KA TA P E NGA NTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih yang memberikan rahmat dan tuntunanNya sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini dengan baik. Tesis ini berjudul "Keefektifan Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kontekstual pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri2 Rantau Selatan Rantauprapat. Penelitian ini merupakan tugas akhir untuk memenuhi persyaran dalam memperoleh gelar magister pendidikan di Universitas Negeri Medan. Dalam menyelesaikan penulisan tesis ini, penulis mendapat bimbingan dari para Dosen dan bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Bapak Prof. Drs. Syawal Gultom, M.Pd. selaku Rektor Universitas Negeri Medan yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengikuti pendidikan Program Pascasarjana di Universitas Negeri Medan.
Ucapan terimakasih penulis kepada Bapak Prof. Dr. Belfrik Manullang, M.Pd. selaku Direktur Program pascasarjana Universitas Negeri Medan yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengikuti pendidikan Program Pascasarjana di Universitas Negeri Medan dan mendukung penulis menyelesaikan perkuliahan dengan baik.
perhatian yang besar dalam penelitian ini sehingga penelitian ini dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya kepada Bapak Dr. Bornok Sinaga, M.Pd selaku pembimbing I yang telah membelajarkan dan memberikan bimbingan sejak awal penelitian ini, dengan penuh kesabaran tanpa pernah merasa lelah sampai selesainya penelitian ini. Kebijakan dan kemurahan beliau, telah membuat penulis mengerti bagaimana prosedur suatu penelitian yang baik, bagaimana tulisan dapat menyatu antara satu bagian dengan bagian yang lain sehingga satu sama lain saling terkait dan itu menjadi bekal akademik penulis dimasa yang akan datang. Sungguh suatu anugerah bagi penulis karena Beliau senantiasa meluangkan waktu untuk mewariskan ilmu, memberikan pengarahan dan bimbingan dengan tulus.
Terimakasih penulis dan rasa hormat yang sangat besar kepada Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd. selaku nara sumber dan selaku Sekretasris Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasatjana Universitas Negeri Medan yang memberi masukan yang sangat berguna dalam penyempurnaan penelitian ini. Beliau juga memberi motivasi dan semangat pada penulis sehingga penulis merasa bertanggung jawab untuk membuat hasil penelitian ini lebih baik dan tepat pada waktunya.
Terimakasih penulis dan rasa hormat yang sangat besar kepada Bapak Prof. Dian Armanto, M.Pd., M.A., M.Sc., Ph.D selaku nara sumber yang banyak memberi masukan dan saran yang sangat berarti bagi penelitian ini, sehingga penulis merasa hasil penelitian ini lebih baik.
Terimakasih penulis dan rasa hormat yang sangat besar kepada Bapak Dr. Warrington Rajagukguk, M.Pd. selaku nara sumber dan Dosen Metodologi Penelitian yang telah memberikan ilmu yang sangat berguna bagi penulis dan masukan yang sangat baik sehingga hasil penelitian ini lebih balk.
Terimakasih penulis dan rasa hormat yang sangat besar kepada Bapak Prof. Asmin Panjaitan, M.Pd. selaku nara sumber dan Dosen Evalusi yang Pembelajaran yang banyak memberi ilmu dan masukan serta saran yang sangat berarti bagi penelitian ini, sehingga penulis merasa penelitian dapat diselesalkan dengan baik.
Penults mengucapkan rasa hormat dan terimakasih kepada bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Matematika yang sangat banyak memberi ilmu pengetahuan bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik.
Ucapan terimakasih kepada Bapak Drs. Hasan Maksum selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Rantau Selatan yang telah memberikan izin pada penulis dalam pelaksanaan penelitian dan pengambilan data. Terimakasih juga kepada guru matematika SMP Negeri 2 Rantau Selatan, yang telah memberikan waktu, tenaga dan memberi masukan dalam penyempurnaan perangkat pembelajaran serta membantu pelaksanaan penelitian sehingga dapat terlaksana dengan balk.
Terimakasih penulis sampaikan bagi rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Medan, khususnya mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika angkatan I tahun 2007, yang turut membantu penulis dalam perkuliahan dan dalam penyelesaian tesis ini. Teristimewa kepada teman penulis
Jefri Aritonang dan Eflin Natalina yang banyak membantu penulis dalam penyususnan hasil penelitian ini.
Terimakasih penulis yang setulus-tulusnya kepada orang tua dan keluarga yang memeberi dorongan kepada penulis agar mau menuntut ilmu yang setinggi-tingginya dan dapat diabdikan bagi keluarga, masyarakat, dunia pendidikan, negara dan untuk Tuhan. Selanjutnya ucapan terimaksih penulis kepada Suami tercinta dan Anak saya yang tercinta yang tutus memberikan dorongan moral, material dan doa serta semangat selama penulis menyelesaikan perkuliahan. Inilah perjuangan dan hasil karya terbaik penulis dengan bantuan Yang Maha Kuasa, dipersembahkan buat anak dan suami yang sangat saya banggakan.
Ucapan terimaskasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu persatu yang telah membantu penyelesaian tulisan ini dengan baik. Penulis menyadari masih terdapat kelemahan dan kekurangan oleh adanya keterbatasan penulis. Oleh karena itu mohon saran dan kritikan yang membangun guna perbaikan tulisan ini. Akhirnya, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberi kasih dan rahmatnya serta umur yang panjang bagi kita semua.
Medan, 2 September 2009 Penulis,
(Dorhayani Sinaga)
ABSTRAK
DORHAVANI SINAGA. Keefektifan Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kontekstual pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri-2 Rantau Selatan Rantauprapat. Tesis. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, Agustus 2009.
Pembelajaran matematika konvesional dengan paradigma guru mengajar hanya berorientasi pada hasil belajar yang dapat diamati dan diukur. Siswa pasif dan hanya menerima apa kata guru tanpa ada respon.Guru cenderung memindahkan informasi yang sebanyak-banyaknya kepada siswa sehingga konsep, prinsip dan aturan-aturan sulit dipahami oleh siswa, juga tidak dapat menerapkan konsep dan sukar untuk mengadaptasikan pengetahuannya terhadap lingkungan belajarnya dan menjadikan matematika tidak bermakna bagi siswa. Hal ini mengaldbatkan prestasi belajar matematika Indonesia rendah. Kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan mendasar yang harus dimiliki siswa dalam belajar matematika, sehingga pemecahan masalah harus diletakkan sebagai tujuan utama dan metode utama pembelajaran matematika. Kenyataanya aspek pola berfikir matematis, seperti memecahkan masalah belum merupakan tujuan utama pembelajaran matematika sekolah scat ini. alah satu pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan dan kreativitas siswa dalam belajar matematika sehingga belajar menjadi bermakna adalah pendekatan kontekstual. Dengan pendekatan kontekstual siswa diarahkan untuk mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan pengetahuan yang dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran matematika disekolah efektif dan bermakna bagi siswa jika proses pembelajaran memperhatikan konteks nyata dari kehidupan siswa dan siswa secara aktif dilibatkan dalam pengorganisasian, penemuan informasi atau pengetahuan, dan keterkaitan informasi yang diberikan.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan ketuntasan belajar siswa secara klasikal dalam pembelajaran kontekstual, (2) mendeskripsikan kadar aktivitas siswa dalam pembelajaran kontekstual, (3) mendeskripsikan kemampuan guru mengelola pembelajaran kontekstual, (4) mendeskripsikan respon siswa terhadap komponen dan kegiatan pembelajaran kontekstual, (5) mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual lebih baik dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional dengan analisis statistik inferensial.
pengamatan aktivitas siswa, (3) lembar pengamatan kemampuan guru mengelola pembelajaran, (4) angket respon siswa.
