• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN FORMAT DAN ISI LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN REAKTOR DAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN FORMAT DAN ISI LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN REAKTOR DAYA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN FORMAT DAN ISI LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN REAKTOR DAYA

Agus Waluyo1, Reno Alamsyah2

1,2, BAPETEN, Jl. Gadjah Mada No.8, Jakarta Pusat, 10040

email: [email protected]

ABSTRAK

KAJIAN FORMAT DAN ISI LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN REAKTOR DAYA.

Telah dilakukan suatu kajian mengenai pedoman format dan isi yang seharusnya digunakan dalam penyusunan dokumen Laporan Analisis Keselamatan (LAK) untuk reaktor daya. LAK adalah salah satu persyaratan teknis yang paling penting dalam perizinan pembangunan dan pengoperasian instalasi nuklir, sebagaimana disyaratkan dalam Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2014 tentang Perizinan Instalasi Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir (PP 2/2014). Guna menjamin isi LAK mangkus dan sangkil dalam mengomunikasikan risiko, maka pada umumnya badan pengawas menerbitkan pedoman mengenai format dan isi LAK. BAPETEN telah menerbitkan dua pedoman penyusunan LAK, yaitu untuk instalasi nuklir nonreaktor pada tahun 2006 dan untuk reaktor nondaya pada tahun 2013. Namun, hingga saat ini BAPETEN belum menerbitkan pedoman untuk reaktor daya atau PLTN. Di sisi lain, IAEA telah menerbitkan DS 449 sebagai rancangan akhir pedoman format dan isi LAK PLTN. Dengan demikian, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengkaji kemungkinan penggunaan DS 449 dalam menyusun pedoman pembuatan LAK reaktor daya. Metodologi yang digunakan dalam kajian ini bersifat deskriptif, analitik dan kualitatif. Studi pustaka dan kajian perbandingan dilakukan antara peraturan perundangan- undangan nasional dengan standar IAEA dan US-NRC. Kajian ini menghasilkan usulan ringkasan format dan isi LAK sebagaimana disajikan pada Lampiran I. Disimpulkan pula bahwa BAPETEN perlu menerbitkan pedoman format dan isi LAK untuk reaktor daya sebagaimana diamanatkan dalam PP 2/2014, dengan mengadapsi dokumen IAEA DS 449 dan dilengkapi kriteria keberterimaan yang, jika sesuai, diambil dari standar terbaik negara- negara yang telah ajeg dalam pengoperasian dan pengawasan PLTN.

Kata kunci: Format dan isi, Laporan Analisis Keselamatan (LAK), peraturan, pedoman.

ABSTRACT

THE STUDY ON FORMAT AND CONTENT OF SAFETY ANALYSIS REPORT FOR NUCLEAR POWER PLANT. A study on the guideline of format and content that should be used in developing a Safety Analysis Report (SAR) has been carried out. SAR is one of the most important technical requirements in the licensing of construction and operation of nuclear power plants, as it’s been required by Government Regulation No. 2 Year 2014 on the Licensing of Nuclear Installations and the Utilization of Nuclear Materials (GR 2/2014). In order to assure that SAR can be effectively and efficiently communicating risks, generally nuclear regulatory body issues a guideline regarding the format and content of SAR.

BAPETEN has issued two guidelines for the preparation of SAR of non-reactor nuclear installations in 2006 and for non-power reactors in 2013. However, BAPETEN has not issued the guideline for NPP. In other side, the IAEA has pubished DS 449 as the final draft of guideline on the format and content of SAR for NPPs. Hence, the purpose of study is to evaluate the possibility of using DS 449 in preparing guidelines for developing SAR of NPPs.The methodology used in this study is descriptive, analytic and qualitative in nature.

Literature studies and comparative studies were conducted between national legislation and the IAEA and the US-NRC standards. As the result of this study, Appendix I presents an excerpt of guideline on the format and content of SAR for NPPs. It was concluded that BAPETEN needs to publish a guideline on the format and content of SAR for NPPs as it’s been mandated in the GR 2/2014. BAPETEN may adapt the IAEA DS 449 document in the preparation of this guideline with acceptance criteria, where applicable, taken from the best national standards of countries that have been well established in the operation and regulation of NPPs.

Keywords: Fomat and content, Safety Analysis Report (SAR), regulation, guidelines.

(2)

PENDAHULUAN

Laporan Analisis Keselamatan (LAK) adalah salah satu peryaratan teknis yang paling penting dalam perizinan pembangunan dan pengoperasian PLTN. LAK, sebagaimana dipersyaratkan dalam Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2014 tentang Perizinan Instalasi Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir (PP 2/2014) [1], pada dasarnya mengomunikasikan tingkat risiko fasilitas. Untuk perizinan reaktor daya komersial, PP ini bahkan mensyaratkan dua jenis LAK, yaitu: LAK (yang pada dasarnya berisi analisis deterministik) dan LAK Probabilistik.

Guna menjamin LAK mangkus dan sangkil dalam mengomunikasikan risiko, maka pada umumnya badan pengawas menerbitkan pedoman mengenai format dan isi LAK.

Hingga saat ini, BAPETEN telah menerbitkan dua pedoman penyusunan LAK: Untuk instalasi nuklir nonreaktor pada tahun 2006 [2], dan untuk reaktor nondaya pada tahun 2012 [3]. Namun, BAPETEN belum menerbitkan pedoman serupa untuk reaktor daya.

Kedua pedoman yang telah diterbitkan tersebut mengadapsi antara lain standar IAEA GS-G-4.1 Format and content of the safety analysis report for nuclear power plants: safety guide [4] yang terbit tahun 2004. Sesuai dengan judulnya, GS-G-4.1 tentu saja dapat diadapsi oleh BAPETEN dalam menyusun pedoman LAK reaktor daya. Namun, saat ini konsep pengganti GS-G-4.1, yaitu DS 449 [5] sudah dalam tahap akhir dan segera akan diterbitkan pada penghujung tahun 2018 ini [6].

Dengan memerhatikan uraian di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengkaji kemungkinan penggunaan DS 449 dalam membuat pedoman penyusunan LAK reaktor daya guna melaksanakan amanah dari PP 2/2014. Tentu saja panduan seperti ini harus segera dibuat dengan mengingat bahwa pada beberapa tahun belakangan terdapat berbagai usulan pembangunan reaktor daya, baik yang bersifat eksperimental [7] maupun untuk keperluan komersial [8]. LAK yang akan dibahas pada makalah ini dibatasi untuk yang bersifat deterministik, dan bukan LAK Probabilistik.

POKOK BAHASAN

Pokok-pokok yang menjadi bahasan kajian ini adalah mengenai telaah atas perkembangan standar IAEA, perbandingan standar IAEA dengan persyaratan PP2/2014 mengenai LAK, dan telaah singkat mengenai pedoman LAK di Amerika Serikat (AS) sebagai perbandingan secara umum. Akhirnya, disampaikan hasil kajian mengenai pedoman penyusunan LAK yang dapat diterbitkan oleh BAPETEN.

Standar LAK IAEA

Kajian dimulai dengan menelaah standar IAEA GS-G-4.1 dan rancangan penggantinya DS 449. Asal-muasal standar dan dokumen yang terkait perlu dipetakan.

Sehingga, hubungan antar dokumen menjadi jelas dan memudahkan dalam membuat pedoman penyusunan LAK maupun dalam menyusun LAK itu sendiri.

Studi Perbandingan

Penjelasan PP 2/2014 menyatakan bahwa LAK antara lain berisi 19 bab, mulai dari pendahuluan, uraian tujuan keselamatan dan persyaratan desain, karakteristik tapak, reaktor nuklir, hingga kepada kesiapsiagaan dan penanggulangan kedaruratan nuklir. Selanjutnya, PP ini menyatakan bahwa ketentuan mengenai penyusunan dokumen LAK diatur dengan Peraturan Kepala BAPETEN (Perka). Kata ‘antara lain’ dalam PP di atas memberikan cukup keluwesan bagi BAPETEN dalam menyusun Perka pelaksanaanya, sedemikian sehingga BAPETEN dapat menambahkan bab lain yang dianggap penting dalam mengomunikasikan keselamatan secara menyeluruh. Keluwesan seperti itu dibutuhkan mengingat bahwa standar internasional pun berkembang sesuai dengan peningkatan ilmu pengetahuan tentang keselamatan. Kajian ini kemudian membandingkan antara persyaratan minimum LAK yang diatur dalam PP 2/2014 dengan kandungan DS 499. Dua hal penting yang dicermati dalam pembandingan ini adalah mengenai kandungan LAK dan jenis-jenisnya.

Standar LAK US-NRC

Jika standar IAEA pada umumnya bersifat generik, maka aturan, standar atau pedoman dari negara pengoperasi PLTN pada umumnya bersifat spesifik, seperti yang dilakukan di AS. Dalam hal ini, US-NRC adalah badan pengawas AS yang dapat dikatakan mewakili kelompok negara penganut pendekatan preskriptif, yaitu dengan seperangkat peraturan yang sangat teknis dan rinci. Dengan demikian, mengulas kandungan pedoman

(3)

penyusunan LAK yang diterbitkan US-NRC juga menjadi penting, baik dalam mengupayakan agar kajian ini menjadi lebih maknawi maupun dalam membuatnya lebih menyeluruh.

METODOLOGI

Metodologi yang digunakan dalam kajian ini bersifat deskriptif, analitik dan kualitatif.

Studi pustaka dan kajian perbandingan dilakukan antara peraturan perundang-undangan nasional dengan standar IAEA dan US-NRC.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Standar LAK IAEA

Pada tahun 1970 IAEA telah menerbitkan Safety Series No. 34 [9] mengenai pedoman untuk tata letak dan isi LAK untuk PLTN stasioner. Bab-bab utama dokumen ini menjelaskan persyaratan untuk tapak, komponen dan sistem, analisis keselamatan, dan aspek-aspek operasional. Dasar-dasar yang kokoh ini bertahan cukup lama, hingga pada 2004 IAEA dalam menerbitkan pedoman keselamatan GS-G-4.1 [4] bertajuk format dan isi LAK PLTN, yang kemudian akan digantikan dengan DS 449 [5] pada akhir 2018 ini.

