• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERCOBAAN I PENANGANAN HEWAN PERCOBAAN & KONVERSI DOSIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERCOBAAN I PENANGANAN HEWAN PERCOBAAN & KONVERSI DOSIS"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PERCOBAAN I

PENANGANAN HEWAN PERCOBAAN & KONVERSI DOSIS

I. Tujuan Percobaan

1. Dapat menjelaskan kembali karakteristik hewan-hewan yang lazim dipergunakan dalam percobaan

2. Dapat menghitung konversi dosis antar spesies pada hewan percobaan 3. Dapat memegang hewan percobaan sehingga siap untuk diberi sediaan uji 4. Dapat memberikan obat pada hewan percobaan

5. Dapat menganestesi hewan percobaan 6. Dapat mengorbankan hewan percobaan II. Teori Penunjang

Hewan coba atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang khusus diternakkan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan laboratorium tersebut digunakan sebagai model untuk peneltian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Beberapa jenis hewan dari yang ukurannya terkecil dan sederhana ke ukuran yang besar dan lebih komplek digunakan untuk keperluan penelitian ini, yaitu: Mencit, tikus, kelinci, dan marmot.

Suatu bahan agar dapat dipergunakan sebagai obat harus memenuhi tiga persyaratan, yaitu memiliki khasiat, aman serta karakteristik. Dalam percobaan/penelitian farmakologi, hewan harus diperlakukan atau ditangani dengan sebaik-baiknya, dan perilaku yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat menimbulkan penyimpangan-penyimpangan dalam hasil

(2)

percobaan. Penangan hewan meliputi cara memelihara, cara memegang, memberikan sediaan, menganestesi dan mengorbankan. Untuk itu, sifat-sifat khusus setiap jenis hewan percobaan perlu diketahui dan diperhatikan.

Disamping itu, faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil percobaan dan cara pemberian obat perlu dipelajari dengan sebaik-baiknya.

Dalam praktikum farmakologi, hewan percobaan yang biasa digunakan adalah mencit, tikus, kelinci dan marmot. Setiap jenis hewan tersebut mempunyai karakteristik masing-masing (“Mangkoewidjojo, 1998”).

1. Mencit

Mencit bersifat penakut, fotofobia, cenderung berkumpul sesamanya, mudah ditangani, lebih aktif pada malam hari, aktivitas terganggu dengan adanya manusia, suhu normal badan 37,4 oC dan laju respirasi 163/menit.

2. Tikus

Tikus bersifat sangat cerdas, mudah ditangani, tidak begitu bersifat fotofobik, lebih resisten terhadap infeksi, kencenderungan berkumpul dengan sesama sangat kurang, jika makan kurang atau diperlakukan secara kasar akan menjadi liar, galak dan menyerang si pemegang, suhu normal badan 37,5 oC dan laju respirasi 210/menit.

3. Kelinci

Kelinci bersifat jarang bersuara kecuali bila merasa nyeri, jika merasa taka man akan berontak, suhu rektal umumnya 38-39,5 oC, suhu berubah jika mengalami gangguan lingkungan, laju respirasi 38-65/menit, umumnya 50/menit pada kelinci dewasa normal.

(3)

4. Marmot

Marmor bersifat jinak, mudah ditangani, jarang menggigit, kulit halus dan berkilap,bulu tebal, laju denyut jantung 150-160/menit, laju respirasi 110- 150/menit dan suhu rektal 39-40 oC.

Volume cairan yang diberikan pada setiap jenis hewan percobaan tidak boleh melebihi batas maksimal yang telah ditetapkan.

Hewan

Percobaan Volume Maksimum Cairan yang Boleh Diberikan

i.v i.m i.p s.c p.o

Mencit 0,5 0,05 1 0,5 1

Tikus 1 0,1 3 2 5

Kelinci 5-10 0,5 10 3 20

Marmot 2 0,2 3 3 10

Sediaan yang diberikan kepada hewan secara oral dapat berupa larutan ataupun suspense (untuk senyawa yang tidak larut dalam air) (Harmita,Maksum Radji, 2008).

