• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksplorasi Tatah Sungging Kulit Perkamen dalam Bidang Fesyen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Eksplorasi Tatah Sungging Kulit Perkamen dalam Bidang Fesyen"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Eksplorasi Tatah Sungging Kulit Perkamen dalam Bidang Fesyen

Galuh Puspita Sari1, Yuafni 2, Erlita Pramitaningrum3, Jamila4, Nunik Purwaningsih 5

1,2,3,4,5 Teknologi Pengolahan Produk Kulit, Politeknik ATK Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia

1 galuh@kemenperin.go.id2 yuafni@atk.ac.id3 erlita.pramitaningrum@atk.ac.id4 jamila@atk.ac.id5 nunikpurwa@atk.ac.id

Abstrak— Tatah sungging merupakan dua teknik dalam pembuatan wayang kulit dengan cara melukai bagian perkamen sehingga membentuk motif tatahan (menatah) dan memberikan warna secara gradasi (menyungging). Bagi bangsa Indonesia, tatah sungging merupakan warisan budaya yang melekat dalam kehidupan bermasyarakat. Seni tatah sungging memiliki tatahan dan sunggingan yang khas sehingga berpotensi untuk dikembangkan lebih luas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi tatah sungging ke dalam produk fesyen yang dapat memenuhi pasar konsumen modern. Metode yang digunakan merupakan ringkasan dari metode bidang desain dan kriya USI-USA (User, Solution, Innovation-Utility, Significance, and Aesthetic) yang meliputi empat tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap mengimajinasi (image abstrak dan image konkret), tahap pengembangan imajinasi, dan tahap pengerjaan. Hasil dari penelitian ini adalah pengembangan produk kerajinan tatah sungging ke bentuk fungsional dalam bidang fesyen, yaitu vest dan clutch.

Kata Kunci—tatah sungging, fesyen, desain

I. PENDAHULUAN

Tatah sungging adalah kerajinan kulit yang menggunakan bahan baku utama perkamen dari kulit binatang dan diolah dengan teknik pahatan dan pewarnaan untuk menghasilkan suatu produk. Tatah sungging sering dikaitkan dengan wayang kulit yang dalam hal ini wayang kulit Indonesia diakui secara global. Sesuai dengan namanya, tatah sungging merupakan gabungan dari dua kegiatan, yaitu mengukir (tatah; menatah) dan mewarnai (sungging; menyungging). Tatah adalah kegiatan membentuk pola stilisasi dengan cara melubangi bidang hingga membentuk motif yang sama pada kedua sisi bidang tersebut, sedangkan sungging adalah kegiatan mewarnai yang bertujuan untuk memperindah hasil pahatan agar meningkatkan nilai seni [1]. Produk wayang maupun turunannya dihasilkan dari bermacam-macam motif tatahan yang dikombinasikan sehingga menjadi bentuk yang harmonis. Sunggingan dihasilkan dari pewarnaan dengan menggunakan gradasi bertingkat dengan batas yang jelas. Dengan demikian, tatahan menjadi lebih hidup.

Proses tatah sungging dimulai dengan kulit hewan yang sudah dikeringkan dan diamplas permukaannya kemudian dilanjutkan dengan proses mengukir. Sebelum mengukir, pengrajin melakukan tracing gambar pada bidang perkamen. Dalam proses mengukir, pengrajin biasanya memiliki pakem tersendiri. Misalnya saja, pakem untuk setiap karakter tokoh wayang kulit menggunakan motif tatahan tertentu. Setelah keseluruhan permukaan bidang perkamen ditatah, dilanjutkan dengan pengamplasan kembali. Kemudian, dilanjutkan dengan proses sungging yang dalam hal ini pengrajin biasanya menggunakan cat tembok untuk pewarnaan. Proses pewarnaan dimulai dari warna dasar hingga warna utama, termasuk motif-motif yang digunakan seperti pada setiap karakter tokoh wayang kulit [2].

