• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN SPIRITUAL LANSIA DI PANTI WERDHA WELAS ASIH KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "GAMBARAN SPIRITUAL LANSIA DI PANTI WERDHA WELAS ASIH KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2016"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Pada Program S1 Keperawatan

Oleh : AZIS PRATOMO NIM : 1413277002

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS

2016

(2)

v

GAMBARAN SPIRITUAL LANSIA DI PANTI WERDHA WELAS ASIH KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 20161

Azis Pratomo 2 Heni Marliany 3 Irpan Ali Rahman 4 INTISARI

Aspek spiritual pada masa lansia selayaknya telah menjadi bagian dari dimensi manusia yang matang. Kebutuhan spiritual yang terpenuhi pada masa ini akan membuat lansia mampu merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaannya di dunia, mengembangkan arti penderitaan dan meyakini suatu hikmah dari suatu kejadian/penderitaan, menjalin hubungan yang positif dan dinamis melalui keyakinan, rasa percaya diri dan cinta.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran spiritual lansia di Panti Werdha Welas Asih Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016.

Jenis penelitian menggunakan deskriptif pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah Lansia Di Panti Werdha Welas Asih Kabupaten Tasikmalaya. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total sampling yaitu seluruh populasi dijadikan sampel penelitian yaitu sebanyak 40 orang.

Hasil penelitian menunjukan bahwa spiritual lansia di Panti Werdha Welas Asih Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016 frekuensi tertinggi yaitu berkategori baik sebanyak 25 orang (62,5%) dengan rincian hubungan dengan tuhan frekuensi tertinggi yaitu berkategori baik sebanyak 21 orang (52,5%), hubungan dengan diri sendiri frekuensi tertinggi yaitu berkategori baik sebanyak 25 orang (62,5%), hubungan dengan orang lain frekuensi tertinggi yaitu berkategori baik sebanyak 22 orang (55%) dan hubungan dengan alam frekuensi tertinggi yaitu berkategori baik sebanyak 27 orang (67,5%).

Saran diharapkan agar dapat memanfaaatkan hasil penelitian ini sebagai bahan masukan dan kajian dalam melaksanakan aktivitas spiritual lansia yang berhubungan dengan tuhan, diri sendiri, orang lain dan alam.

Kata Kunci : Spiritual, Lansia

Kepustakaan : 33 Referensi (2007-2015)

Keterangan : 1 Judul, 2 Nama Mahasiswa S1 Keperawatan, 3 Nama Pembimbing I, 4 Nama Pembimbing II

(3)

vi

The spiritual aspect at the time of the elderly should have been part of the mature human dimension. Spiritual needs are met during this period will make the elderly were able to formulate a personal meaning that is positive about the purpose of his existence in the world, developing a sense of suffering and perpetuate certain lessons from an incident / suffering, build positive relationships and dynamically through faith, confidence and love.

The purpose of this study is to describe the elderly spiritual in Panti Werdha Welas Asih Tasikmalaya District 2016.

This type of research uses descriptive quantitative approach. The population in this study were elderly In Panti Werdha Welas Asih Tasikmalaya regency. The samples in this study using total sampling technique that is the entire population research sample as many as 40 people.

The results showed that the elderly in Panti Werdha spiritual Welas Asih Tasikmalaya District 2016 highest frequency that is categorized either as many as 25 people (62.5%) with the details of the relationship with god highest frequency that is categorized either as many as 21 people (52.5%), relationship with the highest frequency of self-categorized either as many as 25 people (62.5%), relationships with others the highest frequency that is categorized either as many as 22 people (55%) and highest frequency relationship with nature that is categorized either as many as 27 people (67.5 %).

Recommendations are expected to be memanfaaatkan results of this study as an input and execute studies in elderly spiritual activity associated with God , self , others and nature.

Keywords : Spiritual, Elderly

Bibliography : 33 reference (2007-2015)

Description : 1.Title, 2. Student Name, 3. Name of Supervisor I, 4. Name of Supervisor II

(4)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan di bidang kesehatan, meningkatnya sosial ekonomi masyarakat dan semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat yang bermuara dengan meningkatnya pada kesejahteraan rakyat akan meningkatkan usia harapan hidup sehingga menyebabkan jumlah penduduk Lanjut Usia dari tahun ke tahun semakin meningkat (Bapenas, 2014).

World Health Organization (WHO) menetapkan 60 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Data internasional mencatat penduduk lansia dunia (60 th+) tumbuh sangat cepat dibanding kelompok usia lain.

Tahun 2013 jumlah lansia dunia sekitar 720 jt (13,4%) diperkirakan menjadi 1,5 milyar (25,3%) ditahun 2050 dan menjadi 2 milyar ditahun 2100, pada saat itu lebih banyak lansia dibandingkan anak-anak usia 1-14 tahun.

Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2012, pada tahun 2010- 2015 usia harapan hidup adalah 70 tahun, angka ini akan meningkat pada tahun 2045-2050 yang diperkirakan usia harapan hidup menjadi 75,9 tahun (Kemenkes RI, 2014).

Seiring kemajuan tingkat perawatan kesehatan dan penurunan jumlah kelahiran, jumlah penduduk usia lanjut juga semakin meningkat.

Keadaan ini tidak hanya terjadi di Negara industri tetapi juga di Negara berkembang. Penduduk lanjut usia adalah penduduk yang berumur 60 tahun atau lebih. Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan jumlah lanjut usia terbanyak di dunia. Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010, jumlah

(5)

lanjut usia di Indonesia yaitu 18,1 juta jiwa (7,6% dari total penduduk). Pada tahun 2014, jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia menjadi 19.142.861 jiwa dan diperkirakan pada tahun 2025, jumlahnya akan mancapai 36 juta jiwa.

(Kemenkes RI, 2015).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat tahun 2014, jumlah lansia yang dibina sebesar 87.630 atau 3,0% dari seluruh populasi lansia yang jumlahnya mencapai 2.920.990 jiwa. Begitu juga dengan kegiatan pelayanan kesehatan lansia di puskesmas yang mencakup pengobatan, pemeriksaan kesehatan, penyuluhan, konseling, arisan atau pengajian dan kunjungan rumah atau home care hanya sebesar 19,5% dan sekitar 400 Pusbila yang sudah terbentuk atau sekitar 23,2% sementara target yang harus dicapai sebesar 2120 Pusbila (Dinkes Jabar, 2015).

Dari data Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2015 diperoleh jumlah lanjut usia sebanyak 226.031 jiwa, yang terdiri dari 121.016 jiwa lansia laki-laki dan 105.015 jiwa lansia perempuan (Dinkes Kabupaten Tasikmalaya, 2015). Berdasarkan data dari Panti Werdha Welas Asih Kabupaten Tasikmalaya jumlah lansia 40 orang pada tahun 2015.

Menua atau menjadi tua yaitu suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Seperti yang terkandung dalam firman Alloh SWT dalam al-quran surat yasin ayat 68 yang berbunyi :

Artinya “Dan barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian (nya) . Maka apakah mereka tidak memikirkan?” (Yasin 68)

(6)

3

Allah telah menjelaskan dalam surat Yasin ayat 68 bahwa siapa yang dipanjangkan umurnya sampai usia lanjut akan dikembalikan menjadi lemah seperti keadaan semula. Keadaan itu ditandai dengan rambut yang mulai memutih, penglihatan mulai kabur, pendengaran sayu sayup, gigi mulai berguguran, kulit mulai keriput, langkahpun telah gontai. Ini adalah sunnatullah yang tidak bisa ditolak oleh siapapun. Siapa yang disampaikan oleh Allah pada usia lanjut bersiaplah untuk mengalami keadaaan seperti itu.

Aspek spiritual pada masa lansia selayaknya telah menjadi bagian dari dimensi manusia yang matang. Kebutuhan spiritual yang terpenuhi pada masa ini akan membuat lansia mampu merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaannya di dunia, mengembangkan arti penderitaan dan meyakini suatu hikmah dari suatu kejadian/penderitaan, menjalin hubungan yang positif dan dinamis melalui keyakinan, rasa percaya diri dan cinta. Lansia juga akan mampu membina integritas personal dan merasa dirinya berharga, merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan, serta mampu mengembangkan hubungan antar manusia yang positif (Hamid, 2010). Kebutuhan spiritual menurut Kozier, Erb, Blais &

Wilkinson, (2010) meliputi hubungan dengan Tuhan hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan orang lain dan hubungan dengan alam.

Spiritualitas memiliki peran penting dalam pembangunan kesejahteraan pada orang beresiko tinggi terhadap penyakit yang bersifat akut atau kronis. Spiritualitas memungkinkan seseorang “untuk berdamai dengan masa lalu, menerima keadaan saat ini, menjaga pandangan hidup yang positif, dan mencapai kepuasan hidup (Young, 2007).

(7)

Dari hasil penelitian Widiastuti (2007), yang dilakukan terhadap lansia di RW 03 di Desa Wonosari Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang diketahui 90% mengatakan selalu mengerjakan sholat lima waktu, 80%

sering berdoa dan berzikir di mushola atau mesjid, 60% kadang-kadang melakukan ibadah puasa sunnat. Pada pengkajian lainnya diketahui 40% dari lansia tersebut mengaku ada konflik dengan orang lain (tetangga), dan sebagian kecilnya masih belum memahami tujuan hidupnya, mengungkapkan keraguan dalam sistem keyakinannya. Data ini menunjukkan bahwa lansia sangat mementingkan kebutuhan spiritualnya dari aspek hubungan dengan ketuhanan, namun dari karakteristik spiritual lainnya belum diperhatikan.