Mengingat tahapan-tahapan dalam pembuatan standar IAEA sebagaiman dituangkan dalam [6], maka kandungan DS 449 dapat dipastikan tidak akan berbeda dengan standar yang nantinya akan diterbitkan.

GS-G-4.1 dan DS 449 bukanlah dokumen yang dapat berdiri sendiri. Untuk memahami persyaratan yang terkandung di dalamnya dibutuhkan standar umum dan terutama pedoman teknis yang relevan, antara lain: GSR Part 4 [10] mengenai penilaian keselamatan fasilitas dan kegiatan, dan SSG-2 [11] tentang analisis keselamatan PLTN secara deterministik. Kedua dokumen ini menggantikan pedoman keselamatan NS-G-1.2 tentang penilaian dan verifikasi keselamatan PLTN. Dokumen teknis lain yang tak kalah penting adalah SSR-2/1 (Rev.1) [12] mengenai keselamatan desain PLTN dan SSR-2/2 (Rev.1) [13] tentang keselamatan komisioning dan operasi PLTN. Persyaratan tematik seperti proteksi radiasi, lingkungan, sistem manajemen, dekomisioning dan kesiapsiagaan nuklir juga mengikuti persyaratan dan pedoman masing-masing topik tersebut sebagaimana telah diterbitkan IAEA.

Pada Bab tentang cakupan, DS449 menerangkan bahwa standar ini dapat secara langsung diterapkan untuk reaktor berpendingin air, khususnya reaktor air ringan (LWR). Hal ini dapat dipahami karena LWR adalah tipe reaktor yang sangat umum digunakan di dunia.

Meskipun demikian, dikatakan pula bahwa bagian-bagian tertentu lainnya dapat juga digunakan pada reaktor-reaktor tipe lainnya.

Studi Perbandingan

Perbandingan antara bab-bab LAK yang diatur dalam PP 2/2014 dengan yang disajikan dalam DS 449 adalah sebagaimana ditampilkan pada Tabel 1 pada halaman berikut. Dari judul-judul Bab yang diuraikan pada Tabel ini, dapat dilihat bahwa semua yang disyaratkan PP 2/2014 terdapat juga dalam DS 449, sehingga DS 449 tentu lebih lengkap.

Persyaratan Desain yang disyaratkan pada Bab II LAK menurut PP 2/2014 dibuat lebih spesifik pada Bab III dalam DS 449 dengan penambahan Persyaratan Desain dari Struktur, Sistem dan Komponen. Perluasan cakupan terjadi pada bab-bab LAK versi PP 2/2014 tentang Sistem Pendingin Reaktor Nuklir; Sistem Pendukung; Komisioning; dan, Dekomisioning, yang dalam LAK versi DS 449 menjadi Sistem Pen-dingin Reaktor dan Sistem yang Terkait; Sistem Pendukung dan Struktur Sipil; Konstruksi Instalasi dan Komisioning; serta, Dekomisioning dan Aspek Akhir Usia Instalasi.

Di sisi lain, Bab IV mengenai Gedung dan Struktur pada LAK versi PP 2/2014 dihilangkan dan dijadikan satu dalam DS 449 Bab III tentang Tujuan Keselamatan dan Persyaratan Desain dari Struktur, Sistem dan Komponen. Sehingga, ada tiga Bab lain dalam DS 449 yang belum tertuang dalam PP 2/2014, yaitu: Sistem Uap dan Konversi Daya;

Pengelolaan Limbah Radioaktif; dan, Rakayasa Faktor Manusia.

Sebagaimana dijelaskan pada bagian Pendahuluan DS 449, perubahan paling nyata pada pedoman keselamatan ini adalah terkait dengan persyaratan keselamatan yang ditetapkan dalam SSR 2/1 (Rev.1), khusunya mengenai: Kondisi perluasan cakupan desain;

penguatan kemandirian dan kemangkusan pertahanan berlapis dalam perbagai tingkatan;

kekokohan instalasi terhadap hazard luar yang ekstrem; dan, dihapuskannya kemungkinan

(4)

keadaan instalasi yang dapat mengakibatkan pelepasan radioaktif awal atau pelepasan radioaktif secara besar-besaran, seperti yang terjadi pada kecelakaan nuklir Fukushima.

Dengan demikian, mengadapsi DS 449 dalam pedoman penyusunan LAK di bawah PP 2/2014 juga dapat dikatakan telah mendokumentasikan pembelajaran dari kecelakaan nuklir Fukushima, serta sejalan dengan prinsip-prinsip yang tertuang dalam Vienna Declaration on Nuclear Safety (VDNS) [14].

