• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. A. Ketentuan Umum tentang Jual Beli. Pasal 1457 KUH Perdata menyatakan bahwa jual beli adalah suatu perjanjian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II. A. Ketentuan Umum tentang Jual Beli. Pasal 1457 KUH Perdata menyatakan bahwa jual beli adalah suatu perjanjian"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN KERJASAMA JUAL BELI TANDAN BUAH SEGAR (TBS)

KELAPA SAWIT ANTARA PTPN I DAN PT BANGUN SEMPURNA LESTARI (BSL)

A. Ketentuan Umum tentang Jual Beli

Pasal 1457 KUH Perdata menyatakan bahwa jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan. Dari rumusan pasal 1457 KUH Perdata tersebut di atas, dapat diketahui beberapa hak dan kewajiban yang timbul akibat perjanjian jual beli tersebut bagi masing-masing pihak yakni pihak penjual dan pihak pembeli. Pihak penjual dalam hal ini berkewajiban menyerahkan kebendaan yang dimilikinya kepada pembeli dan pihak pembeli berkewajiban membayar harga kebendaan tersebut berdasarkan perjanjian yang telah disepakati. Pihak penjual berhak menerima sejumlah materi/uang dari pihak pembeli atas kewajiban pihak penjual yang telah menyerahkan kebendaan yang dimilikinya kepada pembeli, sedangkan pihak pembeli berhak menerima kebendaan berikut hak atas kebendaan tersebut dari pihak penjual dengan jaminan sepenuhnya dari penjual, bahwa kebendaan dan hak kebendaan yang diserahkan itu merupakan hak milik sepenuhnya dari penjual tersebut.31

31 Winanto, Asas Keadilan dalam Hukum Perjanjian berdasarkan KUH Perdata, Bina Cipta Jakarta, 2005, hal 19.

(2)

Kewajiban menyerahkan hak milik meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang yang diperjual belikan itu dari sipenjual kepada sipembeli. KUH perdata BW mengenal tiga macam barang yaitu barang bergerak, barang tetap, dan barang tak bertubuh (piutang, penagihan, atau claim), maka menurut KUH Perdata BW juga ada tiga macam penyerahan hak milik yang masing-masing berlaku untuk masing-masing jenis barang tersebut yaitu:

1. Untuk barang bergerak cukup dengan penyerahan kekuasaan atas barang itu. Hal ini sesuai dengan Pasal 612 KUH Perdata yang berbunyi:

“Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tak bertubuh dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan dalam mana kebendaan itu berada. Penyerahan tak perlu dilakukan apabila kebendaan yang harus diserahkan, dengan alas an hak lain, telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya”.

Dari ketentuan di atas dapat dilihat adanya kemungkinan menyerahkan kunci saja kalau yang dijual adalah barang-barang yang berada dalam suatu gudang, hal mana suatu penyerahan kekuasaan secara simbolis, sedangkan apabila barangnya sudah berada didalam kekuasaan pembeli, penyerahan cukup dilakukan dengan suatu pernyataan saja. Cara yang terakhir ini terkenal dengan nama traditio “brevi manu”

yang berarti penyerahan dengan tangan pendek.

2. Untuk barang tetap (tidak bergerak) penyerahan dilakukan dengan perbuatan balik nama (overschrijving) di muka pegawai kadaster yang juga dinamakan pegawai balik nama atau pegawai penyimpan hipotik, yaitu menurut pasal 616 dihubungkan dengan pasal 620 KUH Perdata. Pasal 616 menyatakan bahwa:

(3)

“Penyerahan atau penunjukkan akan kebendaan tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan dengan cara seperti ditentukan dalam pasal 620”.

Pasal 620: “Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan termuat dalam tiga pasal yang lalu, pengumuman termaksud diatas dilakukan dengan memindahkan sebuah salinan otentik yang lengkap dari akta otentik atau keputusan yang bersangkutan ke kantor penyimpa hipotik, yang mana dalam lingkungannya barang-barang tak bergerak yang harus diserahkan barada dan dengan membukukannya dalam register.”

Bersama-sama dengan pemindahan tersebut, pihak yang berkepentingan harus menyampaikan juga kepada penyimpan hipotik sebuah salinan otentik yang kedua atau sebuah petikan dari akta atau keputusan itu, agar penyimpan mencatat didalamnya hari pemindahan beserta bagian dan nomor dari register yang bersangkutan.

3. Penyerahan barang tak bertubuh dengan perbuatan yang dinamakan “cessie”

sebagaimana diatur dalam Pasal 613 KUH Perdata BW yang berbunyi:

“Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya dilakukan dengan membuat sebuah akta otentik atau dibawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain.

Penyerahan yang demikian bagi si berutang tiada akibatnya melainkan setelah penyerahan itu diberitahukan kepadanya secara tertulis, disetujui dan diakuinya.

Penyerahan tisp-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan menyerahkan surat itu; penyerahan tiap-tiap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan endosemen”.

Dari uraian di atas dapat di lihat bahwa sistem yang dianut oleh KUH Perdata mengenai pemindahan hak milik berlainan dengan sistem code civil Perancis karena menurut code civil Perancis hak milik sudah berpindah pada saat ditutupnya perjanjian jual beli. Penyerahan hanya merupakan suatu penyerahan kekuasaan

(4)

belaka, suatu perbuatan fisik yang dalam bahasa belanda disebut dengan feitelijke levering.

