………..
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A Kemampuan Koneksi Matematis ……….
B Kemampuan Representasi Matematis………...
C Mind Map………..
15
20
D
E Instrumen Penelitian dan Pengembangannya…………... F Teknik Pengolahan Data … ………
BAB IV HASIL PENELITIAN DAB PEMBAHASAN
A Hasil Penelitian………... B Pembahasan Hasil penelitian……….
56
75
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika sebagai ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan
mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi
dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika dibidang teori bilangan,
aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan
mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika sejak dini.
Dalam KTSP tujuan pembelajaran matematika adalah: 1) Memahami
konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan
konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, tepat dalam pemecahan
masalah, 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti dan menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematik, 3) Memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancanag model matematika dan menafsirkan
solusi yang diperoleh, 4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, 5) Memiliki
sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa
ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet
dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Sejalan dengan hal ini National Council of Teachers of Mathematics
perlu dimiliki siswa melalui pembelajaran matematika yang tercakup dalam
proses standar proses yaitu, (1) pemecahan masalah (problem solving) (2)
Penalaran dan pembuktian (reasoning and proof); (3) komunikasi
(communication); (4) koneksi (connection) dan (5) Representasi (representation).
Keterampilan–keterampilan tersebut termasuk pada berfikir matematika tingkat
tinggi (high-order mathematical thinking) yang harus dikembangkan dalam proses
pembelajaran matematika.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar matematika yang tercantum
dalam KTSP disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan
kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan
bekerja sama. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan
menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan
ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram dan media lain.
Kemampuan koneksi dan representasi matematis diperlukan sejak dini
melalui pembelajaran di kelas untuk mampu memecahkan masalah dan
mengaplikasikan konsep matematika sebagai bekal hidup siswa untuk masa
sekarang dan masa yang akan datang. Menurut Sumarmo (Tim JICA, 2010) dalam
berfikir dan belajar matematika siswa dituntut memahami koneksi antara ide-ide
matematik, antara matematika dan bidang studi lainnya. Jika siswa sudah mampu
melakukan koneksi antara beberapa ide matematis, maka siswa akan memahami
setiap materi matematika dengan lebih dalam dan baik. Siswa akan menyadari
bahwa matematika merupakan disiplin ilmu yang saling berhubungan dan
Artinya materi matematika berhubungan dengan materi yang dipelajari
sebelumnya. Akibatnya, kemampuan koneksi ini sangat diperlukan siswa sejak
dini karena melalui koneksi matematika ini maka pandangan dan pengetahuan
siswa akan semakin luas terhadap matematika dan semua yang terjadi di
kehidupan sehari-hari maupun materi yang dipelajari adalah hal yang saling
berhubungan.
Konsekuensi logis kemampuan koneksi matematis ini perlu ditingkatkan
karena topik-topik dalam matematika banyak memiliki relevansi dan manfaat
dengan bidang lain, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Selain itu melalui
koneksi konsep pemikiran dan wawasan siswa akan semakin terbuka dan luas
terhadap matematika dan pengetahuan lain. Karena siswa akan memandang
matematika sebagai suatu bagian yang terintegrasi bukan sebagai sekumpulan
topik yang terpisah-pisah, serta mengakui adanya keterkaitan atau hubungan dan
aplikasi di dalam kehidupan atau lingkungan sekitar siswa. Akibatnya,
kemampuan koneksi matematis sangat penting untuk dimiliki siswa agar siswa
mampu membuat suatu hubungan yang bermakna antar konsep matematika atau
antara konsep dengan bidang lain ataupun dengan kehidupan serta dengan
lingkungan sekitarnya. Selanjutnya jika kemampuan koneksi matematis ini
dimiliki siswa maka semakin mudah siswa memahami konsep matematika dan
aspek berfikir matematis tingkat tinggi yang lain.
Berdasarkan beberapa hasil studi, diantaranya (Henni, 2008) diungkapkan
bahwa pembelajaran matematika yang terjadi pada umumnya masih terfokus pada
Secara umum pembelajaran matematika yang terjadi masih terdiri atas rangkaian
kegiatan seperti, awal pembelajaran dimulai dengan penjelasan materi oleh guru,
kemudian diberikan beberapa contoh soal, selanjutnya dilakukan demonstrasi
penyelesaian contoh soal tersebut, dan akhir pembelajaran guru meminta siswa
untuk menyelesaikan latihan soal. Dengan proses pembelajaran seperti ini, siswa
cenderung menjadi pasif. Pengetahuan yang dimiliki siswa pun hanya terbatas
pada apa yang ditransfer guru saja. Oleh karena itu kemampuan berfikir tingkat
tinggi yang seharusnya berkembang dalam diri siswa, menjadi tidak berkembang
secara optimal.
Kondisi pembelajaran seperti ini menyebabkan siswa hanya mampu
menyelesaikan permasalahan yang sesuai dengan contoh yang pernah diberikan
oleh guru. Ketika siswa diberikan permasalahan yang setara tetapi sedikit berbeda
dengan contoh yang telah diberikan guru, siswa tidak mampu menyelesaikan
permasalahan tersebut. Siswa tidak mampu mengaplikasikan konsep matematika
yang dimiliki untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Hal ini terjadi
karena pengetahuan yang dimiliki siswa adalah hasil transfer dari guru bukan hasil
konstruksinya sendiri. Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang menyatakan
bahwa tingkat keberhasilan siswa dalam menyelesaikan masalah menurun drastis
manakala seting (konteks) permasalahan diganti dengan hal yang tidak dikenal
siswa, walaupun permasalahan matematiknya tetap sama.
Agar siswa mampu mengaplikasikan suatu konsep matematika dalam
menyelesaikan masalah, siswa dituntut menguasai beberapa aspek yang terdapat
kemampuan yang menjadi kompetensi dasar dalam pembelajaran matematika
diantaranya yaitu kemampuan penalaran pembuktian, pemecahan masalah,
komunikasi, koneksi dan representasi matematis.
NCTM (2003) menyatakan bahwa koneksi matematik (mathematical
connection) membantu siswa untuk mengembangkan perspektifnya, memandang
matematika sebagai suatu bagian yang terintegrasi daripada sebagai sekelompok
topik, serta mengakui adanya relevansi dan aplikasi baik di dalam maupun diluar
kelas. Akibatnya, kemampuan koneksi matematis sangat penting untuk dimiliki
siswa agar siswa mampu membuat suatu hubungan yang bermakna antara konsep
matematika atau antara konsep matematika dengan bidang lain ataupun kehidupan
siswa sehari-hari.
