• Tidak ada hasil yang ditemukan

Disusun Oleh: Muhammad Rafli Gumay Putra 3331170071

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Disusun Oleh: Muhammad Rafli Gumay Putra 3331170071"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

PEMILIHAN MATERIAL PENYARING UDARA PADA INCINERATOR BERKAPASITAS 25 KG BERBASIS

ELECTROSTATIC PRECIPITATOR

Skripsi

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S1 Pada Jurusan Teknik Mesin Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Disusun Oleh:

Muhammad Rafli Gumay Putra

3331170071

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON-BANTEN

2023

(2)
(3)
(4)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan laporan tugas akhir ini dengan segala usaha dan upaya serta doa dari berbagai pihak.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang ada dalam penulisan laporan ini, tanpa dengan adanya bantuan dari berbagai pihak penulis tidak bisa menyelesaikan laporan tugas akhir ini. Maka dari itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dhimas Satria, S.T.,M.Eng. Selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

2. Bapak Iman Saefuloh, S.T.,M.Eng. selaku dosen pembimbing akademik 3. Ibu Miftahul Jannah, S.T.,M.T. Selaku Ketua dan Koordinator Seminar

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 4. Bapak Dr.Eng, Agung Sudrajat ST., M.Eng. Selaku pembimbing I tugas akhir

dan kepala penelitian dalam penelitian

5. Bapak Sunardi ST., M.Eng. Selaku pembimbing II tugas akhir

6. Orang tua yang telah banyak membantu dalam segala hal, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini

7. Teman-teman tim Incinerator yang sudah bekerja sama dalam pembuatan alat 8. Ega Sutiarni yang telah banyak membantu dalam proses pengerjaan laporan

tugas akhir ini.

9. Seluruh teman-teman Teknik Mesin angkatan 2017 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis berharap agar penulisan laporan tugas akhir ini dapat berguna dan bermanfaat bagi seluruh aspek dan untuk pengembangan teknologi kedepannya.

Cilegon, 2022 Penulis

(5)

iii

ABSTRAK

Polusi udara berupa partikulat yang berada di lingkungan sekitar dapat memasuki tubuh makhluk hidup melalui saluran pernafasan, sehingga dapat menimbulkan iritasi pada fungsi pernafasan makhluk hidup. Akibat kondisi tersebut, peneliti dituntut untuk memberi inovasi pada alat yang bisa mengurangi persentase peredaran polusi udara yang terdapat pada lingkungan sekitar. Sistem ini mempunyai nilai efisiensi sebesar 99,84%, dilihat dari nilai efisiensinya, sistem ESP ini sangat baik dalam mengurangi polusi udara partikulat hasil dari pembakaran Incinerator. Maka, jenis material untuk plat ESP yang digunakan pun harus yang memiliki kualitas dan ketahanan yang baik.

Material yang digunakan untuk penyaring udara sistem ESP pada penelitian ini adalah besi dan Stainless Steel 304. Pengujian yang dilakukan pada plat ada tiga, yaitu uji laju korosi, Scanning Electron Microscope (SEM), dan X-Ray Difraction (XRD) dimana material akan diukur laju korosinya dengan metode kehilangan berat dan dilihat fasa yang terbentuk dan unsur yang berubah menggunakan SEM dan XRD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui material yang sesuai untuk digunakan sebagai plat pada ESP. Pada pengujian uji laju korosi ini, baja st 37 memiliki penurunan laju korosi sebesar 66% dan Stainless Steel 304 sebesar 73%, dimana Stainless Steel 304 memiliki penurunan yang lebih besar dan lebih baik dibandingkan baja st 37. Untuk hasil Scanning Electron Microscope (SEM) EDX menunjukkan kedua spesimen sesudah dipanaskan sama-sama memiliki fasa ferit perlit namun untuk spesimen baja st 37 lebih dominan perlit, dan fasa stainless steel 304 lebih dominan ferit dan Austenit. Kemudian untuk hasil XRD, terdapat perubahan gelombang pada grafik spesimen baja st 37 dan stainless steel 304 sebelum dan sesudah dipanaskan yang kemungkinan terdapat perbedaan komposisi pada kedua spesimen yang sudah diuji.

Kata kunci: Baja st 37, laju korosi, SEM, Stainless Steel 304, dan XRD

(6)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 2

1.4 Tujuan Penelitian ... 2

1.5 Manfaat penelitian ... 2

1.6 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Incinerator ... 4

2.2 State of Art ... 4

2.3 Bagian-baguan Incinerator ... 6

2.4 ESP (Electrostatoc Precipitator) ... 6

2.5 Prinsip kerja ESP (Electrostatic Precipitator) ... 7

2.6 Proses Pemilihan Material... 8

2.6.1 Baja st 37 ... 8

2.6.2 Stainless Steel ... 9

2.7 Uji Korosi Weight Loss ... 11

2.8 Scanning Electron Microscope (SEM) EDX ... 11

2.9 Diagram Fasa ... 13

2.9.1 Diagram Fasa Fe-C ... 14

2.9.2 Diagram Fasa TTT ... 15

(7)

v

2.10 X-Ray Diffraction (XRD) ... 15

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir ... 18

3.2 Alat Dan Bahan ... 20

3.2.1 Alat ... 20

3.2.2 Bahan ... 22

3.3 Sampling Point ... 23

3.4 Metode Penelitian ... 24

3.5 Variabel Penelitian ... 24

3.6 Diagram Skematik Penelitian ... 24

3.6.1 Diagram Skematik Pengujian Uji Laju Korosi ... 24

3.6.2 Diagram Skematik SEM EDX... 26

3.6.3 Diagram Skematik XRD... 27

3.7 Time Schedule ... 28

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Uji Laju Korosi ... 29

4.2 Scanning Electron Microscope (SEM) EDX ... 33

4.3 X-Ray Diffraction (XRD) ... 35

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 38

5.2 Saran ... 38 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(8)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Desain Incinerator ... 4

Gambar 2.2 Ilustrasi sistem ESP ... 7

Gambar 2.3 Ilustrasi prinsip kerja ESP ... 8

Gambar 2.4 Scanning Electron Microscope (SEM) EDX ... 12

Gambar 2.5 Contoh hasil SEM ... 12

Gambar 2.6 Diagram Fasa Fe-C ... 14

Gambar 2.7 Diagram Fasa TTT ... 15

Gambar 2.8 Mesin XRD ... 16

Gambar 2.9 Diagram Ilustrasi XRD ... 17

Gambar 3.1 Diagram Alir ... 18

Gambar 3.2 Gelas Ukur ... 20

Gambar 3.3 Timbangan Digital ... 20

Gambar 3.4 Mesin SEM EDX ... 21

Gambar 3.5 Mesin XRD ... 21

Gambar 3.6 Plat Baja st 37 ... 22

Gambar 3.7 Plat Stainless Steel 304 ... 22

Gambar 3.8 Cairan NaCl 3,5% ... 23

Gambar 3.9 Sampling Point... 23

Gambar 3.10 Diagram Skematik Uji Laju Korosi ... 25

Gambar 3.11 Diagram Skematik SEM EDX ... 26

Gambar 3.12 Diagram Skematik XRD ... 27

Gambar 4.1 Grafik Laju Korosi ... 32

Gambar 4.2 Hasil SEM spesimen B1 sebelum dipanaskan (a) dan B2 sesudah dipanaskan (b) ... 33

Gambar 4.3 Hasil SEM spesimen SS1 sebelum dipanaskan (a) dan SS2 sesudah dipanaskan (b) ... 34

(9)

vii

Gambar 4.4 Perbandingan Pola Difraksi pada B1 sebelum dipanaskan (a) dan B2 setelah dipanaskan (b) pada suhu tertinggi 757,5°C selama 60 menit...35 Gambar 4.5 Perbandingan Pola Difraksi pada SS1 sebelum dipanaskan (a) dan SS2 setelah dipanaskan (b) pada suhu tertinggi 757,5°C selama 60 menit ... 37

(10)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.3 Tabel tingkat ketahanan korosi berdasarkan laju korosi ... 10

Tabel 3.1 Komposisi Besi (Fe) ... 21

Tabel 3.2 Komposisi Stainless Steel 304 ... 22

Tabel 4.1 Laju Korosi Besi (Fe) Hari Ke-7 ... 29

Tabel 4.2 Laju Korosi Besi (Fe) Hari Ke-14 ... 29

Tabel 4.3 Laju Korosi Besi (Fe) Hari Ke-21 ... 30

Tabel 4.4 Laju Korosi Stainless Steel 304 Hari Ke-7 ... 30

Tabel 4.5 Laju Korosi Stainless Steel 304 Hari Ke-14 ... 30

Tabel 4.6 Laju Korosi Stainless Steel 304 Hari Ke-21 ... 31

Tabel 4.7 2θ dan Intensitas Difraksi pada B1 ... 36

Tabel 4.8 2θ dan Intensitas Difraksi pada B2 ... 36

Tabel 4.9 2θ dan Intensitas Difraksi pada SS1 ... 38

Tabel 4.10 2θ dan Intensitas Difraksi pada SS2 ... 38

Tabel 4.11 Perbandingan Antara Baja dan Stainless Steel 304 ... 38

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem penyaring udara electrostatic precipitator (ESP) merupakan sistem yang memiliki fungsi untuk menangkap suatu partikulat berukuran padat seperti debu atau abu pada hasil pembakaran dari alat incinerator yang melalui aliran pembuangan udara menuju keluar. Sistem penyaring udara electrostatic precipitator (ESP) ini umumnya menggunakan material logam seperti besi atau baja karena sistem kerja penyaring udara ESP ini menggunakan aliran listrik untuk memberikan muatan pada elektroda dan plat logam tersebut dan akan memberikan muatan elektron pada debu atau abu agar dapat tertarik dan menempel pada plat logam. (Muttaqin, Trimulyono, & Hadi, 2015)

