PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR
SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
oleh Teti Haryati
1101481
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR DEPARTEMEN PEDAGOGIK
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG 2015
PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR
SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS
Oleh Teti Haryati
Sebuah Skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan
© Teti Haryati 2015 Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2015
Hak Cipta dilindungi Undang-undang.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Belajar adalah suatu proses tingkah laku berdasarkan pengalaman, latihan
dan pengetahuan seseorang yang dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk
seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan,
kecakapan, kebiasaan serta aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar.
Menurut Sudjana (2010, hlm. 6) menyatakan bahwa belajar adalah proses
mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah suatu
proses yang diarahkan kepada suatu tujuan, proses berbuat melalui berbagai
pengalaman. Sejalan dengan itu menurut Mouly (dalam Sudjana, 2010, hlm. 5)
mengemukakan bahwa belajar pada hakikatnya adalah proses perubahan tingkah
laku seseorang berkat adanya pengalaman.
Dalam belajar terdapat beberapa proses di dalamnya termasuk proses
melihat, mengamati, serta memahami seusuatu yang dipelajarinya sehingga pada
pengalaman tersebut seseorang dapat mengubah tingkah laku. Dalam mengubah
tingkah laku tersebut terdapat beberapa faktor, baik faktor yang ada pada diri
individu tersebut yang disebut dengan faktor internal maupun faktor dari luar
individu atau faktor eksternal. Faktor internal merupakan suatu kemampuan yang
dimiliki individu berupa minat dan perhatiannya, kebiasaan, usaha dan motivasi
serta faktor-faktor lain. Sedangkan faktor eskternal dalam proses pendidikan dapat
dibedakan menjadi tiga lingkungan, yakni lingkungan keluarga (informal),
lingkungan sekolah (formal), dan lingkungan masyarakat (nonformal).
Dari ketiga lingkungan tersebut yang paling berpengaruh besar terhadap
proses dan hasil belajar seseorang dalam proses belajar adalah lingkungan sekolah
atau dapat dikatakan dengan lingkungan belajar formal. Dalam lingkungan
sekolah siswa mendapatkan pengetahuan baru melalui pengalaman belajar yang
berlangsung, karena pada hakekatnya sekolah berfungsi sebagai lingkungan
belajar siswa, yakni lingkungan tempat berinteraksi sehingga menumbuhkan
2
Pada lingkungan sekolah, kegiatan belajar dan mengajar merupakan dua
konsep yang tidak dapat dipisahkan. Belajar mengacu pada apa yang dilakukan
oleh siswa, sedangkan mengajar mengacu kepada apa yang dilakukan oleh guru.
Kegiatan belajar-mengajar tersebut menjadi terpadu manakala terjadi hubungan
timbal balik (interaksi) antara guru dengan siswa pada saat pembelajaran
berlangsung. Agar terjadi interaksi tersebut siswa dituntut untuk aktif dalam
belajar-mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat mudah dicapai karena siswa
menemukan serta memahami sendiri pengetahuan-pengetahuan baru dengan cara
bertanya, mengemukakan pendapat, serta mencari tahu apa-apa saja yang belum
mereka ketahui.
Pada proses belajar-mengajar khususnya dalam pembelajaran IPS terjadilah
komunikasi timbal balik atau komunikasi dua arah antara guru dan siswa atau
antara siswa dengan siswa. Guru bukan hanya sekedar mampu menguasai materi
yang akan diajarkan, tetapi guru pun berperan dalam menguasai seluruh aspek
yang ada di kelas salah satunya dalam menciptakan pembelajaran yang aktif,
efektif dan menyenangkan. Kondisi belajar yang aktif ini mengharuskan guru
membangun pembelajaran yang memusatkan pada siswa atau disebut dengan
Student Center agar siswa dapat aktif dalam mengemukakan pendapat atau
bertanya dan menggali pengetahuannya sendiri sehingga pengalaman belajarnya
pun dapat dipahami betul oleh siswa.
Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang penting dalam
keberhasilan suatu proses pembelajaran. Keaktifan adalah kegiatan yang
melibatkan fisik maupun mental, untuk dapat berbuat dan berfikir dalam proses
pembelajaran, berbuat dan berpikir tersebut sebagai suatu rangkaian yang tidak
dapat dipisahkan. Dengan pembelajaran yang aktif dapat meningkatkan
keingintahuan siswa dalam mendapatkan informasi mengenai ilmu-ilmu baru atau
materi pelajaran yang dipelajarinya.
Menurut Sudjana (2010, hlm. 20), menyatakan bahwa keaktifan belajar
siswa adalah suatu proses kegiatan belajar-mengajar yang subjek didiknya terlibat
secara intelektual dan emosional sehingga ia betul-betul berperan dan
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran tidak lain adalah untuk
mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Siswa aktif untuk membangun
pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang mereka hadapi dalam proses
pembelajaran. Dalam hal ini keaktifan belajar perlu ditingkatkan untuk melatih
siswa dalam memahami materi pelajaran yang dipelajarinya khususnya mata
pelajaran IPS yang senantiasa siswa dituntut untuk lebih aktif.