Dampak yang sering terjadi pada pemenuhan kebutuhan spiritual adalah distress spiritual, yang merupakan suatu keadaan ketika individu atau kelompok mengalami atau beresiko mengalami gangguan dalam kepercayaan atau sistem nilai yang memberikannya kekuatan, harapan dan arti kehidupan, yang ditandai dengan pasien meminta pertolongan spiritual, mengungkapkan adanya keraguan dalam sistem kepercayaan, adanya keraguan yang berlebihan dalam mengartikan hidup, mengungkapkan perhatian yang lebih pada kematian dan sesudah hidup, adanya keputusan, menolak kegiatan ritual dan terdapat tanda-tanda seperti menangis, menarik diri, cemas dan marah, kemudian ditunjang dengan tanda-tanda fisik seperti nafsu makan terganggu, kesulitan tidur dan tekanan darah meningkat (Hidayat, 2010).

Berdasarkan hasil survey pendahuluan di Panti Werdha Welas Asih Kabupaten Tasikmalaya, melalui metode wawancara pada 10 orang lansia, 7 dari 10 lansia mengatakan bahwa sering mengikuti acara kerohanian yang diadakan oleh petugas panti. Acara kerohanian yang diadakan adalah belajar

(8)

5

mengaji, wirid, serta ceramah yang biasa diadakan pada hari Senin dan Jumat. Sebagian besar lansia ingin mengikuti kegiatan kerohanian tetapi keterbatasan karena fungsi tubuh yang sudah menurun membuat mereka menahan keinginan untuk mengikuti kegiatan tersebut. Lansia mengeluhkan sakit-sakit pada kaki dan tangan sehingga untuk berjalan mengunjungi rumah ibadah akan sulit. Pada saat dilakukan wawancara kepada seorang petugas Panti Werdha Welas Asih Kabupaten Tasikmalaya, petugas tersebut mengatakan bahwa hanya 20% lansia dari total lansia yang mengikuti acara kerohanian. Seharusnya seluruh lansia yang masih aktif atau mandiri mengikuti kegiatan tersebut.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Gambaran Spiritual Lansia Di Panti Werdha Welas Asih Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016”.

B. Rumusan Masalah

Seiring kemajuan tingkat perawatan kesehatan dan penurunan jumlah kelahiran, jumlah penduduk usia lanjut juga semakin meningkat. Setiap orang yang mencapai tingkat umur tersebut, dengan bertambahnya usia maka kemampuan fisik dan mental, termasuk kontak sosial otomatis berkurang.

Spiritualitas memiliki peran penting dalam pembangunan kesejahteraan pada orang. Dampak yang sering terjadi pada pemenuhan kebutuhan spiritual adalah distress spiritual. Lansia sangat mementingkan kebutuhan spiritualnya dari aspek hubungan dengan ketuhanan, namun dari karakteristik spiritual lainnya belum diperhatikan yaitu aspek hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan orang lain dan hubungan dengan alam.

(9)

Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Bagaimanakah Gambaran Spiritual Lansia Di Panti Werdha Welas Asih Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016?”.

C. Tujuan Penelitan 1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran spiritual lansia di Panti Werdha Welas Asih Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran Kebutuhan Spiritual Lansia dalam hubungan dengan Tuhan di Panti Werdha Welas Asih Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016.

b. Diketahuinya gambaran Kebutuhan Spiritual Lansia dalam hubungan dengan diri sendiri di Panti Werdha Welas Asih Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016.

c. Diketahuinya gambaran Kebutuhan Spiritual Lansia dalam hubungan dengan orang lain di Panti Werdha Welas Asih Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016.

d. Diketahuinya gambaran Kebutuhan Spiritual Lansia dalam hubungan dengan alam di Panti Werdha Welas Asih Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016.

(10)

7

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang diharapkan di dalam pelaksanaan penelitian ini adalah mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan gerontik dalam bentuk hasil penelitian yang berkaitan dengan spiritual lansia.

2. Manfaat Praktis a. Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai bahan referensi atau bacaan bagi mahasiswa/i untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut tentang keperawatan gerontik.

b. Instansi Panti Werda

Hasil penelitian ini dijadikan bahan acuan untuk melakukan perbaikan secara tepat sasaran sesuai dengan prioritas masalah dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat, khususnya spiritual lansia.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi dan kajian untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut mengenai spiritual lansia dengan menggunakan teknik dan metode yang berbeda sehingga hasil penelitian lebih beragam.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran pustaka, peneliti menemukan penelitian tentang pemenuhan kebutuhan spiritual lansia yang dilakukan oleh Syam, A (2010) dengan judul “Hubungan Antara Kesehatan Spiritual Dengan Kesehatan Jiwa Pada Lansia Muslim Di Sasana Tresna Werdha KBRP

(11)

Jakarta Timur”. Desain yang digunakan adalah desain deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional .Analisis dilakukan secara univariat dan bivariat. Tehnik pengambilan sampel menggunakan total populasi. Hasil studi menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara kesehatan spiritual dan kesehatan jiwa pada lansia. Meskipun demikian penelitian ini memberi implikasi bagi institusi pendidikan, agar dapat memasukkan pembahasan kesehatan spiritual dalam kurikulum pendidikan yang perlu dimiliki khususnya oleh perawat spesialis jiwa.

Persamaan dengan penelitian yang peneliti buat adalah topik penelitian yang meneliti tentang pemenuhan kebutuhan spiritual lansia, dan perbedaanya pada judul hubungan peran serta keluarga dalam pemenuhan kebutuhan spiritual lansia, lokasi penelitian, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif.

(12)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tunjauan Teori 1. Spiritual

a. Defenisi

Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta (Hamid, 2010). Spiritual juga disebut sebagai sesuatu yang dirasakan tentang diri sendiri dan hubungan dengan orang lain, yang dapat diwujudkan dengan sikap mengasihi orang lain, baik dan ramah terhadap orang lain, menghormati setiap orang untuk membuat perasaan senang seseorang. Spiritual adalah kehidupan, tidak hanya do’a, mengenal dan mengakui Tuhan (Nelson, 2012).

Menurut Mickley dalam Hamid (2010) menguraikan spiritual sebagai suatu yang multidimensi yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama. Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Kuasa. Spiritual sebagai konsep dua dimensi, dimensi vertikal sebagai hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan dengan diri sendiri, dengan orang lain dan lingkungan. Terdapat hubungan terus-menerus antara dua dimensi tersebut (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 2010).

(13)

Beberapa istilah yang membantu dalam pemahaman tentang spiritual adalah kesehatan spiritual adalah rasa keharmonisan saling kedekatan antara diri dengan orang lain, alam, dan lingkungan yang tertinggi. Ketidakseimbangan spiritual (Spirituality Disequilibrium) adalah sebuah kekacauan jiwa yang terjadi ketika kepercayaan yang dipegang teguh tergoncang hebat. Kekacauan ini seringkali muncul ketika penyakit yang mengancam hidup berhasil didiagnosis (Taylor, Lillis & LeMone, 2011).

Pada tahun 1973, National Conference On Classification Of Nursing Diagnosis Of The North American Nursing Diagnosis Asosiation (NANDA) mengatakan area spiritual adalah dukungan spiritual, yang dicirikan dengan kekuatan spiritual. Faktor yang turut berperan dan batasan karakteristik berasal dari perspektif kesehatan spiritual. Beberapa faktor penunjang mencakup identitas spiritual yang tegas, pemeliharaan, sistem keyakinan walau dalam kesengsaraan, empati terhadap nilai-nilai dan keyakinan orang lain, rasa pemenuhan spiritual, kemampuan menghadapi tantangan untuk melakukan ritual keagamaan, sistem keyakinan yang dapat disesuaikan dan makna hidup, penderitaan dan kematian (Stanley, 2006).

Spiritual adalah kebutuhan dasar dan pencapaian tertinggi seorang manusia dalam kehidupannya tanpa memandang suku atau asal-usul. Kebutuhan dasar tersebut meliputi kebutuhan fisiologis, keamanan dan keselamatan, cinta kasih, dihargai dan aktualitas diri.

Aktualitas diri merupakan sebuah tahapan spiritual seseorang, dimana berlimpah dengan kreativitas, intuisi, keceriaan, suka cita, kasih

(14)

11

sayang, kedamaian, toleransi, kerendahan hati serta memiliki tujuan hidup yang jelas (Prijosaksono, 2009).

b. Pemenuhan Kebutuhan Spiritual

Terdapat beberapa Pemenuhan Kebutuhan spiritual yang meliputi :

1) Hubungan dengan Tuhan

Meliputi agama maupun tidak agamis. Keadaan ini menyangkut sembahyang dan berdo’a, keikutsertaan dalam kegiatan ibadah, perlengkapan keagamaan, serta bersatu dengan alam (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 2010).

Dapat disimpulkan bahwa seseorang terpenuhi kebutuhan spiritual apabila mampu merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaannya di dunia/kehidupan, mengembangkan arti penderitaan serta meyakini hikmah dari satu kejadian atau penderitaan, menjalin hubungan yang positif dan dinamis, membina integritas personal dan merasa diri berharga, merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan dan mengembangkan hubungan antar manusia yang positif (Hamid, 2010).

2) Hubungan dengan diri sendiri

Merupakan kekuatan dari dalam diri seseorang yang meliputi pengetahuan diri yaitu siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya dan juga sikap yang menyangkut kepercayaan pada diri sendiri, percaya pada kehidupan atau masa depan, ketenangan pikiran, serta keselarasan dengan diri sendiri. Kekuatan yang timbul dari diri seseorang membantunya menyadari makna dan

(15)

tujuan hidupnya, diantaranya memandang pengalaman hidupnya sebagai pengalaman yang positif, kepuasan hidup, optimis terhadap masa depan, dan tujuan hidup yang semakin jelas (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 2010).