Sentra kerajinan tatah sungging berada di Pulau Jawa, khususnya di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah. Di provinsi DIY, beberapa lokasi tersebut berada di wilayah Bantul seperti di Desa Gendeng Bangunjiwo Kasihan dan Desa Pucung Wukirsari Imogiri. Di provinsi Jawa Tengah, wilayah Jepara, Solo dan sekitarnya (Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten) juga terkenal dengan industri tatah sunggingnya. Namun, hanya beberapa daerah yang masih mempertahankan industrinya dan jumlahnya diperkirakan akan menurun secara bertahap [3].

Pengaruh dan perkembangan era globalisasi membuat tatah sungging semakin terpinggirkan dan ditinggalkan oleh masyarakat [4]. Seiring berjalannya waktu yang sejalan dengan kemajuan teknologi, masyarakat mulai meninggalkan budaya hiburan seperti wayang kulit yang terkesan kuno ke hiburan yang lebih modern. Peminat untuk kolektor wayang maupun produk turunannya juga terbatas. Apalagi saat ini generasi muda kurang begitu tertarik dengan tatah sungging karena dianggap kuno dan dipandang sebagai pekerjaan atau profesi yang tidak menjanjikan. Kerajinan tatah sungging juga memerlukan ketelatenan dan ketelitian dalam pengerjaannya. Menurut wawancara dengan pengrajin, generasi muda lebih memilih bekerja di pabrik atau luar daerahnya.

Padahal, kerajinan tatah sungging bisa menjadi oleh-oleh yang potensial untuk dikembangkan. Selain wayang kulit, variasi produk kerajinan tatah sungging antara lain kipas, gantungan kunci, kap lampu, tempat lilin, hiasan dinding, pembatas buku, kotak tisu, dan juga menjadi kostum pertunjukan tari Jawa atau wayang wong. Dalam hal ini, inovasi baik dalam pengembangan produk, bentuk maupun branding sangat diperlukan untuk meningkatkan eksistensi tatah sungging yang mulai menurun, apalagi dengan melihat perkembangan industri fesyen di Indonesia saat ini [5]. Di Indonesia, industri fesyen mengalami perkembangan dari hari ke hari. Perkembangan ini terjadi selain karena munculnya desainer-desainer lokal yang berbakat juga diimbangi masyarakat yang

(2)

menyadari fesyen sebagai ekspresi diri. Masyarakat mulai mengenakan item fesyen yang unik hingga up to date di hadapan khalayak umum, khususnya di kota-kota besar. Saat ini, fesyen Indonesia didominasi dengan tren Korea Selatan dan Barat. Hal ini merupakan suatu permasalahan tetapi sekaligus juga peluang untuk mengembangkan fesyen yang bercirikan Indonesia.

Fesyen atau fashion adalah perpaduan gaya atau cara berpakaian dan berbusana yang banyak digemari dan digunakan manusia seperti pakaian, tas, topi, sepatu, dan aksesoris [6]. Dalam pengembangan produk kulit, peluang pengembangan pada kategori leather goods (barang kulit) masih sangat terbuka yang dalam hal ini kategori tersebut memiliki nilai lebih fungsional karena dapat digunakan sehari-hari. Tentunya, peluang untuk mengembangkan produk tatah sungging di ranah barang kulit masih sangat potensial dan akan dapat diterima oleh lebih banyak konsumen dengan mengembangkannya menjadi tas, jaket, vest (rompi), clutch (tas tangan), pakaian, dan aksesoris pakaian berbahan kulit. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk menerapkan tatah sungging pada fesyen untuk memenuhi pasar konsumen modern, yang dalam hal ini adalah vest dan clutch.

