• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI FRAKTUR PADA TULANG TIBIA DAN FIBULA MENGGUNAKAN ALGORITMA SUPPORT VECTOR MACHINE (SVM) SKRIPSI WAHYUDI SETIAWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IDENTIFIKASI FRAKTUR PADA TULANG TIBIA DAN FIBULA MENGGUNAKAN ALGORITMA SUPPORT VECTOR MACHINE (SVM) SKRIPSI WAHYUDI SETIAWAN"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI FRAKTUR PADA TULANG TIBIA DAN FIBULA MENGGUNAKAN ALGORITMA SUPPORT

VECTOR MACHINE (SVM)

SKRIPSI

WAHYUDI SETIAWAN 121402034

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(2)

IDENTIFIKASI FRAKTUR PADA TULANG TIBIA DAN FIBULA MENGGUNAKAN ALGORITMA SUPPORT

VECTOR MACHINE (SVM)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah Sarjana Teknologi Informasi

WAHYUDI SETIAWAN 121402034

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(3)

iii

(4)

iv

PERNYATAAN

IDENTIFIKASI FRAKTUR PADA TULANG TIBIA DAN FIBULA MENGGUNAKAN ALGORITMA SUPPORT

VECTOR MACHINE (SVM)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya.

Medan, 27 Juli 2018

Wahyudi Setiawan 121402034

(5)

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan rahmat dan petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer pada Program Studi S1 Teknologi Informasi Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

Pertama, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepadakedua orang tua penulis, yaitu Ayahanda Rantimin dan Ibunda Kartinem yang telah membesarkan penulis dengan sabar dan penuh kasih sayang, yang selalu memberikan doa dan dukungan moril maupun materil serta memberikan motivasi terbesar kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada adik penulis Ely Irmaya dan Beny Winata, yang selalu memberikan semangat kepada penulis dan juga seluruh anggota keluarga penulis.

Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Romi Fadillah Rahmat, B.Comp.Sc., M.Sc selaku pembimbing pertama dan Ibu Dr. Erna Budhiarti Nababan, M.IT, selaku pembimbing kedua yang telah membimbing penulis dalam penelitian serta penulisan skripsi ini. Ibu Sarah Purnamawati, ST., MSc sebagai dosen pembanding pertama dan Bapak Ainul Hizriadi, S.Kom, M.Sc sebagai dosen pembanding kedua yang telah memberikan masukan dan kritik yang membangun dan bermanfaat dalam penulisan skripsi ini.Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Program Studi Teknologi Informasi, Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi, dan semua dosen serta pegawai di lingkungan program studi Teknologi Informasi, yang telah membantu serta membimbing penulis selama proses perkuliahan.

Terima kasih juga kepada sahabat penulis Nurhikmah tidak lelah mengingatkan penulis untuk mengerjakan skripsi ini, Ade Ayu Lestari, Muhammad Wardana, Bobby Arisandy Avif, Ridwan Harun, Qurotta, dan Muhammad Fachruddin, yang telah memberikan dukungan dan memberikan nasihat kepada penulis. Teman-teman seperjuangan mahasiswa Teknologi Informasi USU khususnya

(6)

vi

angkatan 2012 yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama masa perkuliahan.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melimpahkan berkah dan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian serta dukungan dan motivasinya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Medan, 27 Juli 2018

Penulis

(7)

vii

ABSTRAK

Fraktur merupakan suatu kondisi medis dimana terdapat kerusakan pada kontinuitas tulang, retak atau terputusnya keutuhan tulang, yang umumnya disebabkan oleh trauma. Fraktur dapat terjadi pada setiap tingkatan umur, yang beresiko tinggi untuk terjadinya fraktur adalah orang lanjut usia, orang yang bekerja yang membutuhkan keseimbangan, masalah gerakan dan pekerjaan yang beresiko tinggi. Fraktur tibia dan fibula sering terjadi dibandingkan fraktur tulang lainnya, karena periosteum pada bagian tulang ini hanya dilapisi kulit tipis. Salah satu cara untuk mengidentifikasi fraktur adalah dengan melihat gambar hasil X-ray. Adapun pemeriksaan masih dilakukan secara manual oleh dokter. Pemeriksaan manual masih memerlukan waktu cukup lama dan kesalahan identifikasi masih sering terjadi karena terdapat beberapa kasus fraktur yang sulit untuk dilihat secara pandangan langsung, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan dengan menggunakan metode untuk mengidentifikasi fraktur dan lokasi fraktur secara otomatis dan untuk meningkatkan akurasi pada proses identifikasi. Metode yang diajukan pada penelitian ini adalah Support Vector Machine (SVM) untuk identifikasi fraktur dan algoritma Scanline untuk mengidentifikasi lokasi fraktur pada tulang. Sebelum tahap identifikasi, citra akan melalui tahapan, yaitu preprocessing, segmentasi dan feature extraction dengan menggunakan metode Invariant Moments. Setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan 20data citra X- raydengan pembagian 10 citra tulang normal dan 10 citra frakturdidapatkan kesimpulan bahwa metode yang diajukan mampu mengidentifikasi fraktur dan lokasi fraktur dengan persentase akurasi sebesar 95%.

Kata kunci : fraktur, tibia dan fibula, invariant moments, scanline, support vector machine

(8)

viii

IDENTIFICATION OF BONE FRACTURE OF TIBIA AND FIBULA USING SUPPORT VECTOR MACHINE (SVM) ALGORITHM

ABSTRACT

Fructure is a medical condition where there’s a damaged inflicted in the continuity of the bone. Fructure of the bone generally is caused by traumatic blow. Fracture can happen to all range of ages, but is commonly found in elderly and people who needs tool to work with their balancing problems, movement problems, and high risk jobs.

Moreover, the fracture of tibia (shankbone) and fibula (calf bone) is the most common case compare to other bones, because the periosteum (a membrane that covers the outer surface of all bones) in this bone is very thin. One of the way to identify this fracture is to view the image result through X-ray, Other than that the identification will need doctor’s manual assistance. These manually done procedure takes a lot of time and the identification result is not accurate in some cases especially in the case where the fracture can’t be seen with bare eyes in the X-ray image. Thus, a more efficient method is needed to identify fracture and its location to boost the accuracy in the identification proses. This research implemented the Support Vector Machine algorithm (SVM) to identify the fracture and Scanline algorithm to identify the location of the fracture. Before the identification process, the image will go through the preprocessing stage, segmentation stage and feature extraction stage with the Invariant Moments method. After testing with 20 X-ray image which have 10 normal bone image and 10 fractured bone can be concluded that the proposed method can be used to identify fractures with an accuracy percentage of 95%.

Keywords: fracture, tibia and fibula, invariant moments, scanline, support vector machine.

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan iii

Pernyataan iv

Ucapan Terima Kasih v

Abstrak vii

Abstract viii

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xi

Daftar Gambar xii

Bab 1 Pendahuluan

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 3

1.3. Batasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 4

1.5. Manfaat Penelitian 4

1.6. Metodologi Penelitian 4

1.7. Sistematika Penulisan 5

Bab 2 Landasan Teori

2.1. Tulang Tibia dan Fibula 7

2.1.1. Tulang Tibia 7

2.1.2. Tulang Fibula 8

2.2. Fraktur 8

2.2.1.Klasifikasi Fraktur 9

2.3. Pengolahan Citra Digital 10

2.3.1. Grayscaling 11

2.4. Canny Edge Detection 12

2.5. Invariant Moments 13

(10)

x

2.6. Support Vector Machine 15

2.7. Algoritma Scanline 19

2.8. Penelitian Terdahulu 21

Bab 3 Analisis dan Perancanngan Sistem

3.1. Arsitektur Umum 25

3.2. Dataset 26

3.3. Preprocessing 27

3.3.1. Grayscaling 27

3.4. Segmentasi 30

3.5. Ekstraksi Fitur 31

3.6. Identifikasi 33

3.7. Deteksi Lokasi 41

3.8. Perancangan Sistem 43

3.8.1. Diagram Aktifitas Sistem 43

3.8.2. Perancangan Antarmuka 46

3.8.2.1. Perancangan Tampilan Awal 46

3.8.2.2. Perancangan Tampilan Halaman Pengujian 47 3.8.2.3. Perancangan Tampilan Halaman Pelatihan 48 Bab 4 Implementasi dan Pengujian Sistem

4.1. Implementasi Sistem 50

4.1.1. Spesifikasi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak 50 4.1.2. Implementasi Perancangan Antarmuka 50

4.2. Prosedur Operasional 52

4.3. Pengujian Sistem 58

Bab 5 Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan 66

5.2. Saran 67

Daftar Pustaka 68

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu 22

Tabel 3.1. Pembagian citra yang digunakan sebagai dataset 26

Tabel 3.2. Pembagian data latih 27

Tabel 3.3. Pembagian data uji 27

Tabel 3.5. Contoh data training 34

Tabel 3.6. Transpose data 34

Tabel 3.7. Perbandingan data 35

Tabel 3.8. Hasil perhitungan kernel 37

Tabel 3.9. Matrik 38

Tabel 3.10. Hasil perhitnungan nilai error 38

Tabel 3.11. Hasil perhitnungan delta alpha 39

Tabel 3.12. Contoh data uji 40

Tabel 4.1. Proses dan hasil pengujian untuk citra kondisi fraktur 59 Tabel 4.2. Proses dan hasil pengujian untuk citra kondisi normal 61

Tabel 4.3. Confusion Matrix 63

Tabel 4.4. Nilai Evaluasi Sistem 64

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Piksel 5x5 13

Gambar 2.2. Cara Kerja SVM 16

Gambar 2.3. Arsitektur Support Vector Machine 18

Gambar 2.4. Ilustrasi Proses Algoritma Scanline 20

Gambar 3.1. Arsitektur Umum 26

Gambar 3.2. Representasi piksel citra normal 28

Gambar 3.3. Citra 9 (3x3) piksel 28

Gambar 3.4. Nilai grayscaling pada 9 piksel (3x3) 29 Gambar 3.5. Hasil konversi citra rgb menjadi grayscaling 29

Gambar 3.6. Citra biner hasil deteksi tepi canny 30

Gambar 3.7. Nilai piksel hasil deteksi tepi canny 30

Gambar 3.8. Arsitektur SVM pada proses identifikasi fraktur 33 Gambar 3.9. Citra hasil dari proses algoritma Scanline 42

Gambar 3.10. Diagram aktifitas sistem 44

Gambar 3.11. Rancangan tampilan halaman awal sistem 46 Gambar 3.12. Rancangan tampilan halaman utama pengujian sistem 47

Gambar 3.13. Rancangan tampilan halaman pelatihan 49

Gambar 4.1. Tampilan halaman awal 51

Gambar 4.2. Tampilan halaman pengujian 51

Gambar 4.3. Tampilan halaman pelatihan 52

Gambar 4.4. Tampilan saat menu diklik 52

Gambar 4.5. Tampilan saat tombol uploaddiklik memilih directory data latih 53 Gambar 4.6. Tampilan pemilihan directory data latih dan data normal 53 Gambar 4.7. Tampilan saat data latih citra fracture& normal di pilih 54 Gambar 4.8. Tampilan saat data latih citra fracture& normal di Training 54 Gambar 4.9. Tampilan ketika tombol buka citra di pilih 55 Gambar 4.10. Tampilan ketika tombol Grayscale di pilih 56

(13)

xiii

Gambar 4.11. Tampilan ketika tombol Deteksi Tepi di pilih 56 Gambar 4.12. Tampilan ketika tombol Ekstraksi Ciri di pilih 57 Gambar 4.13. Tampilan ketika tombol Identifikasi di pilih 57

Gambar 4.14. Grafik Pengujian Sistem 64

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Tulang atau kerangka adalah penopang tubuh manusia. Tanpa tulang, pasti tubuh kita tidak bisa tegak berdiri. Tulang mulai terbentuk sejak bayi dalam kandungan, berlangsung terus sampai dekade kedua dalam susunan yang teratur. Tulang berfungsi sebagai kerangka tubuh yang kaku, dan memberikan tempat perlekatan pada otot dan organ yang terdapat pada tubuh seseorang. Aktivitas yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan terjadinya fraktur pada tulang kita. Fraktur merupakan patah tulang yaitu terputusnya keutuhan tulang umumnya akibat trauma, tenaga fisik, kecelakaan, osteoporosis dan kanker tulang. Fraktur digolongkan sesuai jenis dan arah garis fraktur. Fraktur tulang terjadi ketika kekuatan yang diberikan terhadap tulang lebih kuat dari tulang dapat menanggung sehingga mengganggu struktur dan kekuatan tulang yang dapat menimbulkan rasa sakit, pendarahan dan cedera di sekitar lokasi.

Tulang kering atau disebut juga tibia, adalah satu dari dua tulang yang lebih besar dan lebih kuat yang berada di bawah lutut tulang yang satunya lagi adalah fibula, yang menghubungkan lutut dengan tulang pergelangan kaki. Pada fraktur tibia dan fibula lebih sering terjadi dibanding fraktur tulang lainnya karena periost yang melapisi permukaan tulang tibia tipis dan berada langsung dibawah kulit, terutama pada daerah depan yang hanya dilapisi kulit tipis sehingga tulang ini mudah terbentur sehingga sering retak bahkan patah.

Untuk mendiagnosis fraktur banyak alat pencitraan medis yang dapat digunakan, salah satu yang paling sering digunakan adalah X-ray dan Computed Tomography (CT). Dokter menggunakan gambar X-ray untuk memeriksa apakah terjadi fraktur dan untuk menemukan lokasi dari fraktur tersebut.

(15)

Namun pemeriksaan ini masih tergolong manual dan membutukan waktu yang cukup lama. Ditambah kualitas dari gambar X-ray yang memiliki noise dapat memungkinkan terjadinya kesalahan dalam diagnosis.

Pendekatan teknologi yang digunakan untuk membantu pembacaaan hasil pemeriksaan radiologi X-ray fracture tibia dan fibula dengan menerapkan algoritma Support Vector Machine (SVM) sebagai pendeteksi keberadaan fraktur secara manual yang di deteksi melalui hasil image X-ray.Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan identifikasi fraktur, diantaranya dilakukan untuk mendeteksi fraktur pada gambar X-ray tulang tibia. Penelitian ini mengusulkan teknik fusion-classification dengan mengabungkan 3 metode klasifikasi yaitu Feed Forward Back Propagation Neural Networks (BPNN), Support Vector Machine (SVM) dan Naïve Bayes (NB) untuk mendeteksi apakah terdapat fraktur atau tidak. Dari hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa penggabungan metode tersebut menunjukkan hasil akurasi yang cukup baik dalam mendeteksi patah tulang dan kecepatan deteksi (Mahendran et al.

2011).Penelitian selanjutnya menggunakan gambar X-ray dari tulang femur untuk mengklasifikasi apakah gambar tulang tersebut normal atau patah, berdasarkan nilai parameter yang diperoleh dari nilai GLCM. Akurasi yang di peroleh dari penelitian ini seberasar 87% (Vijayakumar et al. 2013). Pada penelitian Simanjuntak, S.E, (2016) Metode yang diajukan pada penelitian ini adalah menggunakan Algoritma Scanline untuk identifikasi lokasi fraktur dan ekstraksi fitur menggunakan deteksi Canny. Pada penelitian ini ditunjukkan bahwa metode yang diajukan mampu melakukan identifikasi lokasi fraktur tulang tibia dan fibula dengan akurasi 87,5%.Penelitian selanjutnya menggunakan pendekatan Wavelet untuk mendeteksi lokasi fraktur pada gambar X-Ray. Multilevel Wavelet yang digunakan untuk menemukan fraktur dari gambar X-Ray tulang hanya dapat mendeteksi bagian dari fraktur tulang. Tingkat akurasi dari penelitian ini sebesar 89.6% (Kuar et al. 2016). Pada penelitian selanjutnya yaitu mendeteksi fraktur pada gambar X-Ray tulang kering. Penelitian ini membahas kinerja hough transform yang diterapkan pada tepi gambar untuk menemukan garis lurus dan sudut di mana potongan tulang ditemukan, setiap tepi titik ditransformasikan ke semua baris yang tersedia. Setelah itu, sistem akan menentukan apakah terdapat fraktur atau tidak pada gambar X-Ray tulang tersebut. Tingkat akurasi yang diperoleh dari penelitian ini cukup akurat dan efisien (Myint et al. 2016).

(16)

3

Support Vector Machine (SVM) merupakan metode klasifikasi yang mencari support vector terbaik yang memisahkan dua buah class dengan margin terbesar. SVM secara konseptual merupakan classifier yang bersifat linier tetapi dapat dimodifikasi dengan menggunakan kernel (fungsi yang memudahkan proses pengklasifikasian data) sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang bersifat tidak linier (non linier).

Penggunaan metode Support Vector Machine mampu mengenali pola huruf hijaiyah tulisan tangan dengan akurasi terbaik untuk metode ekstraksi ciri ZCZ (Nadya,2016 dengan akurasi sebesar 90 %.

Pada penelitian ini, penulis mengajukan algoritma Support Vector Machine (SVM) untuk mengidentifikasi fraktur tulang tibia dan fibula. Dimana pemrosesan awal dilakukan untuk meningkatkan kualitas citra, kemudian untuk proses ekstraksi fitur menggunakan Moment Invariant dan dilanjutkan proses identifikasi fraktur pada citra digital tulang menggunakan algoritma Support Vector Machine (SVM) dan deteksi lokasi fraktur dengan Algoritma Scanline.

1.2.Rumusan Masalah

Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma. salah satu cara yang digunakan untuk identifikasi lokasi fraktur adalah dengan melihat gambar fraktur tulang melalui foto rontgen atau X-ray. Kemudian, dianalisis secara manual oleh ahli Radiologi. Analisis yang dilakukan secara manual yang dilakukan oleh ahli radiologi sering mengalami kesulitan dalam membaca X-ray, adanya letak patahan yang tidak dapat dilihat oleh kasat mata serta kualitas gambar yang banyak mengandung noise dan penglihatan secara pandangan mata sangat terbatas untuk melihat hasil dari X-ray. Untuk itu, diperlukan suatu pendekatan yang dapat membantu ahli radiologi dalam mengidentifikasi fraktur pada citra digital tulang.

1.3.Batasan Masalah

Penelitian ini memiliki batasan-batasan atau ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti. Batasan-batasan yang dimaksud adalah:

a. Citra input yang di gunakan adalah citra sekunder hasil X-ray dalam format .JPG b. Resolusi citra yang diolah adalah 100 x 400 pixel.

c. Bagian fraktur yang diteliti adalah tulang tibia dan fibula pada kaki kiri dan kanan orang dewasa.

d. Aplikasi dihasilkan berbasis desktop.

(17)

4

1.4.Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi fraktur pada tulang tibia dan fibula dengan menggunakan Support Vector Machine (SVM).

1.5.Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Membantu ahli radiologi mengidentifikasi fraktur pada citra tulang tibia dan fibula.

b. Sebagai bahan pembelajaran dan referensi untuk penelitian-penelitian lain dibidang image processing.

c. Sarana untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh penulis selama menjalani perkuliahan.

1.6.Metodologi Penelitian

Adapun tahapan – tahapan yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah : 1. Studi Literatur

Pada tahapan ini dilakukan pengumpulandan mempelajari informasi yang diperoleh dari buku, skripi, jurnal, dan berbagai sumber informasi lainnya.

Informasi yang berkaitan dengan penelitian tersebut seperti Greyscalling, Canny, Invariant Moment untuk pengambilan ciri, Support Vektor Machine (SVM) dan Algoritma Scanline untuk mendeteksi lokasi fraktur.

2. Analisis Permasalahan

Pada tahapan ini dilakukan analisis terhadap tahapan sebelumnya yaitu studi literatur dimana dilakukannya pengumpulan bahan referensi untuk mendapatkan pemahaman tentang metode yang akan digunakan dalam menyelesaikan permasalahan yaitu mengidentifikasi fraktur pada tulang tibia dan fibula.

3. Perancangan

Pada tahap selanjutnya yaitu tahapan perancangan atas hasil analisis permasalahan yang dilakukan pada tahapan sebelumnya. Perancangan yang dilakukan seperti perancangan arsitektur dan antarmuka sistem.

(18)

5

4. Implementasi

Pada tahap ini dilakukan implementasi dari analisis yang telah dilakukan dalam bentuk pembangunan program sesuai dengan perancangan dan alur yang telah ditentukan.

5. Pengujian

Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap sistem yang telah dibuat guna untuk menguji seberapa mampu Support Vektor Machine (SVM) dalam hal mengidentifikasi fraktur pada tulang tibia dan fibula.

6. Penyusunan Laporan

Pada tahap akhir dilakukan penulisan laporan dari keseluruhan penelitian yang telah dilakukan.

1.7.Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dari skripsi ini terdiri dari lima bagian, yaitu sebagai berikut : Bab 1: Pendahuluan

Bab ini membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penelitian.

Bab 2: Landasan Teori

Bab ini berisi tentang teori-teori penunjang yang digunakan untuk dapat memahami permasalahan pada penelitian ini yaitu menjelaskan teori image processing, Greyscalling, Canny, Scanline, Invariant Moment untuk pengambilan ciri dan Support Vektor Machine (SVM) dan Algoritma Scanline untuk identifikasidan juga berisi tentang penelitian terdahulu.

Bab 3: Analisis dan Perancangan

Bab ini berisi tentang analisis dari arsitektur umum serta analisis dari metode yang digunakan yaitu metode Support Vektor Machine (SVM) dan Algoritma Scanline dan penerapannya dalam hal mengidentifikasi fraktur pada tulang tibia dan fibula.

(19)

6

Bab 4: Implementasi dan Pengujian

Bab ini membahas tentang implementasi dari hasil analisis dan perancangan sistem yang dibahas pada bab sebelumnya dan serta membahas tentang hasil pengujian terhadap sistem yang telah dibangun.

Bab 5: Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan penelitian yang telah dilakukan dan saran yang diajukan untuk pengembangan untuk penelitian berikutnya.

(20)
(21)

BAB 2

LANDASAN TEORI

Bab ini berisi tentang teori-teori dasar serta penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penerapan Support Vektor Machine (SVM) untuk mengidentifikasi fraktur tulang tibia dan fibula.

2.1.Tulang Tibia dan Tulang Fibula

Kaki bagian bawah manusia yang menghubungkan antara pergelangan kaki dengan lutut terdiri dari dua tulang yaitu tulang kering (tibia) dan tulang betis (fibula).

2.1.1 Tulang Tibia

Tulang kering (tibia) adalah tulang besar dan lebih kuat yang ditemukan di kaki bagian bawah pada vertebrata yang menghubungkan pergelangan kaki dengan lutut, seperti pada manusia. Tulang tibia juga berfungsi untuk membentuk bagian dari kerangka pada kaki bagian bawah, di mana ia mendukunggerakan kaki, menciptakan titik di mana otot-otot yang dimasukkan, menyimpan mineral dan menghasilkan sel- sel darah dalam sumsum tulang. Tubuh vertebrata mengandung satu tulang tibia di setiap kaki. Tibia adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung.

Ujung atas memperlihatkan adanya kondil medial dan kondil lateral. Kondi-kondil ini merupakan bagian yang paling atas dan paling pinggir dari tulang. Permukaan superior memperlihatkkan dua dataran permukaan persendian untuk femur dalam formasi sendi lutut. Kondil lateral memperlihatkan posterior sebuah faset untuk persendian dengan kepala fibula pada sendi tibio-fibuler superior. Kondil-kondil ini di sebelah belakang dipisahkan oleh lekukan popliteum. Batang dalam irisan melintang bentuknya. Sisi anteriornya paling menjulang dan sepertiga sebelah tengah terletak subkutan. Bagian ini membentuk krista tibia.

(22)

Ujung bawah masuk dalam formasi persendian mata kaki. Tulang sedikit melebar dan kebawah sebelah medial menjulang menjadi maleolus medial atau maloelus tibiae.

Sebelah depan tibia halus dan tendon-tendon menjulur di atasnya ke arah kaki (Evelyn C.Pearche, 2005).

2.1.2. Tulang Fibula

Tulang Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang terletak disebelah lateral dan bentuknya lebih kecil sesuai os ulna pada tulang lengan bawah. Arti kata fibula adalah kurus atau kecil. Tulang ini panjang, sangat kurus dan gambaran korpusnya bervariasi diakibatkan oleh cetakan yang bervariasi dari kekuatan otot – otot yang melekat pada tulang tersebut. Tidak urut dalam membentuk sendi pergelangan kaki, dan tulang ini bukan merupakan tulang yang turut menahan berat badan (Smeltzer, 2008).

Dibandingkan dengan tibia, fibula memiliki panjang yang sama namun sangat tipis.

Perbedaan ketebalan sesuai dengan peran dari dua tulang kaki tersebut. Tibia membawa beban tubuh dari lutut ke pergelangan kaki, sementara fibula hanya berfungsi sebagai pendukung tibia. Tulang fibula tidak membawa banyak berat tubuh, namun tulang ini memainkan peran penting dalam menstabilkan pergelangan kaki dan mendukung otot-otot kaki bagian bawah (BCH, 2017).

2.2. Fraktur

Fraktur atau patah tulang merupakan masalah yang sering terjadi di masyarakat.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma (rudapaksa) atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma (Lukman & Ningsih, 2009). Fraktur dapat terjadi pada setiap tingkatan umur, yang beresiko tinggi untuk terjadinya fraktur adalah orang lanjut usia, orang yang bekerja yang membutuhkan keseimbangan, masalah gerakan dan pekerjaan yang beresiko tinggi (Reeves et al. 2001).

Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.

(23)

9

Fraktur kruris merupakan fraktur yang terjadi pada tibia dan fibula. Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.

Maka fraktur kruris tertutup adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan sendi maupun tulang rawan epifisis yang terjadi pada tibia dan fibula yang tidak berhubungan dengan dunia luar. Fraktur kruris merupakan fraktur yang sering terjadi dibandingkan dengan fraktur pada tulang panjang lainnya. Periosteum yang melapisi tibia agak tipis terutama pada daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan biasanya fragmen frakturnya bergeser karena berada langsung dibawah kulit sehingga sering juga ditemukan fraktur terbuka.

2.2.1 Klasifikasi Fraktur

1. Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi menjadi :

a. Fraktur complete, dimana tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau lebih.

b. Fraktur incomplete (parsial). Fraktur parsial terbagi lagi menjadi :

 Fissure/Crack/Hairline, tulang terputus seluruhnya tetapi masih di tempat, biasa terjadi di tulang pipih.

 Greenstick Fracture, biasa terjadi pada anak-anak dan pada os. radius, ulna, clavikula dan costae.

2. Berdasarkan garis patah atau konfigurasi tulang :

a. Transversal, garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-1000 dari sumbu tulang).

b. Oblik, garis patah tulang melintang sumbu tulang (<800 atau >1000 dari sumbu tulang).

c. Longitudinal, garis patah mengikuti sumbu tulang.

d. Spiral, garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih.

e. Comminuted, terdapat dua atau lebih garis fraktur.

3. Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur :

a. Undisplace, fragment tulang fraktur masih terdapat pada tempat anatomisnya b. Displace, fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi atas:

1) Shifted Sideways, menggeser ke samping tapi dekat 2) Angulated, membentuk sudut tertentu

(24)

10

3) Rotated, memutar

4) Distracted, saling menjauh karena ada interposisi 5) Overriding, garis fraktur tumpang tindih

6) Impacted, satu fragmen masuk ke fragmen yang lain.

4. Secara umum berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang fraktur dengan dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

a. Fraktur tertutup, apabila kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh.

b. Fraktur terbuka, apabila kulit diatasnya tertembus dan terdapat luka yangmenghubungkan tulang yang fraktur dengan dunia luar yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang sehingga cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi.

2.3 Pengolahan Citra Digital

Citra adalah gambar dua dimensi yang dihasilkan dari gambar analog dua dimensi yang kontinu menjadi gambar diskrit melalui proses sampling. Menurut para ahli citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto, bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, atau bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu media penyimpan. (Sutoyo et al, 2009). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue) atas intensitas cahaya pada bidang dua dimennsi. Sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali seluruh atau sebag ian berkas cahaya kemudian ditangkap oleh alat optis atau elektro optis (Murni dkk, 1992).

Pengolahan citra digital adalah suatu kegiatan pemrosesan gambar digital dengan tujuan memperbaiki kualitas suatu gambar agar lebih mudah diinterpretasi oleh mata manusia ataupun mesin. Berdasarkan tujuannya, pengolahan citra digital dapat dibagi menjadi beberapa jenis antara lain sebagai berikut:

1. Perbaikan kualitas citra, misalnya menambah atau mengurangi kontras, mempertajam gambar, atau memberikan warna semu.

2. Penghilang cacat pada citra, seperti menghilangkan noise dan blur.

3. Mengompres citra dengan tujuan mengurangi kapasitas gambar pada saat restorasi.

(25)

11

4. Segmentasi citra, yaitu membagi citra menjadi beberapa segmen dengan kriteria tertentu, biasanya dipakai untuk pengenalan pola pada mesin otomatis, robot, dan sebagainya.

5. Anilisis citra, yaitu dengan mengekstraksi ciri-ciri citra tertentu untuk keperluan pengenalan dan identifikasi objek, contohnya adalah pendeteksi tepi objek pada gambar.

6. Rekonstruksi citra, yaitu membentuk ulang objek hasil proyeksi, misalnya oleh sinar X.

Pengolahan citra dilakukan dengan tujuan bagaimana mengolah dan menganalisi citra agar memperoleh citra yang berkualitas tinggi sehingga dapat meningkatkan dan memberikan informasi baru yang lebih bermanfaat tentang citra tersebut. Beberapa teknik pengolahan citra yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

2.3.1 Grayscaling

Dalam pengolahan citra, mengubah warna citra menjadi citra grayscale digunakan untuk untuk menyederhanakan model citra. Citra berwarna memiliki 3 komposisi warna yaitu red (R), green (G), dan blue (B). Tiga komponen tersebut dirata-rata supaya mendapatkan citra grayscale, dalam citra ini, tidak ada lagi warna yang ada hanya derajat keabuan (Mardianto, 2008).

Citra skala keabuan (grayscaling) mempunyai nilai minimum (biasanya=0) dan nilai maksimum. Banyaknya kemungkinan nilai minimum dan maksimum bergantung pada jumlah bit yang digunakan (umumnya menggunakan 8 bit). Contohnya untuk skala keabuan 4 bit, maka jumlah kemungkinan nilainya adalah 24 = 16, dan nilai maksimumnya adalah 24-1 = 15, sedangkan untuk skala keabuan 8 bit, maka jumlah kemungkinan nilainya adalah 28 = 256, dan nilai maksimumnya adalah 28 – 1 = 255.

Persamaan yang digunakan untuk mengkonversi citra berwarna menjadi citra skala keabuan adalah sebagai berikut (Basuki, 2005).

(2.1) G = ( R + G + B ) / 3

(26)

12

Keterangan :

G = nilai hasil grayscaling R = nilai red dari sebuah piksel G = nilai green dari sebuah piksel B = nilai blue dari sebuah piksel

2.4. Canny Edge Detection

Canny Edge Detection merupakan salah satu metode yang digunakan dalam proses pengenalan pola pada pengolahan citra. Deteksi tepi merupakan proses untuk memperjelas tepi-tepi objek yang ada pada gambar. Canny merupakan deteksi tepi yang menggunakan multi tahap algoritma untuk mendeteksi berbagai tepidalan suatu citra. Metode ini dikembangkan oleh John F. Canny pada tahun 1986.Canny menggunakan Gausian Derrivative Kernel untuk memperhalus tampilan sebuah gambar. Keunggulan Canny dibandingkan dengan deteksi tepi lainnya (Yodha &

Kurniawan, 2014), sebagai berikut:

Good detection, memaksimalkan Signal to Noise Ration (SNR) agar semua tepi dapat terdeteksi dengan baik.

Good location, jarak antara piksel tepi yang terdeteksi dan piksel tepi nyata harus diminimalkan.

One respon to single edge, hanya menghasilkan tepi tunggal / tidak memberikantepi yang bukan tepi sebenarnya.

Langkah – langkah mendeteksi tepi Canny (Putra & Prapitasari, 2011), yaitu:

 Langkah 1

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyaring dan membuang noise pada gambar. Gaussian filter digunakan untuk tujuan ini.

 Langkah 2

Setelah menghaluskan gambar dan menyingkirkan noise, langkah selanjutnya adalah menemukan tepi dengan menggunakan gradient dari gambar tersebut.

 Langkah 3

Menentukan arah tepian berdasarkan gradient.

 Langkah 4

Setelah arah tepian ditemukan, langkah selanjutnya adalah merelasikan arah tepiannya

(27)

13

(28)

14

dan y = baris dan kolom = nilai intensitas citra

Momen pusat Mean ( ) merupakan momen yang bersesuaian dengan pusat area.

Untuk mendapatkan momen pusat pada suatu citra dinyatakan pada persamaan 2.3.

∑ ∑ ̅ ̅

Dimana : ̅ =

̅ =

Setelah nilai momen pusat diperoleh maka dilakukan proses normalisasi dengan menggunakan persamaan 2.4

=

Dimana : =

=

Setelah didapat nilai normalisasi momen pusat dari setiap objek, kemudian nilai tersebut dapat didefinisikan kedalam sekumpulan momen-momen invarian (Invariant Moments). Persamaan dari momen tersebut dilakukan dengan persamaan 2.5.

=

=

[ ]

[ ] [ ] [ ]

[ ]

(2.3)

(2.5) (2.4)

(29)

15

2.6. Support Vector Machine

Support Vector Machine (SVM) juga dikenal sebagai teknik pembelajaran mesin (machine learning) paling mutakhir setelah pembelajaran mesin sebelumnya yang dikenal sebagai Neural Network. Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan pasangan data input dan data output berupasasaran yang diinginkan. Pembelajaran dengan cara ini disebut dengan pembelajaran terarah (supervised learning). Dengan pembelajaran terarah iniakan diperoleh fungsi yang menggambarkan bentuk ketergantungan input dan outputnya. Selanjutnya, diharapkan fungsi yang diperoleh mempunyai kemampuan generalisasi yang baik, dalam arti bahwa fungsi tersebut dapat digunakan untuk data input di luar data pembelajaran (Nugroho, A.S et,al 2003).

SVM dipilih sebagai algoritma identifikasi pada penelitian ini karena algoritma ini memiliki waktu dalam melakukan pembelajaran yang tinggi dan sangat optimal dalam melakukan pengidentifikasian. Metode ini secara matematis memiliki proses yang tidak terlalu sulit dibanding algoritma sejenis. Hal ini membuat SVM lebih mudah untuk diimplementasikan ke dalam sistem dibanding algoritma lainnya.

SVM pada dasarnya dirancang untuk pengklasifikasian secara binary, tetapi berhasil dikembangkan untuk pengklasifikasian mulit-class. Hal ini menjadi penting, karena bisa mengklasifikasi lebih dari satu kelas tidak hanya mengurangi tingkat error tetapi juga mempercepat proses adaptasi dan pengklasifikasiannya. SVM melakukan pengklasifikasian dengan memetakan kelas-kelas dan mencari garis pemisahnya.

Garis pemisah yang biasa disebut hyperplane akan menjadi variabel utama dalam pengklasifikasian. Data yang telah dilatih akan berbentuk vektor-vektor data yang disebut support vector. Support vector ini merupakan nilai data terdekat yang akan dijadikan pedoman dalam pengklasifikasian yang dipisahkan oleh hyperlane. Data yang masuk akan mencari hyperlane terlebih dahulu, untuk kemudian diarahkan oleh hyperlane ke support vector dengan nilai terdekat. Data yang cocok akan menghasilkan sebuah informasi berguna yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan sistem dibuat. Cara kerja SVM dapat dilihat pada gambar 2.2

(30)

16

(31)

17

(2.10) Dasar pemikiran metode SVM adalah :

1. Garis hyperplane yang optimal yang memisahkan pola secara linier.

2. Pemisahan pola yang non-linier menggunakan penambahan fungsi kernel.

Secara Matematika, formulasi problem optimisasi SVM untuk kasus klasifikasi didalam primal space adalah :

Subject to

Dimana xi merupakan data masukan dari yi merupakan keluaran, sedangkan b merupakan parameter yang kita cari nilainya.

Banyak teknik data mining atau machine learning yang dikembangkan dengan asumsi kelinieran, sehingga algoritma yang dihasilkan terbatas untuk kasus-kasus yang linier (Santosa, 2007). SVM dapat bekerja pada data non-linier dengan menggunakan pendekatan kernel pada fitur data awal himpunan data. Fungsi kernel yang digunakan untuk memetakan dimensi awal (dimensi yang lebih rendah) himpunan data ke dimensi baru (dimensi yang relatif lebih tinggi). Fungsi kernel yang umum digunakan adalah sebagai berikut :

1. Kernel Linier

2. Polynomial

3. Kernel Gaussian Radial Basic Function (RBF)

4. Kernel Sigmoid

( ) ( )

Pada SVM (Support Vector Machine) untuk klasifikasi disebut SVC (Support Vector Classification). Klasifikasi adalah proses untuk menemukan model atau fungsi yang menjelaskan atau membedakan konsep kelas data dengan tujuan untuk (2.6)

(2.7)

(2.8)

(2.9)

(2.11)

(32)

18

memperkirakan kelas yang tidak diketahui dari suatu objek. Arsitektur SVM dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Arsitektur Support Vector Machine (Gusfan, et al. 2015) Arsitektur SVM memiliki beberapa layer, diantaranya yaitu inputlayer, hidden layer, dan output layer. Pada input layer jumlah neuron pada lapisan ini sama dengan jumlah parameter (variabel) yang dibutuhkan untuk menggambarkan input bentuk yang dapat dipisah. Nilai dari variabel ini diperoleh dari hasil ekstraksi ciri setiap data yang diuji.

Kemudian pada hidden layer dilakukan proses penghitungan kernel kedekatan jarak antara vektor bobot dengan vektor input. Vektor bobot adalah nilai dari data latih setiap kelasnya sedangkan vektor input merupakan nilai ekstraksi ciri data yang diuji.

Secara umum dalam proses klasifikasi memiliki dua proses yaitu:

1. Proses training: pada proses training digunakan training set yang telah diketahui label-labelnya untukmembangun model atau fungsi.

2. Proses testing: untuk mengetahui keakuratan model atau fungsi yang akan dibangun pada proses training, maka digunakan data yang disebut dengan testing set untuk memprediksi label-labelnya.

Untuk melakukan proses identifikasi maka perlu dilakukan pemodelan SVM untuk menguji data training dan data testing. Data training dihitung dengan menggunakan salah metode penyelesaian training data SVM yaitu Sequential Minimal Optimization (SMO). Adapun langkah-langkah umum dari metode penyelesaian training ini adalah :

(33)

19

1. Menginisiasi nilai awal:

2. Hitung matriks dengan rumus:

( ) Keterangan:

= elemen matriks ke-ij.

