SKRIPSI
PENGGUNAAN
SENTAKU NO
SETSUZOKUSHI:
ARUIWA
DAN
SORETOMO
DALAM NOVEL
NORWEI
NO MORI
KARYA HARUKI MURAKAMI
Oleh
LUH KOMANG TRI PRADNYANI 1201705003
PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG
FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA
UNIVERSITAS UDAYANA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
karena berkat asung kertha wara nugraha-Nyalah, skripsi yang berjudul
“Penggunaan Sentaku No Setsuzokushi Aruiwa dan Soretomo Dalam Novel
Norwei No Mori Karya Haruki Murakami” dapat diselesaikan dengan baik.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
pendidikan S1 pada Program Studi Sastra Jepang Fakultas Sastra dan Budaya
Universitas Udayana.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, skripsi ini tidak dapat terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dra. Maria
Gorethy Nie Nie, M.Hum selaku dosen pembimbing pertama, yang dengan penuh
perhatian telah menyediakan waktu serta memberikan dorongan, bimbingan, serta
saran yang berguna dan sangat berarti selama proses penyusunan skripsi ini.
Terima kasih yang sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Ngurah Indra
Pradhana, S.S M.Hum selaku pembimbing kedua yang sejak awal penyusunan
skripsi ini telah banyak menyediakan waktu dan dengan penuh perhatian dan
kesabaran telah memberikan banyak bimbingan dan saran kepada penulis.
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.
PD-KEMD, selaku Rektor Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas
iv
Sutjiati Beratha, MA. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Budaya Universitas
Udayana yang telah mengizinkan penulis untuk mengikuti pendidikan program
sarjana. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih
kepada Ni Luh Putu Ari Sulatri, S.S.,M.Si., selaku Ketua Program Studi Sastra
Jepang Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana. Ucapan terima kasih
penulis sampaikan pula kepada Ida Ayu Laksmita Sari, S.Hum.,M.Hum. selaku
pembimbing akademik, serta kepada para dosen penguji skripsi, yaitu I Nyoman
Rauh Artana, S.S.,M.Hum., Ni Luh Kade Yuliani Giri, S.S.,M.Hum., dan Ni
Made Wiriani, S.S.,M.Hum. yang telah memberikan saran, sanggahan, dan
koreksi sehingga skripsi ini dapat terwujud dengan baik. Penulis juga
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh dosen Program
Studi Sastra Jepang Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana yang telah
memberikan ilmu yang sangat bermanfaat sejak awal perkuliahan sampai saat
penulis menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
seluruh keluarga penulis, khususnya kepada ayah, I Komang Gede Swastika dan
ibu Luh Komang Pastini atas dukungan secara moril dan materiil, kesabaran, doa
dan semangat yang telah diberikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Tidak lupa juga kepada kakak dan saudara-saudara penulis, Luh Putu Eka Suastuti
A.md, S.E. yang selalu memberikan motivasi luar biasa dan semangat selama
proses penyusunan skripsi ini. Dwi Pradnyandari yang selalu memberikan
dengan dosen, Catur Anggraeni dan Panca Kusuma Wardani yang selalu
memberikan semangat dan menghibur selama penulisan skripsi ini
Terimakasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman angkatan 2012
Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana
yang telah memberikan semangat, bantuan, dan doa selama masa perkuliahan
sampai penulis menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih juga penulis sampaikan
khususnya kepada teman seperjuangan Siska, Prisma, Wahyu, Eka, Arim yang
telah membantu dan memberikan saran kepada penulis. Terimakasih pula penulis
sampaikan kepada yang sangat spesial Agus Harry Kusuma Putra yang sudah
banyak memberikan bantuan dan pengorbanan waktu demi kelancaran
penyusunan skripsi ini. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa senantiasa
melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis sampaikan permohonan maaf atas
segala kekurangan dan berharap agar skripsi ini dapat menambah informasi dan
memberikan manfaat kepada seluruh pembaca.
Denpasar, April 2016
vi ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Penggunaan sentaku no setsuzokushi {~aruiwa}
dan {~soretomo} dalam Novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami”.
Penelitian ini terfokus pada pembahasan mengenai struktur dan makna dari
sentaku no setsuzokushi {~aruiwa} dan {~soretomo} pada kalimat-kalimat yang terdapat dalam novel Norwei no Mori volume 5-6 Karya Haruki Murakami.
Teori yang digunakan mengacu pada pendapat dari Makino dan Tsutsui (1995), dan Pateda (2001). Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak dan teknik catat, dianalisis dengan metode agih. Hasil analisis disajikan dengan menggunakan metode informal.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sentaku no setsuzokushi aruiwa
dan soretomo dalam membentuk sebuah kalimat dapat digabungkan dengan klausa pertama, digabungkan dengan kalimat sebelumnya, dan dapat digabungkan dengan verba (ichidan doushi, godan doushi, henkaku doushi) dan nomina.
Sentaku no setsuzokushi {~aruiwa} mengandung makna yang menyatakan kemungkinan, dugaan, keraguan, ketidakpastian dan makna yang menyatakan suatu perubahan situasi. Sentaku no setsuzokushi {~soretomo} lebih sering ditambahkan kata [ka] sehingga mempunyai makna yang menyatakan pilihan.
要旨
こ 論文は 村上春樹 ノル イ 森 小 け 選択 接
続詞 ~あ いは ~そ も 使い方 いう題名 あ 分析
し た して ノル イ 森 5~6 巻 小 いて ~あ いは
~そ も 形 意味 注目した
本研究 使用した理論は 牧野 筒 1994 テ 2010
あ 研究方法は ータ収集 ータ分析 分析結果 そこ らそ
分析結果はインフォーマル 法 提示した
分析 結果 あ いは そ も は一 文を作 中
文節 始 文章 後 構成さ てい そ 動詞 一段動詞 段
動詞 変格動詞 や名詞 組 合わせら こ 示さ た ~あ い
は 意味は可能性 推測 躊躇 不確実 状況 変化 あ そ
も はし し 選択 意味を表す
viii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK BAHASA INDONESIA ... vi
要旨 ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR SINGKATAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar belakang ... 1
1.2 Rumusan masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.3.2 Tujuan Umum ... 3
1.3.2 Tujuan Khusus ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
1.4.1 Manfaat Teoritis ... 4
1.4.2 Manfaat Praktis ... 5
1.5 Ruang lingkup ... 5
1.6 Sumber Data ... 6
1.7 Metode Penelitian ... 6
1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data ... 7
1.7.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka ... 9
2.2 Konsep ... 12
2.3 Kerangka Teori ... 15
2.3.1 Sintaksis ... 16
2.3.2 Semantik ... 19
BAB III STUKTUR DAN MAKNA SENTAKU NO SETSUZOKUSHI 3.1 Struktur Kalimat Bahasa Jepang yang Mengandung Sentaku no Setsuzokushi {~aruiwa}………...26 3.1.1 Penggabungan Verba dengan Sentaku no Setsuzokushi {~Aruiwa}.. ... 26
3.1.2 Penggabungan Nomina dengan Sentaku no Setsuzokushi{~Aruiwa} ... 41
3.2 Struktur Kalimat Bahasa Jepang yang Mengandung Sentaku no Setsuzokushi {~soretomo}………...45
3.2.1 Penggabungan Verba dengan Sentaku no Setsuzokushi {~Soretomo}………45
3.2.2 Penggabungan Nomina dengan Sentaku no Setsuzokushi {~Soretomo}52 BAB IV SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan…. ………...56
4.1.1 Struktur…. ………...56
4.1.2 Makna…. ………...57
x DAFTAR SINGKATAN
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR KAMUS
LAMPIRAN
DATA INFORMAN
DAFTAR SINGKATAN
ADAJG : A Dictionary of Advanced Japanese Grammar.
NBJ : Nihon go Bunkei Jiten
N : Noun
V. inf : Informal form of verb
Adj (i) : I-type adjective
Adj (na) stem/N : Stem of na-type adjective
KOP : Kopula
GEN : Genetif
NOM : Nominatif
TOP : Topik
AKU : Akusatif
BTK. LAM : Bentuk Lampau
BTK. NEG : Bentuk Negatif
BTK. SBG : Bentuk Sambung
xii BTK. SDG : Bentuk Sedang
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam berkomunikasi digunakan kata-kata yang terangkai menjadi sebuah
kalimat. Untuk menghubungkan atau merangkaikan kalimat atau merangkaikan
bagian-bagian kalimat digunakan kata sambung (konjungsi) yang membuat
kalimat tersebut menjadi lebih mudah dimengerti. Di dalam bahasa Jepang kata
sambung atau konjungsi disebut dengan setsuzokushi. Setsuzokushi adalah salah satu jenis kata yang penting dan sulit untuk dipelajari karena jumlahnya sangat
banyak. Selain itu juga memiliki arti yang hampir sama namun memiliki fungsi
dan cara penggunaan yang berbeda (Mulyadi, 1999).
Dalam bahasa Jepang setsuzokushi dibagi menjadi tujuh macam yaitu,
heiritsu no setsuzokushi, sentaku no setsuzokushi, tenka no setsuzokushi, gyakusetsu no setsuzokushi, joken no setsuzokushi, tenkan no setsuzokushi, dan
setsumei no setsuzokushi (Masao dalam Sudjianto, 1996:101). Setsuzokushi sering dijumpai dalam pemakaian kalimat bahasa Jepang, baik tulisan maupun lisan,
salah satunya setsuzokushi aruiwa dan soretomoyang berarti “atau”. Setsuzokushi aruiwa dan soretomo termasuk jenis sentaku no setsuzokushi yaitu, setsuzokushi
yang menyatakan pilihan antara kata-kata yang disebutkan sebelumnya dengan
2
dan soretomo memiliki arti atau makna yang terkandung hampir sama, tetapi jika diteliti lagi maka akan muncul perbedaan meskipun sedikit.
Pemahaman tentang penggunaan setsuzokushi dalam sebuah kalimat sangat penting. Jika setsuzokushi dapat digunakan dengan tepat, maka kalimat yang dihasilkan akan terasa lebih hidup atau lebih baik. Namun kenyataannya hal
itu tidak mudah. Masih banyak pembelajar yang melakukan kesalahan dalam
penggunaan setsuzokushi. Dalam penelitian ini difokuskan pada sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo dalam novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami. Berikut adalah contoh kalimat yang menggunakan setsuzokushi aruiwa dan soretomo.
Ikimasuka. Soretomo enkishimasuka.
Pergi atau menundanya?’
‘Hujan telah turun, apa yang akan anda lakukan? Apakah pergi atau menundanya?’
3
Dari kedua contoh kalimat di atas penggunaan setsuzokushi aruiwa dan
soretomo memiliki arti yang serupa ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Tetapi jika diteliti lebih dalam akan muncul perbedaan secara
sintaksis dan semantik. Untuk lebih jelasnya penelitian ini akan menjelaskan
mengenai penggunaan sentaku no setsuzokushi yang terdapat dalam novel
Norwei no Mori karya Haruki Murakami. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memudahkan pemahaman bagi pembelajar bahasa Jepang khususnya
dalam bidang ilmu linguistik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah struktur kalimat yang mengandung sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo, dalam novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami?
2. Bagaimanakah makna sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo
dalam novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami? 1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan di atas, penelitian ini
memiliki dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Kedua tujuan tersebut
dapat dijabarkan sebagai berikut.
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
4
kepada para pembaca. Di samping itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan ilmiah terutama dalam bidang kajian semantik.
1.3.2 Tujuan Khusus
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan di atas,
maka tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui struktur kalimat yang mengandung sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo, dalam novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami.
2. Untuk memahami makna sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo
dalam novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami.
1.4 Manfaat Penelitian
Suatu penelitian yang dilakukan dengan tujuan dan maksud tertentu pasti
mempunyai manfaat. Begitu pula dengan penelitian ini. Adapun manfaat dari
penelitian ini dapat dijabarkan menjadi dua yaitu secara teoretis dan praktis, yaitu
sebagai berikut.
1.4.1 Manfaat Teoretis
Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
referensi bagi para pembelajar bahasa Jepang khususnya mengenai penggunaan
5
acuan bagi penelitian selanjutnya, serta diharapkan dapat menjadi masukan
kepada para pembelajar bahasa Jepang.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui
penggunaan dari sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo bagi pembelajar bahasa Jepang. Dalam bahasa Jepang, sentaku no setsuzokushi aruiwa dan
soretomo memiliki arti yang hampir sama namun berbeda secara struktur dalam kalimat. Hal tersebut kerap kali menyulitkan para pembelajar bahasa Jepang untuk
membedakan dalam penggunaannya. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan
dapat memberi kemudahan dalam memahami struktur kalimat dan makna dari
sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo.
Dengan mengetahui penggunaan sentaku no setsuzokushi aruiwa dan
soretomo, baik penulis maupun pembaca diharapkan dapat menggunakan
setsuzokushi tersebut dengan tepat sesuai konteks dari kalimat sehingga tercipta suasana komunikasi yang baik.
1.5 Ruang Lingkup
Dari permasalahan yang ada, penulis menganggap perlu adanya
pembatasan dalam pembahasan agar permasalahan tidak meluas. Adapun ruang
lingkup pembahasan dalam penelitian ini yaitu mengenai struktur kalimat dan
6
setsuzokushi aruiwa dan soretomo dibahas dalam contoh kalimat yang diambil dari novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami.
1.6 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer.
Semua data yang dianalisis dalam tulisan ini diambil dari novel asli yang berjudul
Norwei no Mori karya Haruki Murakami jilid pertama dengan tebal 302 halaman terdiri dari lima bab yaitu bab1-5, dan jilid kedua dengan tebal 293 halaman
terdiri dari enam bab yaitu bab 6-11 yang diterbitkan pada tahun 2004 oleh
Kondansha, Tokyo.
1.7 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan tiga tahapan kerja yaitu metode dan teknik
pengumpulan data, metode dan teknik penganalisisan data, serta metode dan
teknik penyajian hasil analisis data. Metode tersebut dapat dijabarkan sebagai
berikut.
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode simak dan teknik catat. Metode simak yaitu metode yang dilakukan
dengan menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993:133). Penggunaan
metode simak dalam penelitian ini yaitu, pertama-tama menyimak penggunaan
bahasa yang mengandung sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo pada novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami. Data-data yang telah terkumpul melalui metode simak kemudian diinventarisasi dengan menggunakan teknik catat
7
dengan mengklasifikasikan data (Sudaryanto, 1993:135). Penggunaan teknik catat
dalam penelitian ini yaitu, dengan mencatat kalimat yang mengandung sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo yang terdapat pada novel Norwei no Mori
karya Haruki Murakami, setelah data-data terkumpul, dilanjutkan dengan
pengklasifikasian data.
1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Metode dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode agih. Metode agih adalah metode yang alat penentunya adalah
bagian dari bahasa itu sendiri (Sudaryanto, 1993:15). Dalam penelitian ini,
data-data yang mengandung sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo yang terdapat dalam novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami menjadi penentu dari bahasa sasaran dalam penelitian ini. Dilanjutkan dengan teknik dasar dari
metode agih, yaitu teknik bagi. Teknik bagi dilakukan dengan cara membagi
satuan lingual tertentu menjadi beberapa bagian atau unsur-unsur yang
bersangkutan dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk satuan lingual
yang dimaksud (Sudaryanto, 1993:37). Penggunaan dari teknik ini yaitu data-data
yang terkait dengan sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo yang terdapat dalam novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami dibagi satuan kebahasaannya menjadi beberapa bagian yang membentuk satuan lingual,
8
1.7.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data
Setelah semua data selesai dianalisis selanjutnya dilakukan penyajian hasil
analisis data. Penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan
metode informal. Metode informal yaitu cara penyajiannya melalui kata-kata
biasa berupa tulisan dan tidak menggunakan bentuk angka ataupun bagan atau
statistik (Sudaryanto, 1993:145). Teknik yang digunakan dalam penyajian hasil
analisis data adalah teknik informal, yaitu dengan menyajikan hasil analisis data
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, belum ditemukan hasil
penelitian mengenai analisis penggunaan sentaku no setsuzokushi dalam novel
Norwei no Mori karya Haruki Murakami. Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.
Anggraini (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Bentuk dan
Perbedaan Makna Uchi ni, Aida ni, dan Kagiri Yang Berfungsi Sebagai
Setsuzokushi dalam novel Ryoma ga Yuku karya Ryotaro Shiba”. Penelitian yang
dilakukan oleh Anggraini membahas mengenai bentuk serta makna yang
terkandung dalam uchi ni, aida ni, dan kagiri dalam novel Ryoma ga Yuku karya Ryotaro Shiba dengan menggunakan teori makna dari Pateda (2001). Metode
yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Anggraini adalah metode
simak dan agih dengan teknik lanjutan berupa teknik catat. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Anggraini menunjukkan bahwa uchi ni, aida ni, dan kagiri yang berfungsi sebagai setsuzokushi dapat digabungkan dengan kata lain dalam bahasa Jepang yaitu, verba, adjektiva, dan nomina. Setsuzokushi tersebut memiliki arti yang hampir sama namun didalamnya mengandung makna yang berbeda.
10
perubahan yang terjadi pada saat adanya suatu situasi atau tindakan yang terjadi
secara bersamaan. Setsuzokushi kagiri mengandung makna adanya suatu persyaratan agar suatu hal terjadi. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang
dilakukan oleh Anggraini adalah menggunakan metode dan teknik penelitian yang
sama yaitu sama-sama menggunakan metode simak dan agih dengan teknik
lanjutan berupa teknik catat, sehingga dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini.
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Anggraini dengan penelitian ini adalah
terletak pada objek penelitian serta sumber data yang dianalisis. Anggraini
membahas mengenai setsuzokushi uchi ni, aida ni, dan kagiri dalam novel Ryoma ga Yuku karya Ryotaro Shiba sedangkan penelitian ini membahas mengenai
sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo dalam novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami.
Dwita (2011) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Penggunaan
Setsuzokushi ga dan keredomo dalam Novelet Kappa karya Akutagawa
Ryuunosuke”. Penelitian yang dilakukan oleh Dwita membahas mengenai fungsi
dan makna yang terkandung dalam setsuzokushi ga dan keredomo dalam Novelet Kappa dan perbedaan penggunaan setsuzokushi ga dan keredomo dalam Novelet Kappa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode simak dan teknik simak bebas libat cakap dalam pengumpulan datanya, kemudian data
tersebut dianalisis menggunakan metode agih dengan teknik lanjutan yaitu teknik
baca markah, dalam penyajian analisis penelitian ini menggunakan metode formal
dan informal. Dalam penelitian ini, Dwita menggunakan beberapa teori yaitu
11
1993), teori setsuzokushi keredomo oleh Takayuki (1993), dan teori gramatikal oleh Abdul Chaer (1995). Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Dwita yaitu
setsuzokushi ga dan keredomo memiliki empat fungsi yang sama yaitu menggabungkan dua peristiwa yang berlawanan, menggabungkan dan
menjajarkan dua peristiwa, menyatakan ekspresi, dan menunjukkan kalimat yang
belum selesai. Keredomo memiliki satu fungsi yang tidak dimiliki oleh ga yaitu menyatakan dua hal yang berbeda. Adapun perbedaan ga dan keredomo yaitu, ga
lebih sering digunakan dalam bahasa tulisan jika dibandingkan dengan keredomo.
Selain itu ga dapat digunakan dalam bentuk biasa maupun bentuk hormat sedangkan keredomo tidak dapat digunakan dalam bentuk hormat. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Dwita dengan penelitian kali ini yaitu sama-sama
membahas mengenai setsuzokushi, sehingga dapat dijadikan bahan referensi dalam penelitian ini. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Dwita terletak
pada setsuzokushi yang dibahas dan sumber data yang dianalisis. Penelitian yang dilakukan oleh Dwita membahas mengenai setsuzokushi ga dan keredomo dalam
Novelet Kappa karya Akutagawa Ryuunosuke, sedangkan penelitian ini membahas mengenai sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo dalam novel
Norwei no Mori karya Haruki Murakami.
Purnamasari (2011) melakukan penelitian mengenai fukujoshi bakari
dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Penggunaan Fukujoshi Bakari dalam
12
bakari yang dikemukakan oleh Naoko Chino dan teori makna kontekstual. Metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh
Purnamasari adalah metode simak dan agih dengan teknik lanjutan berupa teknik
catat. Hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh
Purnamasari adalah bakari memiliki beberapa makna yaitu menunjukkan suatu perkiraan jumlah terendah, menekankan ketunggalan perbuatan oleh kata yang
mendahuluinya, menekankan alasan atau sebab dalam frase bakari ni, dan juga
memiliki arti “tidak hanya…tetapi juga…”. Bakari dapat digunakan setelah verba
bentuk ~ta (bentuk lampau), setelah bentuk ~te iru, dan juga dapat digunakan setelah verba bentuk kamus. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh
Purnamasari dengan penelitian ini yaitu sama-sama menggunakan metode simak
dan agih dengan teknik lanjutan berupa teknik catat. Melalui penelitian yang
dilakukan oleh Purnamasari dapat dipahami metode dan teknik tersebut diterapkan
sehingga dapat dijadikan acuan maupun referensi dalam penelitian ini. Perbedaan
penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari dengan penelitian ini yaitu terletak
pada objek penelitian serta sumber data yang berbeda. Purnamasari membahas
mengenai Fukujoshi Bakari dalam novel 1 Rittoru no Namida karya Aya Kito, sedangkan penelitian ini membahas mengenai sentaku no setsuzokushi aruiwa dan
soretomo dalam novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami.
2.2 Konsep
Dalam penelitian ini dijelaskan konsep-konsep yang dapat mendukung
13
2.2.1 Setsuzokushi
Dalam bahasa Jepang, setsuzokushi merupakan salah satu jenis kelas kata. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada pengertian setsuzokushi yang dikemukakan oleh para ahli bahasa Jepang sebagai berikut.
接続詞は品詞 一 以上 語 文節 文 を接続す 働 を持
後 述べら 柄 前 述べら 柄 対して う 関
係 あ を示す語
(Setsuzokushi wa hinshi no hitotsu. Futatsu ijo no go, bunsetsu, bun nado o setsuzokusuru hataraki o mochi, ato ni noberareru kotogara ga, mae ni noberareru kotogara ni taishite donoyouna kankei ni aruka o shimesugo).
Setsuzokushi adalah salah satu jenis kata yang memiliki fungsi menghubungkan dua buah kata atau lebih, klausa, kalimat dengan kalimat yang lainnya, akibat dari
kalimat sebelumnya dinyatakan pada kalimat berikutnya, dan kata tersebut
menunjukkan hubungan seperti apa yang ditunjukkan oleh kalimat sebelumnya
(Gendai Kokugo Reikai jiten 1993;703).
Selain itu setsuzokushi adalah kelas kata yang digunakan untuk merangkaikan atau menggabungkan kalimat dengan kalimat, ataupun
merangkaikan bagian-bagian kalimat (Sudjianto, 1996; 100). Sedangkan dalam
bahasa Indonesia, setsuzokushi disebut dengan konjungsi atau kata sambung. Kata sambung adalah kata-kata yang digunakan untuk menghubungkan kata dengan
14
Menurut Sudjianto (1996;100) fungsi setsuzokushi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Setsuzokushi digunakan untuk merangkaikan, menjajarkan atau mengumpulkan beberapa kata. Dalam hal ini setsuzokushi dipakai diantara kata-kata tersebut.
2. Setsuzokushi digunakan untuk menggabungkan dua klausa atau lebih di dalam suatu kalimat dan menggabungkan induk kalimat dengan anak
kalimat. Dalam hal ini setsuzokushi diapit oleh bagian-bagian kalimat yang digabungkan tersebut.
3. Setsuzokushi digunakan untuk menggabungkan dua kalimat dan menyatakan bahwa kalimat sebelumnya berhubungan dengan kalimat
berikutnya.
2.2.2 Jenis-jenis Setsuzokushi
Masao dalam Sudjianto (1996:101) mengemukakan bahwa setsuzokushi
dibagi menjadi tujuh jenis, yaitu:
1. Heiritsu no Setsuzokushi
2. Sentaku no Setsuzokushi
3. Tenka no Setsuzokushi
4. Gyakusetsu no Setsuzokushi 5. Joken no Setsuzokushi
6. Tenkan no Setsuzokushi
15
2.2.3 Sentaku no setsuzokushi
Sentaku no setsuzokushi adalah kata sambung (konjungsi) yang menyatakan pilihan antara kata yang disebutkan sebelumnya dengan
kata-kata yang disebutkan kemudian (Sudjianto, 1996; 102). Setsuzokushi yang menyatakan pilihan ini antara lain; aruiwa, soretomo, matawa dan moshikuwa.
Selain itu Sentaku no Setsuzokushi {~aruiwa} merupakan kunjungsi atau kata sambung yang berfungsi untuk menghubungkan suatu kalimat dengan kata atau
kalimat lainnya (Makino dan Tsutsui, 1994: 16-20).
2.2.4 Verba (doushi)
Verba (doushi) adalah salah satu kelas kata dalam bahasa Jepang, sama dengan adjektiva-i dan adjektiva-na merupakan salah satu jenis yoogen. Kelas kata ini dipakai untuk menyatakan aktivitas, keberadaan, atau keadaan sesuatu.
Verba (doushi) dapat mengalami perubahan dengan sendirinya dapat menjadi predikat (Nomura dalam Sudjianto, 2007: 149).
2.2.5 Nomina (meishi)
Nomina (meishi) adalah kata-kata yang menyatakan nama suatu perkara, benda, barang, kejadian atau peristiwa, keadaan, dan sebagainya yang tidak
mengalami konjugasi. Nomina (meishi) disebut juga taigen, di dalam suatu kalimat ia dapat menjadi subjek, predikat, kata keterangan, dan sebagainya (Hirai
dalam Sudjianto, 2007 : 156).
2.3 Kerangka Teori
Teori digunakan untuk memecahkan permasalahan dalam sebuah
16
sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo yang terdapat dalam novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami mengacu pada pendapat dari Seichii Makino dan Michio Tsutsui (1994). Sedangkan untuk menganalisis mengenai makna dari
sentaku no setsuzokushi, mengacu pada teori makna dari Pateda (2001). 2.3.1 Sintaksis
Sintaksis dalam bahasa Jepang disebut tougoron 統 語 論 atau
sintakusu シ ン タ ク ス , yaitu cabang linguistik yang mengkaji tentang struktur dan unsur-unsur pembentuk kalimat. Bidang garapan sintaksis adalah
kalimat yang mencakup jenis dan fungsinya, unsur-unsur pembentuknya, serta
struktur dan maknanya (Nita,1997:14).
Peranan teori sintaksis dalam penelitian ini yaitu sebagai landasan teori
yang paling utama karena bidang garapan sintaksis mencakup jenis dan
fungsinya, unsur-unsur pembentuknya, serta stuktur dan makna dalam sebuah
kalimat. Untuk lebih jelasnya membahas mengenai struktur kalimat sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo dalam novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Makino dan Michio
Tsutsui (1994) yaitu:
1. Aruiwa
Struktur kalimat yang mengandung sentaku no setsuzokushiaruiwa yaitu: a. N1 あ いは N2
Noun 1 (ka), aruiwa noun 2
17
Verb 1. informal. ka, aruiwa verb2 informal. ka
Contoh :
Omoshiroi ka, aruiwa tsumarai ka.
‘Menarik atau membosankan.’
(ADAJG, 1994:18)
d.あ いは{ V/adj( i ) inf もし い
Aruiwa {verb/adjektiva (i)} informal (no) kamoshirenai
Contoh :
あ いは{行く/行 た もし い
Aruiwa {iku/itta} (no) kamoshirenai.
‘Mungkin dia akan pergi atau sudah pergi.’
18
e. あ いは{Adj(na)stem/N {O/ た もし い
Aruiwa {adjektiva (na)/noun} {objek/datta (no) } kamoshirenai.
Contoh :
あ いは{元気/元気 た もし い
Aruiwa {genki/genkidatta (no) } kamoshirenai.
Mungkin dia baik-baik saja atau telah membaik.
(ADAJG, 1994:18)
2. Soretomo
Struktur kalimat yang mengandungsentaku no setsuzokushisoretomo
yaitu:
19
Hujan telah turun, apa yang akan anda lakukan ? apakah pergi atau menundanya?
(NBJ, 1994: 176)
2.3.2 Semantik
Semantik (imiron) adalah salah satu cabang ilmu linguistik (gengogaku)
yang mengkaji mengenai makna. Semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang
makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa:
fonologi, gramatika, dan semantik. Semantik memegang peranan yang sangat
penting karena bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi tidak lain untuk
menyampaikan suatu makna. Objek kajian semantik antara lain makna kata (go no imi), relasi makna antar satu kata dengan kata lainnya (go no imi kankei), makna frase, (ku no imi), dan makna kalimat (bun no imi) (Chaer, 1994: 2).
Pada penelitian ini membahas mengenai makna kata (go no imi), maka teori semantik sangat cocok digunakan. Selain itu untuk menganalisis mengenai
makna yang terkandung dalam sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo
digunakan teori makna dari Pateda (2001). Jika penggunaan bahasa mendengar
kata tertentu, akan dapat dibayangkan benda atau sesuatu yang diacu, dan apabila
penggunaan bahasa membayangkan sesuatu maka akan dapat dikatakan
pengertian dari bayangan yang dimaksud. Hubungan antara pengertian dan
bayangan itulah kemudian oleh Pateda (2001:82) disebut dengan makna. Pateda
20
1. Makna afektif merupakan makna yang muncul akibat reaksi pengguna
bahasa terhadap pengguna suatu kata atau kalimat, sehingga makna afektif
tersebut sangat berhubungan dengan gaya bahasa itu sendiri.
2. Makna denotatif adalah makna kata atau kelompok kata yang didasarkan
atas penunjukkan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang
didasarkan pada konvensi tertentu. Makna denotatif adalah makna apa
adanya, makna sebenarnya dan makna yang tidak digabungkan dengan
faktor lain, baik yang berlaku pada pengguna bahasa.
3. Makna deskriptif disebut juga makna kognitif atau makna referensial,
adalah makna yang terkandung di dalam setiap kata. Makna yang
dimaksud adalah makna yang ditunjukkan oleh lambang itu sendiri, makna
yang masih berlaku sekarang dan berlaku dalam masyarakat pengguna
bahasa.
4. Makna ekstensi adalah makna yang mencangkup semua ciri atau konsep
yang ada pada kata, dan mencangkup semua makna atau kemungkinan
makna yang muncul dalam kata.
5. Makna emotif adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi atau sikap
pembicara terhadap yang dipikirkan atau dirasakan. Hubungan makna
emotif dengan makna kognitif dibedakan berdasarkan hubungan antara
21
6. Makna gereflekter adalah makna yang muncul akibat sugesti emosional
dan berhubungan dengan kata atau ungkapan tabu, misalnya yang
berhubungan dengan seksual, kebiasaan atau kepercayaan.
7. Makna gramatikal atau juga disebut makna fungsional, makna struktural,
atau makna internal adalah makna yang muncul akibat berfungsinya kata
dalam kalimat.
8. Makna ideasional adalah makna yang muncul akibat pengguna kata yang
memiliki konsep. Pengguna bahasa harus memahami terlebih dahulu ide
yang terkandung di dalam suatu kata sehingga dapat mengetahui
konsekuensi atau hal yang diharapkan yang berlaku dalam kata tersebut.
9. Makna intensi adalah makna yang menekankan pada maksud pembicara.
10. Makna khusus adalah makna kata atau istilah yang pemakaiannya terbatas
pada bidang atau kegiatan tertentu. Makna ini dapat diperoleh dengan
menambahkan suatu kata di depan atau dibelakangnya.
11. Makna kiasan adalah makna kata yang tidak sebenarnya atau tidak sesuai
dengan konsep yang terdapat di dalam suatu kata. Makna kata banyak
terdapat di dalam idiom, peribahasa dan ungkapan.
12. Makna kognitif atau sering disebut dengan makna deskritif atau makna
referensial adalah makna yang ditujukan oleh acuannya, makna unsur
bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, objek
22
Makna kognitif dibedakan menjadi denotasi kata (hubungan antara kata
dengan benda atau hal yang diacu), dan konotasi kata (hubungan antara
kata dengan karakteristik tertentu).
13. Makna kolokasi adalah makna yang berhubungan dengan pengguna
beberapa kata di dalam lingkungan yang sama. Walaupun terdapat
beberapa kata yang memiliki makna yang sama atau mirip, namun
penggunaannya harus sesuai dengan objek atau situasi, sehingga setiap
kata memiliki keterbatasan dalam pemakainnya. Keterbatasan tersebut
terletak pada unsur yang membentuk kata atau urutan kata, tingkat
kecocokan kata, dan ketepatannya.
14. Makna konotatif adalah makna sebuah atau sekelompok kata yang
didasarkan atas pikiran atau perasaan yang timbul pada pengguna bahasa.
15. Makna konseptual atau disebut juga makna denotatif adalah hal yang
esensial di dalam suatu bahasa dan dapat diketahui setelah dihubungkan
atau dibandingkan pada tataran bahasa.
16. Makna konstruksi adalah makna yang terdapat dalam konstruksi
kebahasaan.
17. Makna kontekstual adalah makna yang muncul akibat hubungan antara
ujaran dan konteks baik berupa konteks orangan, konteks situasi, konteks
23
konteks waktu, konteks tempat, konteks objek, konteks alat kelengkapan
bicara, dan konteks bahasa.
18. Makna leksikal atau disebut juga makna semantik atau makna eksternal
adalah makna suatu kata ketika makna tersebut berdiri sendiri baik dalam
bentuk leksem atau bentuk berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap
atau sama dengan yang terdapat di dalam kamus.
19. Makna lokusi adalah makna yang timbul karena suatu topik dikaitkan
dengan suatu keterangan dalam suatu ujaran.
20. Makna luas menunjukkan bahwa makna yang terkandung pada sebuah
kata lebih luas dari apa yang telah dipertimbangkan. Makna luas dapat
dibatasi dengan membuat spesifikasi yang dapat dilakukan dengan cara
menambahkan unsur kata baik di depan maupun di belakang unsur kata
tersebut. Dalam sistem tulis pembatasan dapat dilakukan dengan
memanfaatkan ejaan secara benar, dan dalam bahasa lisan dapat dilakukan
dengan memanfaatkan unsur - unsur non kebahasaan misalnya lambaian
tangan.
21. Makna piktorial adalah makna yang muncul akibat bayangan pendengar
atau pembaca terhadap suatu kata.
22. Makna proporsional adalah makna yang muncul jika pengguna bahasa
membatasi pengertiannya terhadap sesuatu. Makna ini biasanya
24
23. Makna pusat atau makna inti adalah makna yang dimiliki setiap kata
walaupun kata tersebut tidak berada di dalam konteks kalimat.
24. Makna referensial adalah makna yang langsung berhubungan dengan
acuan yang ditunjuk oleh kata.
25. Makna sempit atau disebut juga makna khusus adalah makna yang
berwujud sempit pada keseluruhan ujaran. Untuk mempersempit makna,
pengguna bahasa harus memperluas kata.
26. Makna stilistika adalah makna yang timbul akibat pemakaian bahasa.
27. Makna tekstual adalah makna yang timbul setelah membaca teks secara
keseluruhan, sehingga makna tekstual sangat berhubungan dengan bahasa
tertulis.
28. Makna tematis dapat dipahami setelah dikomunikasikan oleh pengguna
bahasa baik melalui kata-kata, fokus pembicara, maupun penekanan
pembicaraan.
29. Makna umum adalah makna yang luas pengertiannya dan mencakup
secara keseluruhan.
Dari beberapa makna yang termasuk dalam kajian semantik, teori makna
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori makna gramatikal. Makna
gramatikal adalah makna yang muncul akibat berfungsinya kata dalam kalimat
25
sebagai konjungsi disesuaikan dengan makna gramatikal agar tidak menimbulkan