dapat dilakukan melalui berbagai media sosial yang OJK miliki.

(19)

B. Pelaksanaan Kebijakan Relaksasi Pembiayaan Multiguna Terhadap Sopir Gojek Terdampak Covid-19 di Surakarta

Tercatat lebih dari 1 juta sopir Gojek di Indonesia pada tahun 2018. Jumlah ini merata termasuk di Kota Surakarta. Kemunculan Gojek di Surakarta

terhitung sejak Mei 2016 yang kemudian telah menjadi solusi dalam memberikan lapangan pekerjaan bagi sopir Gojek serta berpartisipasi dalam pengentasan kemiskinan di wilayah Kota Surakarta (Yosephine Angelina Yulia dan Cahyani Tunggal Sari, 2019: 24). Pekerjaan sebagai sopir Gojek merupakan pekerjaan utama dari sebagian orang atau sekedar pekerjaan sampingan untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Sopir Gojek sangat bergantung pada pendapatan perharinya. Maka dari itu, adanya Covid-19 menyebabkan penurunan penghasilan yang memberatkan mereka dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari apalagi bagi mereka yang masih memiliki tanggungan cicilan kredit atau pembiayaan sehingga daya bayar angsuran juga ikut menurun.

Dalam rangka meringankan beban masyarakat akibat penurunan jumlah penghasilan dan dalam rangka menstimulus perekonomian Indonesia, Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (LJKNB) berperan dalam melaksanakan kebijakan countercyclical. Pelaksanaan kegiatan dalam kebijakan countercyclical tersebut tertuang dalam Pasal 3 POJK Nomor 14/POJK.05/2020, ialah sebagai berikut:

(1) Kebijakan countercyclical dampak penyebaran Covid-19 bagi LJKNB meliputi:

a. batas waktu penyampaian laporan berkala;

b. pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan;

c. penetapan kualitas aset berupa Pembiayaan dan restrukturisasi Pembiayaan;

d. perhitungan tingkat solvabilitas perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah;

(20)

e. perhitungan kualitas pendanaan dana pensiun yang menyelenggarakan program pensiun manfaat pasti;

f. pelaksanaan ketentuan pengelolaan aset sesuai usia kelompok peserta (life cycle fund) bagi dana pensiun yang menyelenggarakan program pensiun iuran pasti; dan

g. kebijakan lainnya yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan melalui Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

(2) Penerapan kebijakan countercyclical sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan tetap memperhatikan penerapan prinsip kehati- hatian, manajemen risiko, dan tata kelola perusahaan yang baik.

(3) Bagi LJKNB yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah, penerapan kebijakan countercyclical sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan prinsip syariah.

(4) Dalam hal perlu tindakan tertentu terkait pelaksanaan pengawasan terhadap individual LJKNB, Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta individual LJKNB dimaksud untuk menerapkan kebijakan yang lebih ketat daripada kebijakan countercyclical sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(5) Dalam rangka pengambilan kebijakan countercyclical dampak penyebaran Covid-19 bagi LJKNB, Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta data dan informasi tambahan kepada LJKNB di luar pelaporan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang LJKNB

Dalam ketentuan Pasal 3 ayat (1) huruf c POJK Nomor 14/POJK.05/2020, kebijakan countercyclical meliputi penetapan kualitas aset berupa Pembiayaan dan Restrukturisasi Pembiayaan. Dalam keterangannya, OJK menerangkan bahwa Relaksasi kredit bisa bermacam-macam bentuknya, mulai dari penurunan suku bunga, perpanjangan waktu, hingga pengurangan tunggakan pokok, dan lain- lain. OJK memberikan kelonggaran dengan Restrukturisasi Pembiayaan

(21)

Multiguna berupa:

1) Penurunan suku bunga atau margin/bagi hasil/ujrah

Penurunan suku bunga akan mendorong masyarakat mengajukan pinjaman kredit ke Perusahaan Pembiayaan Multiguna sehingga berpengaruh pada daya konsumsi dan peningkatan pertumbuhan ekonomi.

2) Memperpanjang jangka waktu;

Pemberian jangka waktu pun bisa bervariasi, akan sesuai dengan kesepakatan antara debitur dengan bank maupun Perusahaan Pembiayaan Multiguna. Bisa 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan, sampai maksimal 1 tahun 3) Penundaan sebagian pembayaran;

4) Pengurangan tunggakan pokok;

5) Pengurangan tunggakan bunga;

6) Menambah Pembiayaan;

7) Konversi akad Pembiayaan syariah; dan

Konversi akad yang dilakukan, adalah seperti Prosedur Pelaksanaan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk 20:

a) Akad Pembiayaan murābahah dihentikan oleh bank dengan memperhitungkan nilai wajar objek murābahah. Apabila nilai wajar lebih kecil daripada jumlah kewajiban nasabah, maka sisa kewajiban nasabah tetap menjadi hak bank dan penyelesaiannya berdasarkan kesepakatan dengan nasabah, sebaliknya apabila nilai wajar lebih besar daripada jumlah kewajiban nasabah, maka selisih nilai tersebut diakui sebagai uang muka ijārah muntahiya bittamlik atau menambah porsi modal nasabah untuk musyārakah atau mengurangi modal muḍhārabah dari bank.

b) Akad Pembiayaan baru dibuat dengan mempertimbangkan kondisi nasabah dan mencantumkan kronologi akad pembiayaan

(22)

sebelumnya dalam akad pembiayaan baru dengan mengikuti ketentuan yang diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai pelaksanaan prinsip syariah.

