PENGARUH INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL TERHADAP PEER ACCEPTANCE SISWA KELAS V SD SE-GUGUS 3 KECAMATAN
GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh ISTIKOMARIAH NIM 12108241148
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
i
PENGARUH INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL TERHADAP PEER ACCEPTANCE SISWA KELAS V SD SE-GUGUS 3
KECAMATAN GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh ISTIKOMARIAH NIM12108241148
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
v MOTTO
Teruslah berprasangka baik kepada Allah karena seberat apapun masalah yang diberikan Allah kepadamu, Dia memiliki rencana terindah yang tidak akan pernah
engkau sangka.
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk :
1. Almarhumah ibu saya, Ibu Sadinah yang begitu luar biasa dalam mendidik
saya selama ini serta selalu menginspirasi saya dalam segala hal.
2. Keluarga saya tercinta, yang senantiasa memberikan dukungan tak terhingga,
baik moral dan material kepadasaya.
vii
PENGARUH INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL TERHADAP PEER ACCEPTANCE SISWA KELAS V SD SE-GUGUS 3
KECAMATAN GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA Oleh
Istikomariah NIM 12108241148
ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan karena adanya fenomena penggunaan media sosial yang tinggi di kalangan anak dan perilaku bullying yang dilakukan anak di media sosial. Adanya perilaku bullying menandakan bahwa ada anak yang kurang diterima dalam pergaulan teman sebaya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intensitas penggunaan media sosial terhadap peer acceptance siswa kelas V SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman, Yogyakarta.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman yang berjumlah 250 siswa. Sampel terdiri dari 146 siswa dengan teknik pengambilan sampel yaitu cluster sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala Likert. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi sederhana.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan yang diberikan media sosial terhadap peer acceptance dengan signifikansi 0.000 (< 0.05). Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,323 yang berarti bahwa media sosial memberikan kontribusi 32,3% peer acceptance dan selebihnya67,7% dipengaruhi faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Besarnya koefisien korelasi (rhitung) sebesar 0,569 pada rentang 0,40-0,599 yang berarti korelasi variabel X dan Y tergolong sedang. Selanjutnya ditemukan bahwa intensitas penggunaan media sosial siswa kelas V SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman termasuk dalam kategori tinggi sebesar 37,67%, sedangkan peer acceptance siswa yang berada dalam kategori tinggi sebesar 60,96%
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa
terimakasih kepada beberapa pihak yang telah memberikan bantuan dan
dukungan kepada penulis dalam proses penulisan skripsi ini.
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.
3. Kajur PSD yang telah memberikan motivasi.
4. Woro Sri Hastuti, M.Pd. sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan motivasi.
5. Agung Hastomo, M.Pd. sebagai Dosen Pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu guna memberikan bimbingan dan arahan kepada
penulis.
6. Ayah saya tercinta, Bapak Arif Barito atas doa dan dukungannya.
7. Kepala Sekolah SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta
yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian
di sekolah tersebut.
8. Guru kelas V SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta yang
x A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Identifikasi Masalah ...6
C. Pembatasan Masalah ...7
D. Rumusan Masalah ...7
E. Tujuan Penelitian ...7
F. Manfaat Penelitian ...7
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Karakteristik Anak SD ...9
1. Pengertian Anak Usia Sekolah Dasar ...9
2. Tahap Perkembangan Anak Usia SD ...10
B. Tinjauan tentang Intensitas Penggunaan Media Sosial ...18
1. Pengertian Intensitas Penggunaan Media Sosial ...18
2. Sejarah Media Sosial ...20
3. Manfaat Media Sosial ...22
4. Karakteristik Medis Sosial ...24
xi
6. Ragam dan Jenis Aplikasi Media Sosial ...29
C. Tinjauan tentang Peer Acceptance ...34
1. PengertianPeer Acceptance ...34
2. Fungsi Teman Sebaya ...36
3. Kategori Peer Acceptance ...38
4. Faktor yang Mempengaruhi Peer Acceptance ...41
D. Kajian Penelitian yang Relevan ...43
E. Kerangka Berpikir ...44
F. Hipotesis Penelitian ...46
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ...47
B. Jenis Penelitian ...47
C. Tempat dan Waktu Penelitian ...48
D. Definisi Operasional Variabel ...49
E. Variabel Penelitian ...49
F. Populasi dan Sampel ...50
G. Teknik Pengumpulan Data ...52
H. Instrumen Penelitian...52
I. Uji Coba Instrumen ...58
J. Teknik Analisis Data ...61
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian...64
B. Hasil Analisis Deskriptif ...64
C. Hasil Uji Prasyarat ...68
D. Hasil Uji Hipotesis ...70
E. Pembahasan ...72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...77
B. Saran ...78
DAFTAR PUSTAKA ...79
xii
DAFTAR TABEL
Hal Tabel 1. Jumlah Siswa Kelas V SD Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman
Yogyakarta………
50
Tabel 2. Sampel Siswa Kelas V SD Gugus 3 Kesamatan Gondokusuman Yogyakarta...
51
Tabel 3. Pedoman Pemberian Skor Instrumen …………..……….. 54
Tabel 4 Kisi-kisi Instrumen Intensitas Penggunaan Media Sosial……… 54
Tabel 5. Kisi-kisi Instrumen Peer Acceptance………..………… 57
Tabel 6. Klasifikasi Data Intensitas Penggunaan Media Sosial……… 65
Tabel 7. Persentase Setiap Aspek Intensitas Penggunaan Media Sosial... 66
Tabel 8. Klasifikasi Data Peer Acceptance………..… 67
Tabel 9. Persentase Setiap AspekPeer Acceptance………..….….… 68
xiii
DAFTAR GAMBAR
hal Gambar 1. Siswa SD Melakukan Bullying di Media Sosial...5
Gambar 2. Kerangka Berfikir……… 49
Gambar 3. Diagram Kategori Intensitas Penggunaan Media Sosial …… 65 Gambar 4. Diagram KategoriPeer Acceptance………..…………. 67
Gambar 5. Hasil Uji Normalitas Data………..……… 69
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1. Skala Instrumen Intensitas Penggunaan Media Sosial………... 83
Lampiran 2. Validitas Uji Instrumen Intensitas Penggunaan Media Sosial…..… 87
Lampiran 3. Reliabilitas Media Sosial………..………….… 88
Lampiran 4. Skala Instrumen Peer Acceptance………..………..… 89
Lampiran 5. Validitas Uji Instrumen Peer Acceptance……...…..………. 92
Lampiran 6. Reliabilitas Peer Acceptance………..……….. 92
Lampiran 7. Analisis Deskriptif Persentase Intensitas Penggunaan Media Sosial………. 93
Lampiran 8. Analisis Deskriptif Persentase Peer Acceptance………. 93
Lampiran 9. Hasil Uji Normalitas Data……….…94
Lampiran 10. Hasil Uji Linearitas………..…. 94
Lampiran 11. Hasil Uji F………..………. 94
Lampiran 12. Hasil Uji R Square.……….. 95
Lampiran 13. Hasil Hitung Persamaan Regresi………..…… 95
Lampiran 14. Hasil Hitung Korelasi Product Moment………...……… 95
Lampiran 15. Kategorisasi Data Intensitas Penggunaan Media Sosial…...……… 96
Lampiran 16. Kategorisasi Data Peer Acceptance………..…… 97
Lampiran 17. Hasil Uji Coba Skala Intensitas Penggunaan Media Sosial…..……98
Lampiran 18. Hasil Uji Coba Skala Peer Acceptance……….…………100
Lampiran 19. Hasil Skala Intensitas Penggunaan Media Sosial……….…………102
Lampiran 20. Hasil Skala Peer Acceptance………108
Lampiran 21. Surat Keterangan Penelitian..………114
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Globalisasi yang terjadi saat ini membuat proses informasi dan
komunikasi berjalan semakin cepat dan mudah. Orang-orang di seluruh
belahan dunia dapat berkomunikasi satu sama lain hanya dalam waktu yang
sangat singkat walaupun jarak yang sangat jauh memisahkan. Kemudahan
dalam proses komunikasi terjadi karena adanya jaringan internet. Menurut
Graifhan Ramadhani (2003:2), internet merupakan sebutan untuk sekumpulan
jaringan komputer yang menghubungkan situs akademik, pemerintahan,
komersial, organisasi, maupun perorangan.
