BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata
Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Menurut Carl I. Hovland dalam Efendy (1994), ilmu
komunikasi adalah Upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas
penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. Komunikasi adalah
proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang
menimbulkan efek tertentu.
Tommy Suprapto (2009: 7) mengemukakan definisi komunikasi dengan melakukan
penggolongan pengertian secara etimologis, terminololgis, dan paradigmatis.
1. Secara etimologis, komunikasi dipelajari menurut asal-usul kata, yaitu berasal
dari bahasa Latin ‘communicatio’ dan perkataan ini bersumber pada kata
‘comminis’ yang berarti sama makna mengenai sesuatu hal yang
dikomunikasikan.
2. Secara terminologis, komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan
oleh seorang kepada orang lain.
3. Secara paradigmatis, komunikasi berarti pola yang meliputi sejumlah komponen
berkorelasi satu sama lain secara fungsional untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Komunikasi menurut William C. Himstreet dan Wayne Murlin Baty (dalam Djoko
Purwanto, 2003: 3), adalah suatu proses pertukaran informasi antarindividu melalui suatu
ataupun tindakan. Sedangkan menurut Winnet (dalam Tommy Suprapto, 2009: 6),
komunikasi adalah proses pengalihan suatu maksud dari sumber tertentu kepada
penerima, dan proses tersebut merupakan suatu seri aktivitas, rangkaian atau tahap-tahap
yang memudahkan peralihan dari maksud tersebut.
Ilmu komunikasi menurut Carl I. Hovland (dalam Onong Uchjana, 2006: 10),
adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian
informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. Semua orang melakukan komunikasi
termasuk
Joseph A Devito mengemukakan komunikasi sebagai transaksi. Transaksi yang
dimaksudkannya bahwa komunikasi merupakan suatu proses dimana
komponen-komponennya saling terkait dan bahwa para komunikatornya beraksi dan bereaksi
sebagai suatu kesatuan dan keseluruhan. Dalam setiap proses transaksi, setiap elemen
berkaitan secara integral dengan elemen lain (Suprapto, 2006 : 5).
2.2Pola Komunikasi
Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih
dalam proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud
dapat dipahami” (Djamarah, 2004:1).
Sudjana (1989) menyatakan terdapat tiga pola komunikasi yang dapat digunakan
untuk mengembangkan interaksi.
1. Komunikasi sebagai aksi atau komunikasi satu arah. Dalam komunikasi ini SPPQT
berperan sebagai pemberi aksi dan petani sebagai penerima aksi. SPPQT aktif petani
2. Komunikasi sebagai interaksi atau komunikasi dua arah. Komunikasi jenis ini SPPQT
dan petani dapat berperan sama, yakni pemberi aksi dan penerima aksi. Keduanya
dapat saling memberi dan saling menerima.
3. Komunikasi sebagai tranaksi atau komunikasi banyak arah. Dalam komunikasi ini
tidak hanya melibatkan interaksi dinamis antara SPPQT dengan petani yang satu
dengan petani yang lainnya. Pola komunikasi ini mengarah kepada proses
pengembangkan kegiatan petani yang optimal, sehingga menumbuhkan petani yang
mendari.
SPPQT
Petani petani petani
petani SPPQT
Menurut Devito ada beberapa keuntungan yang kita dapat dari mempelajari suatu pola
komonikasi yaitu :
1. Dapat atau memiliki fungsi menggorganisasikan, yang berarti dapat
mengurutkan dan menggabungkan suatu system lainnya sehingga memberikan
gambaran yang menyeluruh.
2. membantu menjelaskan sesuatu informasi secara sederhana yang artinya tanpa
pola informasi tersebut menjadi sangat rumit
3. Dapat memperkirakan hasil atau jalannya suatu kejadian yang artinya sebagai
dasar bagi pernyataan terhadap berbagai alternative dan membantu membuat
hipotesis suatu penelitian.
petani petani petani
2.3 Pemberdayaan
Kartasasmita (1996,18) menegaskan bahwa memberdayakan masyarakat adalah
upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat kita yang dalam
kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkat kemiskinan dan
keterbelakangan. Pemberdayaan masyarakat, dalam arti yang luas dapat diartikan
sebagai suatu proses yang membangun manusia atau masyarakat melalui pengembangan
kemampuan masyarakat, perubahan perilaku masyarakat, serta pengorganisasian
masyarakat.