Polusi udara berupa partikulat yang berada di lingkungan sekitar dapat memasuki tubuh makhluk hidup melalui saluran pernafasan, sehingga dapat menimbulkan iritasi pada fungsi pernafasan makhluk hidup. Berdasarkan wujudnya, pencemaran tidak cuman berupa gas atau uap, tetapi dapat juga bentuk yang padat seperti debu atau abu. (Fitrianto, 2018)

Material pada penyaring udara berbasis electrostatic precipitator (ESP) yang digunakan pada incinerator umumnya menggunakan material baja berupa plat.

Namun, material baja masih memiliki kekurangan seperti mudah terkorosi, namun memiliki penghantar listrik yang baik. Akibat kondisi tersebut, peneliti menambahkan material lain yang dapat digunakan sebagai material penyaring udara berbasis ESP ini untuk menutupi kekurangan dari material baja.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, material aluminium dan tembaga kurang baik untuk dijadikan material pada plat ESP ini dikarenakan tidak tahan pada suhu tinggi dan kemampuan menangkap debunya kurang baik. Untuk itu, ditambahkan lah material stainless steel 304 sebagai material pembanding dengan Baja st 37 yang memiliki tujuan untuk menutupi kekurangan dari baja yang mudah terkena korosi, dan tahan akan suhu tinggi namun kurang baik dalam menghantar listrik.

(12)

2 Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui material mana yang memiliki ketahanan yang lebih baik adalah pengujian laju korosi, Scanning Electron Microscope, dan X-Ray Diffraction.

Berdasarkan deskripsi di atas, penulis memilih judul Pemilihan material penyaring udara pada Incinerator berkapasitas 25 Kg berbasis electrostatic precipitator (ESP) untuk mendapatkan jenis material yang dapat digunakan sesuai spesifikasi yang dibutuhkan.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan permasalahan yang ada pada penelitian ini adalah apa jenis material yang baik digunakan untuk sistem penyaring udara pada Incinerator berbasis electrostatic precipitator (ESP) sebagai pengurang dari partikulat yang ada pada udara sekitar?

1.3 Batasan Masalah

Agar pembahasan tidak mengarah keluar topik pembahsan, maka diberikan batasan-batasan masalah sebagai berikut:

1. Bahan bakar (sampah) yang digunakan untuk pembakaran adalah kertas, daun, dan kayu

2. Pengujian untuk 2 material, yaitu Baja karbon rendah, dan Stainless Steel 304

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui jenis material yang efektif dan cocok digunakan sistem electrostatic precipitator (ESP) pada Incinerator.

1.5 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian bisa dilihat manfaatnya, seperti dapat menuangkan ide untuk mencari dan menentukan jenis material yang efektif dan cocok digunakan pada sistem electrostatic precipitator (ESP).

(13)

3 1.6 Sistematika penulisan

Berikut adalah sistematika penulisan skripsi yang diterapkan pada penelitian ini, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini mempunyai isi seperti latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan dari penelitian yang dilakukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan perihal teori-teori yang berhubungan dengan penelitian, seperti State of Art, Incinerator, bagian-bagian Incinerator, ESP (Electrostatic Precipitator), prinsip kerja ESP (Electrostatic Precipitator), material, Pengujian Laju Korosi Metode Weight Loss, SEM, Diagram Fasa, dan XRD.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan metode yang dilakukan saat penelitian, seperti diagram alir, alat dan bahan yang digunakan, sampling point, metode penelitian, variabel penelitian, diagram skematik masing-masing penelitian, dan jadwal penelitian.

BAB IV PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan hasil dari penelitian yang sudah dilakukan, seperti pengujian uji laju korosi, Scanning Electron Microscope (SEM), dan XRD.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang didapat dan juga berisikan pesan yang ingin disampaikan oleh penulis.

(14)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Incinerator

Incinerator adalah alat yang didesain dan digunakan untuk menghilangkan limbah padat dengan pembakaran yang menggunakan suatu teknologi pada suhu pembakaran tertentu pada kisaran suhu yang tinggi. Sistem yang digunakan oleh alat ini adalah salah satu cara alternatif untuk mengurangi banyaknya tumpukan limbah sampah yang ada pada lingkungan. Alat ini melibatkan pembakaran dengan menggunakan suhu yang tinggi. (Tami, 2021)

Gambar 2.1 Desain Incinerator (https://id.pinterest.com/)

2.2 State Of The Art

Pada penelitain ini, yang dibahas yaitu pemilihan material penyaring udara (Collecting Plate) pada Incinerator berkapasitas 25 Kg berbasis electrostatic precipitator (ESP). Adapun penelitian serupa dilakukan dengan tema pembahasan mengenai pemilihan material Collecting plate pada electrostatic precipitator (ESP) ini, tetapi dengan pengaplikasian yang berbeda. Berikut adalah penelitian yang pernah diajukan oleh peneliti sebelumnya:

(15)

5

 “Pemilihan Material Penyaring Udara Portabel Bagi Keperluan Rumah Tinggal dan Kantor Berbasis Electrostatic Precipitator”.

Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan Abdurrosyid pada tahun 2019 dengan menggunakan material tembaga, alumunium, dan stainless steel didapat hasil yang optimum menggunakan material Stainless steel pada tegangan yang diberikan sebesar 6900 volt dan 9000 volt dan jarak antar platnya 0.9 cm dan 1.5 cm, dikarenakan mampu menangkap partikulat dalam rumah dan kantor dengan nilai efisiensi >99%. Selain itu, menggunakan Stainless Steel juga memiliki beberapa keuntungan seperti biaya yang terjangkau, tahan akan karat, kemampuan tangkap yang baik, dan tahan lama.

 “Analisis Electrostatic Precipitator (ESP) Untuk Penurunan Emisi Gas Buang Pada Recovery Boiler”.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sepfitrah dan Yoze Rizal pada tahun 2015 ini, material yang digunakan adalah Steel dengan perhitungan luas area spesifik (SCA) nya sebesar 19.87 m2 per 1000 m3/jam. Tetapi kalau salah satu ESP nya tidak berfungsi, maka nilainya menjadi 14.9 m2 per 1000 m3/jam. Meskipun ESP tidak berfungsi salah satu, nilai dari SCA nya masih pada desain ESP yaitu sebesar 11 – 45 m2 per 1000 m3/jam, dengan nilai efisiensinya > 99%.

 “Proses Pemanfaatan Flue Gas Setelah Pembakaran Pada Boiler PC di PLTU Keban Agung 2 x 135 MW”.

Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan oleh Deni Fernando pada tahun 2021 ini, dari hasil pembakaran yang dilakukan boiler ini, menghasilkan udara panas berupa gas dan abu. Setelah melalui beberapa tahapan sebagaimana fungsi dari gas tersebut, hingga tahap terakhir masuk lah gas panas dan abu ini ke ESP yang dimana terdapat Collecting Plate.

Nilai efisiensi penyerapan abu dari penelitian ini adalah sekitar 99.5%

dengan menggunakan Steel sebagai material dari Collecting Plate tersebut.

(16)

6 2.3 Bagian-bagian Incinerator

Berikut adalah bagian-bagian yang ada pada Incinerator, yaitu:

1. Ruang pembakaran

Ruang pembakaran adalah ruangan tempat benda atau limbah dibakar, yang dilengkapi dengan burner. Terdapat dua ruang pembakaran pada incinerator, pada ruang pembakaran pertama temperatur yang digunakan sekitar 400°C sampai dengan 1000°C, dan pada ruang pembakaran kedua temperatur yang digunakan sekitar 1000°C sampai dengan 1200°C.

