• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jones Martogi Pasaribu Fakultas Psikologi Universitas Semarang. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jones Martogi Pasaribu Fakultas Psikologi Universitas Semarang. Abstrak"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

153 BURNOUT DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP BEBAN KERJA

PADA POLISI LALU LINTAS POLRESTABES SEMARANG (Burnout Reviewed By Workload Perception of Traffic Police Officers of

Polrestabes Semarang) Jones Martogi Pasaribu

Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris hubungan antara persepsi terhadap beban kerja pada Polisi Lalu Lintas dengan burnout. Hipotesis dalam penelitian menyebutkan bahwa ada hubungan negatif antara persepsi terhadap beban kerja dengan burnout pada anggota Polisi Lalu Lintas. Responden terdiri atas 96 anggota Polantas, yang mencakup 57 orang anggota Patroli I, 19 orang anggota Patroli II, dan 20 orang anggota Patroli III di Sat Lantas Polrestabes Semarang. Penelitian ini menggunakan teknik cluster random sampling.

Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan dua skala, yaitu Skala Burnout pada Polisi lalu Lintas dan Skala Persepsi terhadap Beban Kerja. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Teknik Analisis Korelasi Product Moment.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara persepsi terhadap beban kerja dengan burnout pada Polisi Lalu Lintas yang ditunjukkan dengan nilai rxy = - 0,372 p = 0,000 (p < 0,01) sehingga hipotesis dalam penelitian

ini diterima.

Kata kunci: burnout pada anggota Polisi Lalu Lintas, persepsi terhadap beban kerja.

Abstract

The purpose of this study was to empirically test on the relationship between workload perception of the traffic police and burnout. The hypothesis in this study says that there is a negative relationship between workload perceptions and burnout of the traffic police officers. Respondents consisted of 96 police officers, covering 57 police patrol I, 19 police patrol II, and 20 police patrol III officers of Polantas Polrestabes Semarang.

The data of this study were collected by using two scales, the first scale was burnout of the traffic police officers and the second one was workload perceptions. Data analysis was conducted by using Product Moment Correlation techniques.

The result shows that there is a negative relationship between workload perceptions and burnout of the traffic police, indicated by rxy = - 0,372 p = 0.000

(p < 0.01) so the hypothesis in this study was received.

(2)

154 Pendahuluan

Polisi adalah aparat negara Republik Indonesia yang tugas pokoknya ditetapkan dalam pasal 13 Undang-Undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu POLRI selaku pemelihara keamanan, ketertiban masyarakat (kamtibnas), penegak hukum, pelindung, pengayom, serta pelayan masyarakat. Polisi merupakan salah satu aparat penegak hukum, yang melakukan tindakan preventif dan represif terhadap masyarakat. Tindakan preventif merupakan upaya dari aparat polisi untuk memotivasi anggota masyarakat agar bersama-sama membina suasana kehidupan yang aman dan tertib. Tindakan represif merupakan upaya yang dilakukan aparat polisi untuk memberantas kejahatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban hidup masyarakat. Pekerjaan polisi begitu kompleks dan selalu dihadapkan dengan berbagai tantangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara secara khusus polisi lalu lintas.

Berdasarkan hasil kuesioner yang diberikan pada anggota Polantas Polrestabes Semarang pada tanggal 13 April 2012 menunjukkan bahwa 56,6% dari 30 orang anggota Polantas mengalami burnout yang cukup tinggi atau di atas rata-rata. Tingginya burnout yang dialami tentu bisa merugikan bagi anggota Polantas yang mengalami. Adanya perasaan tidak berdaya atau tidak mampu, kelelahan fisik maupun psikis serta

tidak jarang mengalami pusing secara tiba-tiba ketika sedang bertugas. Keadaan tersebut sesuai dengan hasil wawancara terhadap lima anggota Kepolisian lalu lintas Polrestabes Semarang pada tanggal 22 Februari 2012, menunjukkan bahwa adanya permasalahan yang dihadapi anggota Polantas ketika bertugas di lapangan, secara umum disebabkan tingginya tingkat pelanggaran lalu lintas menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan dan kesadaran hukum dari pemakai jalan atau pengemudi masih memprihatinkan, ketidaksadaran akan rambu lalu lintas tersebut cenderung menimbulkan kemacetan maupun kecelakaan. Ketika permasalahan terjadi, hal ini cenderung memberikan tekanan bagi anggota polisi lalu lintas yang nantinya bisa mengakibatkan perasaan tidak berdaya atau tidak mampu, kelelahan fisik maupun psikis serta tidak jarang mengalami pusing secara tiba-tiba ketika sedang bertugas. Reaksi tersebut adalah reaksi seseorang dalam menghadapi tugas ketika muncul bermacam-macam masalah yang berkaitan dengan perkembangan karirnya. Ketidakmampuan menangani masalah membuat seseorang terbelenggu dalam situasi yang memperburuk kondisi fisik dan mentalnya. Keadaan stres yang berkelanjutan ini akan dapat memunculkan gejala yang dikenal sebagai burnout.