Pasal 1458 KUH Perdata menyatakan bahwa jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar. Ketentuan pasal 1458 KUH Perdata ini menetapkan bahwa kesepakatan antara pihak penjual dan pihak pembeli dalam hal benda yang akan diperjual belikan dan juga harganya merupakan suatu pertanda yang sah secara hukum bahwa perjanjian jual beli tersebut dipandang telah terjadi, meskipun benda yang diperjual belikan belum diserahkan pihak penjual kepada pihak pembeli dan harga benda tersebut belum di bayar pihak pembeli kepada pihak penjual. Kesepakatan yang dimaksud disini adalah suatu kesepakatan yang dinyatakan oleh pihak penjual dan pihak pembeli yang ditentukan baik secara lisan maupun secara tulisan.32

Pernyataan sepakat yang diberikan oleh para pihak secara lisan dalam suatu perjanjian jual beli tentunya harus didukung oleh alat bukti yang sah yakni saksi minimal 2 (dua) orang agar pemberian pernyataan kata sepakat tersebut dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Apabila pemberian pernyataan kata sepakat tersebut tidak didukung oleh saksi-saksi maka kedudukan hukum pernyataan sepakat yang diberikan secara lisan itu dipandang lemah apabila terjadi perselisihan

32 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal 36.

(5)

dikemudian hari. Oleh karena itu perjanjian jual beli sebaiknya dilakukan dalam suatu perjanjian tertulis berupa akta yang didalamnya memuat kesepakatan dalam pelaksanaan jual beli suatu benda dan memuat segala hak dan kewajiban baik penjual maupun pembeli.

Istilah akta merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu acta, dalam bahasa Prancis disebut dengan acte, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah deed. Akta adalah surat atau tulisan yang berupa suatu dokumen formal.33 Menurut Abdullah Hasan akta adalah suatu pernyataan tertulis yang merupakan kehendak para pihak yang dibuat oleh seseorang atau oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti dalam pasal hukum.34

Dari defenisi yang disebutkan di atas dapat dikatakan bahwa akta merupakan suatu surat/tulisan yang berisi pernyataan kehendak dari para pihak/orang yang berkepentingan dalam pembenaran tulisan/surat tersebut, pernyataan kehendak yang dibuat secara tertulis tersebut memuat klausul-klausul yang diberikan dengan perbuatan hukum dari orang/para pihak yang membuatnya. Dari segi jenisnya akta dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu : 1. Akta dibawah tangan, 2. Akta otentik.

Akta dibawah tangan adalah akta yang dibuat oleh orang/para pihak yang berkepentingan dalam perbuatan hukum yang tertulis dalam akta tersebut dan orang/para pihak yang membuat akta tersebut bukan merupakan pejabat yang

33 Hadiyan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Sinar Harapan, Jakarta, 1998, Hal 15.

34Abdullah Hasan,Perancangan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal 21.

(6)

berwenang membuat atau sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 1868 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai hukum yang berkuasa/berwenang membuat akta tersebut ditempat di mana akta tersebut dibuatnya. Perjanjian jual beli dapat dilakukan dalam bentuk akta di bawah tangan dan dapat pula di buat dalam bentuk akta otentik. Pembuatan akta otentik perjanjian jual beli di buat oleh pejabat publik/umum dalam hal ini adalah seorang Notaris.35Akta autentik yang dibuat oleh notaris merupakan suatu alat bukti yang paling sempurna apabila terjadi perselisihan (perkara) di depan pengadilan.

Di dalam suatu perjanjian jual beli secara umum dikenal istilah resiko. Resiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian (peristiwa) diluar kesalahan salah satu pihak. Peristiwa musnahnya barang yang diperjual belikan di perjalanan karena alat pengangkut barang tersebut mengalami kecelakaan (karam) di tengah laut. Mengenai resiko dalam jual beli di dalam KUH Perdata (BW) diatur dalam pasal 1460, 1461 dan pasal 1462 KUH Perdata (BW). Pasal 1460 mengatur mengenai barang tertentu. Bahwa barang yang diperjual belikan tersebut, sejak saat pembelian (saat ditutupnya perjanjian jual beli) adalah atas tanggungan sipembeli meskipun penyerahannya belum dilakukan dan pihak penjual berhak menuntut harganya.

35Erman Rajagukguk, Kontrak Dagang Internasional Dalam Praktak di Indonesia, UI Press, Jakarta, 1994, Hal 46.

(7)

Pasal 1460 KUH Perdata tersebut dinilai oleh para pengamat hukum perdata di Indonesia sebagai peraturan yang tidak memberi keadilan kepada pembeli. Pembeli dalam hal ini belum sempat memiliki lemari tersebut, karena sudah hancur terlebih dahulu dalam perjalanan, namun tetap diwajibkan membayar harga lemari tersebut.36 Karena dipandang tidak member keadilan kepada pembeli dalam suatu peristiwa jual beli, maka oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) dikeluarkanlah Surat Edaran No. 3 Tahun 1963 yang menyatakan pasal 1460 KUH Perdata tersebut tidak berlaku lagi.

Pasal 1461 dan 1462 KUH Perdata menyatakan bahwa resiko barang-barang yang diperjual belikan menuntut berat, jumlah atau ukuran diletakkan pada pundak sipenjual hingga barang-barang itu telah ditimbang, dihitung atau diukur, sedangkan resiko atas barang-barang yang dijual menurut tumpukkan diletakkan kepada pundak pembeli. Barang-barang yang masih harus ditimbang, dihitung atau diukur terlebih dahulu sebelum diserahkan kepada si pembeli baru dipisahkan dari barang-barang untuk di jual lainnya setelah dilakukan penimbangan, penghitungan dan pengukuran.

