• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A."

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kecemasan Menghadapi Dunia Kerja 1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan berasal dari Bahasa Inggris yaitu anxiety yang berasal dari bahasa latin agustus yang memiliki arti kaku, ango, anci yang berarti mencekik (Trismiati, 2004). Menurut Schwartz (dalam, Dona dan Anisa, 2016) berpendapat “kecemasan adalah kondisi emosi negatif yang ditandai dengan firasat dan tanda-tanda somatik ketegangan, seperti jantung berdebar kencang, berkeringat, dan kesulitan bernafas, (Kecemasan berasal dari bahasa latin anxius, yang berarti penyempitan atau pencekikan).

Greenberg dan Padesky (2009) kecemasan merupakan suatu keadaan khawatir, gugup atau takut ketika berhadapan dengan pengalaman yang sulit dalam kehidupan seseorang dan menganggap bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Kecemasan sama seperti ketakutan namun dengan fokus yang kurang spesifik. Ketakutan merupakan repons terhadap beberapa ancaman langsung, sedangkan kecemasan merupakan ketakutan mengenai bahaya yang tidak terduga di masa depan”. Menurut Hurlock (2011) menjelaskan kecemasan merupakan suatu kekhawatiran umum pada suatu peristiwa yang tidak jelas atau yang akan datang. Kecemasan ditandai dengan perasaan khawatir, gelisah dan perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan.

Nugroho (2010) menjelaskan kecemasan menghadapi dunia kerja merupakan rasa kekhawatiran yang dirasakan individu saat menghadapi dunia kerja, yang diakibatkan oleh beberapa hal seperti sempitnya peluang kerja, pengalaman yang sedikit, ketatnya persaingan, adanya kompetisi pengetahuan dan sikap. Kecemasan menghadapi dunia kerja dialami oleh mahasiswa tingkat akhir atau mereka yang belum lama lulus dari pendidikannya dan memiliki rencana untuk bekerja sesuai dengan bidang yang diminati.

(2)

Sari dan Astuti (2014) mendefinisikan kecemasan menghadapi dunia kerja merupakan penilaian individu mengenai tujuannya terhadap dunia kerja yang belum memiliki kepastian dan tidak bisa diduga sehingga menimbulkan konflik internal pada diri individu. Hal ini akan mengakibatkan pola pemikiran menjadi terganggu seperti takut dan khawatir, menarik diri dan menghindar serta respon fisiologis seperti mudah berkeringat, jantung berdebar, jika berhadapan langsung dengan dunia kerja.

Berdasarkan beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan menghadapi dunia kerja adalah perasaan khawatir yang muncul karena penilaian individu mengenai tujuannya menghadapi dunia kerja sehingga menimbulkan konflik baik dari dalam diri individu maupun dari luar individu itu sendiri.

2. Aspek-aspek Kecemasan

Aspek kecemasan menghadapi dunia kerja pada dasarnya mengacu pada aspek kecemasan secara umum. Dalam Nevid et al (2005) menyatakan terdapat 3 aspek kecemasan yaitu:

a. Aspek fisik

Ketika individu mengalami kecemasan akan terlihat respon fisik seperti tangan berkeringat, suara tidak stabil, sulit bernafas, lemas atau pusing, jantung berdebar dan sulit untuk berbicara (gagap).

b. Aspek kognitif

Ketika individu mengalami kecemasan pada aspek kognitifnya biasanya akan terlihat individu berpikiran negatif secara berlebihan mengenai kemampuannya dalam menghadapi tantangan dan hambatan ketika rasa cemasnya muncul. Ciri kognitif lain yang muncul seperti sulit berkonsentrasi, tidak yakin akan kemampuan dirinya dalam mengatasi permasalahan, khawatir terhadap masa depan, dan ada keyakinan yang muncul tanpa adanya alasan yang jelas bahwa akan terjadi suatu hal yang buruk.

c. Aspek perilaku

Ketika individu mengalami kecemasan dari perilakunya juga akan terlihat adanya perubahan tingkah laku seperti menghindar

(3)

ketika mengalami situasi yang menyebabkan kecemasan itu muncul kemudian mengalihkan dengan melakukan sesuatu hal yang lain agar lupa dengan situasi tersebut.

Ghufron and Risnawati (2014) mengemukakan bahwa terdapat 3 aspek kecemasan, yaitu:

a. Kekhawatiran

Kekhawatiran muncul dari pikiran negatif pada individu mengenai apa yang ada dalam dirinya seperti akan datang kegagalan mengenai karir masa depan yang akan dijalankan.

b. Emosionalitas

Emosionalitas merupakan respon ataupun reaksi fisik yang muncul pada individu seperti jantung berdebar, mudah berkeringat, dan tegang ketika berbicara mengenai karir.

c. Gangguan dan hambatan dalam menyelesaikan tugas

Individu akan mengalami gangguan dan hambatan ketika individu dituntut dalam menyelesaikan tugas yang cukup banyak berkaitan dengan bidang karir. Perasaan tertekan pada individu mengenai pemikiran yang rasional terhadap tugas tersebut akan menimbulkan perasaan cemas ketika menghadapi dunia kerja.