Pembelajaran IPS mengharuskan siswa lebih aktif dalam proses
pembelajaran mengenai materi yang sedang dibahasnya, karena jika metode yang
digunakan guru hanya menugaskan siswa untuk menulis serta menugaskan siswa
untuk menghapal, maka kemungkinan terbesar siswa kurang memahami tentang
materi tersebut. IPS merupakan salah satu nama mata pelajaran yang diberikan
pada jenjang sekolah dasar dan menengah serta mata pelajaran intergrasi dari
berbagai disiplin ilmu sosial. Sehingga dalam pembelajaran IPS siswa diharuskan
untuk lebih aktif agar dapat memahami materi yang dipelajarinya dalam proses
pembelajaran.
Menurut Sapriya (2013, hlm. 6) menyatakan bahwa mata pelajaran IPS
merupakan sebuah nama mata pelajaran integrasi dari mata pelajaran Sejarah,
Geografi, dan Ekonomi, serta mata pelajaran sosial lainnya.
Sedangkan tujuan dari mata pelajaran IPS menurut Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (dalam Depdiknas, 2006, hlm. 575), agar siswa memiliki
kemampuan sebagai berikut:
a) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya.
b) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
c) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
d) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Seyogianya guru mampu membimbing siswa lebih aktif dalam
pembelajaran, akan tetapi fakta yang terjadi di lapangan saat ini pembelajaran
yang berlangsung masih saja konvensional dalam artian bahwa kondisi belajar
4
berinteraksi langsung antara siswa dan guru atau siswa dengan siswa dalam
pembelajaran, karena faktanya guru hanya menugaskan siswa untuk mengisi soal,
menyalin tulisan yang ditulis guru di papan tulis, serta menugaskan siswa untuk
menulis dari buku sumber sehingga guru kurang memberikan stimulus kepada
siswa untuk dapat aktif dalam proses pembelajaran. Jika pembelajaran terus
menerus berlangsung seperti itu, maka kecil kemungkinan siswa untuk dapat aktif
pada saat pembelajaran. Rasa ingin tahu siswa khususnya tingkat rendah sangat
besar, ia memiliki keinginan untuk mengetahui yang belum dipahami dengan cara
siswa mampu aktif dalam bertanya serta mengemukakan pendapat. Akan tetapi
hal itu jarang sekali terjadi dalam proses pembelajaran di kelas III B Sekolah
Dasar Kota Bandung ini karena cara atau metode yang digunakan guru belum
mampu untuk menciptakan kondisi belajar yang memberikan kesempatan kepada
siswa untuk dapat aktif dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan dalam proses
pembelajaran di kelas III B Sekolah Dasar Negeri Kota Bandung, bahwa
pembelajaran yang berlangsung sebagai berikut:
1. Proses pembelajaran IPS masih satu arah, yaitu guru menjelaskan dan siswa
mendengarkan.
2. Dalam proses pembelajaran IPS guru kurang memberikan stimulus kepada
siswa untuk dapat aktif dalam proses pembelajaran.
3. Kurangnya komunikasi yang terjalin antara siswa dengan guru dalam
pembelajaran, sehingga pemahaman mengenai pembelajaran IPS kurang
dikuasai oleh siswa.
Hal ini sejalan dengan data yang dihasilkan peneliti pada saat observasi dari
sumber atau subjek penelitian yaitu siswa-siswi kelas III B yang berjumlahkan 27
orang. Data yang telah di analisis bahwa hampir 92% siswa memiliki minat atau
menyukai mata pelajaran IPS, akan tetapi dalam pembelajaran yang berlangsung
belum menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dilihat dari data bahwa
hanya 66% saja siswa yang merasa senang dengan pembelajaran IPS. Serta data
yang dihasilkan pada saat pra-siklus mengenai keaktifan belajar siswa yang hanya
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan atau metode yang
digunakan guru belum mampu menciptakan kondisi belajar yang dapat
meningkatkan keaktifan belajar siswa serta kondisi belajar yang menyenangkan,
sedangkan minat anak untuk belajar khususnya pada pembelajaran IPS sangat
baik. Sejatinya para siswa khususnya siswa Sekolah Dasar harus sudah dibiasakan
untuk aktif dalam dalam proses belajar-mengajar, aktif disini maksudnya siswa
diharuskan untuk aktif dalam berinteraksi atau berkomunikasi dengan guru atau
dengan siswa lainnya dengan cara memiliki keberanian untuk mengemukakan
pendapat dan tidak malu untuk bertanya. Karena pembelajaran yang akan melekat
atau dapat dipahami adalah pembelajaran yang memusatkan siswa untuk lebih
aktif dalam menggali informasi mengenai materi pelajaran yang dibahas (Student
center).
Untuk dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa pada pembelajaran IPS
ini adalah dengan menggunakan inovasi-inovasi pembelajaran yang lebih efektif.
