• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kompetensi Pustakawan Pada Inovasi Layanan Referensi Online

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Kompetensi Pustakawan Pada Inovasi Layanan Referensi Online"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Kompetensi Pustakawan Pada Inovasi Layanan Referensi Online

Anis Dewi Kurniawati; Ria Indriani; Rizki Arsika Yunita Perpustakaan Universitas Bina Sarana Informatika

[email protected], [email protected], [email protected] Disubmit: 19 Maret 2021 | Direview: 14 Mei 2021 | Diterima: 28 Mei 2021

ABSTRACT

The occurrence of the Covid-19 pandemic in Indonesia in early 2020 has made many changes to the order of social life, including library activities in universities. Libraries universities experience a very significant decrease in the number of visits due to social restrictions which result in mandatory lecture activities being carried out online and are prohibited from carrying out activities on campus that cause crowds, therefore the role of libraries in serving student information needs must of course adjust to current conditions. The purpose of this study was to determine the skills librarians must have in providing online reference services. The method used in this research is descriptive method with a literature study approach. Data were obtained from observations by observing librarian information-seeking behavior patterns in providing online reference services, meanwhile, literature studies were carried out by analyzing references related to information literacy, reference services, librarian expertise related to information technology and communication methods. The literature results are then analyzed and interpreted in the form of results and discussion. The result of this research is that the library uses social media to provide online reference services. There are three skills that librarians must have in providing online reference services including: 1) expertise in promoting services, 2) expertise in communicating on social media and, 3) expertise in literacy.

ABSTRAK

Terjadinya pandemi covid-19 di Indonesia pada awal tahun 2020 banyak memberikan perubahan pada tatanan kehidupan bermasyarakat, termasuk pada kegiatan perpustakaan di perguruan tinggi. Perpustakaan perguruan tinggi mengalami penurunan jumlah kunjungan yang sangat signifikan dikarenakan adanya pembatasan sosial yang mengakibatkan kegiatan perkuliahan wajib dilaksanakan secara daring dan dilarang melakukan aktivitas di kampus yang menimbulkan kerumunan, oleh sebab itu peran perpustakaan dalam melayani kebutuhan informasi mahasiswa tentunya harus menyesuaikan dengan kondisi saat ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keahlian yang harus dimiliki pustakawan dalam memberikan layanan referensi online. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan studi literatur. Data diperoleh dari hasil observasi dengan mengamati pola perilaku pencarian informasi pustakawan dalam memberikan layanan referensi online sedangkan, studi literatur dilakukan dengan cara menganalisa referensi yang berkaitan dengan literasi informasi, layanan referensi, keahlian pustakawan terkait dengan teknologi informasi dan cara berkomunikasi. Hasil literatur kemudian dianalisis dan diinterprestasikan dalam bentuk hasil dan pembahasan.

Hasil dari penelitian ini yaitu perpustakaan memanfaatkan media sosial untuk memberikan layanan referensi secara online. Terdapat tiga keahlian yang harus pustakawan dalam memberikan layanan referensi online diantaranya: 1) keahlian dalam mempromosikan layanan, 2) keahlian dalam berkomunikasi di sosial media serta, 3) keahlian dalam berliterasi.

Keywords : Digital Reference Service; Literacy Information; Communication; Promotion; Librarian Skill

PENDAHULUAN

Terjadinya pandemi Covid-19 telah mengubah tatanan kehidupan masyarakat. Segala kegiatan masyakarat menjadi serba terbatas dan mengharuskan untuk social distancing, pshycal distancing dan mematuhi untuk tetap di rumah saja. Pembatasan sosial tentunya berpengaruh pada semua bidang kehidupan termasuk bidang pendidikan. Adanya pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia awal tahun 2020 menyebabkan perguruan tinggi mewajibkan mahasiswa dan dosen melakukan perkuliahan secara daring, dan tentunya dilarang melakukan aktivitas di dalam kampus yang menyebabkan

(2)

kerumunan. Pembatasan sosial yang terjadi tentunya menghambat kelancaran dari aktivitas adakemik salah satunya perpustakaan. Perpustakaan mengalami penurunan jumlah kunjungan yang sangat signifikan, hal itu menuntut perpustakaan dapat melayani kebutuhan informasi pemustakanya dengan menyesuaikan kondisi yang ada.