Internet menyediakan akses untuk layanan telekomunikasi dan sumber
daya informasi untuk jutaan pemakainya yang tersebar di seluruh dunia.
Layanan internet meliputi komunikasi langsung (email, chat), diskusi (usenetnews, email, milis), sumber daya informasi yang terdistribusi (world wideweb, gopher), remote login dan lalu lintas file (telnet, FTP), dan aneka layanan lainnya. Menurut situs Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (dalam Herdiyan Maulana dan Gumgum Gumelar, 2013: 138),
pengguna internet di Indonesia pada tahun 2012 tercatat sebanyak 63 juta
pelanggan.
Pada tahun 2014, Kementrian Komunikasi dan Informatika yang bekerja
sama dengan UNICEF (dalam Gatot Dewa Broto, 2014) mencatat bahwa
pengguna internet di Indonesia naik menjadi 82 juta pelanggan. Dari jumlah
2
anak-anak dan remaja berusia 10-19 tahun. Salah satu layanan yang
disediakan internet adalah layanan komunikasi langsung (email, chat). Layanan internet ini menjadi dasar munculnya berbagai situs jejaring sosial
mulai dari Friendster yang terkenal di era 2000an, lalu Facebook, Twitter, Instagram, WhatsApp, Line, Blackberry Messenger dan media sosial lainnya. Media sosial tersebut banyak digunakan oleh berbagai kalangan masyarakat
terutama Facebook, BBM, Instagram, dan Twitter.
Menurut TV Kompas (dalam Herdiyan Maulana dan Gumgum Gumelar,
2013:145 ), pengguna media sosial Facebook di Indonesia pada tahun 2012 sebanyak 40.418.460 dan menduduki peringkat kedua sebagai negara
pengguna Facebook terbesar di dunia. Sementara untuk media sosial Twitter, Indonesia berada di peringkat keempat dengan jumlah pengguna Twitter sebanyak 22% dari pengguna Twitter di seluruh dunia. Banyaknya pengguna media sosial di Indonesia menunjukkan bahwa media sosial memang sudah
menjadi trend dan budaya di kalangan masyarakat Indonesia.
SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman terletak di tengah kota yang
mau tidak mau, siswa di sekolah dasar tersebut akrab dengan teknologi dan
menggunakan media sosial. Ketika peneliti berinteraksi dengan siswa yang
berjumlah 10 orang dari salah satu sekolah yang termasuk dalam SD
se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman yaitu SD Negeri Baciro dan
menanyakan berapa media sosial yang siswatersebut miliki, ternyata siswa
3
Messenger. Hal ini mengindikasikan, siswa disekolah tersebut banyak yang memakai media sosial.
Intensitas penggunaan media sosial di kalangan anak sangat beragam.
Namun, ketika peneliti amati melalui media sosial yang dimiliki siswa SD
se-Guugus 3 Kecamatan Gondokusuman, intensitas penggunaan media sosial
cukup tinggi. Tingginya pemakaian media sosial di kalangan siswa sekolah
dasar dapat menyebabkan siswa mengalami adiksi atau kecanduan. Menurut
Putri Ekasari dan Arya Hadi (2012: 60) ciri-ciri dari pengguna internet yang
kecanduan yaitu pengguna menghabiskan waktu lebih dari 40 jam per bulan.
Hal itu berarti, dalam satu hari pengguna yang intensitas penggunaan
internetnya tinggi akan mengakses internet lebih dari 1,3 jam.
Penggunaan media sosial di kalangan siswa sekolah dasar termasuk cukup
tinggi. Hal tersebut peneliti amati melalui seberapa sering siswa melakukan
update status, mengupload gambar, chatting serta aktivitas lainnya di media sosial. Sebagai contoh, dalam sehari salah satu siswa dari SD se-Gugus 3
Kecamatan Gondokusuman yang berteman dengan peneliti di media sosial
Blackberry Messenger bahkan melakukan update status 10 kali berturut-turut, sedangkan yang lain hanya sekitar 4 kali saja. Selain update status, siswa juga kerap menggunggah foto di media sosial Instagram.
Intensitas menggunggah foto pun berbeda-beda antara satu siswa dengan
yang lain. Dalam sehari, ada siswa yang menggunggah foto sebanyak 3
bahkan lebih secara berurutan, ada yang hanya satu foto dalam sehari, ada
4
dari kondisi di atas, maka dapat dilihat bahwa intensitas penggunaan media
sosial di kalangan siswa kelas V SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman
Yogyakarta tergolong cukup tinggi.
Media sosial yang digunakan kalangan siswa SD se-Gugus 3 Kecamatan
Gondokusuman, semestinya mampu digunakan dan dimanfaatkan dengan
baik. Media sosial dapat digunakan untuk bertanya terkait materi pelajaran
sekolah, serta dapat pula digunakan untuk berdiskusi antar siswa dengan
menggunakan layanan grup yang disediakan media sosial seperti BBM dan WhatsApp. Jika siswa mampu menggunakan layanan media sosial untuk hal-hal positif, maka hubungan antar teman sebaya akan semakin erat. Sikap
saling tolong menolong juga akan tercipta karena siswa saling membantu jika
ada teman yang kesusahan.
Ironisnya, ketika peneliti melakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa
di media sosial Blackberry Messenger, banyak siswa yang memanfaatkan fasilitas media sosial tersebut untuk saling ejek, saling menghina, dan
melakukan bullying. Beberapa anak bahkan saling melontarkan hinaan yang tidak sepantasnya dilakukan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti
dengan wali kelas V salah satu SD di SD se-Gugus 3 Kecamatan
Gondokusuman, hampir setiap hari ada siswa yang bertengkar hanya karena
masalah sepele yaitu saling ejek. Ternyata saling ejek ini tidak hanya terjadi
di media sosial, tetapi di kehidupan nyata siswa juga memang demikian
5
Selain saling ejek, siswa di SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman
juga mengucilkan temannya. Ada seorang siswa yang peneliti amati berinisial “KA”. KA menjadi sasaran bullying teman-temannya ketika siswa dari salah
satu SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman berinteraksi di grup chat
media sosial Blackberry Messenger. Kemudian, peneliti bertanya dengan salah satu teman mengenai keseharian “KA” di sekolah. Menurut temannya yang berinisial “CA”, “KA” memang banyak tidak disukai oleh teman
-temannya karena sifatnya yang sok tahu dan sering bicara seenaknya sendiri.
Ketika peneliti melakukan pengamatan langsung di sekolah tersebut,
sepertinya “KA” memang kurang disukai oleh teman-temannya. Hal itu terbukti ketika beberapa siswa yang merupakan teman sekelas “KA” meminta kepada peneliti agar jangan mau bermain dengan “KA”. Berikut ini adalah
gambar yang peneliti screenshoot ketika siswa dari salah satu SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman saling ejek dan melakukan bullying kepada “KA”.
6
Jika dilihat dari gambar dan pernyataan di atas, hal tersebut
mengindikasikan bahwa intensitas penggunaan media sosial memberikan
suatu pengaruh terhadap penerimaan kelompok sebaya (peer acceptance) di kalangan siswa SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta.
Berangkat dari masalah-masalah yang timbul akibat intensitas penggunaan
media sosial dan kenyataan banyaknya siswa pengguna media sosial di SD
se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman, peneliti tertarik untuk mengkaji dan
meneliti seberapa besar pengaruh media sosial terhadap peer acceptance siswa kelas VSD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta. Lebih
lanjut, penelitian ini berjudul “Pengaruh Intensitas Penggunaan Media Sosial Terhadap Peer Acceptance Siswa Kelas V di SD Se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, ada beberapa
permasalahan yang dapat diidentifikasi.Adapun identifikasi masalah yang
dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Intensitas penggunaan media sosial siswa kelas V SD se-Gugus 3
Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta cukup tinggi.