Inovasi pembelajaran yang dipakai oleh guru meliputi aspek strategi, pendekatan,
model, serta metode pembelajaran. Pendekatan pembelajaran adalah suatu jalan
yang akan ditempuh oleh guru dan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang telah direncanakan atau tujuan instruksional. Pendekatan pembelajaran juga
disebut sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses belajar-mengajar
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Agar terciptanya kondisi pembelajaran yang
dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa maka peneliti menerapkan
pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) atau pembelajaran
kontekstual yang bertujuan untuk menciptakan kondisi belajar yang aktif dengan
pembelajaran yang melibatkan siswa untuk menemukan sendiri pengetahuannya
dengan mengaitkan pada situasi dunia nyata.
Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ini dirasa cocok
untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa karena dengan metode ini siswa
diharuskan untuk lebih aktif dalam menemukan dan memahami materi pelajaran
dengan cara bertanya, menjawab, dan mengemukakan pendapat serta melatih
siswa untuk giat belajar. Meskipun metode ini dikatakan telah berhasil membantu
6
khususnya kelas III B ini masih belum mampu menciptakan kondisi belajar yang
aktif, efektif dan menyenangkan serta minimnya guru dalam menerapkan suatu
pendekatan pembelajaran, sehingga pada penelitian kali ini peneliti menerapkan
pendekatan kontekstual dalam pembelajaran IPS.
Berdasarkan kondisi tersebut, penelitian ini bertujuan untuk meneliti
keaktifan belajar siswa dalam “Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) Untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa Pada
Pembelajaran IPS”.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian, maka rumusan umum masalah penelitian ini yaitu “bagaimana bentuk penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa di
kelas III B Sekolah Dasar Negeri Kota Bandung pada pembelajaran IPS ?”
Secara khusus masalah yang akan diteliti meliputi rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah proses pembelajaran IPS dengan menerapkan pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk meningkatkan keaktifan
belajar siswa di kelas III B SD Negeri Kota Bandung?
2. Bagaimanakah peningkatan keaktifan belajar siswa pada pembelajaran IPS
dengan menerapkan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) di
kelas III B SD Negeri Kota Bandung?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian, secara umum tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui “penerapan pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa di kelas III B SD
Negeri Kota Bandung pada pembelajaran IPS”.
1. Untuk mengetahui proses pembelajaran IPS dalam menerapkan pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk meningkatkan keaktifan
belajar siswa di kelas III B SD Negeri Kota Bandung.
2. Untuk mengetahui peningkatan keaktifan belajar siswa pada pembelajaran
IPS dengan menerapkan pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL) di kelas III B SD Negeri Kota Bandung.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak
tentang teori-teori baru mengenai penerapan pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) dalam meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga menjadi
aktif, efektif dan menyenangkan dalam proses pembelajaran, serta dapat
bermanfaat bagi pihak yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dalam
bidang pendidikan, khususnya pada satuan Sekolah Dasar dalam mata pelajaran
IPS.
2. Manfaat Praksis
Dalam penelitian ini akan menghasilkan suatu pembelajaran yang aktif,
efektif dan menyenangkan serta meningkatkan keaktifan belajar siswa melalui
penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), sehingga
diharapkan pembelajaran ini dapat bermanfaat bagi aspek pendukung,
diantaranya:
a) Bagi siswa, diharapkan mampu meningkatkan keaktifan belajar siswa pada
pembelajaran IPS dengan menerapkan pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL).
b) Bagi guru, dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
masukan untuk kajian lebih lanjut dalam memgevaluasi pembelajaran.
c) Bagi LPTK, diharapkan dapat meningkatkan mutu dan kualitas pembelajaran
101
DAFTAR PUSTAKA
Noor, J. (2010). Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Ahmadi, A. (2003). Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sapriya. (2013). Pendidikan IPS. Bandung: Laboratorium PKN UPI
Sapriya., Sundawa, D. & Masyitoh, S. (2006). Pembelajaran dan Evaluasi Hasil
Belajar IPS. Bandung: UPI Press.
Wahyuni, A. (2014). Penerapan Model Jigsaw Dalam Pembelajaran IPS Materi
Perkembangan Teknologi Komunikasi Kelas IV SD Negeri 4 Cibodas.
[Skripsi, Universitas Pendidikan Indonesia, 2014]: Tidak diterbitkan
Arikunto, S., Suhardjono. & Supardi. (2009). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Martinis Y, 2007. Kiat Membelajarkan Siswa. Jakarta: Gaung Persada Press dan Center for Learning Innovation (CLI).
Trianto. (2010). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep,
Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Suprijono, A. (2009). Cooverative Learning Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sudjana, N. (2010). Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Komalasari, K. (2010). Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT Refika Aditama.
Usman, M, U. (2000). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Grimaldi, R. (2012). Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning
Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Materi Perkembangan Teknologi Komunikasi. Skripsi, Universitas
Carmi. (2011). Penerapan Pendekatan Kontekstual Dalam Meningkatkan Hasil
Belajar IPS Pada Pokok Bahasan Kenampakan Alam. Skripsi, Universitas
Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan
Andriani, I.Y. (2012). Implementasi Pendekatan Inquiry Untuk Meningkatkan
Partisipasi Keaktifan Siswa Dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Dasar. Skripsi, Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak