• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Model Kebijakan Hukum Pidana Tentang Keterangan Saksi Melalui Teleconference Sebagai Alat Bukti Dalamperkara Pidana.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDAHULUAN Model Kebijakan Hukum Pidana Tentang Keterangan Saksi Melalui Teleconference Sebagai Alat Bukti Dalamperkara Pidana."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang M asalah

Indonesia adalah negara yang berdasarkan at as hukum dan bukan negara at as kekuasaan, m aka kedudukan hukum baru dit em pat kan di at as

segala-galanya. Set iap perbuatan harus sesuai dengan at uran hukum t anpa kecuali.1 Termasuk dalam hal ini adalah hukum untuk mengat ur t indakan w arga negaranya, sepert i hukum pidana maupun hukum acara pidana. Pada

hakekatnya hukum acara pidana term asuk dalam pengert ian hukum pidana. Namun demikian, hukum acara pidana lebih mengat ur t ent ang bagaim ana negara m elalui alat -alatnya m elaksanakan haknya unt uk m enjatuhkan pidana.

Sem ent ara it u, hukum pidana lebih m engat ur t ent ang perbuat an m ana yang dikenakan pidana dan pidana apa yang dapat dijatuhkan kepada pelaku t indak pidana.2

Hukum dapat dilihat sebagai perlengkapan m asyarakat unt uk m encipt akan ket ert iban dan ket erat uran dalam kehidupan m asyarakat . Oleh karena it u, hukum bekerja dengan cara m emberikan petunjuk t ent ang tingkah

laku dan karena itu pula hukum berupa norma. Hukum yang berupa norm a

1

Jimly Asshiddiqie. 2006. Konst it usi dan Konst it usionalisme Indonesia. Jakart a: Sekret ariat Jenderal dan Kepanit eraan M ahkamah Konst it usi RI. Hal. 69

2

(2)

dikenal dengan sebut an norma hukum, dimana hukum mengikat kan diri pada

m asyarakat sebagai t em pat bekerjanya hukum t ersebut .3

Indonesia sebagai suat u negara hukum mempunyai ciri pent ing, yaitu

supremacy of law , equalit y before t he law , dan due procces of law. Untuk itulah pem bukt ian sangat pent ing dalan proses peradilan pidana di Indonesia, karena dengan pem bukt ian akan menentukan posisi ant ara t ersangka dan

korban sehingga hukum dapat mempert imbangkan fakt a-fakt a hukum dan alat bukt i yang ada. Alat bukt i yang sah sebagaimana dit egaskan dalam KUHAP adalah ket erangan saksi, ket erangan ahli, surat, pet unjuk dan ket erangan

t erdakw a. Dalam persidangan hakim harus m eneliti sampai dim ana kekuat an pem bukt ian dari set iap alat bukti t ersebut .4

Alat bukti berupa ket erangan saksi sangat lah lazim digunakan dalam

penyelesaian perkara pidana, ket erangan yang diberikan oleh seorang saksi dimaksudkan untuk m enget ahui apakah m emang t elah t erjadi suatu perbuat an pidana at au t idak yang dilakukan terdakw a. Dengan dem ikian,

ket erangan saksi m erupakan salah sat u fakt or pent ing dalam pem bukt ian at au pengungkapan fakt a yang akan dijadikan acuan dalam m enem ukan bukt i-bukti lain untuk menguat kan sebuah penyelidikan, penyidikan, dan bahkan

pem bukt ian di pengadilan. Dalam kont eks sist em peradilan pidana, secara yuridis, ket erangan saksi adalah orang yang dapat m em berikan ket erangan

3

Sat jipt o Rahardjo. 1982. Ilmu Hukum. Bandung: Alum ni. Hal. 14 4

(3)

guna kepent ingan penyidikan, penuntut an dan peradilan t ent ang suat u

perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.5 Pem bukt ian mem punyai kedudukan yang sangat pent ing dalam proses pem eriksaan sidang pengadilan, karena dengan pembukt ian inilah nasib t erdakw a ditentukan, dan hanya dengan pem bukt ian suatu perbuat an pidana dapat dijat uhi hukum an pidana. Pada int inya, pem bukt ian m erupakan

sebagian dari hukum acara pidana yang m engat ur m acam-m acam alat bukt i yang sah m enurut hukum , sistem yang dianut dalam pembukt ian, syarat -syarat dan t at a cara m engajukan bukt i t ersebut sert a kew enangan hakim

unt uk m enerima, m enolak dan menilai suatu pembuktian.