8) Konversi Pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara.

Penyertaan Modal Sementara adalah penyertaan modal berupa pembelian saham atau konversi pembiayaan menjadi saham dalam perusahaan nasabah. Konversi ini dilakukan untuk mengatasi kegagalan penyaluran dana dalam jangka waktu tertentu.

Pelaksanaan Restrukturisasi Pembiayaan Multiguna ini dilakukan dengan melakukan penataan ulang terhadap isi pokok perjanjian pembiayaan multiguna.

Sedangkan didalam kontrak perjanjian pembiayaan multiguna, terdapat ketentuan-ketentuan yang memuat tentang:

a. jenis kegiatan usaha dan cara pembiayaan;

b. nomor dan tanggal perjanjian pembiayaan;

c. identitas para pihak, termasuk pihak lain yang melakukan kerja sama pembiayaan dengan Perusahaan Pembiayaan Multiguna (jika ada);

d. barang atau jasa yang dibiayai;

e. tujuan pembiayaan;

f. nilai barang atau jasa yang dibiayai;

g. jumlah piutang dan nilai angsuran pembiayaan;

h. jangka waktu pembiayaan;

i. tingkat suku bunga pembiayaan;

j. agunan termasuk penyimpanan bukti kepemilikan atas agunan (jika ada);

k. rincian biaya terkait dengan pembiayaan terdiri atas:

1. biaya survei (jika ada);

2. biaya asuransi (jika ada);

3. biaya penjaminan (jika ada);

4. biaya pembebanan agunan; (jika ada);

(23)

5. biaya provisi (jika ada);

6. biaya notaris (jika ada); dan/atau 7. biaya lain (jika ada);

l. klausul pembebanan jaminan fidusia, hak tanggungan, atau hipotek secara jelas, apabila terdapat pembebanan agunan dalam kegiatan pembiayaaan;

m. mekanisme apabila terjadi perselisihan dan pemilihan tempat penyelesaian perselisihan;

n. ketentuan pemberian peringatan dalam hal Debitur wanprestasi;

o. ketentuan eksekusi agunan dalam hal Debitur wanprestasi;

p. ketentuan penjualan agunan dalam hal Debitur wanprestasi (jika ada);

q. ketentuan mengenai mekanisme pelunasan piutang pembiayaan dan pengembalian uang kelebihan dari hasil penjualan agunan atau klaim asuransi disertai dengan jangka waktu dalam hal Perusahaan Pembiayaan Multiguna melakukan mitigasi risiko dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf b dan huruf c;

r. ilustrasi pembagian pokok piutang pembiayaan, bunga, dan outstanding pokok pembiayaan;

s. ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak; dan t. ketentuan mengenai denda.

Dengan adanya kesepakatan antara debitur dengan pihak Perusahaan Pembiayaan Multiguna yang sah, maka ketentuan-ketentuan yang telah disepakati menjadi dasar kepastian hukum (legal certainty) yang secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang bersepakat, yaitu kreditur dan debitur (Pasal 1338 alinea 1 KUHPerdata). Dan sebagai konsekuensi yuridisnya, hak dan kewajiban yang diatur dalam perjanjian harus dilakukan tiap pihak dengan itikad yang baik (good faith), yang dapat diartikan bahwa para pihak yang membuat perjanjian melaksanakan dengan penuh kejujuran sehingga tidak ada yang merasa dirugikan.

Penerapan iktikad baik dalam perjanjian pembiayaan multiguna juga harus

(24)

dilaksanakan sejak dalam tahap pemeriksaan dokumen pengajuan pembiayaan sehingga prinsip kehati- hatian juga tidak diabaikan sebagai salah satu elemen pendukung prinsip iktikad baik para pihak (I Gusti Agung Wisudawan, 2014: 69).

Dalam perjanian Multiguna Adira Finance tidak ada klausul yang menyebutkan mengenai hak debitur. Kewajiban debitur berdasarkan syarat-syarat perjanjian yang menjelaskan bahwa debitur berkewajiban membayar angsuran, biaya-biaya ataupun denda yang wajib dibayar (jika ada) secara tepat waktu dan penuh sesuai dengan perjanjian. Hak kreditur berdasarkan perjanjian pembiayaan antara lain dari:

a. Jumlah fasilitas pembiayaan, b. Bunga,

c. Besarnya angsuran per bulan, d. Jangka waktu angsuran, e. Tujuan penggunaan.

Berdasarkan perjanjian pembiayaan multiguna tidak ditemukan klausul mengenai kewajiban kreditur didalam perjanjian pembiayaan multiguna.