Andarika (2004: 3) menyatakan bahwa burnout merupakan gejala kelelahan emosional

(3)

155 yang disebabkan oleh tingginya tuntutan

pekerjaan, yang sering dialami individu yang bekerja pada situasi dimana ia harus melayani kebutuhan orang banyak. Burnout digambarkan sebagi suatu keadaan yang mencerminkan reaksi emosional pada individu yang bekerja pada bidang kemanusiaan (human service), atau bekerja erat dengan masyarakat. Penderitanya banyak dijumpai pada polisi, perawat di rumah sakit, pekerja sosial, dan guru.

Mursi (1997: 84) menyatakan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi terjadinya burnout adalah persepsi terhadap pekerjaan. Persepsi individu terhadap pekerjaan dapat menyebabkan terjadinya burnout. Pekerjaan yang menimbulkan burnout merupakan pekerjaan yang dianggap sebagai beban. Jones dan Bartlett (1994: 8) menyatakan bahwa beban kerja yang berlebihan merupakan penyebab umum kejenuhan kerja, kebosanan dan berpotensi menyebabkan keletihan kerja.

Hasil penelitian berkaitan lain yang relevan dengan burnout ditinjau dari karakteristik pekerjaan, dan dukungan sosial non human service corporation (Farhati dan Rosyid, 1996) menunjukkan korelasi negatif yang signifikan antara karakteristik pekerjaan, dukungan sosial dengan tingkat burnout. Variansi terjadinya burnout hanya dapat dijelaskan oleh variabel karakteristik pekerjaan dan dukungan sosial (35%) saja, sedang 65% lainnya masih disebabkan oleh

variabel-variabel yang tidak tercakup dalam penelitian ini. Penelitian lain juga terkait dengan burnout ditinjau dari persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis dan jenis kelamin (Sihotang, 2004: 14) menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara persepsi karyawan terhadap lingkungan kerja psikologisnya dengan burnout. Hal ini berarti bahwa semakin baik persepsi karyawan terhadap lingkungan kerja psikologisnya maka akan semakin rendah gejala burnout yang diperlihatkan karyawan. Hal serupa juga diteliti oleh Jaya dan Rahmat (2005) terkait burnout ditinjau dari locus of control internal dan eksternal menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara burnout ditinjau dari locus of control internal dengan burnout ditinjau dari locus of control eksternal. Dari hasil penelitian terlihat bahwa subyek dengan locus of control eksternal lebih tinggi burnout-nya daripada subyek dengan locus of control internal.

Persepsi bersifat individu, timbulnya burnout yang dialami oleh anggota polisi lalu lintas juga dipengaruhi oleh persepsi anggota Polantas terhadap beban kerja yang dihadapi. Persepsi merupakan proses yang didahului oleh proses pengindraan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. Namun proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Karena itu proses persepsi

(4)

156 tidak lepas dari proses pengindraan, dan

proses pengindraan merupakan proses pendahulu dari proses persepsi (Walgito, 2004: 87). Berdasarkan uraian di atas, persepsi tersebut dapat disimpulkan sebagai proses awal dalam penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh alat indera menggunakan pengetahuan yang telah disimpan dala ingatan sebelumnya guna memberi arti bagi lingkungan sekitar. Dalam hal ini, beban kerja yang dialami oleh seorang polisi tergantung bagaimana seorang polisi tersebut memberi arti terhadap pekerjaan tersebut. Semakin positif persepsi seorang anggota polisi lalu lintas terhadap pekerjaannya, maka semakin rendah tingkat burnout yang akan mereka hadapi ketika bekerja. Sebaliknya, semakin negatif persepsi seorang anggota polisi lalu lintas terhadap beban kerja yang mereka hadapi, maka akan semakin tinggi tingkat burnout yang mereka hadapi.

Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa secara keseluruhan persepsi anggota Polantas terhadap beban pekerjaannya sebagai anggota Polantas cukup positif. Hal ini terbukti dimana subyek sercara umum memaknai pekerjaan atau tugas yang mereka emban tersebut adalah tugas mulia yakni salah satu bentuk pengabdian polisi terhadap masyarakat atau pelayan masyarakat. Apapun karakteristik tugas yang anggota Polantas terima itu sudah menjadi tantangan tersendiri

bagi subyek sebagai anggota Polantas. Tanggung jawab sebagai anggota Polantas bukan halangan melainkan tantangan karena semua itu sudah menjadi komitmen mereka sejak sebelum diterima sebagai anggota di kepolisian. Namun demikian, anggota Polantas Polrestabes Semarang masih mengalami burnout yang ditandai dengan adanya perasaan tidak berdaya atau tidak mampu, kelelahan fisik maupun psikis dalam bekerja. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang burnout ditinjau dari persepsi terhadap beban kerja pada Polisi Lalu Lintas.

Burnout pada Polisi Lalu Lintas

Menurut Bakker, dkk (dalam Gunarsa, 2009: 367-368) menjabarkan burnout sebagai suatu bentuk reaksi stres kerja yang spesifik pada orang-orang dalam bidang pelayanan sosial, sebagai hasil dari tuntutan emosional dalam hubungan antara karyawan dan orang-orang yang harus dilayani. Burnout dikatakan sebagai fenomena yang sifatnya spesifik karena hanya dialami oleh mereka yang berprofesi sebagai karyawan dalam bidang sosial (melayani atau mengurusi orang). Santrock (2003: 560) menyatakan bahwa burnout merupakan istilah yang digunakan untuk beban yang terlalu berat, perasaan tidak berdaya, tidak memiliki harapan, yang disebabkan oleh stres akibat pekerjaan yang sangat berat. Burnout membuat penderitanya merasa sangat kelelahan secara fisik dan

(5)

157 emosional. Ivancevich, dkk (2006: 307)

menyatakan bahwa burnout telah berpusat pada apa yang disebut “profesi membantu”, seperti guru, perawat, dokter, pekerja sosial, ahli terapi, polisi dan petugas pengawasan pembebasan bersyarat. Lebih lanjut Pangkalan (2008: 8) menyatakan bahwa burnout atau kejenuhan kerja adalah semacam stres atau kebosanan atau rasa frustrasi yang dapat menyebabkan individu merasa letih, mudah tersinggung, nyeri di sana-sini dan merasa tua. Burnout akan menguras tenaga cadangan baik mental maupun fisik.

Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa burnout adalah suatu bentuk ketegangan atau tekanan psikis yang berhubungan dengan stres yang dapat menyebabkan individu merasa letih, mudah tersinggung, nyeri di sana-sini dan merasa tua.

Freudenberg (dalam Gunarsa, 2009: 367) mengemukakan ada dua gejala burnout yaitu keletihan fisik dan mental.

Maslach dan Leiter (dalam Gunarsa, 2009: 368) menyatakan bahwa gejala-gejala burnout dapat dikategorikan dalam tiga dimensi, yaitu: a. Exhaustion

Exhaustion merupakan dimensi burnout yang ditandai perasaan letih berkepanjangan baik secara fisik, mental dan emosional.

b. Cynicism

Cynicism mencerminkan adanya sikap yang sinis terhadap orang-orang yang berada dalam lingkup pekerjaan dan kecenderungan untuk menarik diri serta mengurangi keterlibatan diri dalam bekerja.

c. Ineffectiveness

Ineffectiveness mencerminkan adanya perasaan tidak berdaya, tidak mampu lagi melakukan tugas dan menghadapi tugas-tugas yang dibebankan terlalu berlebihan sehingga tidak sanggup lagi menerima tugas yang barus.

Maslach (dalam Pangkalan, 2008: ix) memberikan gambaran adanya tiga gejala burnout yaitu:

a. Kelelahan emosional

b. Menurunnya harkat manusia dari individu yang semula dikenal (Depersonalisasi). c. Rendahnya keyakinan diri untuk melakukan

tugasnya dengan baik

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa ada lima gejala burnout yaitu kelelahan fisik, kelelahan mental, kelelahan emosional, rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri dan dipersonalisasi. Kelima gejala tersebut dijadikan sebagai dasar pembuatan alat ukur penelitian untuk mengungkapkan burnout.

(6)

158 Suharnan (2005: 23) menyatakan bahwa

persepsi merupakan tahap paling awal dari serangkaian proses informasi. Persepsi merupakan proses menginterpretasi atau menafsirkan informasi yang diperoleh melalui sistem alat indera manusia. Suharnan (2005: 23) menambahkan bahwa persepsi mencakup dua proses yang berlangsung secara serempak antara keterlibatan aspek-aspek dunia luar dengan dunia dalam diri. Proses tersebut disebut bottom-up atau data driven prosessing (aspek stimulus) dan top-down atau conseptually driven prosessing (aspek pengetahuan seseorang). Persepsi di sisi lain adalah sebagai proses psokologis yang memaknai pengalaman masa lalu/ingatan dan penilaian. Lebih lanjut Robbins (2008: 175) berpendapat bahwa persepsi adalah proses yang digunakan individu mengelola dan menafsirkan kesan indera individu dalam rangka memberikan makna hidup lingkungannya.

Beban kerja merupakan satu kunci dimensi dalam kehidupan organisasi. Dari sudut pandang organisasi, beban kerja merupakan produktivitas sedangkan dari sudut pandang individual beban kerja adalah waktu dan energi (Masclach dan Leither, 1997: 38).

Munandar (2001: 383) menjelaskan bahwa beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit adalah pembangkit stres. Salah satu penyebab menurunnya performa dari beban kerja adalah keharusan untuk mengambil dua

atau lebih tugas-tugas yang harus dikerjakan secara bersamaan. Semakin banyaknya permintaan untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut maka semakin berkurangnya performa dalam bekerja. Schultz dan Schultz (2006: 366) mengatakan bahwa beban kerja merupakan gambaran yang lazim terhadap kondisi pekerjaan yang berlebihan.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan persepsi terhadap beban kerja adalah proses awal pengamatan, penginterpretasian dan tanggapan individu terhadap tugas dan kewajiban yang harus dikerjakan sesuai dengan tanggung jawabnya.

Menurut Walgito (2004: 86) persepsi memuat tiga aspek penggolongan yang besar, yaitu:

a. Aspek Kognisi

Berhubungan dengan pengenalan. Pandangan seseorang terhadap sesuatu berdasarkan keinginan dan pengharapan atau berdasarkan pengalaman yang pernah didengar atau dilihat dalam kehidupan sehari-hari.

b. Aspek Emosi

Berhubungan dengan perasaan. Seseorang mempersepsikan sesuatu kadang-kadang dilandasi oleh keadaan emosinya yang terbentuk karena adanya pendidikan moral dan etika yang diperoleh.

(7)

159 Berhubungan dengan motif pandangan

seseorang terhadap sesuatu dalam hubungan dengan motof atau tujuan timbulnya suatu perilaku yang terjadi di sekitarnya.

Suharnan (2005: 24) menerangkan bahwa ada tiga aspek dalam persepsi yang dinggap sangat relevan dengan kognisi manusia yaitu:

a. Pencatatan indera, merupakan sistem ingatan yang dirancang untuk menyimpan sebuah rekaman mengenai informasi yang diterima oleh sel-sel reseptor.

b. Pengenalan pola, merupakan proses transformasi dan mengorganisasikan informasi yang masih kasar sehingga memiliki makna atau arti tertentu.

c. Perhatian, adalah proses konsentrasi pikiran atau pemusatan aktivitas mental.

Lebih lanjut Schultz dan Schultz (2006: 366) menyatakan jenis-jenis beban kerja, adalah sebagai berikut:

a. Beban kerja berlebih/terlalu sedikit kuantitatif. Beban kerja yang timbul sebagai akibat dari tugas yang terlalu banyak/sedikit diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu.

b. Beban kerja berlebih/terlalu sedikit kualitatif. Terjadi jika seseorang merasa tidak mampu untuk melakukan suatu tugas, atau tugas tidak menggunakan

keterampilan dan/atau potensi dari tenaga kerja.

Metode Penelitian

Karakteristik populasi dalam penelitian ini adalah anggota satuan lalu lintas Polrestabes Semarang. Dari jumlah keseluruhan 225 personil Satlantas Polrestabes Semarang terdapat 126 orang yang bertugas di bagian operasional (berdasarkan data Bagian Administrasi dan Operasional Lalu Lintas Polrestabes Semarang, 2012) didukung berdasarkan pengamatan di lapangan bahwa yang cenderung mengalami burnout adalah petugas di lapangan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cluster random sampling

Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian berupa pernyataan subjek adalah skala. Skala merupakan suatu prosedur yang menempatkan atribut atau karakteristik pada titik tertentu sepanjang suatu kontinum. Skala yang digunakan adalah Skala Burnout dan Skala Persepsi terhadap Beban Kerja.

Teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah teknik Korelasi Product Moment dari Pearson. Korelasi ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap beban kerja dengan burnout. Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara persepsi terhadap beban kerja dengan burnout pada Polisi Lalu Lintas terbukti dengan nilai rxy = - 0,372

(8)

160 p = 0,000 (p < 0,01). Hal ini berarti semakin

positif persepsi terhadap beban kerja maka burnout semakin rendah, demikian pula sebaliknya. Hasil penelitian ini mendukung pendapat yang diutarakan oleh Mursi (1997: 84) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi terjadinya burnout adalah persepsi terhadap pekerjaan. Persepsi individu terhadap pekerjaan dapat menyebabkan terjadinya burnout. Pekerjaan yang menimbulkan burnout merupakan pekerjaan yang dianggap sebagai beban.

Persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian, terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan suatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu (Walgito, 2004: 87). Persepsi yang positif terhadap beban kerja akan menjadikan anggota Polantas Polrestabes Semarang menyadari bahwa tugas yang diterima adalah sebuah tanggung jawab yang harus terselesaikan dengan maksimal. Persepsi positif terhadap beban kerja akan dapat menjadikan anggota Polantas Polrestabes Semarang mampu mengelola penilaian yang menganggap pekerjaan adalah sesuatu yang melelahkan, sehingga dapat terhindar dari burnout.

Scheerer (dalam Sarwono, 2004: 88) menyatakan bahwa persepsi adalah representasi fenomenal tentang objek distal sebagai hasil pengorganisasian objek distal itu

sendiri, medium dan rangsang proksimal. Tugas sebagai Polantas yang harus memberikan pelayanan dalam bidang lalu lintas terhadap masyarakat tidak selalu dianggap sebagai tanggung jawab mulia oleh anggota Polantas sendiri. Bagi sebagian individu yang memiliki penilaian bahwa tugas sebagai Polantas harus terselesaikan dengan maksimal demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan organisasi akan mempersepsikan beban kerja secara positif pula dan merasa bertanggung jawab atas kesuksesan tugas tersebut. Polantas Polrestabes akan tetap menunjukkan kegairahan di dalam bekerja, tanpa harus mengalami burnout yang dapat merugikan diri sendiri, masyarakat, maupun organisasi kepolisian.

Hasil penelitian yang dilakukan (Hariyono, dkk, 2009: 191-192) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan kelelahan kerja. Beban kerja adalah lama seseorang melakukan aktivitas pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas kerja yang bersangkutan tanpa menunjukkan tanda kelelahan. Beban kerja erat kaitannya dengan kinerja, yang mana berkaitan pula dengan performanya. Apabila beban kerja berlebih akan berpengaruh dengan kinerjanya, dimana hal ini berkaitan dengan tingkat kelelahan karyawan. Beban kerja yang diterima individu akan berpengaruh terhadap terjadinya burnout tergantung pada persepsi masing-masing individu. Persepsi positif

(9)

161 terhadap beban kerja akan menjadikan

individu menerima dengan sepenuh hati setiap pekerjaan yang diterima tanpa harus merasa tertekan dan mengalami burnout.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil simpulan ada hubungan negatif antara persepsi terhadap beban kerja dengan burnout pada Polisi Lalu Lintas. Semakin positif persepsi terhadap beban kerja maka burnout semakin rendah, demikian pula sebaliknya, sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima.

Saran

1. Bagi anggota Polantas Polrestabes Semarang

Anggota Polantas Polrestabes Semarang agar dapat semakin mempertahankan pemahaman dan penerimaan terhadap tugas sebagai seorang anggota Polri yang harus senantiasa siap ketika ada tugas yang memanggil, sehingga dapat terhindar dari burnout. Persepsi positif terhadap beban kerja pada anggota Polantas Polrestabes Semarang akan dapat menumbuhkan penerimaan dan kesediaan untuk memberikan segenap tenaga dan pikiran demi terselesaikannya tugas yang diemban tanpa mengalami burnout yang dapat mencoreng nama baik organisasi kepolisian. 2. Bagi peneliti lain

Peneliti lain yang tertarik untuk melanjutkan penelitian diharapkan dapat melihat faktor lain yang memengaruhi

burnout, seperti faktor dukungan sosial, kurangnya orientasi kerja, kurangnya prosedur dan aturan-aturan, gaya kepemimpinan, kurangnya otonomi dalam bekerja, tuntutan pekerjaan, kecerdasan, keterampilan, keahlian, kepandaian, dan usia.

Daftar Pustaka

Andarika, R. 2004. Burnout pada Perawat RS. St. Elisabeth Semarang ditinjau dari Dukungan Sosial Keluarga. Jurnal Psyche. Vol 1. No. 1 Juli (1-6).

Farhati, F & Rosyid, H.F. 1996. Karakteristik Pekerjaan Dukungan Sosial dan Tingkat Burnout pada Non Human Service Cooporation. Jurnal Psikologi. No. 1. Hal. 18-29. Bandung: Fakultas Universitas Padjadjaran.

Gunarsa, D. S. 2009. Bunga Rampai Psikologi Perkembangan. Dari Anak Sampai Lanjut Usia. Cet. 3. Jakarta: Gunung Mulia. Hariyono, W., Suryani, D., Wulandari, Y.

2009. Hubungan antara Beban Kerja, Stres Kerja dan Tingkat Konflik dengan Kelelahan Kerja Perawat di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI Kota Yogyakarta. KES MAS Vol. 3, No. 3, September 2009 : 162-232. Yogyakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan. Ivancevich, J. M., Konopaske, R., dan

Matteson, M. T. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Alih Bahasa: Gina Gania. Surabaya: Erlangga.

Jaya, E. D. G., dan Rahmat, I. 2005. Burnout ditinjau dari Locus of Control Internal dan Eksternal. Majalah Kedokteran Nusantara. Vol. 38. No. 3. Hal. 213-218. Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

(10)

162 Jones dan Bartlett. 1994. Manajemen Stres.

Alih Bahasa: Palupi Widyastuti. Jakarta: EGC.

Maslach dan Leiter. 1997. The Truth About Burnout; How OrganizationCause Personal Stress and What to Do About It. Jossey-Bass: San Francisco.

Munandar, A.S. 2001 Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia. Mursi, A. H. 1997. SDM yang Produktif.

Jakarta: Gema Insani Press.

Pangkalan, I. 2008. Gaya Hidup Penghambat Alzheimer. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.

Robbins, S. P. 2008. Perilaku Organisasi. Edisi ke-10. PT. Indeks: Jakarta.

Santrock, J. W. 2003. Adolescence. Edisi Keenam. Alih Bahasa: Drs. Shinto B. Adelar dan Sherly Saragih. Jakarta: Erlangga.

Sarwono, S.W. 2004. Psikologi Sosial: Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial. Edisi Satu. Cetakan Ketiga. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Schultz, D. P dan Schultz, S. E. 2006. Pychology In Work Today; Introduction and Organisation Psychology (6 th e. d). New York. Macmillan Publishing Company.

Sihotang, I. N. Burnout pada Karyawan Ditinjau dari Persepsi Terhadap Lingkungan Kerja Psikologis dan Jenis Kelamin. Jurnal Pshyche. Vol. 1, No. 1. Hal 9-17. Palembang: Fakultas Psikologi Universitas Bina Darma.

Suharnan, 2005. Psikologi Kognitif. Penerbit Srikandi: Surabaya.

Walgito, B. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Referensi

Dokumen terkait

Silabus disusun berdasarkan Standar Isi, yang di dalamnya berisikan Identitas Mata Pelajaran, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), Materi Pokok/Pembelajaran,

PENGUMUMAN WARTA MINGGU Kepada seluruh seksi, sub seksi, kelompok kategorial dan umat yang ingin memasukkan pengumuman ke Warta Minggu /Warta Bonaventura agar

Adapun sifat utama garis singgung adalah sebagai berikut: garis singgung di suatu titik pada parabola membagi dua sama besar sudut antara garis yang menghubungkan titik

Observasi lapangan merupakan kegiatan pengamatan terhadap berbagai karakteristik komponen pendidikan, iklim dan norma yang berlaku di SMP 2 Gamping. Kegiatan

Tugas Menyelesaikan masalah tentang penulisan beberapa sistem bilangan, BCD, BCH serta konversi bilangan Observasi Mengamati kegiatan/aktivitas siswa secara individu dan

penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu rumah tangga, keadaan sosial ekonomi, sanitasi lingkungan, dan polusi udara dengan kejadian ISPA

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: ”Net Profit Margin (NPM), Return On Assets (ROA) dan Return On Equity

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran level kognitif, tingkat kesukaran, nilai diskriminasi dan soal pengecoh pada item soal multiple choice pada