2. Ada beberapa siswa kelas V SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman
Yogyakarta saling ejek dan melakukan bullying di media sosial.
3. Ada beberapa siswa kelas V SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman
7 C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang sudah diuraikan
di atas, maka peneliti membatasi masalah yang akan dikaji pada “Pengaruh Intensitas Penggunaan Media Sosial terhadap Peer Acceptance Siswa Kelas V di SD Se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta”.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dirumuskan masalah yaitu
seperti apakah pengaruh yang diberikan intensitas penggunaan media sosial
terhadap peer acceptance siswa kelas V di SD se-gugus 3 Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui seperti apa pengaruh yang diberikan intensitas
penggunaan media sosial terhadap peer acceptance siswa kelas V di SD se-gugus 3 Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini disusun dengan harapan akan memberikan manfaat sebagai
berikut.
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan akan memberikan pengetahuan baik bagi
pembaca maupun peneliti khususnya dalam hal pengetahuan tentang
8
b. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan kajian bagi penelitian
selanjutnya yang serupa khususnya dalam hal intensitas penggunaan
media sosial dan peer acceptance. 2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan
sekaligus bahan evaluasi bagi guru dalam rangka membina dan
mengawasi penggunaan media sosial di kalangan anak-anak
khususnya anak-anak usia Sekolah Dasar.
b. Bagi Sekolah
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan kajian bagi
sekolah dalam rangka pengawasan dan pembuatan kebijakan
sekolah terkait penggunaan media sosial di lingkungan sekolah.
c. Bagi Orang Tua
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan pertimbangan
orang tua jika hendak memberikan alat komunikasi canggih seperti
smartphone serta memberikan pengetahuan tentang pengawasan penggunaan media sosial anak-anak di lingkungan keluarga.
d. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran dan
wawasan mengenai pengaruh penggunaan media sosial terhadap
9 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar 1. Pengertian Anak Usia Sekolah Dasar
Menurut World Health Organization (WHO), anak usia sekolah dasar adalah golongan anak yang berusia 7-15 tahun. Rita Eka Izzaty
dkk.(2008:104) mendefinisikan masa sekolah dasar sebagai masa yang
dialami anak pada usia 6 tahun sampai masuk ke masa pubertas dan masa
remaja awal yang berkisar pada usia 11-13 tahun. Achmad Juntika dan
Mubiar Agustin (2013:19) memiliki pendapat bahwa anak usia sekolah
merupakan anak yang berusia 6 sampai 12 tahun dengan ciri-ciri:
a. Belajar keterampilan fisik untuk pertandingan biasa sehari-hari.
b. Membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sebagai organism yang
sedang tumbuh kembang.
c. Belajar bergaul dengan teman-teman sebayanya.
d. Belajar peranan sosial yang sesuai sebagai pria atau wanita.
e. Mengembangkan keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan
berhitung.
f. Mengembangkan konsep-konsep yang perlu bagi kehidupan
sehari-hari.
g. Mengembangkan kata hati, moralitas, dan suatu skala nilai-nilai.
10
i. Mengembangkan sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok dan
institusi-institusi sosial.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anak usia
sekolah dasar merupakan golongan anak yang berusia mulai dari 6 tahun
sampai anak tersebut menginjak masa pubertas (11-13 tahun), yang
memiliki sedang mengalami perkembangan-perkembangan baik fisik,
sosial, kognitif, bahasa, moral, dan emosi. Penelitian ini akan
menggunakan subjek siswa-siswi kelas V SD yang umurnya berkisar
antara 11-12 tahun dan dapat dikategorikan sebagai remaja awal.
2. Tahap Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar
Sebagai individu, anak usia sekolah dasar mengalami tahapan
perkembangan baik perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosi, dan
moral. Menurut Rita Eka Izzaty dkk. (2008:103), perkembangan yang
terjadi pada anak usia sekolah dasar meliputi perkembangan fisik,
kognitif, bahasa, moral, emosi, dan sosial. Namun, kajian pustaka akan
lebih difokuskan pada perkembangan sosial dan moral, karena penelitian
ini membahas tentang hubungan teman sebaya yang terkait dengan aspek
perkembangan sosial dan moral anak.
a. Perkembangan Sosial
Menurut Achmad Juntika dan Mubiar Agustin (2013:44), proses
perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh perlakuan atau
bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai
11
serta mendorong dan memberikan contoh kepada anak bagiamana
menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Hurlock (1978:264) menjelaskan bahwa ketika anak mulai menjalani
pendidikan di sekolah, anak memasuki “usia gang” yaitu usia yang pada saat itu kesadaran sosial berkembang pesat. Tugas utama dari
perkembangan periode ini adalah anak menjadi pribadi yang sosial.
Anak menjadi anggota suatu kelompok teman sebaya yang secara
bertahap menggantikan keluarga dalam mempengaruhi perilaku.
Anak usia sekolah dasar memiliki karakteristik khusus dalam
berperilaku sosial yang direalisasikan dalam bentuk tindakan-tindakan
tertentu. Syamsu Yusuf (2014: 124-125) mengindetifikasinya sebagai
berikut.
1) Pembangkangan (negativisme), yaitu suatu bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap
penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang
muncul kira-kira usia 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usia
tiga tahun. Berkembangnya perilaku negativism pada usia ini
dipandang sebagai hal yang wajar. Setelah usia empat tahun,
biasanya tingkah laku ini mulai menurun dan beralih menjadi
sikap melawan secara verbal (menggunakan kata-kata).
2) Agresi (agression), yaitu perilaku menyerang balik, baik secara fisik maupun kata-kata. Agresi ini meruapakan salah satu bentuk
12
Agresi ini berwujud dalam perilaku menyerang seperti memukul,
mencubit, menendang, mengigit, marah-marah, mencaci maki,
dan sebagainya.
3) Berselisih/bertengkar (quarreling), terjadi apabila seorang anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap dan perilaku anak
lain, misalnya diganggu pada saat mengerjakan sesuatu, direbut
barang atau mainan si anak, dan sebagainya.
4) Menggoda (teasing), yaitu sebagai bentuk lain dari tingkah laku agresif. Menggoda merupakan serang mental terhadap orang lain
dalam bentuk verbal (ejekan), sehingga menimbulkan reaksi
marah pada orang yang diserang oleh anak.
5) Persaingan (rivaly), yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong (distimulasi) oleh orang lain. Sikap persaingan
mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu persaingan prestise dan
pada usia enam tahun semangat bersaing ini berkembang lebih
baik.
6) Kerja sama (cooperation), yaitu sikap mau bekerja sama dengan kelompok. Mulai usia tiga tahun akhir atau empat tahun, anak
sudah mulai menampakan sikap kerja sama dengan anak yang
lain. Pada usia enam atau tujuh tahun, sikap kerja sama ini sudah
berkembang dengan lebih baik lagi.
13
business. Wujud dari tingkah laku ini adalah meminta, menyuruh, dan mengancam atau memaksa orang lain untuk memenuhi
kebutuhan anak.
8) Mementingkan diri sendiri (selfishness), yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya. Anak selalu ingin dipenuhi keinginannya dan apabila ditolak maka dia protes
dengan menangis, menjerit, atau marah-marah.
9) Simpati (sympathy), yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain, mau
mendekati atau bekerja sama dengan orang lain. Seiring
bertambahnya usia, anak mulai dapat mengurangi sikap selfish dan mulai mengembangkan sikap sosialnya dalam hal ini rasa
simpati terhadap orang lain.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
perkembangan sosial pada anak adalah pencapaian kematangan dalam
hubungan sosial anak yang sangat dipengaruhi oleh perlakuan atau
bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai
aspek kehidupan sosial. Anak usia sekolah dasar memiliki
karakteristik khusus dalam berperilaku sosial yang direalisasikan
dalam bentuk tindakan seperti pembangkangan, agresi,
berselisih/bertengkar, menggoda, persaingan, kerja sama, tingkah laku
14
Pada tahap perkembangan sosial ini, kematangan sosial anak
sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Lingkungan ini meliputi
keluarga, sekolah (teman sebaya), dan masyarakat. Apabila lingkungan
mendukung untuk perkembangan sosial anak ke arah yang positif,
maka anak akan mencapai perkembangan sosial secara matang.