Perbandingan luas permukaan tubuh hewan (digunakan sebagai faktor konversi dosis antar spesies hewan) (Harmita,Maksum Radji, 2008)

Dosis yang diket

Dosis pada hewan yang dicari

Mencit Tikus Marmot Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia 20g 200 g 400g 1,5 Kg 2,0Kg 4 Kg 12 Kg 70 Kg 20 g

Mencit 1,0 7,0 12,25 27,8 23,7 64,1 124,2 387,9

200 g

Tikus 0,14 1,0 1,74 3,3 4,2 9,21 17,8 56,0

400 g

Marmot 0,08 0,57 1,0 2,,25 2,4 5,2 10,2 31,5

1,5 g

Kelinci 0,04 0,25 0,44 1,0 1,06 2,4 4,5 14,2

2 kg

Kucing 0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0

4 kg

Kera 0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1

12 kg

Anjing 0,008 0,06 0,10 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1

70 Kg

Manusia 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,076 0,16 0,32 1,0

(4)

Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang dan berprikehewanan. Di dalam menilai efek farmakologissuatu senyawa bioaktif dengan hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor- faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil percobaan ialah faktor internal dan faktor eksterna, adapun faktor internal yang dapat mempengaruhi hasil percobaan meliputi variasi biologik (usia, jenis kelamin) pada usia hewan semakinmuda maka semakin cepat reaksi yang di timbulkan, ras dan sifat genetic, statuskesehatan dan nutrisi, bobot tubuh, luas permukaan tubuh. Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi hasil percobaan meliputi suplaioksigen, pemeliharaan lingkungan fisiologik (keadaan kandang, suasana asing atau baru, pengalaman hewan dalam penerimaan obat keadaan ruangan tempat hidup seperti suhu, kelembaban, ventilasi, cahaya, kebisingan serta penempatan hewan), pemeliharaankeutuhan struktur ketika menyiapkan jaringan atau organ untuk percobaan. Keadaan faktor-faktor ini dapat merubah atau mempengaruhi responhewan percobaan terhadap senyawa bioaktif yang diujikan.Penanganan yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapatmempengaruhi hasil percobaan, memberikan penyimpangan hasil. Disamping itu cara pemberian senyawa bioaktif terhadap hewan percobaan tentu mempengaruhi respon hewan terhadap senyawa bioaktif yang bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya. Cara pemberian yang digunakan tentu tergantung pula kepada bahan atau bentuk sediaan yang akan digunakan serta hewan percobaan yang akan digunakan. Sebelum senyawa bioaktif dapat mencapai tempatkerjanya, senyawa bioaktif harus melalui proses absorpsi terlebih dahulu (Malole, 1989)

(5)

Ukuran dan alat yang digunakan untuk pemberian obat pada hewan percobaan (Harmita,Maksum Radji, 2008)

Hewan IV IP SC IM Oral

Mencit

Jarum 27,5 g

½ inci

Jarum 25 g

¼ inci

Jarum 25 g

¾ inci

Jarum 18 g

¾ inci

Ujung tumpul 15 g/16g

2 inci Tikus

Jarum 25 g 1 inci

Jarum 25 g 1 inci

Jarum 25 g 1 inci

Jarum 25 g 1 inci

Ujung tumpul 15 g/16 g

2 inci Kelinci

Jarum 25 g 1 inci

Jarum 21 g 1¼ inci

Jarum 25 g 1 inci

Jarum 25 g 1 inci

Kateter Karet no.9

Marmot -

Jarum 25 g 1 inci

Jarum 25 g 1 inci

Jarum 25 g

¾ inci

-

Mengorbankan Hewan

Pembunuhan dilakukan sedemikian rupa sehingga hewan mengalami penderitaan seminimal mungkin. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pemberian suatu anestetik dengan dosis berlebih secara intravena untuk kelinci, secara intraperitoneal untuk mencit, kelinci, marmut, dan tikus; atau dengan menggunakan kioroform, CO2, N2 inhalasi. Pengorbanan hewan dapat juga dilakukan secara fisik atau disembelih.