(AJMTech, 2017) 2. Blower

Blower merupakan alat yang berfumgsi untuk menaikkan atau memperbesar tekanan udara pada tempat atau ruang tertentu. Blower pada incinerator memiliki fungsi sebagai penyuplai udara yang dibutuhkan untuk melakukan pembakaran, karena pada saat pembakaran memerlukan panas dari api dan udara yang cukup. Biasanya, ukuran dari Blower menyesuaikan dari ukuran Incinerator nya. (AJMTech, 2017)

3. Burner

Burner adalah suatu alat yang digunakan untuk membakar. Burner pada Incinerator ini digunakan untuk membakar timbunan limbah. (AJMTech, 2017)

4. ESP (Electrostatic Precipitator)

Electrostatic Precipitator adalah alat yang digunakan untuk menangkap debu atau abu hasil dari pembakaran. (AJMTech, 2017)

2.4 ESP (Electrostatic Precipitator)

Asal mula nama Electrostatic Precipitator diambil dari kata electrostatic yang berarti listrik statis dan precipitator berarti pengendapan. Electrostatic Precipitator sendiri merupakan salah satu alternatif untuk penangkap debu atau abu dari hasil pembakaran, yang memiliki efisiensi sebesar >99% dan partikel yang bisa ditangkap lumayan besar. (Sepfitrah & Rizal, 2015)

(17)

7 Gambar 2.2 Ilustrasi sistem ESP

(http://empowerment.co.id)

ESP (Electrostatic Precipitator) pada pengaplikasiannya memiliki tugas sebagai penangkap debu atau abu halus yang berada pada saluran buang hasil pembakaran. ESP memiliki beberapa sirip elektroda dengan muatan positif dan negatif yang diberi tegangan DC maksimal 90 kV DC dengan arus sebesar 500 mA. Sirip-sirip elektroda tersebut, akan dialiri listrik dan menyebabkan terjadinya korona yang memberikan muatan negatif pada partikulat debu atau abu halus.

Singkatnya, partikulat debu atau abu halus yang memiliki muatan negatif akan menempel pada plat yang memiliki muatan positif. (Sepfitrah & Rizal, 2015)

2.5 Prinsip kerja ESP (Electrostatic Precipitator)

Prinsip kerja dari ESP (Electrostatic Precipitator) ini yaitu mengalirkan gas atau udara yang tercemar melalui sebuah medan listrik yang letaknya ada di antara elektroda yang memiliki polaritas berlawanan. Udara atau gas yang mengandung partikulat seperti debu atau abu ini bergerak melewati medan listrik tersebut.

Dengan demikian, udara dan gas yang mengandung partikulat tercemar seperti debu atau abu ini akan mendapat muatan elektron. Potensial listrik akan mengakibatkan partikel debu atau abu yang memiliki muatan elektron tersebut menempel pada collecting plate. (Muttaqin, Trimulyono, & Hadi, 2015)

(18)

8 Gambar 2.3 Ilustrasi prinsip kerja ESP

(http://www.artikel-teknologi.com)

2.6 Proses Pemilihan Material

Material adalah zat yang dibutuhkan untuk menjadi bahan baku pembuatan suatu produksi, dan bahan baku merupakan salah satu unsur yang paling aktif dari sebuah perusahaan yang secara terus menerus diperoleh. (duniapcoid, 2022)

Tahap pertama untuk proses pemilihan material yaitu translasi, translasi yaitu menguji kebutuhan desain untuk mengidentifikasi kendala sehingga dapat menentukan material yang cocok. Setelah itu dilakukan proses penyaringan (screening) dan pemeringkatan (ranking) atas material kandidat yang memiliki kemampuan yang maksimal. Kriteria untuk penyaringan dan pemeringkatan diturunkan dari kebutuhan setiap komponen dengan melakukan analisis fungsi, kendala, tujuan, dan variabel bebas.

Berikut adalah material yang digunakan untuk dijadikan plat ESP dan masing-masing dari material ini mempunyai kekurangan dan kelebihan setelah dilakukan proses pemilihan pada material.

2.6.1 Baja Karbon Rendah

Baja st 37 adalah logam paduan yang memiliki bahan dasar besi yang memiliki sifat ulet yang tinggi, namun kurang kuat dan mudah berkarat. Baja st 37 merupakan paduan besi dan beberapa unsur lainnya salah satunya yaitu karbon, karbon disini berfungsi untuk memodifikasi karakterisitiknya agar menjadi lebih kuat namun elastisitasnya berkurang. Baja memiliki titik lebur sebesar 1500 °C. Beberapa sifat yang dimiliki oleh baja yaitu sebagai berikut:

(19)

9

 Lentur

 Konduktivitas

 Ulet

Baja juga memiliki spesifikasi sebagai berikut:

Titik Lebur : 1500°C

Konduktivitas Panas : 50,2 W/mK

Konduktivitas Listrik : 0,7 x 107 Ωm

2.6.2 Stainless Steel 304

Stainless Steel 304 adalah material yang mempunyai kandungan senyawa besi dan kromium sebesar 10,5% sebagai pencegah dari korosi. Stainless Steel 304 dapat tahan dari korosi karena terbentuknya lapisan film oksida besi yang menghambat proses oksidasi pada material ini, bisa dikatakan juga kalau Stainless Steel 304 tahan akan karat. Komponen dari Stainless Steel 304 antara lain besi, kromium, nikel, karbon, molybdenum, dan sejumlah kecil logam lainnya. (Kusminah & 'Aadziima, 2018)

Stainless Steel 304 mempunyai titik lebur sebesar 1783,15 K atau sama dengan 1510 °C dan hambatan jenis sebesar 100 x 10−8 Ωm. Stainless Steel merupakan paduan logam yang sering digunakan untuk bahan membuat peralatan dapur karena tidak mempengaruhi dari rasa makanan dan kualitas tahan lama yang baik, dan keunggulan lainnya yaitu permukaan Stainless Steel mudah dibersihkan. (Purnosidi, 2018)

2.7 Uji Laju Korosi Weight Loss

Metode Penurunan berat pada material ini dapat diterapkan untuk pengujian korosi jika spesimen benda memiliki ukuran yang sama dan telah diuji dengan jarak waktu yang sama. Metode ini bisa dinyatakan sebagai kehilangan berat per satuan luas atau per satuan luas per satuan waktu. Jika massa jenis benda diketahui, kehilangan ketebalan benda per satuan waktu dapat dihitung.

(20)

10 (Pattireuw, Rauf, & Lumintang, 2013) Laju korosi dapat dihitung dengan metode penurunan berat atau dengan standar ASTM G31-72 sebagai berikut:

Laju Korosi (𝑚𝑚/𝑦𝑒𝑎𝑟) =(𝜔0− 𝜔1).87,6 .104

𝑎.𝑡.𝑑 ……….…….(1.3)

Dimana:

𝜔0 = Berat mula mula benda (gr) 𝜔1 = Berat benda setelah terkorosi (gr) 𝑎 = Luas Area (cm2)

𝑡 = Waktu (h)

d = Densitas benda uji (gr/cm3)

Tabel 2.3 Tabel tingkat ketahanan korosi berdasarkan laju korosi

Relative Corrosion Resistance

Approximate Metric Equivalent

mpy mm/year μ m/yr nm/yr pm/sec

Outstanding <1 <0.02 <25 <2 <1

Excellent 1-5 0.02-0.1 25-100 2-10 1-5

Good 5-20 0.1-0.5 100-500 10-50 5-20

Fair 20-50 0.5-1 500-1000 50-100 20-50 Poor 50-200 1-5 1000-5000 150-500 50-200

Unacceptable 200+ 5+ 5000+ 500+ 200+

Di atas merupakan tabel tingkatan dari ketahanan korosi suatu material berdasarkan dari laju korosi material tersebut. Semakin besar angka laju korosi nya, maka semakin tidak baik ketahanan korosi dari material tersebut.

Begitupun sebaliknya, semakin rendah angka laju korosi nya maka semakin baik ketahanan terhadap korosinya.

2.8 Scanning Electron Microscope (SEM) EDX

Scanning Electron Microscope (SEM) EDX merupakan pengujian yang menggunakan mikroskop elektron dan memiliki fungsi untuk melihat permukaan

(21)

11 dari suatu material, selain itu juga dapat memberikan informasi terkait komposisi kimia dalam suatu material, baik material konduktif maupun non- konduktif. Kemampuan ini lah yang membuat pengujian SEM EDX banyak digunakan untuk keperluan penelitian dan keperluan industri. Jenis mikroskop ini menggunakan elektro magnetik dan elektro statik sebagai pengganti cahaya untuk mengontrol cahaya yang masuk dan penampakan gambar yang dihasilkan.

Gambar 2.4 Scanning Electron Microscope (SEM) EDX

Pengujian SEM EDX memiliki Field of view yang besar, mikroskop ini bisa melakukan pembesaran terhadap objek hingga sebesar satu sampai dua juta kali, dan juga menjamin resolusi gambar yang jauh lebih bagus dibandingkan dengan mikroskop cahaya. (dti, 2020)

Gambar 2.5 Contoh Hasil SEM

(22)

12 2.9 Diagram Fasa

Diagram fasa dalah gambar diagram yang menjelaskan hubungan antara temperatur dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan atau pemanasan yang lambat dengan kadar karbon. Diagram ini merupakan dasar dari pemahaman untuk operasi-operasi perlakuan panas. Fungsi diagram fasa adalah untuk memudahkan memilih temperatur pemanasan yang sesuai untuk setiap proses perlakuan panas baik proses anil, normalizing maupun proses pengerasan.

(Fendi, 2017)

Ada beberapa macam struktur yang terdapat pada baja, yaitu sebagai berikut:

1. Feritte (Ferit)

Ferit adalah senyawa besi dengan karbon dan unsur paduan lainnya pada besi (Fe). Ferit terbentuk akibat proses pendinginan yang lambat dari austenit baja hypotektoid pada saat mencapai A3. Ferit bersifat sangat lunak ,ulet dan memiliki kekerasan sekitar 70 - 100 BHN dan memiliki konduktifitas yang tinggi.

2. Cementitte (Sementit)

Sementit adalah senyawa besi dengan karbon yang biasa dikenal sebagai karbida besi dengan presentase karbon sekitar 6,67%. yang bersifat keras sekitar 5-68 HRC.

3. Pearlitte (Perlit)

Perlit adalah campuran antara sementit dan ferit yang memiliki kekerasan sekitar 10-30 HRC. Perlit yang terbentuk berada sedikit di bawah temperatur eutectoid. Perlit memiliki kekerasan yang lebih rendah dan memerlukan waktu inkubasi yang lebih banyak.

4. Bainitte (Bainit)

Bainit adalah fasa yang kurang stabil, yang diperoleh dari austenit pada temperatur yang lebih rendah dari temperatur transformasi ke perlit dan lebih tinggi dari transformasi ke martensit.

(23)

13 5. Martensitte (Martensit)

Martensit merupakan senyawa padat dari karbon yang kadarnya lewat jenuh dari pada besi alfa sehingga lapis-lapis sel satuanya terdistorsi.

Karbon merupakan unsur penyetabil austenit.

2.9.1 Diagram Fasa Fe-C

Diagram keseimbangan besi karbon merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui sifat dari baja. Besi karbon terbagi dari dua bagian, yaitu baja dan besi. Pembagian ini didasarkan atas kandungan karbon yang dimiliki kedua material tersebut. Apabila dilakukan pemanasan pada besi atau baja sebelum mencapai titik eutectoid, pada titik hypereutectoid terbentuk fasa pearlite dan ferrite. Sedangkan dibawah hypereutectoid mempunyai fasa pearlite dan sementite. Di bawah merupakan gambar diagram fasa Fe-C.

(siskadwiyanti, 2020)

Gambar 2.6 Diagram Fasa Fe-C

(24)

14 2.9.2 Diagram Fasa TTT (Time TransformationTemperature)

Diagram Fasa TTT (Time Transformation Temperature) adalah diagram yang menunjukkan atau menggambarkan hubungan dari fasa atau struktur yang terbentuk dikarenakan terjadinya perubahan fasa akibat berubahnya temperatur dan waktu. Perubahan fasa yang terjadi bisa dikarenakan temperatur yang konstan.

Gambar 2.7 Diagram Fasa TTT

2.10 X-Ray Diffraction (XRD)

X-Ray Diffraction (XRD) merupakan salah satu teknik analisis material dengan cepat dan non-destruktif yang digunakan untuk mengidentifikasi fasa bahan kristal dan dapat memberikan informasi tentang dimensi unit sel. Material yang dapat dianalisa oleh XRD berupa material padat yang mempunyai struktur kristal, dan berbentuk serbuk (powder). (Jawabanapapun, 2020)

(25)

15 Gambar 2.8 Mesin XRD

XRD memiliki prinsip kerja yaitu sinar-X yang dihasilkan pada tabung sinar- X ditembakkan menuju spesimen melewati celah logam dengan nomor atom yang tinggi, seperti molibdenum atau tantalum. Celah logam ini digunakan sebagai pelurus berkas sinar-X. Setelah terdifraksi oleh spesimen, berkas sinar-X akan melewati celah yang lain. Celah anti-hambur mengurangi radiasi latar dan meningkatkan rasio dari puncak dengan latar, dengan cara memastikan bahwa detektor hanya dapat menerima sinar-X hanya dari area sekitar spesimen. (MRF, 2020)

Peningkatan lebar celah akan meningkatkan intensitas refleksi maksimum pada pola difraksi, namun sebaliknya akan menurunkan resolusi. Puncak difraksi atau refleksi pada pola difraksi sesuai dengan sinar-X yang didifraksikan dari bidang kristal tertentu. Setiap puncak memiliki intensitas atau ketinggian yang berbeda, dimana intensitas ini sebanding dengan jumlah photon sinar-X atau energi tertentu yang terhitung oleh detektor pada setiap sudut 2θ. Posisi puncak difraksi tergantung pada struktur kristal, khususnya bentuk dan ukuran sel satuan, pada material. Posisi ini dipengaruhi oleh panjang gelombang sinar-X yang digunakan. Jumlah puncak difraksi suatu material akan bertambah seiring dengan menurunnya tingkat simetri struktur kristal material tersebut. (MRF, 2020)

(26)

16 Gambar 2.9 Diagram Ilustrasi XRD

(27)

17

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir

Metode penelitian ini adalah dengan menentukan material dari filter udara yag akan digunakan pada Electrostatic Precipitator dengan melakukan pengujian terhadap dua material, yaitu besi dan stainless steel 304.

Gambar 3.1 Diagram Alir Mulai

Persiapan Alat dan Bahan

Pembuatan Spesimen

Uji Laju Korosi XRD

Kesimpulan

Selesai

Studi Literatur

Persiapan Spesimen

Pengambilan data Pengujian

Analisa Data SEM EDX

(28)

18 Keterangan:

1. Mulai

Memulai dengan membuat kerangka ide dari penelitian.

2. Studi literatur

Mencari informasi pendukung dari berbagai sumber seperti internet dan jurnal-jurnal terkait dengan electrostatic precipitator (ESP), material yang dapat digunakan pada collecting plate ESP.

3. Persiapan Alat dan Bahan

Melakukan persiapan seperti alat dan bahan sebelum penelitian.

4. Pembuatan Spesimen

Membuat Spesimen sesuai ukuran yang dibutuhkan.

5. Persiapan Spesimen

Melakukan persiapan untuk melakukan pengujian pada spesimen 6. Uji Laju Korosi

Melakukan perendaman menggunakan cairan NaCl 3,5% pada spesimen 7. SEM EDX

Melakukan pengamatan menggunakan mesin SEM 8. XRD

Melakukan pengamatan material menggunakan mesin XRD 9. Pengambilan Data

Mengambil data dari pengujian yang sudah dilakukan 10. Analisa Data

Melakukan analisa terhadap kedua sampel dan membandingkan material mana yang cocok untuk dijadikan material plat penyaring udara.

11. Kesimpulan

Setelah menganalisa dan menentukan material yang cocok, maka bisa diambil kesimpulan untuk pemilihan material yang baik dan cocok digunakan collecting plate ESP.

12. Selesai

Proses pengujian selesai.

(29)

19 3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan untuk melakukan dan menunjang penelitian ini.

3.2.1 Alat

Untuk alat yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Gelas Ukur

Gelas ukur disini digunakan sebagai wadah untuk menempatkan spesimen besi dan stainless steel 304 yang direndam pada cairan NaCl 3,5%.

Gambar 3.2 Gelas Ukur

2. Timbangan Digital

Timbangan digital disini digunakan untuk mengukur berat dari spesimen besi dan stainless steel 304 yang telah dilakukan perendaman untuk mengetahui perbandingan dari berat spesimen.

Gambar 3.3 Timbangan Digital

(30)

20 3. Mesin SEM EDX

Mesin SEM EDX yang digunakan pada pengujian ini adalah mesin SEM Evo 10 tipe LS 10 dari Zeiss, SEM digunakan untuk melihat perubahan struktur mikro pada spesimen besi dan stainless steel 304 yang telah dilakukan pengujian.

Gambar 3.4 Mesin SEM EDX Zeiss

4. Mesin XRD

Mesin XRD yang digunakan pada pengujian ini adalah mesin XRD D8 Advanced dari Bruker, XRD disini digunakan untuk melihat perubahan komposisi dan mengamati struktur kristal pada spesimen besi dan stainless steel 304 yang telah dilakukan pengujian.

Gambar 3.5 Mesin XRD Bruker

(31)

21 3.2.2 Bahan

Untuk bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Plat Baja

Plat baja yang digunakan pada penelitian memiliki dimensi yang berbeda sesuai dengan pengujiannya. Untuk pengujian laju korosi dimensi spesimen 3 x 5 cm sebanyak 3 buah, untuk pengujian SEM dimensi spesimen 1 x 1 cm sebanyak 2 buah, dan untuk pengujian XRD dimensi spesimen 2 x 2 cm sebanyak 2 buah.

Gambar 3.6 Plat Baja

Berikut komposisi dari material baja berdasarkan Material Safety Data Sheet:

Tabel 3.1 Komposisi Baja

CAS# Nama Kimia Persen EINECS/ELINCS

7439-89-6 IRON 88 231-096-4

7440-44-0 CARBON 1,6 231-153-3

7440-47-3 CHROMIUM 1,0 231-157-5

7440-50-8 COPPER 1,75 231-159-6

7439-96-5 MANGANESE 2,0 231-105-1

7439-98-7 MOLYBDENUM 1,8 231-107-2

7440-02-0 NICKEL 1,6 231-111-4

7440-21-3 SILICON 2,25 231-130-8

(32)

22 2. Plat Stainless Steel 304

Plat Stainless Steel 304 yang digunakan pada penelitian memiliki dimensi yang berbeda sesuai dengan pengujiannya juga. Untuk pengujian laju korosi dimensi spesimen 3 x 5 cm sebanyak 3 buah, untuk pengujian SEM dimensi spesimen 1 x 1 cm sebanyak 2 buah, dan untuk pengujian XRD dimensi spesimen 2 x 2 cm sebanyak 2 buah.

Gambar 3.7 Plat Stainless steel 304

Berikut komposisi dari material Stainless steel 304 berdasarkan Material Safety Data Sheet:

Tabel 3.2 Komposisi Stainless Steel 304

Komponen CAS# %Berat

Carbon (C) 7440-44-0 0.08

Manganese (Mn) 7439-96-5 2.0

Phosphorus (P) 7723-14-0 0.045

Sulfur (S) 7704-34-9 0.030

Silicon (Si) 7440-21-3 2.0

Chromium (Cr) 7440-47-3 18.0-20.0

Nickel (Ni) 7440-02-0 8.0-12.0

Molybdenum (Mo) 7439-98-7 2.0-3.0

Nitrogen (N) 7727-37-9 0.10

Iron (Fe) 7439-89-6 Balance

(33)

23 3. Cairan NaCl 3,5%

Cairan NaCl 3,5% merupakan cairan yang digunakan untuk pengujian laju korosi sebagai bahan pembuat korosi dari spesimen besi dan stainless steel 304.

Gambar 3.8 Cairan NaCl 3,5%

3.3 Sampling Point

Sampling Point merupakan titik dimana tempat pengambilan data dari penelitian yang dilakukan. Sampling point memiliki tujuan untuk mempermudah pengambilan data yang diperlukan. Berikut merupakan ilustrasi dari Sampling point yang berada pada ESP.

Gambar 3.9 Ilustrasi Sampling Point

(34)

24 Sampling Point A pada plat ESP, karena pengujian yang dilakukan berada pada plat ESP ini untuk mengetahui material yang baik untuk digunakan menjadi filter udara pada ESP.

3.4 Metode Penelitian

Adapun Metode penelitian digunakan pada pengujian ini adalah sebagai berikut:

1. Metode Eksperimen

Penelitian ini dilakukan dengan menguji plat baja, dan plat Stainless Steel 304 menggunakan pengujian laju korosi, SEM, dan XRD untuk mengetahui fasa yang terbentuk pada spesimen besi dan Stainless Steel 304.

3.5 Variabel Penelitian

Variabel Penelitian ini terbagi menjadi dua, variabel terikat dan variabel bebas. Adapun variabel dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Variabel terikat : Pengujian Korosi, SEM, dan XRD pada material 2. Variabel bebas : Jenis Material yang digunakan

3.6 Diagram Skematik Penelitian

Diagram skematik penelitian ini berfungsi untuk memberitahukan bagaimana proses dari penelitian atau pengujian yang dilakukan. Penelitian ini dilakukan di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa agar mendapatkan hasil data yang efektif.

3.6.1 Diagram Skematik Pengujian Uji Laju Korosi

Dibawah ini merupakan diagram skematik penelitian yang dilakukan untuk pengujian laju korosi.

(35)

25 Gambar 3.10 Diagram Skematik Uji Laju Korosi

Berikut ini adalah prosedur penelitian yang dilakukan untuk pengujian laju korosi:

1. Mempersiapkan spesimen baja dan Stainless Steel 304 dengan memotong spesimen berukuran 3 cm x 5 cm masing-masing 3 buah dan diberi nama B1, B2, B3, SS1, SS2, dan SS3.

2. Menimbang berat awal pada masing-masing spesimen dengan timbangan kemudian mencatat hasilnya.

3. Merendam spesimen pada gelas ukur yang berisikan cairan NaCl 3,5% dan diamkan selama 7 hari.

4. Menimbang berat spesimen yang sudah dibersihkan setelah perendaman 7 hari dengan timbangan kemudian mencatat hasilnya.

5. Merendam lagi spesimen pada gelas ukur yang berisikan cairan NaCl 3,5%

dan diamkan selama 7 hari lagi, total 14 hari.

6. Menimbang berat spesimen yang sudah dibersihkan setelah perendaman 14 hari dengan timbangan kemudian mencatat hasilnya.

Spesimen Baja dan SS304

(36)

26 7. Merendam lagi spesimen pada gelas ukur yang berisikan cairan NaCl 3,5%

dan diamkan selama 7 hari lagi, total 21 hari.

8. Menimbang berat spesimen yang sudah dibersihkan setelah perendaman 21 hari dengan timbangan kemudian mencatat hasilnya.

9. Melakukan perhitungan laju korosi pada penelitian ini dan membuat grafik penurunan laju korosi.

3.6.2 Diagram Skematik SEM EDX

Dibawah ini merupakan diagram skematik untuk pengambilan data pada SEM EDX.

Gambar 3.11 Diagram Skematik SEM EDX

Berikut adalah prosedur penelitian yang dilakukan untuk SEM EDX:

1. Mempersiapkan spesimen baja dan Stainless Steel 304 dengan memotong spesimen berukuran 1 cm x 1 cm masing-masing sebanyak 2 buah dan diberi nama spesimen B1, B2, SS1, dan SS2.

2. Melakukan pemanasan pada spesimen B2 dan SS2 dengan suhu yang terbaca oleh thermocouple mencapai 757,5°C dalam waktu 60 menit.

Spesimen Baja dan SS304

(37)

27 3. Melakukan pengamatan menggunakan SEM EDX pada semua spesimen.

4. Menganalisa hasil data yang sudah diamati oleh mesin SEM EDX.

3.6.3 Diagram Skematik XRD

Dibawah ini merupakan diagram skematik untuk pengambilan data pada XRD.

Gambar 3.12 Diagram Skematik XRD

Berikut adalah prosedur yang dilakukan untuk pengambilan data XRD:

1. Mempersiapkan spesimen baja dan Stainless Steel 304 dengan memotong spesimen berukuran 2 cm x 2 cm masing-masing sebanyak 2 buah dan diberi nama spesimen B1, B2, SS1, dan SS2.

2. Melakukan pemanasan pada spesimen B2 dan SS2 dengan suhu yang terbaca oleh thermocouple mencapai 757,5°C dalam waktu 60 menit.

3. Melakukan pengamatan menggunakan XRD pada semua spesimen.

4. Menganalisa hasil data yang sudah diamati oleh mesin XRD.

Spesimen Baja dan SS304

(38)

28 3.7 Time Schedule

Time Schedule adalah pedoman waktu selama menjalankan penelitian sehingga penulis dapat melakukan penelitian dengan terjadwal dan tempat pelaksanaan penelitian ini di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang ada di Sindangsari.

(39)

29

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Pengujian Laju Korosi

Pengujian laju korosi ini dilakukan untuk mengetahui berapa nilai laju korosi pada spesimen baja dan Stainless Steel 304. Salah satu metode untuk mengukur laju korosi suatu material adalah dengan metode kehilangan berat. Metode yang digunakan pada uji laju korosi ini adalah metode kehilangan berat dengan cara merendam spesimen ke dalam cairan dan menghitung berat yang hilang. Untuk spesimen baja dan Stainless Steel 304 yang dipakai berukuran 3 cm x 5 cm dan untuk cairan yang digunakan adalah NaCl 3,5% karena cairan NaCl 3,5% memiliki ph yang sama dengan air laut yaitu sebesar 7-8,5 ph, dan metode ini merupakan metode yang mudah untuk dilakukan.

Berikut adalah tabel data laju korosi dari spesimen Baja st 37 dan Stainless Steel 304 yang sudah di rendam pada penelitian ini:

Tabel 4.1 Laju Korosi Baja st 37 Hari Ke-7 No. Spesimen Massa Awal

Baja (gr)

Massa Setelah Perendaman 7 Hari (gr)

Laju Korosi (mm/y)

1 B1 8,673 8,656 0,75

2 B2 9,156 9,144 0,52

3 B3 9,354 9,344 0,44

4 Rata-rata 9,061 9,048 0,57

Tabel 4.2 Laju Korosi Baja st 37 Hari Ke-14 No. Spesimen

Massa Awal Baja (gr)

Massa Setelah Perendaman 14 Hari (gr)

Laju Korosi (mm/y)

1 B1 8,656 8,641 0,33

2 B2 9,144 9,130 0,30

(40)

30

3 B3 9,344 9,333 0,24

4 Rata-rata 9,048 9,034 0,29

Tabel 4.3 Laju Korosi Baja st 37 Hari Ke-21 No. Spesimen

Massa Awal Baja (gr)

Massa Setelah Perendaman 21 Hari (gr)

Laju Korosi (mm/y)

1 B1 8,641 8,628 0,19

2 B2 9,130 9,144 0,23

3 B3 9,333 9,322 0,16

4 Rata-rata 9,034 9,031 0,193

Tabel 4.4 Laju Korosi Stainless Steel 304 Hari Ke-7

No. Spesimen

Massa Awal SS 304 (gr)

Massa Setelah Perendaman 7 Hari (gr)

Laju Korosi (mm/y)

1 SS1 13,007 13,002 0,21

2 SS2 14,246 14,243 0,13

3 SS3 14,178 14,175 0,13

4 Rata-rata 13,810 13,806 0,156

Tabel 4.5 Laju Korosi Stainless Steel 304 Hari Ke-14

No. Spesimen

Massa Awal SS 304 (gr)

Massa Setelah Perendaman 14 Hari (gr)

Laju Korosi (mm/y)

1 SS1 13,002 12,998 0,086

2 SS2 14,243 14,240 0,065

3 SS3 14,175 14,172 0,065

4 Rata-rata 13,806 13,796 0,072

(41)

31 Tabel 4.6 Laju Korosi Stainless Steel 304 Hari Ke-21

No. Spesimen

Massa Awal SS 304 (gr)

Massa Setelah Perendaman 21 Hari (gr)

Laju Korosi (mm/y)

1 SS1 12,998 12,995 0,043

2 SS2 14,240 14,238 0,028

3 SS3 14,172 14,170 0,028

4 Rata-rata 13,802 13,8 0,033

Tabel di atas merupakan hasil dari pengujian laju korosi yang dilakukan pada material baja st 37 dan Stainless Steel 304 berdasarkan lamanya waktu perendaman dalam larutan NaCl 3,5% atau setara dengan ph air laut. Variabel perendaman spesimen baja paling tinggi untuk laju korosi pada waktu 7 hari terdapat pada spesimen B1, yaitu sebesar 0,75 mm/y dan untuk spesimen B2 dan B3 yaitu sebesar 0,51 mm/y dan 0,44 mm/y dengan nilai rata-rata sebesar 0,566 mm/y yang di mana pada tabel laju korosi spesimen ini berada pada posisi Fair atau bisa dikatakan cukup. Kemudian, untuk hasil paling tinggi laju korosi baja pada waktu 14 hari, terdapat pada spesimen B1 yaitu sebesar 0,33 mm/y dan diikuti spesimen B2 dan B3 yang sebesar 0,30 mm/y dan 0,24 mm/y dengan nilai rata-rata sebesar 0,29 mm/y yang di mana posisi pada tabel korosinya berada pada posisi Good atau bisa dibilang baik. Lalu untuk hasil tertinggi laju korosi baja pada waktu 21 hari terdapat pada spesimen B2 yaitu sebesar 0,23 mm/y dan diikuti oleh spesimen B1 dan B3 dengan hasil sebesar 0,19 mm/y dan 0,16 mm/y dengan nilai rata-rata sebesar 0,193 mm/y yang di mana posisi pada tabel korosinya berada pada posisi Good atau bisa dibilang baik juga.

Kemudian, untuk nilai perendaman spesimen Stainless Steel 304 yang paling tinggi untuk waktu 7 hari dimiliki oleh spesimen SS2 dan SS3 yaitu sebesar 0,13 mm/y dan diikuti oleh spesimen SS1 dengan nilai sebesar 0,108 mm/y dan memiliki nilai rata-rata 0,122 mm/y, yang di mana pada tabel korosi posisi nya berada pada Good atau baik. Selanjutnya, untuk laju korosi spesimen Stainless Steel 304 dalam waktu 14 hari yang memiliki nilai paling tinggi pada spesimen SS1 yaitu sebesar

(42)

32 0,086 mm/y dan diikuti oleh SS2 dan SS3 dengan nilai sebesar 0,065 mm/y dan memiliki nilai rata-rata 0,086 mm/y yang di mana posisi pada tabel korosinya berada pada posisi Excellent atau bisa dikatakan sangat baik. Kemudian untuk laju korosi paling tinggi pada spesimen Stainless Steel 304 dalam waktu 21 hari terdapat pada spesimen SS1 yaitu sebesar 0,043 mm/y diikuti oleh spesimen SS2 dan SS3 dengan nilai sebesar 0,28 mm/y dengan nilai rata-rata 0,033 mm/y yang di mana posisi pada tabel korosinya berada pada posisi Excellent atau bisa dikatakan sangat baik juga.

Gambar 4.1 Grafik Laju Korosi

Gambar grafik di atas menunjukkan besar nilai rata-rata penurunan laju korosi dari spesimen baja dan Stainless Steel 304 yang sudah direndam dari penelitian ini.

Hasil grafik di atas menunjukkan bahwa semakin lama perendaman dalam cairan NaCl 3,5% pada spesimen maka laju korosinya semakin turun dikarenakan semakin lama akan semakin jenuh media korosinya. Persentase penurunan laju

0,57

0,29

0,193 0,156

0,072

0,033 0

0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6

Hari ke 7 Hari ke 14 Hari ke 21

Nilai rata-rata laju Korosi (mm/y)

Waktu (Hari)

Baja SS 304

(43)

33 korosi pada spesimen baja yaitu sebesar 66% dan persentase penurunan laju korosi pada spesimen Stainless Steel 304 sebesar 73%.

Turunnya nilai laju korosi pada spesimen yang diuji dikarenakan juga oleh salah satu sifat logam yang disebut pasivasi, pasivasi adalah suatu proses pembentukan senyawa oksida pada permukaan logam tersebut untuk mencegah proses korosi sehingga logam tersebut tahan terhadap korosi sehingga dapat mencegah korosi berkelanjutan (apa-itu.Net, 2022).

4.2 Scanning Electron Microscope (SEM) EDX

Pengamatan spesimen dengan menggunakan alat SEM EDX ini memiliki tujuan agar mengetahui bagaimana bentuk fasa yang muncul dan perbedaan terhadap spesimen sebelum dipanaskan dan yang sesudah dipanaskan pada waktu dan temperatur yang telah ditentukan. Pengamatan ini dilakukan perbesaran sebesar 1000x pada spesimen berukuran 1 cm x 1 cm dan diberikan nama B1, B2, SS1, dan SS2, yang dimana B1 dan SS1 adalah spesimen yang belum dipanaskan, B2 dan SS2 adalah spesimen yang sudah dipanaskan selama 60 menit dengan suhu yang terbaca oleh thermocouple mencapai 757,5°C.

Di bawah ini merupakan gambar hasil SEM untuk spesimen B1 dan B2:

(a) (b)

Gambar 4.2 Hasil SEM spesimen B1 sebelum dipanaskan (a) dan B2 sesudah dipanaskan (b)

Sementit

Ferit

Perlit

Sementit Perlit

(44)

34 Hasil dari pengamatan spesimen B1 dan B2 menunjukkan spesimen sesudah dipanaskan berada pada fasa ferit perlit yang didominasi oleh fasa perlit, keunggulan pada fasa ini adalah material akan menjadi lebih kuat dan ulet, dan terdapat perubahan warna pada spesimen B1 yang sebelum dipanaskan dan B2 yang setelah dipanaskan, dan terdapat juga bercak yang muncul pada spesimen B2, perubahan warna dan munculnya bercak ini merupakan Carbon (C) yang muncul dan menempel sesudah pemanasan pada spesimen yang telah dipanaskan selama 60 menit dengan suhu yang terbaca oleh thermocouple mencapai 757,5°C.

Berikutnya, adalah gambar hasil SEM untuk spesimen SS1 dan SS2:

(a) (b)

Gambar 4.3 Hasil SEM spesimen SS1 sebelum dipanaskan (a) dan SS2 sesudah dipanaskan (b)

Hasil dari pengamatan spesimen SS1 dan SS2 menunjukkan sesudah dipanaskan, spesimen berada pada fasa Austenit, pada spesimen terdapat bercak hitam yang diduga Carbon (C) juga yang bertambah dan menempel pada spesimen SS2 yang sudah dipanaskan selama 60 menit dengan suhu yang terbaca oleh thermocouple mencapai 757,5°C.

Sementit

Perlit Austenit

(45)

35 4.3 X-Ray Diffraction (XRD)

Pengamatan pada spesimen menggunakan mesin XRD ini memiliki tujuan untuk mengetahui fase kristal pada spesimen yang belum dipanaskan dan yang telah dipanaskan pada waktu 60 menit dengan suhu yang terbaca oleh thermocouple mencapai 757,5°C. Pengamatan ini dilakukan dengan menembakkan sinar-X pada spesimen B1, B2, SS1, dan SS2 yang masing-masing berukuran 2 cm x 2 cm. Berikut adalah gambar grafik dari hasil XRD:

(a)

(b)

Gambar 4.4 Perbandingan Pola Difraksi pada B1 sebelum dipanaskan (a) dan B2 setelah dipanaskan (b) pada suhu tertinggi 757,5°C selama 60 menit

Kedua gambar pola difraksi di atas, setelah dianalisa menggunakan aplikasi QualX, menunjukkan perbedaan gelombang pada spesimen B1 dan B2, berarti

(46)

36 terdapat perbedaan fasa pada spesimen dari sebelum dan sesudah pemanasan. Ada perbedaan fasa yang di mana pada spesimen B1 terdapat fasa Fe sebesar 79,4%

dan Cr0.2 Fe0.8 sebesar 20,6% berarti bisa dikatakan B1 berada pada fasa Fe (Iron) dan setelah dipanaskan selama 60 menit dengan suhu mencapai 757,5°C, fasa Fe berubah menjadi 72,1% dan Co Fe2 O4 sebesar 27,9% yang dimana terdapat kobalt pada fasa ini, ini salah satu penyebab terjadinya penurunan laju korosi pada spesimen B2 yang telah dipanaskan. Spesimen B2 ini juga bisa dikatakan berada pada fasa Fe (Iron).

Tabel 4.7 2θ dan Intensitas Difraksi pada B1

No. Fasa 2θ Intensitas

1 Fe

44.68 1688.6

65.03 227.6

82.35 396.2

98.96 120.2

Tabel 4.8 2θ dan Intensitas Difraksi pada B2

No. Fasa 2θ Intensitas

1 Fe

44.67 1130.2

65.02 152.4

82.33 265.2

98.93 80.5

(47)

37 Tabel di atas menunjukkan data dari peak pada pola difraksi yang telah dianalisa menggunakan aplikasi QualX. Pada B1 pola difraksi tertinggi Fe ada di sudut 44,68° dengan intensitas sebesar 1688,6. Selanjutnya, untuk peak B2 tertinggi pada pola difraksi Fe ada di sudut 44,67° dengan intensitas sebesar 1130,2.

(a)

(b)

Gambar 4.5 Perbandingan Pola Difraksi pada SS1 sebelum dipanaskan (a) dan SS2 setelah dipanaskan (b) pada suhu tertinggi 757,5°C selama 60 menit

Kedua gambar pola difraksi diatas, setelah dianalisa menggunakan aplikasi QualX, ada perbedaan panjang gelombang pada grafik pola difraksi, fasa yang terbentuk relatif sama sebelum maupun sesudah dipanaskan dengan suhu yang terbaca oleh thermocouple mencapai 757,5°C selama 60 menit. Pada SS1, terdapat fasa Fe sebesar 87,8% dan fasa Ni sebesar 12,2% , berarti bisa dikatakan SS1 berada pada fasa Fe (Iron) dan setelah dipanaskan selama 60 menit dengan suhu

(48)

38 yang terbaca oleh thermocouple mencapai 757,5°C, fasanya berubah, Fe menjadi sebesar 70,7% dan fasa Karbon sebesar 17,1%, artinya SS2 termasuk juga dalam fasa Fe (iron).

Tabel 4.9 2θ dan Intensitas Difraksi pada SS1

No. Fasa 2θ Intensitas

1 Fe

43.57 972.3

50.75 439.2

74.61 220.7

90.58 237.1

95.84 68.5

Tabel 4.10 2θ dan Intensitas Difraksi pada SS2

No. Fasa 2θ Intensitas

1 Fe

43.58 974.4

50.74 697.3

74.63 463.4

90.57 339.3

95.85 64.8

Tabel di atas menunjukkan data dari peak pada pola difraksi yang telah dianalisa menggunakan aplikasi QualX. Pada SS1 pola difraksi tertinggi Fe ada pada sudut 43,57° dengan intensitas sebesar 972,3. Selanjutnya, untuk peak SS2 tertinggi pada pola difraksi Fe ada di sudut 43,58° dengan intensitas sebesar 974,4.

(49)

39 Tabel 4.11 Perbandingan Besi dan Stainless Steel 304

Material Baja Stainless Steel 304

Kadar Karbon 1.6% 0.08%

Titik Lebur 1500°C 1510 °C

Penurunan Laju Korosi 73% 66%

Konduktivitas Termal 50,2 W/mK 16,3 W/mK Konduktivitas Listrik 0,7 x 107 0.14 x 107

(50)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Untuk hasil pengujian laju korosi, menunjukkan bahwa material yang tahan terhadap korosi adalah material Stainless Steel 304, dengan hasil persentase penurunan laju korosi yang yang lebih besar daripada material besi. Untuk hasil Scanning Electron Microscope (SEM) EDX menunjukkan bahwa kedua spesimen sesudah dipanaskan sama-sama memiliki fasa ferit perlit namun untuk spesimen besi lebih dominan perlit, fasa stainless steel 304 lebih dominan ferit. Selanjutnya, untuk hasil XRD terdapat perubahan fasa pada spesimen besi sebelum dan sesudah dipanaskan yaitu fasa Fe berubah dari 79,4% jadi 72,1% dan ada fasa Co2 Fe Ga sebesar 27,9%. Kemudian, untuk stainless steel 304 terdapat perubahan fasa juga pada Fe dari 87,8% jadi 70,7%, dan terdapat fasa C sebesar 17,1%. Berdasarkan hasil pengujian laju korosi, SEM (Scanning Electron Microscope), dan XRD (X- Ray Diffraction) penulis memilih material stainless steel 304, karena material ini memiliki persentase laju korosifitas yang kecil, daya tangkap abu yang baik, tahan lama, dan mudah didapat dengan biaya yang murah.

5.2 Saran

Adapun saran yang ingin disampaikan untuk pembaca maupun peneliti selanjutnya dan semoga dapat bermanfaat, yaitu:

1. Untuk peneliti selanjutnya, dapat menggunakan metode lain selain metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu kehilangan beban karena masih banyak metode lainnya untuk pengujian laju korosi.

2. Untuk peneliti selanjutnya, bisa menambahkan pengujian EDX pada penelitian supaya bisa melihat komposisi dari material yang ingin diuji.

3. Untuk peneliti selanjutnya, bisa mencari referensi lain untuk aplikasi pengujian XRD, tidak terpaku hanya pada 1 aplikasi saja.

(51)

39

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrosyid. (2019). PEMILIHAN MATERIAL PENYARING UDARA PORTABEL BAGI KEPERLUAN RUMAH TINGGAL DAN KANTOR BERBASIS

ELECTROSTATIC PRECIPITATOR. Cilegon: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

AJMTech. (2017, Juli 20). Komponen Utama Incinerator. Diambil kembali dari AJM Tech Indonesia: https://www.ajmtech.co.id/

dti. (2020, Januari 20). Apa iitu Scanning Electron Microscope (SEM). Diambil kembali dari Dynatech: https://dynatech-int.com/

duniapcoid. (2022, November 19). Bahan baku adalah. Diambil kembali dari Dunia Pendidikan: https://duniapendidikan.co.id/

Fendi. (2017, July 20). Metalurgi diagram fasa. Diambil kembali dari masfendi:

https://masfendi.id/

Fitrianto, A. (2018). ANALISA KINERJA ELECTROSTATIC PRECIPITATOR (ESP) BERDASARKAN HASIL PERUBAHAN EMISI PADA POWER BOILER PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP. Yogyakarta: Universitas Teknik Yogyakarta.

Jawabanapapun. (2020, August 22). Apa itu x-ray diffraction. Diambil kembali dari Jawabanapapun: https://jawabanapapun.com/

Kimia, I. (2022, Februari 26). Pengertian Besi. Diambil kembali dari Pakar Kimia:

https://www.pakarkimia.com

Kusminah, I. L., & 'Aadziima, A. F. (2018). PENGARUH SALINITAS AIR LAUT TERHADAP NILAI POTENSIAL PROTEKSI ANODA DENGAN

METODE ICCP. Jurnal Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, 252-253.

MRF. (2020, August 9). Prinsip Kerja XRD. Diambil kembali dari thinksphysics:

https://www.thinksphysics.com/

Muttaqin, L. M., Trimulyono, A., & Hadi, E. S. (2015). Analisa Electrostatic

Precipitator (ESP) Pada Exhaust Dalam Upaya Pengendalian Partikulat Debu Gas Buang Main Engine Kapal Latih BIMASAKTI. Jurnal Teknik

Perkapalan, 102-103.

Pattireuw, K. J., Rauf, F. A., & Lumintang, R. (2013). ANALISIS LAJU KOROSI PADA BAJA KARBON DENGAN MENGGUNAKAN AIR LAUT DAN H2SO4. Jurnal Universitas Sam Ratulangi Manado, 3-4.

(52)

40 Purnosidi. (2018, Januari 31). Stainless Steel tipe 301 dan sifat penggunaannya.

Diambil kembali dari Nikifour: https://nikifour.co.id/

Sepfitrah, & Rizal, Y. (2015). ANALISIS ELECTROSTATIC PRECIPITATOR (ESP) UNTUK PENURUNAN EMISI GAS BUANG PADA RECOVERY BOILER. Jurnal Teknik Sipil, 53-55.

siskadwiyanti. (2020, August 23). Apa yang dimaksud diagram fasa. Diambil kembali dari dictio: https://www.dictio.id/

Tami. (2021, April 4). Mutu Institute. Diambil kembali dari Mutu Institute Web Site:

https://mutuinstitute.com/

Harna, Daryl, dkk. (2022) Analisa Karakterisasi Baja Paduan As-Cast-Fe-Cr-Mn-Mo Dengan Komposisi Nikel Terhadap Sifat Mekanik dan Struktur Mikro Hasil Uji Balistik. Cilegon: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Putra, Ilham, dkk. (2022) Pengembangan Baja Paduan Tahan Peluru Melalui Proses Hot-Forging Terhadap Morfologi dan Sifat mekanik. Cilegon: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Ornelasari, Rizki & Marsudi. (2015). ANALISA LAJU KOROSI PADA STAINLESS STEEL 304 MENGGUNAKAN METODE ASTM G31-72 PADA MEDIA AIR NIRA AREN. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Maulana, Faris & Sulistijono. (2015) Pengaruh Temperatur Sensitisasi dan Variasi Stress Terhadap Laju Korosi SS 409 pada Lingkungan Salt Spray. Surabaya:

Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Putra, I Putu & Sujana, I Wayan. (2020) KARAKTERISASI LAPISAN HASIL PROSES NITRIDASI PADA BESI TUANG KELABU DENGAN MENGGUNAKAN TEMPERATUR 550°C DAN WAKTU PENAHANAN SELAMA 2 JAM, 4 JAM, 6 JAM. Malang: ITN Malang.

(53)

41

LAMPIRAN

(54)

42

Perhitungan Laju Korosi Besi:

Pada hari ke-7

𝑚𝑚 /𝑦 =

(ω0−ω1) 87,6∗104

α∗t∗d

=

(8,673−8,656) 87,6∗104 15𝑐𝑚2cm ∗168 jam ∗ 7,874 𝑔/𝑐𝑚3

=

0,017∗ 87,6∗104 19842,48

=

14892

19842,48

=

0,75 (B1)

𝑚𝑚 /𝑦 =

(ω0−ω1) 87,6∗104

α∗t∗d

=

(9,156−9,144) 87,6∗104 15𝑐𝑚2 ∗168 jam ∗ 7,874 𝑔/𝑐𝑚3

=

0,012∗ 87,6∗104 19842,48

=

10512

19842,48

=

0,52 (B2)

𝑚𝑚 /𝑦 =

(ω0−ω1) 87,6∗104

α∗t∗d

=

(9,354−9,344) 87,6∗104 15𝑐𝑚2 ∗168 jam ∗ 7,874 𝑔/𝑐𝑚3

=

0,01∗ 87,6∗104 19842,48

=

8760

19842,48

=

0,44 (B3)

 Rata-rata:

0,75 + 0,52 + 0,44

3 =

1,71

3

=

0,57

Pada hari ke-14

𝑚𝑚 /𝑦 =

(ω0−ω1) 87,6∗104

α∗t∗d

=

(8,656−8,641) 87,6∗104 15𝑐𝑚2 ∗336 jam ∗ 7,874 𝑔/𝑐𝑚3

=

0,015 ∗ 87,6∗104 39684,96

=

13140

39684,96

=

0,33 (B1)

(55)

43

𝑚𝑚 /𝑦 =

(ω0−ω1) 87,6∗104

α∗t∗d

=

(9,144−9,130) 87,6∗104 15𝑐𝑚2 ∗336 jam ∗ 7,874 𝑔/𝑐𝑚3

=

0,014 ∗ 87,6 ∗ 104 39684,96

=

12264

39684,96

=

0,30 (B2)

𝑚𝑚 /𝑦 =

(ω0−ω1) 87,6∗104

α∗t∗d

=

(9,344−9,333) 87,6∗104 15𝑐𝑚2 ∗336 jam ∗ 7,874 𝑔/𝑐𝑚3

=

0,011∗ 87,6∗104 39684,96

=

9636

39684,96

=

0,24 (B3)

 Rata-rata:

0,33 + 0,30 + 0,24

3 =

0,87

3

=

0,29

Pada hari ke-21

𝑚𝑚 /𝑦 =

(ω0−ω1) 87,6∗104

α∗t∗d

=

(8,641−8,628) 87,6∗104 15𝑐𝑚2 ∗504 jam ∗ 7,874 𝑔/𝑐𝑚3

=

0,013∗ 87,6∗104 59527,44

=

11388

59527,44

=

0,19 (B1)

𝑚𝑚 /𝑦 =

(ω0−ω1) 87,6∗104

α∗t∗d

=

(9,130−9,114) 87,6∗104 15𝑐𝑚2 ∗504 jam ∗ 7,874 𝑔/𝑐𝑚3

=

0,016∗ 87,6∗104 59527,44

=

14016

59527,44

=

0,23 (B2)

(56)

44

𝑚𝑚 /𝑦 =

(ω0−ω1) 87,6∗104

α∗t∗d

=

(9,333−9,322) 87,6∗104 15𝑐𝑚2 ∗504 jam ∗ 7,874 𝑔/𝑐𝑚3

=

0,011∗ 87,6∗104 59527,44

=

9363

59527,44

=

0,16 (B3)

 Rata-rata:

0,19 + 0,23 + 0,16

3 =

0,58

3

=

0,19

Perhitungan Laju Korosi SS304:

Pada hari ke-7

𝑚𝑚 /𝑦 =

(ω0−ω1) 87,6∗104

α∗t∗d

=

(13,007−13,002) 87,6∗104 15𝑐𝑚2 ∗168 jam ∗ 8 𝑔/𝑐𝑚3

=

0,005∗ 87,6∗104 20160

=

4380

20160

=

0,21 (SS1)

𝑚𝑚 /𝑦 =

(ω0−ω1) 87,6∗104

α∗t∗d

=

(14,246−14,243) 87,6∗104 15𝑐𝑚2 ∗168 jam ∗ 8 𝑔/𝑐𝑚3

=

0,003∗ 87,6∗104 20160

=

2628

20160

=

0,13 (SS2)

𝑚𝑚 /𝑦 =

(ω0−ω1) 87,6∗104

α∗t∗d

=

(14,178−14,175) 87,6∗104 15𝑐𝑚2 ∗168 jam ∗ 8 𝑔/𝑐𝑚3

=

0,003∗ 87,6∗104 20160

=

4380

20160

=

0,13 (SS3)

(57)

45

 Rata-rata:

0,21 + 0,13 + 0,13

3 =

0,47

3

=

0,15

Pada hari ke-14

𝑚𝑚 /𝑦 =

(ω0−ω1) 87,6∗104

α∗t∗d

=

(13,002−12,998) 87,6∗104 15𝑐𝑚2 ∗ 336 jam ∗ 8 𝑔/𝑐𝑚3

=

0,004∗ 87,6∗104 40320

=

3504

40320

=

0,086 (SS1)

𝑚𝑚 /𝑦 =

(ω0−ω1) 87,6∗104

α∗t∗d

=

(14,243−14,240) 87,6∗104 15𝑐𝑚2 ∗ 336 jam ∗ 8 𝑔/𝑐𝑚3

=

0,003∗ 87,6∗104 40320

=

2628

40320

=

0,065 (SS2)

𝑚𝑚 /𝑦 =

(ω0−ω1) 87,6∗104

α∗t∗d

=

(13,002−12,998) 87,6∗104 15𝑐𝑚2 ∗ 336 jam ∗ 8 𝑔/𝑐𝑚3

=

0,003∗ 87,6∗104 40320

=

2628

40320

=

0,065 (SS3)

 Rata-rata:

0,086 + 0,065 + 0,065

3 =

0,216

3

=

0,072

Pada hari ke-21

𝑚𝑚 /𝑦 =

(ω0−ω1) 87,6∗104

α∗t∗d

=

(12,998−12,995) 87,6∗104 15𝑐𝑚2 ∗ 504 jam ∗ 8 𝑔/𝑐𝑚3

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Apabila ada penandaan tahun pengguna jika sudah 150- 180 kali dicuci linen tersebut sudah tidak layak digunakan maka harus dihapuskan Kelayakan pakai dan sisi infeksi dilakukan

Mengalokasi selisih lebih nilai wajar atas nilai buku perusahaan anak pada tanggal akuisisi ..4. Memahami konsep kepentingan non-pengendali ketika perusahaan induk

Beton adalah campuran semen portland atau hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tampa bahan tambahan yang membentuk masa padat. Adapun

Abstrak—sekarang ini,perkembangan zaman sangatlah berjalan dengan cepat.kebutuhan masyarakat akan tekhnologi semakin tinggi,khususnya bagi masyarakat perkotaan tekhnologi

Skripsi yang berjudul “Analisis Fikih Empat Mazhab terhadap Putusan Pengadilan Agama Kabupaten Malang Nomor 6884/Pdt.G/2015/PA.Kab.Mlg tentang Nafkah Ma&gt;d{iyah

Panel Surya adalah alat yang terdiri dari sel surya, baterai yang mengubah cahaya menjadi listrik.. Panel surya

Melalui sistem ini, sukatan pelajaran dan peperiksaan yang seragam serta menggunakan bahasa pengantar yang sama merupakan langkah penting memupuk semangat perpaduan, nilai

Hasil: analisis penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas dari beberapa literatur mengacu pada teori Freedman yaitu faktor tidak langsung