Namun, apabila lingkungan sosialnya kurang mendukung dan
cenderung membawa anak kearah yang negatif misalnya orang tua
yang kasar, suka marah, acuh tak acuh, dan lain-lain, maka anak tidak
dapat mencapai perkembangan sosialnya secara matang.
b. Perkembangan Moral
Mc Devitt dan Ormrod (2013: 530), mendefinisikan perkembangan
moral sebagai kemajuan dalam penalaran dan berperilaku sesuai
dengan budaya yang berlaku atau standar yang dibangun sendiri dari
benar dan salah. Piaget (dalam Diane E. Papalia dan Ruth Duskin,
2015: 321-322) perkembangan moral anak dibagi ke dalam 3 tahap
yang akan dijelaskan sebagi berikut.
1) Tahap pertama (anak berusia 2-7 tahun)
Anak memiliki sifat egosentris dan tidak mampu memandang
masalah lebih dari satu aspek.Anak percaya bahwa aturan tidak
dapat dibengkokan atau diubah, anak belum sepenuhnya
memahami itu perilaku benar atau salah. Anak hanya tahu bahwa
15
2) Tahap kedua (anak berusia 7 atau 8 sampai 10 atau 11)
Ketika anak berinteraksi dengan banyak orang dan dengan
sudut pandang yang beragam, anak akan mulai menyadari bahwa
tidak ada suatu aturan yang absolute tentang prinsip benar dan
salah. Anak akan mengambangkan pemikiran berdasarkan prinsip
kebaikan dan keadilan. Anak mampu melihat suatu keadaan
melalui berbagai sudut pandang, sehingga penilaian moral anak
menjadi lebih halus.
3) Tahap ketiga (anak berusia sekitar 11-12 tahun)
Anak mulai memiliki kemampuan penalaran formal dan
munculnya kepercayaan bahwa setiap orang harus diperlakukan
sama sesuai dengan prinsip keadilan dalam segala situasi. Pada
tahap ini, anak akan mengatakan bahwa anak umur 2 tahun yang
menumpahkan tinta di taplak meja tidak bisa diukur melalui
standar yang sama dengan anak usia 10 tahun yang melakukan hal
sama. Seiring bertambahnya usia, maka penilaian tidak akan fokus
pada kejadiannya, tetapi pada niat dan pelakunya.
Sementara itu, menurut Kohlberg (dalam John W. Santrock,
2007:119) ada tiga tingkatan penalaran tentang moral dan setiap
tingkatnya memiliki dua tahapan.
1) Tingkat Penalaran Prakonvensional
Penalaran prakonvensional adalah tingkat terendah dari
16
melalui reward dan punishment. Tingkatan ini memiliki dua tahap yaitu :
a) Tahap Moralitas Heteronom, yaitu tahap pertama pada tingkat
penalaran prakonvensional. Pada tahap ini, penalaran moral
terkait dengan punishment. Sebagai contoh, anak berfikir bahwa anak harus patuh karena anak takut hukuman terhadap perilaku
membangkang.
b) Tahap Individualisme, tujuan instrumental, dan pertukaran,
yaitu tahap kedua dari penalaran prakonvensional. Pada tahap
ini, penalaran individu yang memikirkan kepentingan diri
sendiri adalah hal yang benar dan hal ini juga berlaku untuk
orang lain. Oleh karena itu, menurut individu apa yang benar
adalah sesuatu yang melibatkan pertukaran yang setara.
Individu berfikir jika individu bersikap baik terhadap orang
lain, maka orang lain juga akan berlaku baik.
2) Tingkat Penalaran Konvensional
Pada tingkatan ini, individu memberlakukan standar tertentu,
tetap standar ini ditetapkan oleh orang lain, misalnya oleh orang
tua atau pemerintah. Tingkatan ini memiliki dua tahap yaitu :
a) Tahap ekspektasi interpersonal mutual, hubungan dengan orang
lain, dan konormitas interpersonal. Pada tahap ini individu
menghargai kepercayaan, perhatian, dan kesetiaan terhadap
17
seringkali mengadopsi standar moral orang tua agar dianggap
sebagai anak yang baik.
b) Tahap moralitas sistem sosial, yaitu tahap keempat dimana
penilaian moral didasari oleh pemahaman tentang keteraturan di
masyarakat, hukum, keadilan, dan kewajiban. Sebagai contoh,
remaja mungkin berfikir supaya komunitas dapat bekerja
dengan efektif, maka perlu dilindungi oleh hukum yang
diberlakukan terhadap anggotanya.
3) Tingkat Penalaran Pascakonvensional
Penalaran pascakonvensional adalah tingkatan tertinggi. Pada
tingkatan ini, individu menyadari adanya jalur moral alternative,
mengeksplorasi pilihan ini, lalu memutuskan berdasarkan kode
moral personal. Tingkatan ini juga dibagi ke dalam dua tahap yaitu:
a) Tahap kontrak atau utilitas sosial dan hak individu. Pada tahap
ini individu menalar bahwa nilai, hak, dan prinsip lebih utama
atau lebih luas daripada hukum. Seseorang mengevaluasi
validitas hukum yang ada dan sistem sosial dapat diuji
berdasarkan sejauh mana hal ini menjamin dan melindungi hak
asasi dan nilai dasar manusia.
b) Tahap prinsip etis universal yaitu tahapan tertinggi dalam
perkembangan moral. Pada tahap ini, seseorang telah
mengembangkan standar moral berdasarkan hak asasi manusia
18
hukum dan hati nurani, seseorang menalar bahwa yang harus
diikuti adalah hati nurani, meskipun keputusan itu memberikan
resiko.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
perkembangan moral pada anak adalah perubahan penalaran,
perasaan, dan perilaku yang terjadi dalam diri anak.Anak melewati
tiga tahap dalam perkambangan moral yaitu tahap moralitas
heteronom, transisi, dan tahap moralitas otonom.
B. Tinjauan Tentang Intensitas Penggunaan Media Sosial 1. Pengertian Intensitas Penggunaan Media Sosial
Caplin (dalam Evi Nuryani, 2014: 181) mendefinisikan intensitas
sebagai suatu sifat kuantitatif dari suatu penginderaan, yang berhubungan
dengan intensitas perangsangnya. Intensitas juga dapat diartikan dengan
kekuatan tingkah laku atau pengalaman. Menurut Kartono dan Gulo (dalam Evi Nuryani, 2014:181) intensitas berasal dari kata “intensity”
yang berarti besar atau kekuatan tingkah laku, jumlah energi fisik yang
digunakan untuk merangsang salah satu indera serta ukuran fisik dari
energi atau data indera. Edi Susena (2015:4) berpendapat bahwa intensitas
adalah ukuran yang digunakan untuk mengukur lama kegiatan yang
dilakukan.
Horrigan (dalam Iik Novianto, 2006:26) menjelaskan bahwa dalam
intensitas penggunaan internet seseorang, terdapat dua hal mendasar yang
19
menggunakan tiap kali mengakses internet yang dilakukan oleh pengguna
internet. Menurut Putri Ekasari dan Arya Hadi (2012: 60) klasifikasi kelas
berdasarkan intensitas penggunaan internet dibagi dalam kategori sebagai
berikut.
a. Heavy users yaitu pengguna internet yang menghabiskan waktu lebih dari 40 jam kerja per bulan. Jenis pengguna internet ini adalah salah
satu ciri – ciri pengguna internet yang addicted.
b. Medium users yaitu pengguna internet yang menghabiskan waktu antara 10 sampai 40 jam per bulan.
c. Light users yaitu pengguna internet yang menghabiskan waktu kurang dari 10 jam per bulan.
