• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan dan mengumpulkan informasi di internet. Kecanggihan teknologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan dan mengumpulkan informasi di internet. Kecanggihan teknologi"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi dan informasi di Indonesia pada saat ini berubah sangat signifikan, sehingga dapat mempermudah pekerjaan manusia dalam mendapatkan dan mengumpulkan informasi di internet. Kecanggihan teknologi terutama pada bidang komputer dapat memberikan kemudahan-kemudahan dalam membantu pekerjaan manusia. Dengan adanya kecanggihan teknologi tersebut, memberikan banyak dampak positif yang akan dirasakan banyak masyarakat. Akan tetapi, dibalik dampak positif tersebut juga memberikan dampak negatif yang akan didapatkan oleh sebagian besar manusia yang mengakses kecanggihan perkembangan teknologi. Sebagai lazimnya perkembangan teknologi, internet selain memberikan banyak manfaat juga menimbulkan efek negatif dengan terbukanya peluang penyalahgunaan teknologi tersebut. Hal tersebut terjadi akibat dari luasnya jaringan komputer seperti internet yang menimbulkan tingkat kriminalitas yang semakin kompleks karena lingkupnya yang sangat luas.

(2)

2 Pengertian cyber crime yaitu sebagai kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal.1 Kejahatan cyber crime dibagi menjadi dua kategori, yakni cyber crime dalam pengertian

sempit dan dalam pengertian luas. cyber crime dalam pengertian sempit adalah kejahatan terhadap tindakan ilegal yang ditujukan untuk menyerang sistem komputer, sedangkan cyber crime dalam arti luas mencakup kejahatan terhadap tindakan ilegal yang dilakukan melalui jaringan komputer dan kejahatan yang menggunakan sarana komputer.2

Pencurian atau peretasan kartu kredit adalah salah satu jenis dari banyaknya kejahatan cyber crime. Istilah tindak pidana ini dikenal dengan istilah carding atau credit card fraud. Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri

nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.3 Menurut Indradi berpendapat bahwa carding adalah penipuan kartu kredit bila pelaku mengetahui nomor kartu kredit seseorang yang masih berlaku, maka pelaku dapat membeli barang secara online yang tagihannya dialamatkan pada pemilik asli kartu kredit tersebut, sedangkan pelakunya dinamakan carder.4 Hacker atau carder adalah orang yang mempelajari, menganalisis, memodifikasi,

1 Andi Hamzah, Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer, Jakarta: Sinar Grafika, 2013, hal. 25.

2Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara dan Perkembangan Kajian Cyber Crime di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2006, hal. 25.

3 Dodo Zaenal Abidin, Kejahatan Dalam Teknologi Informasi Dan Komunikasi, Jurnal Ilmiah Media Processor, Vol. 10, No. 2, Oktober, 2017, hal. 511

4 Mehda Zuraida, Credit card Fraud (Carding) dan Dampaknya Terhadap Perdagangan Luar Negeri Indonesia, Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 4, No. 1, Maret, 2015, hal.

1631.

(3)

3 menerobos masuk ke dalam komputer dan jaringan komputer yang aman dan tidak aman, baik untuk keuntungan atau dimotivasi oleh tantangan.

Menurut IFCC (Internet Fraud Complaint Center) yaitu salah satu unit di FBI yang menangani komplain dari masyarakat berkaitan dengan cyber crime, adalah: “The unauthorized use of a credit/debit card number can be stolen from unsecured websites, or can be obtained in an identity theft scheme”

(Penyalahgunaan kartu kredit/debit untuk menipu dalam mendapatkan uang atau property. Nomor kartu kredit dapat dicuri dari website yang tidak terjaga/tidak aman atau didapatkan melalui pencurian identitas).

Terminologi carding dalam bahasa formal atau bahasa hukum, digolongkan sebagai credit/debit card fraud (penipuan menggunakan kartu kredit/kartu debit).5 Carding merupakan salah satu bentuk pembobolan (theft) dan kecurangan (fraud) di dunia internet yang dilakukan oleh pelakunya yang dinamakan carder dengan menggunakan kartu kredit curian atau kartu kredit palsu yang dibuat sendiri. Tujuannya yaitu untuk membeli barang secara tidak sah atau menarik dana secara tidak sah dari suatu rekening bank milik orang lain.6

5 Ibid

6 Abdul Wahid dan Labib Mohammad, Kejahatan Mayantara (Cyber Crime), Bandung:

Refika Aditama, 2010, hal. 7.