Greenberg and Padesky (2004) mengemukakan 4 aspek kecemasan menghadapi dunia kerja:

A. Reaksi fisik

Reaksi fisik yang muncul ketika individu cemas seperti telapak tangan berkeringat, otot tegang, pipi merah, pusing dan jantung berdebar. Kondisi ini akan muncul ketika individu merasa bahwa dirinya sedang berada dalam keadaan berbahaya atau terancam.

B. Pemikiran

Individu yang merasa cemas biasanya memiliki pemikiran berbahaya yang berlebihan, tidak yakin dengan kemampuan dirinya dalam menyelesaikan masalah, tidak menghiraukan bantuan yang ada, dan memiliki pemikiran terhadap hal-hal yang buruk.

Pemikiran yang muncul ini bisanya akan menetap cukup lama ketika individu tidak melakukan usaha untuk mengubah pemikirannya.

(4)

C. Perilaku

Perilaku yang muncul ketika individu merasa cemas diantaranya menghindari situasi yang menyebabkan perasaan cemas itu muncul, meninggalkan situasi saat kecemasan terjadi, dan mencegah bahaya yang akan terjadi dengan melakukan upaya secara sempurna melalui berbagai cara.

D. Suasana hati

Individu yang mengalami cemas akan muncul perasaan gugup, jengkel, panik, dan khawatir. Suasana hati individu juga dapat berubah seketika ketika berhadapan dengan kondisi yang menimbulkan perasaan cemas. Apabila suasana hati individu tidak cukup baik seperti merasa gugup dan panik akan menyebabkan individu kesulitan dalam melakukan suatu hal.

Berdasarkan beberapa teori dapat disimpulkan kecemasan memasuki dunia muncul tidak hanya dari satu aspek saja, melainkan melalui beberapa aspek seperti aspek fisik, aspek kognitif, aspek perilaku, aspek suasana hati. Kecemasan juga dapat disebabkan banyak faktor, baik faktor dari dalam individu maupun faktor dari luar individu itu sendiri. Ketika merasa cemas individu cenderung menghindari hal- hal yang memicu timbulnya kecemasan dengan mengalihkan rasa cemas itu, namun apabila pemikiran berbahaya yang muncul, pemikiran ini akan menetap cukup lama di dalam diri individu apabila individu tidak melakukan usaha untuk mengubah pemikirannya. Sesuai dengan penjelasan diatas peneliti mengacu pada aspek-aspek kecemasan menurut Greenberg dan Padesky (2004).

3. Faktor-faktor Kecemasan

Greenberg dan Padesky (2004) menyatakan terdapat 2 faktor yang mempengaruhi munculnya kecemasan dalam menghadapi dunia kerja, yaitu:

a. Faktor kognitif

Pada faktor kognitif mencangkup pada kecemasan yang disertai dengan keyakinan bahwa suatu hal yang buruk menimpa individu tersebut sehingga gejala fisik seperti perasaan cemas menjadi

(5)

respon atas keadaan bahaya atau mengancam yang bersifat fisik maupun sosial. Pandangan atau keyakinan mengenai kecemasan yang mengancam atau berbahaya berbeda-beda antar individu satu dengan lainnya dan sebagian individu menjadikan pengalaman sebagai suatu hal yang menimbulkan persepsi bahwa mereka merasa terancam kemudian dari persepsi tersebut akan muncul perasaan cemas. Pemikiran tentang perasaan cemas ini biasanya memiliki orientasi pada masa depan dan terkadang memprediksi suatu hal tentang malapetaka.

b. Faktor kepanikan

Perasaan panik timbul akibat perasaan cemas yang dialami individu secara ekstrem. Rasa panik muncul akibat dari kombinasi pada emosi dan gejala fisik pada masing-masing individu. Perasaan panik juga disertai dengan gejala-gejala perubahan pada sensasi fisik maupun mental individu yang merasakan gangguan panik bahkan terdapat interaksi antara gejala fisik, emosi, maupun kognitif sehingga menimbulkan perubahan secara cepat. Pemikiran dari perasaan panik menimbulkan ketakutan dan kecemasan dalam diri individu hal inilah yang akan merangsang keluarnya adrenalin.

Nevid et al (2005) mengemukakan bahwa terdapat 2 faktor yang mempengaruhi kecemasan, yaitu:

a. Faktor perspektif kognitif

Faktor ini meliputi persepsi yang berlebihan terhadap rasa takut, keyakinan yang self defeating atau tidak rasional, kesalahan dalam mengatribusikan sinyal tubuh, terlalu sensitif atau berlebihan terhadap suatu ancaman, dan self efficacy rendah

b. Faktor biologis

Faktor ini mencangkup faktor genetik, neurotransmitter, aspek biokimia pada gangguan panik, dan gangguan obsessif komplusif.

Adler dan Rodman (dalam, Annisa & Ifdil, 2016) menjelaskan terdapat 2 faktor yang mempengaruhi kecemasan, yaitu:

1. Pengalaman negatif pada masa lalu

Penyebab utama munculnya perasaan cemas terjadi karena pengalaman pada masa kanak-kanak ketika munculnya perasaan yang tidak menyenangkan dan kejadian tersebut terjadi kembali di

(6)

masa depan. Seperti ketika seseorang dihadapkan dengan peristiwa yang sama dan mengakibatkan munculnya perasaan tidak nyaman, memiliki pengalaman gagal dalam mengikuti tes.