Dewasa ini, konsep pemberdayaan masyarakat sangat identik dengan partisipasi
atau keterlibatan masyarakat itu sendiri. Sehingga kemungkinan masyarakat akan
menjadi memiliki daya kemampuan yang meningkat bisa terjadi apabila indikator
keterlibatan masyarakat dapat terpenuhi. Sebagai sebuah strategi, pemberdayaan saat ini
semakin berkembang dalam berbagai lieratur barat.Bahkan , sejumlah kalangan
mengatakan bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu strategi penting dan
utama dalam paradigma pembangunan di era modern saat ini.
Chambers dalam Kartasasmita (1996) mengemukakan bahwa sifat dari
pemberdayaan adalah people centered, participatory, empowering and sustainable. Sehingga konsep ini lebih luas daripada sekedar pemenuhan akan kebutuhan dasar
masyarakat. Chambers menambahkan bahwa konsep pemberdayaan dapat menghentikan
proses pemiskinan berkelanjutan.
Yang dimaksud sebagai people centered, adalah bagaimana pemberdayaan tersebut berpusat pada keterlibatan masyarakat sebagai subyek maupun obyek
satu sama lain saling bertikar ide dan pengetahuan yang dapat meningkatkan posisi tawar
kelompok masyarakat di dalam hal ini petani. Adapun, participatory merupakan indikasi adanya keterlibatan aktif masyarakat di dalam sebuah gerakan pemberdayaan, secara
sederhana pemberdayaan dalam konteks ini dimaknai sebagai dari, oleh dan untuk
masyarakat.
Empowering and sustainable memiliki makna bahwa penguatan pemberdayaan masyarakat dilakukan secara berkelanjutan. Hal ini menjadi penting karena di dalam
interaksi sesama anggota masyarakat tentu saja akan ditemukan banyak hambatan
komunikasi maupun sosial. Penguatan ini kemudian menjadi peran dari para kader, dalam
konteks penelitian ini adalah para kader jamaah produksi.
Dalam penelitian ini, keempat indikator pemberdayaan tersebut akan digunakan
penulis sebagai salah satu alat untuk melakukan kajian mengenai hasil temuan penelitian
saat penulis di lapangan nantinya.
2.3 Konsep Pertanian Berkelanjutan
Mosher (1968 ) mengartikan bahwa pertanian adalah sejenis proses produksi khas
yang didasarkan atas proses pertumbuhan tanaman dan hewan. Kegiatan-kegiatan
produksi didalam setiap usaha merupakan suatu bagian usaha, dimana biaya dan
penerimaan adalah penting.
Pertanian berkelanjutan adalah pertanian yang berlanjut untuk saat ini, saat yang
akan datang, dan selamanya.Artinya pertanian tetap ada dan bermanfaat bagi semuanya
dan tidak menimbulkan masalah bagi semuanya.Jadi dengan kata lain pertanian yang bisa
cucu. Menurut Gips (1986) pertanian dapat dikatakan berkelanjutan jika memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
1. Mempertahankan fungsi ekologis, artinya tidak merusak lingkungan pertanian itu
sendiri.
2. Berlanjut secara ekonomis artinya mampu memberikan nilai yang layak bagi
pelaksana pertanian itu dan tidak ada pihak yang dieksploitasi. Masing-masing
pihak mendapatkan hak sesuai dengan partisipasinya
3. Adil berarti setiap pelaku pelaksanaan pertanian mendapatkan hak-haknya tanpa
dibatasi dan dibelenggu dan tidak melanggar hal yang lain
4. Manusiawi artinya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dimana harkat dan
martabat manusia dijunjung tinggi termasuk budaya yang telah ada
5. Luwes yang berarti mampu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi saat ini,
dengan demikian pertanian berkelanjutan tidak statis tapi dinamis bisa
mengakomodir keinginan konsumen maupun produsen.
2.4 Desa Berdikari
Konsep Desa Berdikari secara umum dapat diartikan sebagai sebuah keinginan
bersama untuk mengembalikan fungsi desa sebagai sebuah pelembagaan masyarakat
sipil.Kolaborasi Pemerintah desa dan masyarakat desa mampu menciptakan sebuah
program kerja untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang dialami oleh
desa.Secara harafiah kata berdikari sendiri merupakan sebuah singkatan dari kalimat
berdiri dengan kaki sendiri yang diperkenalkan oleh Presiden Pertama RI Soekarno.
Berdikari kemudian menjadi sebuah kata yang mengandung arti mandiri tanpa bantuan
Dalam konteks pembangunan desa, berdikari menjadi sebuah cita-cita luhur guna
mewujudkan berdayanya masyarakat dan aparatur desa dalam mengelola kekayaan dan
aset desa itu sendiri. Secara umum, Desa Berdikari menjadi sebuah tanda adanya
komitmen desa untuk membangun kemandirian, baik di bidang pangan, energi, budaya,
dan politik.
Desa berdikari merupakan sebuah konsep lama yang kembali diusung oleh pendiri
SPPQT, Bachrudin dengan berpegang pada konsep politik kemandirian dalam segala
hal.Adapun dalam konteks perdesaan, kemandirian dimaknai sebagai sebuah gerakan
social petani yang tidak bergantung pada pihak manapun terkait dengan kehidupan serta
penghidupan mereka sebagai petani.
Sejumlah indikator yang dimunculkan sebagai sebuah tujuan dari desa berdikari ,
meliputi bidang ekonomi, politik, budaya dan transparansi serta adanya kaderisasi.
Kemandirian di bidang ekonomi, berarti bahwa keterlibatan secara menyeluruh
dari setiap keluarga yang ada di sebuah wilayah binaan jamaah produksi. Keterlibatan
tidak memandang status ekonomi dan bersifat gotong royong. Adapaun salah satu tujuan
keterlibatan tersebut adalah meniadakan keluarga miskin secara bertahap yang artinya
setiap keluarga akan diarahkan untuk bisa berproduksi secara mandiri sehingga dapat
menyerap dan melaitih tenaga kerja di wilayah tersebut.
Berdaulat di bidang politik, yang artinya bahwa terjadi permusyawaratan yang
sudah merupakan bagian dari tradisi di wilayah binaan jamaah produksi.Pembahasan
mengenai gerakan kemandirian petani diharapkan masuk di dalam bagian
permusyawaratan di tingkat rukun tetangga (RT). Masyarakat desa diajarkan mengenai
melakukan intervensi yang kemudian bisa menaikkan posisi tawar kelompok petani di
wilayah binaan.
Berkepribadian dalam budaya yang berarti bahwa masyarakat di wilayah binaan
harus sadar bahwa perubahan menjadi sebuah hal yang tidak bisa ditolak. Perubahan
harus diikuti dan petani dalam konteks gerakan harus ambil bagian di dalam gerakan
tersebut. Kebudayaan yang sudah ada seharusnya mampu terbuka dengan kebudayan
baru yang lebih kritis dan progresif ( berproses dan berkembang dengan cepat ). Dari hal
ini, kemudian diharapkan masyarakat binaan dapat bersikap kritis terhadap segala
penyimpangan yang dirasa merugikan para petani kelas bawah.
Membuka pintu untuk pemuda menjadi salah satu tanda bahwa desa bersifat
terbuka terhadap regenerasi. Masyarakat desa hingga saat ini kebanyakan masih bersifat
feudal yang artinya belum begitu percaya terhadap kemampuan generasi muda.Padahal di
tangan pemuda, perubahan dapat diwujudkan seperti misalnya transfer ilmu pengetahuan
dan kemajuan teknologi.
2.5 Kerangka Pikir Penelitian.
Dalam konteks komunikasi antara kader jamaah produksi dengan petani,
SPPQT mengedepankan prinsip diskusi. Dalam prosesnya para petani kemudian
diberi pemahaman bagaimana konsep pertanian modern diperkenalkan dan
dijalankan sehingga tercipta para petani yang mandiri dalam hal produksi hingga
distribusi.
Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayibah
Kader Jamaah Produksi
Jamaah produksi
Imteraksi
( komunikasi )
Pola Komunikasi