Kepercayaan (Faith). Menurut Fowler dan Keen (2009) kepercayaan bersifat universal, dimana merupakan penerimaan individu terhadap kebenaran yang tidak dapat dibuktikan dengan pikiran yang logis. Kepercayaan dapat memberikan arti hidup dan kekuatan bagi individu ketika mengalami kesulitan atau stress.

Mempunyai kepercayaan berarti mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang sehingga dapat memahami kehidupan manusia dengan wawasan yang lebih luas.

Harapan (Hope). Harapan berhubungan dengan ketidakpastian dalam hidup dan merupakan suatu proses interpersonal yang terbina melalui hubungan saling percaya dengan orang lain, termasuk dengan Tuhan. Harapan sangat penting bagi individu untuk mempertahankan hidup, tanpa harapan banyak orang menjadi depresi dan lebih cenderung terkena penyakit.

Makna atau arti dalam hidup (Meaning of live). Perasaan mengetahui makna hidup, yang kadang diidentikkan dengan perasaan dekat dengan Tuhan, merasakan hidup sebagai suatu pengalaman yang positif seperti membicarakan tentang situasi yang nyata, membuat hidup lebih terarah, penuh harapan tentang masa depan, merasa mencintai dan dicintai oleh orang lain (Pulchalski, 2010).

(16)

13

3) Hubungan dengan orang lain

Hubungan ini terbagi atas harmonis dan tidak harmonisnya hubungan dengan orang lain. Keadaan harmonis meliputi pembagian waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik, mengasuh anak, mengasuh orangtua dan orang yang sakit, serta meyakini kehidupan dan kematian. Sedangkan kondisi yang tidak harmonis mencakup konflik dengan orang lain dan resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi, serta keterbatasan asosiasi (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 2010).

Hubungan dengan orang lain lahir dari kebutuhan akan keadilan dan kebaikan, menghargai kelemahan dan kepekaan orang lain, rasa takut akan kesepian, keinginan dihargai dan diperhatikan, dan lain sebagainya. Dengan demikian apabila seseorang mengalami kekurangan ataupun mengalami stres, maka orang lain dapat memberi bantuan psikologis dan sosial (Carm &

Carm, 2010).

Maaf dan pengampunan (forgiveness). Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri seperti marah, mengingkari, rasa bersalah, malu, bingung, meyakini bahwa Tuhan sedang menghukum serta mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian atau penderitaan. Dengan pengampunan, seorang individu dapat meningkatkan koping terhadap stres, cemas, depresi dan tekanan emosional, penyakit fisik serta meningkatkan perilaku sehat dan perasaan damai (Pulchalski, 2010).

Cinta kasih dan dukungan sosial (Love and social support).

Keinginan untuk menjalin dan mengembangkan hubungan antar

(17)

manusia yang positif melalui keyakinan, rasa percaya dan cinta kasih. Teman dan keluarga dekat dapat memberikan bantuan dan dukungan emosional untuk melawan banyak penyakit. Seseorang yang mempunyai pengalaman cinta kasih dan dukungan sosial yang kuat cenderung untuk menentang perilaku tidak sehat dan melindungi individu dari penyakit (Pulchalski, 2010).

4) Hubungan dengan alam

Harmoni merupakan gambaran hubungan seseorang dengan alam yang meliputi pengetahuan tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim dan berkomunikasi dengan alam serta melindungi alam tersebut (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 2010).

Rekreasi merupakan kebutuhan spiritual seseorang dalam menumbuhkan keyakinan, rahmat, rasa terima kasih, harapan dan cinta kasih (Pulchalski, 2010).

Dengan rekreasi seseorang dapat menyelaraskan antara jasmani dan rohani sehingga timbul perasaan kesenangan dan kepuasaan dalam pemenuhan hal-hal yang dianggap penting dalam hidup seperti nonton televisi, dengar musik, olahraga dan lain-lain (Pulchalski, 2010).

Kedamaian (Peace). Kedamaian merupakan keadilan, rasa kasihan dan kesatuan. Dengan kedamaian seseorang akan merasa lebih tenang dan dapat meningkatkan status kesehatan (Hamid, 2010).

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritual

Menurut Hamid (2010), faktor penting yang dapat mempengaruhi spiritual seseorang adalah :

(18)

15

1) Tahap perkembangan

Spiritual berhubungan dengan kekuasaan non material, seseorang harus memiliki beberapa kemampuan berfikir abstrak sebelum mulai mengerti spiritual dan menggali suatu hubungan dengan yang Maha Kuasa. Hal ini bukan berarti bahwa spiritual tidak memiliki makna bagi seseorang.

2) Peranan keluarga penting dalam perkembangan spiritual individu.

Tidak begitu banyak yang diajarkan keluarga tentang Tuhan dan agama, tapi individu belajar tentang Tuhan, kehidupan dan diri sendiri dari tingkah laku keluarganya. Oleh karena itu keluarga merupakan lingkungan terdekat dan dunia pertama dimana individu mempunyai pandangan, pengalaman terhadap dunia yang diwarnai oleh pengalaman dengan keluarganya (Taylor, Lillis &

LeMone, 2011).

3) Latar belakang etnik dan budaya

Sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama, termasuk nilai moral dari hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagai bentuk kegiatan keagamaan (Taylor, Lillis & LeMone, 2011).

4) Pengalaman hidup sebelumnya

Pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi spiritual seseorang dan sebaliknya juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual pengalaman tersebut (Taylor, Lilis & Lemon, 2011).

(19)

Peristiwa dalam kehidupan seseorang dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk menguji keimanannya.

5) Krisis dan perubahan

Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalam spiritual seseorang. Krisis sering dialami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan dan bahkan kematian, khususnya pada pasien dengan penyakit terminal atau dengan prognosis yang buruk. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual yang bersifat fiskal dan emosional (Taylor, Lillis & LeMone, 2011).

6) Terpisah dari ikatan spiritual

Menderita sakit terutama yang bersifat akut, sering kali membuat individu merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. Kebiasaan hidup sehari-hari juga berubah, antara lain tidak dapat menghadiri acara resmi, mengikuti kegiatan keagamaan atau tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman dekat yang bisa memberikan dukungan setiap saat diinginkan (Hamid, 2010).

7) Isu moral terkait dengan terapi

Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk menunjukan kebesaran-Nya, walaupun ada juga agama yang menolak intervensi pengobatan (Hamid, 2010).

(20)

17

d. Perkembangan Spiritual pada Lansia

Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti agama dan berusaha untuk mengerti nilai-nilai agama yang diyakini oleh generasi muda. Perasaan kehilangan karena pensiun dan tidak aktif serta menghadapi kematian orang lain (pasangan, saudara, sahabat) menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri. Perkembangan filosofis agama yang lebih matang sering dapat membantu orangtua untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga serta lebih dapat menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan (Hamid, 2010).

2. Lanjut Usia a. Definisi

Lansia adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia. Menua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tahap-tahap kehidupannya. Dikatakan lanjut usia yaitu seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas, baik pria maupun wanita (Padila, 2013).

Menurut World Health Organization (WHO) lanjut usia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lanjut usia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga kerusakan yang di derita.

Ini merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut) secara alami. Ini di mulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua mahluk hidup (Padila, 2013).

(21)

Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh dan berkembang. Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua.

Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah-laku yang dapat di ramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap (Padila, 2013).

Umur manusia maksimal sekitar 6 x 12 tahun = 72 tahun.

Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami penurunan kemampuan fisik, mental dan sosial secara sedikit demi sedikit sampai tidak bisa melakukan tugasnya sehari-hari lagi. Bagi kebanyakan orang masa tua itu masa yang kurang menyenangkan (Maryam, 2012).

Semua orang ingin panjang umur tetapi tidak ada yang menjadi tua. Sehubungan hal tersebut Berren dan Jenner (dalam Depkes RI, 2012) mengusulkan untuk membedakan antara usia biologik, usia psikologik dan usia sosial.

1) Usia biologik adalah yang menunjukan kepada jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada dalam keadaan hidup.

2) Usia psikologik adalah yang menujukan kepada kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya.

(22)

19

3) Usia sosial adalah yang menunjukan kepada peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat kepada sesorang sehubungan dengan usianya.

Ketiga jenis usia menurut Berren dan Jinner itu saling mempengaruhi dan proses-prosesnya saling berkaitan. Oleh karena itu secara umum tidak akan terdapat perbedaan berarti antara kelangsungan ketiga jenis usia tersebut. Dalam batas-batas tersebut seseorang bisa saja sudah tua dilihat dari keadaan fisiknya namun tetap bersemangat muda. Yang pertama ada hubungan dengan usia biologik yang kedua dengan usia psikologik. (Depkes RI, 2012).

b. Pengelompokkan Lansia

Mengenai kapan seseorang disebut lansia sulit untuk dapat dijawab secara memuaskan. Dibawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batas usia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Azizah (2011) berpendapat bahwa lansia meliputi :

1) Usia pertengahan (midle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun

2) Usia lanjut (elderly) yaitu antara 60 sampai 70 tahun 3) Usia lanjut tua (old) yaitu antara 75 sampai 90 tahun 4) Usia sangat tua (very old) yaitu diatas 90 tahun.

Departemen kesehatan RI dalam Maryam (2012) membagi lansia sebagai berikut :

1) Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas

2) Kelompok lanjut usia (55-64 tahun) sebagai masa peresenium 3) Kelompok usia lanjut (kurang dari 65 tahun) sebagai masa senium

(23)

Jika dilihat dari pembagian umur dari tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang-orang yang telah berumur 65 tahun keatas. Saat ini berlaku UU No 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia yang berbunyi “ Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas” (Nugroho, 2008).

c. Teori-Teori Proses Menua 1) Teori Genetic Clock

Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Setiap spesies di dalam inti sel nya mempunyai suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu (Nugroho, 2008).

2) Mutasi Somatik (Teori Error Catastrophe).

Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur, sebaliknya menghindari radiasi dan zat kimia yang bersifat toksik dapat memperpanjang umur (Nugroho, 2008).

3) Teori menua akibat metabolisme

Perpanjangan umur karena penurunan jumlah kalori tersebut, antara lain disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme (Nugroho, 2008).

d. Penyesuaian- Penyesuaian pada Lanjut Usia

Beberapa penyesuaian yang dihadapi para lanjut usia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwanya diantaranya :

(24)

21

1) Penyesuaian terhadap masalah kesehatan

Setelah orang memasuki lanjut usia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda, misalnya tenaga berkurang, kulit makin keriput, gigi mulai rontok, tulang makin rapuh, dan lain-lain. Adapun perubahan fisik yang dialami meliputi seluruh sistem tubuh yakni sistem pendengaran, penglihatan, persarafan, dan sistem tubuh lainya (Nugroho, 2008).

2) Penyesuaian pekerjan dan masa pensiun

Sikap kerja sangat penting bagi semua tingkat usia terutama usia lanjut karena sikap kerja ini tidak hanya kualitas kerja yang mereka lakukan tetapi juga sikapnya terhadap masa pensiun yang akan datang (Hurlock, 2011).

3) Penyesuaian terhadap berbagai perubahan dalam keluarga

Penyesuaian yang dihadapi lanjut usia diantaranya hubungan dengan pasangan, perubahan perilaku, seksual dan sikap sosialnya, dan status ekonomi. Khususnya aspek sosial pada lanjut usia yang pada umumnya mengalami penurunan fungsi tubuh sering menimbulkan keterasingan (Hurlock, 2011).

4) Penyesuaian terhadap hilangnya pasangan dan orang yang dicintai Penyesuaian utama yang harus dilakukan oleh lanjut usia adalah penyesuaian yang dilakukan karena kehilangan pasangan hidup. Kehilangan tersebut dapat disebabkan oleh kematian atau penceraian. Kondisi ini mengakibatkan gangguan emosional dimana lanjut usia akan merasa sedih akibat kehilangan orang yang dicintainya (Hidayat, 2010).

(25)

B. Landasan Teori

Spiritual adalah kebutuhan dasar dan pencapaian tertinggi seorang manusia dalam kehidupannya tanpa memandang suku atau asal-usul.

Kebutuhan dasar tersebut meliputi kebutuhan fisiologis, keamanan dan keselamatan, cinta kasih, dihargai dan aktualitas diri. Aktualitas diri merupakan sebuah tahapan spiritual seseorang, dimana berlimpah dengan kreativitas, intuisi, keceriaan, suka cita, kasih sayang, kedamaian, toleransi, kerendahan hati serta memiliki tujuan hidup yang jelas (Prijosaksono, 2009).

Kebutuhan spiritual menurut Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, (2010) meliputi hubungan dengan tuhan meliputi agama maupun tidak agamis, hubungan dengan diri sendiri yang merupakan kekuatan dari dalam diri seseorang yang meliputi pengetahuan diri, hubungan dengan orang lain hubungan ini terbagi atas harmonis dan tidak harmonisnya dengan orang lain dan hubungan dengan alam meliputi pengetahuan tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim dan berkomunikasi dengan alam serta melindungi alam tersebut.

Lansia adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia. Menua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tahap-tahap kehidupannya. Dikatakan lanjut usia yaitu seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas, baik pria maupun wanita (Padila, 2013).

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2010).

(26)

23

Kerangka konsep dalam penelitian ini menggambarkan Spiritual lansia Di Panti Werdha Welas Asih Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016 dimana kebutuhan spiritual lansia harus terpenuhi, kerangka konsep penelitian dapat di gambarkan sebagai berikut :

Input Proses Output

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

(Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 2010)

Kerangka konsep di atas menggambarkan kebutuhan spiritual lansia yang meliputi hubungan lansia dengan Tuhan, diri lansia sendiri, lansia dengan orang lain, lansia dengan alam.

Lansia

Pemenuhan Kebutuhan spiritual lansia berdasarkan hubungan :

Dengan Tuhan Diri lansia sendiri Dengan orang lain Dengan alam

Baik

Kurang baik

(27)

Arikunto, S, (2010). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi VI, Cetakan 13. Rineka Cipta. Jakarta.

Astaria, R. (2010). Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Lansia di Kelurahan Tanjung Gusta Kecamatan Medan Helvetia : Skripsi USU Medan. tersedia dalam http://www.usu.ac.id [Diakses 18 Maret 2016]

Azizah, LM. (2011). Keperawatan Lanjut Usia, Edisi 1., Yogyakarta; Graha Ilmu.

Bapenas (2014), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015- 2019. Buku I Agenda Pembangunan Nasional. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional : Jakarta.

Carm, H.B. & Carm, J.H. (2010). Spiritual Persaudaraan. Diambil pada tanggal 11 maret 2016 dari : http://www.brothers-fic.org

Dinkes Jabar, (2015) Profil Kesehatan Jawa Barat Tahun 2014 tersedia dalam http://www.dinkesjabar.go.id [Diakses 18 Maret 2016]

Depkes RI, (2012). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.

Fowler& Keen.(2009). Kepercayaan Yang Bersifat Universal. Tersedia dalam http://www.natn.org.uk/ [Diakses 18 Maret 2016];

Hamid, A. (2010). Buku Ajar Aspek Spiritual dalam Keperawatan. Widya Medika.

Jakarta.

Hidayat, A.A. (2010).Metode penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis. Ed. 01.

Jakarta: Salemba Medika.

Hurlock, E. B (2011). Psikologi perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan . Jakarta: Erlangga.

Kemenkes RI, (2014) Situasi Dan Analisis Lansia. pusat data dan informasi kementrian kesehatan republik Indonesia : Jakarta

Kemenkes RI, (2015) Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta

Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, (2010). Fundamental Nursing, concepts, process and practice. USA:Philadelpia

(28)

Maryam, (2012). Mengenal Usia Lanjut dan perawatannya. Jakarta : Salemba Medika.

Meta, (2012). Penatalaksanaan Hipertensi Pada Lanjut Usia, tersedia dalam.

http//www.scribd.com/doc/60640456, diakses pada tanggal 18 Maret 2014

Nelson, (2012). Spiritual & Kepercayaan Manusia. Diakses pada tanggal 16 maret 2015 dari: http://www.e-psikologi.com

Notoatmodjo, (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan., Jakarta : Rineka

Nugroho, (2008). Komunikasi dalam Keperawatan Gerontik, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

_______, (2012). Kesehatan Lansia. Muha Medika, Yogyakarta

Nursalam. (2013). Konsep Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan . Jakarta: Salemba Medika

Padila, (2013). Buku ajar keperawatan gerontik. Yogyakarta : Muha Medika Prijosaksono, A (2009). Spiritual Dan Kualitas Hidup. Diakses pada tanggal 16

maret 2016 dari; http://www.sinar_harapan.co.id

Pulchalski, C. (2010). Spirituality and Health. Diakses pada tanggal 10 Maret 2016 dari: http://www.spiritualityhealth.com

Riduwan dan Akdon, (2007). Rumus dan Data dalam Analisis dan Statistik.

Bandung : Alfabeta

Stanley, (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik , Edisi 2., Jakarta: EGC.

Sugiyono, (2013), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung : Alfabeta

Syam, A. (2010) Hubungan Antara Kesehatan Spiritual Dengan Kesehatan Jiwa Pada Lansia Muslim Di Sasana Tresna Werdha Kbrp Jakarta Timur.

Tesisi. Program Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan Depok,

Taylor, C., Lillis, C. & LeMone, P. (2010). Fundamentals of Nursing: The Art and Science of Nursing Care . (3th edition) Philadelphia: Lippincott

Widiastuti, (2007). Dimensi Spiritual dalam Asuhan Keperawatan : Jurnal Keperawatan Indonesia. Volume II. No. 7. September. Tersedia dalam http://lib.ui.ac.id/ [diakses 19 maret 2016].

Young, (2007). Spiritualitas, Kesehatan, dan Penyembuhan. Medan: Bina Perintis.

(29)

Referensi

Dokumen terkait

Kualitas aktiva dalam bentuk rupiah yang dimiliki bank dengan maksud untuk memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsi bank itu sendiri ( Veithzal Rivai 2013 :

Khusus untuk pelaksanaan KNS&I2014 di Provinsi Bali oleh STIKOM Bali, yang merupakan institusi pendidikan tinggi TI pertama di Provinsi Bali, konferensi ini diharapkan

banyak mahasiswa yang mengalami stres dalam proses

Dari semua peubah yang diamati, tinggi tanaman, jumlah anakan, dan produksi berat kering, jenis R2 memiliki nilai yang unggul, meskipun kadar nitrogen pada jenis

‘I didn’t think it would be like this,’ said Kadiatu.. ‘I didn’t think it would be so complicated.’ She lowered her

adalah putusan Pengadilan. 13 Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah dokumen putusan tentang Cerai Gugat pada. Tenaga Kerja Wanita di Pengadilan agama Kabupaten

 presentasi dari dari pi'ak pi'ak )) )) Telkom Telkom Bandung Bandung tentang tentang teknologiteknologi teknologiteknologi yang yang dipergunakan di sana

Pada model pembelajaran ini siswa juga dapat melakukan salam berupa yel-yel ataupun nyanyian. Contoh yel-yel seperti kawan-kawan marilah kita belajar agar jadi