Utari Oktavianty (2015:3) menyatakan bahwa penggunaan media
terdiri dari jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media,
jenis isi media yang dikonsumsi, dan tingkat rutinitas atau
keseringan individu mengkonsumsi media. Sementara itu, menurut Boyd
dan Ellison (dalam Tito Siswanto, 2013:83), social networking site (SNS) atau yang biasa disebut jejaring sosial/media sosial merupakan suatu
layanan berbasis web yang memungkinkan setiap individu untuk
membangun suatu hubungan sosial melalui dunia maya seperti
membangun suatu profil tentang dirinya sendiri, menunjukkan koneksi
seseorang, dan memperlihatkan apa saja yang ada antara satu pemilik
dengan pemilik akun lainnya dalam sistem yang disediakan, dimana
20
Sementara itu Megan Poore (2013:4) mendefinisikan media sosial
sebagai apapun yang berasal dari blog, wiki, podcasts, sampai Facebook, Twitter, Youtube, dan Google bahkan alat digital dan layanan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti bekerja, belajar, dan
hidup sosial dapat digambarkan sebagai media sosial. Definisi lain dari
media sosial menurut Antony Mayfield (2008:7) yaitu sarana untuk
berbagi ide, bekerja sama dan berkolaborasi untuk mencipatakan seni,
berfikir dan berdagang, berdebat dan berwacana, menemukan orang yang
mungkin menjadi teman baik, sekutu, dan kekasih.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa intensitas
penggunaan media sosial adalah frekuensi dan durasi dalam pemakaian
media sosial untuk menjalin hubungan dengan orang lain di dunia maya,
menyampaikan pesan, mengakses blog atau situs-situs seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan sebagainya serta untuk melakukan diskusi, kerja sama dan berbagi ide di forum-forum maya dengan menggunakan
teknologi berbasis web.
2. Sejarah Media Sosial
Berbicara mengenai masalah media sosial tentunya tidak akan lepas
dari sejarah munculnya media sosial. Media sosial yang ada saat ini dapat
berkembang dengan begitu pesat karena adanya perkembangan teknologi
komunikasi bernama internet. Abdillah Yafi Aljawiy dan Ahmad
Muklason (2012:2) berpendapat bahwa situs media sosial muncul diawali
21
belahan dunia. Sejak komputer dapat dihubungkan satu sama lain dengan
adanya internet, maka internet inilah yang mendukung tumbuhnya media
sosial.
Kementrian Perdagangan RI (2015:10) menjelaskan bahwa istilah
internet sendiri muncul pertama kali pada tahun 1961, dimana pada saat
itu Leonard Kleinrock dari MIT menulis artikel mengenai “Aliran Informasi dalam Jaringan Komunikasi yang Besar”, dimana hubungan komunikasi dalam teori dan konsepnya memakai model pocket switchingberbasis teknologi internet.
Kemudian pada tahun 1965, jaringan komputer berukuran besar
pertama diciptakan. Saat itu komputer TX-2 di Massachusetts terhubung dengan komputer lain berbasis di California memakai saluran telepon
dengan kecepatan yang rendah. Lalu pada tahun 1970 Network Control Protocol(NCP) didesain sehingga memungkinkan pengontrolan koneksi dan aliran saat proses berjalan antara dua komputer berbeda.
Jaringan media sosial sendiri muncul tahun 1988, dimana pada saat itu
Internet Relay Chat(IRC) dikembangkan.IRC membuka kemungkinan chatting secara real time dan menjadi awal dari program pesan terkirim
yang bisa digunakan saat ini.Google, Wikipedia, Facebook, Twitter, dan media sosial lainnya baru mulai diluncurkan pada awal tahun 2000an.
Apabila sejarah perkembangan internet diamati lebih seksama, maka
tampak sekali jika penemuan-penemuan di dunia internet sangat erat
22 3. Manfaat Media Sosial
Abdillah Yafi Aljawiy dan Ahmad Muklason (2012:5) menyebutkan
beberapa manfaat dari penggunaan media sosial sebagai berikut.
a. Mempermudah interaksi dengan orang lain karena pengguna dapat
berkomunikasi secara livetime dan tidak lagi terpengaruh oleh jarak yang sangat jauh dan waktu yang lama. Melalui media sosial,
informasi dapat tersebar dengan sangat cepat.
b. Media sosial dapat digunakan untuk promosi suatu barang, komunitas,
tempat wisata, dan lain sebagainya.
c. Sarana sosialisasi berbagai program pemerintah dalam hal pendidikan,
kesehatan, politik, penanggulangan bencana, ekonomi, dan informasi
lain. Selain menggunakan media cetak, pemerintah dapat
mensosialisasikan melalui situs media sosial.
d. Media sosial dapat dimanfaatkan sebagai sarana silaturahmi dengan
teman, sahabat, maupun keluarga tanpa dibatasi jarak, tempat, dan
waktu.
e. Media sosial dapat dimanfaatkan pula sebagai sarana hiburan.
Pengguna media sosial dapat bersenang-senang dan bergaul dengan
orang lain di seluruh penjuru dunia.
Media sosial yang ada saat ini dibuat dan dikembangkan dengan
tujuan agar memberikan manfaat bagi kehidupan banyak orang. Manfaat
23
a. Sarana belajar, mendengarkan, dan menyampaikan. Berbagai aplikasi
dalam media sosial dapat dimanfaatkan untuk belajar melalui beragam
informasi, data, dan isu yang termuat di dalamnya. Pada aspek lain,
media sosial juga menjadi sarana untuk menyampaikan berbagai
informasi kepada pihak lain. Konten-konten di dalam media sosial
berasal dari berbagai belahan dunia dengan beragam latar belakang
budaya, sosial, ekonomi, keyakinan, tradisi, dan tendensi. Pengguna
media sosial perlu membekali diri dengan kekritisan, pisau analisa
yang tajam, perenungan yang mendalam, kebijaksanaan dalam
penggunaan dan emosi yang terkontrol.
b. Sarana dokumentasi, administrasi, dan integrasi. Bermacam aplikasi
media sosial pada dasarnya merupakan gudang dan dokumentasi
beragam konten, dari yang berupa profil, informasi, reportase,
kejadian, rekaman peristiwa, sampai pada hasil-hasil riset kajian.
Dalam konteks ini, organisasi, lembaga, dan perorangan dapat
memanfaatkannya dengan cara membentuk kebijakan penggunaan
media sosial dan pelatihannya bagi segenap karyawan, dalam rangka
memaksimalkan fungsi media sosial.
c. Sarana perencanaan, strategi dan manajemen. Oleh karena itu, media
sosial di tangan para pakar manjemen dan marketing dapat menjadi
senjata yang dasyat untuk melancarkan perencanaan dan strateginya.
d. Sarana control, evaluasi, dan pengukuran. Media sosial bermanfaat
24
perencanaan dan strategi yang telah dilakukan. Respon publik dan
pasar menjadi alat ukur, kalibrasi dan parameter untuk evaluasi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi media
sosial secara umum yakni sebagai sarana belajar dari berbagai sumber
yang ada di media sosial. Media sosial juga berfungsi sebagai sarana
komunikasi dengan orang yang jauh dari jangkauan. Komunikasi ini tidak
hanya terjadi diantara dua orang saja, tetapi juga bisa terjadi antara
beberapa orang dalam forum diskusi kelompok.
4. Karakteristik Media Sosial
Anthony Mayfield (2008:5) mengemukakan bahwa media sosial
memiliki karakteristik sebagai berikut.
a. Participation (Partisipasi)
Media sosial mendorong kontribusi dan umpan balik dari setiap orang yang tertarik atau berminat meggunakannya, hingga
mengaburkan batas antara media dan audience. b. Openness (Keterbukaan)
Kebanyakan media sosial terbuka bagi umpan balik dan partisipasi melalui sarana-sarana voting, komentar, dan berbagi informasi. Jarang
sekali dijumpai batasan untuk mengaksesdan memanfaatkan isi pesan.