Walaupun tidak ditemukan klausul mengenai hak debitur dan kewajiban kreditur dalam perjanjian pembiayaan multiguna tidak serta merta perjanjian tersebut batal akan tetapi pihak-pihak yang terlibat terikat oleh Peraturan Perundangan yang mengatur tentang hak debitur dan kewajiban kreditur. Sehingga dapat tercapai prestasi dalam perjanjian. Secara umum hak dan kewajiban kreditur dan debitur adalah sebagai berikut (Sunaryo 2009: 64-66):

1. Hak dan kewajiban debitur a. Debitur mempunyai hak:

1) Mengetahui semua ketentuan dalam kontrak pembiayaan sehingga dapat mengambil keputusan untuk menolak atau menandatangani kontrak;

2) Menerima pembiayaan dalam bentuk barang konsumsi beserta

(25)

informasi mengenai spesifikasi objek pembiayaan, untuk kemudian menggunakan dan memanfaatkannya;

3) Memilih membeli barang konsumsi

4) Berhak mengajukan permohonan untuk diberikan penundaan atau pelonggaran pembayaran angsuran

5) Mendapat pemberitahuan sesuai prosedur perusahaan dalam hal penarikan kendaraan

b. Kewajiban dari debitur yaitu:

1) Memberikan informasi dan semua dokumen asli yang berkaitan dengan prasyarat pengajuan pembiayaan

2) Membayar angsuran beserta bunga sesuai jadwal sebagaimana yang disepakati dalam perjanjian

3) Membayar denda setiap keterlambatan pembayaran angsuran 4) Mengansuransikan kendaraan terhadap kerusakan yang disengaja

ataupun tidak

5) Apabila debitur wanprestasi maka secara sukarela wajib menyerahkan kendaraan kepada Perusahaan Pembiayaan Multiguna

6) Wajib merawat/mengurus kendaraan dengan bertanggung jawab penuh atas kondisi kendaraan termasuk tidak melakukan perubahan baik bentuk maupun mesin kendaraan, kecuali ada persetujuan

7) Dilarang mengalihkan penguasaan, menyewakan, menggadaikan / menjaminkan, memindahtangankan / menjual atas kendaraan dan/atau bagian kendaraan kepada pihak lain

2. Hak dan kewajiban kreditur yaitu:

a. Hak kreditur

(26)

1) Menetapkan besarnya jumlah angsuran, cara pembayaran, jadwal pembayaran, dan memberlakukan denda pada keterlambatan pembayaran angsuran serta menerima pembayaran angsuran sesuai dengan perjanjian

2) Melakukan survey dan analisis terhadap calon debitur, apabila calon debitur tersebut dinilai tidak layak maka kreditur berhak untuk menolak permohonan pembiayaan multiguna yang diajukan calon debitur

3) Kreditur berhak untuk membuat perjanjian pembiayaan multiguna dalam bentuk standar asalkan tidak bertentangan dengan Undang- undang dan peraturan yang berlaku serta berhak menerima semua dokumen asli untuk kelengkapan syarat dokumen pembiayaan multiguna

4) Memutuskan kontrak pembiayaan multiguna apabila pihak debitur wanprestasi dan berhak untuk menarik barang modal jika debitur tidak beritikad baik untuk melanjutkan kontrak pembiayaan multiguna

5) Menerima ganti rugi dari Perusahaan Asuransi apabila objek pembiayaan hilang atau rusak

6) Selama dalam masa mengangsur, kreditur berhak menahan surat bukti kepemilikan kendaraan dan surat berharga lainnya yang berkaitan dengan kontrak pembiayaan multiguna

b. Kewajiban kreditur

1) Memberikan fasilitas Pembiayaan Multiguna terhadap barang yang dibutuhkan debitur

2) Membayar kepada supplier atas barang yang dibeli

3) Kreditur wajib memberikan informasi dengan jujur dan yang sebenar-benarnya perihal aturan dalam kontrak pembiayaan

(27)

multiguna

4) Wajib membukukan dan mencatat pembayaran angsuran sebagai bukti yang sah

5) Melaksanakan dan mengikuti prosedur sesuai aturan yang tertera dalam kontrak pembiayaan multiguna termasuk dalam melakukan penarikan kendaraan apabila debitur wanprestasi

Antara pihak kreditur dan debitur perlu memahami dengan baik terhadap hak dan kewajiban para pihak agar dapat saling menjunjung tinggi kedudukan hukum demi terjalinnya hubungan hukum yang nyaman. Hal tersebut merupakan salah satu penerapan asas proporsionalitas yang tentunya akan berimpilikasi pada pelaksanaan perjanjian pembiayaan multiguna dengan baik ke depannya. Maka dari itu salah satu hak debitur yang akan di sororti disini ialah, debitur berhak mengajukan permohonan atau diberikan penundaan membayar hutang- hutangnya.

Permohonan untuk keringanan pembayaran angsuran diajukan tidak semata-mata tanpa alasan yang jelas, melainkan dengan alasan yang jelas, nyata, dan kuat agar kreditur dapat mempertimbangkan permohonan yang telah debitur ajukan. Misalnya penurunan kondisi keuangan debitur, gejala penurunan kondisi keuangan debitur erat hubungannya dengan penurunan jumlah penghasilan debitur dengan alasan PHK ataupun karena kejadian kahar seperti bencana alam maupun bencana non-alam yang menyebabkan terganggunya debitur dalam mendapatkan penghasilan.

Terjadinya penularan pandemi Covid-19 yang dapat digolongkan kedalam bencana non-alam yang belum diketahui kapan akan berakhirnya. Hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan multiguna ini, berasal dari luar kehendak debitur. Didalam perjanjian pembiayaan multiguna juga telah diatur mengenai kententuan force majeur. Secara istilah force majeure dalam suatu perjanjian sering disebut dengan istilah overmacht; act of god, keadaan memaksa,

(28)

keadaan darurat, keadaan kahar, keadaan diluar kemampuan manusia (Munir Fuady, 2014: 214). Keadaan memaksa atau force majeur adalah suatu keadaan yang terjadi setelah dibuatnya perjanjian yang menghalangi debitur untuk memenuhi prestasinya. Dalam hal ini debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung resiko dan tidak dapat menduga terjadinya suatu tersebut pada waktu akad perjajian dibuat. Force majeur akibat kejadian tidak terduga tersebut bisa dikarenakan terjadinya suatu hal yang diluar kekuasaan debitur yang mana keadaan tersebut bisa dijadikan alasa untuk dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi (H. Amran Suadi, 2018: 115).

Adanya wabah Covid-19 ini termasuk dalam keadaan memaksa yang menghalangi perbuatan debitur untuk berprestasi sehingga kewajiban/prestasi tidak dapat dipenuhi karena dengan baik. Maka seharusnya walaupun tidak terdampak Covid-19, debitur tetap mendapat keringanan kredit oleh Perusahaan Pembiayaan Multiguna.

Namun, pelonggaran kredit/ pembiayaan multiguna tidak semerta-merta diberikan kepada seluruh debitur, melainkan khusus bagi debitur (termasuk debitur UMKM) yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban pada Perusahaan Pembiayaan Multiguna karena debitur atau usaha miliknya terdampak penyebaran Covid-19 baik secara langsung ataupun tidak langsung pada sektor ekonomi seperti, pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan. OJK menekankan kepada seluruh Perusahaan Pembiayaan Multiguna agar dalam pemberian kebijakan Relaksasi ini dilakukan secara bertanggung jawab sehingga tidak terjadi penyalahgunaan oleh oknum debitur yang memanfaatkan adanya kebijakan ini (freerider/aji mumpung) atau yang sering dikenal sebagai moral hazard. Oknum debitur ini adalah debitur yang sebelum merebaknya Covid-19 sudah bermasalah dalam pembayaran kredit/

angurannya namun memanfaatkan kebijakan Relaksasi ini dengan memohonkan Relaksasi agar status debiturnya menjadi lancar.

(29)

Untuk mendapatkan peringanan kredit/ pembiayaan multiguna, debitur harus melalui proses yang telah di tentukan OJK dan pihak Perusahaan Pembiayaan Multiguna. Proses yang harus dilalui debitur ialah dengan cara mengajukan permohonan peringanan kredit dan menyertakan dokumen-dokumen yang di perlukan. Dalam prakteknya pelaksanaan kebijakan Relaksasi Pembiayaan Multiguna diserahkan kepada tiap perusahaan masing-masing, maka dalam menerapkannya diperlukan prinsip kehati-hatian, manajemen risiko, dan tata kelola perusahaan yang baik. Dalam hal ini Perusahaan Pembiayaan Multiguna harus memastikan bahwa:

1. Memiliki pedoman untuk menetapkan debitur yang terkena dampak penyebaran Covid-19.

2. Melakukan penilaian terhadap debitur yang mampu terus bertahan dari dampak Covid-19 dan masih memiliki prospek usaha sehingga dapat diberikan restrukturisasi kredit/pembiayaan multiguna sesuai POJK ini.

3. Membentuk cadangan untuk debitur yang dinilai tidak lagi mampu bertahan setelah dilakukan restrukturisasi kredit atau pembiayaan multiguna sesuai POJK ini.

4. Mempertimbangkan ketahanan modal dan memperhitungkan tambahan pembentukan cadangan untuk mengantisipasi potensi penurunan kualitas kredit atau pembiayaan multiguna yang direstrukturisasi.

5. Melakukan uji ketahanan secara berkala terhadap potensi penurunan kualitas kredit atau pembiayaan multiguna yang direstrukturisasi dan pengaruhnya terhadap likuiditas dan permodalan perusahaan. Uji ketahanan antara lain berupa penerapan stress testing dalam berbagai skenario atau review kinerja dan kelayakan debitur.

Pihak Perusahaan Pembiayaan Multiguna harus membuat kriteria dan persyaratan kepada debitur yang akan mengajukan permohonan Relaksasi Pembiayaan Multiguna. Kriteria debitur yang mendapat Relaksasi Pembiayaan

(30)

Multiguna ialah debitur dengan perlakuan khusus yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban pada Perusahaan Pembiayaan Multiguna karena debitur atau usaha debitur terdampak dari penyebaran Covid-19 baik secara langsung ataupun tidak langsung pada sektor ekonomi antara lain pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan.

Contoh kondisi debitur yang terkena dampak antara lain:

1. Debitur yang terkena dampak jalur transportasi dan pariwisata dari dan ke negara lain yang telah terdampak Covid-19 serta travel warning beberapa negara, sehingga usaha debitur misalnya rumah makan, travel atau toko souvenir di wilayah terdampak menjadi kehilangan customer/pembeli karena berkurangnya wisatawan.

2. Debitur yang terkena dampak dari penurunan volume ekspor impor secara signifikan akibat keterkaitan rantai suplai dan perdagangan dengan negara lain yang telah terdampak Covid-19, sehingga usaha debitur pelaku UMKM misalnya yang bergerak di bidang kerajinan, makanan, atau pertanian/perikanan tidak dapat melakukan ekspor hasil produksinya.

3. Debitur yang terkena dampak terhambatnya proyek pembangunan infrastruktur karena terhentinya pasokan bahan baku, tenaga kerja, dan mesin dari negara lain yang telah terdampak Covid-19.

4. Debitur yang terkena dampak kebijakan pemerintah terkait pembatasan sosial berskala besar sehingga tidak dapat melakukan usahanya atau mengalami penurunan volume usaha, antara lain pedagang pasar, atau pengusaha transportasi umum.

Selain kriteria diatas debitur dapat mengajukan restrukturisasi apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut Ikatan Bankir Indonesia (IBI), Mengelola Bisnis Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2015), 131:

1. Debitur mengalami penurunan kemampuan atau kesulitan dalam

(31)

pembayaran akibat terdampak Covid-19.

2. Debitur selalu membayar kredit tepat waktu dan tidak pernah melewati tanggal tempo.

3. Debitur memiliki itikad baik untuk membayar.

4. Debitur memiliki kredit sebelum tanggal 2 Maret 2020 atau sebelum pernyataan resmi penyebaran Covid-19 oleh Pemerintah Indonesia.

5. Debitur memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajibannya setelah dilakukan restrukturisasi pembiayaan.

6. Debitur dapat membuktikan bahwa benar debitur terdampak pandemi Covid-19 dan memiliki barang atau orang yang dapat menjamin.

7. Debitur melampirkan form pengajuan Relaksasi kredit kepada Perusahaan Pembiayaan juga form pengembalian yang akan dikirim melalui surat elektronik.

Penggolongan kualitas kredit tersebut dinilai berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga debitur yang sesuai dengan Pasal 92 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 35 /POJK.05/2018 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan. Kemudian berdasarkan Pasal 92 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 35/POJK.05/2018 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, penilaian kualitas Pembiayaan Multiguna sebagaimana dimaksud ditetapkan menjadi:

a. Lancar

Apabila tidak terdapat keterlambatan atau terdapat keterlambatan pembayaran pokok dan/atau bunga sampai dengan 10 (sepuluh) hari kalender.

b. Dalam Perhatian Khusus

Apabila terdapat keterlambatan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 10 (sepuluh) hari kalender sampai dengan 90 (sembilan

(32)

puluh) hari kalender.

c. Kurang Lancar

Apabila terdapat keterlambatan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 (sembilan puluh) hari kalender sampai dengan 120 (seratus dua puluh) hari kalender.

d. Diragukan

Apabila terdapat keterlambatan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 120 (seratus dua puluh) hari kalender sampai dengan 180 (seratus delapan puluh) hari kalender.

e. Macet

Apabila terdapat keterlambatan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari kalender.

Debitur dengan kualitas pembayaran kredit pembiayaan dapat mengajukan permohonan restrukturisasi kredit. Berikut mekanisme pelaksanaan restrukturisasi yang akan dijalankan Perusahaan Pembiayaan Multiguna:

1. Pengajuan

Debitur membuat permohonan mengenai pembiayaannya yang akan direstrukturisasi melalui pengajuan Relaksasi kredit. Sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 9 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14/POJK.05/2020, pemberian restrukturisasi oleh Perusahaan Pembiayaan Multiguna mempertimbangkan adanya permohonan restrukturisasi oleh debitur. Langkah awal pemberian restrukturisasi diawali dengan adanya permohonan debitur kepada Perusahaan Pembiayaan Multiguna. Form pengajuan permohonan restrukturisasi dapat diunduh melalui laman website resmi dari Perusahaan Pembiayaan Multiguna.

2. Kelengkapan berkas

Setelah form pengajuan telah diterima, kemudian dilakukan pengecekan kelengkapan berkas debitur. Kelengkapan berkas dilakukan

(33)

dengan tujuan sebagai validitas dari keberadaan debitur dan unit pembiayaan, dampak Covid- 19 yang dialami debitur serta penilaian pembiayaan debitur melalui hasil credit scoring. Credit scoring adalah suatu cara kuantitatif untuk mengevaluasi risiko pembiayaan secara eksplisit dengan cara mengukur kinerja dan karakteristik debitur dimasa lalu untuk memprediksi kinerja dan karakteristik yang akan datang secara kuantitatif. Tujuan credit scoring adalah membedakan antara debitur yang baik dan buruk dengan optimal (Sidogiri Fatichatur Rachmaniyah, 2015:

78).

3. On the spot

On the spot atau pada proses ini disebut juga survey ulang pada praktiknya dilakukan apabila dirasakan keraguan pada kondisi debitur.

Contohnya pada debitur yang memiliki usaha air minum galon. Keraguan tersebut karena pada dasarnya, usaha air minum galon tidak terkena dampak penyebaran Covid-19 karena dalam situasi apapun masyarakat tetap membutuhkan air. On the spot dilakukan untuk memastikan dampak yang dialami debitur tersebut.

4. Persetujuan

Persetujuan atas restrukturisasi dapat diberikan oleh Perusahaan Pembiayaan Multiguna. Apabila syarat-syarat dan dokumen kelengkapan sudah di verifikasi dan dianalisis dengan cermat dan teliti, Perusahaan Pembiayaan Multiguna dapat memberi persetujuan atas permohonan restrukturisasi yang diajukan debitur.

5. Go live

Pada tahap ini dilakukan penanda tanganan addendum perjanjian pembiayaan multiguna. Pada umumnya, istilah addendum dipergunakan saat ada tambahan atau lampiran pada perjanjian pokoknya namun merupakan satu kesatuan dengan perjanjian pokoknya meskipun jangka

(34)

waktu perjanjian tersebut belum berakhir, para pihak dapat menambahkan addendum sepanjang disepakati oleh kedua belah pihak. Jika pada saat kontrak berlangsung ternyata terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam kontrak tersebut, dapat dilakukan musyawarah untuk suatu mufakat akan hal yang belum diatur tersebut (Frans Satriyo Wicaksono, 2008: 5).

Dalam perjanjian pokok atau perjanjian pembiayaan multiguna yang ditandatangani para pihak tidak ada diatur klausul mengenai kondisi darurat kesehatan sebagaimana misalnya Covid-19 yang mewabah saat ini, mengingat arahan dari pemerintah mengenai pemberian restrukturisasi maka mengenai pelaksanaan restrukturisasi tersebut dilakukan dengan adanya penandatanganan addendum perjanjian mengenai restrukturisasi sebagai sumber yang mengikat bagi para pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban dalam pelaksanaannya.

Addendum perjanjian ini pada intinya berisi mengenai pernyataan kesepakatan para pihak untuk melaksanakan restrukturisasi, total nilai sisa pembiayaan, sisa jangka waktu pembiayaan dan ketentuan apabila debitur tidak melakukan pembayaran sebagaimana yang diperjanjikan yaitu debitur wajib untuk menyerahkan objek pembiayaan secara sukarela kepada Perusahaan Pembiayaan Multiguna. Addendum perjanjian yang telah ditandatangani merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dengan perjanjian pokok yaitu perjanjian pembiayaan multiguna yang telah ditandatangani para pihak sejak awal.

Maka dari itu pelaksanaan restrukturisasi harus memuat analisis dan dokumentasi yang baik dengan menjalankan prinsip-prinsip perkreditan.

Debitur wajib menyiapkan dokumen-dokumen sebagai bukti bahwa apa yang dimohonkan debitur adalah sesuai fakta sehingga Perusahaan Pembiayaan Multiguna dapat memeriksa dan menyetujui permohonan restrukturisasi pembiayaan multiguna yang telah diajukukan debitur.

(35)

Dokumen-dokumen yang perlu dilengkapi antara lain yaitu:

1. Fotocopy KTP

2. Fotocopy Kartu Keluarga 3. Foto debitur bersama unit

4. Form permohonan pengajuan restrukturisasi 5. Nota yang diterbitkan head office

6. Form hasil scoring credit

7. Dokumen yang menunjukkan bukti adanya dampak yang dialami dari wabah Covid-19 (misalnya bagi debitur dengan pekerjaan karyawan dapat melampirkan surat keterangan penurunan gaji).

Berbagai skema tersebut diserahkan sepenuhnya kepada masing- masing kebijakan bank/ Perusahaan Pembiayaan Multiguna dan sangat tergantung pada hasil dentifikasi/ penilaian (assesment) terhadap profil dan kinerja keuangan debitur ataupun penilaian atas prospek usaha sehingga dapat memperkirakan kapasitas membayar debitur yang terdampak Covid-19. Begitupun dengan jangka waktu restrukturisasi yang bervariasi tergantung pada assesment terhadap debiturnya dengan jangka waktu maksimal 1 (satu) tahun.

Dari penjelasan di atas maka Perusahaan Pembiayaan Multiguna dapat menyesuaikan kebijakannya, dengan tetap melakukan penilaian terhadap kemampuan debitur untuk dapat bertahan sampai berakhirnya POJK ini, yang diharapkan tidak merugikan kedua belah pihak yaitu debitur dengan Perusahaan Pembiayaan Multiguna. Namun dalam pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan multiguna, tidak terlepas dari adanya faktor penghambat dan pendukung dalam prosesnya. Maka perlu diketahui pula adanya beberapa faktor penghambat dan pendukung seperti yang dipaparkan oleh pihak remedial sebagai berikut:

1. Faktor Penghambat

(36)

a. Eksternal

1) Terjadi keterlambatan berkas. Dari segi administrasi, sering terjadi bahwa debitur tidak segera mengumpulkan berkas yang dijadikan persyaratan, sehingga dai pihak Perusahaan Pembiayaan Multiguna belum dapat memproses dan menghambat pelaksanaan kebijakan Relaksasi Pembiayaan Multiguna.

2) Debitur sengaja memanipulasi data agar diberi peringanan pembayaran sehingga termasuk kedalam penyalahgunaan kebijakan Relaksasi Pembiayaan Multiguna.

3) Tidak jujurnya debitur ketika diwawancarai mengenai kondisinya yang sesungguhnya.

4) Terjadi kesalahpahaman mengenai pelonggaran kredit yang diterima debitur dengan Perusahaan Pembiayaan Multiguna.

b. Internal

1) Analisis yang dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan Multiguna kurang tepat, sehingga tidak dapat memprediksi daya bayar debitur setelah Relaksasi Pembiayaan Multiguna berlangsung.

2) Terdapat perilaku kolusi antara pejabat Perusahaan Pembiayaan Multiguna yang menangani pembiayaan dan debitur, sehingga Perusahaan Pembiayaan Multiguna merealisasikan Relaksasi Pembiayaan Multiguna yang tidak seharusnya diberikan.

3) Adanya keterbatasan pengetahuan pejabat Perusahaan Pembiayaan Multiguna, sehingga tidak didapatkan

(37)

analisis Relaksasi Pembiayaan Multiguna dengan tepat dan akurat.

4) Campur tangan terlalu besar dari pihak atasan sehingga petugas tidak diberi kebebasan dalam memutuskan pelaksanaan Relaksasi Pembiayaan Multiguna.

5) Kurangnya pembinaan atau pendampingan serta monitoring pelaksanaan Relaksasi Pembiayaan Multiguna.

2. Faktor Pendorong a. Eksternal

1) Debitur sudah mempersiapkan dokumen yang diperlukan agar proses restrukturisasi pembiayaan multiguna lebih cepat dilakukan.

2) Sikap debitur yang kooperatif.

3) Adanya kesadaran dari debitur bahwa dirinya sudah dibantu dengan pemberian keringanan pembayaran angsuran sehingga muncul iktikad baik dari diri debitur sendiri untuk membayar.

b. Internal

1) Administrasi yang cepat dan tidak berbelit belit dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian.

2) Pihak Perusahaan Pembiayaan Multiguna melakukan pengawasan secara berkala tentang perkembangan debitur setelah direstrukturisasi.

3) Pihak Perusahaan Pembiayaan Multiguna melaporkan secara berkala tentang perkembangan pelaksanaan restrukturisasi di perusahaannya.

Dalam pelaksanaan Relaksasi pembiayaan Multiguna, Perusahaan

(38)

Pembiayaan Multiguna dapat menerapkan peraturan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi debitur yang terkena dampak penyebaran (Covid-19) termasuk debitur usaha mikro, kecil, dan menengah. Dapat ditafsirkan pelaksanaan Relaksasi Pembiayaan Multiguna ini bukan mewajibkan, melainkan memberikan pilihan dapat atau tidak dapat memberikan kelonggaran kepada debitur sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Para pihak yang terikat dalam suatu perjanjian wajib pula memperhatikan asas-asas perjanjian salah satunya adalah adanya akta perjanjian yang telah disepakati bersama. Dalam hal ini diharapkan bahwa isi perjanjian tersebut betul- betul dilaksanakan oleh para pihak, sehingga tujuan diadakannya perjanjian tersebut dapat tercapai dan terpenuhi sehingga tidak terdapat pihak yang merasa dirugikan. Dalam menghadapi wabah Covid-19 ini pihak debitur juga harus memiliki kesadaran untuk membayar cicilan yang sudah menjadi kewajibannya jika dirasa mampu dan tidak mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya pada Perusahaan Pembiayaan Multiguna. Agar suatu perjanjian pembiayaan yang telah dibuat tidak terhambat pelaksanaanya. Perjanjian Relaksasi Pembiayaan Multiguna akan mempunyai akibat hukum bahwa setelah adanya pelonggaran tersebut pihak debitur harus melaksanakan kewajibannya sehingga hak Perusahaan Pembiayaan Multiguna dapat dipenuhi.

Penegakan hukum saat ini juga bukan lagi berdasarkan kesepakatan nilai- nilai yang telah ditetapkan oleh pemerintah saja. Dalam rangka mewujudkan tujuan hukum yang jelas fungsi penegakan hukum memiliki posisi yang strategis.

Hukum merupakan sub sistem hukum yang tidak berdiri sendiri, melainkan terikat erat dengan keadaan yang sedang terjadi di dalam masyarakat. Proses perwujudan penegakan hukum ke dalam masyarakat diharapkan mampu bersikap adil dan tidak merugikan pihak lain.

Dalam permasalahan ini pemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan baru dalam menghadapi wabah Covid-19 diharapkan memberikan peraturan yang

(39)

lebih jelas dan mempertimbangkan kemampuan lembaga keuangan. Dari pihak debitur juga diharapkan tidak memanfaatkan situasi dengan tidak membayar cicilan yang sudah menjadi kewajibannya kepada pihak perbankan. Debitur juga harus memiliki kesadaran untuk membayar cicilan yang sudah menjadi kewajibannya jika dirasa mampu dan tidak mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya pada Perusahaan Pembiayaan Multiguna. Karena pada kenyataannya wabah Covid-19 berdapak langsung dan tidak langsung terhadap semua sektor ekonomi. Penetapan pengaturan ini perlu diterapkan bagi semua Perusahaan Pembiayaan Multiguna. Untuk pengajuan Relaksasi kredit di utamakan adalah UMKM, ojek pangkalan, dan ojek online yang terdampak Covid-19 secara langsung.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti, pelaksanaan kebijakan Relaksasi Pembiayaan Multiguna sudah efektif diterapkan dari mekanisme pengajuan Relaksasi Pembiayaan Multiguna yang terbilang mudah, dimana para debitur hanya perlu mengisi dan mengumpulkan dokumen-dokumen secara online tanpa harus hadir bertatap muka dengan Perusahaan Pembiayaan Multiguna.

Kemudian sudah adanya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 14/POJK.05/2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019 bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (LJKNB) yang mengatur hingga dari sistem pejabat berwenang yang mengatur terselenggaranya kebijakan Relaksasi Pembiayaan Multiguna sudah sangat baik dengan menyerahkan mekanisme dan pelaksanaan sesuai dengan kondisi setiap Perusahaan Pembiayaan Multiguna sehingga dalam penerapan kebijakan tersebut, Perusahaan Pembiayaan Multiguna tidak terbebani dan justru menjadi solusi agar tetap terjadi perputaran uang di dalam Perusahaan Pembiayaan Multiguna itu sendiri. Kemudian dari pihak debitur, kebijakan tersebut juga menjadi angin segar di masa yang sulit ini. Adanya Relaksasi Pembiayaan Multiguna mengurangi beban debitur tiap bulannya sehingga debitur tetap dapat memenuhi kewajiban

(40)

setelah diberikannya pelonggaran pembayaran. Sehingga hasil dari efektivitas pelaksanaan Relaksasi Pembiayaan Multiguna bagi sopir Gojek di wilayah Kota Surakarta yang terdampak Covid-19 sudah berjalan dengan baik dibuktikan dengan banyaknya debitur yang mengajukan restrukturisasi pembiayaan dengan jumlah kontrak yang telah di setujui pada 13 Oktober 2020 sebanyak 4,73 juta kontrak resmi dengan 651 ribu kontrak dari UMKM dan ojek online dan 4,08 juta dari non UMKM dan non ojol. Dan terus meningkat hingga Mei 2021, total kredit restrukturisasi Covid-19 sebesar Rp 781,9 triliun atau setara 14,17 persen dari total kredit pada 5,12 juta debitur perbankan dan sebesar Rp 203,1 triliun pada Perusahaan Pembiayaan bagi 5,12 juta kontrak. Kemudian diperkuat dengan hasil wawancara dengan salah satu sopir Gojek di wilayah Kota Surakarta bahwa beliau merupakan debitur pembiayaan yang mengajukan permohonan Restrukturisasi Pembiayaan Multiguna. Dan dari pengajuan tersebut, beliau mendapatkan keringanan perpanjangan tenor pinjaman dari sisa cicilan 12 bulan menjadi 18 bulan. Selain itu, biaya angsurannya dikurangi dari Rp 1.600.000,00 per bulan menjadi Rp 750.000,00 per bulan. Menurutnya, proses pengajuannya mudah karena tidak perlu datang ke Perusahaan Pembiayaan Multiguna, debitur hanya perlu mengisi form dan melengkapi dokumen pengajuan Relaksasi Pembiayaan Multiguna melalui web resmi Perusahaan Pembiayaan Multiguna dari rumah.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan masyarakat yang berprofesi sebagai petani memiliki sikap yang positif terhadap rencana penetapan Karst Pasir Pawon sebagai kawasan lindung karena pada

Tahap ini adalah yang keempat atau yang terakhir dari proses spin coating, dimana pembekuan cairan bergantung pada penguapan bahan pelarut, penguapan bahan pelarut adalah proses

Mas Anandhika Muhammad Satriya Pinarcaya Soeprijadi, yang sudah membantu mendapatkan literatur skripsi dan memberikan dukungan, doa, serta apresiasinya kepada

Adalah orang yang akan diwawancarai, diminta informasi oleh peneliti dan diperkirakan orang yang menjadi informan ini menguasai dan memahami data, informasi ataupun

Dengan mengacu kepada ketentuan yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.14/POJK.04/2019 tentang perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

Otoritas Jasa Keuangan, “Sosialisasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 5/POJK.05/2017 tentang Iuran, Manfaat Pensiun, dan Manfaat Lain yang diselenggarakan oleh

Tidak ada korelasi yang linear antara peningkatan dosis fraksi etil asetat ekstrak etanol 96% daun alpukat (Persea Americana Mill.) dengan penurunan kadar kolesterol LDL

[r]