(4)

4

Gambar 1 Gambar 2

Gambar 3 Gambar 4

Gambar 1 menggambarkan, dalam tindak pidana tersebut Pelaku membutuhkan beberapa kartu kredit beserta identitasnya yang kemudian akan dilakukan pengecekan kembali pada kartu kredit yang didapat oleh Pelaku melalui komunitas jual-beli di Facebook. Pengecekan kartu kredit tersebut terlihat pada Gambar 2, dimana Pelaku menggunakan sebuah aplikasi khusus untuk mengetahui bahwa email dan kartu kredit tersebut dapat digunakan atau tidak. Setelah melakukan pengecekan dan mendapatkan kartu kredit yang aktif, Pelaku kemudian mengaktifkan VPN (Virtual Private Network) yang bertujuan untuk menyamarkan lokasi pengguna dan dapat mengunjungi situs yang sebelumnya tidak dapat diakses seperti yang terlihat pada Gambar 3. Setelah mengaktifkan VPN (Virtual Private Network), Pelaku menggunakan kartu kredit yang aktif tersebut untuk membeli

barang melalui situs jual-beli yang kemudian barang tersebut akan dijual kembali sehingga Pelaku mendapatkan keuntungan, seperti yang terlihat pada Gambar 4.

Tindak pidana kejahatan dunia maya sering disebut dengan cybercrime.

Dapat dikatakan para pelaku cybercrime, karena pelaku membutuhkan teknologi

(5)

5 canggih seperti komputer dan internet yang terhubung ke suatu sistem untuk mendapatkan informasi-informasi yang mereka butuhkan seperti kartu kredit yang akan dibahas pada penelitian kali ini. Maka dari itu terbentuklah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dengan adanya Undang-Undang tersebut, pelaku tindak pidana cybercrime dapat dijatuhkan hukuman denda dan pidana sesuai yang tertulis pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Adapun Putusan pengadilan yang telah ditemukan dan dapat digunakan yaitu putusan Nomor 597/Pid.Sus/2018/PN Mlg, yang dimana terdakwa bernama Ferry Piscesa Dwi Cahya dinyatakan bersalah karena telah melakukan tindak pidana carding. Di dalam putusan tersebut terdakwa dijatuhkan Pasal 48 Ayat (1) Jo. Pasal 32 Ayat (1) UU. RI. Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo. UU. RI. Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU. RI. Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Bahwa terdakwa yang pada saat ini berumur 30 tahun tersebut telah dengan sengaja dan tanpa hak melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik. Selain itu, terdakwa terbukti memiliki dan menyimpan informasi dan/atau dokumen elektronik milik warga asing yang terdakwa simpan di alamat surel yang terdakwa miliki. Terdakwa juga terbukti memiliki barang-barang yang terdakwa dapatkan melalui situs jual-beli online menggunakan data dan/atau informasi warga negara asing tersebut.

(6)

6 Hal tersebut berawal dari terdakwa bergabung pada suatu komunitas Facebook, terdakwa mencari kartu kredit ilegal untuk digunakan. Kartu kredit yang

didapatkan terdakwa akan dipakai untuk keuntungan pribadi tanpa diketahui oleh pemilik kartu kredit tersebut. Terdakwa membeli barang di situs jual-beli online dan dikirimkan melalui alamat dropshipper fiktif yang kemudian akan ditebus oleh terdakwa dengan resi palsu. Perbuatan yang terdakwa Ferry Piscesa Dwi Cahya telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

“dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau publik”.