2. Pikiran yang tidak rasional

Pikiran yang tidak rasional dibagi dalam empat bentuk, diantaranya:

a. Kegagalan ketastropik yaitu individu berasumsi bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada dirinya yang menyebabkan seseorang mengalami cemas dan merasa kurang mampu maupun tidak sanggup dalam mengatasi permasalahannya.

b. Kesempurnaan, individu berharap pada dirinya untuk berperilaku sempurna tanpa adanya kecacatan sehingga individu menjadikan tolak ukur kesempurnaan sebagai sebuah target dan sumber yang dapat memberikan inspirasi.

c. Persetujuan

d. Generalisasi yang berlebihan dan tidak tepat terjadi pada individu yang tidak memiliki pengalaman.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan yaitu faktor kognitif, kepanikan, biologis, pengalaman negatif pada masa lalu, serta pikiran yang tidak rasional. Faktor-faktor tersebut saling terhubung dan akan saling mempengaruhi satu sama lain. Berdasarkan penjelasan diatas peneliti mengacu pada faktor- faktor kecemasan menurut teori Greenberg dan Padesky (2004).

4. Jenis-jenis Kecemasan

Freud (dalam, Hall and Lindzey, 1993) membedakan kecemasan menjadi tiga, yakni:

a. Kecemasan realitas

Kecemasan realitas yaitu perasaan yang tidak menyenangkan dan kurang spesifik mengenai bahaya itu sendiri, perasaan ini muncul karena rasa takut akan adanya bahaya-bahaya nyata yang berasal dari dunia luar

b. Kecemasan neurotik

(7)

kecemasan neurotik adalah rasa cemas yang diakibatkan oleh bahaya yang belum diketahui, perasaan ini muncul pada ego dan juga dorongan id.

c. Kecemasan moral atau perasaan-perasaan bersalah.

Kecemasan moral merupakan rasa cemas yang muncul karena gagal dalam bersikap konsisten dengan apa yang diyakini secara moral, perasaan ini berakhir dari konflik ego dan superego.

Speilberger (dalam Safaria & Saputra, 2012) menjelaskan 2 bentuk kecemasan, yaitu:

1. Trait anxiety

Trait anxiety yaitu rasa khawatir atau terancam pada individu terhadap kondisi yang sebenarnya tidak berbahaya. Kecemasan ini terjadi karena kepribadian individu yang memang memiliki potensi cemas dibandingkan dengan individu yang lainnya.

2. State anxiety

State anxiety yaitu kondisi emosional dan keadaan sementara pada diri individu oleh karena itu perasaan tegang dan khawatir yang dirasakan secara sadar dan bersifat subjektif.

Berdasarkan teori yang ada diketahui bahwa banyak jenis kecemasan yang juga berasal dari dalam dan luar diri individu.

Kecemasan merupakan respon individu terhadap bahaya yang dirasakan, bentuk dari respon kecemasan bergantung pada kepribadian dan kematangan dari setiap individu.

5. Tingkat Kecemasan

RENTANG RESPON KECEMASAN

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

(8)

Gambar 1.1 Rentang Respon Kecemasan (Stuart 2006)

Rentang respon kecemasan menurut Stuart (2006):

1. Respon Adaptif

Individu yang dapat menerima dan mengatur kecemasan maka hasil yang didapat akan positif. Kecemasan sebagai suatu tantangan, memotivasi dalam mengatasi permasalahan dan sebagai sarana untuk memperoleh penghargaan yang tinggi. Menangis, berbicara kepada orang lain, latihan dan menggunakan teknik relaksasi merupakan strategi maladaptif yang digunakan individu untuk mengatasi kecemasan.

2. Respon Maladaptif

Saat kecemasan tidak bisa dikendalikan, individu menggunakan strategi koping yang disfungsi dan tidak berkesinambungan dengan yang lainnya. Berbicara tidak jelas, mengisolasi diri, berperilaku agresif, banyak makan, berjudi, mengonsumsi alkohol, hingga penyalahgunaan obat-obatan terlarang merupakan jenis koping maladaptif yang digunakan individu untuk mengendalikan kecemasan

Stuart (2006) mengemukakan 4 tingkat kecemasan, yaitu:

1. Kecemasan ringan

Kecemasan tingkat ringan merupakan cemas yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari sehingga meningkatkan perhatian serta kewaspadaan individu, namun individu belum mampu memecahkan permasalahannya. Kecemasan ringan dapat meningkatkan motivasi belajar, menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas yang ditandai dengan perasaan tenang, percaya diri, waspada memperhatikan banyak hal, sedikit tidak sabar, gangguan otot ringan, sadar akan lingkungan, rileks atau sedikit gelisah.

2. Kecemasan sedang

Kecemasan tingkat sedang menjadikan individu lebih memfokuskan diri terhadap sesuatu yang diprioritaskan, hal ini ditandai penurunan kemampuan dalam menyelesaikan masalah, kurang sabar, mudah tersinggung, tingkat ketegangan otot sedang,

(9)

tanda vital meningkat, berkeringat dingin, sering mondar-mandir, sering berkemih dan sakit kepala.

3. Kecemasan berat

Tingkat kecemasan berat dapat sangat menguras pendapat individu, individu cenderung memfokuskan perhatian pada sesuatu yang rinci dan spesifik, tidak dapat berpikir tentang hal lain.