Pandemi Covid-19 mengharuskan pustakawan untuk kreatif dan inovatif, agar eksistensi perpustakaan terus terjaga. Segala aktivitas perpustakaan dilakukan secara daring seperti layanan sirkulasi hingga forum diskusi dapat dilakukan melalui perpustakaan berbasis digital. Adanya perpustakaan digital sangat menguntungkan disaat pandemi seperti saat ini. Namun, beberapa perpustakaan masih belum maksimal dalam membentuk perpustakaan digitalnya. Hal ini menyebabkan interaksi pelayanan antara pustakawan dan pemustaka juga terhambat. Dibutuhkan alternatif lain untuk menunjang interaksi pemustaka dan pustakawan.

Penggunaan media sosial seperti instagram, twitter, whats app, line, dan youtube salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagai langkah pendekatan pustakawan ke pemustakanya. Di perpustakaan perguruan tinggi penting untuk melakukan peningkatan layanan melalui pendekatan sosial media, dikarenakan mayoritas dosen dan mahasiswa merupakan pengguna aktif sosial media. Hal ini dapat dimanfaatkan pustakawan untuk melayani pemustaka ketika pemustaka tidak dapat hadir secara langsung ke perpustakaan.

Layanan referensi adalah konsultasi informasi dimana pustakawan merekomendasikan, menafsirkan, mengevaluasi, dan menggunakan sumber informasi tertentu untuk membantu pemustaka memenuhi kebutuhan informasi tertentu (ALA, 2008). Layanan referensi dapat diberikan secara langsung di perpustakaan atau dapat juga secara daring yang sering disebut dengan layanan referensi online.

Layanan referensi online mampu dimanfaatkan pustakawan untuk terus melayani pemustakanya melalui sosial media tanpa tatap muka dan tidak memiliki batasan waktu. Layanan referensi online juga dapat disebut dengan referensi virtual yang merupakan suatu layanan referensi yang dimulai secara elektronik, pemustaka menggunakan komputer atau teknologi internet lainnya untuk berkomunikasi dengan pustakawan, tanpa hadir secara fisik. Saluran komunikasi yang sering digunakan dalam referensi virtual termasuk chat, video conferencing, Voice over IP, co-browsing, e- mail, dan instant messaging. Referensi virtual sering disebut pula dengan referensi chat, referensi elektronik atau referensi online (ALA, 2010). Tentunya kendala komunikasi yang dialami berbeda saat melakukan layanan referensi secara face to face dan daring. Layanan referensi online membuat sosial media memerankan peran penting untuk menulusur informasi yang tepat dan akurat.

Layanan referensi online dalam penelitian ini menggunakan sosial media melalui forum diskusi seperti chating di platform instagram, whats app, dan email. Fokus penelitian ini adalah keahlian dan kemampuan yang harus dimiliki seorang pustakawan dalam memberikan layanan referensi online.

Pada penelitian sebelumnya layanan referensi online dikaji dari sudut pandang media yang digunakan untuk memberikan layanan referensi online sedangkan pada penelitian ini fokus penelitian merupakan keahlian pustakawan dalam memberikan layanan referensi online. Tujuan penelitian untuk mengetahui keahlian yang harus dimiliki pustakawan dalam memberikan layanan referensi online.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah pustakawan mendapatkan wawasan dan dapat memberikan layanan referensi online secara efektif kepada para pemustaka

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan studi literatur. Data diperoleh dari hasil observasi dan studi literatur. Observasi dilakukan dengan mengamati pola perilaku pencarian informasi pustakawan dalam memberikan layanan referensi

(3)

online, sedangkan studi literatur dilakukan dengan cara menganalisa referensi yang berkaitan dengan literasi informasi, layanan referensi, keahlian pustakawan terkait dengan teknologi informasi dan cara berkomunikasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pustakawan dalam memberikan layanan referensi online membutuhkan beberapa keahlian diantaranya, keahlian dalam promosi, komunikasi, dan literasi. Keahlian-keahlian tersebut sangat penting agar proses dalam memberikan layanan referensi online kepada pemustaka dapat berjalan dengan baik. Pembahasan terkait keahlian yang harus dimiliki oleh pustakawan dalam memberikan layanan referensi online adalah sebagai berikut :

1. Promosi

Pustakawan menyediakan jasanya dalam memberikan layanan referensi kepada para pemustaka.

Pemustaka pada umumnya dapat memanfaatkan layanan tersebut di perpustakaan secara langsung.

Akan tetapi, pada masa pandemi Covid-19, sebagian besar perpustakaan tutup. Layanan perpustakaan dialihkan menjadi layanan digital. Tidak semua pemustaka mengetahui informasi terkait peralihan layanan perpustakaan secara elektonis tersebut. Maka, pustakawan harus mempromosikan layanan tersebut kepada para pemustaka. Kotler dan Amstrong (2012:76) menjelaskan bahwa promosi merupakan suatu kegiatan mengkomunikasikan manfaat dari sebuah produk dan membujuk target pembeli untuk membelinya. Dari definisi tersebut, maka yang dimaksud dengan promosi di perpustakaan ialah suatu kegiatan mengkomunikasikan layanan dan informasi yang dimiliki perpustakaan agar dapat dinikmati dan dimanfaatkan oleh para pemustakanya.

Pada era society 5.0 promosi perpustakaan dilakukan menggunakan media sosial. Adanya media sosial membantu perpustakaan untuk memberikan informasi secara praktis, cepat dan dapat menjangkau lebih luas. Pentingnya media sosial menurut King (2015) yakni perpustakaan dapat memberikan informasi terkait kegiatan atau layanan tanpa memiliki batas waktu, seperti menjawab pertanyaan, berbincang dengan pemustaka, melakukan promosi serta pemasaran, mengjangkau koneksi secara lebih luas. Beberapa media sosial yang umum digunakan oleh masyarakat Indonesia diantaranya Facebook, Twitter, Youtube, Instagram, Google+, Whatshap, Line, Email.

Pada penggunaan media sosial dibutuhkan dua keterampilan utama atau pendekatan untuk penggunaan media sosial, yaitu keterampilan operasional dan strategis. Pendekatan operasional sendiri melibatkan pengaturan profil media sosial dan postingan konten, sedangkan pendekatan strategis berkaitan dengan mengembangkan taktik sebagai praktik dari penggunaan media sosial dengan tujuan yang jelas, dengan demikian komponen cara penggunaan media sosial harus mencakup kedua pendekatan. (Moreno dalam Putri dan Fitria, 2020 : 2)

Beberapa keahlian yang yang harus dimiliki pustakawan dalam menggunakan sosial media diantaranya :

1) Keahlian teknologi informasi dan komunikasi

Keahlian teknologi yang harus dimiliki pustakawan tidak hanya sekedar mengoperasikan komputer. Pada era digitalisasi ini pustakawan dituntut untuk dapat memanfaatkan teknologi digital dalam mengolah dan menyebarkan koleksi yang dimilikinya. Keahlian dalam mengoperasikan media sosial juga sangat penting dimiliki pustakawan.

Pustakawan yang sudah memiliki akun media sosial dapat mempelajari berbagai fitur

(4)

yang dimiliki. Fitur-fitur tersebut berfungsi selain untuk membantu pustakawan menyebarkan informasi dapat pula membantu pustakawan untuk mendapatkan informasi dari orang lain. Dalam menyebarkan informasi di media sosial, pustakawan hendaknya dapat menyuguhkan suatu konten yang dapat menarik untuk dilihat dan dibaca. Oleh karena itu diperlukannya suatu keahlian dalam mendesain suatu konten.

2) Keahlian desain grafis

Keahlian desain grafis ini dibutuhkan pustakawan untuk menghasilkan kreativitas yang dapat digunakan sebagai promosi perpustakaan. Keahlian desain grafis dalam promosi perpustakaan diharapkan dapat memberikan informasi dengan visualisasi yang menarik.

Infografis merupakan visualisasi data atau gagasan yang bertujuan untuk menyampaikan informasi yang kompleks kepada pembaca dengan cara yang dapat secara cepat dan mudah untuk dipahami (Smiciklas, 2021:1). Pemustaka akan lebih mudah memahami informasi yang diberikan oleh perpustakaan melaui infografis, adapaun Anwar (2017:10) menjelaskan bahwa infografis yang ada dalam perpustakaan pada umumnya memuat informasi terkait :

a. statistika layanan sirkulasi (metrik peminjaman, pengembalian, jumlah koleksi atau jumlah pengunjung perpustakaan).

b. Informasi terkait tata cara dalam proses peminjaman, pengembalian, penelusuran atau pendaftaraan anggota.

c. Informasi tentang perpustakaan tersebut seperti sejarah berdirinya perpustakaan, lokasi perpustakaan, visi dan misi perpustakaan, tujuan dari perpustakaan, struktur organisasi perpustakaan.

Beberapa aplikasi desain grafis yang dapat digunakan dalam infografis dan promosi perpustakaan diantaranya sebagai berikut:

a. Photoshop

Adobe Photoshop merupakan suatu aplikasi perangkat lunak untuk proses pengeditan gambar dan mengubah foto untuk digunakan pada komputer Windows atau MacOS (Smith, 2020). Kemampuan yang dimiliki oleh photoshop yakni dapat membuat, menyempurnakan atau mengedit gambar, karya seni dan ilustrasi individual maupun dalam jumlah besar, hal itu dikarenakan photoshop merupakan program berbasis grafis raster (bitmap) yang dapat membuat dan mengedit gambar dan disimpan dalam berbagai format seperti PSB, PSD, TIFF, RAW, PDF, GIF, PNG, JPEG dan Cineon ( Rhani dalam Kompas.com : 2020). Beberapa elemen photoshop yang umum digunakan adalah memanipulasi warna gambar, memotong gambar, memperbaiki kekurangan, menggambar dengan pena atau pensil, menambahkan teks ke gambar, menghapus objek dalam suatu gambar, mengatur ukuran foto, menerbitkan gambar secara online atau dapat mendistribusikannya melalui email atau sejenisnya (Smith, 2020).

b. Coreldraw

Coreldraw adalah suatu perangkat lunak editor grafik vector yang digunakan dalam pembuatan gambar dua dimensi. Coreldraw dikembangkan oleh Corel sebuah perusahaan perangkat lunak yang ada di Ottawa, Kanada. Coreldraw pada umumnya digunakan untuk membuat suatu desain logo atau simbol, membuat desain undangan, brosur dan lainnya terkait publikasi informasi, membuat gambar ilustrasi dengan gambar yang lebih berkualitas seperti membuat lengkungan, garis atau sudut.

Hasil gambar pada coreldraw dapat disimpan dengan format CDR, PDF, JPG, EPS, SVG, PNG, BMP, AI, EXE, GIF, PSD ( Rhani dalam Kompas.com : 2020)

(5)

c. Canva

Canva merupakan sebuah aplikasi desain grafis yang dapat diakses secara gratis di website. Aplikasi ini dapat digunakan dengan menggunakan komputer atau diakses menggunakan smartphone. Canva sebagai aplikasi desain grafis sudah memiliki format yang sesuai dengan pembuatan poster, cover, pembatas buku, infografis dan lainnya. Canva menyediakan ratusan desain secara gratis dengan visualisasi menarik. Aplikasi ini sangat mudah digunakan untuk seorang pemula dalam desain grafis.

Selain ketiga aplikasi tersebut terdapat beberapa aplikasi yang dapat digunakan oleh pustakawan diantaranya adalah Easel.ly, Infogram, Piktochart, Visual.ly, Visme. Aplikasi-aplikasi tersebut dapat diakses secara online dan gratis. Dengan adanya aplikasi desain grafis yang dapat diakses dengan mudah dan memiliki banyak desain yang menarik diharapkan dapat membantu pustakawan untuk membuat suatu informasi dengan desain yang menarik.

2. Komunikasi

Seiring berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi layanan referensi berkembang menjadi layanan referensi online yang dapat di lakukan dengan akses media sosial. Dalam melakukan layanan referensi diperlukan kemampuan komunikasi yang baik dari pustakawan, agar informasi yang disampaikan dapat diterima dan dipahami dengan baik oleh pemustaka. Komunikasi yang terjadi di media sosial merupakan hasil kombinasi dari komunikasi massa dan komunikasi interpersonal (Watie, 2011 : 6). Pustakawan hendaknya memiliki lima sikap positif komunikasi interpersonal dalam memberikan layanan referensi, Devito dalam Suranto (2011: 82) lima sikap tersebut diantaranya :

a. Keterbukaan (openness)

Keterbukaan adalah sikap yang dibutuhkan dalam komunikasi dua arah antara pustakawan dan pemustaka. Sikap keterbukaan dapat menerima masukan, saran dan kritik dari orang lain, serta berkenan memberikan informasi penting dan benar kepada orang lain.

Keterbukaan ini dapat diaplikasikan pada pustakawan dengan terbuka dalam memberikan informasi secara jujur, benar, transparan, adil dan dua arah. Komunikasi dua arah ini menghasilkan informasi yang dapat diterima semua pihak, sehingga kebutuhan informasi pemustaka terpenuhi. Selain itu, dengan sikap keterbukaan pustakawan dapat menerima saran dan kritikan dari pemustakanya akan layanan yang diberikan.

b. Empati (empaty)

Sikap empati adalah kemampuan seseorang dalam memahami orang lain bukan dari sudut pandang pribadinya. Berempati dibutuhkan pustakawan dalam melayani pemustakanya.

Hal tersebut dikarenakan pustakawan akan mampu memahami sikap pemustaka, dan kebutuhan informasi yang dibutuhkan. Sehingga memudahkan pustakawan mengerti kebutuhan inormasi pemustaka.

c. Sikap mendukung (suppotiveness)

Sikap mendukung diartikan sebagai mendukung terselenggaranya interaksi secara terbuka.

Hal ini ditunjukkan dengan cara memberi respon yang relevan saat berinteraksi. Respon yang relevan bersifat spontan dan lugas. Pemaparan gagasan saat berinteraksi bersifat menjelaskan bukan evaluatif. Pengambilan keputusan harus akomodatif bukan intervensi.

Layanan referensi perlu menggunakan sikap mendukung ini. Pustakawan dalam memberikan penjelasan kepada pemustaka harus jelas dan tidak berbelit (lugas) agar pemustaka dapat dengan mudah menangkap informasi yang diberikan. Pemaparan gagasan dari pustakawan yang diberikan kepada pemustaka dibutuhkan narasi (penjelasan) yang

(6)

baik bukan hanya sekedar hasil akhirnya saja sehingga pemustaka dapat mengerti prosesnya.

d. Sikap positif (positiveness)

Sikap positif dapat ditunjukkan melalui sikap dan perilaku. Sikap positif ditunjukkan dengan cara menaruh kepercayaan dan berperilaku positif seperti membangun kerjasama.

Sikap positif pustakawan dalam memberikan pelayanan referensi ditunjukan dengan meyakini bahwa kebutuhan informasi yang dibutuhkan pemustaka merupakan informasi yang penting, sehingga dalam pemberian dan pelayanannya pustakawan dapat bersungguh- sungguh bekerja dengan profesional. Hal ini juga dapat membangun rasa percaya pemustaka kepada pustakawan, bahwa informasi yang diterima dari pustakawan benar dan akurat.

Pustakawan perlu membangun kerjasama dengan pemustaka dengan cara memberikan penjelasan secara rinci.

e. Kesetaraan (equality)

Sikap keseteraan ini memposisikan kedua belah pihak yang berkomunikasi saling memiliki kepentingan. Sehingga kedua belah pihak saling menempatkan diri untuk setara.

Kesetaraan pada proses pelayanan referensi terjadi ketika pustakawan dapat menempatkan dirinya setara dengan pemustaka, yakni pustakawan mengetahui informasi apa yang dibutuhkan oleh pemustaka. Pemustakapun akan mendapatkan informasi yang dibutuhkan dari pustawakan. Hal tersebut dapat dilakukan jika pustakawan dapat menciptakan

1) Suasana yang akrab dan nyaman, sehingga mudah untuk mengetahui kebutuhan informasi pemustaka.

2) Komunikasi dua arah terjalin dengan lancar, tidak ada yang mengunggulkan salah satu pendapat saja

3) Pustakawan tidak memaksakan kehendak 3. Literasi Informasi

Salah satu model Literasi Informasi yang paling banyak digunakan di lembaga pendidikan adalah the Big6. Model literasi tersebut dikembangkan oleh dua orang professor di bidang ilmu informasi dari Universitas Syracusse. Dari penelitian dan pengamatan mereka selama puluhan tahun itulah maka lahirlah sebuah rumusan yang memiliki perbedaan dengan beberapa model Literasi Informasi yang sudah ada sebelumnya.

Model literasi The Big6 memiliki keunikan tersendiri antara lain adalah karena model ini di klaim oleh pembuatnya sebagai sebuah model “problem solving” dalam menyelesaikan masalah informasi.

Model literasi ini bersifat lebih fleksibel dari model-model literasi informasi lainnya, karena dapat diterapkan pada hampir semua masalah manusia yang berkaitan dengan pengambilan keputusan yang menggunakan informasi sebagai dasar pengambilan keputusannya.

Menurut Eisenberg dan Berkowitz (2006) The Big6 memiliki 6 langkah efektif yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah, “step by step”. Setiap langkah diperjelas dengan 2 subdivisi. Keenam langkah tersebut adalah:

a. Task Definition/Mendefinisikan masalah.

Dalam tahap ini untuk memecahkan masalah dapat dilakukan dengan mendefinisikan masalah secara menyeluruh. Step pertama ini terdiri dari 2 subdivisi sebagai berikut:

1) Definisikan permasalahannya. Pada tahap ini yakni penentuan topik dan menjelaskan pertanyaan penelitian (Research Question). Cara yang digunakan untuk mendapatkan

(7)

topik, misalnya dengan cara : brainstorming menggunakan 5W-1H, free writing, dan sebagainya.

2) Mengidentifikasi kebutuhan informasi. Pada tahap ini perlu membatasi kebutuhan informasi pada apa yang menjadi persoalan saja dengan membuat daftar semua “keyword”

yang berhubungan dengan topik yang kita pilih. Misalnya dengan menggunakan “mind mapping”.

b. Information Seeking Strategies/Strategi pencarian informasi.

Dalam tahap ini akan dibatasi informasi apa saja yang akan dicari termasuk didalamnya membatasi perencanaan terhadap sumber-sumber informasi yang dicari. Adapun sedikitnya yang menjadi kriteria untuk menyeleksi sumber adalah : otritative, modern, dan akurasi.

Subdivisi dari tahap 2 ini adalah:

1) Melakukan brainstorm terhadap semua sumber informasi pendukung yang mungkin untuk digunakan, dalam hal ini perlu didukung dengan kepemilikan wawasan yang luas terhadap berbagai sumber informasi, baik yang tersedia di perpustakaan, maupun beberapa sumber yang bersifat primer seperti wawancara kepada narasumber secara langsung, pengambilan foto serta pencatatan data dengan observasi

2) Memilih sumber-sumber terbaik. Hal ini dapat dilakukan menggunakan 3 kriteria pemilihan sumber diatas, yaitu: otoritatif, kebaruan dan akurasi.

c. Location and Access/ Lokasi dan Akses

Pada tahap ini diperlukan kemampuan untuk menggunakan indeks. Buku-buku teks biasanya memiliki indeks di bagian belakang halamannya. Ensiklopedia, baik umum maupun khusus juga memiliki indeks yang biasanya merupakan volume terakhir dari jajaran semua volumenya. Adapun perpustakaan memiliki indeks berupa OPAC (Online Public Access Catalog) dan indeks pada internet dengan search engine. Kemampuan dalam menggunakan indeks ini pencarian informasi dalam berbagai sumber informasi dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. Adapun subdivisi dari step ini adalah:

1) Mencari sumber-sumber informasi. Kemampuan dalam mengenali lokasi sumber-sumber informasi sangat dibutuhkan pada tahap ini. Misalnya kemampuan mencari buku yang sesuai dengan menggunakan OPAC dan menggunakan “Boolean” untuk mempersempit, memperluas pencarian melalui indeks elektronik seperti OPAC dan search engine atau meta search engine yang ada.

2) Mencari informasi dalam sumber. Pada tahap ini diperlukan kemampuan untuk mengenali informasi yang dibutuhkan. Hal tersebut dikarenakan tidak semua informasi yang diperoleh relevan dengan informasi yang dibutuhkan.

d. Use of Information/Menggunakan informasi yang sudah tersedia

Dalam tahap ini akan dihadapkan pada pemilihan cara yang efektif untuk menyaring dan memeras informasi. Dari banyaknya informasi yang diperoleh tersebut menjadi informasi yang terseleksi dan siap dipakai dalam berbagai permasalahan. Adapaun tahapannya adalah sebagai berikut:

1) Engage, menangani informasi yang tersimpan, dengan cara membaca, mendengarkan, mewawancarai, mengamati dan mengobservasi informasi tersebut. Tahap ini memerlukan beberapa keahlian, seperti note taking dengan menggunakan tehnik seperti cornell, mindmapping. Selain itu juga diperlukan beberapa teknik membaca, seperti teknik afiksasi membaca cepat, atau SQ3R (Survei, Questioning, Reading, Recite, Review).

2) Menyarikan informasi yang ada. Pada tahap ini dapat dilakukan dengan menggunakan:

kutipan, atau paraphrase dan membuat penjelasan singkat. Hal ini bertujuan untuk

(8)

memperoleh dan mengidentifikasi bagian-bagian yang penting dan relevan dengan permasalahan.

e. Synthesis/Sintesa

Dalam step ini, dilakukan penggabungan berbagai informasi yang telah didapatkan dan masih tersebar secara konsep. Subdivisinya adalah:

1) Pengorganisasian berbagai sumber yang berbeda-beda menjadi satu bentuk produk atau hasil yang sitematis. Untuk itu dalam tahap ini beberapa keahlian seperti menulis, membuat “outline” karangan, dan berbagai tips untuk membuat kalimat yang efektif, atau menggunakan ilustrasi dan sebagainya.

2) Presentasi, yaitu menunjukkan dan menyebarkan informasi yang tersimpan dalam produk kita kepada orang lain.

f. Evaluasi

Dalam tahapan ini, diharapkan dapat memberikan penilaian terhadap hasil dan proses yang sudah berhasil dilalui. Adapun subdivisi dalam tahapan evaluasi ini meliputi:

1) Evaluasi produk, yaitu evaluasi mengenai bentuk hasil atau produk dari kegiatan riset yang dilakukan.

2) Evaluasi proses, yaitu evaluasi yang lebih mengarah pada cara dan proses pembuatan tulisan tersebut.

Berdasarkan pengamatan penulis, metode literasi informasi The Big6 yang diterapkan pustakawan dalam memberikan layanan referensi online adalah sebagai berikut :

a. Task Definition/Mendefinisikan masalah 1) Definisikan masalah.

Pada tahap ini Pustakawan melakukan branstorming dengan menanyakan kepada pemustaka mengenai topik penelitian yang akan dilakukan menggunakan metode 5W-1H.

2) Mengidentifikasi Kebutuhan Informasi.

Pustakawan membatasi kebutuhan informasi pada apa yang menjadi persoalan saja seperti membuat daftar kata kunci yang berhubungan dengan topik misalnya dengan membuat kerangka teori.

b. Information Seeking Strategies/Strategi pencarian informasi

1) Pustakawan melakukan brainstorm terhadap semua sumber informasi pendukung.

Membuat daftar sumber informasi yang akurat dan mendukung dalam proses pemenuhan kebutuhan informasi.

2) Memilih sumber-sumber terbaik

Pustakawan memilih sumber-sumber terbaik yang sesuai dengan subjek yang dibutuhkan, baik yang tersedia di perpustakaan maupun dari sumber-sumber yang bersifat primer.

c. Location and Access/ Lokasi dan Akses 1) Mencari sumber-sumber informasi

Mengumpulkan sumber-sumber informasi yang dibutuhkan. Pustakawan dituntut memiliki kemampuan mengenali lokasi sumber-sumber informasi. Misalnya kemampuan mencari buku yang sesuai dengan menggunakan OPAC , mengakses e-journal, e- resource, e-book dan menggunakan “Boolean” untuk mempersempit, memperluas pencarian melalui indeks elektronik seperti OPAC dan search engine atau meta search engine yang ada.

(9)

2) Mencari informasi dalam sumber

Setelah menemukan sumber informasi yang sesuai dengan kebutuhan kemudian pustakawan mencari dan memilah informasi yang relevan dengan kebutuhan karena tidak semua informasi yang diperoleh diperlukan.

d. Use of Information/Menggunakan informasi yang sudah tersedia 1) Engage

Menganalisis informasi yang telah diperoleh dengan memberi tanda pada informasi dan disesuaikan dengan kerangka teori

2) Menyarikan informasi yang ada. Bisa dilakukan dengan menggunakan: kutipan, atau paraphrase dan membuat ringkasan.

e. Synthesis/Sintesa

1) Organise/mengorganisasikan informasi dari berbagai sumber yang terpisah-pisah menjadi satu dan disusun secara sitematis misalnya dalam bentuk tulisan dengan menggunakan bahasa yang efektif dan mudah dipahami oleh pemustaka

2) Presentasi, memberikan dan menjelaskan informasi yang telah disusun kepada mahasiswa f. Evaluasi

a. Evaluasi produk

Menanyakan kepada pemustaka apakah informasi yang diperoleh sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan informasi

b. Evaluasi proses

Mahasiswa mengevaluasi pola pencarian pustakawan. Apakah pustakawan dapat menemukan informasi dengan cepat dan tepat

Penggunaan The Big6 memudahkan pustakawan dalam melakukan literasi informasi, dikarenakan langkah-langkah dalam The Big6 lebih fleksibel dari model literasi informasi lainnya dan dapat diterapkan ketika melakukan pengajaran literasi informasi kepada pemustaka, sehingga dapat membantu pemustaka dalam melakukan literasi informasi

KESIMPULAN

Terjadinya pandemi Covid-19 mengharuskan adanya pembatasan sosial termasuk perpustakaan.

Pelayanan perpustakaan dialihkan menjadi digital, akan tetapi tidak semua perpustakaan memiliki perpustakaan digital yang siap untuk diakses. Salah satu solusi yang dapat diberikan adalah memanfaatkan media sosial untuk memberikan layanan referensi secara online. Pustakawan dalam memberikan layanan referensi online hendaknya dapat memiliki kemampuan dalam mempromosikan layanan tersebut keahlian yang harus dimiliki adalah keahlian dalam bersosial media dan mendesain konten yang akan diunggah dalam sosial media. Pustakawan dapat berkomunikasi dengan baik agar tidak terjadi adanya salah penafsiran. Serta pustakawan memiliki kemampuan berliterasi dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

American Library Association. (2009). Virtual Reference: A Selected Annotated Bibliography.

Diakses 10 Februari 2021, dari http://www.ala.org/tools/virtual-reference-selected- annotated-bibliography .

American Library Association. (2008). Guidelines for Behavioral Performance of Reference and Information Service Providers. Diakses 10 Februari 2021, dari http://www.ala.org/rusa/resources/guidelines/guidelinesbehavioral .

Anwar, A. (2017). Infografis di Peprustakaan : Optimalisasi Visualisasi Data. Media Informas ,XXVI.

(10)

Eisenberg, Michael. (2006). What is The Big6 ?. Diakses 25 Februari 2021, dari http://www.big6.com .

King, D.L. 2015. Managing Your Library’s Social Media Channel. American Library Association Journal, 5(1), Number 1. Diakses dari https://journals.ala.org/

Kotler, P., dan Keller, K.L. (2012). Marketing Manajement (14th.ed.). New Jersey, US : Pearson Education, Inc.

Putri, D.E. & Mutia, F. (2020). Literasi Media Sosial pada Pustakawan Perguruan Tinggi Negeri.

Lentera Pustaka: Jurnal Kajian Ilmu Perpustakaan, Informasi dan Kearsipan. Diakses pada 14 Febuari 2021, dari https://ejournal.undip.ac.id/index.php/lpustaka,

Rhani, A.R.M. (2020). Apa itu CorelRAW. Diakses pada 14 Febuari 2021, dari https://www.kompas.com/skola/read/2020/10/07/175531869/apa-itu-coreldraw?page=2 Rhani, A.R.M. (2020). Mengenal Adobe Photoshop. Diakses pada 14 Febuari 2021, dari

https://www.kompas.com/skola/read/2020/10/09/080000669/mengenal-adobe- photoshop?page=all

Smiciklas, M. (2012). The Power of Inforgraphic : Using Picture to Communicate and Connect with Your Audiences. Que Publishing.

Smith, J. (2020). What is Photoshop. Diakses pada 23 Februari 2021, dari https://www.agitraining.com/design-news/photoshop-training-news/what-photoshop

Suranto A. (2011). Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Watie, E.D.S.. (2011). Komunikasi dan Media Sosial (Communication and Social Media). The Messenger, Vol.III. Diakses pada , dari http://journals.usm.ac.id/index.php/the- messenger/article/view/270 .

Referensi

Dokumen terkait

Layanan referensi pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Magelang ketika masa pandemi covid-19 tetap dibuka karena layanan referensi ini bertujuan untuk membantu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : UPT Perpustakaan Proklamator Bung Karno Blitar telah melakukan inovasi layanan dalam masa pandemi Covid-19 pada berbagai

Prioritas Pembangunan Daerah dalam Perubahan RKPD Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2020 juga menyikapi persoalan pandemi Novel Coronavirus-2019 (Covid-19). Pada awal

Ke awal mula wabah virus pandemi Covid-19 mulai masuk ke Indonesia pada bulan Maret tahun 2020, aktivitas pembelajaran di SMP Muhammadiyah 4 Porong sudah tidak menerapkan

Perpustakaan seperti yang dikenal oleh masyarakat luas mempunyai layanan dalam bentuk fisik atau mengha- ruskan para pengunjung untuk menyambangi perpustakaan tersebut. Namun,

Melalui model ARIMA intervensi terbaik, pandemi Covid-19 yang terdeteksi pada bulan Maret 2020 di Indonesia langsung memberikan dampak penurunan yang signifikan pada jumlah

PENGGUNAAN BAHASA PERSUASI DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT UNTUK MENYOSIALISASIKAN KEHIDUPAN BARU PADA ERA6. PANDEMI COVID 19 DI

Inovasi- inovasi yang dilakukan UPT Perpustakaan UMM pada masa pandemi Covid-19 agar tetap eksis yaitu melakukan inovasi layanan perpustakaan diantaranya menciptakan