• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DAMPAKNYA PADA PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN BOYOLALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DAMPAKNYA PADA PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN BOYOLALI"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

1

KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DAMPAKNYA PADA PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN BOYOLALI

Gloriana Dwi Karananingtyas

Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana

232014317@student.uksw.edu

PENDAHULUAN

Berlakunya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang menghendaki penyelenggaraan tiap pemerintahan daerah dapat mengatur sendiri urusan pemerintahan daerah sesuai dengan asas otonomi daerah yang sudah berlaku sejak 1 Januari 2001 memiliki tujuan untuk meningkatkan kemandirian daerah dan terwujudnya kesejahteraan masyarakat (Asteria, 2015). Dalam pelaksanaan otonomi daerah, setiap daerah bisa menggelola pemerintahannya sendiri dengan peningkatan pendapatan daerah bagi pembangunan daerah. Namun pembangunan daerah yang kurang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah, membuat pemanfaatan sumber daya yang ada akan menjadi kurang optimal sehingga mengakibatkan lambatnya proses pertumbuhan ekonomi daerah (Badri, 2015).

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tolak ukur dalam keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah dari berbagai macam sektor ekonomi. Pertumbuhan ekonomi daerah biasanya ditunjukan dengan produksi barang dan jasa yang diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) (Mutiara, 2015). Suatu daerah dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila pendapatan daerahnya terus meningkat.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa salah satu sumber pendapatan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber terbesar bagi pendapatan daerah juga memiliki peran dalam keberhasilan dalam menjalankan otonomi daerah. Semakin tinggi PAD maka tingkat ketergantungan fiskal daerah kepada pusat semakin berkurang (Azis, 2016). Selain itu, PAD yang dikelola dengan baik mampu membantu pembangunan daerah dan dari pembangunan daerah, pemerintah daerah bisa menyejahterakan rakyatnya.

(2)

2

Selain pajak daerah, komponen PAD lainnya yaitu retribusi daerah juga memiliki peran dalam pembangunan daerah. Apabila pajak daerah serta retribusi daerah suatu daerah tinggi atau sesuai target, maka hal ini menunjukkan kinerja keuangan yang bagus dari daerah tersebut (Alfarisi, 2015). Peningkatan pajak daerah dan retribusi daerah sebagai sumber PAD selain dapat membantu mengurangi ketergantungan pemerintahan daerah kepada pemerintah daerah juga sebagai pelaksanaan dari otonomi daerah (Suhono & Sulastri, 2017).

Kemampuan daerah untuk menggali, mengelola, dan menggunakan sumber-sumber penerimaan daerah diharapkan dapat membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah (Mafaza, Mayowan, & Sasetiadi, 2016). Dengan demikian, setiap daerah berupaya meningkatkan penerimaan pajak daerah juga retribusi daerah untuk membantu menambah PAD sehingga mampu membiayai kebutuhan daerah dalam meningkatkan pembangunan daerah. Upaya peningkatan PAD tidak terlepas dari peranan masing-masing komponen PAD yang ada seperti penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah yang merupakan komponen penerimaan daerah bagi PAD. Pemerintah daerah perlu untuk lebih meningkatkan secara maksimal potensi pada pajak daerah juga retribusi daerah.

Penelitian terkait dengan pajak daerah dan retribusi daerah serta dampaknya pada pertumbuhan ekonomi pernah dilakukan oleh Hali (2016) di Kota Kendari dari pada tahun 2007-2014 kemudian penelitian yang sama juga dilakukan oleh Mutiara (2015) di kabupaten/

kota Provinsi Jawa Tengah dan Putri (2015) di Provinsi Kalimantan Timur. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya tersebut ialah selain objek penelitian dan periode waktu data yang digunakan, perbedaan dari penelitian sebelumnya juga ada pada metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Boyolali dengan menggunakan data selama delapan tahun dari tahun 2009 sampai tahun 2016 supaya dapat memberikan informasi yang lebih relevan.

Menurut Prasetyo dan Firdaus (2009), menyatakan bahwa hasil pembangunan daerah dapat dilihat melalui pertumbuhan ekonomi sebagai indikatornya. Kemudian menurut Wong (2004), pembangunan daerah berupa pembangunan infrastruktur termasuk perindustrian memiliki dampak terhadap pajak daerah yang meningkat, oleh sebab itu peneliti tertarik melakukan penelitian di Kabupaten Boyolali yang telah melakukan pembangunan infrastruktur berupa pembangunan kompleks perkantoran terpadu sebagai pusat pemerintahan dan pelayanan publik, kemudian pembangunan ruang publik berupa taman, simpang lima,

(3)

3

gelanggang seni dan olahraga hingga convention hal, serta perbaikan infrastuktur jalan dan jembatan (Hapsari, 2017).

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian tentang kontribusi komponen pajak daerah dan retribusi daerah pada PAD serta mengetahui pengaruhnya pada pertumbuhan ekonomi Kabupaten Boyolali, menggunakan analisis dengan Tipologi Klassen yang sudah dikombinasikan dengan matriks Boston Consulting Group (BCG) untuk mengklasifikasian komponen pajak daerah dan retribusi daerah mana yang memiliki potensi paling besar pada PAD Kabupaten Boyolali setelah mengetahui kontribusinya terhadap PAD.

Penelitian ini mengangkat uraian tersebut sebagai tugas akhir dengan judul “Kontribusi Komponen Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dampaknya pada Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Boyolali”.

Penelitian ini memiliki rumusan masalah yaitu bagaimana kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap PAD dan apa saja komponen pajak daerah yang retribusi yang memiliki kualifikasi potensial terhadap PAD, kemudian bagaimana dampak pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Boyolali. Hasil dari penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui kontribusi komponen pajak daerah dan komponen retribusi daerah terhadap PAD Kabupaten Boyolali dan mengetahui komponen pajak daerah dan retribusi daerah yang potensial terhadap PAD, kemudian untuk mengetahui dampaknya pada pertumbuhan ekonomi Kabupaten Boyolali.

Dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali dengan informasi yang dapat menjadi acuan dalam pembuatan kebijakan di masa yang akan datang dalam hal pengelolaan pajak daerah dan retribusi daerah. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pajak daerah, retribusi daerah, PAD atau pertumbuhan ekonomi daerah bagi penelitian selanjutnya.

TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN PENELITIAN SEBELUMNYA Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan ekonomi yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sukirno, 2015). Pertumbuhan ekonomi (economic growth) berarti terjadinya perkembangan ekonomi secara fiskal yang terjadi di suatu negara seperti pertambahan jumlah

(4)

4

dan produksi barang industri, perkembangan infrastruktur dan pertambahan produksi hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang berlangsung dalam satu periode tertentu, misalnya satu tahun (Dumairy, 2000).

Pertumbuhan ekonomi meningkat apabila kegiatan ekonomi dari tiap periode mengalami peningkatan, jumlah produktivitas barang/jasa yang dihasilkan bertambah banyak dari tahun ke tahun. Pertumbuhan ekonomi juga dapat dikatakan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi suatu daerah meningkat beriringan dengan kemakmuran masyarakat yang juga meningkat (Setyawati, 2007). Tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditunjukkan dengan data Produk Domestik Bruto (PDRB) sebagai indikator secara makro (Setiyaningrum, Hakim, &

Mindarti, 2014), selaras dengan penjelasan Putri (2015), yang menjelaskan data yang menjadi ukuran pertumbuhan ekonomi di tingkat nasional ialah Gross Domestic Product (GDP), sedangkan pada tingkat regional alat ukur yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi regional dilihat dari kenaikan Produk Domestik Bruto (PDRB).

