• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dan pengembangan hipotesis dalam penelitian ini. A. Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dan pengembangan hipotesis dalam penelitian ini. A. Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Setelah membahas pendahuluan di Bab I, maka pada Bab II ini akan dijelaskan mengenai landasan teori, kerangka teoritis serta penelitian terdahulu dan pengembangan hipotesis dalam penelitian ini.

A. Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis

Bagian ini akan menjelaskan mengenai teori dan literatur yang mendasari komponen maupun variabel penelitian.

1. Karakteristik Perusahaan

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006), karakteristik adalah ciri- ciri khusus; mempunyai sifat khas (kekhususan) sesuai dengan perwatakan tertentu yang membedakan sesuatu (orang) dengan sesuatu yang lain.

Karakteristik perusahaan merupakan ciri-ciri khusus yang melekat pada perusahaan, menandai sebuah perusahaan dan membedakannya dengan perusahaan lain.

Lang dan Lundholm (1993) mengatakan dalam konteks laporan keuangan karakteristik perusahaan bisa ditetapkan dengan menggunakan tiga pendekatan kategori yakni:

a. Variabel struktur (structure related variables)

Variabel ini dianggap cenderung stabil dan konstan sepanjang waktu (Wallace, Olusegun dan Aracelu 1994). Structure ditentukan oleh faktor- faktor yang berkaitan dengan perkembangan perusahaan yang

(2)

commit to user

meliputi ukuran perusahaan, umur perusahaan dan kemampuan melunasi hutangnya.

b. Variabel kinerja (performance related variables)

Variabel kinerja merupakan variabel yang akan berbeda pada waktu-waktu yang spesifik. Selain itu variabel ini memiliki informasi yang mungkin relevan bagi pengguna informasi akuntansi (Wallace et al., 1994).

Performance ditentukan oleh faktor-faktor yang bersifat kuantitatif mencakup likuiditas perusahaan, return on equity dan profitabilitas.

c. Variabel pasar (market related variables)

Variabel pasar spesifik terhadap periode waktu tertentu atau relatif stabil dari waktu ke waktu. Variabel ini dapat berada di bawah ataupun di luar kendali perusahaan. Market ditentukan oleh faktor – faktor yang bersifat kualitatif berupa porsi saham publik, status perusahaan, ukuran perusahaan auditor dan jenis industri.

Menurut Sidharta dan Christanti (2007), karakteristik perusahaan merupakan ciri khas atau sifat yang melekat dalam suatu entitas usaha yang dapat dilihat dari beberapa segi, diantaranya jenis usaha atau industri, struktur kepemilikan, tingkat likuiditas, tingkat profitabilitas, ukuran perusahaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Marwata (2001) yang menyatakan bahwa karakteristik perusahaan merupakan ciri-ciri khusus yang melekat pada perusahaan, menandai sebuah perusahaan dan membedakannya dengan perusahaan lain. Karakteristik perusahaan dapat berupa ukuran perusahaan (size), jumlah pemegang saham, status perusahaan, auditor, rate of return, earning margin, leverage, rasio

(3)

commit to user

likuiditas, basis perusahaan, rencana penerbitan sekuritas pada tahun berikutnya, jenis industri, profil, dan karakteristik lainnya. Pada penelitian ini karakteristik yang digunakan size, leverage, penyebaran kepemilikan, net profit margin, ROE, tipe industri dan cakupan operasional perusahaan.

Ukuran perusahaan merupakan nilai yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan. Semakin besar perusahaan maka semakin besar total aset dan modal yang ditanam sehingga semakin banyak perputaran uang dalam perusahaan sehingga akan mengurangi adanya risiko, termasuk credit risk perusahaan (Sudarmaji dan Sularto, 2007). Leverage sebagai salah satu indikator solvabilitas yang menunjukkan bahwa perusahaan dengan leverage yang tinggi lebih banyak membiayai investasinya dengan hutang, sehingga resiko gagal bayar (default risk) menjadi lebih tinggi (Setyaningrum, 2005). Penyebaran kepemilikan saham concern dengan dilaksanakannya tata kelola perusahaan yang baik, sehingga dapat mencegah bahaya atau risiko dari manajemen atau segera melakukan tindakan perbaikan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan menurunkan adanya risiko kredit (Rinaningsih, 2008).