Data anestesi umum pada hewan percobaan (Harmita,Maksum Radji, 2008) Hewan

percobaan Anestetik Kepekatan larutan

& pelarut Dosis Rute pemberian

Mencit &

Tikus

Eter Inhalasi

kloralose 2% dalam NaCl

fisiologis 300 mg/kg i.p Uretan 10-25% dalam NaCl

fisiologis 1-1,25 g/kg i.p

Nembutal 65 mg/mL

40-60 mg/kg (kerja singkat)

80-100

i.p

(6)

mg/kg (kerja lama) Pentobarbital 4,5-6% dalam NaCl

fisiologis 45-60 mg/kg

35 mg/kg i.p i.v Heksobarbital 7,5% dalam NaCl

fisiologis 4,7% dalam NaCl

75 mg/kg 47 mg/kg

i.p i.v

Kelinci

Eter Inhalasi

(Kloralose + Nembutal)

1% dalam NaCl fisiologis

65 mg/ml 100 mg/kg i.v

Uretan 10% dalam NaCl

fisiologis 19 g/kg i.p/i.v Pentobarbital 5% dalam NaCl

fisiologis

22 mg/kg (kerja lama)

11 mg/kg kerja singkat

i.v i.v Pentotal 5% dalam air suling

10-20 mg/kg (menurut

jangka waktu kerja)

i.v Morfin 5% dalam air suling 100 mg/kg s.c

Marmot

Eter Inhalasi

Kloroform Inhalasi

Uretan 10% dalam NaCl

fisiologis hangat 19 g/kg i.p Kloralose 2% dalam NaCl

fisiologis 150 mg/kg i.p

Pentobarbital 28 mg/kg

Nembutal Seperti tikus III. Alat, Bahan & Hewan Percobaan

 Bahan : Sampel obat A (untuk oral) dan B (untuk parenteral), NaCl fisiologis, aquadest

 Alat : kandang hewan, alat suntik, sonde oral

 Hewan : mencit & tikus

(7)

IV. Prosedur Percobaan

1. Menghitung konversi dosis pada hewan percobaan

A. Dosis obat A peroral pada manusia dewasa adalah 500 mg, dihitung konversi dosis untuk diberikan kepada mencit dan tikus sesuai bobot badan dan juga dihitung volume secara oral kepada mencit dan tikus dan konsentrasi larutan obat A tersedia 3 mg/mL dilaboratorium.

B. Dosis obat B intraperitonial pada manusia dewasa adalah 50 mg, dihitung konversi dosis untuk diberikan kepada mencit dan tikus sesuai bobot badan dan dihitung juga volume secara intraperitonial kepada mencit dan tikus.

2. Cara memegang Hewan Percobaan sehingga Siap untuk Diberi Sediaan Uji A. Mencit

Ujung ekor mencit diangkat dengan tangan kanan, letakkan pada suatu tempat yang permukaannya tidak licin (misal rem kawat pada penutup kandang), sehingga bila ditarik mencit akan mencengkeram lalu kulit pada tengkuk mencit dijepit dengan telunjuk dan ibu jari tangan kiri sedangkan ekornya tetap di pegang dengan tangan kanan kemudian tubuh mencit dibalikkan sehingga permukaan perut menghadap kita dan ekor di jepitkan di antara jari manis dan kelingking tangan kiri.

B. Tikus

Tikus diperlakukan sama seperti mencit dengan cara di atas, tetapi bagian pangkal ekor yang di pegang dan pada tengkuk tikus yang di pegang.

(8)

Cara memegang tikus :

Bagian ekor belakang tikus di angkat kemudian diletakkan di atas permukaan kasar lalu bagian belakang kepala di pegang dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri kemudian di selipkan ke depan dan kaki kanan dijepit di antara kedua jari tersebut.

C. Kelinci

Kelinci diperlakukan dengan halus tetapi sigap karena kadang-kadang memberontak. Menangkap kelinci dengan telinga diangkat kemudian kulit leher di pegang dengan tangan kiri lalu pantatnya diangkat dengan tangan kanan dan di didekapkan ke dekat tubuh.

D. Marmot

Bagian punggung atas marmot diangkat dengan tangan kiri lalu bagian punggung bawah di pegang dengan tangan kanan.

3. Cara Memberikan Obat Pada Hewan Percobaan A. Mencit

Oral :

Cairan obat diberikan dengan menggunakan sonde oral, sonde oral ditempelkan pada langit-langit mulut atas mencit kemudian masukkan perlahan-lahan sampai ke esophagus dan cairan obat dimasukkan.

Subkutan :

Kulit di daerah tengkuk di angkat dan di bagian bawah kulit dimasukkan obat dengan menggunakan alat suntik 1 ml.

(9)

Intra vena :

Mencit dimasukkan ke dalam kandang restriksi mencit dengan bagian ekor menjulur keluar. Bagian ekor dicelupkan ke dalam air hangat agar pembuluh vena ekor mengalami dilatasi lalu pemberian obat ke dalam pembuluh vena menjadi mudah. Pemberian obat dilakukan dengan jarum suntik no.24.

Intramuskular :

Obat disuntikkan pada paha posterior dengan jarum suntik no.24.

Intra peritoneal :

Mencit dipegang, pada penyuntikkan posisi kepala lebih rendah dari abdomen. Jarum disuntikkan dengan sudut sekitar 100 dari abdomen pada daerah yang sedikit menepi dari garis tengah, agar jarum suntik tidak terkena kandung kemih dan tidak terlalu tinggi supaya tidak terkena penyuntikkan pada hati.

B. Tikus

Pemberian secara oral, intra muscular dan intra peritoneal dilakukan dengan cara sama pada mencit. Secara sub kutan dilakukan penyuntikkan di bawah kulit tengkuk atau kulit abdomen dan pemberian secara intra vena dilakukan pada vena penis ketimbang vena ekor.

C. Kelinci Oral :

Jarang dilakukan pemberian obat secara oral pada kelinci, tetapi dilakukan dengan cara alat penahan rahang dan pipa lambung.

(10)

Subkutan :

Dilakukan dengan penyuntikkan pada sisi sebelah pinggang atau tengkuk dengan kulit pada tengkuk diangkat lalu ditusukkan jarum no.15 dengan arah anterior. Penyuntikkan dilakukan pada vena marginalis di daerah dekat ujung telinga sebelum disuntik ujung telinga dibasahi dahulu dengan alcohol atau air hangat. Pada kelinci gelap di cukur dahulu bulunya sebelum disuntik.

Intra muscular :

Pemberian intra muscular dilakukan pada otot kaki belakang.

Intraperitonial :

Posisi kelinci diatur sehingga letak kepala lebih rendah daripada perut.

Penyuntikkan di lakukan pada garis tengah di muka kandung kencing.

D. Marmot Oral :

Dilakukan dengan menggunakan sonde oral.

Intra dermal :

Bulu marmot dicukur dahulu kemudian disuntikkan obat ke dalam kulit secara perlahan-lahan.

Subkutan :

Bagian kulit dicubit lalu ditusukkan jarum suntik ke bawah kulit dengan arah paralel dengan otot dibawahnya.

Intraperitonial :

Referensi

Dokumen terkait

Cinnamic aldehyde merupakan senyawa yang terdapat dalam kayu manis di mana banyak numan dengan konsentrasi 9- juga digunakan sebagai fungisida atau Kegunaan

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wondabio (2006) dan Johnstone (2003) bahwa calon klien yang memiliki risiko audit yang rendah, memiliki peluang lebih

Pendidikan jarak jauh adalah bentuk belajar secara mandiri yang terorganisir secara sistematik dengan membutuhkan tanggung jawab pengajar yang tinggi sehingga keberhasilan

Jika nilai Ti mempunyai harga yang besar maka reaksi pengendali akan semakin cepat atau pengendali semakin sansitif, bengitu juga dengan sebaliknya.Parameter Td

Informasi tentang Rumah Tahfidz tersebut dimasukkan ke dalam sistem oleh administrator melalui CMS yang meliputi nama rumah tahfidz, nama pimpinan, alamat, kontak, program

(3) Aliran-aliran budaya besar, seperti Helenisme pada zaman dahulu ( oudheid ), Renaisans Karolingis pada awal abad pertengahan, dan pada akhir abad pertengan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada penduduk lansia di Kecamatan Koto Tangah, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut yaitu Lansia di

Permasalahan yang terjadi dalam pengendalian TB di empat wilayah tersebut adalah tatalaksana kasus tidak standar, underestimated data, temuan kasus baru masih kurang, terbatasnya