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai tambah bruto seluruh barang dan jasa yang tercipta atau dihasilkan di wilayah domestik suatu negara yang timbul akibat berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu periode tertentu (BPS Kabupaten Boyolali, 2015). PDRB dapat menggambarkan tingkat perkembangan perekonomian suatu daerah dengan menunjukkan pertumbuhan output agregat dari pendapatan daerah riil (Sukirno, 2015). BPS Kabupaten Boyolali (2015) menyebutkan bahwa penyusunan PDRB dapat dilakukan melalui 3 (tiga) pendekatan yaitu pendekatan produksi, pengeluaran, dan pendapatan yang disajikan atas dasar harga konstan (riil) dan harga berlaku.

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menyatakan bahwa pendapatan asli daerah (PAD) merupakan salah satu sumber pendapatan daerah dengan sistem dipungut yang dilakukan oleh kepala daerah selaku pihak yang diberi kewenangan. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, menyatakan PAD bersumber dari a. Pajak daerah; b. Retribusi daerah; c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan d.

Lain-lain PAD yang sah.

Peningkatan PAD harus dilakukan pemerintah daerah supaya mampu mencukupi kebutuhan daerah, sehingga ketergantungan pemerintah daerah kepada pusat semakin

(5)

5

berkurang dan pada akhirnya daerah mampu mandiri (Azis, 2016), selaras dengan pernyataan Kusumawati dan Wikusiana (2018) bahwa PAD merupakan hasil usaha pemerintah daerah untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan daerah itu sendiri sebagai fungsi kemandirian dengan meningkatkan komponen sumber PAD yang menjadi potensi di daerah.

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Pajak daerah menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, adalah kontribusi yang bersifat wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pajak daerah sebagai salah satu sumber utama dan penting PAD ini akan sangat berpengaruh pada kinerja keuangan pemerintah daerah, apabila pendapatan pajak daerah suatu daerah tinggi atau sesuai target yang ditetapkan akan menunjukkan kinerja keuangan yang baik dari daerah tersebut (Alfarisi, 2015).

Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah yang merupakan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak yang juga merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, menyebutkan pajak kabupaten/kota yang dipungut kepala daerah berdasarkan penetapan terdiri atas: a. Pajak reklame; b. Pajak air tanah; c. PBB-P2. Sedangkan jenis pajak kabupaten/kota yang dibayar sendiri berdasarkan penghitungan oleh Wajib Pajak terdiri atas: a. Pajak hotel; b. Pajak restoran; c. Pajak hiburan;

d. Pajak penerangan jalan; e. Pajak mineral bukan logam dan batuan; f. Pajak parkir; g. Pajak sarang burung walet; dan h. BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan). Masing- masing pajak daerah tersebut memiliki beberapa macam komponen dibawahnya.

Sedangkan retribusi daerah menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Jenis pos retribusi daerah dapat dikelompokkan menjadi (1) Retribusi Jasa Umum, (2) Retribusi Jasa usaha, dan (3) Retribusi Perizinan. Retribusi daerah pada umumnya merupakan sumber pendapatan

(6)

6

penyumbang PAD kedua setelah pajak daerah, hal ini menjadi salah satu indikator dalam mengetahui serta mengevaluasi kinerja keuangan dari pemerintah daerah.

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyatakan bahwa pajak daerah merupakan kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang.

Penelitian tentang kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah sudah pernah dilakukan oleh Lasari (2016) di Kabupaten Karangasem tahun 2011-2015, dalam penelitian tersebut ditemukan pajak daerah berkontribusi secara signifikan terhadap PAD dengan rata-rata persentase 60% sedangkan retribusi daerah kontribusinya sangat rendah terhadap PAD dengan rata-rata persentase 0,26%. Penelitian Malfaza (2016) pada penelitiannya di Kabupaten Pacitan menunjukan kontribusi pajak daerah dan retribusi yang dimiliki daerah terus mengalami peningkatan dari tahun 2011-2014 di Kabupaten Pacitan, hal ini menunjukan bahwa pemerintah daerah melakukan perbaikan terhadap pemungutan pajak daerah maupun retribusi daerah.

Hubungan Kontribusi dan Pertumbuhan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap PAD dan Pertumbuhan Ekonomi (PDRB)

Pajak daerah merupakan kontribusi wajib kepada daerah sedangkan retribusi daerah merupakan balas jasa kepada pemerintah daerah yang diperoleh dengan sistem dipungut (Asteria, 2015). Dalam penelitian Kusuma dan Wirawati (2013) dalam penelitiannya yang menggunakan hasil uji t menemukan bahwa pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh signifikan terhadap PAD, kemudian pajak daerah lebih dominan kontribusinya dibandingkan retribusi daerah terhadap PAD. Pertambahan penerimaan pajak dan retribusi daerah akan berdampak pada pendapatan daerah yang meningkat pula, dan pada akhirnya aktivitas ekonomi akan meningkat serta pertumbuhan ekonomi bertambah, seperti ditemukan pada penelitian Daisy, et al. (2016). Pada penelitian tersebut, pajak daerah berpengaruh sebesar 2,7382 terhadap pertumbuhan ekonomi dan retribusi daerah berpengaruh sebesar 0,7122 terhadap pertumbuhan ekonomi, dan juga ditemukan pajak daerah dan retribusi daerah signifikan pada alokasi belanja modal namun pengaruh belanja modal sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Pengelolaan pajak daerah dan retribusi daerah yang baik dapat berpengaruh signifikan terhadap PDRB. Pajak daerah dalam penelitian Mutiara (2015) dapat digunakan pemerintah daerah untuk membangun fasilitas publik yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk

(7)

7

menunjang kegiatan ekonomi yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Seperti halnya pajak daerah, apabila retribusi daerah suatu daerah meningkat, maka hal ini bisa meningkatkan output berupa barang dan jasa yang dihasilkan suatu daerah (PDRB), karena retribusi daerah digunakan untuk menghasilkan besaran output dari barang dan jasa (Mutiara, 2015). Pertumbuhan pajak daerah dan retribusi daerah bisa berhubungan positif namun juga bisa ditemukan negatif seperti yang ditemukan di Kabupaten Karangasem dari tahun 2011- 2015 pajak daerah dan retribusi daerah cenderung mengalami kenaikan bersamaan dengan pertumbuhan jumlah PAD-nya, namun persentase kontribusi yang dihasilkan pajak daerah terhadap PAD mengalami fluktuasi sedangkan kontribusi yang dihasilkan retribusi daerah terhadap PAD mengalami kenaikan persentase dari 0,06% hingga 0,59% selama 5 tahun (Lasari, 2016).

Peneliitan Mafaza (2016) menemukan pertumbuhan pajak daerah dan retribusi daerah yang mengalami kenaikan beringan juga dengan pertumbuhan PAD juga dialami Kabupaten Pacitan selama tahun 2011-2014. Persentase kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap PAD pada Kabupaten Karangasem mengalami kenaikan persentase. Dari dua penelitian sebelumnya tersebut, peneliti menemukan persentase kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap PAD belum tentu mengalami kenaikan walaupun pertumbuhan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap PAD mengalami kenaikan. Peran Peningkatan PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi PAD merupakan hasil usaha pemerintah daerah untuk membiayai penyelenggaraan perekonomian daerah (Kusumawati & Wikusuana, 2018) dengan meningkatkan komponen sumber PAD yang menjadi potensi di daerah supaya fungsi kemandirian suatu daerah dapat terlaksana dan bisa membiayai seluruh kegiatan daerah, seperti yang dinyatakan oleh Ulfi dan Endrawati (2010) bahwa peningkatan PAD harus memiliki pengaruh pada perekonomian daerah.

Menurut Mankiw (2012), hubungan antara PAD dengan PDRB merupakan hubungan secara fungsional, karena PDRB merupakan fungsi dari PAD, ketika PDRB meningkat maka penerimaan pemerintah daerah meningkat kemudian dapat membiayai program-program pembangungan yang selanjutnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Selain itu, Adi (2006) pada penelitiannya menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi daerah mempunyai dampak yang signifikan terhadap peningkatan PAD. Kenaikan PAD seharusnya sensitif terhadap kenaikan PDRB, dengan kata lain ketika daerah memiliki pertumbuhan PAD maka pada saat itu juga jumlah PDRB ikut meningkat (Adi, 2006). Menurut Adi (2006), ketika

(8)

8

pemerintah daerah terlalu agresif dalam meningkatkan penerimaan daerahnya dan menyebabkan hubungan negatif antara PAD dengan pertumbuhan ekonomi.

Potensi komponen pajak daerah dan retribusi daerah yang merupakan sumber PAD dapat diketahui melalui pengelompokan dengan menggunakan Tipologi Klassen yang dikombinasikan dengan Matriks Boston Consulting Group (BCG). Matriks BCG pada awalnya lahir di dunia bisnis, tetapi matriks ini bisa diaplikasikan pada sektor publik dan dikombikasikan dengan analisis tipologi klassen (Mahmudi, 2010). Matriks BCG dapat mengklasifikasikan komponen pajak daerah dan retribusi daerah kedalam empat kategori yaitu:

1. Berkembang (growth) yang dianotasikan dengan tanda tanya (question mark).

Meskipun komponen pajak daerah dan retribusi daerah masuk kedalam kategori ini, pemerintah daerah tetap melakukan penggalian secara intensif terhadap komponen pajak daerah dan retribusi daerah yang potensial yang terdapat pada daerahuntuk meningkatkan penerimaan PAD.

2. Unggul dan perlu dipertahankan (hold), disimbolkan dengan tanda bintang (star);

3. Panen (harvest), disimbolkan dengan gambar sapi perah (cash cow). Ketika komponen pajak daerah dan retribusi daerah masuk dalam kategori ini, pemerintah daerah bisa melakukan peningkatan tarif untuk mempercepat pertumbuhan.

4. Terbelakang dan perlu dilepas (divest) yang disimbolkan dengan dengan gambar anjing (dead dog). Komponen pajak daerah dan retribusi daerah yang berada pada kategori ini memerlukan evaluasi dan pengkajian yang lebih mendalam.

Klasifikasi matriks BCG mirip dengan klasifikasi berdasarkan analisis Tipologi Klassen, analisis Tipologi Klassen merupakan teknik pengelompokan suatu sektor dengan melihat pertumbuhan dan kontribusi sektor tertentu terhadap total PDRB suatu daerah.

berfungsi untuk memetakan potensi daerah secara sektoral yang didasarkan pada data PDRB.

Kombinasi Matriks BCG dan analisis Tipologi Klassen dapat diterapkan pada komponen pajak daerah dan retribusi daerah dalam PAD. Dengan mengetahui tingkat pertumbuhan dan kontribusi komponen pajak daerah dan komponen retribusi daerah yang diberikan terhadap PAD, dapat mengidentifikasikannya kedalam klasifikasi unggulan, potensial, berkembang dan terbelakang (Hali, 2016).

(9)

9 Kajian atas Hasil Penelitian Sebelumnya

Penelitian Hali (2016) di Kota Kendari pada tahun 2007-2014 yang memiliki tujuan penelitian untuk menentukan dan menganalisis pertumbuhan dan kontribusi masing-masing jenis pajak daerah dan retribusi daerah pada total retribusi dan pendapatan daerah serta bertujuan untuk menganalisis jenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang memiliki kualifikasi potensial untuk pengembangan dalam rangka meningkatkan PAD, penelitian Hali menggunakan metode kuantitatif analisis dengan hasil penelitian pajak yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah pajak penerangan jalan sedangkan retribusi daerah yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah retribusi izin mendirikan bangunan dan retribusi pelayanan kesehatan RS Abunawas. Kemudian Mononimbar, Walewangko, &

Sumual (2017) melakukan penelitian di Kabupaten Minahasa Selatan pada tahun 2005-2014 yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi melalui belanja daerah sebagai variable intervening, penelitian tersebut menggunakan path analysis dengan hasil penelitian tidak ada pengaruh dari pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi.

Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Mutiara (2015) yang memiliki tujuan penelitan untuk melihat pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, belanja modal dan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) terhadap PDRB selama periode 2004-2013 di 8 kabupaten/

kota Provinsi Kalimantan Timur, di dalam penelitian tersebut peneliti menggunakan estimasi regresi data panel model FEM dan menunjukan hasil bahwa pajak daerah, retribusi daerah, belanja modal dan TPAK berpengaruh signifikan terhadap PDRB pada periode 2004-2013.

Kemudian, Putri (2015) juga memlakukan penelitian yang memiliki tujuan penelitian untuk menganalisis pengaruh PAD, DAU dan Inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2011-2014 dengan menggunakan analisis regresi berganda menunjukkan bahwa PAD memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten/ kota Provinsi Jawa Tengah.

METODE PENELITIAN

Pendekatan Penelitian, Data dan Metode Analisis

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan deskriptif kuantitatif. Pendekatan kuantitatif mencari komponen pajak daerah dan retribusi daerah mana yang potensial terhadap PAD dengan matriks BCG, kemudian pendekatan deskriptif memberikan penjelasan berupa uraian atas pajak daerah, retribusi daerah, PAD dan pertumbuhan ekonomi daerah di

(10)

10

Kabupaten Boyolali. Jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Boyolali dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Boyolali. Data yang diambil merupakan data Kabupaten Boyolali dalam angka dan data realisasi pendapatan dan belanja daerah Kabupaten Boyolali tahun 2009-2016.

Metode yang digunakan dalam peneltian ini adalah Tipologi Klassen yang sudah dikombinasikan dengan matriks Boston Consulting Group (BCG) untuk mengklasifikasikan komponen pajak daerah dan retribusi daerah mana yang potensial terhadap PAD Kabupaten Boyolali peneliti menggunakan kombinasi Tipologi Klassen dengan matriks BCG seperti yang ditampilkan pada Gambar 1. dengan mengelompokkan komponen pajak daerah dan retribusi daerah kedalam 4 kuadran.

KUADRAN II KUADRAN I

Sektor Potensial Sektor Unggulan Tinggi

KUADRAN IV KUADRAN III

Sektor Terbelakang Sektor Berkembang

Rendah

?