Jika net profit margin tinggi maka menandakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu, atau biaya yang tinggi untuk tingkat penjualan tertentu, sehingga dapat menurunkan credit risk pada perusahaan (Hanafi dan Halim, 2007). Perusahaan yang mempunyai ROE yang tinggi dan kinerja yang baik maka pendapatannya semakin besar, sehingga semakin kecil kemungkinan terjadinya gagal bayar dan dapat menurunkan credit risk (Setyaningrum, 2005). Perusahaan yang beroperasi pada tipe industri yang

(4)

commit to user

berbeda akan menghadapi jenis risiko yang berbeda-beda (Amran, Abdul dan Bin Che, 2008). Hal ini dikarenakan perusahaan-perusahaan tersebut menghadapi kegiatan usaha, peraturan, kebijakan akuntansi, pengukuran, penilaian dan teknik yang berbeda sesuai dengan karakteristik industrinya, yang akan menghasilkan pula perbedaan tingkat risikonya (Aljifri dan Hussainey, 2007). Perusahaan yang beroperasi di domestik mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan multinasional (Suhardjanto dan Choiriyah, 2010). Tingkat risiko yang tinggi pada perusahaan domestik dikarenakan tidak adanya aturan yang pasti dan kurangnya kesadaran publik sehingga dapat mempengaruhi risiko dalam perusahaan (Haniffa dan Cooke, 2005).

2. Credit risk

Risiko adalah elemen tak terhindarkan dari setiap usaha bisnis (Amran, 2008). Selain risiko keuangan, perusahaan juga rentan terhadap risiko bisnis atau perubahan dalam iklim ekonomi secara keseluruhan yang dapat mempengaruhi harga saham (Rinaningsih, 2008). Risiko kredit merupakan suatu risiko kerugian yang disebabkan oleh ketidakmampuan (gagal bayar) dari debitur atas kewajiban pembayaran utangnya baik utang pokok maupun bunganya atau keduanya (Widajati, 2007).

Risiko kegagalan perusahaan untuk dapat memenuhi semua kewajiban finansial disebabkan karena terjadinya kesulitan keuangan. Kesulitan keuangan yang dimulai ketika perusahaan tidak dapat memenuhi jadwal pembayaran atau dimulai ketika proyeksi arus kas mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut tidak segera dapat memenuhi kewajibannya (Brigham dan Daves, 2003). Menurut

(5)

commit to user

(Brigham dan Gapenski, 1997) terdapat beberapa penyebab kesulitan keuangan pada perusahaan, antara lain:

1. Economic failure

Economic failure atau kegagalan ekonomi adalah keadaan dimana pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi total biaya. Perusahaan ini dapat melanjutkan operasinya sepanjang kreditur mau menyediakan modal dan pemiliknya mau menerima tingkat pengembalian di bawah pasar.

2. Business failure

Kegagalan bisnis didefinisikan sebagai bisnis menghentikan operasi dengan akibat kerugian kepada kreditur.

3. Technical insolvency

Sebuah perusahaan dikatakan technical insolvency jika tidak dapat memenuhi kewajiban lancar ketika jatuh tempo. Gejala awal kegagalan ekonomi mungkin menjadi awal menuju financial disaster.

4. Insolvency in bankruptcy

Sebuah perusahaan dikatakan insolvency in bankruptcy jika nilai buku hutang melebihi nilai pasar aset. Kondisi ini lebih serius daripada technical insolvency karena hal ini tanda kegagalan ekonomi sehingga menyebabkan risiko yang tinggi bahkan mengarah terjadinya likuidasi bisnis.

5. Legal bankrupty

Perusahaan dikatakan bangkrut secara hukum jika telah diajukan tuntutan secara resmi dengan undang-undang.

(6)

commit to user

Risiko kredit terjadi karena adanya technical insolvency pada perusahaan.

Hal tersebut terjadi karena adanya kerugian yang disebabkan oleh ketidakmampuan perusahaan atas kewajiban pembayaran utang baik pokok maupun bunga atau keduanya (Widajati, 2007).

Risiko kredit (credit risk) dapat diukur dengan peringkat surat utang dan rasio utang terhadap ekuitas (DER) (Billings, 1999). Pada penelitian ini risiko kredit diukur dengan menggunakan peringkat surat utang. Penggunaan peringkat surat utang bertujuan untuk menilai kinerja perusahaan. Pemeringkatan terhadap surat utang dinilai sangat penting karena dapat dimanfaatkan untuk memutuskan apakah surat utang tersebut layak terbit atau tidak serta mengetahui tingkat risikonya. Alasan pengukuran menggunakan peringkat surat utang pada penelitian ini karena berhubungan langsung dengan perusahaan internal akan tetapi pengukuran dengan DER berhubungan dengan perusahaan eksternal contohnya seperti investor. Salah satu implikasi atas tinggi rendahnya tingkat risiko ini turut menentukan peringkat surat utang yang bersangkutan (Ratih, 2006). Peringkat surat utang perusahaan dari lembaga pemeringkat independen dapat memberikan gambaran tentang kemampuan emiten untuk memenuhi kewajiban membayar bunga dan pokok secara tepat waktu dan dalam jumlah yang sesuai (Rinaningsih, 2008).

Di Indonesia lembaga pemeringkat independen yaitu PT.Pefindo yang menjelaskan metodologi pemeringkatan risiko industri, risiko usaha dan risiko keuangan (Rinaningsih, 2008). Risiko industri terdiri dari tingkat pertumbuhan dan stabilitas industri, struktur pendapatan dan biaya, tingkat persaingan dan

(7)

commit to user

barrier to entry, peraturan dan deregulasinya, serta profil keuangan industri.

Risiko keuangan masing-masing perusahaan berdasarkan kebijakan setiap perusahaan terdiri dari kriteria profitabilitas, struktur modal, arus kas dan fleksibilitas keuangannya. Risiko usaha tergantung pada key success faktor masing-masing perusahaan. Fungsi utama PT. Pefindo memberikan peringkat objektif, independen dan kredibel terhadap risiko kredit dari efek hutang yang diterbitkan melalui kegiatan penilaian. Penilaian risiko pada masing-masing jenis industri sama. Berdasarkan analisis lima faktor risiko utama, yaitu pertumbuhan industri & stabilitas (growth & stability), pendapatan & struktur biaya (revenue &

cost structure), hambatan masuk dan tingkat persaingan dalam industri (barriers to entry & competition), regulasi & de-regulasi industri (regulatory framework), dan profil keuangan dari industri (financial profile).

Selain kegiatan penilaian, PT.Pefindo terus memproduksi & mempublikasikan informasi kredit yang berkaitan dengan pasar modal utang. Produk-produk publikasi mencakup pendapatan kredit pada perusahaan-perusahaan besar yang telah menerbitkan obligasi dan sektor yang mendasarinya.

(www. pefindo.com, 2008).

B. Kaitan antara Karakteristik Perusahaan dengan Credit risk

Menurut Setyaningrum (2005), perusahaan yang total aktivanya kecil, dapat memiliki potensi penurunan peringkat surat utang pada perusahaan. Hal ini berhubungan dengan kondisi di Indonesia pasca krisis ekonomi dimana perusahaan-perusahaan besar gagal bertahan. Sebagian asset perusahaan besar dibeli oleh luar negeri, sementara hasil produksi mereka dijual di dalam negeri

(8)

commit to user

dengan mata uang rupiah. Ketika terjadi penurunan nilai mata uang rupiah, maka mereka tidak mampu mengembalikan investasi yang sudah ditanamkan. Krisis inilah yang membuat peringkat surat utang perusahaan besar cenderung turun, sehingga dapat menyebabkan credit risk yang besar. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Bhojraj dan Sengupta (2003) yang menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap peringkat surat utang. Hasil tersebut berbanding balik dengan Setyaningrum (2005) yang menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap peringkat surat utang.

Leverage merupakan pengukur besarnya aktiva yang dibiayai dengan utang. Penggunaan utang yang sangat besar oleh perusahaan akan membuat perusahaan menyediakan informasi yang lebih banyak untuk memenuhi tuntutan investor dan kreditor, sebab kreditor akan selalu mengawasi dana yang dipinjamkannya kepada perusahaan (Suhardjanto dan Miranti, 2009). Semakin tinggi rasio hutang terhdap aktiva, maka semakin besar jumlah modal pinjaman yang digunakan dalam menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Horne (2005), menyatakan bahwa semakin tinggi debt to asset ratio, maka semakin besar risiko keuangannya. Penggunaan utang yang tinggi akan meningkatkan profitabilitas, namun utang yang tinggi juga akan meningkatkan risiko termasuk risiko kredit (Hanafi dan Halim, 2007).

Menurut Murhadi (2009), semakin terdispersi kepemilikan saham suatu perusahaan akan mendorong semakin baiknya penerapan corporate governance dalam perusahaan. Kepemilikan yang terkonsentrasi khususnya pada satu pemilik

(9)

commit to user

akan menyebabkan praktik corporate governance dalam perusahaan menjadi buruk, sehingga akan meningkatkan risiko kredit. Hasil pengamatan Wallace et al., (1994) menunjukkan adanya pengaruh signifikan antara dispersi kepemilikan dan tingkat risiko, sehingga peringkat surat utang menjadi kecil dan credit risk meningkat. Dispersi kepemilikan diukur dengan rasio dengan membagi antara jumlah saham yang dimiliki masyarakat dengan total saham (Simanjuntak dan Widiastuti, 2004).

Simanjuntak dan Widiastuti (2004) menjelaskan bahwa net profit margin yang tinggi akan mendorong para manajer untuk memberikan informasi yang lebih terinci, sebab mereka ingin meyakinkan investor terhadap profitabilitas perusahaan dan kompensasi terhadap manajemen sehingga dapat mengurangi adanya risiko. Net profit margin mengukur sejauh mana perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Net profit margin yang tinggi menandakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu, atau biaya yang tinggi untuk tingkat penjualan tertentu.

Perusahaan yang mempunyai net profit margin yang tinggi maka peringkat surat utangnya juga tinggi sehingga credit risk menjadi rendah. Secara umum rasio yang rendah bisa menunjukkan ketidakefisienan manajemen (Hanafi dan Halim, 2007). Semakin tinggi profit margin maka akan mengurangi tingkat credit risk dalam perusahaan (Susanto, 2011).

Return on equity (ROE) adalah kemampuan perusahaan dalam menggunakan modalnya untuk memperoleh laba. Semakin tinggi ROE berarti semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dan semakin baik

(10)

commit to user

kinerja perusahaannya (Hanifa dan Cooke, 2005). Perusahaan yang mempunyai ROE yang tinggi dan kinerja yang baik maka pendapatannya semakin besar, maka semakin kecil kemungkinan perusahaan terjadi gagal bayar, sehingga semakin tinggi peringkat surat utang tersebut dan credit risk menjadi kecil (Setyaningrum, 2005).

Perusahaan yang beroperasi pada industri yang berbeda akan menghadapi jenis risiko yang berbeda-beda (Amran, Abdul dan Bin Che, 2008). Hal ini dikarenakan perusahaan-perusahaan tersebut menghadapi kegiatan usaha, peraturan, kebijakan akuntansi, pengukuran, penilaian dan teknik yang berbeda sesuai dengan karakteristik industrinya, yang akan menghasilkan pula perbedaan tingkat risikonya (Aljifri dan Hussainey, 2007). Perusahaan yang masuk dalam kategori perusahaan keuangan seperti perbankan, asuransi dan lembaga pembiayaan lainnya biasanya diatur dengan regulasi yang lebih ketat oleh pemerintah, karena menyangkut kepentingan publik. Semakin ketatnya regulasi, maka perusahaan dalam kategori perusahaan keuangan diprediksi memiliki peringkat surat utang yang tinggi sehingga credit risk dapat ditekan (Setyaningrum, 2005).

Perusahaan yang beroperasi di domestik mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan multinasional (Suhardjanto dan Choiriyah, 2010). Tingkat risiko yang tinggi pada perusahaan domestik dikarenakan tidak adanya aturan yang pasti dan kurangnya kesadaran publik sehingga dapat mempengaruhi risiko dalam perusahaan (Haniffa dan Cooke, 2005).

(11)

commit to user C. Kerangka Konseptual

Kerangka mengenai hubungan antar masing-masing variabel dapat dilihat dalam gambar dibawah ini:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

H6

H7 H4 (-)

H5 (-)

Cakupan wilayah operasional Tipe Industri Pasar

Perusahaan (market- Related variables)

Net Profit Margin

Return of Equity Kinerja

Perusahaan

(performance -related variables)

Credit risk H1 (-)

H2 (+)

H3 (-) Ukuran Perusahaan

Penyebaran Kepemilikan Leverage Struktur

Perusahaan (structure related variables)

(12)

commit to user

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dapat diketahui bahwa model penelitian ini hanya terdiri dari satu arah yaitu untuk menjelaskan pengaruh karakteristik perusahaan yang dibagi dalam tiga pendekatan yaitu, variabel struktur, variabel kinerja, dan variabel pasar perusahaan. Variabel struktur diproksikan dengan ukuran perusahaan, leverage, dan penyebaran kepemilikan.

Variabel kinerja diproksikan dengan net profit margin dan return on equity.

Variabel pasar diproksikan dengan tipe industri dan cakupan operasional perusahaan.

D. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan untuk menguji pengaruh pengaruh karakteristik perusahaan yang terdiri dari (1) size, (2) leverage, (3) penyebaran kepemilikan, (4) net profit margin, (5) ROE, (6) tipe industri dan (7) cakupan operasional perusahaan terhadap credit risk. Berikut ini merupakan pengembangan hipotesis yang digunakan:

1. Ukuran perusahaan dan credit risk.

Ukuran perusahaan merupakan karakteristik perusahaan dalam kaitannya dengan struktur perusahaan (Fitriani, 2001). Perusahaan besar merupakan emiten yang paling banyak disoroti oleh publik sehingga risiko yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis sebagai wujud tanggung jawab perusahaan (Sembiring, 2005). Menurut Cowen (1987) perusahaan yang lebih besar akan berada dalam tekanan untuk melegitimasi bisnis mereka karena perusahaan yang lebih besar melakukan aktivitas yang lebih banyak dan memiliki pengaruh yang

(13)

commit to user

lebih besar kepada masyarakat serta memiliki pemegang saham yang mungkin peduli dengan program yang dilakukan oleh perusahaan sehingga dapat mengurangi adanya credit risk perusahaan.

Menurut Setyaningrum (2005) perusahaan yang total aktivanya besar, diharapkan mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam membayar kewajiban yang telah masuk jatuh tempo. Semakin besar perusahaan maka semakin besar total aset dan modal yang ditanam sehingga semakin banyak perputaran uang dalam perusahaan sehingga akan mengurangi adanya risiko, termasuk credit risk perusahaan.

(Sudarmaji dan Sularto, 2007).

Bhojraj dan Sengupta (2003) menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap peringkat surat utang. Hasil tersebut berbeda dengan Setyaningrum (2005) yang menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap peringkat surat utang. Perbedaan hasil tersebut dikarenakan adanya perbedaan tahun periode dan variabel independen penelitian

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan maka peringkat surat utang akan tinggi dan credit risk semakin rendah.

H1 : Terdapat pengaruh negatif ukuran perusahaan terhadap credit risk.

(14)

commit to user 2. Leverage dan credit risk

Leverage merupakan pengukur besarnya aktiva yang dibiayai dengan utang. Penggunaan utang yang sangat besar oleh perusahaan akan membuat perusahaan menyediakan informasi yang lebih banyak untuk memenuhi tuntutan investor dan kreditor, sebab kreditor akan selalu mengawasi dana yang dipinjamkannya kepada perusahaan (Suhardjanto dan Miranti, 2009). Leverage sebagai salah satu indikator solvabilitas yang menunjukkan bahwa perusahaan dengan leverage yang tinggi, lebih banyak membiayai investasinya dengan hutang. Resiko gagal bayar (default risk) perusahaan yang mempunyai leverage yang tinggi menjadi lebih tinggi. Hal ini dapat menurunkan peringkat surat utang perusahaan sehingga credit risk akan semakin tinggi (Setyaningrum, 2005).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan rasio hutang terhadap aktiva (DTAR) karena rasio ini mengukur berapa besar aktiva perusahaan yang dibiayai oleh kreditor. Selain itu, DTAR adalah rasio yang sangat diperhatikan oleh kreditor untuk mendapatkan perlindungan jika terjadi risiko. Kreditor akan mengamati DTAR untuk menilai efisiensi dari kewajiban yang dimiliki oleh perusahaan (Kasmir, 2008). Semakin tinggi DTAR, maka semakin besar jumlah modal pinjaman yang digunakan dalam menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Horne (2005) menyatakan bahwa semakin tinggi debt to asset ratio, maka semakin besar risiko keuangannya. Penggunaan utang yang tinggi akan meningkatkan

(15)

commit to user

profitabilitas, namun utang yang tinggi juga akan meningkatkan risiko (Hanafi dan Halim, 2007).

Dari penjelasan di atas maka apabila leverage di perusahaan tersebut kecil maka credit risk akan semakin kecil dan sebaliknya apabila leverage di perusahaan tersebut besar maka credit risk juga akan semakin besar sehingga mungkin akan terjadi likuidasi.

H2 : Terdapat pengaruh positif leverage terhadap credit risk.

3. Penyebaran kepemilikan dan credit risk

Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa konsentrasi kepemilikan yang rendah akan mengakibatkan konflik kepentingan antara principal dan agen. Menurut Murhadi (2009), semakin terdispersi kepemilikan saham suatu perusahaan akan mendorong semakin baiknya penerapan corporate governance dalam perusahaan. Kepemilikan yang terkonsentrasi khususnya pada satu pemilik akan menyebabkan praktik corporate governance dalam perusahaan menjadi buruk, sehingga akan meningkatkan credit risk. Dispersi kepemilikan diukur dengan membagi antara jumlah saham yang dimiliki masyarakat dengan total saham (Simanjuntak dan Widiastuti, 2004).

Jika kepemilikan saham terkonsentrasi melewati batas tertentu, maka pemegang saham besar akan memiliki pengendalian penuh dan cenderung memanfaatkan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan pribadi yang tidak bisa didapat oleh pemegang saham minoritas (Shleifer dan Vishny, 1997). Konsentrasi kepemilikan akan meningkatkan tingkat

(16)

commit to user

keuntungan karena dengan terkonsentrasinya kepemilikan akan memberikan insentif pemegang saham untuk memonitor tindakan manager agar memilih tindakan yang sesuai dengan kepentingan pemilik (Haryono, 2005).

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa apabila penyebaran kepemilikan semakin luas maka credit risk semakin rendah dan sebaliknya apabila penyebaran kepemilikan menyempit maka credit risk menjadi tinggi.

H3 : Terdapat pengaruh negatif penyebaran kepemilikan terhadap credit risk.

4. Net Profit Margin dan credit risk

Net profit margin mengukur sejauh mana perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Net profit margin yang tinggi menandakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu, atau biaya yang tinggi untuk tingkat penjualan tertentu (Susanto, 2011). Secara umum rasio yang rendah bisa menunjukkan ketidakefisienan manajemen. Net profit margin yang tinggi maka kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu, atau biaya yang tinggi untuk tingkat penjualan tertentu, sehingga dapat menurunkan risiko pada perusahaan (Hanafi dan Halim, 2007).

(17)

commit to user

Net Profit Margin adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dalam tingkat penjualan tertentu. Semakin tinggi net profit margin maka semakin rendah tingkat credit risk. Hanafi dan Halim (2007) membuktikan bahwa variabel net profit margin mempunyai pengaruh positif signifikan dengan tingkat risiko. Semakin tinggi net profit margin suatu perusahaan maka semakin rendah terjadinya credit risk.

H4 : Terdapat pengaruh negatif net profit margin terhadap credit risk.

5. Return on equity (ROE) dan credit risk

Pertumbuhan yang berkelanjutan dalam keuntungan ekonomi bagi pemegang saham ekuitas adalah tujuan utama yang umum bagi semua manajer perusahaan (Robert, 1992). ROE adalah kemampuan perusahaan dalam menggunakan modalnya untuk memperoleh laba. Semakin tinggi ROE berarti semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dan semakin baik kinerja perusahaannya (Haniffa dan Cooke, 2005).

Perusahaan yang mempunyai ROE yang tinggi dan kinerja yang baik maka pendapatannya semakin besar, maka semakin kecil kemungkinan terjadinya gagal bayar, sehingga semakin tinggi peringkat surat utang tersebut dan credit risk menjadi kecil (Setyaningrum, 2005).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan apabila ROE tinggi maka credit risk juga semakin rendah dan juga sebaliknya apabila ROE rendah maka credit risk akan semakin tinggi.

(18)

commit to user

H5 : Terdapat pengaruh negatif return on equity (ROE) terhadap credit risk.

6. Tipe Industri

Perusahaan yang beroperasi pada tipe industri yang berbeda akan menghadapi jenis risiko yang berbeda-beda (Amran et al., 2008). Hal ini dikarenakan perusahaan-perusahaan tersebut menghadapi kegiatan usaha, peraturan, kebijakan akuntansi, pengukuran, penilaian dan teknik yang berbeda sesuai dengan karakteristik industrinya, yang akan menghasilkan pula perbedaan tingkat risikonya (Aljifri dan Hussainey, 2007).

Perusahaan yang masuk dalam kategori perusahaan keuangan seperti perbankan, asuransi dan lembaga pembiayaan lainnya biasanya diatur dengan regulasi yang lebih ketat oleh pemerintah, karena menyangkut kepentingan publik. Semakin ketatnya regulasi, maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan dalam kategori perusahaan keuangan diprediksi memiliki peringkat surat utang yang tinggi sehingga credit risk dapat ditekan (Setyaningrum, 2005).

H6 : Terdapat pengaruh antara tipe industri terhadap credit risk.

7. Cakupan Operasional Perusahaan

Cakupan operasional perusahaan merupakan prediktor terhadap risiko perusahaan. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Haniffa dan Cooke (2005), serta Machmud dan Djakman (2008). Haniffa dan Cooke (2005) menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan yang terdaftar di pasar modal domestik negara berkembang, tidak akan

(19)

commit to user

mengungkapkan laporan dengan baik karena tidak adanya aturan yang pasti dan kurangnya kesadaran publik sehingga akan mempengaruhi risiko dalam perusahaan, termasuk risiko kredit.

Perusahaan yang beroperasi di domestik mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan multinasional (Suhardjanto dan Choiriyah, 2010). Tingkat risiko yang tinggi pada perusahaan domestik dikarenakan tidak adanya aturan yang pasti dan kurangnya kesadaran publik sehingga dapat mempengaruhi risiko dalam perusahaan (Haniffa dan Cooke, 2005).

H7 : Terdapat pengaruh antara cakupan operasional terhadap credit risk.

Referensi

Dokumen terkait

Apakah variabel motivasi, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan keamanan kerja, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan aktualisasi diri

Pada fungsional test intrusion detection system menggunakan mikrotik versi 5.20 dapat mendeteksi adanya serangan baik berupa FTP Bruteforce, SSH Bruteforce, Port

Untuk dapat menciptakan suasana kerja yang menyenangkan maka pekerjaan yang diberikan harus menarik, penuh tantangan dan tidak bersifat rutin.Pekerjaan yang

membandingkan publikasi ilmiah internasional Indonesia dalam 27 bidang dan 264 subbidang ilmu di atas dengan data serupa dari lima negara ASEAN yang termaju dalam penelitian,

Partisipasi Dalam Pemantauan dan Evaluasi Kegiatan Kelompok Tani partisipasi dalam pemantapan kegiatan kelompok tani mufakat desa Banua Padang Hilir yaitu dengan

BPR Syariah Artha Mas Abadi Pati sudah sesuai dengan teori yang ada antara lain: Penerapan unsur-unsur pembiayaan, jenis pembiayaan merupakan modal kerja yang

Sesuai dengan teori yang ada dimana ukuran kernel semakin besar akan semakin mengurangi noise yang masuk kedalam citra, dapat dilihat bahwa konfigurasi optimal

Kosakata serapan bahasa Indonesia dari bahasa Arab dalam register keagamaan (Islam) banyak yang maknanya tidak sesuai dengan makna kata aslinya (Arab).. Kosakata serapan dari Arab