Setelah dilakukan penimbangan, penghitungan dan pengukuran tersebut, barang- barang tersebut dinyatakan dipisahkan dari barang-barang penjual lainnya dan dinyatakan disediakan untuk diserahkan kepada pembeli atau untuk diambil oleh pembeli.37

36R. Subekti, Op Cit, hal 29.

37Ibid, hal 31.

(8)

Barang yang diperjual belikan menurut tumpukkan dapat dikatakan sudah dari semula disendirikan (dipisahkan) dari barang-barang milik penjual lainnya, sehingga sudah dari semula dalam keadaan siap untuk diserahkan kepada pembeli (in a deliverable state).

Mengenai barang-barang yang masih harus ditimbang, dihitung atau diukur terlebih dahulu, sebelum dilakukan penimbangan, pengukuran atau penghitungan, resikonya diletakkan dipundak penjual, namun apabila setelah dilakukan penimbangan, penghitungan atau pengukuran resiko tersebut otomatis dipindahkan kepada pembeli.

B. Struktur Dan Anatomi Perjanjian Jual-Beli Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit PTPN I dan PT Bangun Sempuran Lestari (BSL)

Perjanjian jual beli Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit antara PTPN I dan PT Bangun Sempurna Lestari (BSL) diberi judul : “Surat Perjanjian Jual-Beli Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit Nomor 01.8/SJAN/087/2011, yang dibuat dan ditandatangani di Langsa oleh para pihak yakni oleh pihak PTPN I yang diwakili oleh Erwin Nasution selaku Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara I (Persero) sebagai pihak penjual dan Suluan Chairuddin selaku Direktur PT Bangun Sempurna Lestari sebagai pihak pembeli.

Kedua belah pihak baik pihak penjual dan pihak pembeli telah sepakat mengadakan perjanjian jual beli TBS kelapa sawit berasal dari kebun Krueng milik PTPN I. Perjanjian jual beli TBS kelapa sawit tersebut diatas dilakukan dalam suatu perjanjian tertulis di bawah tangan/akta di bawah tangan dalam 9 (Sembilan) pasal.

(9)

Pasal 1 (satu) perjanjian jual beli Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit tersebut mengatur mengenai dasar pelaksanaan perjanjian jual beli TBS kelapa sawit antara PTPN I dan PT BSL dengan berpedoman kepada :

1. Surat penawaran penjualan TBS dari PTPN I Persero nomor 01.8/X/35A/2011 tanggal 20 Januari 2011.

2. Surat jawaban permohonan pembelian TBS PT BSL (persero) nomor 005/BSL/I/2011 tanggal 20 Januari 2011.

Dari uraian struktur dan anatomi perjanjian jual beli TBS kelapa sawit antara PTPN I dan PT BSL tersebut di atas dapat dikatakan bahwa pada bahagian awal perjanjian tersebut terdapat judul perjanjian dan juga bagian pendahuluan yang memuat tanggal dan tempat perjanjian tersebut dibuat dan ditandatangani serta para pihak yang menandatangani perjanjian tersebut. Pada bagian pendahuluan perjanjian jual beli TBS kelapa sawit tersebut dicantumkan pula nama-nama dan kapasitas orang yang mewakili para pihak dalam penandatanganan perjanjian tersebut.

Pada sub bagian pendahuluan ini disebutkan pula penjelasan mengapa para pihak mengadakan perjanjian. Di dalam perjanjian jual beli TBS kelapa sawit antara PTPN I dan PT BSL dasar hukum pelaksanaan perjanjian adalah surat penawaran penjualan TBS dari PTPN I (Persero) nomor 01.8/X/35A/2011, tanggal 12 Januari 2011 dan juga surat jawaban permohonan pembelian TBS PT dan BSL (Persero) nomor 005/BSL/I/2011 tanggal 20 Januari 2011.

(10)

Kedua surat penawaran dan permohonan pembelian dari pihak penjual dan pihak pembeli tersebut ternyata disepakati oleh kedua belah pihak sehingga mengakibatkan terjadinya perjanjian jual beli TBS kelapa sawit tersebut.

Kesepakatan dalam hukum perjanjian lazim juga disebut dengan istilah konsensus yang merupakan dasar dari pembuatan perjanjian kerjasama antara pihak PTPN I selaku penjual dan pihak BSL selaku pembeli yang pada akhirnya melahirkan pelaksanaan jaul beli TBS kelapa sawit. Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata BW yang menyatakan “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya” istilah “secara sah” bermakna bahwa dalam pembuatan perjanjian yang sah (menurut hukum adalah mengikat pasal 1320 KUH Perdata BW), karena didalam asas ini terkandung “kehendak para pihak” untuk saling mengikatkan diri dan menimbulkan kepercayaan (vertrouwen) diantara para pihak terhadap pemenuhan perjanjian.38

Asas konsesualisme mempunyai hubungan yang erat dengan asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat yang terdapat di dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata BW. Pelanggaran terhadap ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1320 dan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata (BW) mengakibatkan perjanjian tersebut tidak sah dan juga tidak mengikat sebagai undang-undang. Dua syarat pertama pada pasal 1320 KUH perdata dinamakan syarat subjektif karena mengenai orang/subyek yang mengadakan perjanjian. Sedangkan dua syarat terakhir pada pasal 1320 KUH Perdata

38Sogar Y Simamora, Prinsip Hukum Kontrak Dalam Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah (Disertasi), Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 2005, hal 79.