Tabel 1. Perbandingan Format dan Isi LAK Reaktor Daya menurut Beberapa Dokumen

PP 2/2014 IAEA DS 449 US-NRC NUREG-0800

I. Pendahuluan

II. Tujuan Keselamatan dan Persyaratan Desain.

III. Karakteristik Tapak.

IV. Gedung dan Struktur.

V. Reaktor Nuklir.

VI. Sistem Pendingin Reaktor Nuklir.

VII. Fitur Keselamatan Teknis.

VIII. Instrumentasi dan Kendali.

IX. Sistem Catu Daya Listrik.

X. Sistem Pendukung.

XI. Proteksi dan Keselamatan Radiasi.

XII. Pelaksanaan Operasi.

XIII. Rencana Pengelolaaan dan Pamantauan Lingkungan.

XIV. Komisioning.

XV. Analisis Keselamatan.

XVI. Batasan dan Kondisi Operasi.

XVII. Sistem Manajemen.

XVIII. Dekomisioning.

XIX. Kesiapsiagaan dan Penanggulanangan Kedarutan Nuklir.

I. Pendahuluan dan Pertimbangan Umum.

II. Karakteristik Tapak.

III. Tujuan Keselamatan dan Persyaratan Desain Struk- tur, Sistem dan Komponen.

IV. Reaktor.

V. Sistem Pendingin Reaktor dan Sistem yang Terkait.

VI. Fitur Keselamatan Teknis.

VII. Instrumentasi dan Kendali.

VIII. Catu Daya listrik.

IX. Sistem Pendukung dan Struktur Sipil.

X. Sistem Uap dan Konversi Daya.

XI. Pengelolaan Limbah Radioaktif.

XII. Proteksi Radiasi.

XIII. Pelaksanaan Operasi.

XIV. Konstruksi Instalasi dan Komisioning.

XV. Analisis Keselamatan.

XVI. Batasan dan Kondisi Operasi.

XVII. Sistem Manajemen.

XVIII. Rakayasa Faktor Manusia.

XIX. Kesiapsiagaan dan Penang- gulangan Kedarutan Nuklir.

XX. Aspek Lingkungan.

XXI. Dekomisioning dan Aspek Akhir Usia Instalasi.

I. Pendahuluan dan Antarmuka.

II. Karakteristik Tapak dan Parameter Tapak.

III. Desain Struktur,

Komponen, Peralatan dan Sistem.

IV. Reaktor.

V. Sistem Pendingin Reaktor dan Sistem Terkait.

VI. Fitur Keselamatan Teknis.

VII. Instrumentasi dan kendali.

VIII. Catu Daya Listrik.

IX. Sistem Pendukung.

X. Sistem Uap dan Konversi Daya.

XI. Pengelolaan Limbah Radioaktif.

XII. Proteksi Radiasi.

XIII. Pelaksanaan Operasi.

XIV. Program Pengujian Awal.

XV. Analisis Transien dan Kecelakaan.

XVI. Spesifikasi Teknis.

XVII. Jaminan Mutu.

XVIII. Reakayasa Faktor Manusia XIX. Kecelakaan Parah.

Selanjutnya, PP 2/2014 mensyaratkan Pemohon untuk mengajukan LAK pada saat pembangunan instalasi dalam proses pengajuan persetujuan desain, pengajuan izin konstruksi, dan persetujuan perubahan desain pada saat konstruksi; dan pada fase pengoperasian instalasi dalam proses pengajuan izin komisioning, persetujuan modifikasi dalam tahap izin komisioning, izin operasi, dan dalam persetujuan utilisasi atau modifikasi pada tahap operasi. Untuk setiap jenis LAK tersebut, PP 2/2012 pada dasarnya mensyaratkan adanya pembaruan informasi dan verifikasi atas LAK sebelumnya, sedemikian sehingga LAK terbaru tersebut relevan dengan persoalan keselamatan yang sedang dihadapi. Meskipun demikian, nama semua dokumen tetap sama, yaitu LAK.

DS 449 menyajikan penamaan LAK yang sedikit berbeda-beda untuk setiap tahap perizinan dengan mengutip praktik di berbagai negara. Contohnya, Initial Safety Analysis Report (ISAR) adalah LAK awal yang menjadi dasar perizinan tapak. Preliminary Safety Analysis Report (PSAR) adalah LAK di tahap berikutnya untuk otorisasi atau persetujuan desain dan izin konstruksi. Kemudian, ada Pre-Operational Safety Analysis Report (POSAR) yang menjadi dasar dalam izin komisioning dan operasi. Kemudian, selama masa pengoperasian PLTN, POSAR harus dimatangkan dengan berbagai informasi tambahan yang relevan, sehingga dapat diterbitkan Operational Safety Analysis Report (OSAR) atau Final Safety Analysis Report (FSAR).

Standar LAK US-NRC

Pada Februari 1972, US-NRC untuk pertama kalinya menerbitkan standar format dan isi LAK PLTN [15]. Melalui beberapa kali perbaikan, US-NRC kemudian memublikasikan Regulatory Guide 1.70 Rev.3 [16] dengan judul yang sama di bulan November 1978.

Walaupun kedua dokumen sama-sama berisi 17 Bab, namun dokumen terakhir itu menjadi

(5)

semakin rinci dalam perkembangannya. Kedua dokumen ini ditujukan untuk reaktor tipe LWR.

US-NRC akhirnya menerbitkan Standard Review Plan for the Review of Safety Analysis Reports for Nuclear Power Plants: LWR Edition (NUREG-0800) [17], yang sangat terkenal dengan 19 Bab yang isinya terus berkembang secara dinamis dari tahun 1975 hingga saat ini. Untuk izin gabungan atas desain yang bersertifikat, US-NRC juga menerbitkan Regulatory Guide 1.206 [18] dengan Bagian Pertama berisi standar format dan isi permohonan izin gabungan, yang juga berisi 19 bab dengan berbagai perbedaan penekanan. Untuk keperluan praktis perbandingan, daftar isi Bab NUREG-0800 disajikan pada Tabel 1 di atas. Dari kandungannya, maka berbagai hal yang spesifik untuk LWR dapat ditarik untuk mengisi persyaratan umum yang diberikan oleh DS 449.

Pedoman LAK BAPETEN

Sebagai hasil dari kajian di atas dapat disampaikan beberapa hal sebagai berikut.

Pertama, Pedoman LAK yang nantinya diterbitkan BAPETEN hendaknya berpedoman pada DS 449, terutama untuk mendemonstrasikan bahwa Indonesia telah memetik pembelajaran dari kecelakaan nuklir Fukushima dan sekaligus memenuhi prinsip-prinsip dari VDNS.

Kedua, Pedoman LAK tersebut hendaknya memiliki cakupan yang bersifat umum, meskipun dapat langsung digunakan untuk reaktor berpendingin air, khususnya LWR. Ketiga, supaya lebih jelas, pedoman LAK yang akan diterbitkan BAPETEN hendaknya dilengkapi dengan kriteria keberterimaan. Dalam hal ini, BAPETEN dapat mengambil berbagai persyaratan teknis yang termuat dalam NUREG-0800, atau jika sesuai dengan Regulatory Guide 1.206.

Keempat, ringkasan Bab LAK yang disarankan sebagai hasil kajian ini adalah sebagaimana termuat pada Lampiran I.

KESIMPULAN,

Dari kajian ini dapat disimpulkan bahwa BAPETEN perlu menerbitkan pedoman format dan isi LAK untuk reaktor daya, sebagaimana diamanatkan dalam PP 2/2014.

Pedoman tersebut sangat berguna dalam menjamin komunikasi yang mangkus dan sangkil antara Pemohon Izin dan BAPETEN mengenai tingkat risiko instalasi. BAPETEN dapat mengadapsi dokumen IAEA DS 449 dalam penyusunan pedoman tersebut dengan kriteria keberterimaan yang dapat diambil dari standar nasional terbaik negara-negara yang telah ajeg dalam pengoperasian dan pengawasn PLTN. Dengan mengadapsi DS 449, dapat dikatakan Indonesia telah memetik pembelajaran dari kecelakaan nuklir Fukushima dan sekaligus memenuhi prinsip-prinsip yang tertuang dalam VDNS.

UCAPAN TERIMA KASIH

Para penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada manajemen P2STPIBN yang telah mendukung secara moral maupun administratif dalam penyusunan kajian ini. Para penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada teman-teman sejawat di P2STPIBN yang telah membantu secara teknis dalam pelaksanaan kajian.

DAFTAR PUSTAKA

1. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2014 tentang Perizinan Instalasi Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir, Setneg RI, Jakarta (2014).

2. BAPETEN, Peraturan Kepala BAPETEN No. 10 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Analisis Keselamatan Instalasi Nuklir Nonreaktor, BAPETEN, Jakarta (2006).

3. BAPETEN, Peraturan Kepala BAPETEN No. 8 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Analisis Keselamatan Reaktor Nondaya, BAPETEN, Jakarta (2012).

4. IAEA GS-G-4.1. “Format and content of the safety analysis report for nuclear power plants: safety guide”, IAEA, Vienna (2004).

5. IAEA DS 449 Step 11.a. “Format and Content of the Safety Analysis Report for Nuclear Power Plants”, IAEA, Vienna (2017).

6. IAEA DPP 449 Version 5. “Document Preparation Profile” of DS 449, IAEA, Vienna (2015).

7. BATAN, Peraturan Kepala BATAN No. 5 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis 2015- 2019, BATAN, Jakarta (2015).

(6)

8. WNA, “Nuclear Power in Indonesia. Updated April 2018”, http://www.world- nuclear.org/information-library/country-profiles/countries-g-n/indonesia.aspx. Diakses tanggal 30 Juli 2018.

9. IAEA Safety Series No. 34. “Guidelines for the Layout and Contents of Safety Report for Stationary Nuclear Power Plants”, IAEA, Vienna (1970).

10. IAEA GSR Part 4. “Safety Assessment for Facilities and Activities”, IAEA, Vienna (2016).

11. IAEA SSG-2. “Deterministic Safety Analysis for Nuclear Power Plants”, IAEA, Vienna (2009).

12. IAEA SSR-2/1 (Rev.1). “Safety of Nuclear Power Plants: Design”, IAEA, Vienna (2016).

13. IAEA SSR-2/2 (Rev.1). “Safety of Nuclear Power Plants: Comissioning and Operation”, IAEA, Vienna (2016).

14. IAEA, CNS/DC/2015/2/Rev.1 Vienna Declaration on Nuclear Safety, IAEA, Vienna (2015).

15. US-NRC, “Standard Format and Content of Safety Analysis Reports for Nuclear Power Plants”, US-NRC, Washington DC. (1972).

16. US-NRC RG 1.70 Rev.3. “Standard Format and Content of Safety Analysis Reports for Nuclear Power Plants: LWR Edition”, US-NRC, Washington DC. (1978).

17. US-NRC NUREG-0800. “Standard Review Plan for the Review of Safety Analysis Reports for Nuclear Power Plants: LWR Edition”, US-NRC, Washington DC. (1975- 2017).

18. US-NRC RG 1.206. “Combined License Applications for Nuclear Power Plants (LWR Edition), US-NRC, Washington DC. (2007).

(7)

Lampiran-1

Hasil Kajian: Ringkasan Format dan Isi LAK RD

I. Pendahuluan

Bab ini terdiri atas bagian umum, implementasi dari proyek, identifikasi agen dan kontraktor, informasi mengenai tata letak dan aspek lainnya, uraian umum insatalasi, perbandingan dengan instalasi lain, gambar dan informasi detail instalasi, mode operasi normal instalasi, prinsip sistem manajemen, bahan acuan, peraturan serta kode dan standar yang dipakai.

II. Karakteristik Tapak

Dalam bab 2 ini hendaknya memberikan informasi tentang karakteristik geologi, seismologi, gunung api, hidrologi, meteorologi, geoteknik tapak dan wilayak sekitar tapak dan karakteristik bahaya akibat ulah manusia dan lingkungan sekitar tapak, distribusi populasi saat ini dan proyeksi populasi dan tataguna lahan yang terkait dengan desain dan operasi instalasi.

III. Tujuan Keselamatan Dan Persyaratan Desain Untuk Struktur, Sistem Dan Komponen.

Bab 3 ini harus menguraikan konsep desain secara umum, persyaratan, code dan standar yang berlaku untuk berbagai jenis SSK dan pendekatan yang diadopsi untuk memenuhi tujuan keselamatan. Kesesuian desain semua komponen harus dibuktikan secara rinci dalam bab-bab lain dari laporan analisis keselamatan, khususnya untuk deskripsi SSK yang berbeda.

IV. Reaktor

Dalam bab ini terdiri atas uraian ringkas, perangkat bahan bakar nuklir, sistem kendali reaktivitas, struktur reaktor, reflektor dan moderator, sumber nuklir dan desain termohidrolik.

V. Sistem Pendingin Reaktor Dan Sistem Terkait Bab 5 LAK ini memuat uraian/informasi yang berhubungan sistem pendingin reaktor beserta sistem atau komponen lain yang terkait dengan sistem pendingin tersebut (sebagai contoh, sistem pengambil panas peluruhan, sistem pemantauan kualitas air dan termasuk sistem penyangga pemipaan sistem pendingin).

Informasi yang dimaksud juga harus dapat menunjukkan kesesuain antara rancangan dan persyaratan desain yang telah ditetapkan (Perka Desain Reaktor Daya).

Hal terpenting yang harus disampaikan adalah bahwa rancangan harus memenuhi persyaratan tersebut di atas, bab ini juga harus memberikan bukti bahwa sistem pendingin reaktor dapat mempertahankan integritasnya baik dalam kondisi normal maupun dalam kondisi kecelakaan yang diasumsikan (design basis accident dan design extension condition). Bukti yang dimaksud adalah hasil analisis keselamatan terhadap beban yang akan timbul pada batas tekanan sistem pendingin reaktor pada kondisi operasi selama umur reaktor juga harus ditunjukkan disini.

VI. Fitur Keselamatan Teknis

Bab 6 ini harus menyajikan informasi yang berhubungan dengan fitur keselamatan teknis dan sistem yang berhubungan dengannya. Fitur keselamatan teknis yang dimaksud di bab ini adalah SSK yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi keselamatan secara memadai jika terjadi kecelakaan dasar desain, design extension condition (DEC), termasuk kecelakaan pelelehan teras, dan untuk beberapa kejadian operasional yang diantisipasi.

Bab mengenani Fitur keselamatan teknis harus menjabarkan dan membahas setiap sistem yang dipertimbangkan sebagai bagian dari fitur keselamatan teknis. Pembahasan mengenai

desain fitur keselamatan teknis harus mengidentifikasi persyaratan fungsional, menunjukkan bagaimana persyaratan fungsional tersebut memenuhi persyaratan peraturan, dan menunjukkan bagaimana desain fitur keselamatan memenuhi persyaratan fungsional.

VII. Sistem Instrumentasi Dan Kendali

Bab ini harus menyediakan informasi mengenai sistem instrumentasi dan kendali dan pemenuhan terhadap persyaratan yang berlaku.

Pemohon izin harus memberikan daftar seluruh instrumentasi, kendali, dan sistem pendukung yang terkait keselamatan, termasuk alarm, komunikasi, dan instrumentasi penampil.

VIII. Sistem Catu Daya Listrik

Dalam bab ini menjelaskan mengenai definisi, fitur desain dan klasifikasi sistem catu daya off site, sistem catu daya on site, sistem catu daya siaga (standby), sistem daya AC alternatif dan sistem daya DC.

IX. Sistem pendukung dan struktur sipil

Dalam bab ini harus memberikan uraian mengenai sistem pendukung dan juga struktur bangunan dari PLTN. Untuk sistem pendukung minimal mencakup:

a. Sistem penyimpanan dan penanganan bahan bakar

b. Sistem perpindahan panas c. Sistem udara dan gas

d. Sistem pemanas, ventilasi dan pendingin udara.

e. Sistem proteksi kebakaran

f. Sistem pendukung untuk generator diesel atau generator turbin gas

g. Peralatan angkat

h. Sistem komunikasi, sistem pencahayaan dan sistem sanitasi air.

Sedangkan untuk pekerjaan sipil dan struktur, hal-hal berikut ini juga harus dijelaskan dalam LAK:

a. Pondasi dan struktur yang terkubur b. Bangunan reaktor/kontainmen

c. Struktur lainnya yang relevan dengan keselamatan Nuklir.

X. Sistem uap dan konversi daya

Informasi yang disediakan di bab ini adalah:

a. Persyaratan kinerja untuk generator turbin dalam kondisi operasi.

b. Deskripsi pemipaan saluran uap utama dan katup kendali terkait, kondensor utama, sistem evakuasi kondensor utama, sistem generator turbin, sistem penyegelan turbin, sistem bypass turbin, sistem sirkulasi air, sistem pembersih kondensor, sistem pengumpan dan kondensat, dan jika tersedia, sistem blowdown pembangkit uap;

c. program kimia air, bersama dengan pembahasan terkait dengan material uap, sistem air pengumpan dan sistem kondensat;

d. pertimbangan laju percepatan korosi dalam desain sistem.

XI. Pengolahan limbah radioaktif Pada bagian ini berisi mengenai:

a. Suku sumber

b. Sistem pengelolaan limbah cair c. Sistem pengelolaan limbah gas d. Sistem pengelolaan limbah padat e. Proses dan pemantauan radiologi dan

sistem sampling limbah termasuk pemantauan di dalam dan di luar tapak.

XII. Proteksi radiasi

Dalam bagian ini berisi informasi mengenai metode proteksi radiasi dan perkiraan paparan radiasi kerja personil untuk konstruksi, operasi,

(8)

baik itu operasi normal maupun kejadian operasional terantispasi. Secara garis besar dalam bagian ini berisi mengenai fasilitas dan desain peralatan, perencanaan dan prosedur dan teknik yang digunakan oleh pemohon dalam memenuhi standar perlindungan terhadap radiasi.

XIII. Pelaksanaan operasi

Dalam bab ini menjelaskan bagaimana organisasi melaksanakan tanggung jawabnya dalam pengoperasian PLTN secara selamat.

Secara khusus, bab ini ditujukan untuk:

a. Masalah operasional yang penting yang terkait dengan keselamatan.

b. Pendekatan yang diambil oleh organisasi pengoperasi untuk mengidentifikasi masalah dengan mengimplementasikan program operasi.

c. Persyaratan yang diambil oleh organisasi pengoperasi untuk membuat dan menjaga staf, kompetensi teknik yang terakit keahlian dan prosedur operasi yang diikuti pada level yang diinginkan dan memastikan perlindungan kesehatan dan keselamatan masyarakat.

XIV. Konstruksi dan komisioning instalasi

Pada bab ini berisi mengenai informasi mengenai tahap tahap yang dilakukan organisai pengoperasi pada saat konstruksi maupun komisioning.

XV. Analisis keselamatan

Bab ini memberikan penjelasan mengenai analisis keselamatan yang dilakukan untuk menilai keselamatan fasilitas dalam merespon postulated initiating event (PIE) dan skenario kecelakaan atas dasar kriteria penerimaan yang telah tersusun. Analisis ini mencakup analisis keselamatan deterministik dari operasi normal, kejadian operasi terantisipasi (AOO), kecelakaan dasar desain (DBA) dan DEC, termasuk kajian keselamatan probabilistik.

XVI. Batas dan Kondisi Operasi

Isi dari bab ini secara garis besar sama dengan format dan isis batas dan kondisi operasi untuk reaktor non daya. Batas dan kondisi operasi terdiri atas:

a. Batas keselamatan;

b. Pengesetan sistem keselamatan;

c. Kondisi batas untuk operasi normal;

d. Persyaratan surveilan;

e. Persyaratan administrasi.

XVII. Sistem Manajemen

Bagian ini berisi ringkasan sistem manajemen reaktor yang meliputi:

a. Informasi terkait penetapan, penilaian, dan peningkatan berkesinambungan atas kepemimpinan dan manajemen yang efektif untuk keselamatan.

b. Uraian sistem manajemen yang mencakup ruang lingkup, tujuan dan sasaran sistem manajemen dalam pembangunan reaktor (LAK untuk persetujuan desain dan izin konstruksi), dan aspek yang menjadi lingkup penerapan.

c. Model atau peta proses, dan identifikasi berbagai proses manajemen yang bertujuan untuk memastikan tujuan keselamatan secara keseluruhan ditetapkan, dikendalikan, dipantau dan ditinjau dan memberikan priorotas tertinggi bagi keselamatan.

d. Penerapan budaya keselamatan.

e. Integrasi Sistem manajemen dengan unsur- unsur lainnya.

XVIII. Rekayasa Faktor Manusia

Bagian ini berisi mengenai penjelasan bagaimana prinsip HFE digunakan untuk mendesain antar muka manusia dan mesin (Human Machine Interface) dan program pelatihan serta memberikan informasi

pertimbangan kemampuan dan keterbatasan manusia dalam desain reaktor untuk mendukung kinerja operator.

XIX. Kesiapsiagaan dan Penanggulangan Kedaruratan Nuklir

Isi dari bab ini dapat mengacu pada Perka 8 Tahun 2012 tentang Format dan Isi LAK untuk reaktor non daya. Dalam Perka tersebut dijelaskan bahwa untuk bagian ini menguraikan secara singkat isi dari program kesiapsiagaan nuklir, meliputi:

1. Pendahuluan, yang meliputi:

a. Hasil kajian potensi bahaya radiologi yang digunakan sebagai dasar penentuan program kesiapsiagaan nuklir; dan

b. Penetapan zona kedariratan nuklir;

2. Infrastruktur, yang meliputi:

a. Organisasi;

b. Koordinasi;

c. Fasilitas dan peralatan;

d. Prosedur penanggulangan;dan/atau e. Pelatihan dan/atau gladi kedaruratan

nuklir

3. Fungsi penanggulangan, yang meliputi:

a. Identifikasi, dan pelaporan dan pengaktifan;

b. Tindakan mitigasi

c. Tindakan perlindungan segera;

d. Tindakan perlindungan untuk petugas penanggulangan, pekerja, dan masyarakat; dan/atau

e. Pemberian informasi dan instruksi pada masyarakat

XX. Aspek Lingkungan Bab ini berisi mengenai:

a. Aspek umum dari AMDAL

b. Karakteristik tapak yang penting untuk keselamatan lingkungan

c. Fitur instalasi yang dapat meminimalkan dampak lingkungan

d. Dampak lingkungan karena kecelakaan yang dipostulasikan termasuk juga lepasan radioaktif.

e. Dampak lingkungan karena dekomisioning f. Program pengukuran dan pemantauan

lingkungan.

XXI. Dekomisioning

Pada Bab ini harus menjelaskan rencana dekomisioning reaktor daya. Berisi informasi tentang desain reaktor daya dan prosedur operasi untuk mempermudah proses dekomisioning. Dasar desain yang berkaitan dengan dekomisioning harus diuraikan. Aspek desain reaktor daya yang memudahkan dekomisioning harus diuraikan, seperti pemilihan bahan yang tidak mudah teraktivasi dan mudah untuk didekontaminasi, pembongkaran dan penanganan komponen yang teraktivisasi dari jarak jauh (remote), dan fasilitas yang memadai untuk mengolah limbah radioaktif.

Gambar

Tabel 1. Perbandingan Format dan Isi LAK Reaktor Daya menurut  Beberapa Dokumen

Referensi

Dokumen terkait

Setelah menganalisis dan menjelaskan mengenai isi pesan dakwah dalam siaran Kajian Malam Samara di Radio Dakta 107 FM , maka peneliti dapat merumuskan kesimpulan bahwa isi

Maksud dari penyusunan publikasi Kajian dan Analisis Sumber Daya Manusia (Tinjauan IPM) Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005-2013 adalah untuk menyediakan hasil analisis

Dari uraian yang telah dipaparkan di atas ditemukan permasalahan-permasalahan yang menyebabkan dokumen laporan analisis keselamatan RSG-GAS tidak aktual, maka langkah

Dokumen LAK IPEBRR yang merupakan salah satu persyaratan perpanjangan izin harus disusun oleh pemegang izin sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan di dalam

Dari hasil kajian menunjukkan bahwa sumber daya manusia analisis keselamatan deterministik siap berfungsi sebagai TSO terutama dalam mereview laporan analisis keselamatan

Penelitian ini bertujuan untuk menggali dan menemukan informasi mengenai gambaran dan kelengkapan isi serta struktur laporan tindakan okupasi terapi atau

 melakukan analisis teknis penyusunan program bidang Sumber Daya Air - laporan  melakukan analisis data perhitungan biaya jasa Pengelolaan Sumber Daya Air - laporan  penyusunan

Dokumen ini berisi panduan sistematis mengenai penyusunan proposal dan laporan tugas akhir, termasuk format, bahasa, dan tata tulis yang