Selain kemampuan koneksi matematis, kemampuan representasi juga
merupakan salah satu komponen penting dan fundamental untuk mengembangkan
kemampuan berfikir siswa, karena pada proses pembelajaran matematika perlu
mengaitkan materi yang sedang dipelajari serta mempresentasikan ide/gagasan
dalam berbagai cara. Terdapat berapa alasan perlunya representasi, yaitu:
memberi kelancaran siswa dalam mebangun suatu konsep dan berpikir matematis
serta untuk memiliki kemampuan dan pemahaman konsep yang kuat dan fleksibel.
Representasi membantu para siswa untuk mengatur pikirannya. Penggunaan
representasi oleh siswa dapat menjadikan gagasan-gagasan matematika lebih
konkrit dan membantu siswa untuk memecahkan suatu masalah yang dianggap
rumit dan kompleks menjadi lebih sederhana jika strategi dan pemanfaatan
Dalam NCTM (2003) dinyatakan bahwa indikator kemampuan representasi
matematika untuk tingkat satu sampai tujuh adalah:
1. Menggunakan representasi untuk menggambarkan dan menginterpretasikan
fisik, sosial dan fenomena matematis.
2. Membuat dan menggunakan representasi untuk mengatur, merekam dan
mengkomunikasikan ide-ide matematis.
3. Memilih, menerapkan dan menerjemahkan di antara representasi matematis
dalam pemecahan masalah.
Kemampuan koneksi dan representasi matematis memiliki keterkaitan yang
sangat erat, dimana dengan kemampuan koneksi yang baik, akan sangat
membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan representasi matematiknya,
demikian pula sebaliknya. Sebagaimana dinyatakan Sumarno (2006) bahwa
meskipun penting untuk memiliki banyak representasi dari suatu konsep,
keberadaan (eksistensi) representasi ini tidak cukup untuk dapat menyelesaikan
masalah. Setiap orang tidak akan mendapat dukungan yang diperlukan dalam
menyelesaikan suatu masalah, kecuali jika berbagai representasi itu terhubung
(terkait) dengan benar dan kuat.
Diperlukan kemungkinan untuk memindahkan satu bentuk representasi ke
bentuk representasi lain setiap saat, apabila representasi akhir ini lebih efisien
untuk proses berikutnya. Proses pemindahan representasi berkaitan erat dengan
apa yang akan direpresentasikan. Dalam konteks ini, berarti bergerak dari suatu
representasi ke suatu konsep matematika ke rerepresentasi yagn lain, atau
Kenyataan di lapangan berdasarkan beberapa penelitian, diketahui bahwa
kemampuan representasi dan koneksi matematik siswa rendah. Kusumah (2003)
menyatakan tingkat kemampuan koneksi siswa kelas III SLTP dalam melakukan
koneksi dan representasi masih rendah. Selanjutnya dalam studi pendahuluan
yang dilakukan Hudiono (2005) menyimpulkan bahwa guru (pengajar)
memberikan representasi seperti tabel dan gambar kepada siswa hanya sebagai
penyerta atau pelengkap dalam penyampaian materi. Guru jarang memperhatikan
representasi yang dikembangkan oleh siswa sendiri.
Dalam proses pembelajaran yang terjadi, guru mengajarkan representasi
terbatas secara konvensional. Siswa jarang diberikan kesempatan untuk
menghadirkan representasinya sendiri yang dapat meningkatkan perkembangan
daya representasi siswa dalam belajar matematika. Siswa mengerjakan soal
matematika yang berkaitan dengan kemampuan representasi, hanya sebagian kecil
siswa dapat menjawab benar, dan sebagian besar lainnya lemah dalam
memanfaatkan kemampuan representasi yang dimilikinya khususnya representasi
visual.
Berpedoman pada arti penting untuk dimilikinya kemampuan koneksi dan
representasi matematis oleh siswa serta kenyataan yang terjadi di lapangan,
member gambaran betapa permasalahan tentang kemampuan koneksi dan
representasi matematis siswa ini menjadi sebuah permasalahan serius yang harus
disikapi. Sehingga tujuan dimilikinya kemampuan koneksi dan representasi
matematis siswa dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di kelas dapat
Untuk meningkatkan kemampuan koneksi dan representasi matematis
siswa, tentu dibutuhkan suatu teknik pembelajaran yang tepat. Ada begitu banyak
pendekatan, model dan teknik pembelajaran yang ditawarkan para ahli, salah
satunya adalah model pembelajaran berbasis Mind Map. Belajar berbasis pada
peta pikiran (Mind Map) merupakan cara belajar yang menggunakan konsep
pembelajaran komprehensif Total-Mind Learning (TML). Pada konteks TML,
pembelajaran mendapatkan arti yang lebih luas. Bahwasanya, di setiap saat dan di
setiap tempat semua makhluk hidup di muka bumi belajar, karena belajar
merupakan proses alamiah. Semua makhluk belajar menyikapi berbagai stimulus
dari lingkungan sekitar untuk mempertahankan hidup.
Mind Map dikembangkan oleh Tony Buzan pada tahun 1970-an
berdasarkan pada riset tentang bagaimana otak memproses informasi. Otak
mengambil informasi dari berbagai tanda, baik gambar, bunyi, aroma, pikiran
maupun perasaan. Kenyataan yang harus disadari, bahwa dunia pembelajaran bagi
anak saat ini dibanjiri dengan informasi yang up to date setiap saat.
Ketidakmampuan memproses informasi secara optimal di tengah arus informasi
menyebabkan banyak individu yang mengalami hambatan dalam belajar ataupun
bekerja. Menurut Yovan (2008), hambatan pemrosesan informasi terletak pada
dua hal utama, yaitu proses pencatatan dan proses penyajian kembali. Keduanya
merupakan proses yang saling berhubungan satu sama lain.
Dalam hal pencatatan, seringkali individu tanpa disadari membuat catatan
yang tidak efektif. Sebagian besar melakukan pencatatan secara linear, bahkan
informasi yang tersaji pada buku atau penjelasan lisan. Hal ini mengakibatkan
hubungan antar ide dan informasi menjadi sangat terbatas dan sangat spesifik,
sehingga berakibat pada minimnya kreativitas yang dapat dikembangkan. Selain
itu, bentuk pencatatan seperti ini juga memunculkan kesulitan untuk mengingat
dan menggunakan seluruh informasi tersebut dalam belajar atau bekerja.
Sedangkan dalam hal penyajian kembali informasi, kemampuan yang paling
dibutuhkan adalah memanggil ulang (recalling) informasi yang telah dipelajari.
Pemaggilan ulang merupakan kemampuan menyajikan secara tertulis atau lisan
berbagai informasi dan hubungannya, dalam format yang sangat personal. Hal ini
merupakan salah satu indikator pemahaman individu atas informasi yang
diberikan. Dengan demikian, proses pemanggilan ulang sangat erat hubungannya
dengan proses mengingat atau remembering.
Salah satu hal yang berperan dalam megingat adalah asosiasi yang kuat
antar informasi dengan interpretasinya. Kondisi ini, hanya bisa terjadi ketika
informasi tersebut memiliki representasi mental dalam pikiran. Jika seseorang
ingin mengingat “rumah”, maka sebelumnya ia perlu merepresentasikan rumah
dalam pikirannya, mungkin berupa gambar/skets, harga, lingkungan dan bentuk.
Hubungan tersebut perlu dipahami secara personal, sehingga tercipta representasi
mental yang lebih mudah diingat.
Bentuk pencatatan yang dapat mengakomodir berbagai maksud di atas
adalah dengan peta pikiran (Mind Map). Dengan peta pikiran, individu dapat
mengantisipasi derasnya laju informasi dengan memiliki kemampuan mencatat
out). Hal ini tidak hanya dapat membantu dalam mempelajari informasi yang
diberikan, tapi juga dapat merefleksikan pemahaman personal yang mendalam
atas informasi tersebut. Selain itu Mind Map juga memungkinkan terjadinya
asosiasi yang lebih lengkap pada informasi yang ingin dipelajari, baik asosiasi
antar sesama informasi yang ingin dipelajari ataupun dengan informasi yang telah
tersimpan sebelumnya dalam ingatan.
Berdasarkan permasalahan dan fakta di atas, penulis mengajukan sebuah
studi yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Representasi
Matematis Siswa SMA melalui Pembelajaran Berbasis Mind Map”.
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, peneliti
merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran berbasis Mind Map lebih baik daripada siswa
yang memperoleh pembelajaran konvensional?
2. Apakah peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran berbasis Mind Map lebih baik daripada siswa
yang mendapat pembelajaran konvensional?
3. Bagaimanakah sikap siswa terhadap pembelajaran berbasis Mind Map?
B. Tujuan Penelitian
1. Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapat
pembelajaran berbasis Mind Map dan siswa yang mendapat pembelajaran
konvensional.
2. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang mendapat
pembelajaran berbasis Mind Map dan siswa yang mendapat pembelajaran
konvensional.
3. Sikap siswa terhadap pembelajaran berbasis Mind Map.
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang diperoleh secara praktis diharapkan dapat bermanfaat
bagi sekolah (guru dan siswa), dan secara teoritis dapat bermanfaat bagi
pengembangan keilmuan. Adapun rincian manfaat yagn diharapkan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi guru, pembelajaran berbasis Mind Map dapat menjadi model
pembelajaran alternatif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan
kemampuan koneksi dan representasi matematis siswa.
2. Pada pembuat keputusan dan guru Mind Map dapat digunakan untuk
pengembangan diri.
3. Bagi siswa, pembelajaran dengan basis Mind Map dapat meningkatkan
kemampuan koneksi dan representasi matematis.
4. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menjadi sarana pembelajaran dan
5. Hasil penelitian ini dapat juga dijadikan acuan/referensi bagi
penelitian lain yang relevan.
D. Penelitian Yang Relevan
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian
ini antara lain penelitian yang dibuat oleh Jaenudin (2008), Yuniawatika (2011)
menyimpulkan bahwa kemampuan koneksi dan representasi matematis siswa
dapat ditingkatkan melalaui pembelajaran matematika dengan strategi REACT.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap beberapa sekolah di
Singapore (2007) dalam melaksanakan KBM Berbasis MM, dapat ditarik
beberapa kesimpulan:
1. MM dapat menjadi suatu alternatif di samping metode konvensional yang
dapat meningkatkan efektifitas pembelajaran karena membantu
mengorganisir informasi dengan baik serta hanya menyajikan informasi dan
konsep yang penting/inti saja.
2. MM dapat meningkatkan tingkat partisipasi siswa dalam belajar karena
suasana belajar menjadi lebih menarik dan menyenangkan karena bahan
pelajaran dapat diringkas ke dalam bentuk yang menarik serta mudah untuk
dipahami dan diingat.
3. MM dapat membantu guru dalam menyampaikan materi pelajaran secara
lebih efektif dan efisien yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil
4. MM dapat meringankan tugas siswa dan guru dalam menyelesaikan seluruh
materi pelajaran dalam waktu yang lebih singkat namun tidak
mempengaruhi kualitasnya.
Dari beberapa hasil penelitian di atas dapat diduga bahwa pembelajaran
berbasis Mind Map dapat meningkatkan kemampun koneksi dan representasi
matematis siswa, sehingga peneliti terdorong untuk melaksanakan suatu
eksperimen yang mengimplementasikan pembelajaran berbasis Mind Map.
E. Definisi Operasional
Untuk memperoleh kesamaan persepsi tentang istilah yang digunakan peneliti
memberikan beberapa defenisi operasional sebagai berikut:
1. Kemampuan koneksi matematis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kemampuan siswa dalam mencari hubungan suatu representasi konsep dan
prosedur, memahami hubungan antar topik matematik, dan kemampuan
siswa mengaplikasikan konsep dalam bidang lain atau kehidupan
sehari-hari.
2. Kemampuan representasi matematis yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan idea tau gagasan
matematika yang dinyatakan melalui cara-cara tertentu, antara lain: gambar,
ekspresi matematis (model matematis) dan kata-kata atau teks tertulis.
3. Mind Map adalah teknik pencatatan dalam bentuk visual dan perangkat
grafis lainnya yang mempermudah proses informasi dan memanggil ulang
(recalling) informasi yang telah dipelajari. Agar penggunaannya maksimal,
diterima. Otak bekerja berdasarkan asosiasi, otak menyukai warna dan
representasi sesuatu.
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas diasumsikan hipotesis penelitian
sebagai berikut:
1. Peningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran berbasis Mind Map lebih baik daripada siswa yang
mem-peroleh pembelajaran konvensional.
2. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran berbasis Mind Map lebih baik daripada siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, jenis penelitian ini
adalah kuasi eksperimen dengan variabel terikat adalah kemampuan koneksi dan
representasi matematis sedangkan variabel bebasnya adalah pembelajaran berbasis
Mind Map. Adapun desain penelitian yang digunakan adalah desain kelompok
pretes-postes (pretest-posttest control group design). Dengan desain penelitian
digambarkan menurut Ruseffendi (2005) sebagai berikut :
O X O
O O
Keterangan: X = Kelas pembelajaran Berbasis Mind Map.
O = Pretes = postes
B. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 1 Bangko,
Bagansiapiapi, kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau tahun ajaran 2011/2012.
Penentuan sampel dilakukan dengan cara kpurporsive sampling, yaitu teknik
pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010).
Penentuan kelas kontrol dan kelas eksperimen berdasarkan pertimbangan guru
matematika di sekolah tersebut. Sampel penelitian ini adalah kelas X.2 sebagai
C. Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan suatu kondisi yang dimanipulasi,
dikendalikan atau diobservasi oleh peneliti. Penelitian ini melibatkan dua jenis
variabel, yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat
(dependent variable). Variabel bebas adalah variabel yang dapat dimodifikasi
sehingga dapat mempengaruhi variabel lain, sedangkan variabel terikat adalah
hasil yang diharapkan setelah terjadi modifikasi pada variabel bebas. Menurut
Frenkel (1993) independent variable adalah variabel mandiri yang diduga dapat
mempengaruhi variabel lain, sedangkan dependent variable adalah variabel yang
dipengaruhi oleh independent variable. Dalam penelitian ini yang berperan
sebagai variabel terikat adalah kemampuan koneksi dan representasi matematika
siswa, sedangkan variabel bebas adalah pembelajaran berbasis Mind Map.
Pada saat penelitian tidak menutup kemungkinan dapat muncul
variabel-variabel luar (extraneous variable) yang dapat mempengaruhi variabel-variabel terikat,
misalnya strategi pembelajaran yang digunakan, guru, waktu belajar dan lain
sebagainya. Variabel luar pada penelitian ini diasumsikan tidak mempengaruhi
secara signifikan (berarti) terhadap variabel terikatnya.
D. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Januari 2012 sampai bulan
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
E. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya
1. Instrumen Penelitian
a. Tes Kemampuan Koneksi dan Representasi Matematis
Tes dalam penelitian ini yaitu seperangkat tes kemampuan koneksi dan
representasi matematis siswa dengan materi Trigonometri. Tes ini
digunakan untuk mengukur kemampuan koneksi dan representasi matematis
siwa yang diberikan pada saat pretes dan postes. Tes yang digunakan
berbentuk uraian, hal ini dimaksudkan agar langkah dan cara berfikir siswa
dalam menyelesaikan soal dapat lebih tergambar dengan jelas. Sesuai
dengan pendapat Ruseffendi (1993) yang mengemukakan bahwa salah satu
kelebihan tes uraian adalah yaitu kita bisa melihat dengan jelas proses
berpikir melalui jawaban-jawaban yang diberikan siswa.
Bulan Kegiatan
Januari-April 2012
Tahap persiapan:
Pembuatan proposal Ujian proposal Bimbingan
Uji coba instrument Pengurusan izin penelitian
27 April – 10 Juni 2012
Pelaksanaan penelitian: Pretes
Pembelajaran Postes, Skala sikap
Materi tes kemampuan koneksi dan representasi matematis diambil
dari materi pelajaran Matematika SMA kelas X semester genap yaitu pokok
bahasan Trigonometri dan sub pokok bahasan Aturan Sinus dan Cosinus.
Dalam penyusunan soal ini, terlebih dahulu disusun kisi-kisi soal, yang
mencakup pokok bahsan, aspek kemampuan yang diukur, indikator serta
banyaknya butir soal yang dilanjutkan dengan penyusunan soal serta kunci
jawaban. Skor yang diberikan pada setiap jawaban siswa ditentukan
berdasarkan pedoman penskoran. Skor ideal pada suatu butir soal ditentukan
berdasarkan banyak tahapan yang harus dilalui pada soal tersebut. Adapun
pedoman penskoran tes kemampuan koneksi matematis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Quasar General Rubric yang dinyatakan Lane
(1993) dalam Chicago Public School of student Assessment seperti disajikan
dalam tabel berikut:
Tabel 3.2 Kriteria Penskoran Tes kemampuan Koneksi Matematis
Kriteria jawaban dan alasan Skor
Tidak ada jawaban/tidak memahami masalah 0
Memahami sebagian konsep daproses matematis soal, menggunakan alat dan strategi penyelesaian yang tidak tepat dean melakukan banyak kesalahan perhitungan.
1
Hampir memahami konsep dan proses matematis soal, mengidentifikasi unsur-unsur penting, namun banyak ide-ide yang keliru, melakukan beberapa kesalahan perhitungan.
2
Pemahaman yang baik terhadap konsep dan proses matematis soal, menggunakan istilah dan notasi yang hamper benar, melaksanakan algoritma secara lengkap dan secara umum perhitungan benar, tetapi masih terdapat kesalahan.
3
Menunjukkan pemahaman terhadap konsep dan proses matematis soal, menggunakan istilah dan notasi yang tepat, melaksanakan algoritma secara benar dan lengkap.
4
Sedangkan pedoman penyekoran tes kemampuan representasi
matematis disusun berdasarkan indikator-indikator kemampuan
represent-tasi matematis mengacu pada kriteria yang dikembangkan oleh Cai, Lane
dan Jacobsin dengan pemberian skor 0 sampai 3. Kriteria penskoran
seperti disajikan tabel berikut:
Tabel 3.3 Kriteria Penskoran Tes Kemampuan Representasi Matematis
Menjelaskan/Menulis
Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan ketidakpahaman tentang konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa.
Untuk memperoleh soal tes yang baik maka soal tes tersebut harus
dinilai validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran. Untuk
mendapatkan validitas, reliabilitas daya pembeda dan tingkat kesukaran
maka soal tes tersebut terlebih dahulu dikonsultasikan pada expert dalam hal
ini dosen pembimbing dan teman kuliah jurusan matematika S2 dan 1 orang
S3. validasi dan diujicobakan pada kelas lain di sekolah pada tingkat yang
sama. Soal ini diujicobakan di SMA Darul Hikam jalan Tubagus Ismail
Bandung pada tanggal 12 April 2012 di kelas XI IPA. Pengukuran validitas,
daya pembeda, tingkat kesukaran dan reliabilitas soal tes diuraikan berikut ini:
a) Analisis Validitas Butir Soal
Validitas butir soal dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang
dimiliki oleh sebutir soal (yang merupakan bagian tak terpisahkan dari tes
sebagai suatu totalitas), dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat
butir soal tersebut (Ruseffendi, 1991). Sebuah butir soal dikatakan valid bila
mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Untuk menentukan
perhitungan validitas butir soal digunakan rumus korelasi produk moment,
yaitu (Arikunto, 2002):
Dengan: rxy = koofisien korelasi antara variabel x dan varibel y
N = banyaknya sampel
X = skor item
Koofisien korelasi hasil perhitungan, kemudian diinterpretasikan,
dengan klasifikasi menurut Arikunto (2002: 75) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Validitas
Hasil uji validitas soal tes kemampuan koneksi dan representasi
matematis dapat dilihat di lampiran B. Ikhtisar dari hasil perhitungan
disajikan dalam Tabel berikut:
Tabel 3.5 Hasil uji validitas Instrumen Tes
Dari ke enam soal tersebut 3 soal memiliki nilai korelasi sangat tinggi
atau sangat signifikan dan 3 butir soal memiliki nilai korelasi tinggi. Artinya
Koefisien Interpretasi
Nomor soal Koefisien korelasi Interpretasi
seperangkat soal tersebut valid atau layak digunakan untuk mengukur
kemampuan koneksi dan representasi matematis siswa pada penelitian ini.
b) Reliabilitas
Suatu alat ukur (instrument) memiliki reliabilitas yang baik bila alat
ukur itu memiliki konsistensi yang handal walaupun dikerjakan oleh siapun
(dalam level yang sama), di manapun dan kapanpun berada. Untuk mengukur
reliabilitas soal menggunakan rumus (Russefendi, 2005):
Rumus Alpha-Cronbach:
= jumlah variansi skor tiap butir item
2
t
= variansi total
Hasil perhitungan koefisien reliabilitas, kemudian ditafsirkan dan
diinterpretasikan menurut J.P. Guilford (Suherman 2003).
Tabel 3.6 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas
Besarnya r Tingkat Reliabilitas 0,00 r11 0,20 Kecil
0,20 r11 0,40 Rendah
0,40 r11 0,60 Sedang
0,60 r11 0,80 Tinggi
Hasil perhitungan koefisien reliabilita soal tes kemampuan koneksi dan
representasi matematis adalah 0,47 dan 0,53. Artinya soal soal tes memiliki
reliabilitas sedang dan akan memberikan hasil yang hampir sama jika
diujikan kembali.
c) Analisis Daya Pembeda
Daya pembeda sebuah soal adalah kemampuan suatu soal tersebut untuk
dapat membedakan antara testee yang berkemampuan tinggi dengan testee
yang kemampuannya rendah. Sebuah soal dikatakan memiliki daya pembeda
yang baik bila memang siswa yang pandai dapat mengerjakan dengan baik, dan
siswa yang kurang tidak dapat mengerjakan dengan baik. Discriminatory
power (daya pembeda) dihitung dengan membagi testee kedalam dua
kelompok, yaitu: kelompok atas (the higher group) – kelompok testee yang
tergolong pandai dan kelompok bawah (the lower group)
kelompok testee yang tergolong rendah. Dan pembagiannya 50% untuk
kelompok pandai dan 50% kelompok kurang mampu.
Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus :
IA SB SA
DP
Keterangan :
DP= Daya pembeda
SA = Jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah
SB = Jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah
Hasil perhitungan daya pembeda, kemudian diinterpretasikan
dengan yang dikemukan oleh Ebel (Ruseffendi, 1993 ) sebagai berikut:
Tabel 3.7 Interpretasi koefisien Daya Pembeda
Hasil perhitungan daya pembeda soal tes disajikan pada tabel berikut:
Tabel 3.8 Hasil perhitungan Daya Pembeda
Dari tabel terlihat bahwa seluruh soal memiliki daya pembeda yang
sangat baik, artinya soal ini akan dapat diselesaikan dengan benar oleh
kelompok atas dan akan sulit bagi kelompok bawah (kurang pandai) dan Nomor soal Indeks daya pembeda Interpretasi
instrument ini sudah mampu membedakan antara siswa yang pandai dan siswa
yang kurang pandai.
d) Analisis Tingkat Kesukaran
Bermutu atau tidak butir-butir item pada instrument dapat diketahui dari
derajat kesukaran atau taraf kesulitan yang dimiliki oleh masing-masing butir
item tersebut. Butir item tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai butir item
tes yang baik, apabila butir item tes tersebut tidak terlalu sukar dan tidak
terlalu mudah. Tingkat kesukaran dari setiap butir soal dihitung berdasarkan
jawaban seluruh siswa yang mengikuti tes. Menurut Ruseffendi (1991),
tingkat kesukaran suatu butir soal ditentukan oleh perbandingan antara
banyaknya siswa yang menjawab butiran soal itu, dihitung menggunakan
rumus:
IK
T T
I S
Dengan : IK = tingkat kesukaran
ST = jumlah skor yang diperoleh seluruh siswa pada satu
butir yang diolah
IT = jumlah skor ideal/maksimum yang diperoleh pada
satu soal itu.
Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpretasikan mengguna-kan
kriteria tingkat kesukaran butir soal yang dikemukakan Suherman (2003)
seperti tabel. 3.8 berikut:
Indeks Kesukaran Interpretasi
IK = 0,00 Terlalu sukar
0,00 < IK < 0,30 Sukar
0,30 < IK < 0,70 Sedang
0,70 < IK < 1,00 Mudah
IK = 1,00 Terlalu mudah
Berdasarkan kriteria dan perhitungan dengan rumus di atas, diperoleh hasil
berikut:
Tabel 3.10 Tingkat Kesukaran Tiap Butir Soal
No Soal IK Interpretasi
1 0,35 Sedang
2 0,44 Sedang
3 0,48 Sedang
4 0,41 Sedang
5 0,54 Sedang
6 0,44 Sedang
Dari tabel hasil perhitungan terlihat bahwa tingkat kesukaran soal dalam
taraf sedang, artinya soal tes tersebut merupakan instrumen yang baik.
e) Rekapitulasi Analisis Hasil uji coba Instrumen tes
Pada Tabel 3.11 berikut disajikan rekapitulasi hasil uji coba
instrumen tes kemampuan koneksi dan representasi matematis yang
digunakan dalam penelitian ini.
Tabel 3.11 Rekapitulasi Analisis Uji Coba InstrumenTes
Nomor
soal 1 2 3 4 5 6
Berdasarkan hasil analisis validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan
daya pembeda terhadap uji coba instrument tes kemampuan koneksi dan
representasi matematis yang di ujikan pada kelas XI IPA SMA Swasta Darul
Hikam Bandung, dapat disimpulkan bahwa instrumen tes tersebut layak dipakai
sebagai alat ukur kemampuan koneksi dan representasi matematis siswa kelas X
SMA yang merupakan sampel penelitian ini.
b. Skala Sikap
Skala sikap siswa ini dipersiapkan dan dibagikan kepada siswa-siswa
dikelompok eksperimen setelah postes dilaksanakan. Skala sikap siswa ini
diberikan untuk mengetahui sikap para siswa tentang pembelajaran yang
dilaksanakan dan perangkat tes yang mereka terima. Skala sikap siswa ini akan
menggunakan skala Likert dimana setiap pernyataan dilengkapi dengan
lima pilihan jawaban terhadap seperangkat pernyataan yang berhubungan dengan
pembelajaran berbasis Mind Map.
Derajat penilaian terhadap suatu pernyataan terbagi ke dalam 5 kategori,
yaitu : sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), Ragu-ragu ® dan sangat
sedang sedang sedang sedang Sedang sedang
tidak setuju (STS). Dalam menganalisis hasil skala sikap, skala sikap kualitatif
tersebut ditransfer ke dalam skala kuantitatif. Pemberian skor skala sikap untuk
setiap pilihan jawaban berturut-turut 5,4,3,2,1 untuk pernyataan positif dan
sebaliknya pemberian skor 1,2,3,4, 5 untuk pernyataan negatif.
Skala sikap terhadap pembelajaran berbasis Mind Map terdiri dari tiga
indicator, yaitu (1) Menunjukkan minat terhadap pembelajaran matematika, (2)
Menunjukkan kesukaan terhdap pembelajaran berbasis Mind Map, dan (3)
Menunjukkan persetujuan terhadap soal-soal yang disajikan. Analisis skala sikap
siswa ini dilakukan dengan cara mencari rata-rata skor dari setiap jawaban yang
diberikan siswa dan mencari rata-rata skor setiap item pernyataan sikap siswa.
Rta-rata skor dari setiap jawaban yang diberikan siswa dan rata-rata skor setiap
item pernyataan tersebut kemudian dibandingkan dengan skor netral. Bila
rata-rata skor siswa lebih kecil dari skor netral, artinya siswa mempunyai sikap yang
negatif. Dan sebaliknya, bila rata-rata skor yang diberikan siswa lebih besar dari
skor netral, artinya siswa mempunyai sikap yang positif.
2. Penunjang Penelitian
a. Silabus
Silabus merupakan penjabaran dari standar kompetensi dan kompetensi
dasar yang bertujuan agar peneliti mempunyai acuan yang jelas dalam
melakukan tindakan dan disusun berdasarkan prinsip yang berorientasi pada
pencapaian kompetensi. Pada silabus memuat identitas sekolah, standar
indicator, penilaian yang meliputi jenis tagihan, contoh instrumnt dan
alokasi waktu serta sumber belajar.
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disusun sebagai
panduan peneliti. Secara umum RPP memuat standar kompetensi,
kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi ajar model dan
metode pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, sumber belajar dan
penilaian. Skenario Pembelajaran berbasis Mind Map Secara umum yang
dilaksanakan pada kelas eksperimen ini, adalah:
1. Overview : Tinjauan menyeluruh terhadap suatu topic pada saat
proses pembelajaran baru dimulai. Khusus untuk pertemuan
pertama di awal semester Overview dapat diisi dengan kegiatan
untuk membuat master Mind Map yang merupakan rangkuman dari
seluruh topik yang akan diajarkan selama satu semester yangsudah
ada dalam silabus. Dalam penelitian ini Overview digunakan untuk
mengenalkan Mind Map dan cara membuatnya.
2. Preview: yaitu tinjauan awal lebih mendalam dari pada overview,
berupa penjabaran dari Silabus. Sehingga siswa sudah memiliki
pengetahuan awal yang cukup mengenai sub-topik dari bahan
sebelum pembahasan yang lebih detail dimulai.
4. Review yaitu tinjauan ulang pada pembahasan di akhir
pembelajaran, dapat berupa ringkasan dari bahasan, penekanan
pada informasi penting atau konsep dan rumus penting.
F. Teknik Pengolahan Data
Data yang dianalisis adalah hasil tes kemampuan awal berupa pretes
dan postes dari kemampuan koneksi dan representasi matematis, serta data
skala sikap. Seluruh data dalam penelitian ini diolah dengan bantuan program
Software SPSS 16 dan Microsoft Excell 2007.
a. Pengolahan skor pretes kemampuan Koneksi dan Representasi matematis
Dalam pengolahan terhadap hasil tes siswa digunakan Software SPSS
16 dan Microsoft Excell 2007. Setelah postes selesai, maka diperoleh data skor
tes yaitu pretes dan postes kemampuan koneksi dan representasi matematis,
data skala sikap siswa terhadap pembelajaran berbasis Mind Map. Selanjutnya
data yang telah diperoleh diolah.
Tahapan-tahapan pengolahan:
1) Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kriteria penskoran.
2) Menghitung rata-rata pretes dan postes
3) Menghitung peningkatan kompetensi yang terjadi setelah perlakuan
pembelajaran baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol, dihitung tidakn
menggunakan nilai gain ternormalisasi atau N_gain yang dikembangkan
oleh Meltzer (2002) sebagai berikut: (gain ternormalisasi)
=
( � � −� )Hasil perhitungan n-gain kemudian diinterpretasikan dengan
menggunakan klasifikasi yang dinyatakan oleh Hake (1999) sebagai
berikut:
Tabel 3.12 Klasifikasi N- Gain
Besarnya N_gain Interpretasi
g ≥ 0,7 Tinggi
0,3 ≤ g ≤ 0,7 Sedang
g < 0,3 Rendah
4) Menghitung statistik deskriptif skor pretes, skor postes dan skor N-gain
meliputi skor terendah, skor tertinggi, rata-rata dan simpangan baku.
5) Menetapkan tingkat keabsahan atau tingkat signifikansi yaitu 5% (α = 0,05)
6) Sebelum dilakukan uji hipotesis, perlu dilakukan uji normalitas distribusi
data dan uji homogenitas variansi data. Uji normalitas digunakan untuk
mengetahui normal tidaknya distribusi data yang menjadi syarat untuk
menentukan jenis statistik apa yang akan digunakan dalam analisis
selanjutnya. Hipotesis yang diuji:
H0: Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Kriteria
pengujian, jika nilai signifikansinya > α maka H0 diterima. Uji
homogenitas antara dua kelompok data dilakukan untuk mengetahui
apakah varians kedua kelompok homogen atau tidak. Adapun hipotesis
yang diuji adalah :
H1: data tidak homogen
Uji statistik menggunakan Uji Levene.
Hipotesis penelitian diuji menggunakan statistik inferensial, yaitu uji
perbedaan dua rerata. Uji perbedaan dua rerata yang digunakan tergantung
dari hasil uji normalitas data dan uji homogenitas data. Adapun hipotesis
yang diuji dalam uji perbedaan dua rerata adalah:
Uji dua pihak (2-tailed)
H0: µ1 = µ2
H1: µ1≠ µ2
Jika kedua data berdistribusi normal dan homogen maka uji perbedaan
rerata menggunakan uji -t. Jika data tidak berdistribusi normal, maka uji
yang dilakukan adalah uji statistik non parametrik MannWhitney U.
b. Pengolahan Data skala sikap
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap siswa teranalisa difokuskan
pada respons siswa terhadap metode pembelajaran yang diberikan (Mind Map)
matematika, terhadap pembelajaran berbasis Mind Map dan terhadap soal
koneksi dan representasi matematis yang diberikan. Perhitungan skor sikap
siswa dilakukan dengan memberikan skor pada setiap jawaban siswa. Skor
dilakukan, maka data ditransformasi terlebih dahulu menjadi data interval.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengkuantifikasi data kualitatif
ordinal adalah Method Successive Internals (MSI). Tahapan dari (MSI) adalah
sebagai berikut :
c. Hitung banyaknya data pengamatan untuk setiap kategori jawaban
d. Hitung peluang dari setiap kategori jawaban
e. Hitung nilai kumulatif dari nilai peluanguntuk setiap kategori jawaban
f. Selanjutnya, dengan memasukkan nilai kumulatif ke dalam tabel
normal baku (tabel Z) akan ditemukan nilai z- skor
g. Hitung nilai densitas dari setiap nilai z-skor (symbol: f(z) melalui
rumus
� =√1
2� (−1
2�) 2
dimana π = 3,14dan e = 2,7183
h. Hitung skala untuk setiap kategori melalui rumus:
��
i=
� −( �+1)
��−��−1 dengan i menyatakan peubah ke-i
i.
Akhirnya, hitung nilai skor kuantifikasi dari setiap peubah melalui rumus: � �= ��� + 1 + min���Data sikap sikap siswa yang telah ditransformasi menjadi data interval,
kemudian ditentukan skor netralnya. Kemudian untuk menjawab rumusan
masalah deskriptif, ditentukan pula skor idealnya. Skor ideal adalah skor yang
ditetapkan dengan asumsi bahwa setiap siswa pada setiap pernyataan memberi
Sikap siswa dikatakan positif jika rata-rata skor sikap siswa untuk setiap
butir pernyataan lebih besar dari skor netralnya.
G. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian mengenai kegiatan pembelajaran berbasis Mind Map
untuk meningkatkan kemampuan koneksi dan representasi matematis ini
dirancang untuk memudahkan dalam pelaksanaan penelitian. Prosedur dalam
penelitian ini adalah:
1) Melakukan studi kepustakaan, yaitu mengidentifikasi dan
merumus-kan masalah
2) Menyusun intrumen penelitian dan bahan ajar
3) Menguji validitas instrumen
4) Uji coba instrument
5) Menganalisis hasil uji coba
6) Menentukan subjek, kelompok eksperimen dan kelompok control
7) Mengadakan pretes
8) Melaksanakan pembelajaran berbasis Mind Map pada kelas
eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.
9) Memberikan postes kepada kedua kelas
10) Memberikan skala sikap pada kelas eksperimen
11) Mengolah dan menganalisis data
12) Menyimpulkan hasil penelitian dan membuat saran
Untuk lebih jelas mengenai prosedur penelitian dapat diperlihatkan flowchart
Gambar 3.1 Prosedur Pelaksanaan Penelitian Pretes
Postes
Data
Skala sikap Pembelajaran
konvensional Pembelajaran Berbasis
Mind Map
Studi pendahuluan: Identifikasi Masalah, Rumusan Masalah,
Analisis Data
Kesimpulan dan rekomendasi Pengembangan instrumen, validasi dan uji coba
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data dan temuan-temuan dalam penelitian ini,
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Ditinjau secara keseluruhan, peningkatan kemampuan koneksi matematis
siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis Mind Map lebih baik
daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
2. Peningkatan kemampuan representasi siswa yang memperoleh
pembelajaran berbasis Mind Map lebih baik daripada siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional.