(11)

dinamakan syarat obyektif karena berkaitan dengan perjanjian yang merupakan obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan. Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi, maka dapat dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak yang terikat dalam perjanjian.

Pembatalan dapat dilakukan dengan mengajukan permohonan gugatan ke pengadilan oleh salah satu pihak yang merasa dirugikan dengan tidak dipenuhinya syarat subyektif tersebut. Apabila syarat obyektif tidak dipenuhi perjanjian tersebutbatal demi hukum. Artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.39Pada umumnya perjanjian yang dibuat itu bukan secara formal tetapi konsesional artinya perjanjian itu terjadi dan sesuai karena persesuaian kehendak atau konsensus semata-mata.40

Perjanjian-perjanjian yang lahir dari ketentuan Buku III KUH Perdata (BW) pada umumnya merupakan perjanjian obligatoir (consensual obligatoir), artinya perjanjian itu pada dasarnya melahirkan kewajiban-kewajiban kepada paara pihak yang membuatnya. Meskipun demikian ada pula pengaturan perjanjian Liberatoir, yaitu berisi pembebasan kewajiban-kewajiban.41 Kekuatan mengikat dari perjanjian yang muncul seiring dengan asas kebebasan berkontrak yang memberikan kebebasan dan kemandirian kepada para pihak. Pada situasi tertentu masa berlakunya dibatasi.

Pertama, daya mengikat perjanjian itu dibatasi dengan itikad baik sebagaimana yang diatur dalam pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata (BW), bahwa perjanjian itu harus

39R. Subekti, Hukum Perjanjian, Op Cit. hal 20.

40 Mariam Darus Badrulzaman et,al, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 82.

41Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Raja Grafindo Persada, Jakarta 1995, hal 134.

(12)

dilaksanakan dengan itikad baik. Kedua, adanya Overmacht atau Force Majuere (daya paksa) juga membatasi daya mengikat perjanjian tersebut. Pada prinsipnya perjanjian itu harus dipenuhi oleh para pihak apabila tidak dipenuhi, maka pada saat itu telah timbul wanprestasi (ingkar janji), dan bagi kreditor melekat hak untuk mengajukan gugatan, baik pemenuhan, ganti rugi maupun pembubaran perjanjian.

Namun dengan adanya overmacht atau force Majuere maka gugatan kreditor akan dikesampingkan mengingat ketiadaan prestasi tersebut terjadi diluar kesalahan debitur (Vide Pasal 1444 KUH Perdata BW).

Di dalam pandangan Eropa Kontinental, asas kebebasan berkontrak merupakan konsekuensi dari dua asas lainnya dalam perjanjian, yaitu konsesualisme dan kekuatan mengikat suatu perjanjian yang lazim disebut dengan Pacta Sunt Servanda. Konsensualisme berhubungan dengan terjadinya perjanjian, Pacta Sun Servanda berkaitan dengan akibat adanya perjanjian yaitu terikatnya para pihak yang mengadakan perjanjian, sedangkan kebebasan berkontrak menyangkut isi perjanjian.42

Pasal 2 (dua) surat perjanjian kerjasama jual beli Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit antara PTPN I dengan PT BSL memuat tentang penyerahan barang yang diperjual belikan. Penyerahan TBS menurut

Pasal 2 (dua) perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit itu menyatakan bahwa “pihak pertama (PTPN I) bersedia untuk menjual dan menyerahkan TBS kepada pihak kedua (PT BSL) yang dengan ini menyatakan setuju untuk membeli dan

42Peter Mahmud Marzuki, Batas-Batas Kebebasan Berkontrak, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal 48

(13)

menerima penyerahan TBS kelapa sawit dengan syarat sebagaimana diuraikan dibawah ini :

1. TBS dengan kematangan normal menurut kriteria : a. Fraksi 0 < : 50%

b. Fraksi 1,2, dan 3 > : 90 % c. Fraksi 4 dan 5 < 5%

d. Seluruh berondolan diserahkan dalam keadaan bersih dari kotoran.

e. Gagang TBS dipotong rapat (meret)

2. Pihak petama (PTPN I) menyerahkan produksi TBS dari kebun PTPN I kepada PKS (pihak kedua) setiap hari kerja dengan batas waktu penyerahan selambat- lambatnya pukul 18.000 WIB, kecuali ada kendala lain yang mengharuskan penyerahan TBS di atas pukul 18.000 WIB.

3. Estimasi produksi TBS kelapa sawit yang diserahkan pihak pertama ke PKS pihak kedua rata-rata 30 sampai dengan 60 ton per hari.

4. Penyerahan TBS kelapa sawit oleh pihak pertama kepada pihak kedua disertai dokumen resmi yaitu surat pengantar hasil (SPH) untuk menentukan jumlah berat TBS tersebut. Dokumen tersebut ditandatangani oleh kedua belah pihak dalam hal ini pihak pertama dipenuhi masing-masing kebun oleh manajer kebun Krueng, sekaligus merupakan bukti untuk perhitungan akhir transaksi penyerahan TBS kelapa sawit.