Sist em pembukt ian yang berlaku dalam hukum acara pidana, m erupakan suatu sist em pembukt ian di depan pengadilan agar suat u pidana

dapat dijatuhkan oleh hakim, haruslah m em enuhi dua syarat yang mut lak yang t elah dit ent ukan dalam Kit ab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yait u: alat bukt i yang cukup sert a sah dan keyakinan hakim. Alat bukt i yang

sah dalam hukum acara pidana diatur dalam ket ent uan Pasal 184 ayat (1) KUHAP ant ara lain: ket erangan saksi, ket erangan ahli, surat , pet unjuk dan ket erangan t erdakw a.

Salah satu alat bukt i yang diatur dalam hukum acara pidana adalah ket erangan saksi, ket erangan saksi sebagai alat bukt i ialah apa yang saksi

5

(4)

nyat akan di sidang pengadilan (Pasal 185 ayat (1) KUHAP). Apabila dikait kan

dengan ket ent uan Pasal 1 but ir 27 KUHAP, maka yang harus dit erangkan oleh saksi dalam sidang adalah: apa yang saksi lihat sendiri, apa yang saksi dengar sendiri dan apa yang saksi alam i sendiri.

Saat ini, ket erangan saksi t elah m engalam i perkem bangan, seiring dengan berkembangnya penget ahuan masyarakat di bidang t eknologi

kom unikasi dan informasi sehingga dalam prakt ek peradilan pidana ket erangan saksi t idak lagi diberikan secara langsung (fisik) harus dipersidangan untuk m em berikan kesaksiannya. Dew asa ini dalam dunia

peradilan Indonesia t elah diperkenalkan cara p em eriksaan saksi jarak jauh dengan m emanfaat kan t eknologi m ult imedia yang dikenal dengan ist ilah

t eleconference. Teleconference adalah pert em uan yang dilakukan oleh dua

orang at au lebih yang dilakukan melewat i t elepun at au koneksi jaringan. Pert emuan t ersebut dapat hanya menggunakan suara (audio conference) at au m enggunakan video (video conference) yang m em ungkinkan pesert a konfrensi

saling m elihat .6

Pem eriksaan saksi secara t eleconference, pert am a kali dilakukan pada t ahun 2002. Saat it u, untuk pert ama kalinya M ahkamah Agung (M A)

m em berikan izin kepada m ant an Presiden BJ Habibie untuk m em berikan kesaksian lew at t eleconference dalam kasus penyim pangan dana non-budget er Bulog at as nam a t erdakw a Akbar Tandjung. Sejak pengadilan

6

(5)

m em berikan izin kepada m ant an Presiden BJ Habibie untuk m em berikan

kesaksian lewat t eleconference pada 2002, prakt ik sej enis m ulai sering dipakai dalam persidangan.7

Apabila dikaji lebih lanjut , dalam KUHAP t idak m engenal bukt i-bukt i elekt ronik m aupun ket ent uan-ket ent uan t ent ang prosedur pem eriksaan saksi lew at sarana t eknologi inform asi (t eleconference), sepert i yang pernah

t erjadi dalam sidang perkara pidana dengan terdakwa Rahardi Ram elan di Pengadilan Negeri Jakart a Selat an yang m em eriksa saksi mant an Presiden Indonesia B.J. Habibie dengan m enggunakan t eleconference. Prosedur

pem eriksaan memakai sarana t eknologi dengan cara t eleconference t ersebut , baru pert ama kali t erjadi dan diperakt ekkan dalam sejarah peradilan Indonesia.8

Set elah pemberian kesaksian m elalui t eleconference yang dilakukan oleh B.J. Habibie, selanjutnya giliran saksi-saksi kasus pelanggaran HAM berat di Timor-Timur yang m emint a PN Jakart a Pusat unt uk mengambil kesaksian

m ereka secara t eleconference dem i alasan keam anan dan efisiensi w akt u. Begit u pula dengan persidangan Abu Bakar Ba’ asyir, t erdakwa kasus rencana pengebom an beberapa gereja di m alam Nat al t ahun 2000 yang kesaksiannya

juga dilakukan secara t eleconference.