Perilaku tersebut digunakan sebagai upaya untuk mengurangi ketegangan. Individu perlu banyak diarahkan agar bisa memusatkan sesuatu di area lain yang ditandai dengan sulit berpikir, penyelesaian masalah buruk, berkeringat banyak, bicara cepat, rahang meregang, menggertakan gigi, mondar-mandir, dan gemetar.

4. Tingkat panik

Kecemasan pada tingkat panik berhubungan dengan ketakutan dan teror, karena individu hilang kendali. Individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun diarahkan, panik melibatkan disorganisasi kepribadian, panik menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas motorik dan menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang tidak rasional.

Bucklew (2009) membagi tingkat kecemasan menjadi 2 yaitu:

1. Tingkat psikologis

Kecemasan tingkat psikologis yaitu kecemasan yang berbentuk gejala-gejala kejiwaan seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi, dan perasaan tidak menentu (gelisah).

2. Tingkat fisiologis

Kecemasan tingkat fisiologis yaitu kecemasan yang berbentuk gejala fisik, terutama pada sistem saraf pusat seperti tidak bisa tidur, jantung berdebar-debar, keluar banyak keringat dingin, sering gemetar, dan perut terasa mual.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap tingkat kecemasan mempunyai ciri dan tingkatan yang berbeda antara satu sama lain. Tingkatan kecemasan yang terjadi tergantung pada kematangan

(10)

pribadi individu, pemahaman mengenai kegagalan, dan mekanisme perubahan yang digunakan.

B. Orientasi Masa Depan

1. Pengertian Orientasi Masa Depan

Nurmi (dalam, Agusta, 2014) orientasi masa depan adalah gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya dalam konteks masa depan. McCabe dan Barnett (2000) menjelaskan bahwa orientasi masa depan adalah gambaran mengenai masa depan yang terbentuk melalui sekumpulan sikap dan asumsi dari pengalam di masa lalu yang berinteraksi dengan informasi dari lingkungan untuk membentuk harapan mengenai masa depan, tujuan, aspirasi dan memberikan makna pribadi bagi kejadian di masa depan.

Agustin (2001) mendefinisikan orientasi masa depan adalah bagaimana seseorang merumuskan dan menyusun visi kedepannya dengan membagi orientasi jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Orientasi masa depan adalah bagian-bagian dari seseorang dalam merencanakan dan menentukan visi kehidupan dimasa yang akan datang, serta mengklasifikasi orientasi jangka pendek, jangka menengah serta jangka panjang (Ginanjar, 2001).

Trommsdorff and Lamm (2005) mendefinisikan orientasi masa depan merupakan fenomena kognitif motivasional yang kompleks, yakni antisipasi dan evaluasi tentang future self dalam interaksinya dengan lingkungan. Orientasi masa depan merupakan aksi yang digunakan individu dalam merencanakan apa yang menjadi mimpinya dan harapan mengenai hal-hal yang baik di masa yang akan datang kemudian individu mulai menyusun strategi untuk merealisasikan harapan dan mimpi tersebut (Kerpelman, 2008). Maha (2013) Pemikiran individu terhadap hal yang dipikirkan dan menjadi impian individu tentang masa depan akan lebih kuat dan menyeluruh di masa remaja

Chaplin (2006) menjelaskan orientasi masa depan sebagai suatu fenomena kognitif-motivasional yang kompleks, orientasi masa depan berkaitan erat dengan skema kognitif, yaitu suatu organisasi perceptual

(11)

dari pengalaman masa lalu serta kaitannya dengan pengalaman masa kini dan masa yang akan datang.

Seginer (2009) Orientasi masa depan merupakan dorongan untuk berinvestasi di masa yang akan datang sehingga individu dapat berpikir lebih luas dan memberi penilaian terhadap kemampuan dirinya untuk dapat melangkah dan mengendalikan ketakutan, melakukan kebiasaan bermanfaat untuk mendukung impiannya dan memiliki komitmen atas pilihan masa depannya.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa orientasi masa depan adalah kecenderungan berfikir secara mendalam mengenai kemungkinan yang baik untuk masa depan sehingga individu memiliki visi kedepannya dengan membagi orientasi jangka pendek, menengah dan jangka panjang serta mengendalikan ketakutan, melakukan kebiasaan bermanfaat untuk mendukung impiannya dan memiliki komitmen atas pilihan masa depannya..

2. Aspek-aspek Orientasi Masa Depan

Orientasi masa depan dalam seorang individu terbentuk melalui 3 aspek menurut Nurmi (dalam, Desmita, 2017) sebagai berikut:

1. Motivasi (motivation)

Merupakan tahap awal pembentukan orientasi masa depan.

Pada tahap ini mencangkup motif, minat, dan tujuan yang berkaitan dengan orientasi masa depan, awalnya individu menetapkan tujuan yang didasari pada perbandingan antara motif umum dan motif penilaian, serta pengetahuan yang telah dimiliki terkait perkembangan sepanjang hidup yang dapat diantisipasi. Ketika keadaan masa depan dan faktor pendukungnya telah menjadi sesuatu yang diharapkan dapat terwujud, maka pengetahuan akan menjadi dasar penting penunjang perkembangan motivasi dalam orientasi masa depan

2. Perencanaan (planning)

Perencanaan merupakan proses kedua pembentukan orientasi masa depan individu, yakni membuat perencanaan untuk mewujudkan minat dan tujuan. Perencanaan yang dibuat oleh

(12)

individu akan didapat melalui 3 variabel yaitu knowledge, plans dan realization.

3. Evaluasi (evaluation)

Tahap terakhir dalam prose pembentukan orientasi masa depan yaitu evaluasi. Evaluasi merupakan proses pengamatan, melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang ditampilkan dan memberikan kekuatan bagi diri sendiri. Meskipun tujuan perencanaan orientasi belum terwujud, pada tahap ini individu harus tetap melakukan evaluasi terhadap kemungkinan terwujudnya tujuan dan rencana tersebut. Untuk mewujudkan rencana proses evaluasi melibatkan causal attributions yang didasari oleh evaluasi kognitif individu mengenai kesempatan yang dimiliki dalam mengendalikan masa depannya, dan affect berkaitan dengan kondisi yang muncul sewaktu-waktu dan tanpa disadari. Pada proses evaluasi ini, konsep diri memiliki peran penting, terutama dalam mengevaluasi kesempatan yang ada untuk mewujudkan tujuan dan rencana sesuai dengan kemampuan yang dimiliki individu.

Orientasi masa depan yaitu kemampuan individu dalam merencanakan masa depan sebagai dasar dari cara berpikir. Menurut Steinberg (2009) membagi orientasi masa depan menjadi 3 aspek:

1) Perspektif waktu

Seberapa jauh seseorang memikirkan tentang perencanaannya di masa depan, ketika individu memikirkan perencanaan matang- matang dan lebih rinci akan memudahkan individu melewati setiap proses dan dengan pemikirannya individu dituntut memiliki perencanaan terbaik dan efisien.

2) Konsekuwensi masa depan

Merupakan seberapa jauh seseorang memiliki pertimbangan konsekuensi secara potensial di masa yang akan datang melalui langkah-langkah yang telah direalisasikan, memiliki pertimbangan mengenai konsekuensi masa depan secara matang maka akan terbentuk pengamatan terhadap segala jenis tindakan dan perilaku yang dilakukan, sehingga individu bisa memahami dan

(13)

menguatkan diri agar dapat menerima keadaan atau situasi yang akan dihadapi di masa depan.

3) Perencanaan

Perencanaan yang dibuat sebelum bertindak agar dapat mewujudkan segala bentuk rencana yang telah disusun di masa depan, dengan adanya perencanaan individu akan memiliki strategi sehingga dapat merealisasikan minat dan tujuan tersebut.

Orientasi masa depan yang disusun Seginer (2009) terdapat 3 aspek yang dapat diterapkan dalam bidang kehidupan yang berbeda, yaitu:

1) Motivasi

Aspek motivasi berisi hal-hal yang dapat mendorong individu untuk berpikir mengenai masa depannya. Hubungan antara orientasi masa depan dan motivasi dijelaskan melalui 3 aspek:

a. Nilai (value)

Nilai merupakan hal yang dirasa penting bagi individu dan diperlukan untuk mencapai tujuan yang spesifik pada bidang kehidupan tertentu seperti pendidikan, karir dan prioritas di masa depan.

b. Harapan (expectacy)

Harapan adalah kepercayaan individu dalam merealisasikan keinginan, tujuan, dan perencanaan yang spesifik di bidang tertentu. Didalam harapan juga terdapat emosi dan rasa optimis yang dimiliki individu untuk mewujudkan keinginanya. Harapan akan diekspresikan melalui tekad yang kuat dalam memenuhi perencanaan akan masa depan.

c. Kontrol (control)

Kontrol dalam aspek motivasi dijelaskan dalam teori belajar sosial Rotter (dalam, Seginer, 2009) bahwa setiap ekspektasi mengandung situasi spesifik dan ekpektasi yang digeneralisasikan (generalization of expectancies) dari urutan perilaku yang memberikan penguatan. Dari teori

(14)

tersebut menunjukan bagaimana individu menyikapi apa yang terjadi dalam dirinya yang didorong oleh dua hal yaitu karakteristik pribadi (internal control) dan faktor-faktor dari luar yang tidak dapat dikontrol (external factor).

2) Cognitive representation

Representasi kognitif memiliki peran yang sangat penting bagi individu dan memiliki dua unsur yaitu content dan valence. Content berkaitan dengan bidang kehidupan yang direkonstruksi oleh individu sedangkan valence berkaitan dengan pendekatan penginderaan yang dilakukan oleh individu yang diungkap melalui harapan dan ketakutan. Dalam merencanakan masa depan diberbagai bidang kehidupan individu tidak dapat lepas dari harapan dan antisipasi ketakutan yang mungkin akan dihadapinya.

3) Perilaku

Dimensi perilaku dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Exploration

Eksplorasi (exploration) merupakan perilaku langsung individu terhadap lingkungan eksternal untuk mencari dan mengumpulkan informasi, meminta saran dan nasihat dari orang lain, dan memeriksa apakah karir tersebut sesuai dengan karakteristik individu dan menggali kesesuaian karakteristik individu dengan keadaan lingkungan hidupnya.

b. Commitment

Komitmen individu ada dalam pilihan-pilihan yang spesifik dan dapat diterapkan dalam bidang yang berbeda- beda. Komitmen berkaitan dengan penilaian dan menjatuhkan pilihan untuk perencanaan kedepannya.

Berdasarkan penjelasan aspek-aspek orientasi masa depan dapat disimpulkan bahwa aspek orientasi masa depan dapat digambarkan sebagai struktur antisipasi yang dimiliki individu. Dengan mengantisipasi masa depan individu dapat menghasilkan gambaran lebih kompleks atau sederhana, lebih luas, tepat, koheren atau realistis

(15)

mengenai gambaran masa depannya. Pada penelitian ini, peneliti mengacu pada teori orientasi masa depan menurut Seginer (2009).

3. Faktor-faktor Orientasi Masa Depan

Orientasi masa depan yang dimiliki setiap individu beraneka ragam, Adamson (2007) menjelaskan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan orientasi masa depan pada individu:

1. Lingkungan tempat tinggal

Lingkungan tempat tinggal merupakan tempat individu berinteraksi saat menjalankan tugas perkembangannya, melalui berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya individu akan mempelajari cara membentuk masa depan serta memperoleh informasi baru untuk mendukung masa depannya.

2. Konteks keluarga

Keluarga berpengaruh besar dalam proses tumbuh kembang individu, walaupun terdapat banyak faktor lain seperti teman sepermainan dan lingkungan sekolah, anak paling banyak menghabiskan waktu bersama keluarga. Serta anak juga mendapat bimbingan langsung dari orang tua yang akan mempengaruhi anak sehingga anak memiliki keyakinan dalam menentukan tujuannya di masa depan.

3. Teman sebaya

Ketika anak menjalin pertemanan dengan teman-teman sebayanya, akan menjadikan anak merasa bahwa anak dan teman- temannya memiliki tantangan hidup yang sama, dan sebagai teman sebaya akan memberikan pandangan serta mulai memikirkan tahapan kehidupan berikutnya agar dapat mencapai tujuan masing- masing.

4. Usia

Usia akan memberikan pengaruh dalam mencapai orientasi masa depan, tepatnya pada saat menginjak usia remaja maka orientasi masa depan menjadi tugas terpenting secara jangka panjang.

5. Jenis kelamin

(16)

Berdasarkan hasil studi jenis kelamin dan pandangan masa depan didapat bahwa pada jenis kelamin pria akan lebih memandang secara mendalam mengenai materi untuk mewujudkan kehidupan yang bahagia, sedangkan pada jenis kelamin wanita akan lebih berpandangan secara mendalam mengenai keluarga di masa depan untuk menjadi bahagia.

6. Status sosial ekonomi

Terdapat penelitian-penelitian yang membuktikan status sosial ekonomi berpengaruh terhadap cara pandang orientasi masa depan individu. Studi menyebutkan remaja dengan ekonomi menengah kebawah memiliki pandangan mengenai pekerjaan di masa depan berbeda dengan remaja yang memiliki status ekonomi menengah keatas yang mengutamakan pendidikan, berkarir kemudian sebagai penuhan kebahagiaannya dengan melakukan kegiatan yang bertujuan untuk menyegarkan kondisi tubuh serta pikirannya yang disebabkan oleh padatnya aktivitas yang dilakukan seperti jalan- jalan, menjalankan hobby dan lain-lain.

7. Konsep diri

Individu yang melihat dirinya mampu tentunya hal ini sangat berpengaruh positif dalam pencapaiannya masa depan, sedangkan individu yang pesimis tentunya hal ini juga akan berdampak negatif di masa depannya.

C. Mahasiswa Tingkat Akhir

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Mahasiswa didefinisikan sebagai orang yang belajar dalam perguruan tinggi. Dalam peraturan pemerintan RI No.30 tahun 1990 menjeleskan, mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu.

Marseto (2007) menjelaskan dalam universitas mahasiswa digolongkan dalam 3 golongan, yaitu:

a. Angkatan awal

Mahasiswa angkatan awal merupakan sebutan untuk mahasiswa yang baru mendaftar pada suatu universitas dan berada pada semester pertama hingga semester empat.

b. Angkatan tengah

(17)

Mahasiswa angkatan menengah adalah mahasiswa yang berada di semester lima hingga enam dan terbebas dari drop out tetapi belum memiliki hak untuk mengambil Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Skripsi atau Tugas Akhir (TA).

c. Angkatan akhir

Mahasiswa angkatan akhir adalah mahasiswa yang sudah memasuki semester tujuh dan delapan atau lebih serta sudah menempuh mata kuliah Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Skripsi atau Tugas Akhir (TA).

Winkel (dalam, Alexander 2015) mendefinisikan mahasiswa tingkat akhir ialah individu yang berada pada rentang usia 20 hingga 25 tahun.

Lestari (2013) mendefinisikan mahasiswa tingkat akhir merupakan calon sarjana yang diharapkan telah memiliki arah tujuan dalam menjalankan tugas perkembangan berikutnya yaitu dapat bekerja di bidang yang sesuai dengan minat dan kemampuannya.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat didefinisikan bahwa mahasiswa tingkat akhir adalah individu yang berada pada rentang usia 20 hingga 25 tahun dan telah memiliki arah dan tujuan dalam melanjutkan pada tahapan perkembangan berikutnya sehingga individu dapat bekerja dibidang yang sesuai dengan minat dan kemampuannya.

D. Kerangka Berpikir

Mahasiswa digolongkan menjadi 3 golongan dalam Maestro (2017) yaitu angkatan awal, angkatan tengah, dan angkatan akhir. Mahasiswa angkatan awal merupakan sebutan untuk individu yang baru mendaftar dalam suatu perguruan tinggi yang memasuki semester satu sampai empat, mahasiswa angkatan menengah adalah sebutan untuk individu yang memasuki semester lima hingga enam, sedangkan mahasiswa tingkat akhir adalah sebutan untuk individu yang memasuki semester tujuh dan delapan atau lebih dan sudah mengambil mata kuliah KKN dan Skripsi atau Tugas Akhir. Mahasiswa tingkat akhir adalah individu yang berada pada rentang usia 20 hingga 25 tahun dan telah memiliki arah dan tujuan dalam melanjutkan pada tahapan perkembangan berikutnya sehingga individu dapat bekerja dibidang yang sesuai dengan minat dan kemampuannya.

(18)

Mahasiswa yang berada pada tingkat akhir menjalani transisi dari fase pendidikan ke fase dunia kerja, sehingga mahasiswa dituntut sudah harus memiliki perencanaan dalam menentukan karir yang akan dijalani setelah lulus. Dalam melengkapi tugas perkembangannya mahasiswa tingkat akhir memiliki tanggung jawab dalam merencanakan perjalanan karir yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Mahasiswa yang merasa kurang memiliki keyakinan yang rasional terhadap kemampuan yang dimiliki maka akan dibutuhkan aspek-aspek yang dapat mengatasi permasalahan tersebut yaitu aspek kematangan karir yang mencakup konsisten pada pemilihan karir, orientasi terhadap pekerjaan, kemandirian dalam pembuatan keputusan karir, preferensi terhadap faktor-faktor pemilihan keputusan karir, konsepsi terhadap pemilihan karir Crites (1981). Mahasiswa memiliki perencanaan akan masa depannya namun, ada beberapa hambatan yang menyebabkan ketidakpastian bagaimana kelak masa depan itu.

Mahasiswa idealnya sudah harus memiliki orientasi masa depan yang jelas dalam bidang pekerjaan dan karirnya, namun tidak sedikit mahasiswa yang belum memiliki perencanaan dan orientasi masa depan yang jelas sehingga akan cenderung kebingungan dan hanya mengikuti alur yang ada.

Kemampuan untuk berorientasi terhadap pekerjaan akan mempengaruhi individu dalam menyusun perencanaan karir yang lebih matang sehingga mengurangi perasaan cemas yang dialami individu. Halgin dan Whitbourne (dalam, Hanim & Ahlas, 2019) mengemukakan individu yang memiliki orientasi masa depan dalam hal pekerjaan dan membuat perencanaan-perencanaan terbaik untuk mengurangi perasaan cemas, gelisah, dan ketidaknyamanan terhadap kemungkinan buruk yang terjadi.

Apabila individu belum memiliki orientasi masa depan terutama pada pekerjaan makan tingkat perencanaannya akan rendah sehingga menimbulkan perasaan cemas, gelisah, dan tidak nyaman saat menghadapi dunia kerja.

Seginer (2009) terdapat 3 aspek orientasi masa depan yaitu motivasi, representasi kognitif, dan perilaku. Motivasi berkaitan dengan hal yang mendorong individu untuk memikirkan masa depannya, representasi kognitif berperan dalam merencanakan masa depan tidak terlepas dari harapan dan antisipasi ketakutan yang mungkin akan dihadapi. Perilaku

(19)

berperan dalam lingkungan eksternal dan komitmen dalam penilaian serta pilihan individu terhadap perencanaan masa depannya. Aspek masa depan merupakan struktur antisipasi yang dimiliki individu sehingga dapat menghasilkan gambaran lebih kompleks atau sederhana, lebih luas, tepat, koheren atau realistis mengenai gambaran masa depannya.

Mahasiswa tingkat akhir juga mulai mengetahui bagaimana kenyataan di dunia kerja dari posisinya berpijak serta mahasiswa harus mengetahui bagaimana memposisikan diri ketika menghadapi dunia kerja saat sudah lulus. Permasalahan-permasalahan pada dunia kerja dapat dilihat sebagai suatu peluang dan bisa sebagai ancaman yang diyakini akan terjadi serta akan menimpa individu apabila tidak memiliki kesiapan dan gagal dalam merencanakan masa depannya sebagai usaha untuk mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja. Apabila individu tidak memiliki bekal untuk menyiapkan dirinya dalam memasuki dunia kerja akan menyebabkan individu terombang-ambing, kebingungan, dan ketidakpastian dalam dirinya untuk menyongsong masa depan. Hal inilah yang menyebabkan mahasiswa tingkat akhir memiliki kecemasan dalam menghadapi dunia kerja.

Atmadja (2013) menjelaskan sejumlah hal yang membuat mahasiswa cemas yaitu kegagalan dalam bersaing, kemampuan yang dimiliki belum memenuhi tuntutan, dan sulit beradaptasi. selain itu kecemasan dalam menghadapi dunia kerja disebabkan oleh faktor kognitif dan faktor kepanikan. Pada faktor kognitif mencangkup kecemasan dimana individu merasa terancam oleh suatu hal yang dianggap menakutkan dan menyakitkan baik berasal dari dalam maupun dari luar diri individu sehingga hal ini menyebabkan timbulnya kekhawatiran, kegelisahan yang mengganggu ketenangan, dan kesehatan yang terkadang menimbulkan kekacauan fisik. Rasa panik muncul akibat dari kombinasi pada emosi dan gejala fisik pada masing-masing individu. Perasaan panik juga disertai dengan gejala-gejala perubahan pada sensasi fisik maupun mental individu yang merasakan gangguan panik bahkan terdapat interaksi antara gejala fisik, emosi, maupun kognitif sehingga menimbulkan perubahan secara cepat.

Nugroho (2010) menjelaskan kecemasan menghadapi dunia kerja adalah perasaan khawatir yang dirasakan individu ketika menghadapi

(20)

dunia kerja, yang disebabkan oleh beberapa hal seperti sempitnya peluang kerja, pengalaman yang sedikit, persaingan ketat, adanya kompetisi pengetahuan dan sikap. Kecemasan menghadapi dunia kerja dialami oleh mahasiswa tingkat akhir atau mahasiswa fresh graduate dan memiliki rencana untuk bekerja sesuai dengan bidang yang diminati. Kecemasan dalam menghadapi dunia kerja tidak selalu tentang kecemasan negatif, ketika individu mengalami tingkat kecemasan yang wajar hal ini akan memberikan dampak yang positif bagi individu. Namun apabila individu mengalami kecemasan yang negatif akan memberikan dampak yang buruk bagi individu seperti kehilangan motivasi, kurang percaya diri, dan tidak memiliki pikiran yang rasional.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa mahasiswa tingkat akhir yang mengalami kecemasan saat memasuki dunia kerja disebabkan karena belum memiliki persiapan yang dapat mengoptimalkan kemampuannya dalam bersaing di dunia kerja. Mahasiswa yang mampu memprediksi tujuan karir sesuai dengan kemampuannya memiliki kematangan karir yang tinggi. Kemampuan untuk berorientasi terhadap pekerjaan akan mempengaruhi individu dalam menyusun perencanaan karir yang lebih matang sehingga mengurangi perasaan cemas yang dialami individu. Begitu pula dengan mahasiswa tingkat akhir semakin tinggi tingkat orientasi masa depan yang dimiliki mahasiswa tingkat akhir maka semakin rendah kecemasan saat memasuki dunia kerja, sebaliknya semakin rendah tingkat orientasi masa depan yang dimiliki mahasiswa tingkat akhir maka semakin tinggi kecemasan saat memasuki dunia kerja.

(21)

Mahasiswa Tingkat Akhir

Orientasi Masa Depan

Kecemasan

Kecemasan Tinggi:

- sulit berfikir, - penyelesaiyan

maslah buruk, - berkeringat banyak, - bicara cepat

Memiliki Persiapan Karir Yang Matang Orientasi masa depan merupakan dorongan untuk

berinvestasi di masa yang akan datang sehingga individu dapat berpikir lebih luas dan memberi penilaian terhadap kemampuan dirinya untuk dapat melangkah dan mengendalikan ketakutan, melakukan kebiasaan bermanfaat untuk mendukung impiannya dan memiliki komitmen atas pilihan masa depannya.

Aspek Orientasi Masa Depan:

- Motivasi - Cognitif

representation - Perilaku

Kecemasan Rendah:

- meningkatkan memotivasi belajar

- menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas yang ditandai

dengan perasaan tenang - percaya diri

- waspada memperhatikan banyak hal

Cemas Menghadapi Dunia Kerja

(22)

Gambar 1.2 Kerangka Berpikir

E. Hipotesis

Berdasarkan uraiyan pembahasan dan teori yang telah dijelaskan, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan negatif yang signifikan antara orientasi masa depan dengan kecemasan menghadapi dunia kerja.

Referensi

Dokumen terkait

Tidak terdapat hubungan antara frekuensi makan sehari, kebiasaan sarapan pagi, dan kesukaan jajan dengan status gizi (p >0.05), namun demikian frekuensi makan pada contoh

Darah merupakan jaringan yang terbentuk dari cairan yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu pasma darah yang merupakan cairan darah dan sel-sel darah yaitu elemen-elemen yang

Faktor internal dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu, seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan pendapatan, status

A adalah lambang dari data garis dasar ( baseline data ), B untuk data perlakuan ( treatment data ), dan A kedua ditujukan untuk mengetahui apakah tanpa

Metode plot pada transek yang diletakkan secara acak menghasilkan estimasi kepadatan kelompok kotoran rusa dengan presisi baik (CVs <16%), akan tetapi tidak begitu baik

1) Adakah faktor lain yang menjadi hambatan KUSP untuk mengembangkan kemitraan dengan pihak lain? Mengapa faktor tersebut menghambat? Dalam bentuk apakah hambatan tersebut.. 2)

Tujuan dilakukan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian minyak ikan patin (Pangasius hypophtalmus) terhadap fungsi kognitif mencit putih (Mus musculus

Kepala Seksi Pembinaan dan Pengembangan Industri Aneka pada Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pasar Kabupaten Malang Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten