.P.i
:
,'
t
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT UNTVERSITAS HKBP NOMMENSEN
MEI}AN
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian: STUDI KOMPARASI
HAsIt
MENULTS KoMposrsrDENGAN MODEL PENGUATAN
ADVANCEORGANIZER
DAN MODXL
PEMBERTAN TUGASTLITIHAN MAHASISWA PR0GRAM
STUDIPENDIDIKAN BAHASA INDONESIA FAKULTAS
KEGURUAN DAN TLMU
PENDIDIKAN UNTYERSITAS HKBP NOMMENSTNKetua Peneliti
a. Nama Lengkap b. ProEaar Studi c.Jabatan Fungsional d-ldomor HP
Anggota
a. Nama l,engkap b. NIDN
c. Program Studi d..Iabatan Fungsional e.Nomor FfP
f. Alamat (e-mail)
$Iahasiswa Prodi. Pend.Bah*sa Indonrsia
Drs. Eden A. Sitompul, M.pd.
Pendidikaa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indouesia Lektor Kepala/Pembina
48126367311
Sarma Panggabean, S.Pd.,M. Si.
0113018801
Pendidikan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia AsistenAhlilIIIb
0812632620A9
(NPM 11110207) (NPM 12110227)
- dana lembaga PT Rp. 4.000.000,.
- dana swadana Rp. 2.000.000,.
Medan, J*nuan 2A19
Khusus d.Akademik Ketua P*neliti,
hggolan, M.Si Sitompul, M.Pd.
Vina Merina Sianipar Zakana Barus
Biaya
Penelitian
:&.{engetairui,
Studi Komparasi Hasil Menulis Deskripsi dengan Model Penguatan Advance Organizer dan Model Pemberian Tugas Latihan Mahasiswa Program Studi
Pendidikan Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas HKBP Nommensen
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kemampuan menulis desripsi Mahasiswa Semester VII di prodi Pendidikan Bahasa Indonesia, FKIP UHN Medan T.A.2014/2015 dengan menggunakan model penguatan Advance Organizer dan Model Pemberian Tugas Latihan. Dari hasil penelitian dan analis data yang dilakukan menunjukkan adanya perbandingan hasil belajar mahasiswa dengan menggunakan model penguatan Advance Organizer pada materi pokok menulis deskripsi diperoleh hasil rata-rata postest kelas ekperimen 78,38 dengan standar deviasi 8,69 sedangkan pada kelas kontrol dengan Model Pemberian Tugas Latihan juga terdapat peningkatan hasil rata-rata postestnya adalah 71,63 dengan standar deviasi 9,18. Kedua proses pembelajaran tersebut dapat dilihat hasil postest dari masing-masing kelas, dimana hasil dari posrest tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar mahasiswa menggunakan Model Advance Organizar lebih tinggi (6,75) dibandingkan dengan Model Pemberian Tugas Latihan. Ini berarti terdapat perbedaan secara signifikan antara hasil menulis deskripsi yang diajarkan dengan model penguatan Advance Organizer dengan hasil menulis menggunakan model Pemberian Tugas Latihan pada materi pokok menulis deksripsi.
Kata Kunci: Model Advance Organizer, Model Pemberian Tugas Latihan, Deskripsi
Abstract
This study was aim to know the equal between the ability of writing descriptive of students grade VII in Indonesia Department, FKIP UHN Medan 2014/2015 by using the powerful of Advance Organizer and giving the task of model. Result from this research and data analysis was shown the differences between the result of study by using model of Advance Organizer on topic writing descriptive that get from the average of posttest in experiment class 78,38 with the deviation 8,69 while in the control class with the model given the task for the students too get the highest with the average of the posttet was 71,63 with the standard deviation 9,18.
The two of processing of the study that can saw from the each classes, where the result of that posttest show that the average value of the students by using the Advance Organizer Model more highest (6,75) than Task Model taht teach with the powerful of Advance Orginezer with the students result of writing by using given the the task or the assignment from the materi of writing descriptive
Key words : Advance Organizer, Giving the Task or Assignment Model, Desciptive
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal penelitian ini dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menulis komposisi mahasiswa program studi pendidikan bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas HKBP Nommensen, yang dilaksanakan di semester ganjil T.A 2014/2015.
Dalam penelitian ini, mahasiswa terlibat aktif menyumbangkan gagasan dan kemampuan intelektual mereka. Hal ini secara khusus bertujuan untuk memberikan pengalaman meneliti kepada mereka, dan menjadi sarana yang sangat diperlukan dalam peningkatan akreditasi jurusan pada umumnya.
Pada kesempatan ini, peneliti menyampaikan terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas HKBP Nommenssen
2. Ketua Lembaga Penelitian Universitas HKBP Nommensen.
3. Dekan/Wa.Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas HKBP Nommensen
Kiranya penelitian ini dapat menambah referensi kita dalam pembelajaran di kelas demi peningkatan potensi mahasiswa Universitas HKBP Nommensen.
Medan, Januari 2014 Tim Peneliti
DAFTAR ISI
ABSTRAK...i
KATA PENGANTAR...ii
DAFTAR ISI...iii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1
B. Identifikasi Masalah...4
C. Pembatasan Masalah...4
D. Rumusan Masalah...5
E. Tujuan Penelitian...5
F. Manfaat Penelitian...5
BAB II LANDASAN TEORETIS, LANDASAN KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Landasan Teoritis...7
1.Hakikat Belajar Mengajar...7
2.Hakikat Model Pembelajaran...7
3.Model Pembelajaran Addvance Organizer...9
4. Model Pemberian Tugas Latihan...12
5. Hakikat Menulis Komposisi ...16
B. Landasan Konseptual...20
C. Pengajuan Hipotesis...22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian...23
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...23
C. Populasi dan Sampel...23
D. Desain Eksperimen ...24
E. Instrumen Penelitian...26 F. Organisasi Pengolahan Data...27 F. Jadwal Penelitian...29 BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian... 30 B. Pegujian Persyaratan Data...36 C. Temuan Penelitian...43 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan...44 B. Saran...44 DAFTAR PUSTAKA ... 46 LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Ketergantungan mahasiswa terhadap dosen dalam mendapatkan pengetahuan termasuk untuk memaknai proses belajar, sudah sejak lama menjadi ciri keseharian perkuliahan di perdosenan tinggi termasuk pada perkuliahan.
Akibatnya, dalam praktek belajarnya mahasiswa kurang menghargai sumber- sumber belajar lain seperti perpustakaan, referensi-referensi yang relevan dengan perkuliahan, termasuk teman sejawat (mahasiswa) lain dalam mendapatkan pengalaman dan pengetahuan berkaitan dengan mata kuliah yang sedang dipelajari. Ketergantungan demikian sebenarnya bukan tidak mempunyai sebab dan salah satu di antaranya yaitu kurangnya keterampilan dosen dalam mendesain skenario pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa (student oriented).
Skenario pembelajaran yang berpusat pada dosen menyebabkan mahasiswa menganggap dosen sebagai satu-satunya sumber untuk memaknai belajarnya (teacher oriented).
Di sisi lain disadari bahwa perkuliahan yang berlangsung di kelas cenderung hanya berkisar pada presentase materi-materi kuliah semata. Latihan- latihan sebagai penguatan tiap materi sajian cenderung kurang atau bahkan cenderung terlupakan. Meskipun ada tugas-tugas yang diberikan pada mahasiswa, peruntukannya bukan untuk penguatan namun lebih merupakan bagian dari upaya mendapatkan nilai. Skenario pembelajaran demikian tidak saja membawa mahasiswa sebagai pembelajar pasif, juga mengurangi aktivitas belajar mahasiswa
Belajar bermakna dapat terwujud apabila mahasiswa mampu melakukan kegiatan belajar sendiri (learnig to do), mampu belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar menjadi diri sendiri (learning to be) dan belajar dengan memanfaatkan teman sejawat atau belajar bersama-sama (learning to life together). Aktivitas belajar demikian sangat bergantung pada skenario dosen.
Ketika dosen berupaya menjadikan dirinya sebagai satu-satunya sumber bagi mahasiswa, aktivitas belajar mandiri praktis tidak akan dapat berlangsung Akibatnya perkuliahan akan bersifat satu arah dimana dosen menjadi yang maha tahu berhadapan dengan mahasiswa yang maha tidak tahu.
Dalam situasi perkuliahan sebagaimana digambarkan di atas, dapat dipahami bahwa saat ini dibutuhkan suatu sistem pembelajaran yang mampu memberdayakan mahasiswa dalam mencapai kompetensi yang ditargetkan.
Sebagaimana telah diketahui bahwa pembelajaran dapat diperbaiki dengan jalan memperbaiki kinerja dosen terutama dalam penggunaan metode yang bervariasi untuk mengendalikan proses perkuliahan. Dalam hal pemberian penguatan, dosen diharapkan menggunakanmodel yang lebih efektif sehingga mahasiswa mampu mendapatkan makna dari belajarnya.
Dalam memberikan penguatan, model yang sejak lama telah digunakan oleh dosen adalah pemberian tugas latihan. Model ini dikembangkan dengan maksud untuk membantu peserta didik men-strukturkan pengetahuannya dalam jejaring kognitifnya. Untuk maksud yang sama David Ausubel juga telah mengembangkan model advance organizer dengan pola yang berbeda dengan pemberian tugas latihan. Penguatan dengan model pemberian tugas latihan diberikan pada akhir pelajaran dalam bentuk tugas-tugas sementara penguatan
dengan model advance organizer diberikan pada awal pelajaran dalam bentuk peta konsep materi perkuliahan.
Advance organizer akan memudahkan mahasiswa memahami materi baru yang disajikan dosen. Hal ini dimungkinkan mengingat konsep-konsep materi kuliah lebih dahulu telah terorganisasi dan disajikan pada awal perkuliahan sebelum mahasiswa membedah materi kuliah. Pengenalan konsep-konsep materi kuliah dalam bentuk advance organizer (biasanya dalam bentuk denah yang memperlihatkan jaringan konsep materi kuliah) akan mempersiapkan mahasiswa secara kognitif dalam menelusuri dimensi-dimensi materi kuliah. Di samping mempersiapkan mahasiswa memasuki pendalaman materi, model ini secara langsung menjadi suatu penguatan (reinforcemen) sehingga apa yang ditemukan dari pengkajian materi lebih lanjut akan bertahan lama dalam memori mahasiswa.
Pemberian tugas latihan juga merupakan upaya penguatan atas apa yang telah dipelajari mahasiswa. Namun, karena tugas latihan ini hanya diberikan pada akhir perkuliahan kurang berfungsi dalam menolong mahasiswa belajar mandiri.
Thorndike berpendapat bahwa dengan memberikan latihan-latihan sebagai penguatan, akan menambah pengertian mahasiswa terhadap materi ajar yang diberikan dosen, sehingga dapat mengurangi proses lupa. Penyimpanan kesan tentang materi perkuliaahan baik dengan model advance organizer maupun model pemberian tugas latihan akan sangat menentukan kadar retensi mahasiswa terhadap materi pelajaran. Persoalannya kemudian adalah apakah hasil belajar dengan model advance organizer berbeda secara signifkan dari hasil belajar model pemberian tugas latihan? Permasalahan ini merupakan permasalahan aktual serta menuntut penelitian yang luas dan mendalam.
B. Indentifikasi Masalah
Bertitik tolak dari kedua fenomena dalam latar belakang, maka beberapa masalah yang muncul dapat teridentifikasi baik dari sisi mahasiswa maupun dari sisi dosen itu sendiri; di antaranya:
1. Mengapa hasil belajar mahasiswa tidak sesuai dengan kompetensi yang sudah ditargetkan?
2. Apakah dosen memberikan motivasi yang kuat guna membangkitkan minat mahasiswa untuk mengembangkan kreativitas belajarnya?
3. Apakah kedua model penguatan tersebut memberikan hasil yang berbeda?
Jika berbeda, model penguatan mana yang memberikan hasil belajar yang lebih baik?
Keseluruhan pertanyaan di atas adalah permasalahan-permasalahan pokok yang patut mendapat perhatian bagi setiap upaya pengembangan berlajar mahasiswa khususnya dalam perkuliahan di kelas.
C. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan di atas maka untuk memahami dan menjawabnya dibutuhkan pengkajian yang lebih luas, dana yang cukup, serta waktu yang sangat banyak. Oleh karena keterbatasan yang dimiliki, tidak semua permasalahan tersebut dijadikan bahan kajian dalam penelitian ini. Penelitian ini hanya membandingkan hasil belajar dengan menggunakan penguatan model advance organizer dan model pemberian tugas latihan. Untuk itu, materi pelajaran yang dijadikan bahan ajar pun dibatasi pada materi perkuliahan dengan kompetensi dasar bidang menulis komposisi atau menulis karangan (dalam
penelitian ini istilah komposisi digunakan sebagai padanan istilah karangan dan dalam kajian lebih lanjut pembahasan diberikan pada istilah komposisi).
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “Apakah hasil belajar menulis antara kelompok mahasiswa yang dibimbing dengan penguatan model advance organizer berbeda secara signifikan dengan hasil belajar menulis kelompok mahasiswa yang dibimbing dengan model penguatan pemberian tugas latihan?”
E. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan perbedaan hasil belajar menulis dengan menggunakan model advance organizer dengan model pemberian tugas latihan. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan hasil belajar menulis mahasiswa setelah mendapat penguatan dengan model advance organizer dan pemberian tugas latihan.
2. Untuk menggambarkan perbedaan hasil belajar antara mahasiswa yang dibimbing dengan model penguatan advance organizer dengan mahasiswa yang dibimbing dengan model penguatan pemberian tugas latihan.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi peningkatan kualitas pembelajaran bahasa Indonesia di kelas, khususnya
pembelajarn menulis karangan. Manfaat yang lain yaitu untuk memberikan alternatif bagi mahasiswa sebagai calon dosen dalam mengefektifkan proses pembelajaran bahasa Indonesia kelas, guna meningkatkan mutu pengajaran pada umumnya dan pembelajaran bahasa Indonesia pada khususnya.
BAB II
LANDASAN TEORETIS, LANDASAN KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Landasan Teoretis
1. Hakikat Belajar Mengajar
Berbicara tentang belajar, tentu ada yang diajar (peserta didik) dan pemelajar (guru/dosen). Dalam hal ini, mengajar adalah membimbing kegiatan mahasiswa belajar, mengatur, dan mengorganisasikan lingkungan yang ada disekitar peserta didik sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan semangat peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar (Nana Sudjana, 1991:29). Bagi Mursell dan Slameto (2003:33), mengajar digambarkan sebagai
“mengorganisasikan belajar”, sehingga dengan mengorganisasikan itu, belajar menjadi berarti atau bermakna bagi mahasiswa. Oleh karenanya, memilih suatu model pendekatan pembelajaran dalam mengajar merupakan suatu hal yang sangat penting. Dalam hal ini, dosen harus mampu memilih model pendekatan yang tepat dengan materi yang diajarkan. Tanpa pendekatan yang tepat, peserta didik sukar memahami substansi kajian, sehingga mutu proses belajarnya pun tidak bermanfaat banyak bagi penemuan makna belajar bagi dirinya.
2. Hakikat Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu pola pendekatan menyeluruh yang digunakan oleh seorang pengajar untuk mendesain pengajaran (Noehi, 1991 : 115 ). Model pembelajaran mengandung strategi mengajar, seperti pola urutan kegiatan instruksional dan keterampilan teknik mengajar yang sangat spesifik
seperti mengajukan pertanyaan, mengkomunikasikan pengarahan, menstrukturkan dan mereaksi pertanyaan mahasiswa dan lain-lain.
Joyce dan Weil dalam bukunya Models of Teaching (1978:2), menyatakan bahwa model pembelajaran adalah pedoman untuk merancang kegiatan pendidikan dan lingkungan, menguraikan cara-cara pembelajaran dan belajar dalam upaya mencapai jenis-jenis tujuan tertentu. Lebih lanjut, Joyce dan Weil menandai empat rumpun model mengajar, yakni (1) Information Processing Models yang beroerientasi kepada pengembangan kemampuan peserta didik dalam mengolah dan menguasai informasi yang diterima mereka dengan menitikberatkan aspek intelektual akademis; (2) Personal Models yang berorientasi kepada pengembangan diri (pribadi) peserta didik baik sebagai individu maupun dalam hubungannya dengan lingkungan, dengan menitikberatkan aspek kehidupan emosional; (3) Social Interaction Models yang berorientasi kepada pengembangan peserta didik dalam bekerjasama dengan orang lain, berperan aktif dalam proses demokratis, dan bekerja dengan produktif di dalam masyarakat dengan menitikberatkan aspek kehidupan sosial; (4) Behavioral Models yang berorientasi kepada pengembangan kemampuan menguasai fakta, konsep, keterampilan, dan kemampuan mengurangi kecemasan serta meningkatkan ketenangan dengan menitikberatkan aspek perbuatan perilaku yang dapat diamati.
Salah satu model yang terkait erat dalam proses informasi (Information Processing) dalam rangka penemuan makna belajar yang utuh adalah advance organizer. Model ini dimaksudkan untuk memberi penguatan yaitu pematangan pemahaman materi ajar. Proses ini pada gilirannya akan menghasilkan makna
belajar yang jelas, pasti dan utuh yang memungkinkan masuk dan terformulasi dalam memori jangka panjang.
3. Model Pengutatan Advance Organizer
Model Penguatan advance organizer adalah suatu rumpun pemprosesan informasi (information processing). Model ini dikembangkan oleh David Ausubel untuk membantu pengajar menyajikan informasi yang cukup banyak secara bermakna dan efisien. Ausubel sendiri beraliran kognitif yang dengan teorinya perlu ada advance organizer (broad summary) sebelum pelajaran dimulai atau gambaran umum pelajaran berupa rangkuman sehingga ada peta kognitif dalam pikiran anak (Mananti, 2004:18-19). Adapun teori Ausubel menyangkut tiga hal:
(1) bagaimana ilmu itu diorganisasikan, artinya bagaimana seharusnya kurikulum itu ditata; (2) bagaimana proses berpikir itu terjadi bila berhadapan dengan informasi baru, artinya bagaimana proses berpikir ketika proses belajar terjadi;
dan (3) bagaimana pengajar seharusnya mengajarkan informasi baru itu sesuai dengan teori tentang isi kurikulum dan teori belajar.
Menurut Mappa dan Basleman (1999: 91), penerapan model advance organizer berlangsung dalam beberapa fase. Fase-fase itu terdiri atas:
(1) Fase pertama, penyajian atau presentase advance organizer itu sendiri.
(2) Fase kedua, pengembangan (eksplorasi) lebih lanjut mengenai kerangka yang telah disampaikan melalui tugas belajar atau materi pengajaran.
(3) Fase ketiga, adalah memperkuat struktur kognitif dengan memainkan peranan reinforcement (keaktifan).
Selanjutnya fase-fase di atas masih dibatasi tindakan-tindakan kelas yang memenuhi fungsi-fungsi pengajar, yaitu pengembangan sistem sosial advance
organizer dan prinsip-prinsip mereaksi dalam advance organizer itu sendiri.
Dalam hal ini, fase pertama terdiri atas tiga kegiatan yaitu:
Menjelaskan tujuan pelajaran.
(1) Menyajikan secara singkat kerangka dasar (advance organizer).
(2) Menjelaskan pengertian dari setiap atribut yang terdapat di dalamnya, dan merangsang kembali pengetahuan dan pengalaman peserta didik yang sudah ada dan disesuaikan dengan konteks yang diajarkan dengan memberikan beberapa contoh.
Selanjutnya, fase kedua menekankan kepada esensi materi yang tidak hanya cukup dijelaskan oleh definisi, tetapi dosen menguraikannya lebih lanjut.
Di sini dosen dan mahasiswa sama-sama mengembangkan kerangka advance organizer itu menjadi bahan pelajaran yang logis, dapat dimengerti dan dipahami oleh mahasiswa terutama keterkaitan antar unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Dalam hal ini diperlukan pengulangan-pengulangan materi untuk membina pelatihan mahasiswa dan supaya materi yang diajarkan menjadi dikenal dan lebih akrab (familiar) bagi mahasiswa.
Terakhir, fase ketiga lebih ditekankan kepada keaktifan mahasiswa.
Mahasiswa harus banyak mengambil inisiatif bertanya, dan mengajukan komentar. Pada fase ini mahasiswa dan dosen lebih banyak bertukar pikiran.
Mahasiswa juga diharapkan mampu menggunakan dan menghubungkan antara fakta, konsep dan prinsip yang sudah dipelajari dengan fakta, konsep dan prinsip yang akan dipelajari, sehingga di sini mahasiswa harus dapat berperan sebagai konsumen yang aktif dan mampu berpikir kritis.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diperoleh kesimpulan mengenai keunggulan dan kelemahan model mengajar advance organizer, yaitu:
(1) Keunggulan
Model pembelajaran advance organizer menuntut terjadinya belajar bermakna. Belajar bermakna (meaningful learning) terjadi jika pelajaran yang baru dapat dikaitkan dengan pelajaran yang telah dipelajari oleh mahasiswa.
Dengan demikian model pembelajaran ini bertujuan memperkuat struktur kognitif mahasiswa sehingga materi pelajaran yang pernah diajarkan tertanam dalam sistem pemrosesan informasi dalam diri mahasiswa yang akhirnya menjadi pengetahuan baru bagi mahasiswa itu sendiri.
Di lain pihak model mengajar ini menuntut mahasiswa agar berperan aktif.
Mahasiswa tidak hanya menjadi penerima pasif, artinya hanya menerima materi saja, melainkan juga harus berperan menjadi penerima aktif. Mahasiswa harus bersikap kritis, selalu mengajukan komentar, dan selalu bisa mengaitkan materi pelajaran yang lalu dengan materi pelajaran yang sedang diajarkan termasuk dengan pengalamannya sehari-hari. Dengan demikian struktur kognitif mahasiswa tentang pengetahuan materi pelajaran akan menjadi lebih kuat.
(2) Kelemahan
Model mengajar ini sangat menekankan pada struktur kognitif mahasiswa.
Dalam satu kelas mahasiswa beraneka ragam, baik cara belajarnya, motivasinya, struktur kognitifnya dan sebagainya. Oleh karenanya, model ini lebih tepat digunakan pada mahasiswa yang memiliki struktur kognitif yang tinggi, sedangkan untuk mahasiswa yang memiliki karakteristik struktur kognitif yang rendah, model ini kurang sesuai. Hal ini dikatakan karena mahasiswa dalam
keadaan kognitif rendah pada umumnya memiliki motivasi belajar yang rendah.
Dengan demikian sebelum model mengajar ini diterapkan, seorang dosen harus mengetahui karakteristik masing-masing mahasiswa yang akan diajar.
Di sisi lain, seorang dosen yang hendak menerapkan model mengajar ini, harus mampu mengolah pengajaran dengan baik, harus bisa mengembangkan keaktifan mahasiswa, dan harus mampu membangkitkan motivasi belajar mahasiswanya. Tambahan lagi, penerapan model ini juga menuntut dosen agar benar-benar menguasai materi pelajaran yang akan diajarkannya. Untuk itu dosen juga harus bisa mengaitkan seluruh materi pelajaran secara berkesinambungan.
Dengan demikian kerangka advance organizer yang akan disajikan untuk meningkatkan struktur kognitif mahasiswa benar-benar dapat membantu mahasiswa dalam memaknai belajarnya dengan baik.
4. Model Pemberian Tugas Latihan
Model ini yang secara konvensional telah lama digunakan dosen dalam memberikan penguatan makna belajar dalam diri mahasiswa adalah “tugas latihan”. Suatu prinsip yang mendasari penggunaan model ini adalah bahwa dosen harus memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mendalami atau mempraktekkan konsep-konsep, aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang melekat pada materi ajar itu. Tujuan utama pemberian tugas latihan adalah agar mahasiswa tidak cepat melupakan materi ajar yang telah dipelajari. Hal ini sejalan dengan hukum latihan (Law of Exercise) yang dikembangkan oleh Thorndike dalam Chaer (2002 : 85) yang mengatakan bahwa connection (hubungan) antara kondisi dan tindakan (stimulus-respons) akan menjadi lebih kuat dan mahir jika dilakukan latihan secara terus menerus dan berulang-ulang. Sebaliknya, jika
latihan itu dihentikan maka akan menjadi lemah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin sering materi suatu pelajaran diulang maka semakin dikuasailah materi pelajaran tersebut.
Dalam pengajaran yang bersifat konvensional, bahan pelajaran umumnya telah tersusun dalam buku teks yang menjadi pegangan dosen.
Sementara itu, dalam pelaksanaannya dosen akan menyajikan ataupun menjelaskan materi pelajaran sesuai dengan pengalaman mereka dalam mengajar, kadang-kadang mengajarkannya dengan susunan yang berbeda dengan buku teks dan mungkin didukung dengan buku lain disamping buku pegangan yang telah ditetapkan. Selanjutnya, pada akhir uraian atau pada akhir suatu pokok bahasan, mahasiswa diberi tugas latihan. Selama pengajaran berlangsung dosen biasanya memberikan catatan tambahan, baik catatan mengenai konsep atau perluasan dari penjelasan maupun contoh-contoh.
Tugas latihan akan memperkuat daya ingat mahasiswa terhadap pelajaran yang telah diberikan dan mendorong kebiasaan mahasiswa untuk belajar dengan baik. Adanya tugas latihan ini akan memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mengulang kembali pelajaran yang telah diberikan. Tugas latihan akan menjadi pengalaman bagi mahasiswa yang memungkinkannya dapat memiliki pemahaman yang kuat tentang materi ajar yang diterimanya. Dengan latihan, pengertian seseorang akan bertambah karena orang tersebut mengaplikasikan instruksi pada masalah yang relevan dan sebagai alat untuk mengetahui apakah mahasiswa sudah mengerti materi pelajaran yang mereka pelajari. Pendapat di atas diperkuat oleh Rooijakkers (1998), yang mengatakan bahwa tugas latihan tentang hal yang telah diajarkan merupakan metode terbaik
bagi pengajar untuk meyakinkan diri bahwa masalahnya telah dipahami benar oleh pihak murid.
Adapun beberapa kelebihan dari model pemberian tugas latihan dalam proses belajar mengajar, yaitu:
(1) Dapat meningkatkan pengenalan dan pemahaman mahasiswa terhadap materi yang baru dipelajari.
(2) Membangun sikap percaya diri dan ketidaktergantungan pada penjelasan dosen.
(3) Cocok untuk melatih belajar mandiri.
(4) Dapat digunakan untuk mereview keterampilan yang telah dimiliki mahasiswa.
(5) Dapat digunakan untuk mengembangkan inisiatif.
Keterbatasan model pemberian tugas latihan ini meliputi:
(1) Model ini berhasil diterapkan jika direncanakan dengan baik dan dosen bersedia menjadi narasumber yang aktif.
(2) Tingkat keberhasilan yang dicapai oleh mahasiswa dengan model ini bergantung pada kemampuan dan kesiapan mahasiswa itu sendiri dalam menerima materi pelajaran .
(3) Adakalanya dibutuhkan perhatian yang baik dari dosen dan sesama mahasiswa.
Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika akan menggunankan model ini adalah:
(1) Bergantung pada tipe latihan. Memiliki ruang dan alat kerja yang memadai dan jadwal latihan yang direncanakan dengan baik.
(2) Setiap latihan sebaiknya merupakan tantangan dan relevan dengan materi yang dipelajari.
(3) Setiap mahasiswa harus memiliki klarifikasi tentang harapannya terhadap kegiatan pembelajaran.
(4) Satu hal yang paling penting dalam menggunakan metode latihan, dimana hal ini tidak boleh dilupakan adalah memberi masukan (positif maupun negatif) dan memberi umpan balik atas kerja/latihan yang dihasilkan oleh mahasiswa.
Perbedaan kedua model pengatan tersebut dapat dirangkum pada tabel berikut ini :
TABEL I
PERBANDINGAN PENGAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL ADVANCE ORGANIZER DENGAN MODEL PEMBERIAN TUGAS
LATIHAN PADA AKHIR PERTEMUAN PEMBELAJARAN No. Aspek yang
dibandingkan
Pengajaran dengan menggunakan advance
organizer
Pengajaran dengan pemberian tugas latihan
1. Metode Metode ceramah yang didahului dengan pemberian advance organizer
Metode ceramah yang disertai pemberian tugas latihan
2. Sumber belajar Advance organizer dan modul Menggunakan modul 3. Proses belajar
yang terjadi
Menghubungkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah ada, sehingga terjadi belajar bermakna
Bersifat pengulangan dan penguatan yang dapat meningkatkan retensi
4. Peranan dosen Menyiapkan materi kuliah dalam bentuk advance organizer. Untuk memudahkan mahasiswa membedah materi
Menyiapkan informasi dan pengetahuan kepada mahasiswa serta menyiapkan soal untuk tugas latihan
kuliah 5. Peranan
mahasiswa
mahasiswa aktif belajar dan memunculkan pertanyaan untuk menambah pemahaman mahasiswa
mahasiswa aktif dalam membuat tugas yang meupakan pengulangan dan
penguatan untuk
meningkatkan retensi
Dari tabel di atas dapat dipahami bahwa interaksi dalam pembelajaran dengan menggunakan advance organizer terjadi melalui hubungan langsung antar mahasiswa dengan sumber belajar sedang pada pembelajaran dengan pemberian tugas latihan terjadi melalui buku teks dengan perantaraan dosen. Dari tabel tersebut juga dapat dicatat beberapa perbedaan penting antara kedua bentuk kegiatan pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini. Pada kelas yang menggunakan advance organizer pelajaran disampaiakan dengan metode ceramah setelah sebelumnya mahasiswa diberikan bahan pelajaran dalam bentuk advance organizer dan mereka dianjurkan mempelajari sebelum mengikuti perkuliahan.
5. Hakikat Menulis Komposisi (Karangan) a. Pengertian Komposisi
Istilah “Komposisi” berasal dari bahasa Latin Compositio atau
“Compositus” yang berarti mengumpulkan bersama-sama. Terdiri dari unsur- unsur com yang berarti ‘bersama-sama’ dan phonere yang berarti
‘mengumpulkan’. Lebih lanjut Akhmadi (1990 : 1) memberikan pengertian bahwa karangan atau tulisan (writing) juga disebut komposisi, meskipun pengertian komposisi lebih luas cakupannya. Dengan kata lain dalam aktivitas berbahasa terdapat komposisi lisan (oral composition) dan komposisi tulis (written composition). Dengan demikian pengertian komposisi telah berkembang
lebih luas hingga memasuki wilayah komunikasi. Ini berarti pengertian komposisi tidak dapat dipisahkan dari masalah berkomunikasi dengan bahasa.
b. Hakikat Komposisi Deskripsi
Dalam buku Eksposisi dan Deskripsi, Keraf (1982: 93) mengatakan bahwa kata “deskripsi” berasal dari bahasa Latin Describe yang berarti menulis tentang atau membeberkan sesuatu hal. Lebih lanjut deskripsi dapat diterjemahkan menjadi pemerian, yang berasal dari kata peri-memerikan, yang berarti
“melukiskan sesuatu hal”. Deskripsi atau pemerian ini merupakan sebuah bentuk tulisan yang ertalian dengan usaha para penulis untuk memberikan perincian- perincian dari objek yang sedang dibicarakan.
Sebagai suatu karangan, deskripsi terutama digunakan untuk membawakan impresi atau kesan yang dihasilkan oleh segi-segi tentang orang, suatu tempat, suatu pemandangan dan yang serupa dengan itu, dengan catatan bahwa segi-segi tersebut selalu diwarnai oleh interpretasi penulis. Dengan begitu si penulis tidak seluruhnya objektif, karena ia tidak semata-mata menceritakan, melainkan pada suatu derajat tertentu menciptakan suatu impresi atau kesan.
Selanjutnya sebagai bahan dari karangan yang utuh,Vero Sudiati dkk (2005: 35) dalam bukunya Deskripsi dan Narasi menjelaskan sejumlah manfaat karangan deskripsi yaitu:
1) Karangan deskripsi jika memiliki percakapan maka berguna untuk menghidupkan cerita.
2) Lukisan pemandangan, tempat, keadaan, peristiwa, dan orang yang dikisahkan memberikan kesan atau meyakinkan bahwa sebuah cerita atau kisah benar-benar terjadi, dan membuat kejadian tampak
lebih jelas dalam keserasian dan kontras menuju efek yang diinginkan, dan tampak sepintas lalu mungkin akan menyentuh realitas secara tepat sehingga dengan mudah tercipta imajinasi dan kesan tentang objek.
3) Dalam membangun cerita, lukisan-lukisan, selain mendukung dan mengembangkan jalan dan alur cerita, juga dapat menjadi sarana untuk menggambarkan atau menggariskan perwatakan.
4) Dalam penulisan laporan penelitian, deskripsi (pelukisan) data memainkan peranan yang besar dan merupakan dasar untuk mengadakan analisis data dan akhirnya interpretasi dan kesimpulan.
Untuk menulis karangan deskripsi, Vero dkk (2005: 35) lebih lanjut memberikan beberapa syarat yang harus dipenuhi diantaranya :
(1) Kesatuan dan keutuhan yang bulat. Kesatuan karangan dinyatakan dengan pemusatan pembicaraan-pemusatan pada satu hal yang menjadi pokok pangkal karangan; dengan kata lain, pemusatan pada tema (dalam lukisan: pada kesan utama), yakni suatu pandangan yang menyeluruh. Di sisi lain istilah kesatuan dan keutuhan ini dikenal juga dengan istilah koherensi (kepaduan makna) dan kohesi (kepaduan bentuk). Suatu paragraf dikatakan koheren, apabila ada kekompakan antara gagasan yang dikemukakan kalimat yang satu dengan yang lainnya. Kalimat-kalimatnya memiliki hubungan timbal-balik serta secara bersama-sama membahas satu-satu gagasan utama.
(2) Perimbangan luas. Dalam mempercakapkan sesuatu, harus selalu dicamkan rasa perimbangan luas (sense of proportion). Hal-hal yang dibicarakan berkenaan dengan tema atau pokok pangkal yang ada bersifat kurang penting, lebih penting, dan paling penting. Semuanya diberi tempat yang layak, seimbang dengan tingkat kepentingannya.
(3) Daya tarik dan keaslian (orsinalitas). Hal ini penting untuk menciptakan kesegaran dan daya terik karangan. Caranya dengan memiliki hal-hal yang menarik perhatian untuk dilukiskan, detail- detail yang relevan dan warna-warni kedaerahan, bukan hal yang sudah klise.
(4) Susunan penyajian. Karangan harus tersusun paragraf demi paragraf yang kompak: hubungan paragraf yang satu dengan paragraf berikutnya nyata terasa dan kelihatan karena ada keserasian isi.
Sementara itu Keraf (1982: 97) menyatakan bahwa sebuah deskripsi yang baik, menuntut dua hal, pertama, kesanggupan berbahasa dari seorang penulis yang kaya akan nuansa dan bentuk; kedua, kecermatan pengamatan dan ketelitian penyelidikan.
Untuk menulis sebuah komposisi deskripsi, hendaknya penulis mengikuti beberapa langkah-langkah berikut ini :
1) Tentukan topik dan tujuan rumusan dengan benar sampai bidangnya terarah dan khusus.
2) Merumuskan tema, dengan memperhatikan hal-hal berikut ini :
(a) Kejelasan.
(b) Kesatuan, dan
(c) Keaslian (orsinalitas).
3) Lakukan pengamatan secara teliti yang berhubungan dengan topic.
4) Catat semua data-data pengamatan mengenai hal-hal yang diamati sampai pada data yang khusus dan sekecil-kecilnya.
5) Memproses data-data itu untuk menghsilkan (meng-output) lukisan yang dimaksud.
6) Membuat perincian yang sesuai dengan tujuan penulisan.
7) Beri penjelasan tambahan.
8) Menyimpulkannya.
9) Menyempurnakannya.
B. Landasan Konseptual
Dosen menjelaskan materi kuliah dengan menggunakan advance organizer sebagai pedoman untuk mengembangkan bahan pelajarannya. Dengan demikian mahasiswa mempunyai kesiapan dalam menerima materi perkuliahan baru. Di pihak lain, pada pengajaran dengan pemberian tugas latihan, perkuliahan diberikan dengan metode ceramah, sementara mahasiswa menerima pelajaran dari dosen tanpa persiapan terlebih dahulu (mahasiswa tidak diberi bahan pelajaran sebelum mengikuti perkuliahan dikelas). Pada akhir perkuliahan, mahasiswa diberi tugas untuk latihan, dan pemberian tugas yang teratur dan berencana menuntut mahasiswa untuk belajar sungguh-sungguh karena tugas latihan ini diberikan untuk mempertajam pemahaman mahasiswa terhadap konsep-konsep dan mengembangkan kemampuannya dalam menerima perkuliahan dengan baik.
Tugas latihan ini dapat dianggap sebagai pengulangan terhadap materi yang telah dipelajari sekaligus sebagai umpan balik.
Jika dibandingkan antara advance organizer sebagai sumber belajar dengan buku teks atau pegangan yang telah ditetapkan untuk materi ajar menulis kararang, terlihat adanya perbedaan dalam struktur pengorganisasian isi dan informasi yang akan disampaikan dosen. Perbedaan pada strategi pengorganisasian ini juga akan menimbulkan perbedaan dalam penyampaian dan pengelolaannya. Pada pengajaran yang menggunakan advance organizer, materi kuliah telah terorganisasi dalam advance organizer seperti dalam bentuk grafik/diagram, yang dirancang secara hiraki berdasarkan prinsip diferensiasi progresif dan rekonsiliasi integrasi, yaitu penyusunan materi dimulai dari konsep umum ke konsep yang lebih khusus serta saling terkait. Hal ini memungkinkan mahasiswa untuk mempelajarinya dengan mudah dan mendapatkan gambaran tentang pelajaran yang akan dipelajari di kelas serta dapat meningkatkan kemampuan berpikir mahasiswa.
Peranan dosen pada pengajaran yang menggunakan advance organizer terutama adalah menyiapkan bahan pelajaran dalam bentuk advance organizer. Di samping itu juga dosen berperan sebagai penyaji materi yang dikembangkan dari bahan yang terdapat dalam advance organizer tersebut. Dalam peranan itu, dosen berusaha agar terjadi interaksi yang optimal antar mahasiswa dengan bahan pelajaran. Dosen tidak banyak melakukan analisis informasi karena tanggung jawab analisis informasi terutama terletak pada mahasiswa. Sebaliknya, pada pengajaran yang disertai pemberian tugas latihan, peranan dosen adalah menyajikan materi pelajaran langsung dari buku teks.
Berdasarkan perbandingan beberapa aspek antara pembelajaran yang menggunakan model advance organizer dan pembelajaran disertai pemberian tugas latihan, dapat diduga bahwa hasil belajar menulis komposisi deskripsi mahasiswa yang dibimbing dengan menggunakan advance organizer akan lebih tinggi dibanding dengan hasil belajar menulis komposisi deskripsi mahasiswa yang dibimbing dengan pemberian tugas latihan pada akhir pertemuan.
C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan konseptual yang dikemukakan di atas dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut : “Ada perbedaan yang signifikan hasil belajar menulis komposisi deskripsi antara mahasiswa yang diajar dengan model advance organizer dengan mahasiswa yang diajar dengan model pemberian tugas latihan”.
BAB III
METODOOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran empiris mengenai perbedaan hasil belajar menulis komposisi deskripsi antara mahasiswa yang diajar dengan advance organizer dengan mahasiswa yang diajar dengan pemberian tugas latihan. Dengan demikian penelitian ini menggunakan metode eksperimental. Namun, karena dalam pelaksanaan penelitian ini tidak semua kondisi dapat dikontrol secara ketat, maka kompetensi dalam setiap kelasnya kemungkinan ada yang tidak sama sehingga eksperimen yang dimaksud cenderung bersifat quasi (semu).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitan
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, semester Tujuh T.A 2014/2015 FKIP-Universitas HKBP Nommensen- Medan.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada semester ganjil tahun pembelajaran 2014/2015.
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Menurut Arikunto (2002:108), “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.” Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa di prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP-Universitas HKBP Nommensen- Medan semester tujuh (ganjil). Berdasarkan pengamatan peneliti, jumlah
mahasiswa semester tujuh T.A ganjil 2014/2015 dengan rinciannya sebagai berikut:
TABEL II
POPULASI MAHASISWA PRODI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
NO Grup Jumlah mahasiswa
1 A 40 Orang
2 B 40 Orang
3 C 25 Orang
Jumlah 105 Orang
2. Sampel
Sampel diperoleh melalui teknik sampel kuota atau quota sample. Teknik ini didasarkan pada jumlah yang sudah ditentukan, dengan menghubungkan subjek yang memenuhi persyaratan ciri-ciri populasi. Hal yang terpenting adalah terpenuhinya jumlah (quotum) data yang telah ditetapkan. (Arikunto, 2006:141).
Penelitian ini bersifat eksperimen dan menggunakan teknik sampel quota, sehingga sampel penelitian dibagi atas dua kelompok. Kelompok pertama sebanyak 40 orang (Grup A) sebagai kelompok eksperimen dengan model advance organizer dan kelompok kedua 40 orang (Grup B) sebagai kelompok kontrol dengan model pemberian tugas latihan.
C. Desain Eksperimen
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental (quasi eksperimental research) dengan desain penelitian sebagai berikut :
TABEL III
DESAIN EKSPERIMEN
KELAS PRE-TES PERLAKUAN POST-TES
Eksperimen X1 X1 T
Keterangan : X1 = Perkuliahan dengan menggunakan model advance organizer X2 = Perkuliahan dengan model pemberian tugas latihan
T = Tes menulis komposisi deskripsi
Dalam penelitian ini, subjek dibagi atas dua kelompok, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas yang diberi pembelajaran menulis komposisi deskripsi menggunakan model advance organizer dan kelas kontrol adalah kelas yang diberi pembelajaran menulis komposisi deskripsi menggunakan model pemberian tugas latihan. Dengan demikian, desain penelitian ini adalah post tets only design group. Kedua kelompok diberi materi yang sama sesuai dengan tahap-tahap kegiatannya sebagai berikut :
TABEL IV
LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN MENULIS KOMPOSISI DESKRIPSI DENGAN MODEL ADVANCE ORGANIZER DAN
PEMBERIAN TUGAS LATIHAN Prt Wkt Kelas Eksperimen
(Model Advance Organizer)
Wkt Kelas Kontrol (Model Pemberian Tugas
Latihan)
I
10 menit
80 menit
Memperkenalkan peta konsep
Menyajikandan menerangkan peta konsep tentang komposisi dan kaitan antar konsep padan kompsisi
60 menit
30 menit
Menerangkan konsep menulis komposisi deskripsi Menerangkan prosedur menulis komposisi deskripsi.
II 60 menit
Membedah konsep-konsep dan prosedur penulisan komposisi deskripsi dengan menggunakan sumber-
60 menit
Lanjutan penjelasan mengenai prosedur penulisan komposisi deskripsi
30 menit
sumber yang telah ditentukan sebelumnya
Diskusi dan Tanya jawab
30 menit
Diskusi dan tanya jawab serta memberikan tugas latihan kepada mahasiswa menulis komposisi deskripsi III
75 menit
Post test 75
menit
Post test -
D. Instrumen Penelitian
Berdasarkan defenisi operasional di atas, maka ada tiga dimensi penilaian dalam menulis komposisi deskripsi yaitu dimensi isi, organisasi dan ekspresi. Dimensi isi diukur dengan indikator kejelasan tema dan diberi skor antara 0-5 dan ketuntasan pembahasan diberi skor antara 0-15. Pada dimensi organisasi diukur dengan indikator koherensi (kelogisan) yang diberi skor 0-30 dan kohesi (keserasian) bobot skornya 0-30. Terakhir, pada dimensi ekspresi diukur dengan ketepatan pilihan kata yang skornya 0-10 dan keindahan bahasa dengan skor 0-10. Penentuan bobot skor untuk tiap-tiap aspek indikator tersebut disarankan pada pertimbangan atas tingkat kesukaran dalam realisasinya. Dengan demikian, untuk satu tulisan komposisi yang dihasilkan oleh sampel diberikan skor antara 0-100.
TABEL V
KISI-KISI DAN BOBOT SKOR TIAP INDIKATOR
No Indikator Aspek yang dinilai Bobot Skor
1. Isi - Kejelasan tema 0-5
- Ketuntasan pembahasan 0-15
2. Organisasi - Koherensi (kelogisan) 0-30
- Kohesi (keserasian) 0-30
3. Ekspresi - Pilihan kata 0-10
- Keindahan bahasa 0-10
Jumlah 100
Keterangan :
85 – 100 = Sangat Baik 75 – 84 = Baik
65 – 74 = Sedang 0 – 64 = Kurang
E. Organisasi Pengolahan data
Data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Data hasil post-test dari kedua sampel disusun dalam tabel.
2) Menentukan nilai rata-rata dan standar deviasi dari kedua kelompok data sampel.
3) Uji Normalitas
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah populasi berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas menggunakan uji Liliefors (Sudjana, 1982: 466) dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Data
xn
x
x1, 2,... dijadikan bilangan baku
zn
z
z1, 2,... dengan rumus:
S x zi xi
Dimana : x
= Rata-rata
xi = Data variabel
S = Standar Deviasi
b. Untuk tiap angka baku dihitung dengan menggunakan daftar distribusi normal baku dan kemudian dihitung peluang dengan rumus :
F(zi) = P(z≤zi) c. Menghitung proposi
zn
z
z1, 2,... yang diambil dari zi
n
z yang z z z Banyak
S zi 1, 2,... n 1
d. Menghitung selisih F(zi)-S(zi), kemudian menetapkan harga mutlaknya.
e. Ambil harga yang paling besar antara harga selisih tersebut dengan Lo: terima hipotesis jika harga Lo < nilai criteria Lo untuk uji Liliefors dengan taraf nyata α
= 0,05 dan harga Lo lainnya tolak data berdistribusi normal.
4) Uji Homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diambil memiliki varians yang homogen atau tidak. Untuk pengujian ini digunakan rumus perbandingan varians sebagai berikut :
2 2
2 1
S Hitung S
F
(Sudjana, 1989: 249)
Keterangan :
2
S1 = Varians terbesar
2
S2 = Varians terkecil
Dengan kriteria pengujian: terima Ho jika diperoleh Fhitung < Ftabel yang menyatakan bahwa sampel berasal dari populasi yang homogen. Dalam hal ini Ho ditolak atau Ha diterima.
5) Dalam penelitian ini uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan statistik komparatif dengan formula:
2 2 1
2 1
M SE
M t M
M M
o
(Sudijono, 1987: 297)
Keterangan :
to = Nilai t – tes hitung yang selanjutnya akan dibandingkan dengan nilai t tabel.
M1 = Rata-rata variabel X1
M2 = Rata-rata variabel X2
2 M1 M
SE = Standar erros perbedaan mean X1 dan X2
F. Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilaksnakan dengan jangka waktu selama lima bulan.
Penelitian dilakukan pada semester ganjil kelender akademik 2014/2015. Jadwal pelaksanaan penelitian disajikan pada tabel berikut:
TABEL VI
JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN PENELITIAN
No. Jenis Kegiatan BULAN/MINGGU
Sept Okt Nov Des Jan
1234 1234 1234 1234 1234
1. Persiapan (Proposal dan Perizinan) 1234 1234
2. Pelaksanaan Penelitian 1234 1234
3. Analisis Data 12
4. Pengiriman Laporan
BAB IV
HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian
Setelah diadakan penelitian terhadap permasalahan yang diambil maka diperoleh data masing-masing kelompok. Kelompok eksperimen (X) menggunakan sampel sebanyak 40 orang dan kelompok kontrol (Y) menggunakan sampel sebanyak 40 orang.
Penelitian ini berupa penelitian eksperimen dengan menggunakan dua kelompok yaitu; kelompok pertama sebanyak 40 orang (Grup A) sebagai kelompok eksperimen dengan model advance organizer dan kelompok kedua 40 orang (Grup B) sebagai kelompok kontrol dengan model pemberian tugas latihan.
Setelah data penelitian ini terkumpul, selanjutnya adalah menganalisis data.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam menganalisis data dapat dilihat di bawah ini.
1. Mentabulasi Skor Kelompok Eksperimen (X) TABEL VII
SKOR KELOMPOK EKSPERIMEN (X)
NO NAMA PRETEST POSTEST
1 Imrawinati Tinambunan 60 65
2 Mey Susanti Gultom 60 80
3 Minarti Manalu 80 65
4 Marita Butarbutar 70 80
5 Ria Silitonga 55 85
6 Ema Ragilian Br. Tarigan 65 85
8 Naomisari Sitanggang 70 80
9 Lentina Sitinjak 65 70
10 Answar Jili Tinambunan 60 75
11 Parida 50 65
12 Libra Simatupang 70 75
13 Reni Nelli Tania Manalu 75 85
14 Eva Maria Ginting 60 65
15
Jeni Sartika Agnes Br.
Sihotang 70 80
16 Herliyana Sitepu 70 75
17
Ruth Damayanti Br.
Sinaga 70 90
18 Laurence Br. Tampubolon 50 70
19 Visi Wintan Reka Widya
T. 75 90
20 Paiman Pandiangan 60 70
21 Sri Sudewi Manalu 65 80
22 Risma Br. Lumantobing 60 75
23 Nova Yanti Manurung 60 75
24 Elitawati Simanihuruk 60 80
25 Betaria Fronika Silalahi 75 90
26 Rosliani Br. Bukit 70 95
27 Anggreni Br. Surbakti 60 65
28 Soliana Sitanggang 70 95
29 Marianna Surbakti 60 70
30 Tri Lestari Hutabarat 70 80
31 Ance Rohdearni Purba 50 70
32 Paulina Trisetya Watu 70 90
33 Tetty Agus Sari
Simanjuntak 70 80
34 Friska Yanti Ginting 60 80
35 Eka Juita Situmorang 55 70
36 Irma Erviana Br.
Perangin-angin 50 75
37 Wira marventi Neria. S 70 75
38 Anna Sari Natalia Tarigan 70 85
39 Navyanti Raema
Sitompul 50 75
40 Dewi Rita Sitindaon 75 85
JUMLAH 2575 3135
RATA-RATA 64,38 78,38
Berdasarkan nilai kemampuan menulis karangan komposisi deksripsi di atas diperoleh penyebaran nilai 65 sampai 95. Nilai terendah 65 dan nilai tertinggi
95. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui nilai rata-rata hasil belajar menulis komposisi deksripsi dengan model penguatan Advance Organizer yaitu total nilai dibagi jumlah mahasiswa (sampel), yaitu 3135 : 40 = 78,38. Dengan demikian hasil menulis karangan komposisi deksripsi dengan model penguatan Advance Organizer pada kategori baik yaitu dengan nilai rata-rata 78,38.
Kemudian berdasarkan data di atas, maka langkah selanjutnya melakukan analisis yang pendeskripsiannya dapat dilihat di bawah ini.
TABEL VIII
DISTRIBUSI FREKUENSI SKOR KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN KOMPOSISI DESKRIPSI PADA KELOMPOK
EKSPERIMEN (X)
X F FX X X2 FX2
65 5 325 -13,38 179,02 895,10
70 6 420 -8,38 70,22 421,32
75 8 600 -3,38 11,42 91,36
80 9 720 1,62 2,62 23,58
85 5 425 6,62 43,82 219,10
90 4 360 11,62 135,02 540,08
95 3 285 16,62 276,22 828,66
40
FX 3135 FX2 3019 , 20
Dari tabel di atas dapat dicari rata- rata, standar deviasi dan standar error variabel yaitu:
a. Rata- rata (Mean) variabel X
MX= N
fX= 40 3135
= 78,38
b. Standar Deviasi Variabel X SD =
N
fx2=
40 20 , 3019
=
48 , 75 = 8,69
c. Standar Error Variabel X SE=
1 N SDX
=
1 40
69 , 8
=
39 69 , 8
= 24 , 6
69 , 8
= 1,39
TABEL IX
SKOR KELOMPOK KONTROL (Y) N
O NAMA PRETEST POSTEST
1 Meri Christina Natalia
Lumbantoruan 55 60
2 James Lianson
Nainggolan 75 80
3 Endang Prasetya Purba 60 65
4 Novi Simangunsong 75 80
5 Malta Tarigan 50 55
6 Intan Silaban 65 75
7 Juwita Siregar 80 90
8 Jane Andriani Ginting 55 65
9 Dameria Sijabat 80 90
10 Lilis Debora Gultom 60 70
11 Isa Bella Br. Sembiring 80 75
12 Virgina Rosti Situmorang 65 70
13 Ernesta Br.Ginting 55 65
14 Agus Sanro Siregar 80 80
15 Ruth Helena Nainggolan 65 70
16 Goklas Brikman
Simaremare 80 90
17 Henny Indriawati Hulu 55 60
18
Gloria Rivael Br.
Sembiring 60 70
19 Rita Marsaulina Pasaribu 55 65
20
Lidia Theresia Siringo-
ringo 80 90
21 Ikawidiati Sinaga 65 75
22
Deswin Rio Pranata
Tarigan 75 75
23 Eva Friska Tarigan 65 65
24 Rayona Tampubolon 75 80
25 Devika Diniati Hasibuan 55 65
26 Listari Manurung 65 75
27
Milta Febriansi Br.
Sembiring 60 65
28 Wilda Mei Santi Irene S 65 70
29 Epin Donta Ginting 75 75
30
Chrisma Dumasari br.
Siahaan 45 55
31 Amrin Jafetman Sinaga 60 70
32 Masni Silaban 45 55
33 Edo Salomo Sormin 70 70
34
Bintoro Pandapotan
Simanullang 55 70
35 Marissan Simamora 65 70
36 Rapiana Gultom 55 60
37 Ceria Kisti Br. Tarigan 75 75
38 Friska Damayanti 60 80
39 Kristina Tarigan 60 75
40 Evi Riana Sinaga 65 75
JUMLAH 2585 2865
RATA- RATA 64.63 71.63
Berdasarkan nilai kemampuan menulis komposisi deskripsi di atas diperoleh penyebaran nilai 55 sampai 90. Nilai terendah 55 dan nilai tertinggi 90.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui nilai rata-rata hasil belajar menulis karangan komposisi deskripsi dengan model pemberian tugas latihan yaitu total nilai dibagi jumlah mahasiswa (sampel), yaitu 2865 : 40 = 71,63. Dengan demikian hasil menulis karangan komposisi deskripsi dengan model pemberian tugas latihan pada kategori baik yaitu dengan nilai rata-rata 71,63.
Kemudian berdasarkan data di atas, maka langkah selanjutnya melakukan analisis yang pendeskripsiannya dapat dilihat di bawah ini.
TABEL X
DISTRIBUSI FREKUENSI SKOR KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN KOMPOSISI DESKRIPSI PADA KELOMPOK KONTROL
(Y)
Y F FY Y Y2 FY2
55 3 165 -16,63 276,56 829,67
60 3 180 -11,63 135,26 405,77
65 7 455 -6,63 43,96 307,70
70 9 630 -1,63 2,66 23,91
75 9 675 3,37 11,36 102,21
80 5 400 8,37 70,06 250,28
90 4 360 18,37 337,46 1349,83
40
FX2865
FX3369,37Dari tabel di atas dapat dicari rata- rata, standar deviasi dan standar error variabel yaitu:
a. Rata-rata (Mean) Variabel Y
M = N
fY= 40 2865
= 71,63
b. Standar Deviasi Variabel Y SD =
N
fY2=
40 37 , 3369
=
23 , 84 = 9,18
c. Standar Error Variabel Y SE =
1 N SDY
=
1 40
18 , 9
=
39 18 , 9
= 24 , 6
18 , 9
= 1,47
3. Mencari Standart Error Variabel X dan Variabel Y
MY
SEMX =
MY
MX SE
SE
=
2 2 1,47 39
,
1
=
16 , 2 93 ,
1
= 09 , 4 = 2,02
Dari perhitungan di atas diperoleh standar error perbedaan mean kelompok eksperimen (X) dan kelompok kontrol (Y) = 2,02
B. Pengujian Persyaratan data
Penganalisisan data menggunakan statistik komparasi yaitu dengan menggunakan uji “t”. Analisis ini digunakan dengan persyaratan bahwa yang diteliti adalah populasi yang berdistibusi normal dan varians dari kelompok- kelompok yang membentuk sampel homogen. Dengan demikian normalitas dan homogenitas merupakan persyaratan dasar bagi berlakunya analisis komparasional.
a. Uji Normalitas
1) Uji Normalitas Data Kelompok Eksperimen (X)
Untuk menguji normalitas dapat digunakan uji normalitas Lilliefors. Berikut tabel uji normalitas variabel X.
TABEL XI
UJI NORMOLITAS DATA KELOMPOK EKSPERIMEN (X)
X f Fkum Zi F(Zi) S(Zi) L
65 5 5 -1,54 0,06 0,13 0,07
70 6 11 -0,96 0,17 0,28 0,11
75 8 19 -0,39 0,35 0,48 0,13
80 9 28 0,19 0,58 0,70 0,12
85 5 33 0,76 0,78 0,83 0,05
90 4 37 1,34 0,91 0,93 0,02
95 3 40 1,91 0,97 1,00 0,03
Untuk pengujian normalitas data kelompok eksperimen (X) di atas, perhitungannya sebagai berikut:
Diketahui rata-rata variabel X = 78,38 a) Simpangan Baku
S2 =
N ) X X
( 2
=
40
78,38) (95 . 78,38)
(70 78,38) -
(65 2 2 2
= 40
20 , 3019
S2 = 75,48 S =
48 , 75 = 8,69
c) Bilangan Baku (Zi) Zi =
S X X
=
69 , 8
38 , 78 65
= -1,54
Demikian untuk mencari Zi selanjutnya, d) F(Zi) = 0,5
Zi ( tabel distribusi normal)
= 0,5 – 0,4382
= 0,06
Demikian untuk mencari F(Zi) selanjutnya.
e) S (Zi) = N fkum
= 40
5
= 0,13
Demikian untuk mencari S (Zi) selanjutnya.
f) L = F(Zi) – S (Zi)
= 0,06 – 0,13
= -0,07 (dimutlakkan)
= 0,07
Demikian untuk mencari L selanjutnya.
Berdasarkan tabel di atas, didapat L
hitung
= 0.13 dengan menggunakan
05 , 0
dan N = 40, maka nilai kritis melalui uji Lilliefors diperoleh L
tabel
= 0.14.
Ternyata L
hitung
< L
tabel
(0.13 < 0.14) ini membuktikan bahwa data variabel X
berdistribusi normal.
2) Uji Normalitas Data Kelompok Kontrol (Y)
TABEL XII
UJI NORMOLITAS DATA KELOMPOK KONTROL (Y)
X f Fkum Zi F(Zi) S(Zi) L
55 3 3 -1,18 0,04 0,08 0,04
60 3 6 -1,27 0,10 0,15 0,05
65 7 13 -0,72 0,24 0,33 0,09
70 9
75 9 31 0,38 0,65 0,78 0,13
80 5 36 0,91 0,82 0,90 0,08
90 4 40 2,00 0,98 1,00 0,02
Untuk pengujian normalitas data kelompok kontrol (Y) di atas, perhitungannya sebagai berikut:
Diketahui rata-rata variabel Y = 71,63 a) Simpangan Baku
S2 =
N ) X X
( 2
=
40
71,63) (90 . 71,63)
(60 71,63) -
(55 2 2 2
= 40
37 , 3369
S2 = 84,33 S =
33 , 84 = 9,18
c) Bilangan Baku (Zi) Zi =
S X X
=
18 , 9
63 , 71 55
Demikian untuk memcari Zi selanjutnya, d) F(Zi) = 0,5
Zi ( tabel distribusi normal)
= 0,5 – 0,4649
= 0,04
Demikian untuk mencari F(Zi) selanjutnya.
e) S (Zi) = N fkum
= 40
3
= 0,08
Demikian untuk mencari S (Zi) selanjutnya.
f) L = F(Zi) – S (Zi)
= 0,04 – 0,08
= -0,04 (dimutlakkan)
= 0,04
Demikian untuk mencari L selanjutnya.
Berdasarkan tabel di atas, didapat L
hitung
= 0.13 dengan menggunakan
05 , 0
dan N = 40, maka nilai kritis melalui uji Lilliefors diperoleh L
tabel
=
0.14. Ternyata L
hitung
< L
tabel
(0.13 < 0.14) ini membuktikan bahwa data variabel
Y berdistribusi normal.
b. Uji Homogenitas Variansi Populasi
Untuk menguji homogenitas data diperlukan uji Barttlett. Perhitunganya sebagai berikut :
Diketahui : S2
X = 75,48
S2
Y = 84,23
Derajat kebebasan (dk) dk = N – 1
= 40 - 1 = 39
TABEL XIII
HARGA-HARGA YANG PERLU UNTUK UJI BARTLETT SAMPE
L
DK 1/DK S
2 i
log S
2 i
(dk) log S
2 i
X 39 0,03 75,48 1,88 73,32
Y 39 0,03 84,23 1,93 75,09
78 148,41
1) Variansi Gabungan Sampel
S2 =
i i
i i
n s i
n 2
=
21
1 2 2
y x
y y x x
n n
s n s n
=
78
23 , 84 39 48 , 75
39
= 78
69 , 6228
= 79,86
2) Harga Satuan B
B = log
12
ni
s
= (log 79,86)(78)
= (1,90) (78)
= 148,20
3) Selanjutnya digunakan uji Bartlett dengan Chi- Kuadrat x2 = (In 10) { B
NI 1
logsi2
}
= (2,3026) {148,20 – 148,41}
= (2,3026) (-0,21)
= -0,48 (dimutlakkan)
= 0,48
Dari perhitungan di atas diperoleh X2 hitung sebesar 0,48. Harga X2 tabel (Chi-Kuadrat) pada taraf kepercayaan 95% dengan dk 39 adalah 43,38. Ternyata X2 < X2 tabel yaitu 0,48 < 43,8. Hal ini membuktikan bahwa variansi populasi adalah homogen.
3). Pengujian Hipotesis
Setelah dicari normalitas dan homogenitas dari kelompok eksperimen (X) dan kelompok kontrol (Y) maka hasilnya menunjukkan bahwa persyaratan