5. Pihak kedua berkewajiban menyerahkan dokumen sebagaimana diatur dalam ayat (4) di atas kepada pihak pertama, setiap har atas reaksasi penyerahan TBS tersebut.”

Pasal 2 (dua) perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit antara PTPN I dengan PT BSL di atas menurut ketentuan tentang syarat TBS kelapa sawit tentang layak jual yang ditetapkan oleh PT BSL dengan persetujuan PTPN I syarat-syarat TBS kelapa sawit layak jual yang termuat dalam Pasal 2 tersebut di atas merupakan kriteria yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yakni pihak PTPN I dan pihak PT BSL. Kriteria tersebut wajib dipenuhi/dipatuhi oleh pihak PTPN I untuk dapat diperoleh oleh pihak PT BSL. Hasil produksi TBS kelapa sawitnya dalam pasal 2 (dua) perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit tersebut disebutkan kriteria fraksi 0 < : 5% maksudnya adalah bahwa tingkat kematangan TBS kelapa sawit pada level fraksi 0 berarti buah TBS kelapa sawit tersebut masih mentah dan ambang

(14)

toleransi yang masih dapat diterima oleh pihak kedua atas buah TBS kelapa sawit dengan level fraksi 0 tersebut adalah kurang dari 5% (lima persen) dari total buah TBS kelapa sawit yang diperjual belikan yang harusnya sebagaimana yang tercantum dalam

Pasal 2 ayat (3) perjanjian kerjasama tersebut menyatakan bahwa “Estimasi produksi TBS kelapa sawit yang diserahkan oleh pihak pertama kepada pihak kedua adalah 30 sampai dengan 60 ton per harinya. Dengan estimasi tersebut maka buah dengan tingkat kematangan masih mentah (fraksi 0) tersebut tidak boleh lebih dari 5% (lima persen) dari total estimasi produksi buah TBS kelapa sawit yang telah ditetapkan sesuai perjanjian.

Untuk buah dengan tingkat kematangan pada level 1,2, dan 3 yakni dengan tingkat sedang dan matang normal pihak kedua menerimanya berapapun persentasinya, karena buah dengan tingkat kematangan pada level fraksi 1,2, dan 3 tersebutlah yang memang paling baik dan diharapkan oleh pihak kedua selaku pembeli.

Di dalam perjanjian kerjasama tersebut buah dengan tingkat kematangan pada level 1,2 dan 3 tersebut ditetapkan > 90% (lebih besar dari sembilan puluh persen) dari estimasi hasil produksi buah TBS kelapa sawit yang diperjual belikan setiap harinya, sedangkan buah dengan tingkat kematangan pada level fraksi 4 dan 5 adalah buah dengan tingkat kematangan yang terlalu matang sehingga sudah mulai kelihatan seperti membusuk. Buah dengan kriteria level fraksi 4 dan 5 tersebut juga kurang baik untuk diolah, karena kematangan yang sudah mulai menurun. Dalam perjanjian kerjasama dinyatakan bahwa buah dengan tingkat kematangan level fraksi 4 dan 5

(15)

tersebut ditetapkan tidak boleh lebih dari 5% (lima persen) sama dengan prosentase tingkat kematangan buah pada level fraksi 0 (nol).

Dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) tersebut di atas dapat dikatakan bahwa tingkat kematangan buah yang diharapkan oleh pihak pembeli dalam hal ini PT BSL adalah tingkat kematangan yang berada pada level fraksi 1,2 dan 3 yakni tingkat kematangan buah yang sedang (ranum) sampai matang normal.

Pada tingkat fraksi 1,2 dan 3 inilah hasil produksi buah TBS kelapa sawit tersebut dinyatakan memenuhi kualitas yang baik (standar) untuk diolah di PKS kedalam berbagai jenis bahan jadi. Namun demikian tetap diberikan dispensasi terhadap buah- buah yang dinyatakan kurang baik, namun masih dapat diolah. Kriteria buah yang kurang baik yang berada pada level fraksi 0 dan fraksi 4 dan 5 itulah yang dinyatakan sebagai hasil produksi buah TBS kelapa sawit yang kurang baik kualitasnya dan oleh kerana itu dibatasi kuantitasnya oleh pihak pembeli dengan persetujuan pihak penjual.

Menurut Mali Hasan Staff pembelian PT. BSL hasil produksi TBS kelapa sawit memang tidak mungkin (mustahil) menghasilkan buah TBS kelapa sawit yang seluruhnya berada pada kualitas baik sebagaimana ditetapkan pada level fraksi 1, dan 3 selalu ada tingkat deviasi hasil produksi maksimal 10% (sepuluh persen) untuk kualitas buah pada level kurang berkualitas sebagaimana yang ditetapkan pada level 0 dan level 4 dan 5.43 Oleh karena itu, menurut Mali Hasan tingkat deviasi 10 % (sepuluh persen) pada perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit secara umum

43 Wawancara dengan Mali Hasan Staff Pembelian PT. Bangun Sempurna Lestari yang dilakukan Pada Tanggal 20 Januari 2012 di Ruang Kerjanya.

(16)

wajar tanpa syarat dan masih dapat diterima. 44Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (1) perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit tersebut mengenai buah kelapa sawit atau lazim disebut dengan istilah berondolan diserahkan kepada pihak kedua oleh pihak pertama dalam keadaan bersih dari kotoran dalam keadaan gagang TBS telah dipotong pendek seklai sehingga seolah-olah tidak memiliki gagang lagi TBS tersebut.

Pasal 2 ayat (2) perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit tersebut memuat ketentuan tentang batas waktu penyerahan yang harus dipatuhi oleh pihak pertama kepada pihak kedua. Batas waktu yang disepakati dalam perjanjian tersebut adalah penyerahan TBS kelapa sawit dilakukan paling lambat pukul 18.00 WIB setiap harinya, penyerahan terhadap batas waktu ini diperbolehkan/diberikan dispensasi apabila ada kendala lain yang mengharuskan penyerahan TBS dilakukan di atas pukul 18.00 WIB. Kendala lain yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit tersebut adalah kendala kendaraan pengangkut yang mengalami kecelakaan di perjalanan, atau mengalami kerusakan pada suku cadangnya (mesin dan ban mobil yang rusak dan bocor atau pecah) sehingga mengakibatkan kendaraan pengangkut TBS kelapa sawit tersebut tidak dapat berjalan lagi baik untuk jangka waktu pendek maupun panjang karena harus terlebih dahulu dilakukan perbaikan pada hari itu juga.

Pasal 2 ayat (4) perjanjian kerjasama jual beli kelapa sawit memuat ketentuan tentang kewajiban pihak pertama untuk menyertakan dokumen sesuai yaitu Surat

44 Ibid

(17)

Pengantar Hasil (SPH) setiap pihak pertama melakukan penyerahan TBS kelapa sawit kepada pihal kedua. Dokumen surat pengantar hasil tersebut wajib ditandatangani oleh wakil masing-masing dari kedua belah pihak dimana pihak pertama diwakili oleh masing-masing manajer kebun dan pihak kedua diwakili oleh Kepala Pabrik kelapa sawit (PKS) setiap harinya. Setelah ditandatangani oleh wakil dari pihak pertama, dokumen Surat Pengantar Hasil (SPH) tersebut wajib diserahkan kembali oleh pihak kedua kepada pihak pertama sebagai bukti nyata telah terealisasinya penyerahan TBS kelapa sawit tersebut dari pihak pertama kepada pihak kedua setiap harinya.

Pasal 4 ayat (1), (2), dan (3) memuat tentang masa berlaku perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit tersebut, jangka waktu perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak minimal adalah 10 (sepuluh) bulan. Bilamana sebelum jangka waktu perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak berakhir, pada perkembangannya salah satu pihak menghendaki untuk menghentikan pengiriman TBS, maka satu minggu sebelumnya para pihak telah memberitahukan secara tertulis dan diterima oleh pihak yang diberitahukan tentang penghentian surat perjanjian kerjasama. Atas penghentian perjanjian sebelum jangka waktu tersebut berakhir salah satu pihak tidak akan menuntut dalam bentuk apapun kepada pihak lain. Dari klausul yang terdapat pada Pasal 4 ayat (1), (2) dan (3) tersebut di atas dapat dikatakan bahwa perjanjian kerjasama jual beli TBS antara PTPN I dengan PT BSL dapat dihentikan sewaktu-waktu oleh salah satu pihak dengan ketentuan bahwa rencana penghentian perjanjian kerjasama tersebut harus diberitahukan kepada pihak lain minimal 1 (satu)

(18)

Minggu sebelum rencana penghentian tersebut dilakukan. Pemberitahuan penghentian perjanjian kerjasama tersebut harus dilakukan secara tertulis kepada pihak yang diberitahukan itu, penghentian perjanjian kerjasama jual beli TBS tersebut dapat dilakukan oleh salah satu pihak dengan pemberitahuan tertulis, meskipun jangka waktu perjanjian kerjasama tersebut belum berakhir sesuai kesepakatan yang telah dimuat dalam perjanjian tersebut. Penghentian perjanjian kerjasama sebelum jangka waktu perjanjian berakhir oleh salah satu pihak tersebut tidak akan mengakibatkan terjadinya tuntutan dalam bentuk apapun oleh pihak lain.

Ketentuan ini sesuai dengan Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata yang menyatakan bahwa “Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang menyatakan cukup untuk itu”.

Dari ketentuan Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata tersebut di atas dapat dikatakan bahwa penghentian perjanjian dalam jual beli TBS kelapa sawit dapat dilakukan sewaktu-waktu meskipun jangka waktu perjanjian tersebut belum berakhir dengan syarat memperoleh persetujuan dari kedua belah pihak.

Pasal 5 ayat (1), (2), dan (3) memuat ketentuan tentang prosedur pembayaran yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Pembayaran dilakukan pada setiap akhir periode hari Rabu, Minggu berjalan yang diperhitungkan berdasarkan jumlah dan nilai harga TBS yang telah diserahkan oleh pihak pertama kepada pihak kedua.

Ketentuan pembayaran dapat dipedomani dalam kontrak penjualan TBS yang disebut setiap bulan berjalan sedangkan perhitungan jumlah produksi dan nilai jual TBS akan

(19)

diperhitungkan dalam invoice yang dibuat setiap periode. Pembayaran tagihan ditransfer ke rekening PTPN I (persero) selambat-lambatnya dua hari setelah diterbitkannya surat tagihan oleh pihak pertama.

Pasal 6 surat perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit memuat ketentuan tentang Overmacht/Force Majuere. Keterlambatan atau kegagalan memenuhi kewajiban yang tercantum dalam perjanjian ini oleh salah satu pihak yang disebabkan oleh karena kejadian diluar kekuasaan kedua belah pihak seperti badai, angin kencang dan gempa bumi, banjir bandang tsunami. Semua keterlambatan atau kegagalan tersebut merupakan Overmacht/Force Majuere, karena para pihak tidak akan menuntut atas kerugian yang diderita oleh pihak lain.

Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat didalam Pasal 1245 KUH Perdata yang menyatakan bahwa, “Tidak ada penggantian biaya rugi dan bunga, bila karena keadaan memaksa atau karena suatu kejadian yang tidak disengaja, siberutang/debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau karena hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang”.

Dari ketentuan Pasal 1245 KUH Perdata tersebut di atas dapat dikatakan bahwa dalam keadaan memaksa (overmacht) maka debitur terbebas dari kewajiban mengganti biaya rugi dan bunga kepada kreditur.

Pasal 7 ayat (1) dan (2) perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit memuat tentang ketentuan penyelesaian perselisihan. Apabila terjadi perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian ini kan diselesaikan dengan musyawarah. Bila mana

(20)

musyawarah tersebut tidak memperoleh kesepakatan maka kedua belah pihak setuju untuk menyerahkan persoalan tersebut ke Pengadilan Negeri setempat dimana objek perjanjian dilaksanakan. Semua biaya yang diperlukan untuk penyelesaian perselisihan pada Pengadilan Negeri tersebut menjadi tanggung jawab pihak kedua.

Ketentuan Pasal 7 ayat (1) dan (2) perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit yang membebankan biaya perkara kepada pihak kedua merupakan hasil kesepakatan dari kedua belah pihak, hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat didalam Pasal 1230 KUH Perdata dimana para pihak dengan sukarela telah sepakat dalam hal klausul perjanjian yang dibuat. Dengan demikian sesuai dengan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Pasal 8 dan 9 perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit tersebut tentang adendum (perubahan) dan penutup perjanjian.

C. Hak dan Keawajiban Para Pihak Perjanjian Kerjasama Jual Beli TBS Kelapa Sawit Antara PTPN I dan PT BSL

Perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit antara PTPN I dan PT BSL melahirkan suatu hak dan kewajiban diantara para pihak sejak terjadinya kesepakatan dan pennadatanganan perjanjian tersebut. Hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit tersebut didasarkan kepada kekuatan mengikat dari perjanjian tersebut yang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya sebagaimana yang disebutkan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata (BW). Pembuatan perjanjian kerjasama jaul beli TBS kelapa sawit tersebut memiliki

(21)

makna adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut dalam hak hak dan kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh para pihak tersebut. Dalam perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit antara PTPN I dan PT BSL pengaturan klausul perjanjian tentang hak dan kewajiban dimusyawarahkan dan disepakti oleh kedua belah pihak secara seimbang dan proporsional.

Pada dasarnya asas proporsional merupakan perwujudan dalam dokrin keadilan dalam melakukan perjanjian atau lazim disebut dengan keadilan berkontrak.

Perjanjian keadila dalam melakukan perjanjian ditentukan melalui dua pendekatan, Pertama, pendekatan prosedural, pendekatan ini menitik beratkan pada persoalan kebebasan membuat perjanjian. Pendekatan kedua adalah pendekatan substansif yang menekan kandungan atau substansi serta pelaksanaan perjanjian. Dalam pendekatan substansif perlu diperhatikan adanya kepentingan yang berbeda.45

Bagi pihak penjual ada dua kewajiban utama akibat dari pelaksanaan perjanjian kerjasama jual beli tersebut yaitu :

a. Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual belikan.

b. Menanggung kenikmatan atas barang tersebut dan menanggung atas cacat yang tersembunyi dari barang tersebut.

Dalam perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit pihak penjual (PTPN I) memiliki kewajiban menyerahkan TBS kelapa sawit tersebut kepada pihak pembeli

45 Karla C Shippney. Menyusun Kontrak Bisnis Internasional , Ahli Bahasa Hesti Widyanungnum, PPM, Jakarta, 2001 hal 42.

(22)

(PT BSL) dalam keadaan baik dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya, sebagaimana telah diuraikan dalam bagian sebelumnya, bahwa TBS kelapa sawit yang disepakati layak untuk diperjual belikan adalah dengan kriteria fraksi 1, 2, dan 3 yang artinya TBS kelapa sawit tersebut memiliki tingkat kematangan yang sedang (ranum) sampai dengan matang (normal). Meskipun demikian kesepakatan perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit tersebut juga memberikan dispensasi dalam batas tertentu (5%) untuk TBS kelapa sawit yang memiliki tingkat kematangan diluar dari fraksi 1, 2, dan 3, yaitu fraksi 0 yaitu tingkat kematangan TBS kelapa sawit yang masih mentah dan fraksi 4 dan 5 dimana tingkat kematangan TBS kelapa sawit yang terlalu matang sehingga kelihatan sudah seperti membusuk.

Perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit merupakan perjanjian jual beli terhadap barang bergerak bertubuh. Penyerahan barang bergerak bertubuh dalam suatu perjanjian jual beli dilakukan dengan penyerahan nyata atas barang tersebut oleh atau atas nama pemilik dalam hal ini adalah PTPN I yang juga selaku penjual.

Penyerahan benda bergerak bertubuh dalam suatu jual beli yang harus dilakukan dengan penyerahan nyata barang yang diperjual belikan tersebut merupakan ketentuan yang disyaratkan oleh Pasal 612 KUH Perdata (BW).

Menurut pasal 612 KUH Perdata (BW) penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tidak bertubuh dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan dalam mana kebendaan itu berada. Penyerahan hak perlu dilakukan apabila kebendaan itu harus disertakan dengan alasan hak lain, telah dikuasai oleh orang yang

(23)

hendak menerimanya. Dan ketentuan tersebut di atas dapat di lihat adanya kemungkinan menyerahkan kunci saja kalau yang dijual adalah barang-barang yang berada dalam satu gudang. Hal mana merupakan suatu penyerahan kekuasaan secara simbolis, sedangkan bila barangnya sudah berada dalam kekuasaan si pembeli, penyerahan cukup dilakukan dengan suatu pernyataan saja. Cara yang terakhir ini terkenal dengan nama “Traditio brevi manu yang berarti penyerahan dengan tangan pendek untuk barang tetap (tidak bergerak) dengan perbuatan yang dinamakan balik nama (overschrijring) di muka pegawai kadaster yang juga dinamakan pegawai balik nama atau pegawai penyimpanan hipolik sesuai dengan Pasal 620 KUH Perdata (BW). Pasal 616 KUH Perdata (BW) menyatakan bahwa penyerahan atau penunjukkan akan kebendaan tak bergerak dilakukan dengan penggunaan akan akta yang bersangkutan dengan cara yang ditentukan dalam Pasal 620 KUH Perdata (BW). Pasal 620 KUH Perdata (BW) menyatakan bahwa, dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan yang termuat dalam tiga pasal yang lalu 617, 618 dan 619 KUH Perdata (BW) pengumuman termaktub di atas dilakukan dengan memindahkan sebuah salinan otentik yang lengkap dari akta otentik atau keputusan yang bersangkutan ke kantor penyimpanan hipotik, yang mana dalam lingkungannya barang-barang tidak bergerak yang harus diserahkan berada, dan dengan membukukannya dalam register.

Kewajiban-kewajiban pihak kedua (pembeli) dalam hal ini PT BSL ialah membayar harga pembelian TBS kelapa sawit pada waktu dan tempat sebagaimana yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perjanjian kerjasama jual beli yang telah

(24)

disepakati. Pembayaran yang dilakukan oleh PT BSL kepada PTPN I wajib pula dilakukan dengan sistem transfer kerekening PTPN I sebagaimana yang telah pula disepakati dalam perjanjian. Pembayaran tranfer oleh pihak pembeli kepada pihak penjuak dilakukan pada setiap akhir periode hari Rabu Minggu berjalan atau selambat-lambatnya dua hari setelah diterbitkannya Surat Tagihan oleh pihak pertama. Hal pihak pertama (penjual) menerima pembayaran sejumlah uang berdasarkan harga per satuan kilogram TBS kelapa sawit yang telah disepakati dan jumlah pembayaran yang diterima setiap minggunya di dasarkan kepada kuantitas TBS kelapa sawit yang telah diterima oleh pihak pertama (pembeli). Setiap pembayaran yang dilakukan oleh pihak pertama kepada pihak kedua wajib disertai dengan bukti penerimaan pembayaran (kwitansi) yang wajib ditandatangani oleh kedua belah pihak melalui perwakilannya masing-masing.

Hak pihak pembeli adalah menerima TBS kelapa sawit yang telah diserahkan oleh pihak penjual dalam keadaan baik kualitasnya dimana TBS kelapa sawit tersebut harus berada pada kualitas fraksi 1,2, dan 3 (tingkat kematangan sedang (ranum) sampai dengan matang normal) sebagai kualitas TBS yang paling baik dan diinginkan pihak pembeli dengan persentase kuantitas > 90% (lebih besar dari sembilan persen) sedangkan kualitas TBS kelapa sawit pada level fraksi 0, 4 dan 5 (tingkat kematangan TBS kelapa sawit yang masih mentah dan terlalu matang sampai dengan mulai membusuk) masing-masing dibatasi. Persentase kuantitas tidak boleh lebih dari 5%

(lima persen) sebagaimana yang telah disepakati dalam perjanjian.

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa Para Teradu pada tanggal 19 April 2014 sampai dengan tanggal 20 April 2014 telah melaksanakan Tahapan Verifikasi Administratif sebelum melaksanakan Pleno Rekapitulasi

Pada penelitian ini didapatkan nilai koefisien korelasi antara pajanan debu kayu dengan IL-8 serum adalah r = 0,327 ; p &lt; 0,011 yang berarti terdapat korelasi yang

Pada pantun bajawek di atas penutur pantun berusaha mengkonkretkan kata-katanya mamukek urang di Tiagan, rami dek anak Simpang Tigo. Dengan kata-kata yang

Berikut ini akan dipaparkan analisis variasi jawaban siswa pada indikator memeriksa ide- ide:(a)Jawaban kode MFH kategori sedang: Dari hasil pengerjaannya dapat dilihat

Oleh karena itu Intiland Development hanya menargetkan pertumbuhan pendapatan 16% menjadi Rp 2,1 triliun pada akhir tahun 2015, dibandingkan posisi Rp 1,83 triliun per akhir

Kinerja pada umumnya adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing

[r]

Dalam penyusunan Tugas Akhir Terapan ini akan membahas mengenai Modifikasi Struktur Gedung Rektorat Universitas Negeri Surabaya Lidah dengan Metode Sistem Rangka