Perlindungan password terhadap isi cenderung dianggap aneh. c. Conversation (Perbincangan)
Media sosial terlihat yang ada saat ini dirasa lebih baik daripada
25
memungkinkan penggunanya dapat berbincang secara dua arah,
sehingga dianggap lebih baik dari media tradisional.
d. Community (Komunitas)
Media sosial memungkinkan terbentuknya komunitas-komunitas secara cepat (instan) dan berkomunikasi secara efektif tentang
beragam hal yang menarik, isu/kepentingan dan lain sebagainya.
e. Connectedness (Keterhubungan)
Mayoritas media sosial tumbuh subur lantaran kemampuan melayani keterhubungan antar pengguna melalui fasilitas tautan (links) ke website, sumber-sumber informasi dan pengguna-pengguna lain.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik
media sosial secara umum yaitu semua konten yang ada di dalam media
sosial tersebut dapat diakses secara online. Konten yang ada dalam media sosial dapat berupa pesan teks, pesan gambar, informasi, dan lain
sebagainya. Media sosial memiliki karakteristik yaitu partisipasi,
keterbukaan, perbincangan, komunitas dan keterhubungan.
5. Dampak Penggunaan Media Sosial bagi Anak
Situs-situs media sosial merupakan situs yang paling banyak diakses
oleh pengguna internet. Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (2014:31), 87,4% orang menggunakan internet untuk
mengakses media sosial. Media sosial yang diakses oleh anak tentunya
akan memberikan dampak baik itu dampak positif maupun dampak
26
Menurut Alciano Gani (2015:38-39), dampak positif yang ditimbulkan
oleh media sosial bagi anak adalah sebagai berikut.
a. Media sosial dapat dimanfaatkan untuk memperluas jaringan
pertemanan. Berkat situs media sosial, anak menjadi lebih mudah
berteman dengan orang lain.
b. Anak dan remaja akan termotivasi untuk belajar mengambangkan diri
melalui teman-teman yang dijumpai ketika anak mengakses media
sosial. Hal ini dapat terjadi karena anak melakukan interaksi dan
mendapat umpan balik dari teman-teman di media sosial.
c. Situs media sosial membuat anak dan remaja menjadi lebih bersahabat,
perhatian, dan empati. Bentuk perhatian dan empati ini misalnya
memberikan perhatian saat ada teman yang berulang tahun,
mengomentari foto, video, dan status teman, serta mampu menjaga
hubungan persahabatan melalui aktivitas chatting walaupun tidak
dapat bertemu secara fisik.
Selain dampak positif yang telah dijabarkan di atas, penggunaan
media sosial juga dapat memberikan dampak negatif. Penggunaan media
sosial yang tinggi, akan menyebabkan kecanduan bagi penggunanya. Xu
dan Tan (dalam Griffiths, 2013:1) menunjukkan bahwa penggunaan
media sosial menjadi bermasalah ketika media sosial dipandang oleh
individu sebagai sesuatu yang sangat penting bahkan eksklusif,
27
Xu dan Tan (dalam Griffith, 2013:1) juga berpendapat bahwa individu
yang sering terlibat dalam media sosial justru miskin dalam bersosialisasi
dalam kehidupan nyata. Bagi individu yang sudah kecanduan media
sosial, media sosial digunakan terus-menerus dan akhirnya menyebabkan
banyak masalah seperti mengabaikan hubungan kehidupan nyata. Masalah
yang dihasilkan ini kemudian dapat memperburuk keadaan.
Penggunaan media sosial yang tinggi juga dapat menyebabkan
kecanduan. Menurut Wahyudi Kumorotomo (2010:2), kecanduan media
sosial dapat menyebabkan timbulnya masalah psikis. Orang akan menjadi
sangat tergantung sehingga akan merasa hidupnya tidak lengkap jika
sehari saja tidak membuka akun media sosial. Hoskin (dalam Wahyudi
Kumorotomo, 2010:2) menyebutkan tujuh akibat jika seseorang sudah
kecanduan media sosial yaitu rasa malas bekerja, sifat rakus, iri, dengki,
takabur, pemarah, dan mengada-ada. Efek psikis lainnya adalah seseorang
menjadi malas mengerjakan hal-hal yang produktif, angkuh, dan narsis.
Intensitas penggunaan media sosial yang tinggi di kalangan anak akan
menyebabkan kecanduan. Menurut Kuss & Griffiths (2011:68), berbagai
macam fitur yang terdapat pada situs jejaring sosial dapat menjadi salah
satu penyebab kecanduan situs media sosial, terutama meningkatnya
waktu penggunaan situs jejaring/media sosial. Individu dapat dikatakan
menggunakan media sosial dalam intensitas yang tinggi bahkan
kecanduan jika memenuhi aspek yang dinyatakan oleh Griffiths
28 a. Salience (Mendominasi)
Kecanduan media sosial ini terjadi ketika aktivitas membuka media sosial menjadi kegiatan yang paling penting dalam hidup
seseorang dan mendominasi pikirannya, perasaan (keinginan), dan
perilaku.
b. Mood Modification (Perubahan Suasana Hati)
Pengguna media sosial mendapat kesenangan dari aktivitas online situs media sosial.
c. Tolerance (Daya Tahan)
Aktivitas online situs media sosial mengalami peningkatan secara progresif selama rentang periode untuk mendapatkan efek kepuasan.
d. Withdrawal Symptoms (Gejala Penarikan)
Muncul perasaan tidak menyenangkan pada saat seseorang tidak melakukan aktivitas online situs media sosial atau ketika seseorang itu menarik diri dari aktivitas di media sosial maka akan
menyebabkan kemurungan dan muncul sikap mudah marah/
agresifitas.
e. Conflict (Konflik)
29 f. Relapse (Pengulangan)
Ada kecenderungan perilaku seseorang untuk mengulangi pola yang sempat dilakukan pada awal mengenal situs media sosial
meskipun telah mencoba melakukan kontrol atas dirinya.
Berdasarkan uraian penjelasan mengenai dampak penggunaan media
sosial di atas dapat disimpulkan bahwa dampak dari penggunaan media
sosial dapat menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif
media sosial bagi anak yaitu media sosial dapat memudahkan anak dalam
mendapatkan teman, anak akan menjadi lebih perhatian dan memiliki
empati kepada teman-temannya.
Namun, penggunaan media sosial yang terlampau tinggi di kalangan
anak akan menyebabkan kecanduan. Anak akan menjadi sangat
tergantung pada media sosial sehingga akan merasa hidupnya tidak
lengkap jika sehari saja tidak membuka akun media sosial. Selain itu anak
juga akan mengalami permasalahan dalam bersosialisasi di kehidupan
nyata, misalnya permasalahan ketika berinteraksi dengan teman
sebayanya. Penggunaan media sosial yang tinggi juga dapat menyebabkan
anak suka menunda pekerjaan serta susah dalam memanajemen waktu.
6. Ragam dan Jenis Aplikasi Media Sosial
Menurut Tito Siswanto (2013:83) media sosial dibagi menjadi lima
30 a. Portal Sosial Media
Portal sosial media dimiliki oleh Facebook dan Google Plus dan sejenisnya. Pengguna dari sosial media lebih bervariasi, baik dari segi
usia, profesi, lokasi, tingkat pendidikan, maupun tingkat pergaulannya.