7

“ Penggunaan Teleconf erence Dalam Persidangan” .

ht t p:/ / w w w .hukumonline.com/ klinik/ det ail/ cl5644/ . Diakses t anggal 26 November 2013, pukul 12.47

8

(6)

Nam un, pada kenyat aannya m asih terjadi pert ent angan m engenai

penerapan ket erangan saksi secara t eleconference dalam persidangan. Hal ini dikarenakan t idak sem ua permohonan pem eriksaan saksi dapat dilakukan dan dit erima oleh Pengadilan, sepert i kasus Schapelle Leigh Corby yang perm ohonan untuk pem eriksaan m elalui t eleconference. Dengan dem ikian, t idak ada kew ajiban bagi hakim di Indonesia menggunakan t eleconference dan

bukan pula merupakan keharusan menurut hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia untuk m enggunakan t eleconference dalam proses pem eriksaaan saksi di persidangan.9

M eskipun demikian, penerapan ket erangan saksi secara t eleconference juga sudah dipakai dalam persidangan. Oleh karena it u, supaya dapat dit erapkan secara efekt if diperlukan regulasi yang dapat mem ecahkan

m asalah pem eriksaan ket erangan saksi secara t eleconference, karena sampai saat ini masih t erjadi pert ent angan dalam pelaksanaannya di persidangan. Hal ini supaya dapat diket ahui kedudukannya sebagai alat bukt i dalam

persidangan, sehingga lebih m em berikan kepast ian hukum yang baik. Selain itu dapat diket ahui kepast ian dan keabsahannya dalam persidangan perkara pidana.

Berdasarkan lat ar belakang di at as, maka penulis t ert arik unt uk m elakukan penelit ian dengan judul “ M ODEL KEBIJAKAN HUKUM PIDANA

9

(7)

TENTANG KETERANGAN SAKSI M ELALUI TELECONFERENCE SEBAGAI ALAT

BUKTI DALAM PERKARA PIDANA” .

B. Perumusan M asalah

Berdasarkan uraian lat ar belakang m asalah di atas, m aka perumusan m asalah dalam penelit ian ini adalah:

1. Bagaim ana ket erangan saksi m elalui t eleconference sebagai alat bukt i diat ur dalam aturan perundang-undangan?

2. Bagaim anakah pelaksanaan ket erangan saksi melalui t eleconference

sebagai alat bukt i dalam proses peradilan pidana?

3. Bagaim ana model kebijakan hukum pidana m engenai ket erangan saksi melalui t eleconference sebagai alat bukt i dalam perkara pidana di masa

yang akan dat ang?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelit ian ini adalah:

1. Untuk m enjelaskan ket erangan saksi m elalui t eleconference sebagai alat bukti diatur dalam aturan perundang-undangan.

2. Untuk m enjelaskan pelaksanaan ket erangan saksi melalui t eleconference

(8)

3. Untuk m enjelaskan model kebijakan hukum pidana m engenai ket erangan

saksi melalui t eleconference sebagai alat bukt i dalam perkara pidana di masa yang akan dat ang.

D.M anfaat Penelitian

Dengan adanya suat u penelitian diharapkan dapat mem berikan

m anfaat yang berguna bagi perkem bangan ilmu hukum itu sendiri maupun dalam prakt eknya. M anfaat yang diperoleh dari penelit ian ini adalah:

1. M anfaat Teorit is

a)

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi pengem bangan ilmu

hukum pada umumnya dan Hukum Pidana pada khususnya.

b)

M em perkaya referensi dan lit erat ur dalam kepust akaan yang dapat

digunakan sebagai bahan acuan bagi penelit ian yang akan dat ang. 2. M anfaat Prakt is

a) Untuk m engembangkan gagasan, m embent uk pola pikir ilm iah sert a

m enerapkan ilmu yang t elah diperoleh.

b) M em berikan gambaran secara lebih nyat a m engenai kebijakan hukum pidana t ent ang pelaksanaan ket erangan saksi m elalui t eleconference

(9)