3. Sikap siswa terhadap proses pembelajaran berbasis Mind Map dari ketiga
aspek yaitu kesukaan terhadap matematika, pembelajaran berbasis Mind
Map dan terhadap soal-soal koneksi dan representasi matematis yang
diberikan menunjukkan sikap positif.
B. Implikasi
Implikasi yang ditemukan dari simpulan di atas adalah:
1. Pembelajaran Matematika berbasis Mind Map baik diberikan kepada Siswa
SMA kelas X.
2. Penerapan Pembelajaran Berbasis Mind Map dapat merobah paradigma lama
C. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian, berikut disampaikan
beberapa rekomendasi:
1. Perlu diteliti bagaimana pengaruh pembelajaran berbasis Mind Map
terhadap kemampuan matematis lainnya.
2. Penelitian ini hanya terbatas pada materi Trigonometri dan sub materi
Aturan Cosinus dan Sinus. Diharapkan penelitian berikutnya pada materi
lain.
3. Sampel penelitian ini belum mengenal Mind Map sebelumnya, sehingga
ada waktu yang digunakan untuk mengenalkan Mind Map sebelum
mengaplikasikan pembelajaran berbasis Mind Map sehingga ada celah
atau kekurangan di mana alokasi waktu yang seharusnya sudah di gunakan
untuk pembelajaran ( penelitian) tetapi digunakan untuk mengenalkan
Mind Map, cara membuat dan aturan-aturannya, diharapkan peneliti
berikutnya dapat melakukan penelitian dengan sampel lain yang memiliki
karakteristik yang sama dan sudah mengenal Mind Map sebelumnya
Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Induktif-Deduktif. Disertasi SPS UPI. Tidak diterbitkan.
Bambang dan Wawan. (2008). “Studi Perbandingan antara Model Pembelajaran Berbasis Komputer Dalam Peningkatan Kemampuan Berfikir Matematis Tngkat Tinggi”. Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi Volume 1 Nomor 2.
Budiningsih, A. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Buzan, T. (2007). Buku Pintar Mind Map untuk Anak .Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Coxford, A.F. (1995). “The Case for Connection” dalam Connecting Mathematics Across The Curriculum.NCTM Yearbook.
Djohan. (2008). Aplikasi Real-time Buzan Mind Mapping. Indomindmap® Learning Center – ILC. Applied RT-MM pdf.
Fadilah, S (2008). Representasi Matematis.[on line].Tersedia:
fadilahatick.blogspot.com/2008/06/Representasi-matematik.html. [November 2011].
Hake, R.R (1999). Analyzing Change Gain Scores.[online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/Analyzingchange-Gain.pdf
Herdian. (2010). Kemampuan Koneksi Matematika. [Online]. Tersedia: http://www.Herdy07/wordpres.com/2010/05/27. [ 12 Januari 2012].
Hudiono, B. (2005). Peran Diskursus Multi Representasi terhadap Pengembangan Kemampuan Matematika dan Daya Representasi pada Siswa SLTP.Disertasi SPS UPI. Tidak diterbitkan.
Hutabarat, D. (2009). Studi Perbandingan Kemampuan Penalaran dan Representasi pada Kelompok Siswa yang Belajar Inkuiri dan Biasa. Tesis SPS UPI. Tidak diterbitkan.
Halimah Tusaddiah, 2012
Peningkatan Kemampuan Koneksi Dan Representasi Matematis Siswa Sma Melalui Pembelajaran Jones, B.F., & Knuth, R.A. (1991). What does research ay about mathematics?
[on-line]. Available: http://www. ncrl.org/sdrs/areas/stw_esys/2math.html. [12 Februari 2011].
Kusuma, D. A. (2003). Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa SLTP
dengan Menggunakan Metode Inkuiri. Tesis PPS UPI Bandung: tidak
diterbitkan.
Lestari, P. (2009) Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis Siswa SMK Melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual. Tesis SPS UPI .Tidak diterbitkan.
Lane (1993). The Conceptual Frame Work for Development of Mathematics Performance Assement Instrument. Educational Measurement: Issues and
Practice.[on-line]. Tersedia: http://web njit
edu/~ronkowit/teaching/rubrics/samples/math probsolv chicago.pdf [30 Januari 2012].
Mahmudin. (2009). Pembelajaran Berbasis Peta Pikiran (Mind Mapping). [Online]. Tersedia : http://mahmuddin.wordpress.com/2009/12/01.[12 Januari 2012]
Meltzer, D.E.(2002).The Relationship between Mathematics Preparation and
Conceptual Learning Gains in Physic: A Possible “Hidden Variable”in Diagnostik Pretes Scores. Iowa: Department of Physic and Astronomy
Mustika, I. (2010) Pembelajaran Matematika melalui Brain Based Learnng untuk Meningkatkan Kemampuan Conceptual Understanding dan Procedural Fluency. Skiripsi UPI. Tidak diterbitkan.
National Council of Teachers of Mathematics (1989), Curriculum and Evaluation
Standards for School Mathematics, Reston, VA: NCTM.
National Council of Teachers of Mathematics (2000). Principles and Standarts
for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.
Qohar, A. (2010). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Koneksi dan Komunikasi Matematis Siswa SMP melalui Reciprocal Teaching. Disertasi SPS UPI. Tidak diterbitkan.
Rohansyah, W. (2008)Penerapan Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Diskursus Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa SMP. Skripsi UPI. Tidak diterbitkan.
Rohendi, D. (2009). Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematis siswa Melalui Pembelajaran Elektronik (E-learning). Disertasi SPS UPI. Tidak diterbitkan.
Rostikawati. (2008). Mind Mapping dalam Metode Quantum Learning Pengaruhnya terhadap Prestasi Belajar dan Kreatifitas Siswa. [Online]. Tersedia: http://pkab.wordpress.com [17 Januari 2012].
Ruspiani. (2000). Kemampuan Siswa dalam Melakukan Koneksi Matematis Tesis SPS UPI. Tidak diterbitkan.
Ruseffendi.(2005) Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksakta Lainnya.Bandung : Tarsito
Ruseffendi.(1993) Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan.DIKTI
Santrock, J.W.(2007). Psikologi Pendidikan Jakarta: Kencana
Sugiyono.(2010) Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D.Bandung : Alfabeta.
Yovan, P. (2008). Memori dan Pembelajaran Efektif. Jakarta: Yrama Widya
Halimah Tusaddiah, 2012