Rendah Tinggi

PERTUMBUHAN Gambar 1. Tipologi Klassen

Langkah-langkah analisis yang akan dilakukan sebagai berikut:

1. Mendiskripsikan pertumbuhan pajak daerah dan retribusi daerah dilihat dari realisasi pendapatan dan belanja daerah Kabupaten Boyolali tahun 2009-2016.

KONTRIBUSI TERHADAP PAD

(11)

11

2. Melakukan pengujian kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah dan tiap komponennya terhadap PAD.

Pajak Daerah

Pendapatan Asli Daerah× 100%

Retribusi Daerah

Pendapatan Asli Daerah× 100%

3. Melakukan pengujian pertumbuhan komponen pajak daerah dan pertumbuhan komponen retribusi daerah setiap tahunnya.

Pertumbuhan = Komponen Pajak Daerah t − Komponen Pajak Daerah t−1 Komponen Pajak Daerah t−1

Pertumbuhan = Komponen Retribusi Daerah t − Komponen Retribusi Daerah t−1 Komponen Retribusi Daerah t−1

4. Memasukkan komponen pajak daerah dan komponen retribusi daerah kedalam Tipologi Klassen sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan kontribusi komponen pajak daerah dan komponen retribusi daerah terhadap PAD dengan rata-rata sebagai pengukurnya.

• Sektor terbelakang, kelompok pendapatan yang memiliki kontribusi dan pertumbuhan rendah dibawah rata-rata.

• Sektor potensial, kelompok yang memiliki kontribusi diatas rata-rata tetapi pertumbuhannya rendah dibawah rata-rata.

• Sektor berkembang, kelompok pendapatan yang memiliki kontribusi dibawah rata-rata dan mengalami pertumbuhan diatas rata-rata.

• Sektor unggulan, kelompok pendapatan yang kontribusinya dan pertumbuhannya tinggi diatas rata-rata.

Kemudian untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi daerah dilakukan perhitungan pada PDRB Kabupaten Boyolali menggunakan perhitungan salah satu langkah Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) sebagai berikut:

Pertumbuhan Ekonomi = PDRBt −PDRBt−1 PDRBt−1

Keterangan:

PDRBt = Produk Domestik Regional Bruto tahun t PDRB t-1 = Produk Domestik Regional Bruto tahun t-1

(12)

12

Melalui hasil pertumbuhan yang diperoleh, akan dilakukan perbandingan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi sehingga dapat diketahui dampak pajak daerah dan retribusi daerah bagi pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Boyolali.

PEMBAHASAN Pajak Daerah

Kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD

Kontribusi pajak daerah terhadap PAD Kabupaten Boyolali dari tahun 2009 sampai tahun 2016 sebesar 24,8% kontribusi di setiap tahunnya dapat dilihat melalui Tabel 1.

persentase kontribusi pajak daerah mengalami fluktuasi, kontribusi pajak daerah tertinggi dialami pada tahun 2015 dan 2016 sebesar 29,5% sedangkan kontribusi terendah terjadi pada tahun 2010 sebesar 16,3%.

Pajak daerah Kabupaten Boyolali saat ini terdiri dari 10 komponen yang sebelumnya pada tahun 2009 dan 2010 hanya 7 komponen. Hal tersebut dikarenakan menyesuaikan dengan kebijakan dari peraturan pemerintah nomor 91 tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah yang dipungut berdasarkan penetapan kepala daerah atau dibayar sendiri oleh wajib pajak, Menurut peraturan ini, kewenangan pemungutan dan hak atas pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan diserahkan kepada pemerintah kapubaten dan kota, begitu juga dengan pajak air bawah tanah dan pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).

Tabel 1. Kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD Tahun

Anggaran

Realisasi Pajak Daerah (Rp)

Realisasi

Pendapatan Asli Daerah (Rp)

Kontribusi Pajak Daerah (%)

2009 12.896.540.751 70.004.658.137 18,42

2010 14.094.132.345 86.365.014.311 16,30

2011 19.256.739.005 96.256.739.506 19,91

2012 23.282.495.561 127.725.206.935 18,23

2013 43.467.755.843 160.752.449.651 27,04

2014 53.983.465.918 227.516.495.964 23,73

2015 76.861.736.744 260.633.617.928 29,49

2016 84.362.391.724 292.286.541.626 28,86

Sumber: Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Boyolali, data diolah.

(13)

13

Komponen pajak daerah Kabupaten Boyolali selama tahun 2009 sampai dengan tahun 2016 yang memiliki kontribusi tertinggi terhadap PAD dengan persentase sebesar 17,3%

diperoleh dari pajak penerangan jalan dengan jumlah total pendapatan sebesar Rp 165.715.940.426. Hal ini disebabkan pemungutannya yang mudah, langsung dikenakan pada rekening listrik tiap warga yang menggunakan. Perolehan pajak penerangan jalan tertinggi didapat pada tahun 2016 sebesar Rp 30.301.639.490. Komponen pajak daerah yang memiliki kontribusi terendah terhadap PAD merupakan sub-komponen pajak pengambilan bahan galian Gol. C yaitu batu kapur dengan jumlah pendapatan hanya sebesar Rp 687.005 saja, dikarenakan bahan galian ini bukanlah komoditi yang diincar oleh para penambang.

Pertumbuhan Komponen Pajak Daerah

Pertumbuhan komponen pajak daerah dapat dilihat pada Gambar 2. pertumbuhan komponen pajak daerah mengalami fluktuasi dikarenakan perolehan masing-masing komponen pajak daerah yang tidak selalu bertambah ditiap tahunnya. Komponen pajak daerah yang pertumbuhannya paling rendah dialami oleh pajak pengambilan bahan galian Gol. C pada tahun 2016, hal ini disebabkan adanya perbaikan jalan provinsi yang merupakan akses truk pengangkut bahan galian, sehingga para penambang memilih daerah diluar Kabupaten Boyolali.

Gambar 2. Pertumbuhan Komponen Pajak Daerah 2010-2016 Sumber: Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Boyolali, data diolah.

-1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Pajak Hotel

Pajak Restoran

Pajak Hiburan

Pajak Reklame

Pajak Penerangan Jalan

Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol. C Pajak Parkir

Pajak Air Bawah Tanah

(14)

14

Selanjutnya, pajak pengambilan bahan galian Gol. C juga mengalami persentase pertumbuhan yang rendah pada tahun 2011 dikarenakan wilayah Kabupaten Boyolali bagian Barat yang paling banyak memiliki material galian baru saja dampak dari bencana alam meletusnya gunung Merapi pada akhir tahun 2010, sehingga aktivitas penggalian terhambat yang menyebabkan penurunan pertumbuhan dari perolehan komponen pajak daerah ini.

Matriks BCG Pajak Daerah

KUADRAN II KUADRAN I

Sektor Potensial Sektor Unggulan Tinggi

Pajak Penerangan Jalan

Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Pajak Restoran – Warung Makan Pajak Restoran – Rumah Makan

Pajak Reklame -

Papan/Billboard/Videotron/Megatron Pajak Parkir

Pajak Air Bawah Tanah Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan

Perkotaan

KUADRAN IV KUADRAN III

Sektor Terbelakang Sektor Berkembang

Rendah

Pajak Hotel Pajak Reklame Baliho

Pajak Hiburan

Pajak Reklame – Kain/Umbul-umbul Pajak Pengambilan Batu Kapur Pajak Pengambilan Galian C Batu Pecah Pajak Pengambilan Galian C Batu Belah Pajak Pengambilan Galian C Kerikil

Pajak Pengambilan Galian C Pasir Pajak Pengambilan Galian C Tanah Urug

Pajak Pengambilan Galian C Lain-lain

Rendah Tinggi

PERTUMBUHAN PAJAK DAERAH

Gambar 3. Tipologi Klassen Kontribusi dan Pertumbuhan Komponen Pajak Daerah terhadap PAD

Sumber: Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Boyolali, data diolah.

Meskipun pajak pengambilan bahan galian Gol. C menjadi komponen pajak daerah yang pertumbuhannya paling rendah pada tahun 2011 dan 2016, pajak pengambilan bahan galian Gol. C juga mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 3,32 pada tahun 2012 yang disebabkan paska satu tahun meletusnya gunung Merapi banyak material yang sudah turun ke area Kabupaten Boyolali bagian Barat seperti batu belah, batu pecah, pasir dan kerikil membuat kembalinya aktivitas pengambilan bahan galian di daerah tersebut meningkat.

Pertumbuhan komponen pajak daerah selanjutnya diikuti oleh pajak air bawah tanah pada tahun yang sama sebesar 2,86. Selanjutnya pajak bea perolehan atas tanah dan bangunan mengalami pertumbuhan tertinggi 3,40 pada tahun 2012. Pertumbuhan pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan pada tahun 2013 tidak dapat muncul pada Gambar 2.

KONTRIBUSI KOMPONEN PAJAK DAERAH TERHADAP PAD

(15)

15

dikarenakan komponen ini pada tahun 2012 tidak terdapat pencantumannya pada pelaporan tahun tersebut, sehingga peneliti memperoleh hasil perhitungan seperti Gambar 2.

Perolehan masing-masing komponen pajak daerah mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Penggolongan kontribusi masing-masing komponen pajak daerah terhadap PAD dapat dilihat melalui Gambar 3. Komponen pajak daerah yang masuk kedalam sektor unggulan ialah komponen pajak yang memiliki persentase kontribusi dan persentase pertumbuhan diatas rata-rata. Komponen pajak daerah yang tergolong dalam sektor unggulan adalahpajak restoran – warung makan, pajak restoran – rumah makan, pajak reklame papan/

billboard/ videotron/ megatron serta pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan.

Pajak restoran – warung makan dan pajak restoran – rumah makan berada di posisi unggulan salah satu penyebabnya ialah jumlah warung makan dan rumah makan yang berada di wilayah Kabupaten Boyolali semakin bertambah di setiap tahunnya dan juga didukung dengan diberlakukannya pengenaan pajak restoran sehingga mempengaruhi persentase pertumbuhan yang cukup tinggi sebesar 10,77 dan 19,33.

Pajak reklame papan/ billboard/ videotron/ megatron merupakan suatu kewajaran berada di posisi unggulan karena ukuran dan durasi pemasangan mempengaruhi perolehan pajak reklame papan atau billboard terlebih reklame videotron dan megatron yang biasanya dipasang minimal satu minggu sehingga mempengaruhi persentase kontribusi dan persentase pertumbuhan di atas rata-rata. Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan dengan persentase kontribusi diatas rata-rata sebesar 5,50 dan pertumbuhan sebesar 3,98 sehingga pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan berada pada posisi unggulan.

Komponen pajak daerah yang masuk dalam sektor potensial ialah pajak penerangan jalan dan pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Selama tahun 2009-2016 keseluruhan pajak penerangan jalan memiliki kontribusi paling besar dengan persentase kontribusi sebesar 12,53 dikarenakan pemugutan pajak ini langsung dikenakan kedalam rekening listrik warga, namun persentase pertumbuhan pajak penerangan jalan dibawah rata- rata sebesar 1,05 sehingga masuk kedalam sektor pajak potensial dan dianggap memiliki potensi untuk memberikan kontribusi yang lebih banyak lagi pada tahun-tahun kedepan, selain itu komponen pajak daerah yang berada di sektor potensial ialah pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dengan persentase kontribusi diatas rata-rata sebesar 4,22 dan persentase pertumbuhan dibawah rata-rata sebesar -1,02.

(16)

16

Sektor berkembang diduduki oleh pajak hiburan dan pajak reklame kain/umbul- umbul, kelompok komponen pajak pengambilan bahan galian golongan C yang terdiri dari batu kapur, galian C batu pecah, galian C batu belah, galian C kerikil, galian C pasir, galian C tanah urug, galian C lain-lain, pajak parkir dan pajak air bawah tanah memiliki persentase kontribusi dibawah rata-rata namun persentase pertumbuhannya diatas rata-rata. Komponen pajak hiburan terdiri dari pajak kegiatan hiburan dan pajak permainan ketangkasan, berbeda dengan pajak kegiatan hiburan, pajak permainan ketangkasan hanya terdapat pada pelaporan tahun 2015 sehingga peneliti langsung memasukkan pajak hiburan kedalam matriks BCG.

Meskipun persentase kontribusi pajak reklame kain/ umbul-umbul berada dibawah rata-rata tetapi pajak reklame kain/ umbul-umbul memiliki jumlah persentase pertumbuhan yang tinggi sebesar 55,67% karena banyaknya yang melakukan pemasangan reklame jenis ini yang makin bertambah setiap tahunnya sehingga pajak reklame ini masuk kelompok berkembang.

Selanjutnya seluruh komponen pajak pengambilan bahan galian golongan C masuk ke kelompok berkembang yang dikarenakan pemungutan pajak ini kurang optimal pada penggalian di daerah Kabupaten Boyolali bagian Barat di lereng gunung Merapi yang cukup sulit dijangkau sehingga menyebabkan kontribusinya rendah.

Kemudian komponen pajak daerah yang berada pada sektor terbelakang ialah pajak hotel dan pajak reklame – baliho. Penggunaan hotel yang sedikit dan ketersediaan layanan penginapan yang tidak terlalu banyak kemudian penggunaan baliho yang penggunaannya hanya sedikit selama tahun 2009-2016 menyebabkan persentase kontribusi dan pertumbuhan kedua pajak daerah tersebut dibawah rata-rata.

Retribusi Daerah

Kontribusi Retribusi Daerah Terhadap PAD

Kontribusi retribusi daerah terhadap PAD dari tahun 2009-2016 sedikit lebih rendah dibanding persentase kontribusi pajak daerah terhadap PAD yaitu sebesar 20,2%. Persentase kontribusi retribusi daerah sama halnya dengan pajak daerah mengalami fluktuasi di tiap tahunnya. Meskipun realisasi PAD mengalami kenaikkan setiap tahunnya, realisasi retribusi daerah mengalami fluktuasi sehingga mempengaruhi persentase kontribusi daerah terhadap PAD. Persentase kontribusi retribusi daerah terhadap PAD yang paling besar dialami pada tahun 2009 sebesar 63%, sedangkan kontribusi retribusi daerah terendah dialamiterjadi pada tahun 2016 dengan persentase kontribusi sebesar 5,1% karena perolehan realisasi retribusi daerah pada tahun 2016 masih rendah dibanding beberapa komponen PAD lainnya.