II. METODEPENELITIAN A. Penelitian yang Relevan

Penelitian pertama yang relevan menerapkan pewarnaan kerajinan tatah sungging dengan menggunakan kompresor, spray gun, dan peralatan sablon untuk memudahkan pengrajin dalam proses pewarnaan [7]. Penelitian lain dilakukan untuk mendapatkan alternatif pemanfaatan kulit perkamen yang ditatah sungging untuk diaplikasikan pada produk fungsional yang dapat digunakan sehari-hari, tetapi masih belum diterapkan ke prototipe [8]. Kemudian, penelitian selanjutnya membahas tentang perancangan perhiasan yang menggunakan kulit sapi yang ditatah sungging kemudian digabungkan dengan menggunakan kerangka perak dan desain kontemporer untuk menghasilkan kebaruan desain dari perhiasan yang sudah ada [9].

B. Lokasi Penelitian

Pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung ke sentra Industri Kecil Menengah (IKM) wayang milik Bapak Tukijan di daerah Pucung Imogiri Bantul Yogyakarta dan IKM wayang milik Bapak Sagio di daerah Gendeng Kasihan Bantul Yogyakarta.

Kemudian, dilanjutkan dengan tahap pengolahan data yang dilakukan di Politeknik ATK Yogyakarta.

C. Material dan Peralatan

Material utama pembuatan tatah sungging adalah kulit perkamen. Kulit perkamen terbagi menjadi dua macam yaitu kulit hewan (sapi, kerbau atau kambing) yang sudah melalui tahap penipisan serta pengeringan dan juga kulit split yang dikeringkan. Kulit split merupakan lapisan bawah dari kulit yang ditipiskan dari proses industri kulit. Dalam penelitian ini, material yang digunakan adalah kulit perkamen dari kulit split. Karakteristik kulit perkamen split lebih tipis dan cenderung lebih kaku. Adanya perlakuan yang kurang sesuai dapat mengakibatkan kulit perkamen split menjadi patah. Material kulit perkamen split apabila dikombinasikan dengan jenis material lain seperti fabric dan kulit samak akan menjadi mudah dijahit. Dari segi ekonomi, kulit perkamen split lebih terjangkau.

Untuk proses mengukir/menatah, peralatan yang diperlukan yaitu seperangkat alat pahat, panduk (landasan), tindhih, palu, dan bahan pelumas (malam). Pada proses menyungging, material yang digunakan dapat berupa bahan tradisional (seperti nila werdi, oyan, abu tulang, dan emas prada) maupun cat akrilik. Material pendukung kulit garmen, kain lining, dan benang untuk menjahit.

D. Metode

Penelitian seni dan desain merupakan penelitian terapan yang menghasilkan sebuah karya, model, purwarupa atau prototipe.

Dalam teori [10] dijabarkan bahwa produk/karya desain dihasilkan dari konsep desain. Konsep desain adalah rangkuman sejumlah pernyataan yang berasal dari seluruh kesimpulan yang dihasilkan dari pelaksanaan proses analisis yang telah dibuat oleh perencana.

Menurut [11], pendekatan untuk bidang desain dan kriya berbasis kebutuhan seni budaya manusia adalah USI-USA (User, Solution, Innovation-Utility, Significance, and Aesthetic). Secara ringkas, pendekatan USI-USA terbagi ke dalam empat tahap pekerjaan yaitu sebagai berikut:

1. Tahap persiapan, terdiri atas observasi dan analisis. Pada tahap ini dilakukan observasi dengan riset awal dalam rangka mencari data terkait isu dan permasalahan yang berhubungan dengan topik. Hasil yang didapatkan kemudian dianalisis sehingga ditemukan formulasi ide/gagasan yang menjadi fokus penelitian. Pada penelitian ini, pengumpulan data primer dilakukan dengan observasi di daerah Pucung dan Gendeng, wawancara ke pengrajin wayang/tatah sungging, dan mendokumentasikannya.

Sedangkan data sekunder didapat dari penelitian penulis sebelumnya dan literature-literature yang relevan. Dari data yang terkumpul, kemudian dilakukan analisis kualitatif deskriptif.

2. Tahap imajinasi, terbagi menjadi dua jenis yaitu image abstrak dan image konkret. Image abstrak menceritakan pengalaman terkait dorongan imajinasi sehingga menemukan potensi dan peluang yang akan dikembangkan. Tahap ini merumuskan konsep yang akan dibuat berdasarkan pertimbangan komponen-komponen yang relevan terhadap tujuan. Komponen tersebut mencakup fungsi, pengguna, dan kebutuhan pengguna. Untuk image konkret, peneliti melakukan eksplorasi-eksplorasi bentuk serta eksperimentasi teknik dan material yang digunakan.

(3)

3. Tahap pengembangan imajinasi, tertuju pada kematangan konsep sebagai hasil evaluasi dan perbaikan/peningkatan nilai dari pokok permasalahan yang ditemukan.

4. Tahap pengerjaan, yaitu tahap mengimplementasikan keputusan-keputusan desain yang diperoleh dari sebuah konsep yang matang. Fokus tindakan bergelut dengan material bahan, teknik, dan bentuk-bentuk yang akan diwujudkan.

III. HASILDANPEMBAHASAN

Pada tahap pra-perancangan telah dilakukan pengumpulan data terkait dengan topik penelitian. Data primer diperoleh melalui data yang didapat di lapangan tentang kerajinan tatah sungging di daerah Pucung dan Gendeng, yaitu bahan utama yang digunakan untuk kerajinan tatah sungging adalah kulit perkamen. Produk yang dihasilkan dari kerajinan tersebut yang utama adalah wayang kulit kemudian produk-produk dekorasi dan souvenir. Produk dekorasi meliputi kap lampu, partisi ruangan, tempat lilin, dan hiasan dinding sedangkan untuk produk souvenir meliputi kipas, gantungan kunci, dan pembatas buku. Produk–produk ini merupakan produk rutin yang dikerjakan oleh pengrajin tatah sungging dan sudah dikerjakan secara turun temurun. Kegiatan wawancara dilakukan dengan Bapak Tukijan dari IKM Ituk Leather dan Bapak Sagio sebagai praktisi tatah sungging.

Melihat hal tersebut, pengembangan desain perlu untuk dilakukan. Hal ini sejalan dengan penelitian awal penulis yang menunjukkan bahwa pengembangan potensi kerajinan tatah sungging berada pada kuadran kedua strategi agresif yaitu perlunya pengembangan produk turunan dari kerajinan tatah sungging . Dalam hal ini, tatah sungging dari kulit perkamen dapat dieksplorasi dan dijadikan point of interest yang dikombinasikan dengan kulit garmen maupun kulit sapi untuk dijadikan produk vest dan clutch. Berdasarkan studi pustaka dan wawancara dengan pengrajin, selama ini yang pernah dikerjakan untuk produk busana hanya sebagai aksesoris dari pertunjukan tari tradisional.

Kulit perkamen yang digunakan di dalam penelitian ini adalah jenis kulit perkamen split yang memiliki karakteristik tipis dengan ketebalan 0,5-1 mm serta menyerupai kertas dan warna yang keruh putih dibanding kulit perkamen sapi/kerbau/kambing. Kulit perkamen ini kemudian akan ditatah dan diberikan pewarnaan. Setelah itu, akan dilakukan proses penggabungan dengan material kulit garmen maupun kulit sapi untuk mendapatkan hasil produk fesyen.

Tahap selanjutnya adalah image abstrak yang dapat disebut sebagai tahap perancangan dengan merumuskan konsep berdasarkan pertimbangan unsur-unsur yang menjadi tujuan penelitian. Tahap ini meliputi utility, user, dan solution. Perancangan produk ke arah fesyen pada dasarnya tidak hanya untuk mengembangkan kerajinan tatah sungging ke arah fungsional produk vest dan clutch, tetapi juga memberikan ruang berekspresi untuk mengkomunikasikan nilai, status, dan identitas seseorang. Target pasar dari produk ini adalah wanita dengan usia 25-40 tahun yang berdomisili di kota-kota besar dan memiliki pendapatan lebih dari cukup serta cenderung mudah beradaptasi dengan sesuatu yang baru maupun unik. Selain itu, konsumen mengikuti tren mode yang saat ini sedang berjalan berkaitan dengan bidang seni atau fesyen. Konsumen juga menyukai mix and match pakaian yang dikenakan serta percaya diri dan selalu ingin menjadi center of attention dengan menunjukkan personal style yang berbeda dan unik.

Kemudian, tahap image konkret yaitu mengeksplorasi komponen-komponen bentuk, teknik, dan material yang digunakan. Untuk eksplorasi motif tatah sungging, secara keseluruhan ragam hias tatah sungging sama dengan ragam hias batik yaitu ragam hias nusantara yang mengacu pada unsur alam/kehidupan. Motif batik dengan unsur alam menurut [13] dibagi menjadi tiga jenis yaitu 1) ragam hias semen yang mempunyai pengertian tunas atau tumbuh menjalar yang berarti kesuburan, 2) ragam hias sawat (Garuda) yang menampilkan dua sayap yang membentang terbuka dan melambangkan keberanian atau kekerasan, dan 3) ragam hias alas- alasan (hutan) yang menggambarkan hutan dan mencerminkan kehidupan alam ini berupa rintangan dan ketenteraman. Menurut [14], lung-lungan tersusun dari dua bagian tumbuhan yaitu tangkai dan daun yang menjalar memenuhi bidang. Pola penyusunan tumbuhan tersebut menyerupai motif sulur lengkung. Pada eksplorasi ini, stilasi ragam hias Garuda menjadi center of interest dan ragam hias seen/lung-lungan digunakan untuk mengisi luasan bidang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 2. Visualisasi Eksplorasi Motif Tatah Sungging

Eksplorasi teknik tatahan dan sunggingan dapat dijabarkan melalui Gambar 2. Masing-masing tatahan dan sunggingan mengalami eksplorasi sehingga menghasilkan tatahan dan sunggingan yang berbeda. Tatahan pada kerajinan ini meliputi bubukan,

(4)

semut dulur, langgatan, buk iring, ceplik, emas-emasan, inten-inten, wajikan, srunen dan kombinasinya. Tatahan ini memiliki bidang pahatan yang halus dan mengalir (tidak putus-putus). Pada proses eksplorasinya, bidang pahatan mengalami pahatan yang lebih besar membentuk lubang (cowakan). Eksplorasi pahatan/tatahan dapat dikembangkan lebih luas sesuai dengan motif atau tatahan yang menjadi inspirasi, sedangkan untuk sunggingan juga mengalami eksplorasi dari pewarnaan gradasi yang bertingkat yang masih terlihat batasannya menjadi pewarnaan satu gradasi warna dalam satu bidang tatahan.

Gambar 3. Eksplorasi Tatahan dan Sunggingan

Tahap ketiga adalah tahap pengembangan imajinasi. Dari analisis yang telah dilakukan, dihasilkan sketsa- sketsa seperti pada Gambar 3 dan Gambar 4. Implementasi pada busana vest dilakukan dengan beberapa sketsa peletakan tatah sungging yaitu di bagian depan, belakang, dan samping. Vest sendiri dipilih dengan pertimbangan dapat digunakan sebagai busana langsung maupun outer.

Penulis mencoba membuat sketsa pada bagian belakang dengan peletakan penuh di bagian tengah, bagian belakang mulai garis punggung ke bagian bawah, dan bagaian atas punggung. Sketsa berikutnya tatah sungging diletakkan di bagian samping badan dan bagian depan badan. Untuk clutch, pertimbangan pemilihan clutch dikarenakan penggunaan tas model ini dibawa dengan cara digenggam maupun dijinjing. Clutch biasanya dibawa ketika menghadiri acara-acara casual hingga formal maupun pesta. Dalam hal ini, ditambahkan eksplorasi tatah sungging sebagai point of interest merujuk pada user untuk produk ini.

Gambar 4. Sketsa Vest

(5)

TABEL I. IDENTIFIKASI SKETSA VEST

No. Sketsa Vest Kelebihan Kekurangan

1. • Tatah sungging sebagai point of interest di

belakang dengan tampilan simple di bagian depan (insight berbeda dengan kejutan pada belakang vest)

• Siluet sesuai pola potongan princess

• Open front vest dengan garis princess dari kerung lengan

• Tatah sungging sebagian tidak terlihat saat user memakai hijab atau rambut terurai

• Flesibilitas peletakan tatah sungging sampai ke bahu kurang nyaman untuk user dan gerakan user dapat menyebabkan patahan pada tatah sungging

• Bidang tatah sungging lebih luas

2. • Tatah sungging sebagai point of interest di

belakang dengan tampilan simple di bagian depan (insight berbeda dengan kejutan pada belakang vest)

• Dengan 3 potongan komponen kulit lebih hemat (pemolaan dengan bidang lembar kulit dapat memanfaatkan potongan-potongan kulit dibanding lebar secara utuh)

• Perakitan (jahitan) tatah sungging lebih mudah dan tidak ada pada bidang tekukan

• Gerakan user lebih fleksibel

• Lebih banyak joining perakitan/jahitan karena terdiri dari 3 komponen bagian belakang

• Kurang maksimal mengeksplor bidang tatah sungging

• Tatah sungging terlihat saat user memakai hijab pendek

3. Point of interest pada bagian belakang bahu atas • Tatah sungging tidak terlihat saat user memakai hijab atau rambut terurai

• Fleksibilitas peletakan tatah sungging sampai ke bahu kurang nyaman untuk user dan gerakan user dapat menyebabkan patahan pada tatah sungging

• Kurang maksimal mengeksplor bidang tatah sungging

• Memerlukan bidang kulit lebih lebar untuk komponen bagaian belakang

4. Menimbulkan efek tubuh lebih ramping • Aplikasi tatah sungging kurang terlihat pada

bagaian samping badan karena tertutup tangan

• Luasan bidang kulit garmen lebih banyak

• Sifat material yang lebih kaku daripada bahan kain menyebabkan ketidaknyamanan saat bergesekan dengan kulit lengan user

5. First impression pada bagian depan • Menyesuaikan dengan anatomi tubuh,

sehingga membutuhkan upaya lebih dan kehati-hatian dalam perakitan

• Contour tubuh pada bagian depan dibutuhkan analisis dan joining lebih lanjut dalam mengeksplor tatah sungging

(6)

No. Sketsa Vest Kelebihan Kekurangan

6. First impression pada bagian depan • Menyesuaikan dengan anatomi tubuh

sehingga membutuhkan upaya lebih dan kehati-hatian dalam perakitan

• Contour tubuh pada bagian depan dibutuhkan analisis dan joining lebih lanjut dalam mengeksplor tatah sungging

Kesimpulan dari 6 sketsa vest pada Tabel I untuk aplikasi tatah sungging pada vest dipilihlah sketsa nomor 2 dengan peletakan tatah sungging di belakang di bawah garis bahu dengan pertimbangan kemudahan perakitan dan karakteristik material perkamen ketika digunakan oleh user. User lebih fleksibel bergerak ketika tatah sungging diletakkan pada bidang anatomi tubuh yang lebih datar. Tatah sungging sebagai point of interest di belakang dengan tampilan simple di bagian depan (insight berbeda dengan kejutan pada belakang vest).

Gambar 5. Sketsa Clutch

TABEL II. IDENTIFIKASI SKETSA CLUTCH

No. Sketsa Clutch Kelebihan Kelemahan

1. • Bidang tatah sungging memanfaatkan bidang

luasan clutch lebih maksimal (eksplorasi motif tatah sungging)

• Mudah dibawa dan memiliki tali di tangan

• Mudah merakitnya dan memiliki bentuk sederhana

Muatan yang dapat diisikan lebih sedikit berdasarkan bentuknya

2. • Memiliki volume (tepong) dan penutup

• Muatan yang dapat diisikan lebih banyak berdasarkan bentuknya

• Tutup clutch dapat menjadi media ekplorasi tatah sungging

• Tatahan terletak pada bagian penutup clutch yang akan sering dibuka tutup sehingga tatah sungging mengalami risiko rusak lebih besar

• Genggaman tangan lebih besar karena memiliki tepong dan tidak bertali

3. • Memiliki tepong dan penutup

• Muatan yang dapat diisikan lebih banyak berdasarkan bentuknya

• Mudah dibawa dan memiliki tali di tangan

• Tatahan terletak pada bagian penutup clutch yang akan sering dibuka tutup sehingga lebih mudah rusak dengan karakteristik perkamen

• Genggaman tangan lebih besar karena memiliki tepong dan tali lebih kecil sehingga riskan putus

(7)

Kesimpulan dari 3 sketsa clutch pada Tabel II dipilihlah sketsa nomor 1 dengan pertimbangan bidang tatah sungging memanfaatkan bidang luasan clutch lebih maksimal dalam eksplorasi motif tatah sungging. Selain itu, clutch lebih mudah dibawa oleh user serta perakitan clutch lebih mudah dan memiliki bentuk sederhana.

Kemudian, tahap terakhir adalah tahap pengerjaan proses pembuatan vest dan clutch berdasarkan keputusan yang telah diambil pada pembahasan di atas. Proses perakitan antara kulit garmen dan tatah sungging memerlukan ketelitian. Tahap ini harus dilakukan secara hati-hati karena proses perakitan tatah sungging dengan material garmen/fabric hanya dapat dilakukan satu kali. Selain itu, juga untuk menghindari sunggingan terkelupas dan bekas cacat jahitan pada kulit garmen. Berikut merupakan implementasi hasil tatah sungging ke dalam produk fesyen yang dijadikan produk vest dan clutch.

Gambar 6. Implementasi Desain

Gambar 6. Implementasi Desain Saat Dikenakan Model

IV. KESIMPULAN Dari kegiatan penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Teknik tatah sungging dapat dikembangkan lebih lanjut dengan mengadaptasi teknik pahatan dan teknik pewarnaan.

2. Hasil pengolahan eksplorasi dengan mengadaptasi kerajinan tatah sungging dapat diaplikasikan menjadi produk fesyen yaitu vest dan clutch.

V. UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Politeknik ATK Yogyakarta, bahwa artikel ini merupakan salah satu luaran publikasi ilmiah hasil penelitian yang diberikan bantuan oleh UPPM Politeknik ATK Yogyakarta tahun 2019. Terima kasih kepada Bapak Tukijan pemilik IKM Ituk Leather di desa Wukirsari, Pucung, Bantul, Yogyakarta atas kesediaannya meluangkan waktunya untuk penulis wawancara.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

[1] O. D. Tanto, H. Hapidin, and A. Supena, “Keterampilan sosial pengrajin tatah sungging cilik Kepuhsari,” Proceedings of the International Consortium of Education and Culture Research Studies (ICECRS), vol. 2, no. 1, pp. 83-89, 2019.

[2] D. S. Prayoga, “Pengembangan seni tatah sungging wayang kulit melalui media animasi dua dimensi pada sekolah menengah kejuruan,” [Seminar Nasional Seni dan Desain Universitas Negeri Surabaya, pp. 444-447, Oktober 2017].

[3] D. T. Ardianto and E. Widiyanti, “E-commerce strategy to develop tatah sungging kulit creative industry in Solo Raya, Central Java, Indonesia,”

Proceedings of Tourism, Leisure and Global Change, vol. 3, pp. 21-32, 2016.