E. Orisinalitas

Penelit ian dengan judul “ M odel Kebijakan Hukum Pidana Tent ang Ket erangan Saksi M elalui Teleconference Sebagai Alat Bukt i Dalam Perkara Pidana” , sepenget ahuan penulis m asih jarang dilakukan. Nam un dem ikian, penelitian dengan judul yang hampir sam a, pernah dilakukan oleh Sint a Dew i HTP (2012) dengan judul “ Kajian Yuridis Terhadap Ket erangan Saksi M elalui

Audio Visual (Teleconference) di Persidangan Perkara Pidana” .10 Dalam penelitian ini lebih menit ikberat kan kajiannya dari segi yuridis normatif, sedangkan dalam penelit ian yang dilakukan oleh penulis selain dari segi

yuridis juga dalam hal penerapannya dengan m engkaji putusan-putusan pengadilan yang m enggunakan pem eriksaan saksi secara t eleconference yang dikait kan dengan t eori Lawrence M . Friedman mengenai peranan sist em

hukum , sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis selain m engkaji dari segi yuridis juga m engkaji dalam hal penerapannya t erut am a set elah berlakunya Undang-Undang Nom or 13 Tahun 2009 t entang

Perlindungan Saksi dan Korban.

Penelit ian lain dilakukan oleh Putu Elik Sulist yawat i dan I Ket ut Sujana (t anpa t ahun) dengan judul “ Pem anfaat an Telekonferen Sebagai Alat Bant u

Pem bukt ian Dalam Persidangan Pidana” .11 Penelitian ini adalah jenis

10

Sint a Dew i HTP. 2012. “ Kajian Yuridis Ter hadap Ket erangan Saksi M elalui Audio Visual (Teleconference) di Per sidangan Perkara Pidana” . Tesis. Jakart a: Universit as Indonesia.

11

(10)

penelitian hukum norm ative dengan m engkaji asas-asas hukum, sist emat ika

hukum , sejarah hukum dan t araf sinkronisasi hukum dengan m enitik berat kan pada perm asalahan pro kont ra pelaksanaan t erhadap ket erangan saksi pada peradilan kasus Bom Bali dengan t erdakw a Ali Gufron alias M uhklas yang diselenggarakan dengan m enggunakan m edia telekonferen dari kesaksian Wan M in Bin Wan dari M alaysia. Berbeda dengan penelit ian yang dilakukan

oleh penulis t idak hanya dari segi norm at ifnya saja t et api juga dalam penerapannya.

Dengan dem ikian, t erdapat perbedaan penelit ian ant ara penelit ian

yang penulis lakukan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sint a Dew i HTP m aupun Putu Elik Sulist yaw at i dan I Ket ut Sujana. Selain itu, dalam penelit ian dengan judul, “ M odel Kebijakan Hukum Pidana Tent ang Ket erangan Saksi

Secara Teleconference Sebagai Alat Bukt i Dalam Perkara Pidana,” penulis m em fokuskan pada pent ingnya kebijakan hukum pidana yang m engat ur t ent ang ket erangan saksi secara t eleconference sebagai alat bukt i dalam

perkara pidana sehingga t idak menimbulkan pro dan kont ra dalam penerapannya dalam persidangan. Dalam kajian pust aka maupun pem bahasannya juga berbeda dengan penelitian-penelitian sebelum nya.

(11)

F. M etode Penelitian

1. M etode Pendekatan

M et ode pendekat an yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis em piris, yaitu suat u penelitian yang berusaha mengident ifikasi hukum yang t erdapat dalam m asyarakat dengan m aksud m enget ahui gejala lainnya. Tujuan dari m et ode ini untuk mengert i at au m em ahami

gejala hukum yang akan dit eliti dengan menekankan pemahaman permasalahan, khususnya t ent ang model kebijakan hukum pidana t ent ang pelaksanaan ket erangan saksi secara t eleconference sebagai alat bukt i

dalam perkara pidana. 2. Jenis Penelitian

Jenis penelit ian ini adalah deskript if perskriptif, yaitu suatu

penelitian yang memberikan dat a set elit i mungkin t ent ang manusia, keadaan, at au gejala lainnya. Dengan dem ikian, penelitian ini berusaha unt uk m emberikan m asukan bagi kebijakan hukum pidana di masa

mendat ang t ent ang ket erangan saksi melalui t eleconference. 3. Sumber Data

Sumber dat a adalah t em pat dit em ukannya dat a yang akan

(12)

a. Sumber dat a prim er

Sumber dat a prim er yang m enunjang untuk penelitian ini adalah w aw ancara. Waw ancara dilakukan untuk m em peroleh ket erangan dengan pihak-pihak yang m engert i t ent ang m asalah yang dit elit i. Waw ancara dilakukan dengan hakim di lingkungan peradilan sebagai sampel/ inform an penelit ian. Teknik penent uan sam pel yang digunakan

adalah purposive sampling at au sam pel bert ujuan. Teknik sam pel ini dipilih karena, peneliti sudah menentukan pihak-pihak yang akan m enjadi sam pel dalam penelit ian ini. Selain itu, t eknik sampling yang

sesuai untuk penelitian kualit atif adalah purposive sampling. Adapun pihak-pihak yang menjadi sampel at au informan adalah:

1) Dudu Duswara M achmudin, Hakim Agung M A.

2) Jalaluddin, Hakim di Pengadilan Tinggi Jambi.

3) Syam sul Arief, Hakim di Pengadilan Negeri Bengkulu. b. Sumber dat a sekunder

Sumber dat a sekunder merupakan sumber dat a yang diperoleh bukan secara langsung dari nara sumber di lapangan. Dalam prakt eknya sum ber dat a sekunder adalah dat a dari kepust akaan yang sifat nya dapat

m endukung dat a prim er, yang t erdiri dari:

(13)

(a)Kit ab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

(b)Kit ab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

2) Bahan Hukum Sekunder, yait u semua bahan hukum yang memberikan penjelasan m engenai bahan hukum prim er, yait u: buku, jurnal, art ikel, t ulisan ilmiah, m aupun int ernet yang m em punyai relevansi dengan topik m engenai ket erangan m elalui t eleconference

sebagai alat bukt i di persidangan peradilan pidana. 3) Bahan Hukum Tert ier

Bahan Hukum Tersier m erupakan bahan yang memberi

pet unjuk at au penjelasan t erhadap bahan hukum prim er dan sekunder. Bahan hukum t ert ier biasanya diperoleh dari kamus. 4. Teknik Pengumpulan Data

a. Waw ancara

W aw ancara dipandang sebagai teknik pengumpulan dat a dengan jalan t anya jaw ab sepihak yang dikerjakan dengan sist emat is dan

berlandaskan kepada t ujuan penyelidikan. W aw ancara digunakan unt uk m em peroleh informasi t ent ang hal-hal yang t idak dapat diperoleh lew at pengamat an. Waw ancara dilakukan kepada pihak-pihak yang dianggap

(14)

sebagai alat bukt i dalam perkara pidana.12 Wawancara dilakukan

dengan:

1) Dudu Duswara M achmudin, Hakim Agung M A. 2) Jalaluddin, Hakim di Pengadilan Tinggi Jambi.

3) Syam sul Arief, Hakim di Pengadilan Negeri Lubuk Linggau Sum at era Selat an.

b. St udi Kepust akaan

St udi kepust akaan dilakukan dengan m em baca dan mem pelajari segala bahan sepert i buku, jurnal, artikel, t ulisan ilm iah, undang-undang

m aupun int ernet yang m em punyai relevansi dengan t opik mengenai m odel kebijakan hukum pidana t ent ang pelaksanaan ket erangan saksi m elalui t eleconference sebagai alat bukti dalam perkara pidana.

5. Teknik Analisis Data

Analisis dat a dalam penelit ian ini menggunakan t eknik analisis kualit at if, yang t erdiri dari: komponen analisis data, reduksi dat a, pengujian

dat a dan penarikan kesimpulan yang merupakan rangkaian kegiatan analisis secara berurut an dan saling susul m enyusul. M enurut M att hew B. M iles dan A. M ichael Huberm an t ahap-t ahap analisis kualitat if m eliput i:13

a. Pengum pulan data

12

Lexy J. M oleong. 2004. M et odologi Penelit ian Kualit at if. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hal. 186

13

(15)

Pengumpulan dat a m erupakan kegiat an di lapangan guna

m endapat kan dat a yang dibutuhkan guna m enjawab permasalahan penelitian. Dat a dikumpulkan melalui w aw ancara dan dokum entasi. Dat a di lapangan dicat at dalam bentuk cat at an lapangan yang berisikan deskripsi m engenai apa yang dilihat, didengar at au apa yang dirasakan oleh subjek penelit ian.

b. Reduksi dat a

Dat a yang diperoleh di lapangan, baik dari hasil w aw ancara m aupun dokumen sangat banyak sehingga perlu direduksi yait u

dirangkum dan dipilih yang pokok dan sesuai dengan fokus penelit ian, kem udian disusun secara sist em at is sehingga memberi kan gam baran yang jelas t ent ang hasil penelit ian. Reduksi data juga dim aknai sebagai

proses pem ilihan, pem utusan perhat ian pada penyederhanaan, pengabst rakan dan t ransform asi dat a kasar yang m uncul dari cat at an lapangan.

c. Sajian dat a

Dari hasil reduksi dat a, selanjutnya dat a yang berhubungan dengan model kebijakan hukum pidana t ent ang pelaksanaan ket erangan

(16)

paling sering digunakan dalam penelit ian kualitat if adalah berbent uk

t eks narat if dari cat atan lapangan. d. Pengam bilan kesim pulan

Penelit i akan m enarik kesim pulan dari dat a yang t elah disajikan. Dat a yang m asih t ent at if, kabur perlu diveri fikasi selama penelit ian berlangsung, sehingga akan didapat kan kesi mpulan yang menjam in

kredibilit as dan objekt ifit as. Verifikasi dilakukan dengan melihat kem bali pada reduksi dat a m aupun sajian dat a sehingga kesimpulan yang diambil t idak menyim pang dari dat a yang dianalisis.

G.Sistematika Tesis

BAB I Pendahuluan. Pada bab ini berisi t entang Lat ar Belakang

M asalah, Perumusan M asalah, Tujuan Penelit ian, M anfaat Penelit ian, M et ode Penelit ian, dan Sist emat ika Tesis.

BAB II Tinjauan Pust aka. Pada bab ini berisi landasan t eori yang t erdiri

dari Kebijakan Hukum Pidana, Perilaku M enyim pang sebagai Tindak Pidana dan Pengat uran Hukum Pidana, Sist em Peradilan Pidana dan Alat Bukt i dalam Hukum Acara Pidana dan Perkembangan Tekn ologi Inform asi/ M ult imedia.

(17)

BAB III Deskripsi Ket erangan Saksi M elalui Teleconference Sebagai Alat

Bukt i. Dalam Bab ini mem bahas t ent ang deskripsi ket erangan saksi m elalui

t eleconference sebagai alat bukt i dalam perkara pidana.

BAB IV Hasil Penelitian dan Pem bahasan. Dalam bab ini akan dibahas t ent ang ket erangan saksi m elalui t eleconference sebagai alat bukt i diatur dalam aturan perundang-undangan, Pelaksanaan ket erangan saksi secara

t eleconference sebagai alat bukt i dalam proses peradilan pidana dan M odel kebijakan hukum pidana t ent ang ket erangan saksi m elalui t eleconference

sebagai alat bukt i dalam perkara pidana di masa yang akan dat ang.

Referensi

Dokumen terkait

2016 tanggal 23 September 2016 dan setelah melakukan pembahasan internal seluruh anggota Pokja, serta dengan berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang

Berdasarkan Surat Penetapan Pemenang Pemilihan Langsung Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Poskesdes Desa Tegalrejo Kecamatan Mayang Nomor : 027/12149/414/ 2012, tanggal 3

Progam Kerja utama merupakan program yang direncanakan oleh Tim Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) Kurikulum dan Teknologi Pendidikan (KTP) Universitas Negeri Yogyakarta

Model matematik yang digunakan untuk menentukan nilai konstanta Arrhenius pada reaksi hidrolisis selulosa batang pisang dapat diketahui, yaitu dengan cara

KERANGKA PENGUKURAN KESIAPAN PENDIRIAN UNIVERSITY SPIN-OFFS DI UNIVERSITAS

Sehubungan dengan Evaluasi Penawaran dan Evaluasi Kualifikasi Pengadaan Jasa Konstruksi Paket Pekerjaan PENINGKATAN JALAN RANDUM-EMANG DESA GALAR, maka dengan ini

Bab ini berisi uraian mengenai teori yang mendukung penelitian, yang terdiri dari : pengertian pemasaran, manajemen pemasaran, pengertian konsep pemasaran, efektivitas,

[r]