Selanjutnya, Penulis juga melakukan penelitian terhadap Putusan Pengadilan dengan Nomor 837/Pid.Sus/2019/Pn Byw, dimana terdakwa yang bernama Aang Kunaivi telah bersalah melakukan tindak pidana Carding. Sama halnya dengan Putusan yang sebelumnya, terdakwa pada Putusan ini dikenakan Pasal 48 Ayat (1) Jo. Pasal 32 Ayat (1) UU. RI. Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo. UU. RI. Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU. RI. Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Bahwa terdakwa yang bertempat kelahiran di Banyuwangi tersebut dengan sadar dan sengaja memperoleh data dan informasi milik warga negara asing. Data dan informasi yang terdakwa miliki akan digunakan secara pribadi untuk mendapatkan keuntungan dari data dan informasi tersebut. Bahwa terdakwa

(7)

7 mendapatkan keuntungan dari data dan informasi tersebut dengan cara membeli barang yang ada pada situs jual-beli online yang kemudian tersebut akan dijual kembali melalui pihak ketiga. Bahwa terdakwa mendapatkan kartu kredit milik warga negara asing melalui komunitas Facebook yang bernama Kolam Tuyul, SIG (Silent Is Gold) dan Indonesia Darknett dengan akun Facebook atas nama Hendra.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaturan hukum terhadap kejahatan carding di Indonesia?

2. Bagaimana analisis Putusan PN Malang Nomor 597/Pid.Sus/2018/PN Mlg tentang pertimbangan hakim terhadap pelaku tindak pidana carding dalam cyber crime?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui penegakkan hukum terhadap pelaku kejahatan carding di Indonesia

2. Untuk mengetahui analisis Putusan PN Malang Nomor 597/Pid.Sus/2018/PN Mlg

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat diadakannya penelitian hukum ini adalah:

1. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian dan penulisan hukum ini adalah sebagai berikut. Memberikan kontribusi berupa kaidah, asas-asas maupun konsep-konsep dan makna atau pengertian baru bagi ilmu hukum, khususnya penegakkan hukum pelaku kejahatan carding.

(8)

8

2. Manfaat Praktis

Sedangkan manfaat praktis yang diharapkan dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Memberi masukan bentuk-bentuk dalam rumusan kaedah hukum konkret yang baru bagi masyarakat. Dimaksudkan dengan masyarakat di sini, yaitu terutama para penegak hukum seperti: para Hakim, Jaksa Penuntut Umum dan Penyidik, Advokat, dan lain sebagainya. Diharapkan, hasil penelitian ini dapat memperkenalkan bentuk, jenis, sifat-sifat dari kaidah hukum baru berkaitan dengan modus operandi dan penegakkan hukum tindak pidana carding.

Dengan cara demikian, diharapkan para penegak hukum akan mendapatkan masukan-masukan baru sebagai pedoman hukum dalam penegakkan peraturan perundang-undangan.

E. Metode Penelitian

Menurut Peter Mahmud Marzuki penelitian hukum dirumuskan sebagai suatu kegiatan know-how dalam ilmu hukum, bukan sekedar know-about. Sebagai kegiatan know-how, penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi. Oleh sebab itu, penelitian hukum dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecahan atas masalah tersebut.7

7 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cetakan II, Kencana, Jakarta, 2005, hal. 60.

(9)

9

1. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum. Dicari untuk ditemukan dan digambarkan serta dibahas atau didiskusikan dalam penelitian hukum adalah konsep-konsep dalam hukum (legal concepts), definisi-definisi hukum, sifat-sifat kaidah hukum, perbedaan antara

aturan hukum dan asas hukum, sistem hukum dan keberlakuan hukum.8 Terutama asas-asas, kaidah hukum dalam arti sempit, dan peraturan hukum yang dicari, ditemukan, digambarkan dan dianalisis dalam penelitian ini, sebagai suatu penelitian hukum adalah sistem hukum, dan penemuan hukum dalam Putusan 597/Pid.Sus/2018/PN Mlg.

2. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah atau legal issues dalam penelitian hukum ini secara konseptual, historis, perundang-undangan, maupun case laws. Pendekatan konseptual (conceptual approach) digunakan dalam penelitian ini karena penelitian ini perlu merujuk prinsip-prinsip hukum. Prinsip-prinsip ini dapat ditemukan dalam pandangan-pandangan sarjana atau doktrin-doktrin hukum.9. Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.10 Pendekatan ini digunakan karena dalam penelitian ini menggunakan bahan hukum meliputi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-

8 J.J.H. Bruggink, Refleksi tentang Hukum, Cetakan II, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999. hal. 173.

9 Peter Mahmud Marzuki, Op.cit. hal. 178.

10 Ibid. hal. 133.

(10)

10 Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kemudian, pendekatan kasus (case approach) dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan yang tetap. Pendekatan ini digunakan karena dalam penelitian ini merujuk pada Putusan Nomor 597/Pid.Sus/2018/PN Mlg dan 837/Pid.Sus/2019/ PN Byw. Selanjutnya pendekatan historis dilakukan dengan menelaah latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan tentang isu yang dihadapi.11

3. Sumber Bahan Hukum

Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian. Meliputi: Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik dan Putusan Pengadilan Malang Nomor 597/Pid.Sus/2018/PN Mlg.

Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang terdiri atas buku-buku yang ditulis para ahli hukum, jurnal-jurnal hukum, dan pendapat sarjana yang relevan dengan penelitian ini. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan

11 Ibid. hal. 134.

(11)

11 mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder meliputi kamus hukum, dan bahan lainnya yang mendukung penelitian.

4. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Hukum

Bahan-bahan hukum sebagaimana dikemukakan diatas dikumpulkan dan diolah dengan Teknik sebagai berikut. Bahan hukum primer dikumpulkan dengan mengunjungi website resmi dari Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Kementerian Negara serta publikasi online dalam bidang hukum.

Bahan-bahan hukum primer tersebut di-download, dibaca, kemudian disusun secara kronologis berdasarkan legal issues serta diolah sebelum dimasukkan sebagai bahan hasil penelitian. Pengumpulan bahan-bahan hukum sekunder yaitu pengambilan bahan dari sumber-sumber yang ditulis oleh para ilmuan hukum yang sudah terspesialisasi dalam bidangnya dan menjadi rujukan utama bagi para pengambil kebijakan publik12. Sedangkan pengumpulan bahan- bahan hukum tersier yaitu mencari bahan atau sumber pendukung seperti kamus- kamus hukum. Sumber yang seperti ini, dalam penelitian hukum, merupakan suatu contoh dari sumber-sumber bahan hukum tersier13.

5. Teknik Analisis

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis yuridis normatif. Dengan melakukan pendekatan terhadap hukum positif atau peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016

12 Ibid. hal. 46.

13 Ibid. hal. 49.

(12)

12 tentang perubahan atas undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

F. Orisinalitas Penelitian

Penelitian ini adalah suatu penelitian yang orisinil. Dikatakan bersifat orisinil karena, seperti yang terlihat dalam tabel 1 dibawah ini penjelasan perbandingan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu. Penelitian yang pertama dilakukan oleh Moses Simanjuntak. Judul penelitian Penulis pertama tersebut adalah Putusan No. 922/Pid.B/2009/Pn.Jkt.Sel. Tentang Tindak Pemalsuan Kartu Kredit (Carding) Dikaitkan Dengan Keadilan Bermartabat. Rumusan Masalah dari penelitian yang dilakukan oleh Moses Simanjuntak adalah bagaimana pemalsuan sebagai carding menurut keadilan bermartabat?

Penelitian yang dilakukan oleh Moses Simanjuntak berhasil menjabarkan tindak pidana carding yang selama ini terjadi ditengah-tengah masyarakat.

Penelitian yang dilakukan Moses Simanjuntak memaparkan jenis-jenis tindak pidana carding dan bagaimana mereka para pelaku tindak pidana tersebut menjalankan operasi atau kegiatan pencurian tersebut. Sedangkan penelitian Penulis menggambarkan tindak pidana pencurian data pengguna kartu kredit yang didapatkan melalui komunitas Facebook.

Kemudian, penelitian yang kedua dilakukan oleh Inicafony Prasasti. Judul Penulis kedua tersebut adalah Penyalahgunaan Jaringan Telekomunikasi dan Informasi Serta Transaksi Elektronik. Rumusan masalah dari penelitian yang dilakukan oleh Inicafony Prasasti adalah bagaimana bentuk tindak pidana

(13)

13 penyalahgunaan jaringan telekomunikasi-informasi dan transaksi elektronik di Indonesia melalui media internet?

Penelitian yang dilakukan oleh Inicafony Prasasti berhasil menemukan adanya jenis-jenis perbuatan melawan hukum dalam informasi dan transaksi elektronik dan telekomunikasi dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan telekomunikasi. Penelitian yang dilakukan Inicafony Prasasti mengarah kepada perbuatan melawan hukum yang menyerang sistem keamanan komputer dan/atau data yang diproses oleh komputer. Sedangkan penelitian yang dilakukan Penulis menggambarkan perbuatan melawan hukum yang mengakses data dan mengumpulkan data dan/atau informasi pemilik kartu kredit yang kemudian akan digunakan untuk kepentingan pribadi.

Selanjutnya, penelitian yang ketiga dilakukan oleh Naomi Beatrix Rasuh.

Judul penelitian penulis ketiga tersebut adalah Pembuktian dalam Transaksi Elektronik di Indonesia dan Singapura. Rumusan masalah dari penelitian yang dilakukan oleh Naomi Beatrix Rasuh adalah bagaimana pengaturan hukum pembuktian informasi dan transaksi elektronik di Singapura?

Dalam proses pembuktian di pengadilan, Hakim dan Jaksa di Singapura tergantung pada pokok perkara atau substansi yang akan dibuktian di pengadilan.

Dengan demikian setiap hal yang disampaikan dalam pembuktian di pengadilan dapat dikelompokkan ke dalam macam-macam bukti sesuai dengan kelompok Namanya. Pada prinsipnya penamaan terhadap kelompok bukti tersebut adalah testimony (bukti kesaksian), hearsay evidence (bukti kesaksian berdasarkan hasil

(14)

14 pendengaran), documentary evidence (bukti surat), real evidence (benda sebagai bukti), dan circumstantial evidence (bukti yang tidak langsung). Sedangkan Penulis mengemukakan isi penelitian berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia yang menganut sistem civil law.

Tabel 1

Studi Perbandingan dengan Hasil Penelitian Terdahulu

No Nama Penulis dan Judul Skripsi Rumusan Masalah dan Temuan Beda Dengan Rencana Skripsi Ini

1 Moses, 2018, Putusan No.

922/Pid.B/2009/Pn.Jkt.Sel. Tentang Tindak Pemalsuan Kartu Kredit (Carding) Dikaitkan Dengan Keadilan Bermartabat

Bagaimana pemalsuan sebagai carding menurut Keadilan Bermartabat?

Dalam penulisan yang saya lakukan tidak menambahkan isi dengan KUHPerdata.

2 Inicafony, 2017, Penyalahgunaan Jaringan Telekomunikasi dan Informasi Serta Transaksi Elektronik

Bagaimana bentuk tindak pidana penyalahgunaan jaringan telekomunikasi-informasi dan transaksi elektronik di Indonesia melalui media internet?

Penelitian yang dilakukan penulis masih mempermasalahkan penyimpangan dari penggunaan secara umum.

3 Naomi, 2016, Pembuktian dalam Transaksi Elektronik di Indonesia dan Singanpura

Bagaimana pengaturan hukum pembuktian informasi dan transaksi elektronik di Singapura?

Dalam penulisan yang saya buat hanya memaparkan pengaturan hukum pembuktian informasi dan transaksi elektronik yang ada di Indonesia.

Sumber: diolah dari skripsi-skripsi terdahulu publikasi Fakultas Hukum UKSW Salatiga.

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai ilmu dan penerapannya yang berkaitan Secara umum keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai ilmu dan

Terdapat kesulitan – kesulitan yang timbul sewaktu melakukan pengajaran fotografi, seperti faktor cuaca yang tidak mendukung pada saat melakukan pemotretan luar,

Adapun yang menjadi alasannya adalah untuk menghindarkan para muzakki yang sekaligus menjadi wajib pajak tidak terkena beban ganda ( double burden ) dan untuk memacu

Nilai -0,175 menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi pupuk organik berada pada elastisitas Ep<0, nilai tersebut menunjukkan bahwa penggunaan pupuk organik berada

Dalam konteks ini al-Nursi (2007) melihat bahawa sakit dapat mengajar erti hidup bermasyarakat dan di samping dapat menghapuskan sifat ego dalam diri seseorang kerana

Early language milestone-2 (ELMS-2) dapat dipakai sebagai alat deteksi dini keterlambatan bicara pada anak usia prasekolah di TPA pada anak dengan risiko

[r]

Berdasarkan data di atas, penulis menarik simpulan bahwa ada dua (2) tindakan antisosial yang dilakukan Yuno, yaitu tidak peduli dengan keselamatan orang lain