Sosial media ini menyuguhkan berbagai fitur menarik seperti
menandai foto, membagikan status, unggah video, berbagi tautan, dan
lain-lain.
b. Sosial Media Berbasis Lokasi
Sosial media yang memiliki karakteristik ini adalah foursquare. Sosial media ini memiliki anggota yang lebih terbatas jika
dibandingkan dengan portal sosial media. Pemilik akun menggunakan
jenis media sosial ini cenderung hanya untuk kesenangan dan
eksistensi.
c. Portal Forum Diskusi dan Milis
Sosial media yang memiliki karakteristik ini adalah Kaskus, Forum Otomotif, Yahoogroups, Googlegroups, dan sejenisnya. Pengguna sosial media ini biasanya lebih mempunyai karakteristik tertentu
seperti pecinta otomotif, programmer, atau tergantung tema dari forum tersebut.
d. Blog
31
kreatifitas dan kemampuan menulis. Blog banyak dimanfaatkan oleh para blogger untuk menulis hal apapun yang ingin diungkapkan seperti menulis cerpen, promosi produk, ajang curhat, dan sebagainya.
e. Microblog
Berbeda dengan blog, mikroblog dibatasi oleh keterbatasan teks/variasi konten. Microblog yang paling popular saat ini adalah Twitter. Pemilik akun ini biasanya memiliki akun sosial media portal seperti Facebook. Mikroblog dapat digunakan untuk berkomunikasi, pencitraan, bahkan dapat digunakan untuk berinteraksi dengan
penggemar bagi artis, tokoh, institusi, dan lain-lain.
Sementara itu, menurut Ega Dewa Putra (2014:5-7) media sosial yang
popular di kalangan masyarakat terdiri dari berbagai macam, diantaranya
yaitu sebagai berikut.
a. Facebook
Facebook adalah sebuah media sosial yang didirikan oleh Mark Zuckerberg pada tahun 2004. Facebook merupakan media sosial yang dapat digunakan untuk menjalin hubungan pertemanan, tempat
ngobrol, promosi produk, membentuk komunitas/grup, mengunggah
foto atau video, membuat status, permainan berjejaring, chatting, dan lain sebagainya.
b. Twitter
32
popular di kalangan masyarakat. Twitter merupakan tempat paling cepat dalam menyampaikan informasi dan peristiwa yang sedang
terjadi di muka bumi. Para pembaca dimudahkan dalam menemukan
sekian banyak informasi tanpa henti melalui trending topic yang ada pada Twitter.
c. Myspace
MySpace merupakan salah satu jejaring sosial yang populer bagi orang di dunia. Saat ini, kegiatan update status dapat dikatakan sebagai kegiatan baru yang biasa dilakukan banyak orang setiap hari.
MySpace merupakan salah satu media sosial yang menyediakan fitur untuk update status. Selain tempat untuk update status, MySpace juga digunakan untuk ajang promosi musik. Para musisi yang ingin terjun
ke dunia seni dapat menyalurkan dan mempromosikan bakat atau
karyanya di jejraing sosial MySpace. d. Path
Path adalah jejaring sosial dimana orang yang menggunakannya dapat update segala aktivitas mereka di media sosial ini. Banyak
orang yang memanfaatkan media sosial ini untuk mengetahui
aktivitas orang lain, berbagi foto, komentar, mengeshare lokasi dirinya, dan lain-lain. Jejaring sosial ini sangatlah unik karena hanya
memperbolehkan pangguna memiliki teman atau kerabat sebanyak
33 e. Instagram
Instagram adalah jejaring sosial yang digunakan untuk membagikan foto atau video kepada para follower kita di akun Instagram. Selain dapat berbagi foto, kita juga dapat memberikan komentar pada foto atau video yang dibagikan oleh teman.
f. Line
Line adalah aplikasi pengirim pesan instan gratis yang dapat digunakan pada tablet, smatphone, dan komputer. Line difungsikan dengan menggunakan jaringan internet sehingga pengguna Line dapat melakukan aktivitas seperti mengirim pesan teks, mengirim gambar,
video, pesan suara, dan lain-lain.
Selain media sosial yang disebutkan di atas, masih ada beberapa
media sosial lain yang tidak kalah populernya di kalangan masyarakat
saat ini. Media sosial itu adalah WhatsApp dan BBM. a. WhatsApp
34
para penggunanya dapat saling berdiskusi, berbagi teks, gambar,
video, dan sebagainya dalam suatu komunitas.
b. Blackberry Messenger (BBM)
Blackberry Messenger merupakan aplikasi pesan instan yang dikeluarkan oleh perusahaan Blackberry (RIM). Layanan aplikasi ini dapat berfungsi melalui koneksi internet dari gadget ataupun smartphone. Aplikasi ini dapat digunakan untuk berbagi informasi seperti teks, gambar, video, dan file lainnya. BBM juga dapat digunakan untuk mengupdate status dan foto profil atau yang biasa disebut display picture, sehingga orang lain yang ada dalam kontak BBM dapat mengenal dan mengetahui keadaan kita dengan baik. Ada begitu banyak media sosial yang pupuler, tetapi tidak semuanya
lazim digunakan oleh anak. Berdasarkan pengamatan yang sudah
dilakukan oleh peneliti, media sosial yang biasanya dipakai oleh
anak-anak khususnya anak-anak Sekolah Dasar antara lain BBM, WhatsApp, Line, Instagram, Facebook, dan Twitter.
C. Tinjauan Tentang Peer Acceptance
1. Pengertian Peer Acceptance (Penerimaan Teman Sebaya)
Chaplin (1999:14) berpendapat bahwa penerimaan merupakan
pengakuan ataupun penghargaan terhadap nilai-nilai individu yang
ditandai dengan sikap positif dan tidak menolak. Harry Stack Sullivan
(dalam Jalaluddin Rakhmat, 2004:101) menjelaskan jika individu
35
seseorang tersebut akan cenderung bersikap menghormati dan menerima
dirinya sehingga akan lebih mudah diterima dan menyesuaikan diri
dengan kelompok.
Menurut Brenk (1995: 651) penerimaan kelompok sebaya berkaitan
dengan penerimaan sosial yang merupakan kemampuan penerimaan
seorang anak sehingga anak dihormati oleh anggota kelompok yang
lainnya sebagai partner sosial yang berguna. Kemampuan ini meliputi
kemampuan anak untuk menerima orang lain. Menurut Hurlock
(1978:293), penerimaan sosial adalah dipilih sebagai teman untuk suatu
aktivitas dalam kelompok dimana seseorang menjadi anggota.
Sementara itu Santrock (2007:205) mendefinisikan sebaya sebagai
orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang kira-kira sama. Conny
R Semiawan (1998:162) menyatakan bahwa dalam kelompok teman
sebaya, anak akan menemukan orang yang memiliki kesamaan minat,
harapan, dan pola pikir. Anak akan mendapat kepuasan dan kesenangan
yang tidak bisa didapat dari orangtua atau orang dewasa.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penerimaan
teman sebaya merupakan dipilihnya seorang anak sebagai teman untuk
suatu aktifitas dalam kelompok dimana seseorang menjadi anggota.
Penerimaan biasanya ditandai dengan sifat-sifat positif yaitu pengakuan
atau penghargaan. Setiap anak yang diterima oleh kelompok sebaya
memiliki suatu kesamaan dengan kelompok tersebut. Kesamaan tersebut
36 2. Fungsi Teman Sebaya
Hubungan antar teman sebaya sangat penting bagi perkembangan
sosial anak-anak khususnya anak usia Sekolah Dasar. Tidak dapat
dipungkiri bahwa teman sebaya akan mempengaruhi pola perilaku anak.
Apabila anak memiliki teman sebaya yang mampu membawa anak ke
arah pergaulan positif, maka anak juga akan terangsang mengikuti teman
sebayanya untuk berperilaku positif. Sebaliknya, bila teman sebaya yang
dimiliki anak cenderung membawa anak ke arah pergaulan yang negatif,
maka anak juga kemungkinan besar akan berperilaku negatif seperti
teman sebayanya.
Ormrod (2009:109-111) mengemukakan bahwa teman sebaya
memegang peran penting dalam perkembangan pribadi dan sosial anak.
Teman sebaya akan berperan sebagai agen sosialisasi yang membantu
anak membentuk perilaku dan keyakinan, serta akan menawarkan
gagasan dan perspektif-perspektif baru. Pada masa anak-anak, teman
sebaya juga dianggap sebagai sumber hiburan, tetapi seiring
pertambahan usia, anak-anak akan mendapati teman sebaya sebagai
sumber rasa nyaman, dan aman.
Mc. Devitt dan Ormrod (2013: 608-609) mengemukakan beberapa
fungsi dari hubungan teman sebaya sebagai berikut.
a. Teman sebaya memberikan dukungan emosional. Kehadiran teman
yang akrab akan membantu anak santai dalam lingkungan barunya
37
b. Teman sebaya berfungsi sebagai mitra untuk berlatih keterampilan
sosial.
c. Teman sebaya bersosialisasi satu sama lain.
d. Teman sebaya memberikan kontribusi untuk merasakan identitas,
berkumpul dengan teman sebaya akan membantu anak memutuskan
siapa mereka dan ingin menjadi apa mereka nanti.
e. Teman sebaya saling membantu satu sama lain untuk
mempertimbangkan kehidupan mereka. Selama percakapan
sehari-hari, anak-anak berbagi ide yang membantu satu sama lain dalam
menafsirkan peristiwa yang membingungkan dan meresahkan.
f. Teman sebaya mencapai cara yang umum dalam memandang dunia.
Sebagai hasil dari interaksi mereka dari waktu ke waktu, anak-anak
datang untuk berbagi pandangan tentang dunia.
Desmita (2009:227) berpendapat bahwa salah satu karakteristik dari
pola hubungan anak dengan teman sebaya adalah munculnya keinginan
untuk menjalin hubungan pertemanan atau biasa disebut persahabatan.
Santrock (dalam Desmita, 2009:228), menyebutkan enam fungsi penting
dari persahabatan, yaitu:
a. Sebagai kawan (companionship), persahabatan memberikan anak seorang teman yang akrab. Teman yang bersedia meluangkan waktu
untuk melakukan kegiatan-kegiatan bersama.
38
c. Sebagai dukungan fisik (physical support), persahabatan memberikan waktu, kemampuan-kemampuan, dan pertolongan.
d. Sebagai dukungan (ego support), persahabatan menyediakan harapan
dan dukungan. Dorongan yang dapat membantu anak
mempertahankan kesan atas dirinya sebagai individu yang mampu,
menarik, dan berharga.
e. Sebagai perbandingan sosial (social comparison), persahabatan menyediakan informasi tentang cara berhubungan dengan orang lain.
f. Sebagai pemberi keakraban dan perhatian (intimacy/affection), persahabatan memberi anak-anak suatu hubungan yang hangat, erat,
saling mempercayai dengan anak lain yang berkaitan dengan
pengungkapan diri sendiri.
Berdasarkan hal yang sudah dijabarkan di atas dapat diketahui bahwa
teman sebaya memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan
anak. Tidak hanya menjadi teman sepermainan, tetapi juga mengajarkan
bagaimana berhubungan dan menyesuaikan diri dengan orang lain serta
memperluas cakrawala pengalaman, sehingga anak bisa tumbuh menjadi
pribadi yang lebih kompleks.
3. Kategori Penerimaan Teman Sebaya (Peer Acceptance)
Hurlock (1978:294) merumuskan kategori penerimaan sosial dalam
39 a. Star
Star dianggap sebagai sahabat karib oleh semua anggota kelompok. Walaupun begitu, “star” tidak banyak membalas uluran
persahabatan ini. Setiap orang mengagumi “star” karena adanya beberapa sifat yang menonjol. Hanya sedikit sekali yang termasuk
dalam kategori ini.
b. Accepted
Anak yang “accepted” disukai oleh sebagian besar anggota kelompok. Statusnya kurang terjamin dibandingkan dengan status “star” dan dia dapat kehilangan status tersebut bila dia terus-menerus
melakukan atau mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan
anggota kelompok.
c. Climber
“Climber” diterima dalam suatu kelompok, tetapi ingin memperoleh penerimaan dalam kelompok yang secara sosial lebih
disukai. Posisinya genting karena dia mudah kehilangan penerimaan
yang telah diperolehnya dalam kelompok semula dan mudah
mengalami kegagalan untuk memperoleh penerimaan dalam
kelompok yang baru bila dia melakukan atau mengatakan sesuatu
yang bertentangan dengan anggota kelompok tersebut.
d. Fringer
40
kehilangan penerimaan yang diperoleh melalui tindakan atau ucapan
tentang sesuatu yang dapat menyebabkan kelompok berbalik
menentang dia.
e. Neglectee
“Neglectee” adalah orang yang tidak disukai tetapi juga tidak dibenci. Dia diabaikan karena dia pemalu, pendiam, dan tidak
termasuk dalam kategori tertentu. Dia hampir tidak dapat
memberikan apa-apa, sehingga anggota kelompok mengabaikannya.
f. Isolate
“Isolate” tidak mempunyai sahabat di antara teman sebayanya. Ada dua jenis “isolate” yaitu voluntary isolate dan ivoluntary isolate. “Voluntary isolate” merupakan anak yang menarik diri dari
kelompok karena kurang memiliki minat untuk menjadi anggota atau
untuk mengikuti aktivitas kelompok. “Ivoluntary isolate” merupakan anak yang ditolak oleh kelompok meskipun dia ingin menjadi
anggota kelompok tersebut.
Sementara itu, Rubin dkk.(2005:485) menggolongkan anak ke dalam
lima kategori berikut.
1. Popular merupakan anak yang banyak disukai dan sedikit dibenci. 2. Controversial merupakan anak yang banyak disukai dan banyak tidak
disukai.
41
4. Neglected merupakan anak yang sedikit disukai dan sedikit tidak disukai.
5. Average merupakan golongan anak yang banyak disukai seperti popular, hanya saja anak yang menyukainya tidak sebanyak anak
yang menyukai anak popular.
Dari uraian penjelasan mengenai kategori penerimaan sosial di atas,
maka dapat diketahui bahwa di dalam kelompok teman sebaya, anak
dibagi ke dalam kategori penerimaan sosial. Kategori yang disampaikan
dua ahli di atas sedikit berbeda, tetapi keseluruhan intinya hampir sama
yakni di dalam ketegori penerimaan teman sebaya terdapat anak yang
paling diterima oleh kelompok yang disebut star/popular, tetapi juga terdapat anak yang tidak disukai atau ditolak oleh kelompok teman
sebaya.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peer Acceptance (Penerimaan Kelompok Teman Sebaya)
Menurut Andi Mappiare (1982:170-171) hal-hal pribadi yang
membuat individu diterima kelompok teman sebaya adalah sebagai
berikut.
a. Penampilan dan perbuatan yang meliputi tampang baik atau paling
tidak, rapi serta aktif dalam urusan kelompok.
b. Kemampuan pikir antara lain mempunyai inisiatif, banyak
memikirkan kepentingan kelompok dan mengemukakan buah
42
c. Sikap, sifat dan perasaan antara lain bersikap sopan, memperhatikan
orang lain, penyabar atau dapat menahan marah jika berada dalam
keadaan yang tidak menyenangkan dirinya, suka menyumbang
pengetahuan pada orang lain terutama anggota kelompok yang
bersangkutan.
d. Pribadi yang jujur dan dapat dipercaya, bertanggung jawab dan suka
menjalankan pekerjaannya, mentaati peraturan-peraturan kelompok,
mampu menyesuaikan diri dalam berbagai situasi dan pergaulan
sosial.
e. Aspek lain meliputi pemurah, suka bekerja sama dan membantu
anggota kelompok.
Sementara itu, Hurlock (1989:95) menjelaskan bahwa terdapat
beberapa kondisi yang menunjukkan bahwa seorang remaja diterima
oleh kelompok sebayanya. Kondisi tersebut akan dijelaskan sebagai
berikut.
a. Mudah mendapatkan teman dan terbuka, serta mampu berbagi
pengalaman dengan sesama teman.
b. Memiliki rasa empati yaitu mampu ikut merasakan penderitaan orang
lain.
c. Memiliki partisipasi sosial yang aktif, aktif dalam kegiatan baik di