• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Teori Atribusi

Kepatuhan wajib pajak terkait dengan sikap wajib pajak dalam membuat penilaian terhadap pajak itu sendiri. Persepsi seseorang untuk membuat penilaian mengenai orang lain sangat dipengaruhi oleh kondisi internal maupun eksternal orang tersebut. Teori atribusi sangat relevan untuk menerangkan maksud tersebut di atas. Pada dasarnya, teori atribusi menyatakan bahwa bila individu-individu mengamati perilaku seseorang, mereka mencoba untuk menentukan apakah itu ditimbulkan secara internal atau eksternal (Robbins, 1996). Perilaku yang disebabkan secara internal adalah perilaku yang diyakini berada di bawah kendali pribadi individu itu sendiri, sedangkan perilaku yang disebabkan secara eksternal adalah perilaku yang dipengaruhi dari luar, artinya individu akan terpaksa berperilaku karena situasi.

Penentuan internal atau eksternal menurut Robbins (1996) tergantung pada tiga faktor yaitu:

a) Kekhususan (kesendirian atau distinctiveness) b) Konsensus

c) Konsistensi

Kekhususan artinya seseorang akan mempersepsikan perilaku individu lain secara berbeda dalam situasi yang berlainan. Apabila perilaku

(2)

13

seseorang dianggap suatu hal yang luar biasa, maka individu lain yang bertindak sebagai pengamat akan memberikan atribusi eksternal terhadap perilaku tersebut. Sebaliknya jika hal itu dianggap hal yang biasa, maka akan dinilai sebagai atribusi eksternal.

Konsensus artinya jika semua orang mempunyai kesamaan pandangan dalam merespon perilaku seseorang dalam situasi yang sama. Apabila konsensusnya tinggi, maka termasuk atribusi internal. Sebaliknya jika konsensusnya rendah, maka termasuk atribusi eksternal.

Faktor terakhir adalah konsistensi, yaitu jika seorang menilai perilaku-perilaku orang lain dengan respon sama dari waktu ke waktu. Semakin konsisten perilaku itu, orang akan menghubungkan hal tersebut dengan sebab-sebab internal.

Teori atribusi mengelompokkan dua hal yang dapat memutarbalikkan arti dari atribusi. Pertama, kekeliruan atribusi mendasar yaitu kecenderungan untuk meremehkan pengaruh faktor-faktor eksternal daripada internalnya. Kedua, prasangka layanan dari seseorang cenderung menghubungkan kesuksesannya karena akibat faktor-faktor internal, sedangkan kegagalan dihubungkan dengan faktor-faktor eksternal. Penelitian di bidang perpajakan yang menggunakan dasar teori atribusi salah satunya adalah penelitian Jatmiko (2006).

Jatmiko (2006) melakukan penelitian mengenai pengaruh sikap wajib pajak pada pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak. Analisis data dilakukan dengan

(3)

14

menggunakan teknik analisis regresi berganda. Variabel bebas yang digunakan adalah sikap wajib pajak terhadap pelaksanaan sanksi denda, sikap wajib pajak terhadap pelayanan fiskus, sikap wajib pajak terhadap kesadaran perpajakan, sedangkan variabel terikat yang digunakan adalah kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian Jatmiko (2006) adalah semua variabel bebas yang digunakan yaitu sikap wajib pajak terhadap pelaksanaan sanksi denda, sikap wajib pajak terhadap pelayanan fiskus, sikap wajib pajak terhadap kesadaran perpajakan secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.

2.1.2 Definisi Pajak 1) Pengertian Pajak

Pengertian pajak menurut Undang-Undang No.28 Tentang KUP Tahun 2007 Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Menurut Mardiasmo (2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undng-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Berdasarkan beberapa definisi, maka dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

(4)

15 (1) Iuran dari rakyat kepada Negara.

Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa uang(bukan barang).

(2) Berdasarkan Undang-Undang.

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

(3) Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk.

Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

(4) Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2) Fungsi pajak

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam melaksanakan pembangunan, karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai seluruh pengeluaran negara termasuk pengeluaran pembangunan. Terdapat dua fungsi pajak (Mardiasmo, 2011:1), yaitu:

(1) Fungsi Anggaran (budgetair)

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

(5)

16 (2) Fungsi Mengatur (regulerend)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. 3) Pembagian Jenis Pajak

Menurut Waluyo (2013:12), pajak dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu sebagai berikut:

(1) Menurut golongan atau pembebanannya

a) Pajak Langsung, yaitu pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan. b) Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pembebanannya dapat

dilimpahkan kepada pihak lain. Conto: Pajak Pertambahan Nilai.

(2) Menurut sifatnya

a) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan dari wajib pajak.

Contoh: Pajak Penghasilan.

b) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai Penjualan atas Barang Mewah.

(6)

17

(3) Menurut pemungut dan pengelolanya

a) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Bea Materai.

b) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: Pajak Hotel, Pajak Hiburan, Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkotaan dan pedesaan.

2.1.3 Sistem Pemungutan Pajak

Terdapat tiga macam sistem pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2011:7), yaitu:

1) Official Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya:

(1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus,

(2) Wajib Pajak bersifat pasif,

(3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

(7)

18 2) Self Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Ciri-cirinya:

(1) Wewenang unuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri,

(2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang,

(3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 3) With Holding System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

2.1.4 Wajib Pajak

Definisi atau pengertian Wajib Pajak menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (2007:2), Pasal 1 angka 2 Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan

(8)

19

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib pajak badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha yang meliputi: perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dalam bentuk apapun, seperti firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap (Mardiasmo, 2011:23).

Berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jendral Pajak Nomor SE-26/PJ.2/1998 ditegaskan bahwa agar tidak menimbulkan berbagai penafsiran yang dapat menyulitkan administrasi maka perlu diberikan penegasan bahwa administrasi pajak hanya mengenal istilah wajib pajak efektif dan wajib pajak non efektif dengan pengertian sebagai berikut ini: 1) Wajib pajak efektif adalah wajib pajak yang memenuhi kewajiban

perpajakannya berupa memenuhi kewajiban menyampaikan SPT Masa dan atau Tahunan sebagaimana mestinya.

2) Wajib pajak non efektif adalah wajib pajak yang tidak melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya berupa memenuhi kewajiban menyampaikan SPT Masa dan atau SPT Tahunan.

Sebagaimana telah ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-09/PJ.8/1988 tanggal 2 Oktober 1988, Wajib Pajak Non Efektif yaitu:

(9)

20

1) Wajib pajak yang berturut-turut selama 2 (dua) tahun tidak memasukkan SPT PPh.

2) Wajib pajak yang sudah meninggal dunia/bubar, tetapi belum ada surat keterangan resminya.

3) Wajib pajak tidak ditemukan alamatnya, walaupun sudah diusahakan pencairannya oleh Dinas Luar.

4) Wajib pajak yang secara nyata tidak menunjukkan kegiatan usaha. 2.1.5 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

Wajib pajak di dalam proses perhitungan hingga sampai pada pelaporan pajak hak dan kewajiban sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dalam Mardiasmo (2011:56), hak dan kewajiban wajib pajak, yaitu:

1) Hak Wajib Pajak adalah sebagai berikut ini: (1) Mengajukan surat keberatan dan surat banding. (2) Menerima tanda bukti pemasukan SPT.

(3) Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan. (4) Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT.

(5) Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak.

(6) Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP).

(10)

21

(8) Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketetapan pajak yang salah.

(9) Memberi kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan kewajiban pajaknya.

(10) Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak. (11) Mengajukan keberatan dan banding.

2) Kewajiban Wajib Pajak adalah sebagai berikut ini. (1) Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.

(2) Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. (3) Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.

(4) Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri), dan memasukkan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan.

(5) Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan. (6) Jika diperiksa wajib:

a) Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak.

b) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaaan.

(11)

22

c) Apabila dalam waktu pengungkapan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.

2.1.6 Surat Pemberitahuan (SPT) 1) Pengertian SPT

SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Mardiasmo, 2011:31).

2) Fungsi SPT

Menurut Mardiasmo (2011:31), fungsi Surat Pemberitahuan bagi Wajib Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana Wajib Pajak untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

(1) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

(2) Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak (3) Harta dan kewajiban; dan/atau

(4) Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa

(12)

23

Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP), fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: (1) Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.

(2) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Bagi Pemotong/ Pemungut Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.

3) Jenis SPT

Menurut Mardiasmo (2011:34) secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua yaitu:

(1) Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu masa pajak.

(2) Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

(13)

24 4) Batas Waktu Penyampaian SPT

Sesuai dengan Pasal 3 ayat 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, batas waktu penyampaian SPT adalah:

1) Untuk Surat Pemberitahuan Masa paling lambat 20 (duapuluh) hari setelah akhir Masa Pajak;

2) Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau

3) Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lambat 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

2.1.7 Kualitas Pelayanan

Kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik dalam suatu produk atau jasa menyangkut kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau yang telah bersifat laten (Sumadi, 2005). Supadmi (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pelayanan yang berkualitas merupakan pelayanan yang memberikan kepuasan kepada pelanggan dan dalam batas memenuhi standar pelayanan yang bisa dipertanggungjawabkan serta dilakukan secara terus-menerus. Tjiptono (dalam Hadiati, 2003) mendefinisikan kualitas sebagai derajat sejauh mana produk memenuhi spesifikasi-spesifikasinya. Dengan demikian, yang dikatakan kualitas adalah kondisi dinamis yang menghasilkan:

(14)

25

1) Produk yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. 2) Jasa yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.

3) Suatu proses yang memenuhi atau melebihi haparan pelanggan. 4) Lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.

Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelangggan (Utami, 2012). Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Menurut Gilbert (2006) pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-menerus.

Menurut gap theory yang diusulkan oleh Parasuraman et.al (1985) bahwa kualitas pelayanan merupakan perbandingan antara harapan yang diinginkan oleh pelanggan dengan penilaian mereka terhadap kinerja aktual dari suatu penyediaan layanan. Menururt Parasuraman dalam Tjiptono (2002) ada lima dimensi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas jasa pelayanan, yaitu:

1) Bukti Langsung, yaitu meliputi fasilitas fisik, pegawai, perlengkapan, dan komunikasi.

2) Keandalan (reliability) merupakan kemampuan para petugas pajak dalam memberikan pelayanan yang menjanjikan dengan segera dan memuaskan.

(15)

26

3) Daya Tanggap (responsiveness) merupakan karakteristik kecocokan dalam pelayanan manusia yaitu keinginan para petugas pajak untuk membantu wajib pajak dan memberikan pelayanan dengan tanggap. 4) Jaminan (assurance), yaitu mencangkup kemampuan, kesopanan, dan

sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh petugas pajak bebas dari risiko, bahaya atau keragu-raguan.

5) Empati (emphaty), yaitu meliputi kemudahan petugas dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami para wajib pajak. 2.1.8 Pengetahuan Perpajakan

Pengetahuan adalah informasi yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan indera. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan. Pengetahuan merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan fakta yang mendukung tindakan seseorang.

(16)

27

Pengetahuan perpajakan merupakan pemahaman Wajib Pajak mengenai hukum, undang-undang, tata cara perpajakan yang benar. Selanjutnya pemahaman tersebut dapat diimplementasikan terhadap suatu sikap patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Tingkat pengetahuan perpajakan yang dimiliki masyarakat dimulai dari pemahaman terhadap peraturan serta kebijakan perpajakan, pemahaman dalam menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), pemahaman tentang SPT, serta pemahaman akan adanya sanksi pajak dalam hal keterlambatan atau kealpaan dalam menyampaikan SPT.

2.1.9 Sanksi Perpajakan

Sanksi adalah tanggungan (tindakan dan hukuman) untuk memaksa orang menepati perjanjian atau menaati ketentuan perundang-undangan. Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan akan dituruti atau ditaati atau dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2011:57). Sanksi perpajakan menurut United Stated Government Accountability Office I (2009) digunakan untuk mendorong kepatuhan pelaporan pajak. Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila ia memandang atau memiliki persepsi bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya (Nugroho, 2006).

Dalam Undang-Undang Perpajakan terdapat dua jenis sanksi, berupa sanksi pidana dan administrasi. Sanksi pidana ialah sanksi berupa

(17)

28

siksaan atau penderitaan, merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi. Sedangkan sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian negara, khususnya yang berupa denda, bunga, dan kenaikan. Sanksi perpajakan dikenakan kepada wajib pajak yang tidak patuh dalam memenuhi perpajakannya.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 mengatur tentang sanksi terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya. Bunga sebesar 2% (dua persen) dikenakan berupa sanksi administratif sebulan dari pajak yang tidak atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan atas pajak yang tidak atau terlambat dibayar.

2.1.10 Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2003), istilah “kepatuhan” berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam perpajakan kita dapat memberi pengertian bahwa kepatuhan perpajakan merupakan ketaatan, tunduk, dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan tulang punggung system self assessment, dimana wajib pajak bertanggungjawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut. Ada dua macam kepatuhan pajak, yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material.

(18)

29

1) Kepatuhan Formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan. Misalnya melaporkan SPT tepat waktu. 2) Kepatuhan Material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara

subtantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yakni sesuai dengan isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan. Misalnya mengisi SPT dengan jujur, lengkap dan benar, serta melaporkan ke KPP tepat waktu.

Wajib pajak patuh adalah wajib pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak sebagai wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2003 tanggal 3 Juni 2003, wajib pajak ditetapkan sebagai wajib pajak patuh yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak apabila memenuhi semua syarat sebagai berikut:

1) Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam 2 (dua) tahun terakhir.

2) Kurun waktu satu tahun pajak terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut.

3) SPT Masa yang terlambat itu disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya.

(19)

30

4) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak:

(a) Kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

(b) Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan Surat Tagihan Pajak (STP) yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir.

(c) Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir.

(d) Laporan keuangan yang diaudit oleh Akuntan Publik atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersbut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.

(e) Laporan keuangan wajib pajak yang tidak diaudit oleh Akuntan Publik, maka wajib pajak harus mengajukan permohonan tertulis paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku berakhir, untuk dapat ditetapkan sebagai wajib pajak patuh, ditambah syarat: (1) Kurun waktu 2 (dua) tahun pajak terakhir menyelenggarakan

pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU KUP. (2) Apabila dalam 2 (dua) tahun terakhir terhadap wajib pajak pernah

dilakukan pemeriksan pajak, maka koreksi fiskal untuk setiap jenis pajak yang terutang tidak lebih dari 10%.

(20)

31 2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Kualitas Pelayanan pada Kepatuhan Wajib Pajak Badan

Kualitas pelayanan menurut teori atribusi merupakan penyebab eksternal yang mempengaruhi persepsi wajib pajak untuk membuat penilaian mengenai perilaku kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Jika perilaku wajib pajak dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal, maka semakin baik kualitas pelayanan maka tingkat kepatuhan wajib pajak akan semakin meningkat.

Kualitas pelayanan menurut Chen dan Tan (dalam

Ussahawanichakit, 2008) merupakan perbandingan antara apa yang diharapkan oleh pelanggan dengan apa yang diperolehnya. Supadmi (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pelayanan yang berkualitas merupakan pelayanan yang memberikan kepuasan kepada pelanggan dan dalam batas memenuhi standar pelayanan yang bisa dipertanggungjawabkan serta dilakukan secara terus-menerus. Dengan adanya rasa puas atas pelayanan yang diberikan akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Supadmi menemukan bahwa pelayanan fiskus memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Amanda (2012) menemukan bahwa, kualitas pelayanan secara parsial berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor di Kantor Bersama SAMSAT Denpasar. Sanjaya (2014) dalam penelitiannya juga menyimpulkan

(21)

32

kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak hotel di Dinas Pendapatan Kota Denpasar.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa pelayanan yang diberikan secara baik, dapat menimbulkan sikap puas bagi wajib pajak dan pada akhirnya akan meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Dengan demikian, penerimaan pajak pun akan meningkat baik dari segi target maupun realisasinya. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah:

H1: Kualitas pelayanan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak badan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gianyar

2.2.2 Pengaruh Pengetahuan Perpajakan pada Kepatuhan Wajib Pajak Badan

Pengetahuan perpajakan dalam teori atribusi merupakan salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi prilaku kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Jika wajib pajak dapat menerima pengaruh eksternal tersebut maka semakin banyak pengetahuan perpajakan yang diperoleh oleh wajib pajak maka tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak akan meningkat.

Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan perpajakan merupakan pemahaman Wajib Pajak mengenai hukum,

(22)

33

undang-undang, tata cara perpajakan yang benar. Selanjutnya pemahaman tersebut dapat diimplementasikan terhadap suatu sikap patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Pengetahuan tentang peraturan pajak sangat penting untuk menumbuhkan perilaku patuh. Karena bagaimana mungkin wajib pajak patuh apabila mereka tidak mengetahui bagaimana peraturan perpajakannya. Dengan adanya pengetahuan tentang pajak yang baik akan dapat memperkecil adanya tax evation (Witono,2008). Pada penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2012) menyatakan pengetahuan perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak badan. Menurut Supriyatin dan Hidayati (2008) menyatakan bahwa pengetahuan perpajakan memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

H2 : Pengetahuan perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak badan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gianyar

2.2.3 Pengaruh Sanksi Perpajakan pada Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Badan

Dalam teori atribusi dijelaskan bahwa perilaku seseorang dalam hal ini karakter, sikap dan lainnya dipengaruhi oleh keadaan eksternal seperti tekanan situasi atau keadaan yang memaksa seseorang untuk melakukan tindakan tertentu. Apabila wajib pajak dapat menerima keadaan eksternal seperti tekanan situasi atau keadaan yang memaksa maka akan mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak.

(23)

34

Sanksi adalah tanggungan (tindakan dan hukuman) untuk memaksa orang menepati perjanjian atau menaati ketentuan perundang-undangan. Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan

dituruti/ditaati/dipatuhi (Mardiasmo, 2011:57). Sanksi perpajakan dibuat dengan tujuan agar wajib pajak takut untuk melanggar Undang-Undang Perpajakan. Dalam teori atribusi dijelaskan bahwa perilaku seseorang dalam hal ini karakter, sikap dan lainnya dipengaruhi oleh keadaan eksternal seperti tekanan situasi atau keadaan yang memaksa seseorang untuk melakukan tindakan tertentu. Wajib pajak akan mematuhi pembayaran pajaknya bila memandang bahwa sanksi akan lebih banyak merugikannya (Djatmiko, 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arum (2012), sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas di KPP Pratama Cilacap. Sanjaya (2014) dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa, sanksi perpajakan berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak hotel di Dinas Pendapatan Kota Denpasar. Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H3: Sanksi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak badan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gianyar

Referensi

Dokumen terkait

- Bahwa pada awalnya saksi mendapatkan informasi dari masyarakat yang mengatakan kalau di Jalan Poros Desa Pantai Raja Kecamatan Perhentian Raja Kabupaten

Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan Rangka dan Gunarto (2012) yang menyatakan bahwa pemberian flok tidak pengaruh yang nyata terhadap tingkat

Kemandirian pangan dalam Undang- Undang No 18 Tahun 2012 Tentang Pangan diartikan sebagai : “Kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka

Dari pernyataan diatas, bisa disimpulkan bahwa apabila seorang individu yang datang dengan kepribadian yang positif bisa membuat perilaku negatif yang dilakukan setelahnya

Telah banyak dilakukan penelitian mengenai efektivitas dan efek samping dari gabapentin sebagai preemptif analgesia yang dibandingkan dalam dosis yang berbeda dalam penanganan

Pihak Pertama berjanji akan mewujudkan kinerja perubahan yang teilem pada lampiran Konurak Kinerja ini, dalam rangka mendukung Road Map Reformasi Birokrasi tAN 2015

Panitia Pembangunan Sarana dan Prasarana Fisik Gereja GPIB Bukit Benuas mengucapkan terima kasih kepada Warga Jemaat yang telah berperan serta dalam pengerjaan proyek

Kafe Resort melayani tuntutan dan kebutuhan wisatawan akan kontak dengan alam, privasi dan pengalaman yang unik pada bentuk dan suasana ruang-ruang transisi (ruang antara ).