[4] L. E. Suranny, “Seni tatah sungging Desa Kepuhsari sebagai warisan budaya di Kabupaten Wonogiri,” Jurnal Papua, vol. 9, no, 2, pp. 215-228, 2017.

[5] A. Z. Khilmiyah, “Desain perhiasan berbasis material wayang kulit dengan teknik tatah sungging,” Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November, undergraduate thesis.

[6] W. Kusnadi and V. Violeta, “Analisis strategi endorsement dan dimensi kualitas produk yang mempengaruhi keputusan pembelian terhadap produk fashion lokal wanita Soeur,” Jakarta: Universitas Agung Podomoro, undergraduate thesis.

[7] Aruman and T. Kusumawati, “Pengembangan desain seni kerajinan tatah sungging kulit Pucung Imogiri Bantul Yogyakarta,” Jurnal Seni Kriya, vol. 6, no. 1, pp.13-24, 2017.

[8] G. P. Sari, N. Purwaningsih, and Y. B. Mahendra, “Pengembangan aplikasi tatah sungging kulit perkamen pada produk fungsional yang bernilai seni,”

[Seminar Nasional Industrial Engineering National Conference Universitas Muhammadiyah Surakarta, pp. 671-678, Maret 2018].

[9] F. Olyvia and M. C. Limahelu, “Perancangan desain perhiasan dengan mengaplikasikan teknik tatah sungging,” [Seminar Nasional Desain Sosial Universitas Pelita Harapan Tangerang, pp. 267-271, Juli 2019].

[10] B. Palgunadi, Disain Produk (Jilid 1-4), Bandung: Penerbit ITB, 2008.

[11] H. Hendriyana, Metodologi Penelitian Penciptaan Karya Edisi Revisi Practice-led Research and Practice based Research Seni, Kriya, Desain, Yogyakarta:

Penerbit Andi, 2021.

[12] G. P. Sari dan N. Purwaningsih, “Potential development of tatah sungging handicraft in Pucung Village,” [1st International Conference on Multidisciplinary Studies Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, September 2017].

[13] Pujiyanto, “Mitologi Jawa dalam motif batik unsur alam,” Jurnal Bahasa & Seni, tahun. 31, no. 1, pp. 128-141, 2003.

[14] R. W. B. Pradana, “Bentuk dan makna simbolik ragam hias pada Masjid Sunan Giri,” Jurnal Ruang Space, vol. 7, no. 1, 2020.

Referensi

Dokumen terkait

Diagram blok pada Gambar 1 menjelaskan bahwa komputer B sebagai WORKSTATION melakukan pengiriman data kepada komputer A sebagai ROS MASTER dengan menggunakan jaringan

Maka dari itu, kegiatan ini juga berusaha mencari runutan toponim daerah lain yang masih tersambung dengan peristiwa yang terjadi di Kelurahan Bener dengan

Hasil penelitian menunjukan bahwa unsur perbuatan melawan hukum dalam transaksi e-commerce adalah adanya perbuatan yang melanggar undang- undang yang berlaku, atau

Jika harga barang-barang yang diperjualbelikan dalam sistem perdagangan MLM jauh lebih tinggi dari harga yang wajar, berarti hukumnya haram karena secara tidak

1. Jumlah serangga sasaran yang sempit dapat menyebabkan insektisida kimiawi menjadi pilihan untuk menanggulangi masalah serangga hama. thuringiensis harus dilakukan

Koordinator penelitian klinik kerjasama dengan National Institute of Allergy and Infectious Diaseses (NIAID) untuk Acute Febrile Illness dan South East Asia Infectious

peramalan ( forecasting ) tingkat keandalan dari masing – masing unit, sehingga diharapkan tingkat keandalan suatu unit pembangkit dapat terus naik seiring dengan meningkatnya

13 12 Ibid.. Kepercayaan, ideologi dan mitos merupakan citra-citra kolektif dan ide yang bersifat elemen spiritual dan psikologis. 14 Keyakinan mengacu kepada ideologi yaitu