= kelas data ke-i.

= kelas data ke-j.

= batas teoritis yang akan diturunkan.

3. Menghitung nilai error dengan rumus :

Keterangan :

= Nilai error data ke i

4. Menghitung nilai delta alpha dengan rumus :

{ [ ] } 5. Menghitung nilai dengan menggunakan rumus :

2.7. Algoritma Scanline

Algoritma Scanline terdiri dari kelas khusus dari teknik geometrik transformasi yang beroperasi hanya sepanjang baris dan kolom. Algoritma Scanline merupakan Algoritma Hidden Surface Removal yang digunakan untuk memecahkan masalah penggunaan memori yang besar dengan satu baris scan untuk memproses semua permukaan objek. Algoritma Scanline akan men-sweeping layar dari atas ke bawah (Simanjuntak, 2016).

Sebuah baris scan horizontal bidang di coba untuk semua permukaan dari objek.

Perpotongan antara baris scan dan permukaan adalah berupa sebuah garis. Algoritma Scanline melakukan scan dengan arah sumbu sehingga memotong semua permukaan bidang dengan arah sumbu dan kemudian membuang garis-garis yang tersembunyi.

(2.13) (2.12)

(2.14)

(2.15)

(2.16)

(34)

20

(35)

21

2.8. Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan identifikasi lokasi fraktur, diantaranya pernah dilakukan untuk mendeteksi fraktur pada gambar X-ray tulang tibia. Penelitian ini mengusulkan teknik fusion-classification dengan mengabungkan 3 metode klasifikasi yaitu Feed Forward Back Propagation Neural Networks (BPNN), Support Vector Machine (SVM) dan Naïve Bayes (NB) untuk mendeteksi apakah terdapat fraktur atau tidak. Dari hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa penggabungan metode tersebut menunjukkan hasil akurasi yang cukup baik dalam mendeteksi patah tulang dan kecepatan deteksi (Mahendran et al. 2011).

Penelitian selanjutnya menggunakan gambar X-ray dari tulang femur untuk mengklasifikasi apakah gambar tulang tersebut normal atau patah, berdasarkan nilai parameter yang diperoleh dari nilai GLCM. Akurasi yang di peroleh dari penelitian ini seberasar 87% (Vijayakumar et al. 2013).

Penelitian selanjutnya yaitu mengidentifikasi lokasi fraktur pada citra X-ray tulang tibia dan fibula mengunakan Algoritma Scanline. Pada pemrosesan awal dilakukan dengan meningkatkan kualitas citra, kemudian dengan menggunakan deteksi tepi canny dilakukan proses ekstraksi fitur untuk menemukan ciri kusus dari tulang yang akan digunakan untuk proses identifikasi. Tingkat akurasi pada penelitian ini sebesar 87.5% (Simanjuntak, 2016).

Penelitian selanjutnya menggunakan pendekatan Wavelet untuk mendeteksi lokasi fraktur pada gambar X-ray. Multilevel Wavelet yang digunakan untuk menemukan fraktur dari gambar X-ray tulang hanya dapat mendeteksi bagian dari fraktur tulang.

Tingkat akurasi dari penelitian ini sebesar 89.6% (Kaur et al. 2016).

Pada penelitian selanjutnya yaitu mendeteksi fraktur pada gambar X-Ray tulang kering. Penelitian ini membahas kinerja hough transform yang diterapkan pada tepi gambar untuk menemukan garis lurus dan sudut di mana potongan tulang ditemukan, setiap tepi titik ditransformasikan ke semua baris yang tersedia. Setelah itu, sistem akan menentukan apakah terdapat fraktur atau tidak pada gambar X-Ray tulang tersebut. Tingkat akurasi yang diperoleh dari penelitian ini cukup akurat dan efisien (Myint et al. 2016).

Support Vector Machine (SVM) merupakan metode klasifikasi yang mencari support vector terbaik yang memisahkan dua buah class dengan margin terbesar. SVM

(36)

22

secara konseptual merupakan classifier yang bersifat linier tetapi dapatdimodifikasi dengan menggunakan kernel (fungsi yang memudahkan proses pengklasifikasian data) sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang bersifat tidak linier (non linier).

Penggunaan metode Support Vector Machine mampu mengenali pola huruf hijaiyah tulisan tangan dengan akurasi terbaik untuk metode ekstraksi ciri ZCZ (Nadya, 2016) dengan akurasi sebesar 90%.

Rangkuman dari penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tabel 2.1. Penelitia Terdahulu

No. Peneliti Tahun Metode Keterangan

1 S.K.Mahendran

& S.Santhosh Baboo

2011 Feed Forward Back Propagation Neural Networks (BPNN), Support Vector Machine Classifiers (SVM) & Naïve Bayes Classifiers (NB)

 Data yang digunakan adalah data gambar X- raydari tulang tibia.

 Penelitian ini menggabungkan beberapa metode klasifikasi.

 Penggabungan dari

beberapa metode

menunjukkan hasil yang lebih baik dalam hal kecepatan deteksi patah tulang.

2 R.Vijayakumar

& G. Gireesh

2013 Gray Level Co- occurrence Matrix (GLCM)

 Tulang yang di deteksi adalah X-ray tulang femur.

 Tujuannyamengklasifikasi apakah tulang tersebut normal atau patah.

 Tingkat akurasi dari penelitian ini 87 %.

(37)

23

Tabel 2.1. Penelitia Terdahulu (Lanjutan)

No. Peneliti Tahun Metode Keterangan

3 Susi Elfrida S 2016 Deteksi tepi Canny&

Algoritma Scanline

 Data yang digunakan gambar X-raydari fraktur tulang tibia.

 Proses identifikasi untuk menentukan lokasi fraktur dari tulang tibia dan fibula menggunakan Scanline.

 Tingkat akurasi pada penelitian ini 87,5%.

4 Tanudeep Kaur &

Anupam Garg

2016 Hough Transform &

Multilevel Wavelet

 Data yang digunakan adalah data citra X-ray tulang.

 Pendekatan Multilevel Wavelet digunakan untuk mendeteksi lokasi fraktur pada citra X-ray.

 Tingkat akurasi pada penelitian ini89.6 %.

5 San Myint, Aung Soe Khaing, &

HlaMyo Tun

2016 Metode deteksi tepi Canny &

Transformasi Hough

 Data yang digunakan adalah data citra X-ray tulang kering.

 Penelitian ini menggunakan

transformasi hough untuk menentukan fraktur atau tidak.

 Hasil akurasi sistem yang diusulkan sangat akurat dan efisien.

(38)

24

Tabel 2.1. Penelitia Terdahulu (Lanjutan)

No. Peneliti Tahun Metode Keterangan

6 Nadya Amelia 2016 Image Centroid and Zone (ICZ), Zone Centroid and Zone (ZCZ) dan Support Vector Machine (SVM)

 Data yang digunakan gambar tulisan tangan huruf hijaiyah.

 Proses identifikasi untuk mengenali tulisan dengan menggunakan SVM.

 Tingkat akurasi pada penelitian ini 90%.

Berdasarkan dari beberapa penelitian yang sudah di lakukan sebelumnya, maka pada penelitian ini penulis menggunakan metode Support Vector Machine (SVM) untuk mengidentifikasi apakah tulang tibia dan fibula tersebut fraktur atau normal dengan memanfaatkan invariant moment sebagai ekstraksi ciri dan identifikasi lokasi fraktur dengan menggunakan Algoritma Scanline. Diharapkan dengan menggunakan metode ini dapat menghasilkan sistem identifikasi dengan akurasi yang lebih baik.

(39)
(40)
(41)

BAB 3

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Pada bab ini dibahas mengenai analisis dari arsitektur umum dan metode yang digunakan yaitu algoritma Support Vector Machine (SVM) dan algoritma Scanline serta penerapannya dalam hal mengidentifikasi fraktur pada citra tulang tibia dan fibula. Pada bab ini juga dibahas perancangan tampilan antarmuka sistem.

3.1. Arsitektur Umum

Proses identifikasi fraktur citra tulang tibia dan fibula pada penelitian ini terdiri dari beberapa langkah. Langkah-langkah tersebut dimulai dari pengumpulan data citra fraktur dan normal yang akan digunakan untuk dataset pelatihan dan dataset pengujian. Pengolahan citra terdiri dari Grayscaling, segmentasi, ekstraksi ciri, identifikasi, dan penentuan lokasi fraktur.

Proses pengolahan citra dimulai dari grayscaling mengubah warna citra menjadi abu-abu atau hitam dan putih,segmentasi menggunakan deteksi tepi canny, ekstraksi ciri menggunakan moment invariant, identifikasi menggunakan SVM, dan penentuan lokasi fraktur menggunakan algoritma scanline. Diagram alir sistem identifikasi tulang tibia dan fibula ditunjukkan pada Gambar 3.1.

(42)

Gambar 3.1. Arsitektur umum 3.2. Dataset

Citra yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari penelitian sebelumnya, data tersebut didapat dari rumah sakit umum yang ada di kota Medan. Dimensi dari citra yang digunakan adalah 100x400 pixel dengan format joint photographic group (jpg).

Seluruh data berjumlah 135 citra, dimana pembagian data ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 3.1. Dataset

No. Citra X-ray Tulang Tibia dan Fibula Jumlah Citra

1 Fraktur 100

2 Normal 35

Grayscaling Canny Edge Detection

Image Segmentation Proses

Pre-Processing Image

Image enhaccement Input

Input citra X-ray training data set

Input citra X-ray testing data set

Feature Extraction

Moment Invariant

Support Vector Machine Identification

Scanline Deteksi Lokasi

Output

Hasil Identifikasi Citra Tulang

(43)

27

Tabel 3.2. Data Latih

No. Citra X-ray Tulang Tibia dan Fibula Jumlah Citra

1 Fraktur 90

2 Normal 25

Tabel 3.4. Data Uji

No. Citra X-ray Tulang Tibia dan Fibula Jumlah Citra

1 Fraktur 10

2 Normal 10

Seluruh citra tersebut baik citra latih maupun citra uji kemudian diolah sehingga diperoleh suatu sistem yang mampu mengidentifikasi lokasi fraktur secara otomatis.

Sistem yang dikembangkan pada penelitian ini terdiri dari dua tahapan utama yaitu pelatihan dan pengujian. Pada tahapan pelatihan digunakan 115 citra tulang tibia dan fibula yang terdiri dari 90 citra tulang kondisi fraktur dan 25 citra tulang kondisi normal. Tahapan pelatihan terdiri dari proses baca citra, konversi citra rgb menjadi grayscale, perbaikan kualitas citra, deteksi tepi, ekstraksi ciri, klasifikasi, dan penentuan lokasi fraktur.

3.3. Preprocessing

Sebelum data digunakan, data terlebih dahulu diproses melalui tahapan pengolahan citra yang bertujuan untuk menghasilkan citra yang lebih baik untuk diproses ketahapan selanjutnya.

3.3.1. Grayscaling

Tahapan pelatihan diawali dengan membaca seluruh citra tulang tibia dan fibula yang ada pada data latih. Pertama proses grayscaling citra tulang merupakan citraRGB, untuk mendapatkan citra grayscale, maka 3 komponen tersebut dirata-ratakan, dalam citra tidak ada lagi warna melainkan hanya derajat keabuan. Setiap piksel yang terdapat pada citra diwakili 24 bit,yang masing-masing memiliki 8-bit warna yang berada pada 0 (00000000) sampai 255 (11111111). Gambar 3.2 merupakan representasi piksel pada citra tulang tibia dan fibula.

(44)

28

(45)

29

(46)

30

(47)

31

Setelah objek-objek citra didapatkan, objek citra dihitung ketujuh Hu Invariant Moments nya, ketujuh nilai dinormalisasi sehingga dapat digunakan.

Sebagai contoh objek citra pada gambar 3.2 digunakan sebagai data citra inputan dan lokasi objek dalam citra ditunjukan pada gambar 3.6 serta data objek citra yang digunakan untuk perhitungan adalah citra satu chanel warna keabuan 8bit.

3.5. Ekstraksi Fitur

Pada proses ekstraksi ciri, dilakukan penghitungan nilai moment invariant terhadap citra biner hasil segmentasi. Setelah proses pengolahan citra dilakukan tahap berikutnya yaitu mengekstraksi fitur atau ciri dari hasil tahapan akhir pengolahan citra. Ekstraksi fitur pada penelitian ini menggunakan metode invariant moments.

Langkah awal yang dilakukan untuk mendapatkan nilai invariant moments yaitu dengan menghitung nilai momen dari citra. Nilai momen yang dicari merupakan hasil akhir dari tahap pengolahan citra yaitu canny edge detection yang berukuran 100x400 piksel. Gambar yang digunakan potongan adalah gambar 3.5. penghitungan nilai momen dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.2. Nilai momen yang dicari adalah , , dan untuk setiap objek yang ada.

∑ ∑

Nilai momen yang diperoleh menggunakan persamaan 2.2 adalah sebagai berikut.

695217.0 2.8890943E7 1.58404658E8

Setelah nilai momen dan diperoleh, maka langkah berikutnya yaitu menghitung nilai momen pusat dengan menggunakan persamaan 2.3.

∑ ∑ ̅ ̅

Dimana : ̅ =

̅ =

(48)

32

Nilai momen pusat yang diperoleh dari persamaan 2.3, dimana nilai dari ̅ dan ̅ adalah sebagai berikut.

1. = 2.735461699994162E8 2. = 4.346951030831737E8 3. = 9.719116756570135E9 4. = 7.276289957362335E9 5. = -3.942218400349191E11 6. = -1.137597457590645E10 7. = -2.348558667746482E9

Setelah nilai momen pusat , , , , , , dan diperoleh selanjutnya akan dilakukan proses normalisasi nilai momen pusatdengan menggunakan persamaan 2.4.

=

Dimana : = =

Dari hasil normalisasi momen pusat , , , , , , dan pada Gambar 3.5 diperoleh nilai normalisasi sebagai berikut.

1. = 5.659653873172104E-4 2. = 8.993815646619662E-4 3. = 0.02010879435645232 4. = 1.8055480019766295E-5 5. = -9.782271731631517E-4 6. = -2.8228490462068607E-5 7. = -5.827743856996758E-6

Tahap terahir yaitu menghitung nilai invariant moments , karena nilai yang diperoleh sangat kecil maka nilai tersebut didefinisikan kedalam fungsi seperti pada persamaan 2.6, agar dapat terlihat perbedaan dari setiap nilai.

(49)

33

Hasil dari persamaan tersebut berupa tujuh nilai invariant moments dari ekstraksi Gambar 3.5 sebagai berikut:

1. = 6.0607 2. = 31.9199 3. = 6.7058 4. = 7.1397 5. = 71.6570 6. = 37.6369 7. = 4.0904

Setelah nilai invariant moments diperoleh, maka nilai tersebut akan menjadi nilai input yang akan digunakan pada proses identifikasi fraktur selanjutnya.

3.6. Identifikasi

Nilai moment invariant yang diperoleh kemudian digunakan sebagai nilai masukan dalam algoritma SVM . Pada penelitian ini proses klasifikasi dilakukan menggunakan algoritma Support Vector Machine (SVM). Algoritma ini digunakan untuk mengklasifikasikan citra dalam kelas kondisi fraktur dan normal.

Arsitektur SVM dari proses identifikasi yang akan dilakukan dapat dilihat pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8. Arsitektur SVM pada proses identifikasi fraktur

Vector x

X1 X5 X2

Input Layer X7

(Image)

Hidden Layer

(Kernel) K(X3,X) K(X2,X) K(X1,X)

Output

….

.

X4 X3 X6

K(X4,X) K(X5,X)

K(X6,X) K(X7,X)

Bias

𝑏 < 𝑤 𝑥> < 𝑤 𝑥 >

(50)

34

Berikut nilai data masukan yang di ambil dari data uji.

langkah-langkah umum dari metode penyelesaian algoritma SVM ini adalah :

1. Menginisiasi awal untuk nilai α, C, epsilon, gamma, dan lamda α =0.5 C = 0, epsilon = 0.01, gamma = 0.2, lamda =1.5

2. Memasukkan data uji dari nilai fitur Humoment invariant.

Tabel 3.5 Contoh data training

Dimana 1 adalah label fraktur dan 0 adalah label normal.

3. Menentukan dot product setiap data dengan memasukkan fungsi kernel (K).

Rumus fungsi kernel yang umum seperti pada persamaan (2.8) sampai dengan persamaan (2.11). Fungsi kernel digunakan adalah fungsi kernel linier.

Sebelumnya data di transpose karena menggunakan perkalian matriks A x AT. Tabel 3.6. Transpose data

A1 A2 A3 A4

6.1977 5.8812 4.4051 4.4661 33.5218 30.7042 16.1428 17.4270 6.2507 14.6489 1.1144 0.4608 7.0312 14.4001 0.7175 0.9179 66.9796 200.9863 0.3989 0.6471 38.4120 79.7231 2.2967 3.8308 3.6780 7.3056 -0.2457 -0.1268

Pada metode kernel, data tidak direpresentasikan secara individual, melainkan lewat perbandingan antara sepasang data. Setiap data akan dibandingkan dengan dirinya dan data lainnya. Kita misalkan untuk data berjumlah 4 data maka perbandingan datanya seperti terlihat pada tabel 3.7

No X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y

A1 6.1977 33.5218 6.2507 7.0312 66.9796 38.4120 3.6780 1 A2 5.8812 30.7042 14.6489 14.4001 200.9863 79.7231 7.3056 1 A3 4.4051 16.1428 1.1144 0.7175 0.3989 2.2967 -0.2457 0 A4 4.4661 17.4270 0.4608 0.9179 0.6471 3.8308 -0.1268 0

(51)

35

Tabel 3.7. Perbandingan data

A1 A2 A3 A4

A1 K(A1,A1) K(A1,A2) K(A1,A3) K(A1,A4) A2 K(A2,A1) K(A2,A2) K(A2,A3) K(A2,A4) A3 K(A3,A1) K(A3,A2) K(A3,A3) K(A3,A4) A4 K(A4,A1) K(A4,A2) K(A4,A3) K(A4,A4)

Berikut contoh perhitungan dengan data A1 sampai A4 :

K (A1, A1) = ((6.1977*6.1977)+(33.5218*33.5218)+(6.2507*6.2507) +(7.0312*7.0312) + (66.9796*66.9796)+(38.4120*38.4120)+

(3.6780*3.6780)) = 7225.90782862

K (A2, A1) = ((5.8812*6.1977)+(30.7042*33.5218)+( 14.6489*6.2507)+

(14.4001*7.0312)+(200.9863*66.9796)+(79.7231*38.4120)+

(7.3056*3.6780)) = 17809.70152063

K (A3, A1) = ((4.4051*6.1977)+(16.1428*33.5218)+(1.1144*6.2507)+

(0.7175*7.0312)+(0.3989*66.9796)+(2.2967*38.4120)+

(-0.2457*3.6780))= 694.48318563

K (A4, A1) = ((4.4661*6.1977)+(17.4270*33.5218)+(0.4608*6.2507)+

(0.9179*7.0312)+(0.6471*66.9796)+(3.8308*38.4120)+

(-0.1268*3.6780)) = 811.22303597

K (A1, A2) = ((6.1977*5.8812)+(33.5218*30.7042)+(6.2507*14.6489)+

(7.0312*14.4001)+(66.9796*200.9863)+(38.4120*79.7231)+(3.6780*

7.3056)) = 17809.70152063

K (A2, A2) =((5.8812*5.8812)+(30.7042*30.7042)+(14.6489*14.6489)+

(14.4001*14.4001)+(200.9863*200.9863)+(79.7231*79.7231)+

(7.3056*7.3056)) =48203.92681496

(52)

36

K (A3, A2) =((4.4051*5.8812)+(16.1428*30.7042)+(1.1144*14.6489)+

(0.7175*14.4001)+(0.3989*200.9863)+(2.2967*79.7231)+

(-0.2457*7.3056)) = 809.69433271

K (A4, A2) = ((4.4661*5.8812)+(17.4270*30.7042)+(0.4608*14.6489)+

(0.9179*14.4001)+(0.6471*200.9863)+(3.8308*79.7231)+

(-0.1268*7.3056)) = 1015.85132176

K (A1, A3) =((6.1977*4.4051)+(33.5218*16.1428)+(6.2507*1.1144)+

(7.0312*0.7175)+(66.9796*0.3989)+(38.4120*2.2967)+

(3.6780*(-0.2457))) = 694.48318563

K (A2, A3) = ((5.8812*4.4051)+( 30.7042*16.1428)+( 14.6489*1.1144)+

(14.4001*0.7175)+(200.9863*0.3989)+( 79.7231*2.2967)+

(7.3056*(-0.2457))) = 809.69433271

K (A3, A3) = ((4.4051*4.4051)+(16.1428*16.1428)+(1.1144*1.1144)+

(0.7175*0.7175)+(0.3989*0.3989)+( 2.2967*2.2967)+

(-0.2457*(-0.2457))) = 287.24591205

K (A4, A3) = ((4.4661*4.4051)+( 17.4270*16.1428)+( 0.4608*1.1144)+

(0.9179*0.7175)+(0.6471*0.3989)+( 3.8308*2.2967)+

(-0.1268*(-0.2457))) = 311.25378279

K (A1, A4) = ((6.1977*4.4661)+(33.5218*17.4270)+( 6.2507*0.4608)+

(7.0312*0.9179)+(66.9796*0.6471)+(38.4120*3.8308)+

( 3.6780*(-0.1268))) = 811.22303597

K (A2, A4) = ((5.8812*4.4661)+( 30.7042*17.4270)+( 14.6489*0.4608)+

(14.4001*0.9179)+(200.9863*0.6471)+( 79.7231*3.8308)+

(7.3056*(-0.1268))) = 1015.85132176

Gambar

Gambar 2.3. Arsitektur Support Vector Machine (Gusfan, et al. 2015)  Arsitektur SVM memiliki beberapa layer, diantaranya yaitu inputlayer, hidden layer,  dan output layer
Tabel 2.1. Penelitia Terdahulu (Lanjutan)
Gambar 3.1. Arsitektur umum  3.2. Dataset
Tabel 3.4. Data Uji
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan gula aren terhadap jumlah mikroba dan ketebalan nata pada teh kombucha serta mengetahui kadar

ANALISIS PEMODELAN SEDIMENTASI DI SALURAN KENCONG TIMUR BEDODO MENGGUNAKAN PROGRAM HEC-RAS; Erik Setyo Irawan; 091910301026; 66 halaman; Jurusan Teknik Sipil Fakultas

Lampiran 1 Komposisi dan Lokasi Sampel Unit Lahan Wilayah Penelitian.. KOMPOSISI SAMPEL UNIT LAHAN

Pada aplikasi muzzle velocity ini, fungsi prosesor selaku pengendali adalah menerima dan mengolah data dari keypad, menerima sinyal interupsi dari sensor

Sesuai dengan metode penghubungannya antara armature coil dan field (yoke) coil, jenis gulungan secara series, jenis gulungan shunt (melangsir), dan tipe gulungan

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu لا, namun dalam transliterasi ini kata sandang itu dibedakan atas kata sandang diikuti oleh

TINDAK LANJUT YANG AKAN DILAKUKAN JIKA TINDAKAN PELECEHAN SEKSUAL TERJADI.

Pada tabel 8 hasil ouput SPSS diatas dapat dilihat bahwa Likuiditas*Size memiliki signifikansi sebesar 0,001 lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa ukuran perusahaan