• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTUMBUHAN EMPAT ISOLAT CENDAWAN Penicillium sp. PADA TIGA MEDIA TUMBUH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERTUMBUHAN EMPAT ISOLAT CENDAWAN Penicillium sp. PADA TIGA MEDIA TUMBUH"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN EMPAT ISOLAT CENDAWAN Penicillium sp. PADA TIGA MEDIA TUMBUH

Suhardi1 dan Muslimin Sepe2*)

*Corresponding author: musliminsepe@gmail.com

1Jurusan Agroteknologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Muhammadiyah Enrekang.

Jl. Jenderal Sudirman, Galonta, Kec. Enrekang, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan 91711.

2Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Ichsan Gorontalo.

Jl. Raden Saleh No. 17. Kota Gorontalo.

Abstrak

Pengendalian hayati hama dengan pemanfaatan cendawan entomopatogen merupakan solusi tepat bagi permasalahan hama dalam bidang pertanian. Hal demikian terjadi karena selian spesifik hama target juga bersifat ramah lingkungan. Perbanyakan cendawan entomopatogen sangat berpengaruh terhadap patogenitas dari cendawan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai media pertumbuhan terhadp cendawan Penicillium sp. Metode percobaan, menggunakan Rancangan Faktorial dua faktor dalam RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan tiga perlakuan masing-masing dengan empat ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata diameter koloni yaitu pada media CA (2,09 cm), rata-rata jumlah koloni terdapat pada media PDA isolat BHJ (111,750), rata-rata jumlah spora pada media PDA isolat PHJ (186,2), dan rata-rata germination pada media GMA isolat BMM (46,43%).

Kata Kunci: Entomopatogen, media perbanyakan, Penicillium sp, germination cendawan

(2)

GROWTH OF FOUR FLOWER INSULATES Penicillium sp. IN THREE GROWING PLACES

Abstract

Biological control using entomopathogenic fungi is the right solution for pest problems in agriculture. This happens because the target of specific pests is also environmentally friendly.

The propagation of entomopathogenic fungi is very influential on the pathogenicity of these fungi. This study aims to determine the effect of various growth media on the fungus Penicillium sp. Experimental Method, using a two-factor factorial design in RAL (completely randomized design) with three treatments each with four replications. The results showed that the average colony diameter was on CA media (2.09 cm), the average number of colonies on PDA media for BHJ isolates (111,750), the average number of spores on PDA media for PHJ isolates (186.2). ) , and the average germination of BMM isolates on GMA media (46.43%).

Keywords: Entomopathogen, propagation medium, Penicillium sp, fungus germination

PENDAHULUAN

Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) secara hayati dengan bioinsektisida merupakan alternatif lain. Selain mempunyai arti strategis dalam hal perkembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang pengendalian organisme penggangu tanaman secara hayati, juga aman terhadap lingkungan maupun manusia dan ternak (Sepe et al., 2020). Penggunaan bioinsektisida berupa entomopatogen terhadap OPT merupakan telah banyak dikembangkan di Indonesia (Muslimin, 2021). Cendawan entomopatogen merupakan cendawan yang bersifat obligat atau fakultatif (Asri et al, 2020). Karena sifat heterotroph jamur entomopatogen hidup sebagai parasit pada serangga, selain itu pertumbuhan dan perkembanganya dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti kelembaban dan suhu (Permadi et al., 2019). Keberhasilan perkecambahan dipengaruhi oleh lamanya waktu berkecambah, keagresifan cendawan, tipe spora cendawan, dan kesesuaian inang (Tanada dan Kaya, 1993).

Spesies cendawan entomopatogen yang sering dimanfaatkan sebagai pengendalian hayati adalah cendawan Penicillium sp. Golongan cendawan ini berasal dari family Trichocomaceae yang menghasilkan metabolit sekunder yang bersifat toksik (Prayekti dan Sumarsono, 2019).

Senyawa toksik berupa penicillic, peptida nephrotoxin, viomellin, xantomegin X, cyclopiazonic asam, isofumigaclavine A, penitrem A, decumbin, patulin citerviridin, griseofalvin, verruculogen, ochratoxin, chrysogine, dan melegrin (Frisvad et al., 2004). Medium perbanyakan cendawan Penicillium sp. dapat dilakukan pada berbagai media padat maupun media cair.

medium kultur umum kompleks mikroorganisme PDA (Potato Dextrose Agar) medium ini sering digunakan untuk mengisolasi khamir, molds, actinomycetes dan bakteri (Koch, 1881).

Medium sebagai bahan pembawa (barrier) spora seperti agar menyediakan unsur hara yang cukup untuk pembentukan konidia cendawan entomopatogen (Widayat dan Rayati, 1993).

Medium padat berupa campuran tepung jagung dan agar merupakan media yang bisa digunakan untuk pertumbuhan Penicillium sp. Pertumbuhan Penicillium sp. pada medium tersebut cukup bagus karena kandungan nutrisi berupa karbohidrat cukup tinggi. Selain itu,

(3)

berupa vitamin. Adapun media padat yang dapat digunakan yaitu media PDA (Potato Dextrose Agar), CMA (Corn Meal Agar), CA (Correct Agar). Selama ini cendawan Penicillium sp.

kebanyakan hanya ditumbuhkan pada media PDA (Koch, 1881).

Berdasarkan uraian tersebut, maka dianggap perlu untuk melakukan penelitian untuk mengetahui media padat yang paling baik untuk pertumbuhan cendawan Penicillium sp. dari berbagai isolat Penicillium pada berbagai media tumbuh seperi PDA, CA dan CMA.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Identifikasi Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan Pengendalian Hayati, Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar dari September – Desember 2020.

a. Persiapan.

1. Penyiapan isolat cendawan Penicillium sp.

Isolat cendawan Penicillium sp. yang digunakan dalam penelitian ini yaitu terdiri dari 4 isolat yang berasal dari dua daerah yang berbeda, yakni isolat cendawan Penicillium sp. dari Kabupaten Pinrang yang terdiri dari dua isolat yaitu isolat warna hijau (PHJ) dan isolat warna merah muda (PMM). Isolat yang ditemukan di Kabupaten Bone juga terdapat dua isolat dengan warna yang sama yakni isolat warna hijau (BHJ) dan isolat warna merah muda (BMM).

2. Pembuatan Media Tumbuh

a. Pembuatan Media PDA (Potato Dextrose Agar)

Sebanyak 200 gr kentang yang telah diiris dimasak hingga airnya mendidih lalu ambil airnya. Lalu dimasukkan kedalam labu erlenmeyer yang sudah diberi agar sebanyak 15 gr, dan gula 20 gr, kemudian dipanaskan pada hotplate sambil diaduk hingga mendidih.

Angkat lalu tutup dengan aluminium foil. Masukkan ke dalam autoclav. Setelah iti, dituang ke dalam cawan petridish.

b. Pembuatan media CMA (Corn Meal Agar)

Sebanyak 40 gr tepung jagung dimasukkan ke dalam 1000 ml air pada suhu 580C (jangan lebih 600C) selam 1 jam, kemudian disaring dengan kertas saring dan ditambahkan 15 gr agar selanjutnhya disterilkan dalam autoclav selama 15 menit pada suhu 1150C.

c. Pembuatan media CA (Correct Agar)

Sebanyak 20 gr wortel yang telah diiris tipis direndam selama 1 jam dengan 1000 ml air, lalu didihkan selama 5 menit, dan disraing. Selanjutnya tambahkan 20 gr agar kemudian distrerilkan dalam auotoclav pada suhu 1210C dengan tekanan 1 atm selama 30 menit.

3. Pertumbuhan Cendawan Penicillium sp.

a. Diameter dan Jumlah Koloni

Inokulum dimasukkan ke dalam cawan petridish yang berisi media yang berbeda sebagai perlakuan yaitu masing-masing PDA, CMA, dan CA. cawan petridish ditutup lalu disimpan pada suhu ruangan. Masing-masing media perlakuan diulang sebanyak empat kali. Pengamatan dilakukan setiap 24 jam dengan menghitung rata-rata pertumbuhannya berdasarkan jumlah dan diameter koloni yang terbentuk sampai periode 15 hari.

(4)

Pertumbuhan koloni dihitung dengan menarik garis diagonal pada titik awal tumbuh koloni yang ditanam sampai pada ujung hifa yang terbentuk. Pada hari ke-15 masing- masing cawan petridish pada empat ulangan yang berisi koloni cendawan dari semua jenis media yang diuji diamsukkan kedalam cawan petridish yang telah diberi air steril sebanyak 10 ml, dikocok sampai seluruh cendawan yang menempel di media terlepas, kemudian dihitung jumlah rata-rata konidia per ml dengan menggunakan Haemositometer di bawah mikroskop. Jumlah konidia dihitung dengan rumus:

S =% & '.)*! # $ X 106 Keterangan:

t = Rata- rata jumlah konidia pada kotak yang diamati d = Tingat pengenceran

N = Jumlah kotak hitung haemositometer 0,25 = Volume suspensi dalam haemositometer 106 = Konstanta

b. Perkecambahan Konidia

Perkecamabahan konidia dilakukan dengan menyiapkan 3 buah gelas preparat yang masing-masing ditempatkan pada tutup cawan petridish yang dilapisi kertas saring steril yang lembab. Gelas preparat kemudian ditetesi agar cair dengan pipet, setelah membeku koloni Penicillium sp. pada cawan petridish dari berbagai media ditempatkan terbalik di atas tutup cawan petridish tersebut. Setelah 24 jam gelas preparat tersebut diamati di bawah mikroskop.

Hal tersebut diamati mulai hari ke-10 perkecambahan. Perhitungan jumlah konidia yang berkecambah dengan rumus:

𝐺 = +,-+ x 100%

Keterangan :

G = Germinasi (% kecambah) a = jumlah konidia berkecambah b = jumlah konidia tidak berkecambah

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil

1.1 Diameter Koloni

Hasil pengamatan rata-rata diameter koloni cendawan Penicillium sp. dapat dilihat pada Tabel 1. Analisi sidik ragam menunjukkan bahwa isolat cendawan Penicillium sp. berpengaruh sangat nyata terhadap diameter cendawan Penicillium sp.

(5)

Tabel 1. Rata-rata Diameter Koloni Cendawan Penicillium sp. (cm).

Media Isolat Rata-rata (cm)

PHJ PMM BHJ BMM

PDA 1,81 2,48 1,18 1,78 1,81

CMA 1,97 2,23 1,18 2,65 2,01

CA 1,44 2,57 1,82 2,51 2,09

Rata-rata 1,74ab 2,43a 1,39b 2,32ab NP BNT0,01 1,01

Ket : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata PHJ : Isolat cendawan Penicillium sp. dari daerah Pinrang berwarna hijau PMM : Isolat cendawan Penicillium sp. dari daerah Pinrang berwarna merah muda BHJ : Isolat cendawan Penicillium sp. dari daerah Bone berwarna hijau

BMM : Isolat cendawan Penicillium sp. dari daerah Bone berwarna merah muda

Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata diameter koloni cendawan Penicillium sp. pada ketiga perlakuan jenis media, yakni pada media PDA memiliki rata-rata diameter lebih rendah sekitar 1,81 cm. Sedangkan untuk media CMA memiliki rata-rata diameter yang tidak berbeda jauh yaitu 2,01 cm, dan untuk media CA menunjukan nilai rata-rata diameter tertinggi yaitu 2,09 cm. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa isolat PMM dengan nilai rata-rata diameter 2,43 cm dan isolat BHJ dengan nilai rata-rata diameter 1.39 berbeda sangat nyata pada uji BNT taraf 0,01.

1. 2 Jumlah Koloni

Hasil pengamatan rata-rata jumlah koloni cendawan Penicillium sp. dapat dilihat pada Tabel 2. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tumbuh, isolat cendawan Penicillium sp.

dan interaksi media dengan isolat berpengaruh nyata hingga sangat nyata terhadap jumlah koloni Penicillium sp.

Tabel 2. Rata-rata Jumlah koloni cendawan Penicillium sp.

Media Isolat NP BNT0,01

PHJ PMM BHJ BMM

PDA 55,250c 9,500e 111,750a 76,750b

CMA 24,875d 3,875e 8,500e 34,125d 14,85

CA 55,250c 1,875e 5,625e 4,750e

Ket : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata

Jumlah koloni penicillium sp. pada masing-masing media PDA, CMA maupun CA terlihat berbeda. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa isolat PMM tidak berbeda nyata dengan media tumbuh yang digunakan. Isolat PHJ, BHJ dan BMM menunjukkan bahwa ketiga jenis media berpengaruh nyata hingga sangat nyata terhadap jumlah koloni Penicillium sp. pada uji BNT taraf 0,01 yakni 14,85. Rata-rata jumlah koloni Penicillium sp. tertinggi pada media PDA isolat BHJ yaitu rata-rata 117,50 dan terendah pada media CA isolat BMM yaitu 4,750.

(6)

1.3 Jumlah Spora

Rata-rata jumlah spora cendawan Penicillium sp. dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa media tumbuh (PDA, CMA dan CA) berpengaruh nyata hingga sangat nyata terhadap jumlah spora Penicillium sp.

Tabel 3. Rata-rata Jumlah Spora Cendawan Penicillium sp. (Spora/ml)

Media Jumlah spora ( X 10 6 Spora/ml) pada Isolat NP BNT0,05

PHJ PMM BHJ BMM

PDA 186.2a 107.2b 171.2a 126b

CMA 110b 41.2cd 110b 50.275c 32693089

CA 49.2cd 18.4d 39.2cd 53.2c

Ket : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata

Pada Table 3 terlihat bahwa rata-rata jumlah spora Penicillium sp. pada setiap media baik media PDA, CMA maupun CA memiliki rata-rata yang berbeda tiap isolat. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada media PDA, isolat yang berwarna hijau (PHJ dan BHJ) berbeda nyata antara isolat yang berwarnah merah muda (PMM dan BMM). Begitupun dengan media CMA dan CA memperlihatkan bahwa isolat yang berwarna hijau (PHJ dan BHJ) berbeda nyata antara isolat yang berwarnah merah muda (PMM dan BMM) pada uji BNT taraf 0,05 yaitu 32,69 . Rata-rata jumlah spora Penicillium sp. tertinggi pada media PDA isolat PHJ yaitu 186,2 x 106 spora/ml dibandingkan penggunaan media CA terdapat jumlah spora yang terendah yaitu 18,4 x 106 yang didapat dari isolat PMM.

1.4 Germinasi (% Kecambah)

Rata-rata germinasi cendawan Penicillium sp. dapat dilihat pada Tabel 4. Sidik ragam menunjukkan bahwa media tumbuh dan isolat cendawan Penicillium sp. berpengaruh nyata hingga sangat nyata terhadap germinasi (% kecambah) cendawan Penicillium sp.

Tabel 4. Germinasi (%) Cendawan Penicillium sp.

Media Isolat BNT0,01

PHJ PMM BHJ BMM

PDA 41,57a 37,33a 40,53a 41,27a

CMA 46,23a 33,43b 32,52b 46,43a 8,55

CA 29,00b 36,37b 46,11a 28,70b NP BNT0,01 8,55

Ket : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata

Pada table 4 terlihat bahwa germinasi (% kecambah) Penicillium sp. berbeda-beda pada tiap isolat dari media tumbuh yang digunakan (PDA, CMA dan CA). Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada media PDA tidak ada perbedaan yang nyata antara semua isolat baik dari isolat Pinrang (PHJ dan PMM), maupun isolat dari Bone (BHJ dan BMM). Sedangkan pada media CMA dan CA berdasarkan hasil uji BNT taraf 0,01 menunjukkan ada perbedaan yang nyata antara isolat yang digunakan seperti pada media CMA, isolat PHJ berbeda nyata dengan

(7)

(%kecambah) cendawan Penicillium sp. lebih bagus jika dibandingkan dengan media tumbuh CMA dan CA yang digunakan.

2. Pembahasan

2.1 Laju Pertumbuhan Koloni

Rata-rata diameter koloni cendawan Penicillium sp. tiap isolat pada tiga jenis media tumbuh berbeda-beda pada umur 1 sampai 15 hari masa inkubasi. Walaupun pertumbuhan diameternya tinggi, tetapi koloninya lebih tipis sehingga agak sulit diamati dan dipanen, begitupun dengan media CMA isolat cendawan Penicillium sp. (isolat PHJ, PMM, BHJ dan BMM) walaupun rata- rata pertumbuhan koloninya lebih tinggi dari media PDA koloninya juga terlihat tipis tetapi agak tebal jika dibandingkan dengan media CA. Sedangkan pada media PDA isolat cendawan Penicillium sp. (isolat PHJ, PMM, BHJ dan BMM) diameter koloni cendawan Penicillium sp , terlihat lebih rendah dengan rerata 1,81 cm tetapi koloninya lebih tebal dan mudah diamati.

Media PDA jumlah koloninya lebih banyak dibanding dengan media lain. Dalam waktu 3 hari, Jumlah konodia sudah mencapai rata-rata 117,750 pada isolat BHJ. Terdapatnya perbedaan pertumbuhan koloni baik dari diameter koloni maupun jumlah koloni dari masing-masing isolat cenadawan Penicillium sp. dengan menggunakan media tumbuh yang berbeda (PDA, CMA dan CA) ini mungkin disebabkan oleh kebutuhan nutrisi yang tidak sama yang dihasilkan dari media tumbuh yang digunakan, selain itu dipengaruhi oleh masing-masing isolat itu sendiri. Setiap media tumbuh memiliki nutrisi yang berbeda yang dibutuhkan oleh cendawan. Seperti pada media PDA jika dilihat dari nutrisi yang dikandungnya memiliki nutrisi bervariasi yang merupakan sumber karbohidrat, dextrose (gugusan gula) dan agar yang diperlukan cendawan dalam pertumbuhannya. Hal ini sesuai dengan pendapat (Winda, 2009), sari kentang merupakan sumber karbohidrat, dextrose (gugusan gula, baik itu monosakarida atau polysakarida) sebagai tambahan nutrisi bagi biakan, sedangkan agar merupakan bahan media/tempat tumbuh bagi biakan yang baik, karena mengandung cukup air. Selain itu cendawan membutuhkan pH, kandungan air dalam media, suhu optimal, cahaya, aerasi, dan periode inkubasi untuk pertumbuhan dan pembentukan konidia (Johnpulle 1997, Barlett dan Jaronski 1998, Kleespies dan Zimmermann 1992). Suhu optimal setiap cendawan bervariasi tidak saja antar spesies, tetapi juga antar isolate (Yeo et al., 2003, Thomas dan Jenkins 1997).

2.2 Kerapatan Konidia (Jumlah Spora)

Secara umum media PDA menghasilkan kerapatan konidia tertinggi pada semua isolat cendawan Penicillium sp. jika dibandingkan dengan media CMA dan CA. Hal ini terlihat dengan tingginya jumlah kerapatan konidia (jumlah spora) yang dihasilkan oleh media PDA pada setiap isolat seperti pada isolat PHJ mencapai 186,2 x 106 spora/mldan media CA memiliki jumlah spora paling rendah dari ketiga media yang digunakan, yaitu 18,4 x 106 pada isolat PMM. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya faktor-faktor perbedaan nutrisi dan kadar oksigen dalam ruang tumbuh.

Penggunaan media PDA sebagai media perbanyak cendawan Penicillium sp. perlu dipertimbangkan mengingat kandungan nutrisinya yang sangat bervariasi. Selain itu dari ketiga media (PDA, CMA dan CA) yang digunakan terlihat bahwa partikel pada media PDA permukaanya lebih luas jika dibandingkan dengan media CMA dan CA yang memiliki partikel agak tipis. Hal ini sesuia dengan pendapat Maheva et al. (1984) bahwa untuk menghasilkan konidia dalam jumlah maksimal diperlukan media dengan partikel yang permukaanya lebih

(8)

luas. Bahan media yang cenderung menggumpal memiliki luas permukaan yang sempit, sehingga produksi konidia juga sedikit. Media yang ideal adalah media yang tidak hanya mempunya partikel dengan permukaan luas, tetapi juga yang dapat mempertahankan keutuhan partikel selama proses produksi konidia cendawan entomopatogen.

Perbedaan kandungan nutrisi sangat mempengaruhi produksi konidia, oleh karena itu, pemilihan bahan media substrat untuk perbanyakan cendawan entomopatogen (Penicillium sp.) harus dilakukan secara tepat, terutama memilih bahan yang memiliki kemampuan memproduksi konidia secara konsisten. Cendawan entomopatogen membutuhkan media dengan kandungan gula yang tinggi di samping protein. Media dengan kadar gula yang tinggi akan meningkatkan virulensi cendawan entomopatogen (Prayogo, 2006).

2.3 Daya Kecambah Konidia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa media PDA dan CMA memiliki daya kecambah tergolong tinggi jika dibandingkan dngan media CA yang memiliki daya kecambah tergolong rendah pada isolat BMM. Perbedaan kandungan tiap nutrisi yang terkandung di tiap media tumbuh PDA, CMA, dan CA berpengaruh terhadap daya kecambah. Penicillium sp.

membutuhkan media dengan kandungan gula yang tinggi di samping protein. Media dengan kadar gula yang tinggi dapat meningkatkan virulensi cendawan entomopatogen seperti Penicillium sp. (Kuecera 1971). Semakin tinggi daya kecambah suatu cendawan entomopatogen maka tingkat virulensinya juga tinngi dalam pengendalian hama. Menurut Altre et al. (1999) virulensi cendawan entomopatogen berkaitan dengan ukuran konidia, kecepatan perkecambahan konidia, dan produksi enzim yang berfungsi sebagai pendegrasi kutikula inang.

Media Jagung memiliki kandungan lemak yang tinggi jika dibandingkan dengan media wortel, hal ini diduga berpengaruh terhadap peningkatan jumlah konidia dan perkecambahan pada media jagung. Hasil penelitian Prayogo (2006) melaporkan bahwa konsentrasi dan jenis minyak berpengaruh terhadap jumlah konidia yang terbentuk lebih banyak pada minyak nabati jika dibandingkan dengan media yang tidak mengandung minyak. Penambahan minyak nabati ke dalam media tumbuh meningkatkan daya kecambah konidia. Selain nutrisi media yang digunakan yang menyebabkan adanya perbedaan daya kecambah tiap isolat dari ketiga media tumbuh yang berbeda faktor lingkungan juga sangat berpengaruh seperti suhu, kelembaban, cahaya dan isolat itu sendiri, hal ini sesuai dengan pendapat Thomas dan Jenkins (1997) menyatakan bahwa, suhu optimal setiap cendawan bervariasi tidak saja antarspesies, tetapi juga antarisolat. Suhu optimal untuk perkecambahan konidia adalah 25-300C, dengan suhu minimum 100C dan maksimum 320C, sedangkan pH optimal untuk pertumbuhan adalah 5,7-5,9. Tetapi idealnya Ph 7-8 (Goral dan Lappa 1972).

KESIMPULAN

Media PDA merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan cendawan Penicillium sp. jika dibandingkan dengan media CMA dan CA. Diantara jenis isolat yang digunakan, Isolat PHJ (Pinrang Hijau) yang paling baik pada pertumbuhan cendawan Penicillium sp. pada media tumbuh yang digunakan baik media PDA, CMA dan CA. Pertumbuhan cendawan Penicillium sp. dipengaruhi oleh nutrisi yang dikandung dalam media tumbuh yang digunakan serta dipengaruhi oleh masing-masing isolat itu sendiri.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Altre JA, Vandenberg JD, Cantone FA. 1999. Pathogenicity of Paecilomyces fumosoroseus isolate to Diamondback Moth, Plutella xylostella: Correlation with Spora Size, Germination Speed, and Attachment to Cuticle. J. Invertebr. Pathol. 73 (3): 332-338.

Arsi, Pujiastuti Y, Kusuma S.S.H, Gunawan B. 2020. Exploration, isolation and identification of entomopathogenic fungi infecting pest insects. Jurnal Proteksi Tanaman Tropis. (2020) 1(2): 70-76.

Barlet, M.C. and S.T Jaronski. 1988. Mass Production of Entomogenous Fungi for Biological Control of Insects. In Burge, M.N. (Ed) Fungi in Biological Control Systems. Manchester, UK, Manchester University Press. Pp. 61-85.

Frisvad, J.C., Smedsgaard, J., Larsen, T.O., dan Samson, R.A. 2004. Mycotoxins, drugs and other extrolites produced by species in Penicillium subgenus Penicillium. Studies In Mycology. 49: 201-241.

Goral, W.M. and N.V. Lappa. 1972. The Effect of Medium Ph on Growth and Virulence of Beauveria bassiana (Bals.) Vuil. Milkrobial Zh(4):454-457.

Kleepies, R.G. and G. Zimmermann 1992. Production of Blastospores by Three Strains of Metarhizium anisopliae (Metch.) Sorok in Submerged Culture . Biocontrol Sci. and Technol.

2: 127-135.

Koch R. 1881. Zur Untersuchung von Pathogenen Organismen, Mitthdungen uus dem Kaiserlichen Gesundbeitsamte. 1(1):1-48.

Kuecera, M. 1971. Toxin of the Entomophatogen Fungus Beauveria bassiana. Effect of Nitrogen Sources on Formation on the Toxic: Protease in Submerged Culture. J. Invertebr.

Pathol, (17): 211-215

Maheva, E., G. Djelveh, C. Larroche, and J.B. Gross. 1984. Sporulation of Penicillium roqueforti in Solid Substrate Fermentation. Biotechnol. Letters, 6:97-102.

Muslimin S. 2021. Study of “mode of action” Beauveria bassiana (bals.) vuill. (Deuteromycota:

Hypomycetes) against Tribolium castaneum herbst (Coleoptera: Tenebrionidae). [Disertasi].

Pascasarjana Univesitas Hasanuddin. Makassar.

Permadi MA, Lubis RA, SariD. 2018. Eksplorasi cendawan entomopatogen dari berbagai rizosfer tanaman Hortikultura di beberapa wilayahKabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara. Jurnal AGRITECH XX(1): 23-32.

Prayekti E dan Sumarsono T. 2019. Count and morphology analysis of Penicillium spp in tofu waste media. Jurnal SainHealth. Vol.3 No. 2 Edisi September 2019.

Prayogo, Y. dan W. Tengkono., 2006. Pengaruh Media Tumbuh Terhadap Daya Kecambah, Sporulasi dan virulensi metarhizium anisplie (Metchnikoff) Sorokin Isolat kandalprayak pada larva Spodoptera litura. SAINTEKS. Jurnal Ilmia Ilmu-Ilmu Pertanian .(9)4:233-242.

Sepe M., Daud I.D., Gassa A, Firdaus. 2020. Infectivity of Beauveria bassiana (Balsamo) against Tribolium castaneum (Coleoptera: Tenebrionidae). Journal of Applied Research in Plant Sciences (JOARPS) 1 (2), 53-58.

Tanada, Y, and H.K. Kaya, 2003. Insect Pathogens. Academic Press Inc. Harcourt Brace Jovanovich, Publ. San Diego, New York, London, Tokyo.

Thomas, M.B. and N. E. Jenkins. 1997. Effects of Temperature on Growth of MetarhiziuM flavoviridae and Virulence to the Variegated Grasshopper Zonocerus variegates. Mycol. Res.

101: 1469-1474.

Widayat, W. dan D.J. Rayati. 1993a. Hasil Penelitian Jamur Entomopatogen Lokal dan Prospek Penggunaannya sebagai Insektisida Hayati. hlm. 61−74 Dalam E. Martono, E. Mahrub, N.S.

Putra, dan Y. Trisetyawati (Ed.). Simposium Patologi Serangga I. Yogyakarta, 12−13 Oktober 1993. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Yeo H., J.K. Pell, P.G. Alderson, S. J Clark, and B. J. Pye. 2003. Laboratory Evaluation of Temperature Effects on the Germination and Growth of Entomopathogenic Fungi and on Their Pathogenicity to Two Aphid Species. J. Pest Management Sci. 59 (2): 156-165

Gambar

Tabel 1. Rata-rata Diameter Koloni Cendawan Penicillium sp. (cm).
Tabel 3. Rata-rata Jumlah Spora Cendawan  Penicillium sp. (Spora/ml)

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dapat diartikan bahwa sebagian besar responden memilih setuju bahwa krim pemutih Ponds mencerminkan merek yang baik, responden membeli krim pemutih Ponds

Tabel di atas menunjukkan bahwa jawaban setuju dengan tingkat frekuensi 66,7%, mengindikasikan bahwa hubungan antara kepala Rumah Sakit dengan pegawai berjalan

6 kemampuan guru merencanakan Layanan, (2) kemampuan guru melaksanakan Layanan dan kegiatan peserta didik dalam kelompok. Setelah selesai melaksanakan kegiatan pada siklus

Dari data, terlihat bahwa kecenderungan adsorpsi kitosan terhadap ion Cr(III) dapat ditentukan dari linearitas yang ada, dimana grafik linearitas yang baik adalah

ngemukakan pendapatnya tentang dampak pensiun sebagai berikut : a. Dampak terhadap individu. Pekerjaan bagi seseorang tentunya memberikan perasaan identitas pribadi, tempat

Berdasarkan hasil penelitian dengan judul hubungan antara jarak sumur gali dari tempat pembuangan limbah cair tapioka de- ngan kadar sianida air sumur gali dapat

Dari hasil jawaban tertulis yang ditunjukkan pada gambar 4.26 dan gambar 4.27 sudah melakukan cara yang benar sehingga jawaban tertulis dan hasil wawancara subjek

Melihat keadaan tersebut, maka peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif, agar proses pembelajaran yang berlangsung di kelas akan memaksimalkan peserta didik