Penelitian ini diawali dengan tes uji coba perangkat dan instrumen penelitian. Hasil uji coba menunjukkan bahwa semua perangkat baik untuk digunakan dengan revisi kecil. Hasil uji coba instrumen penelitian, yaitu (1) tes kemampuan pemecahan masalah adalah yaitu reliabilitas butir sangat tinggi dengan a = 0,844, semua butir (delapan soal) adalah valid, sensivitas (pengaruh efek) peka dengan rata-rata = 0,34, diperoleh dua soal sukar dan enam soal sedang, Jaya pembeda butir soal adalah balk (signifikan).
Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial. Analisis deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan pencapaian ketuntasan belajar siswa, mendeskripsikan aktivitas siswa dalam pembelajaran kontekstual, mendeskripsikan kemampuan guru mengelola pembelajaran kontekstual, mendeskripsikan respon siswa terhadap pembelajaran kontekstual. Analisis statistik inferensial yang digunakan adalah analisis kovarians yang bertujuan untuk menguji hipotesis teoritis. Analisis kovarians dapat dilakukan karena variabel penyerta yaitu kemampuan tes awal berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tergantung (tes akhir) memenuhi syarat lineritas model regresi pada setiap kelompok perlakuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan kontekstual efektif pada pembelajaran matematika. Hal ini ditunjukkan dengan terpenuhinya kriteria keefektifan, yaitu : (1) ketuntasan belajar secara klasilcal adalah tercapai, (2) aktivitas siswa dengan pembelajaran kontekstual efektif, (3) kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran kontekstual baik., (4) respon siswa tehadap komponen dan kegiatan pembelajaran kontekstual positif, (5) kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual lebih baik dibandingkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar.
Oleh karena pembelajaran kontekstual adalah efektif pada pembelajaran matematika sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan pembelajaran matematika yang innovatif khususnya dalam mengajarkan materi bangun ruang sisi datar.
A BS TR A C T
DORHAYANI SINAGA. The Effectiveness of Mathematics Learning With Contextual Approach for Grade VIII in SMP Negeri 2 Rantau Selatan Rantauprapat. Thesis. Medan: Post Graduate Program, State University of Medan, August 2009.
Learning mathematics conventionanally is a paradigm where the teacher just focused the target to the result of study that can be seen and measured. Students were passive and just received everything from the teacher without giving any response. On the contrary, the teacher was inclined to transform the information as much as possible. Therefore, the students faced some difficulties in understanding the concept, principe, and the rules were given. Besides, they also couldn't apply their knowledge because they got difficult to adopt their knowledge to their study's circumstances. As a result, mathematics became useless for them. This situation caused the achievement of mathematics learning in Indonesia became lower and lower.
The ability of problem solving is a basic ability that have students in learning mathematics. In fact, the ability of problem solving in mathematics don't be an important in learning mathematics in now. One of learning approchement that possible the students are able to improve their activeness and creativeness in studying mathematics is contextual approach. It will make mathematics learning more useful because it emphasizing the ability to solve the problems. In contextual approach, students are guided to correlate the subject matter that has been taught with the students' real situation and support them to make a relationship between their knowledge with their daily life. Learning mathematics effective if it's process guide real context in daily life' students.and the students actively in organization, discovery of knowledge
This research's aim were; (1) Describe mastery of the student's ability classically in study criteria, (2) Describing the student's activity degree in contextual learning, (3) Describing the teacher's ability in managing contextual learning, (4) Describing student's response toward contextual learning components and process, (5) knowing the ability of problem solving who followed contextual learning is better then the student who followed conventional learning by using inferential statistic analysis.
This research was a quasi experimental research began with the development learning component using to 4-D Model (Four D model), consisted of; Lesson Plan (RPP), Teacher's Book (BG), Student's Book (BS), Student's Worksheet (LKS), and Problem Solving test (Polya). The population of this research was grade VIII students of SMP Negeri 2 Rantau Selatan Rantauprapat, involved six classes and two classes were used the sample of the study selected randomly from the population. Class VIII 1 became experiment class using contextual learning. And class VIII 6 as control class using conventional learning. Three instrument were used in this research: (1) Problem Solving Test, (2) Observation sheet student's activities, (3) Observation sheet of teacher's ability in managing the learning process.
The research began with trying-out learning component and instrument
of the test. The result in of instrument test was high with a = 0,844, all of the
questions (eight questions) were valid, sensitivity of the test around 0,34.
Based on the level of difficulty it was found two problems were difficult and six
problems were in the medium, and discriminant tests were good.
All of the data used in this research were analyzed by descriptive statistic
analysis and inferential statistic analysis. The descriptive analysis was used to
describe the mastery of student's study activities in CTL describe the teacher's
ability in managing CTL, and describe the
student's
response toward in CTL. The
inferential statistic analysis used in this research was Covariance analysis to test
theoretical hypothesis. The covariance analysis can be applied because the
extrameous variable influenced significantly toward dependent variable (final test)
qualifying for regression linear model in experimental group.
The result of research showed that CTL approach was effective in
mathematics learning. The criteria effectiveness, such; (1) the mastery of the
students in CTL was achieved, (2) Student activities in CTL were effective. (3)
Teaching learning managing in CTL was good, (4) Students' response on
teaching components in CTL was positive, (5) The problem solving ability of
students who followed in CTL was better than the problem solving ability of
student who followed conventional teaching learning in three dimension plane
geometry.
Since contextual learning is effective in mathematics learning, it can be
applied as an alternative way to teach mathematics in order to be innovative,
especially in teaching three dimensional plane geometry.
DAFTAR ISI
ABS TARK ...
ABSTRACT ...iii
KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 16
C. Batasan Masalah ... 17
D.Rumusan Masalah ... 17
E.,Tujuan Penelitian ... 18
F. Manfaat Penelitian ... 18
G. Asumsi dan Keterbatasan Penelitian ... 19
H. Defenisi Operasional ... 20
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 22
A. Kerangka Teoritis ... 22
I. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika ... 22
2. Masalah dalam Matematika. ... 25
3. Masalah Kontekstual ... 27
4. Kemampuan pemecahan Masalah Matematika ... 29
5. Pendekatan Pembelajaran ... 33
6. Keefektifan Pembelajaran ... 34
7. Hakekat Pembelajaran Kontekstual ... 36
8. Pembelajaran Kontekstual dalam matematika ... 49
9. Pembelajaran Konvensional ... 53
10.Teori-Teori yang Relevan dengan Pembelajaran Kontekstual ... 56
11. Pengembangan Sistem Pembelajaran dan Perangkat Pembelajaran. ... 64
B. Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 70
I. Kerangka Konseptual ... 70
2. Hipotesis Penelitian ... 74
C. Hasil-Hasil Penelitian Relevan ... 74
BAB III METODO PENELITIAN ... 77
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 77
I . Tempat Penelitian ... 77
2. Waktu Penelitian ... 77
B. Populasi dan Sampel ... 78
C. Disain Penelitian (Rancangan Penelitian) ... 79
D. Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 98
E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 99
F. Tehnik Pengumpulan Data ... 100
G. Tehnik Analisis Data ... 104
BAB N HASIL PENELITIAN ... 119
A. Hasil Penelitian ... 119
1. Analisis Deskriftif Hasil Penelitian ... 119
a) Sensitivitas Item Terhadap Pembelajaran ... 119
b) Ketuntasan KlasikaI Hash' Kemampuan Pemecahan Masalah ... 120
c) Aktivitas Siswa selama Kegiatan Pembelajaran ... 122
d) Pengelolaan Pembelajaran Kontekstual ... 128
e) Respon Siswa terhadap Kegiatan Pembelajaran ... 131
2. Analisis Inferensial Hasil Penelitian ... 133
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 142
1.-Deslcripsi Hasil Penelitian Pembelajaran Kontekstual .. 143
2.Hasil Analisis Statistik Penelitian ... 149
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 151
A. SIMPULAN ... 151
B. SARAN ... 154
DAFTAR PUSTAKA ... 156 LAMPIRAN: RPP
Buku Siswa Buku Guru LKS
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dan Pembelajaran
Konvensional ... 55
3.1 Akreditasi SMP Negeri Rantauprapat Labuhan Batu ... 77
3.2 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 82
3.3 Hasil Validasi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 83
3.4 Rancangan uji coba ... 84
3.5 Interpretasi Koefisien Validitas Butir Soal dan Reliabilitas ... 86
3.6 Hasil Analisis validitas tes uji coba ... 88
3.7 Hasil Analisis Tinglcat Kesukaran Butir Soal ... 90
3.8 Daya Pembeda butir soal ... 93
3.9 Kategori Aktivitas Siswa pada Kelas Uji coba ... 94
3.10 Rata-rata Persentase Respon Siswa terhadap Kegiatan Pembelajaran Kontekstual kelas uji coba ... 96
3.12 Kategori Aktivitas Siswa pada Kelas Eksperimen ... 102
3.13 Rancangan analisis data untuk ANAKOVA ... 109
3.14 Keterkaitan antara variabel bebas dan terikat (tabel Weiner) ... 110
3.15 Keterkaitan Antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Data, Alat Uji, dan uji statistik ... 118
4.1 Sensivitas Butir Soal Terhadap Pembelajaran ... 120
4.2 Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Kemampuan Pemecahan Masalah ... 121
4.3 Aktivitas Siswa selama Kegiatan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 125
4.4 Hasil Pengamatan Pengelolaan Pembelajaran Kontekstual ... 128
4.5 Persentase Respon Siswa terhadap Kegiatan Pembelajaran Kontekstual kelas eksperimen ... 131
4.6 Analisis Varians Untuk uji Independensi untuk Kelas Kontrol ... 135
4.7 Analisis Varians Untuk Uji Linieritas Regresi kelas kontrol ... 136
4.8 Analisis Varians Untuk uji Independensi kelas Eksperimen ... 137
4.9. Analisis Varians Untuk Uji Linieritas Regresi kelas Eksperimen ... 138
4.10. Analisis Varians Untuk Kesamaan Dua Model Regresi ... 139
4.11. Analisis Varians Untuk Kesejajaran Model Regresi ... 139
4.12. Analisis Kovarians untuk Rancangan Lengkap ... 140
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar: 2.1 Model Pengembangan Sistem Pembelajaran PPSI ... 64
2.2 Model Pengembangan Sistem Pembelajaran Kemp ... 66 2.3 Modifikasi Model Pengembangan Perangkat Pembelajara
dari model 4 D (Four D Model) ... 67 2.4 Kerangka konseptual Penelitian. ... 73 3.1 Diagram presentase aktivitas siswa pada uji cobs ... 94 4.1 Diagram Aktivitas Siswa Pertemuan I
Pembelajaran Kontekstual ... 123 4.2 Diagram Aktivitas Siswa Pertemuan II Pembelajaran .... 123 4.3 Diagram Aktivitas Siswa Pembelajaran Kontekstual ... 127 4.4 Diagram Nilai Kategori Kemampuan Guru Mengelola
Pembelajaran Kontekstual ... 130
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1: Lampiran Validasi dan Instrumen Penelitian ... 162
Lembar validasi rencana pelaksanaan pembelajaran ... 163
Lembar validasi buku siswa ... 165
Lembar Validasi Buku Gum ... 167
Lembar validasi LKS ... 169
Lembar validasi tes kemampuan pemecahan masalah ... 171
Kisi-kisi instrumen tes kemampuan pemecahan masalah 173
Tes kemampuan pemecahan masalah ... 174
Kunci (alternatif) jawaban ... 176
Pedomart penskoran penyelesaian tes ... 178
Lembar pengamatan aktivitas siswa datam pembelajaran
kontekstual ... 180
Lembar pengamatan pengelolaan pembelajaran
kontekstual ... 181
Angket respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran
kontekstual. ... 182
Lampiran 2: Jadwal Pelaksanaan Penelitian dan Pembagian
Kelompok Siswa ... 183
Jadwal pelaksanaan kelas ujicoba ... 184
Jadwal pelaksanaan kelas eksperimen ... 184
Jadwal pelaksanaan kelas kontrol ... 185
Pembagian kelompok kelas uji coba ... 186
Pembagian kelompok kelas eksperimen ... 187
Lampiran 3: Hasil Validasi Perangkat Penelitian ... 188
Hasil validasi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) . 189
Hasil validasi buku siswa ... 190
Hasa validasi
buku
guru ... 191
Hasil validasi LKS ... 192
Lampiran 4: Hasil liji Coba Penelitian ... 193
Deskripsi hasil pretes kelas uji coba ... 194
Deskripsi hasil
pretes
kelas kontrol ... 195
Deskripsi hasil pretes kelas eksperimen ... 196
Deskripsi hasil postes kelas uji coba ... 197
Perhitungan reliabilitas butir soal ... 198
Perhitungan validitas butir soal ... 199
Perhitungan sensivitas butir soal ... 201
Perhitungan tingkat kesukaran butir soal ... 202
Perhitungan daya pembeda butir soal ... 204
Persentase aktivitas siswa ... 210
Reliabilitas pengelolaan pembelajaran ... 212
Hasil pengamatan pengelolaan pembelajaran ... 213
Lampiran 5: Hasil Penelitian ... 215
Perhitungan sensitivitas kelas kontrol ... 216
Perhitungan sensivitas kelas eksperimen ... 217
Deskripsi hasil pos-tes kelas kontrol ... 218
Deskripsi hasil pos-tes kelas eksperimen ... 219
Perhitungan normalitas postes kelas eksperimen ... 220
Perhitungan normalitas postes kelas kontrol ... 221
Perhitungan normalitas pretes kelas eksperimen ... 233
Perhitungan normalitas pretes kelas kontrol ... 234
Perhitungan uji independensi kelas kontrol ... 222
Perhitungan uji independensi kelas eksperimen ... 223
Perhitungan uji linieritas model regresi kelas kontrol ... 224
Perhitungan uji linearitas model regresi kelas eksperimen ... 225
Perhitungan uji kesamaan dua model regresi kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 226
Perhitungan uji kesejajaran dua model regresi kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 227
Persentase aktivitas siswa dalam pembelajaran ... 229
Hasil pengamatan pengelolaan pembelajaran ... 231
Respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran kelas eksperimen ... 232
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak abad 21 (abad pengetahuan) dunia memasuki era globalisasi sebagai
akibat dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Untuk itu
sangat dituntut agar setiap orang dapat menguasai IPTEK dan beradaptasi dengan
keadaannya. Itu berarti sumber daya manusia tersebut harus mempunyai mutu
yang tinggi dan memiliki kemampuan komparatif, inovatif, kompetitif, dan
mampu berkolaboratif sehingga lebih mudah menyerap informasi baru,
mempunyai kemampuan yang handal dalam beradaptasi untuk menghadapi
perubahan zaman yang semakin cepat.
Oleh karena itu peningkatan mutu pendidikan nasional dalam anti dan
lingkup bias merupakan titik berat pembangunan di bidang pendidikan. Soejadi
(1999: 1) mengemukakan bahwa pendidikan satu-satunya wadah kegiatan yang
dapat dipandang dan seyogianya berfungsi untuk menciptakan sumber daya
manusia yang bermutu tinggi. Hal ini berarti pendidikan dituntut untuk dapat
menghasilkan lulusan yang diharapkan mampu memecahkan masalah, berfikir
kritis, kreatif, dan kompetitif sehingga dapat mengekspresikan diri mereka dalam
menghadapi perkembangan zaman.
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini masih rendah. Hal ini didukung
Nurhadi, dkk. (2007) bahwa memasuki abad 21 keadaan sumber daya manusia
Indonesia tidak kompetitif. Sedangkan menurut catatan Human Develompment
Report tahun 2003 versi UNDP bahwa peringkat HDI (Human Develompment
Index) atau kualitas sumber daya manusia Indonesia berada di urutan 112, Filipina 85, Thailand 74, Malaysia 58, Brunai 31, Korea Selatan 30, Singapura 28.
Matematika sebagai ratunya ilmu sekaligus pelayan ilmu sangat dibutuhkan dalam menghadapi tantangan di era globalisasi. Seiring dengan perkembangan IPTEK, perkembangan pendidikan matematika mengalami pergeseran. Sinaga (1999: 1) mengatakan bahwa :
Matematika merupakan pengetahuan yang esensial sebagai dasar untuk bekerja seumur hidup dalam abad globalisasi. Karena itu penguasaan tingkat tertentu terhadap matematika diperlukan bagi semua peserta didik agar kelak dalam hidupnya memungkinkan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak karena abad globalisasi, tiada pekerjaan tanpa matematika.
Kutipan di atas memberi penekanan bahwa pembelajaran matematika menjadi fokus perhatian para pendidik dalam memampukan siswa mengaplikasikan berbagai konsep, prinsip matematika dalam kehidupan sehari-hari. Pendapat ini didukung oleh Soejadi (2004: 45) mengatakan, pendidikan matematika seharusnya memperhatikan dua tujuan: (1) tujuan yang bersifat formal, yaitu penataan nalar serta pembentukan pribadi anak didik dan (2) tujuan yang bersifat material, yaitu penerapan matematika serta ketrampilan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Hal tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika dijenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah menurut KBK 2004 (KTSP 2006) 1. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya
melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisteni dan inkonsistensi.
2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinal, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan. Dalam setiap pembelajaran guru berharap agar siswa yang diberi pembelajaran memperoleh hasil belajar yang sebaik-baiknya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Kenyataan yang dijumpai di lapangan sangat bertolak belakang dengan yang diharapkan guru. Tidak semua siswa yang mengalami pembelajaran memperoleh basil belajar yang maksimal, bahkan masih banyak siswa yang mengalami kesulitan belajar. Mengajar matematika tidaklah mudah, karena fakta menunjukkan bahwa para siswa mengalami kesulitan belajar dalam mempelajari matematika (Jaworski, 1994). Sebagai contoh, masalah yang berkaitan dengan perbandingan senilai, misalnya seorang petani membeli 12 kg pupuk urea seharga Rp 4500,- berapa rupiah uang yang bayarkan untuk 72 kg? Banyak siswa kesulitan untuk menjawab soal cerita tersebut (Saragih, 2007: 7).
Seringkali siswa menjadi korban dan dianggap sebagai sumber penyebab kesulitan belajar. Padahal mungkin saja kesulitan itu bersumber dari luar din siswa, misalnya proses pembelajaran yang terkait dengan kurikulum, cara penyajian materi pelajaran, dan pendekatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Hal tersebut dapat mengakibatkan kemampuan berfikir lcritis dan sikap siswa terhadap matematika cukup memprihatinkan. Ada yang merasa takut, ada yang merasa bosan bahkan ada yang alergi pada pelajaran matematika. Akibatnya siswa tidak mampu mandiri dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya sehingga prestasi siswa dalam pelajaran matematika selalu tidak memuaskan.
Hasil survei Trends in Mathematics and Sciences Study (TIMMS) tahun 1999 menempatkan Indonesia pada posisi ke-34 dari 48 negara dalam bidang matematika. Empat negara di bawah Indonesia adalah Chili, Marocco, Filipina dan Afrika Selatan. Lima negara terbaik saat itu adalah Singapura, Korea Selatan, Taiwan, Jepang dan Belgia (Supriyoko, 2008). Hasil TIMMS tahun 2003 menempatkan Indonesia pada posisi 34 dan 45 negara, dan lebih separuh pelajar kelas II dan kelas III SLTP Indonesia dikategorikan berada di bawah standar rata-rata skor Internasional. Urutan siswa Indonesia masih berada di bawah Singapura dan Malaysia dalam penguasaan Matematika (Kompas, 13 Maret 2006). Hal senada dikatakan Marpaung (2006: 7) bahwa prestasi yang dicapai oleh wakilwakil Indonesia dalam olimpiade matematika internasional dari tahun 1995 sampai tahun 2002 selalu di bawah median, misalnya tahun 2003 prestasi Indonesia mencapai urutan 37 dari 82 peserta.
Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan (Portal Dunia Guru, November 2007), terdapat beberapa fenomena yang dapat dilihat bagaimana tindakan guru di kelas agar basil Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tercapai dengan optimal. Namun kenyataanya banyak guru matematika tidak mampu melaksanakan KBM dengan baik, walaupun seluruh guru telah dibekali sepuluh kompetensi guru. Fenomena tersebut antara lain adalah :
1. Banyak siswa malas belajar matematika hanya karena cara guru yang mengajar tidak sesuai dengan keinginan siswa
2. Siswa selalu merasa bosan dalam belajar matematika dan akibatnya hasil belajar matematika tidak sesuai harapan.
3. Ada sebagian siswa berpendapat bahwa guru matematika dalam penyampaian materi tidak dapat menyampaikannya dengan menarik dan menyenangkan.
4. Gum matematika yang mengajar terlalu monoton bahkan cenderung kurang dapat berkomunikasi dengan siswa sehingga suasana kelas menjadi kakis. Ternyata bukan materi pelajaran matematika sukar dicema tetapi beberapa hal yang dipaparkan diatas telah menjadi momok yang menyulitkan siswa dalam belajar matematika.
Pembelajaran matematika di beberapa sekolah di Indonesia sejauh ini masih didominasi pembelajaran konvesional dengan paradigma guru mengajar hanya berorientasi pada hasil belajar yang dapat diamati dan diukur. Siswa pasif dan guru cenderung memindahkan informasi yang sebanyak-banyaknya kepada siswa sehingga konsep, prinsip dan aturan-aturan sulit dipahami oleh siswa, tidak dapat menerapkan konsep dan sukar untuk mengadaptasikan pengetahuannya terhadap lingkungan belajarnya dan menjadikan matematika tidak bermakna bagi siswa. Walaupun banyak siswa mampu menghafal materi yang diterimanya tetapi sering kali tidak memahami secara mendalam substansi materinya. Sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan. Hal ini juga mengakibatkan prestasi belajar matematika Indonesia sangat rendah.
Beberapa hal yang menjadi ciri praktek pendidikan di Indonesia tersebut di atas yang belum relevan dengan tujuan pembelajaran matematika didukung oleh Marpaung (2006: 7) mengatakan bahwa:
Pembelajaran matematika (lama), yang sampai sekarang pada umumnya masih berlangsung di sekolah (kecuali sekolah mitra PMRI),
didominasi paradigma lama yaitu paradigma mengajar dengan ciri-ciri: (a) guru aktif mentransfer pengetahuan ke pikiran siswa; (b) siswa menerima pengetahuan secara pasif (murid berusaha menghafalkan pengetahuan yang diterima); (c) pembelajaran bersifat mekanistik; (d) pembelajaran dimulai dan guru dengan menjelaskan konsep atau prosedur menyelesaikan soal, memberi soal-soal latihan pada siswa; (e) guru memeriksa dan memberi skor pada pekerjaan siswa, dan (f) jika siswa melakukan kesalahan guru memberi hukuman dalam berbagai bentuk (pengaruh behavorisme).
Pendapat di atas menekankan bahwa pengajaran yang terjadi selaina ini berpusat pada aktivitas guru dan tidak berorientasi pada siswa. Guru mengajarkan, bukan membelajarkan siswa. Guru belum berupaya secara maksimal memampukan siswa memahami konsep/prinsip matematika, mengungkapkan ide-ide, mampu
berabstraksi, serta menunjukkan kegunaan konsep dan prinsip matematika dalam memecahkan masalah dan dapat mengaplikasikanya dalam kehidupan nyata.
Pembelajaran konvensional beranggapan bahwa guru berhasil apabila dapat mengelola kelas sedemikian rupa dengan siswa-siswa terlatih dan tenang mengikuti pelajaran yang disampaikan guru. Pengajaran dianggap sebagai proses penyampaian fakta-fakta kepada para siswa, sementara para siswa mencatatnya pada buku catatan. Guru yang baik adalah guru yang menguasai bahan, dan selama proses belajar mengajar mampu menyampaikan materi tanpa melihat buku pelajaran. Hadi (2008) mengatakan guru yang baik adalah guru yang selama 2 kali 45 menit dapat menguasai kelas dan berceramah dengan suara yang lantang. Materi pelajaran yang disampaikan sesuai dengan GBPP atau apa yang telah tertulis di dalam buku paket. Ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar.
Permasalahan pembelajaran matematika di atas sejalan dengan hasil penelitian Wahyudin (1999) yakni sebagian besar siswa tampak mengikuti dengan baik setiap penjelasan atau informasi dari gurunya, tetapi para siswa tersebut
sangat jarang mengajukan pertanyaan pada gurunya, sehingga yang terjadi adalah guru asyik sendiri menjelaskan apa-apa yang telah dipersiapkannya dan siswa asyik juga menerima informasi dari gurunya. Akibatnya para siswa hanya mampu mencontoh apa-apa yang dikerjakan guru, mengingat rumus-rumus atau aturan matematika tanpa makna dan pengertian. Akhirnya siswa beranggapan dalam menyelesaikan soal matematika cukup dikerjakan seperti apa yang dicontohkan oleh guru atau menggunakan rumus smarm langsung, walaupun sebenarnya mereka tak mengerti. Siswa dianggap berhasil dalam belajar apabila mampu mengingat banyak fakta, mampu menyampaikan kembali fakta tersebut kepada orang lain, atau menggunakannya untuk menjawab soal-soal dalam ujian.
Dengan demikian praktik pendidikan yang selama ini berlangsung di sekolah ternyata sangat jauh dari hakikat pendidikan yang sesungguhnya, yaitu pendidikan yang menjadikan siswa sebagai manusia yang memiliki kemampuan belajar untuk mengembangkan pengetahuan lebih lanjut dan untuk kepentingan dirinya sendiri. Menurut Zamroni (2000) praktik pendidikan yang demikian mengisolir diri dari lingkungan sekitar dan dunia kerja, serta tidak mampu menjadikan siswa sebagai manusia yang yang utuh dan berkepribadian. Termasuk juga bahwa paradigma pembelajaran matematika di sekolah Indonesia saat ini, umumnya menyiapkan siswa untuk berhasil dalam Ujian Nasional (UN). Sehingga diperoleh siswa umumnya lulus ujian namun kenyataan menunjukkan siswa Indonesia kalah bersaing dengan prestasi dibawah standar internasional.
Dengan melihat fakta-fakta yang dikemukakan di atas adalah tidak adil kalau kita membuat suatu kesimpulan bahwa rendahnya nilai matematika disebabkan oleh siswanya yang tidak mampu atau matematika itu sukar. Cochroft
(Wahyudin, 1999), Fisher dan Pipp (Than, dkk. ,1999) mengemukakan dua faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif siswa yakni internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut menurut Ruseffendi (1991) mencakup kecerdasan siswa, bakat siswa, kemampuan belajar, minat, model penyajian materi, pribadi dan sikap guru, suasana belajar, kompetensi guru, serta kondisi masyarakat luas.
Oleh karena keadaan pendidikan kita sangat memprihatinkan maka pembaharuan pendidikan harus dilakukan. Kita hams melakukan revolusi pembelajaran (Gultom, 2008: disampaikan dalam Seminar Nasional). Salah satu prinsip dalam revolusi pembelajaran (learning revolution) menyatakan bahwa belajar akan efelctif jika dilaksanakan dalam suasana yang menyenangkan. Hal senada juga dikemukakan Yamin (2000: 118) bahwa pola-pola pengajaran tradisional hams ditinggalkan seperti guru yang hanya menguasai materi pelajaran, guru yang banyak menceramahi siswa, berkomunikasi dengan sebagian siswa, menulis pelajaran di papan tulis, mendiktekan pelajaran dan sebagainya.
Paradigma barn pendidikan menekankan agar peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi, hams belajar dan berkembang. Siswa hams aktif dalam penemuan dan peningkatan pengetahuan sebab kebenaran ilmu tidak terbatas pada apa yang disampaikan oleh guru. Sehingga guru hams merubah strategi dan perilaku mengajarnya.
Dalam konteks pembaharuan pendidikan (Nurhadi, dkk., 2007) ada tiga isu utama yang perlu disoroti yaitu: (1) pembaharuan kurikulum, (2) peningkatan kualitas pembelajaran, dan (3) efektivitas metode pembelajaran. Harus ditemukan strategi atau pendekatan pembelajaran yang efektif di kelas yang lebih memberdayakan potensi siswa. Sebab proses-proses yang dilakukan siswa dalam
memilih, mengatur dan mengintegrasikan pengetahuan baru, perilaku dan bush pikirannya akan mempengaruhi keadaan motivasi dan sikapnya dan pada akhimya akan berhubungan dengan strategi belajarnya (Weinstein & Mayer dalam Anthony, 1996). Keberadaan pemilihan dan penggunaan startegi belajar siswa merupakan variabel yang kritis dalam proses belajar aktif (Anthony, 1996).
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 sebagai hasil pembaharuan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004 juga menganjurkan pendidikan harus dirubah khususnya dalam pendidikan formal. KTSP menghendaki bahwa pembelajaran pada dasarnya tidak hanya mempelajari tentang konsep, teori dan fakta tetapi juga dalam aplikasi kehidupan sehari-hari. Semua perubahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki mutu pendidikan, baik dan segi proses maupun hasil (Komaruddin dalam Trianto, 2007: 2).
Syah (2003: 142) menyatakan apabila sebuah metode yang digunakan guru tidak mendorong munculnya prestasi belajar siswa yang memuaskan, guru seyogianya mengganti metode tersebut atau mengkombinasikannya dengan metode lain yang serasi. Nisbett (Tim MKPBM UPI, 2001) mengatakan bahwa tidak ada cara belajar yang paling benar dan cara mengajar yang paling baik, setiap orang berbeda dalam kemampuan intelektual, sikap dan kepribadian sehingga mereka mengadopsi pendekatan-pendekatan yang berbeda untuk belajar yang sesuai dengan karakteristik masing-masing. Sehingga dengan menggunakan berbagai macam strategi belajar, pengetahuan yang diperolehnya dapat lebih bermakna dan berkualitas.
Hal ini menjadi tantangan bagi guru matematika sehingga diharapkan guru matematika harus dapat menggali seluruh kemampuannya mampu
menciptakan model-model pembelajaran matematika yang dapat memelihara suasana kelas dan iklim yang serasi bagi siswa agar tercapai tujuan
pembelajaran matematika yang optimal. Dengan kata lain, guru sebagai perancang dan pengelola pembelajaran hams mampu merencanakan pembelajaran yang menyenangkan, mudah dipahami siswa, dan dapat mengalctiflcan siswa sehingga matematika semakin disenangi siswa.
Hal ini didukung oleh Sinaga (2006: 54) mengatakan beberapa penekanan pergeseran paradigma pembelajaran untuk mencapai keefektifan pembelajaran arinlah: (1) dan peran pengajar sebagai transmiter ke fasilitator, pembimbing dan konsultan, (2) dan peran pengajar sebagai sumber pengetahuan menjadi panutan (mentor) belajar, (3) dan belajar diarahkan lcurilculum menjadi diarahkan oleh pebelajar sendiri, (4) dan belajar berbasis teori menuju dunia dan tindakan nyata serta refleksi, (5) dan kebiasaan pengulangan dan latihan menuju perancangan dan penyelidikan, (6) dari taat aturan dan prosedur menjadi penemuan dan penciptaan, (7) dari kompetitif menuju kolaboratif, (8) dari hasil yang ditentukan sebelumnya menuju hasil yang terbuka. Melalui paradigma baru tersebut diharapkan siswa aktif dalam belajar, aktif berdiskusi, berani menyampaikan ide-ide, memiliki kepercayaan diri yang tinggi (Zamroni, 2000). Dengan demikian fokus pertama dalam penelitian ini adalah bagaimana mendesain pendekatan dan strategi pembelajaran matematika sehingga proses dan produknya terintegrasi dengan efektif
Mengetahui adalah suatu proses bukan suatu produk. Artinya belajar tidak sekedar mempertanyakan apa yang diketahui siswa tetapi juga apa yang dapat dilakukuan siswa setelah melewati suatu proses pembelajaran. Hal ini sesuai
dengan pendapat Soedjadi (2000: 6) pembelajaran matematika konvensional mengakibatkan siswa tidak dapat menerapkan konsep dan prinsip matematika dalam pemecahan masalah karena mereka tidak mengalami proses penemuan konsep dan prinsip tersebut. Guru belum berupaya maksimal memampukan siswa memahami berbagai konsep dan prinsip matematika dalam memecahkan masalah, sehingga pencapaian tujuan pembelajaran matematika mengalami kesulitan.
NCTM (2000: 67) merekomendasikan ada lima kompetensi standar matematika (doing math) yang utama yaitu kemampuan Pemecahan Masalah (Problem Solving), Komunikasi (Communication), Koneksi (Connection), Penalaran (Reasoning), Representase (Representation). Tujuan ini dapat dicapai dengan aktivitas dan pola pikir matematika yang dapat memfasilitasi siswa untuk belajar menemukan kembali rumus ataupun teori matematika oleh si pebelajar itu sendiri dibawah bimbingan guru (guided re-invention) sebagaimana para matematikawan menemukan rumus dan teori tersebut (Depdiknas, 2005: 8). Hal ini tidak mungkin bisa dicapai hanya melalui hafalan, latihan pengerjaan soal bersifat rutin, atau dengan proses pembelajaran konvensional.
Menurut teori belajar yang dikemukakan Gagne (dalam Tim MKPBM, 2001: 83) bahwa keterampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah. Lebih lanjut National Council Theacher of Mathematics (NCTM)) menganjurkan "Problem solving must be the focus of school mathematics" (Sobel dan Maletsky, 1988: 53). Demikian juga Polya (Sinaga, 2007: 6) menyatakan "In my opinion, the first duty of a teacher of mathematics is to use this opportunity: He should do everything in his power to develop his students' ability to solve problems". Pendapat tersebut mengandung
makna bahwa yang paling prinsip dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan yang terkandung dalam bermatematika seluruhnya bermuara pada penguasaan konsep, prinsip dan memampukan siswa memecahkan masalah dengan kemampuan berfikir kritis, logis, sistematis serta terstruktur. Sehingga setiap guru matematika hares menggunakan segala kemampuan yang dimiliki untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah
matematika, sebab inti dari pembelajaran matematika adalah pemecahan masalah. Oleh karena kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan mendasar yang hams dimiliki siswa dalam belajar matematika, sehingga
pemecahan masalah hams diletakkan sebagai tujuan utama dan metode utama pembelajaran matematika, sebagaimana dinyatakan Tran Vui (Depdiknas, 2005: 9) menyatakan "Problem Solving is put forth as a major method and goal". Hal
senada dinyatakan Utari (Marzuki, 2006: 3) bahwa "pemecahan masalah matematika merupakan hal yang sangat penting sehingga menjadi tujuan umum pengajaran matematika bahkan sebagai jantungnya matematika, lebih
mengutamakan proses dan pada hasil dan sebagai fokus dari matematika sekolah dan bertujuan untuk membantu mengembangkan berfikir secara matematis". Kenyataanya aspek pola berfikir matematis, seperti memecahkan masalah bukan merupakan tujuan utama pembelajaran matematika sekolah saat ini (TIM Instruktur Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) UNIMED, 2008: 9). Hal ini menjadi suatu masalah dalam pembelajaran matematika di sekolah.
Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan
mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan.(Nurhadi, 2004: 104). Menurut pandangan konstruktivistik bahwa pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada siswa, karena setiap siswa mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif melalui proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai sesuatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru.
Slavin (1994: 256), mengatakan bahwa:
The essence of constructivist theory is the idea that learners must individually discover and transform complex information if they are to make it their own. Constructivist theory sees against old rules and then revising rules when they no longer work. This view has profound implications for teaching, as it suggests a far more active role for student in their own instruction than is typical in many of classroom. Because of the ephasis on students as active learners, constructivist strategies are often called student centered instruction.
Kutipan di atas mengandung arti bahwa pandangan kontruktivis menganjurkan siswa harus belajar menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek infiormasi barn dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan tersebut tidak lagi sesuai. Siswa dituntut benar-benar memahami dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh, memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk kepentingannya, berusaha dengan ide-ide.
Prinsip-prinsip kontruktivisme banyak digunakan dalam pembelajaran sains dan matematika, antara lain: (1) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial, (2) pengetahuan tidak dapat dipindahkan dan
guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk menalar, (3) murid aktif mengonstruksi terus-menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah, (4) guru sekedar membantu penyediaan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus (Suparno, 1997). Menurut filsafat konstruktivis berfikir yang baik adalah lebih penting daripada mempunyai jawaban yang benar atas suatu persoalan yang dipelajari. Seseorang yang mempunyai cara berfikir yang baik, dalam arti bahwa cara berfikirnya dapat digunakan untuk menghadapi fenomen baru, akan dapat menemukan pemecahan dalam menghadapi persoalan lain.
Oleh karena itu pembelajaran matematika disekolah dapat efektif dan bermakna bagi siswa jika proses Kegiatan Belajar Mengajar (ICBM) memperhatikan konteks nyata dari kehidupan siswa. Konteks nyata dari kehidupan siswa yang mencakup latar belakang keluarga, keadaan sosial politik, ekonomi, budaya dan kenyataan-kenyataan hidup yang lain (Dunia Guru, November 2007). Penekanan program yang berbasis konteks nyata kehidupan siswa sangat tepat untuk peningkatan proses berfikir siswa. Tujuan yang dicapai bukan hasil tetapi lebih pada strategi belajar. Yang diinginkan bukan banyak tapi dangkal, melainkan sedikit tetapi mendalam.
Sehingga melalui landasan filosofi konstruktivisme, pembelajaran kontekstual terjemahan dan Contextual Teaching and Learning (CTL) dipromosikan menjadi alternatif strategi belajar yang baru (Depdiknas, 2003). Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Nurhadi, 2004: 103).
Bangun ruang sisi datar merupakan pokok bahasan dalam matematika. Penggunaan materi ini banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari serta banyak digunakan dalam displin ilmu lain. Materi bangun ruang sisi datar selain diberikan di SD, SMP dan SMA juga diberikan diperguruan tinggi. Hal ini berarti konsep-konsep, prinsip dan aturan-aturan dalam materi bangun ruang sisi datar harus benar-benar dipahami dan dikuasai oleh siswa secara mendalam. Pemahaman konsep bangun ruang sisi datar melalui pendekatan CTL memberi kesempatan pada siswa untuk menemukan kembali dan mengonstruksi konsep dengan pendekatan kontekstual yang dirancang oleh guru.
Beberapa fenomena pembelajaran konvensional tersebut di atas, yang terjadi di sekolah-sekolah saat ini juga terjadi di SMP Negeri 2 Rantau Selatan. Sebagai contoh, hasil wawancara dengan salah seorang guru matematika SMP Negeri 2 Rantau Selatan Rantauprapat (Ibu Irawati) pada tanggal 23 Maret 2009 mengatakan bahwa pembelajaran masih bersifat konvensional. Siswa-siswa kelas VII kurang mampu dalam memahami berbagai konsep, prinsip matematika dengan pembelajaran yang biasa dilakukan (pembelajaran konvensional). Banyak siswa yang kesulitan memecahkan masalah-masalah matematika dan pada setiap ujian dilakukan maka hasil ujian matematika selalu tidak tuntas secara klasikal bahkan jauh di bawah standart ketuntasan. Rata-rata siswa mendapat skor antara 3,0 s/d 6,0. Hal ini dimungkinkan karena metode dan pendekatan yang digunakan guru matematika dalam pembelajaran kurang tepat.
C. Batasan Masalah
Berbagai masalah yang teridentifikasi di atas merupakan masalah yang cukup luas dan kompleks serta cakupan materi matematika yang sangat banyak. Agar penelitian in lebih fokus maka masalah yang akan diteliti fokus pada Keefektifan pembelajaran kontekstual dalam pokok bahasan bangun ruang sisi datar untuk kelas VIII SMP Negeri-2 Rantau Selatan Rantauprapat. Keefektifan tersebut mencakup ketercapaian ketuntasan tujuan pembelajaran, aktivitas siswa dalam belajar, kemampuan guru mengelola pembelajaran, respon siswa, dan kemampuan pemecahan masalah matematika.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah pendekatan kontekstual efektif dalam pembelajaran matematika pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar?
2. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual lebih baik dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?
Sesuai dengan rumusan masalah, beberapa pertanyaan penelitian yang akan dijawab dalam penelitian ini adatah sebagai berikut:
1. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan pembelajaran kontekstual memenuhi kriteria ketuntasan belajar? 2. Bagaimana kadar aktivitas siswa dalam pembelajaran kontekstual
dapat memenuhi kriteria pencapaian efektivitas?
3. Bagaimana tingkat kemampuan guru mengelola pembelajaran dalam menerapkan pembelajaran kontekstual?
4. Bagaimana respon siswa terhadap komponen dan kegiatan pembelajaran kontekstual?
5. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual lebih baik dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?
E. Tujuan Penelitian.
Sesuai dengan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1.Mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan pembelajaran kontekstual memenuhi kriteria ketuntasan belajar
2.Mendeskripsikan kadar aktivitas siswa dalam pembelajaran kontekstual 3.Mendeskripsikan kemampuan guru mengelola pembelajaran kontekstual. 4.Mendeskripsikan respon siswa tehadap komponen dan kegiatan
pembelajaran kontekstual.
5.Mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual lebih baik dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mengikut pembelajaran konvensional.
F. Manfaat Penelitian.
Dengan tercapainya tujuan penelitian di atas dapat diperoleh manfaat penelitian sebagai berikut:
1. Apabila pembelajaran kontekstual dalam penelitian ini berpengaruh positif terhadap basil belajar siswa, maka pembelajaran kontekstual dapat dijadikan sebagai altematif salah satu strategi meningkatkan kualitas pembelajaran matematika, dan secara khusus memperbaiki basil belajar matematika siswa. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi guru-guru
SMP dalam pembelajaran jika menggunakan pembelajaran kontekstual serta dapat berguna bagi pengembang kurikulum matematika SMP. 3. Sebagai sumber informasi bagi sekolah perlunya merancang sistem
pembelajaran kontekstual sebagai upaya mengatasi kesulitan belajar siswa guna meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
G. Asumsi dan Keterbatasan
Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa siswa yang menjadi subjek penelitian adalah sungguh-sungguh dalam menyelesaikan tes hasil belajar, mengisi angket respon siswa. Guru dalam mengelola pembelajaran kontekstual adalah sungguh-sungguh melaksanakan pembelajaran. Dalam pembelajaran kontekstual dengan pokok bahasan bangun ruang sisi datar, penulis hanya menyajikan perangkat pembelajaran, yaitu rencana pelaksanaan pembelajaran, buku guru, buku siswa, lembar aktivitas siswa. Sedangkan perangkat-perangkat yang lain seperti remedial, pengayaan, dan penuntun belajar lainnya tidak disajikan dalam penelitaian ini. Banyak faktor yang mempengaruhi basil belajar siswa. Dalam penelitian ini, peneliti hanya dapat mengontrol aspek kemampuan awal siswa yang diuji sebelum materi pembelajaran diberikan. Dengan demikian hal ini merupakan keterbatasan peneliti.
H. Defenisi Operasional
Untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran, perlu adanya penjelasan dari beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Bebempa konsep dan istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Learning, teaching, teaching and learning, instruction yang terdapat dalam tulisan ini diartikan sebagai pembelajaran sebab aktivitas pembelajaran dalam penelitian ini berfokus pada siswa, guru berperan sebagai fasilitator membantu siswa menemukan fakta, konsep, prinsip bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan kelas.
2. Kualitas pembelajaran yang dimaksud adalah kualitas proses pembelajaran yang diukur dengan indikator kemampuan pemecahan masilah matematika, kemampuan guru mengelola pembelajaran, aktivitas siswa, dan respon siswa terhadap pembelajaran.
3. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
4. Pembelajaran konvensional adalah suatu pola pembelajaran biasa yang diterapkan di sekolah saat ini dan dipedomani untuk merencanakan pembelajaran, menggunakan buku paket/LKS yang disarankan untuk dimiliki. 5. Keefektifan pembelajaran adalah seberapa besar apa yang telah direncanakan
dapat tercapai setelah selesai pembelajaran. Keefektifan pembelajaran ini ditentukan berdasarkan pencapaian ketuntasan belajar siswa secara klasikal,
pencapaian efektivitas aktivitas siswa, pencapaian efektivitas kemampuan
guru mengelola pembelajaran, respon siswa terhadap pembelajaran.
6.
Rencana pembelajaran adalah suatu pedoman bagi guru dalam
mengoperasionalkan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran atau kompetensi yang diharapkan secara efektif dan
efisisen. Dengan sistim pendukung: Buku Guru (BG), Buku Siswa (BS),
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan RPP
7.
Aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dan guru, siswa dan siswa dalam
pembelajaran kontekstual yang diukur dengan instrumen lembar
pengamatan aktivitas siswa. Kadar aktivitas siswa adalah seberapa besar
persentase waktu yang digunakan oleh siswa untuk melakukan setiap
indikator/kategori aktivitas siswa.
8.
Kemampuan guru mengelola pembelajaran kontekstual adalah ketrampilan
guru dalam melaksanakan setiap tahap-tahap pembelajaran yang diukur
melalui lembar pengamatan pembelajaran kontekstual.
9.
Respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran adalah pendapat senang/tidak
senang dan baru/tidak baru terhadap komponen pembelajaran yang
dikembangkan, kesediaan siswa mengikuti pembelajaran kontekstual pada
kegiatan pembelajaran berikutnya, serta komentar siswa terhadap penampilan
guru dalam pembelajaran. Respon siswa diukur dengan menggunakan angket
respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran.
10.
Kemampuan pemecahan masalah adalah penglinsaan atau daya serap
siswa melalui pemecahan masalah non rutin terhadap materi ajar bangun
ruang sisi datar.
B A B V
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan basil analisis data dan temuan penelitian selama
pembelajaran kontekstual dengan menekankan pada kemampuan pemecahan
masalah matematika, maka peneliti memperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil penelitian yang dianalisis secara deskriftif pada kelas VIII (kelas
eksperimen), diperoleh bahwa pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
efektif dalam pembelajaran matematika pada pokok bahasan bangun ruang
sisi datar. Keefektifan pembelajaran kontekstual ditinjau dari empat kriteria
yang ditetapkan, yaitu:
a.
Ketuntasan belajar secara klasikal yang ditekankan pada kemampuan
pemecahan masalah matematika dengan pembelajaran kontekstual
adalah tercapai.
b.
Aktivitas siswa dengan pembelajaran kontekstual adalah efektif.
Pembelajaran ini jugs membuat siswa antusias dan semangat belajamya
meningkat, tumbuh sikap saling menghargai pendapat dan sebahagian
siswa berani menyampaikan pendapat/tanggapan/pertanyaan.
c.
Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran kontekstual adalah baik.
d.
Respon siswa tehadap komponen dan kegiatan pembelajaran kontekstual
adalah positif. Pembelajaran ini membuat siswa senang, lebih berani,
tertarik untuk mengikuti pembelajaran berikutnya dengan pendekatan
kontekstual, dan menumbuhkan rasa kebersamaan dalam belajar
melalui diskusi kelompok.
2.
Berdasarkan hasil analisis data dengan statistik inferensial dapat disimpulkan
bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti
pembelajaran kontekstual lebih baik dibandingkan dengan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran
konvensionai pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar.
3.
Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dalam penelitian irii adalah Buku
Guru (BG), Buku Siswa (BS), Lembar Kegiatan Siswa (LKS), dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dapat digunakan dalam pembelajaran
kontekstual pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar.
B. SARAN
Penelitian tentang penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran
matematika adalah merupakan upaya guru dalam meningkatkan prestasi belajar
siswa. Berdasarkan hasil penelitian ini, pembelajaran matematika dengan
pendekatan konteksktual adalah efektif diterapkan pada kegiatan pembelajaran
matematika. Untuk itu peneliti menyarankan beberapa hal berikut:
1. Bagi guru matematika
Pembelajaran kontekstual pada pembelajaran matematika yang
menekankan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
adalah efektif sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif
untuk menerapkan pembelajaran matematika yang innovatif khususnya
dalam mengajarkan materi bangun ruang sisi datar.
Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dijadikan
sebagai bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat
pembelajaran
152
matematika dengan pendekatan kontekstual pada pokok bahasan bangun
ruang sisi datar.
Aktivitas pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah efektif.
Diharapkan guru matematika dapat menciptakan suasana pembelajaran
yang menyenangkan, memberi kesempatan pada siswa untuk
mengungkapkan gagasanya dalam bahasa dan cars mereka sendiri, berani
berargumentasi sehingga siswa akan lebih percaya din dan kreatif dalam
menyelesaikan
masalah
yang
dihadapainya.
Dengan
demikian
matematika bukan lagi momok yang sangat menyulitkan bagi siswa.
:• Agar pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih efektif diterapk
an
pada pembelajaran matematika, sebaiknya guru harus membuat
perencanaan mengajar yang baik dengan daya dukung sistim pembelajaran
yang baik (Buku Guru, Buku Siswa, LKS, RPP, media yang digunakan).
Diharapkan guru perlu menambah vvawasan tentang teori-teori
pembelajaran dan model pembelajaran yang innovatif agar dapat
melaksanakannya
dalam
pembelajaran
matematika
sehingga
pembelajaran konvensional secara sadar dapat ditinggalkan sebagai upaya
peningkatan hasil belajar siswa.
2. Kepada Lembaga terkait
Pembelajaran melalui pendekatan kontekstual dengan menekankan
kemampuan pemecahan masalah matematika masih sangat asing bagi
guru maupun siswa, oleh karenanya perlu disosialisasikan oleh sekolah
atau lembaga terkait dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar
matematika siswa, khususnya meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa.
Pembelajaran kontekstual dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif
dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar sehingga dapat dijadikan
masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai strategi pembelajaran
yang efektif untuk pokok bahasan matematika yang lain.
3.
Kepada peneliti
Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pendekatan kontekstual
dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa dengan menerapkan ketujuh komponen CTL secara maksimal
untuk memperoleh basil penelitian yang maksimal.
Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pendekatan kontekstual
dalam
meningkatkan
kemampuan
matematika
lain
dengan
menerapkan ketujuh komponen CTL lebih dalam agar implikasi hash
penelitian tersebut dapat diterapkan di sekolah saat ini.
Terdapat beberapa keterbatasan yang perlu dikemukakan terkait
dengan hasil penelitian ini untuk dipertimbangkan, yakni:
1.
Waktu atau jam pelajaran yang dialokasikan setiap pertemuan dalam RPP
(2 x 40 menit) tidak cukup dalam melakukan pembelajaran kontekstual,
namun peneliti tidak dapat menambah waktu pada saat penelitian.
2.
Oleh karena keterbatasan waktu penelitian dan kemampuan guru dalam
melakukan pembelajaran kontekstual masih kurang, sehingga yang