(17)

17

Tabel 2.Kontribusi Retribusi Daerah terhadap PAD

Tahun Anggaran

Realisasi Retribusi Daerah

(Rp)

Realisasi

Pendapatan Asli Daerah (Rp)

Kontribusi Retribusi Daerah

(%)

2009 43.917.458.154 70.004.658.137 62,74

2010 25.515.788.652 86.365.014.311 29,35

2011 20.136.945.018 96.256.739.506 20,82

2012 36.721.243.324 127.725.206.935 28,75

2013 41.482.304.590 160.752.449.651 25,81

2014 54.305.486.020 227.516.495.964 23,87

2015 31.065.804.178 260.633.617.928 11,92

2016 84.362.391.724 292.286.541.626 5,06

Sumber: Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Boyolali, data diolah.

Kontribusi retribusi daerah terhadap PAD Kabupaten Boyolali selama tahun 2009 sampai tahun 2016 yang paling besar ialah retribusi jasa kesehatan yang masuk kedalam komponen retribusi jasa umum sebesar Rp 157.285.196.849, hal tersebut dikarenakan pelayanan kesehatan merupakan sarana yang paling banyak digunakan masyarakat.

Sedangkan retribusi daerah yang memiliki kontribusi terendah terhadap PAD ialah retribusi izin usaha hotel yang diperoleh pada tahun 2010 dan 2011 saja, dikarenakan pada Kabupaten Boyolali pendirian hotel sangatlah minim dan hanya terjadi sesekali saja dalam kurun waktu yang panjang.

Pertumbuhan Komponen Retribusi Daerah

Komponen retribusi daerah terdiri dari 3 komponen namun memiliki sub-komponen lebih banyak dari pada komponen pajak daerah. Retribusi daerah mengalami hal yang berlawanan dengan pajak daerah. Retribusi daerah tidak mengalami kenaikan ditiap tahunnya, pertumbuhan retribusi daerah yang mengalami penurunan paling drastis terjadi pada tahun 2015, dari Rp 54.305.486.020 menjadi Rp 31.065.804.178 hal tersebut dikarenakan adanya pergantian pemegang jabatan di dinas-dinas yang ada di Kabupaten Boyolali dan kegiatan pemilihan umum bupati, sehingga mempengaruhi kurang optimalnya pemungutan retribusi daerah di Kabupaten Boyolali pada tahun tersebut.

Kenaikan pertumbuhan retribusi daerah hanya dialami dari tahun 2012 sampai tahun 2014 yang dikarenakan mulai berkembangnya aktivitas ekonomi dan pemungutan pajak

(18)

18

retribusi daerah yang dilakukan secara baik oleh dinas terkait. Persentase pertumbuhan retribusi daerah tertinggi dialami pada tahun 2012 sebesar 0,82%, sedangkan retribusi daerah tertinggi diperoleh pada tahun 2014 sebesar 54.305.486.020 dan perolehan terendah pada tahun 2016 sebesar Rp 14.803.307.525 dikarenakan pada tahun 2016 seluruh komponen retribusi daerah memiliki perolehan paling sedikit daripada tahun-tahun sebelumnya yang disebabkan oleh pergantian jabatan di dinas-dinas terkait sehingga belum dapat melakukan pemungutan secara optimal.

Matriks BCG Retribusi Daerah

Komponen retribusi daerah yang masuk kedalam sektor unggulan cukup banyak jumlahnya, mulai dari retribusi pelayanan kesehatan yang tidak hanya memiliki angka kontribusi yang paling tinggi tetapi juga diikuti persentase pertumbuhan diatas rata-rata, retribusi pelayanan persampahan/ kebersihan juga memiliki persentase pertumbuhan dan kontribusi yang sama tinggi karena setiap tahunnya sampah masyarakat terus meningkat maka diimbangi oleh pelayanan kebersihan yang memadai oleh pemerintah Kabupaten Boyolali sehingga mempengaruhi pendapatan retribusinya. Retribusi pengujian kendaraan bermotor dipengaruhi oleh bertambahnya jumlah pengguna kendaraan bermotor di Kabupaten Boyolali sehingga mempengaruhi persentase kontribusi dan pertumbuhnannya dan masuk kedalam sektor unggulan.

KUADRAN II KUADRAN I

Sektor Potensial Sektor Unggulan Tinggi

Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat

Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum Retribusi Tempat Khusus Parkir Retribusi Penjualan Produk Usaha Daerah

Retribusi Pelayanan Kesehatan Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan

Retribusi Pelayanan Pasar Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor

Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Retribusi Rumah Potong Hewan Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga

Retribusi Izin Mendirika Bangunan Retribusi Izin Gangguan/Keramaian

KUADRAN IV KUADRAN III

Sektor Terbelakang Sektor Berkembang Rendah

Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Retribusi Tempat Penginapan/Pensanggrahan/Villa

Retribusi Izin Trayek

Retribusi Penggantian Biaya KTP dan Akte CaPil

Retribusi Terminal

Rendah Tinggi

PERTUMBUHAN RETRIBUSI DAERAH Gambar4.Tipologi Klassen Komponen Retribusi Daerah terhadap PAD

Sumber: Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Boyolali, data diolah.

KONTRIBUSI KOMPONEN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PAD

(19)

19

Selanjutnya, retribusi pemakaian kekayaan daerah juga masuk kedalam sektor unggulan yang dipengaruhi pemakaian kendaraan milik daerah maupun penyewaan tanah daerah yang bertambah setiap tahunnya mengikuti banyaknya program kerja tiap instansi dinas di Kabupaten Boyolali. Komponen lainnya yang masuk kedalam sektor unggulan adalah retribusi rumah potong hewan, hal ini dikarenakan banyaknya daging hewan yang dikonsumsi sehingga mempengaruhi penggunaan rumah potong hewan oleh masyarakat, retribusi izin mendirikan bangunan dipengaruhi oleh banyaknya lahan kosong yang membuat banyak pengembang yang membangun perumahan, gedung dan sebagainya. Kemudian, retribusi izin gangguan/ keramaian masuk kedalam sektor unggulan dikarenakan event di Kabupaten Boyolali setiap tahunnya cukup banyak dan besar sehingga mempengaruhi tingginya kontribusi dan pertumbuhan komponen retribusi ini.

Pada Gambar 4. dapat di lihat komponen retribusi daerah yang masuk kedalam sektor berkembang ialah yang memiliki persentase kontribusi terhadap PAD tinggi namun miliki persentase pertumbuhan rendah yaitu retribusi penggantian biaya KTP dan Akte Catatan Sipil memiliki kontribusi yang relatif besar setiap tahunnya namun pertumbuhannya relatif rendah karena masyarakat yang melakukan penggantian setiap tahunnya tidak tentu jumlahnya maka retribusi ini masuk kedalam sektor berkembang. Kemudian, komponen retribusi daerah lainnya yang masuk kedalam sektor berkembang ialah retribusi terminal yang menyumbangkan kontribusi terhadap PAD yang relatif tinggi dibanding retribusi yang lain dan juga persentase pertumbuhannya yang diatas rata-rata membuat komponen ini masuk kedalam sektor berkembang.

Sektor potensial diisi oleh komponen retribusi daerah yang memiliki persentase kontribusi dibawah rata-rata namun persentase pertumbuhannya selalu baik. Komponen retribusi daerah yang masuk kedalam sektor potensial adalah retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat, retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum, retribusi tempat khusus parkir, retribusi penjualan produk usaha daerah. Retribusi yang masuk dalam sektor potensial ini memiliki perolehan yang sedemikian dipengaruhi oleh jumlah pengguna atau pemakainya yang tinggi meskipun jumlahnya tidak selalu meningkat di setiap tahunnya.

Selanjutnya, pada sektor terbelakang ditempati oleh retribusi yang memiliki persentase kontribusi dan pertumbuhan yang rendah dibanding komponen retribusi lainnya.

Komponen retribusi yang masuk kedalam sektor terbelakang ialah retribusi tempat penginapan/ pesanggrahan/ villa dan retribusi izin trayek yang disebabkan sedikitnya

(20)

20

penggunaan tempat penginapan dan masih belum banyak dilakukan trayek di Kabupaten Boyolali sehingga retribusi ini masuk dalam sektor terbelakang. Selain itu, retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran juga masuk kedalam sektor terbelakang yang dikarenakan pemeriksaan alat pemadam kebakaran yang tidak selalu dilakukan setiap tahun,

Retribusi lainnya, seperti retribusi pelayanan pendidikan, retribusi perggantian cetak peta tidak dimasukkan kedalam penggelompokkan sektoral dalam matriks BCG dikarenakan pelaporannya hanya ada pada tahun 2009 dan 2010 saja, retribusi perggantian biaya cetak peta hanya dilakukan 3 (tiga) tahun dalam 1 (satu) periode yaitu pada tahun 2012 sampai tahun 2014 sehingga retribusi ini tidak dapat dilakukan perhitungan untuk dimasukkan kedalam matriks BCG.

Laju Pertumbuhan Ekonomi serta kaitannya dengan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Gambar5. Laju Pertumbuhan PDRB, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali

Pertumbuhan ekonomi yang merupakan perkembangan kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu yang menyebabkan pendapatan riil semakin berkembang maka penelitian ini menggunakan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan atau riil untuk memperoleh laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dari tahun ke tahun.

PDRB

Pajak Daerah t-1 Retribusi Daerah t-1 PAD t-1

(21)

21

Laju pertumbuhan ekonomi dapat dilihat melalui Gambar 5. yang menunjukkan laju pertumbuhan terendah dialami pada tahun 2010 sebesar 3,60% dan laju pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar 6,34%. Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Boyolali dari tahun 2009 sampai dengan 2016 diakhiri dengan penurunan pertumbuhan pada tahun 2016. Fluktuasi pertumbuhan dialami oleh semua sektor PDRB setiap tahunnya, laju pertumbuhan PDRB lebih stabil dari pada laju pertumbuhan pajak daerah dan retribusi daerah yang terlihat sangat jauh persentasenya di setiap tahun.Pada Gambar 5. Laju pertumbuhan PDRB tidak hanya disandingkan dengan laju pertumbuhan pajak daerah (t-1) dan retribusi daerah (t-1) secara keseluruhan tidak hanya yang komponennya yang potensial supaya setara disandingkan dengan laju pertumbuhan PDRB. Pada gambar juga disandingkan dengan laju pertumbuhan PAD (t-1), karena pajak daerah dan retribusi daerah merupakan sumber utama dari PAD.

Laju pertumbuhan pajak daerah pada tahun 2010 mengalami pertumbuhan yang sebesar 9% saja, berbeda dengan PDRB yang mengalami kenaikan sebesar 6,34% pada tahun 2011. Kenaikan laju PDRB tahun 2011 setara dengan pertumbuhan PAD pada tahun 2010 sebesar 24%, dapat dikatakan bahwa pertumbuhan PDRB sebagai indikator pertumbuhan ekonomi daerah dipengaruhi oleh pertumbuhan PAD tahun sebelumnya sebagai penyedia kegiatan perekonomian daerah pada tahun berikutnya.

Hal yang sama juga dialami PDRB pada tahun 2012 sampai tahun 2016 dimana laju pertumbuhan PDRB mengalami kenaikan dan penurunan sesuai dengan naik dan turunnya laju pertumbuhan PAD di tahun sebelumnya sesuai juga dengan laju pertumbuhan retribusi daerah walaupun laju pertumbuhan retribusi daerah naik 20% pada tahun 2011 kemudian kenaikan pertumbuhan 44% pada tahun 2012 dan laju pertumbuhan yang mengalami perununan drastis hingga 74% pada tahun 2015 dikarenakan pergantian pemegang jabatan pada dinas terkait. Laju pertumbuhan pajak daerah yang berlawanan dengan retribusi daerah, PAD dan PDRB pada tahun berikutnya. Perbedaan laju pertumbuhan pajak daerah dengan variabel lainnya tersebut menunjukkan bahwa laju pertumbuhan pajak daerah tidak berpengaruh pada laju pertumbuhan PDRB sebagai indikator pertumbuhan ekonomi daerah pada Kabupaten Boyolali.

SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

Kesimpulan dari penelitian mengenai kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah (PAD) dan dampaknya pada pertumbuhan ekonomi

(22)

22

Kabupaten Boyolali tahun 2009-2016 bahwa pajak daerah dan retribusi daerah memiliki persentase kontribusi masing-masing sebesar 24,8% dan 20,2% yang artinya kontribusinya kecil terhadap PAD. Komponen pajak daerah yang masuk dalam sektor potensial ialah pajak penerangan jalan dan pajak BPHTB, kedua pajak daerah ini memiliki potensi untuk terus mengkontribusikan perolehan yang tinggi setiap tahunnya terhadap PAD. Komponen retribusi daerah yang memiliki potensi untuk terus menyumbangkan kontribusi yang tinggi pada PAD dan berpotensi pada pertumbuhan ekonomi daerah adalah retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat, retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum, retribusi tempat khusus parkir, dan retribusi penjualan produk usaha daerah. Pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa, pajak daerah tidak berpengaruh terhadap PAD, sedangkan retribusi daerah berpengaruh tehadap PAD. Kemudian retribusi daerah berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi daerah.

Keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini yaitu data RAPBD pada beberapa sub-komponen pajak daerah dan retribusi daerah yang diperoleh peneliti dari BKD Kabupaten Boyolali kurang lengkap pada setiap tahunnya sehingga peneliti hanya mengolah komponen dan/atau sub-komponen yang lengkap atau yang sekiranya dapat diolah untuk menghasilkan perhitungan yang dapat dipertanggungjawabkan. Peneliti menyarankan untuk selanjutnya, sub-bidang pendataan pada BKD Kabupaten Boyolali dapat lebih memperketat proses pencatatan dan apabila pada periode sebelumnya tidak ada nominal yang dapat di input dalam data sub-bidang pencatatan dapat melakukan pemberbaharuan data di periode berikutnya sehingga dalam pelaporan data bisa lebih baik dan mempermudah untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

Beberapa implikasi dari penelitian ini, untuk tercapainya pertumbuhan ekonomi daerah yang berkelanjutan pemerintah Kabupaten Boyolali diharapkan dapat mengoptimalkan pemungutan komponen pajak daerah dan retribusi daerah yang masuk kedalam sektor potensial. Kemudian, instansi terkait, BKD Kabupaten Boyolali diharapkan dapat mengelola dengan baik kedua sumber PAD, supaya kontribusinya lebih besar dan dapat meningkatkan fungsi kemandirian keuangan daerah serta meningkatkan kegiatan perekonomian daerah, ketika perekonomian yang dihasilkan dalam sektor-sektor PDRB meningkat, maka kemampuan masyarakat untuk membayar pajak daerah dan retribusi daerah juga akan semakin meningkat. Untuk penelitian yang akan dilakukan selanjutnya, diharapkan peneliti selanjutnya dapat menggunakan data RAPBD dan PDRB yang telah paling baru dari

(23)

23

instansi terkait supaya data yang akan digunakan lebih lengkap dan dapat menyesuaikan dengan metode yang akan digunakan.

(24)

24 DAFTAR PUSTAKA

Adi, P. H. (2006). Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah. Simposium Nasional Akuntansi IX Padang .

Alfarisi, S. (2015). Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Dana Perimbangan terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat. Dipetik September 22, 2018, dari Jurnal Akuntansi Vol. 3, No. 1: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/view/1651/1274 Alwi, H. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Asteria, B. (2015). Analisis Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Jurnal Riset Manajemen Vol. 2, No. 1 , 51-61.

Azis, M. (2016). Pengaruh Dana Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Malinau. Inovasi 12, no. 1 , 49-63.

Badri, J. (2015). Analisis Potensi dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah Kabupaten Solok.

Dipetik Mei 11, 2018, dari Jurnal Sosial dan Humanoria Vol.1, No.2:

http://ejournal.kopertis10.or.id/index.php/soshum/article/view/145

BPS Kabupaten Boyolali. (2015). Produk Domestik Regional Bruto Boyolali Menurut Lapangan Usaha 2010-2014 (Tahun Dasar 2010) .

Daisy, S., Halim, N. L., Kumenaung, A. G., & Engka, M. (2016). Analisis Pendapatan Pajak dan Retribusi terhadap Belanja Modal dan Dampaknya pada Pertumbuhan Ekonomi Kota Manado 2007-2015. Dipetik Mei 11, 2018, dari Jurnal Pembangunan Ekonomi dan Keuangan Daerah:

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jpekd/article/view/12794/12384 Dumairy. (2000). Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Guritno. (1992). Kamus Ekonomi. Jakarta: Gajah Mada University Press.

Hali, M. S. (2016). Potensi Pajak dan Retribusi Daerah Kota Kendari. Jurnal Progres Ekonomi Pembangunan, Vol. 1, No. 1, e-ISSN: 2502-5171 , 65-81.

(25)

25

Hapsari, S. D. (2017). Upaya Pembangunan Daerah Melalui Aktivitas City Branding (Studi Kasus terhadap City Branding Kabupaten Boyolali). Retrieved July 03, 2019, from Electronic Theses & Dissertations (ETD) | Gajah Mada University:

http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDeta il&act=view&typ=html&buku_id=110765&obyek_id=4

Kusuma, M. K., & Wirawati, N. G. (2013). Analisis Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Peningkatan PAD seKabupaten/Kota di Provinsi Bali.

Dipetik Oktober 16, 2018, dari E-Jurnal Akuntansi Vol. 5, No. 3:

https://ojs.unud.ac.id/index.php/Akuntansi/article/view/7422

Kusumawati, L., & Wikusuana, I. G. (2018). Pengaruh Pendapatan Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Sarbagita Provinsi Bali. E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 7, No. 5 , 2592-2620.

Lasari, N. N. (2016). Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Karangasem Tahun 2011-2015. Dipetik Maret 22, 2019, dari Jurnal Program Studi Pendidikan Ekonomi Vol. 8, No. 3:

https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPE/article/view/8717/5671

Mafaza, W., Mayowan, Y., & Sasetiadi, T. H. (2016). Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Pendapatan Asli Daerah. Dipetik Februari 12, 2019, dari

Jurnal Perpajakan (JEJAK) Vol.11, No.1:

http://perpajakan.studentjournal.ub.ac.id/index.php/perpajakan/article/view/310/297 Mahmudi. (2010). Manajemen Keuangan Daerah. Jakarta: Erlangga.

Mankiw, N. G. (2012). Principles of Economics.

Mononimbar, R. W., Walewangko, E. N., & Sumual, J. (2017). Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui Belanja Daerah sebagai Variabel Intervening di Kabupaten Minahasa Selatan (2005-2014). Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi Vol.17 No.02 , 48-59.

Mutiara, D. J. (2015). Pajak Daerah dan Pengaruhnya terhadap PDRB di Propinsi Kalimantan Timur. Signifikan: Jurnal Ilmu Ekonomi (Journal of Economics) 4, no. 1 , 95-99.

(26)

26

Pemerintah Republik Indonesia. (2016). Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 Tentang Ketetentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah. Jakarta:

Sekretariat Negara.

Pemerintah Republik Indonesia. (2014). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: Sekretariat Negara.

Pemerintah Republik Indonesia. (2004). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Jakarta: Sekretariat Negara.

Prasetyo, R. B., & Firdaus, M. (2009). Pengaruh Infrastruktur pada Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan, Vol.2, No.2 , 222- 236.

Putri, Z. E. (2015). Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana ALokasi Umum (DAU) dan Inflasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Bisnis dan Manajemen. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Vol. 5, No. 2 , 173-186.

Setiyaningrum, A., Hakim, A., & Mindarti, L. I. (2014). Sektor Ekonomi Potensial sebagai Upaya Peningkatan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Kudus. Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 4 , 680-686.

Setyawati, A. (2007). Analisis Pengaruh PAD, DAU, DAK, dan Belanja Pembangunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, dan Pengangguran: Pendekatan Analisis Jalur. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia 4, no. 2 , 211-228.

Suhono, & Sulastri, E. M. (2017). Analisis Kontribusi dan Efektivitas Pajak Daerah sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Karawang. Accounthink Vol.2 No. 01 , 247-259.

Sukirno, S. (2015). Makro ekonomi: Teori Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada, Edisi ke-3.

Ulfi, M., & Endrawati. (2010). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Pertumbuhan Ekonomi:

Studi Kasus Sumatera Barat. Jurnal Akuntansi & Manajemen 5 No.2 , 68-84.

(27)

27

Wong, J. D. (2004). The Fiscal Impact of Economic Growth and Development on Local Government Capacity. Journal of Public Budgeting, Accounting and Financial Management Fall.16.3 , 413-423.

Referensi

Dokumen terkait

Kuliah Kerja Lapangan (KKL) merupakan salah satu kegiatan penunjang pengembangan materi kuliah dalam kelas yang memiliki peran cukup penting dan strategis,

Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk menguji adakah perbedaan rata-rata IHSG antara sebelum dan sesudah peristiwa reshuffle Kabinet Kerja,

Dari hasil konvolusi

Diharapkan komoditas brokoli yang menjadi salah satu komoditas unggulan dari Desa Cibodas yang juga cukup banyak ditanam oleh para petani di desa tersebut mampu

Seminar Nasional Peranan Konservasi Flora Indonesia Dalam Mengatasi Dampak Pemanasan Global telah diselenggarakan pada tanggal 14 Juli 2009 di Kebun Raya “Eka Karya” Bali -

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menerapkan dan melihat hasil belajar siswa pada mata pelajaran Fiqh dengan materi Makanan dan Minuman yang Halal melalui

• Potensi sumberdaya hayati (perikanan) laut lainnya yang dapat dikembangkan adalah berbasis bioteknologi, seperti ekstraksi dari mikroalgae (fitoplankton), makroalgae (rumput

Berdasarkan kesimpulan di atas maka saran yang diberikan sebagai berikut; (1) Penerapan model pembelajaran Children Learning in Science (CLIS) disertai LKS berbasis