• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Yang Memengaruhi Terjadinya Sindroma Dispepsia Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor Yang Memengaruhi Terjadinya Sindroma Dispepsia Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR YANG MEMENGARUHI TERJADINYA SINDROMA DISPEPSIA PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Oleh:

ULIMA MARIA LIMBONG 110100274

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

FAKTOR YANG MEMENGARUHI TERJADINYA SINDROMA DISPEPSIA PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

ULIMA MARIA LIMBONG 110100274

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

FAKTOR YANG MEMENGARUHI TERJADINYA SINDROMA DISPEPSIA PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Nama : Ulima Maria NIM : 110100274

Pembimbing Penguji I

dr. Taufik Sungkar, M.Ked (PD), Sp.PD

NIP. 19791017 200912 1 002 NIP. 19650505 199503 1 001 dr. Syah Mirsya Warli, Sp.U

Penguji II

NIP. 19691223 199903 2 001

dr. Sri Wahyuni Purnama, Sp.KK (K) Fins DV

Medan, Januari 2015 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Dispepsia merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Keluhan ini sendiri menunjukkan karakteristik yang berbeda-beda pada setiap individu. Penelitian terdahulu telah menemukan bahwa usia, jenis kelamin, suku, gangguan pola makan, kebiasaan merokok, riwayat menggunakan NSAID, dan stress dapat menjadi faktor risiko independen untuk terjadinya dispepsia. Atas dasar tersebut, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui faktor risiko utama yang memengaruhi kejadian sindroma dispepsia.

Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross-sectional yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Kuesioner yang telah divalidasi diberikan kepada 300 sampel mahasiswa. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk menilai karakteristik dasar kemudian dilanjutkan analisis bivariat (uji chi-square) dan selanjutnya dengan analisis multivariat (uji regresi logistik).

Dari 278 sampel penelitian yang telah sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi, diperoleh 175 responden (62.9%) yang mengalami dispepsia. Hasil analisis regresi logistik menunjukkan gangguan pola makan (p = 0.001, OR = 0.425, 95% CI: 0.252-0.716) dan stress (p = 0.000, OR = 0.383, 95% CI: 0.228-0.642) memiliki hubungan yang signifikan sebagai faktor risiko dispepsia. Berbeda dengan faktor risiko usia, jenis kelamin, suku, kebiasaan merokok, dan riwayat penggunaan NSAID, tidak ditemukan hubungan yang signifikan. Maka, yang menjadi faktor risiko utama dalam memengaruhi kejadian sindroma dispepsia pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah gangguan pola makan dan stress.

(5)

ABSTRACT

Dyspepsia is a symptom that often encountered in daily lives. This symptom itself shows different characteristics in each individual. Previous research has been found that age, gender, ethnicity, dietary impairment, smoking, history of using NSAIDs, and stress could be an independent risk factor for the occurrence of dyspepsia. Due to that base, this research was conducted in order to determine the major risk factors that affect the incidence of dyspeptic syndrome.

This study is an analytical with cross-sectional design which performed in the Faculty of Medicine, University of North Sumatra. Validated questionnaire given to a sample of 300 students. Data analysis using descriptive analysis first and then proceed further with the bivariate (chi-square) and multivariate analyzes (logistic regression).

Of the 278 samples that have been match with the inclusion and exclusion criteria, obtained 175 respondents (62.9%) who experienced dyspepsia. The results of logistic regression analysis showed dietary impairment (p = 0.001, OR = 0.425, 95% CI: 0252-0716) and stress (p = 0.000, OR = 0.383, 95% CI: 0228-0642) has a significant relationship as a factor the risk of dyspepsia. Contrast to age, gender, ethnicity, smoking, and a history of NSAID use, no significant relationship was found. Thus, the major risk factor in influencing the incidence of dyspeptic syndrome among students in medical faculty of North Sumatera University are dietary impairment and stress.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan kasih dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan hasil penelitian ini. Sebagai salah satu area kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang dokter umum, laporan hasil penelitian ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di program studi Sarjana Kedokteran, Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah turut serta membantu penulis dalam menyelesaikan laporan hasil penelitian ini, diantaranya:

1. Kepada Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Kepada dosen pembimbing dalam penelitian ini, dr. Taufik Sungkar, M.Ked (PD), Sp. PD, yang dengan tulus dan sabar telah meluangkan waktu serta pemikiran untuk membimbing penulis, mulai dari awal penyusunan penelitian, pelaksanaan di lapangan, hingga selesainya laporan hasil penelitian ini. Juga kepada dr. Syah Mirsya Warli, Sp. U dan dr. Sri Wahyuni Purnama, Sp.KK (K) Fins DV selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun untuk penelitian ini.

3. Kepada kedua orangtua penulis, Ayahanda Binsar Limbong, SH dan Ibunda Ns. Yulia Sirait, serta opung terkasih (Alm) Gusta Timoria Tampubolon yang tidak henti-hentinya mendoakan, mendukung, dan memberikan bantuan dalam menyelesaikan laporan hasil penelitian ini. 4. Kepada sahabat-sahabat luar biasa, Maya Sari Aritonang yang senantiasa

(7)

Sihotang yang selalu memberikan semangat kepada penulis; dan seluruh mahasiswa FK USU yang turut andil dalam pengerjaan penelitian ini. 5. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh teman-teman

calon sejawat di Unair, UKI, Unpad, UMI, Tri Sakti, terkhusus Jessy Josephine dan Lisa Puspita yang telah banyak membantu penulis dalam proses validasi.

Cakupan belajar sepanjang hayat dan mengembangkan pengetahuan baru telah memotivasi penulis untuk melaksanakan dan menyelesaikan penelitian yang berjudul ”Faktor yang Memengaruhi Terjadinya Sindroma Dispepsia Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara” ini. Semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu kedokteran.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan hasil penelitian ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan hasil penelitian ini di kemudian hari.

Medan, Desember 2014

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR...ix

DAFTAR SINGKATAN ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Dispepsia ... 5

2.1.1. Definisi Dispepsia ... 5

2.1.2. Klasifikasi Dispepsia ... 5

2.1.3. Etiologi Dispepsia ... 6

2.1.4. Patofisiologi Dispepsia ... 7

2.1.5. Diagnosis Dispepsia ... 9

2.1.6. Penatalaksanaan Dispepsia ... 11

2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Sindroma Dispepsia ... 13

2.2.1. Usia ... 13

2.2.2. Jenis Kelamin ... 14

2.2.3. Suku ... 15

(9)

2.2.5. Kebiasaan Merokok ... 17

2.2.6. Riwayat Penggunaan NSAID ... 18

2.2.7. Stress ... 19

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 20

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 20

3.2. Definisi Operasional... 20

3.3. Hipotesis ... 23

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 24

4.1. Jenis Penelitian ... 24

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 24

4.3. Populasi dan Sampel ... 24

4.3.1. Populasi ... 24

4.3.2. Sampel ... 24

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 25

4.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 25

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 26

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 27

5.1. Hasil Penelitian ... 27

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 27

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Subyek Penelitian... 27

5.1.3. Hasil Analisis Bivariat ... 30

5.1.4. Hasil Analisis Multivariat ... 32

5.2. Pembahasan ... 33

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

6.1. Kesimpulan ... 38

6.2. Saran ... 39

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Penyebab Dispepsia secara Struktural atau Biokimia ……… 7

Tabel 2.2 Etiologi Potensial dalam Dispepsia Fungsional ………. 7

Tabel 2.3 Kriteria Diagnostik Sindroma Dispepsia ……… 10

Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner……… 25

Tabel 5.1 Karakteristik Dasar Subyek Penelitian ………...……… 27

Tabel 5.2 Jenis Dispepsia pada Subyek Penelitian ………. 28

Tabel 5.3 Jenis Makanan dan Minuman yang Menginduksi Keluhan Dispepsia ……….……… 29

Tabel 5.4 Analisis Bivariat Terhadap Faktor Risiko Dispepsia ..……… 30

Tabel 5.5 Nilai P-Value Analisis Bivariat Terhadap Faktor Risiko Dispepsia ……….……… 31

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(12)

DAFTAR SINGKATAN

COX Cyclooxygenase

CNS Central Nervous System

ENS Enteric Nervous System

EPS Epigastric Pain Syndrome

GERD Gastro-esophageal Reflux Disease

GORD Gastro-oesophageal Reflux Disease H.pylori Helicobacter pylori

IBS Irritable Bowel Syndrome

NSAID Non-steroidal Anti-inflammatory Drug

PDS Post Prandial-distress Syndrome

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Peneliti

Lampiran 2 Informed Consent Kuesioner Penelitian Lampiran 3 Kuesioner Penelitian

(14)

ABSTRAK

Dispepsia merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Keluhan ini sendiri menunjukkan karakteristik yang berbeda-beda pada setiap individu. Penelitian terdahulu telah menemukan bahwa usia, jenis kelamin, suku, gangguan pola makan, kebiasaan merokok, riwayat menggunakan NSAID, dan stress dapat menjadi faktor risiko independen untuk terjadinya dispepsia. Atas dasar tersebut, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui faktor risiko utama yang memengaruhi kejadian sindroma dispepsia.

Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross-sectional yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Kuesioner yang telah divalidasi diberikan kepada 300 sampel mahasiswa. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk menilai karakteristik dasar kemudian dilanjutkan analisis bivariat (uji chi-square) dan selanjutnya dengan analisis multivariat (uji regresi logistik).

Dari 278 sampel penelitian yang telah sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi, diperoleh 175 responden (62.9%) yang mengalami dispepsia. Hasil analisis regresi logistik menunjukkan gangguan pola makan (p = 0.001, OR = 0.425, 95% CI: 0.252-0.716) dan stress (p = 0.000, OR = 0.383, 95% CI: 0.228-0.642) memiliki hubungan yang signifikan sebagai faktor risiko dispepsia. Berbeda dengan faktor risiko usia, jenis kelamin, suku, kebiasaan merokok, dan riwayat penggunaan NSAID, tidak ditemukan hubungan yang signifikan. Maka, yang menjadi faktor risiko utama dalam memengaruhi kejadian sindroma dispepsia pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah gangguan pola makan dan stress.

(15)

ABSTRACT

Dyspepsia is a symptom that often encountered in daily lives. This symptom itself shows different characteristics in each individual. Previous research has been found that age, gender, ethnicity, dietary impairment, smoking, history of using NSAIDs, and stress could be an independent risk factor for the occurrence of dyspepsia. Due to that base, this research was conducted in order to determine the major risk factors that affect the incidence of dyspeptic syndrome.

This study is an analytical with cross-sectional design which performed in the Faculty of Medicine, University of North Sumatra. Validated questionnaire given to a sample of 300 students. Data analysis using descriptive analysis first and then proceed further with the bivariate (chi-square) and multivariate analyzes (logistic regression).

Of the 278 samples that have been match with the inclusion and exclusion criteria, obtained 175 respondents (62.9%) who experienced dyspepsia. The results of logistic regression analysis showed dietary impairment (p = 0.001, OR = 0.425, 95% CI: 0252-0716) and stress (p = 0.000, OR = 0.383, 95% CI: 0228-0642) has a significant relationship as a factor the risk of dyspepsia. Contrast to age, gender, ethnicity, smoking, and a history of NSAID use, no significant relationship was found. Thus, the major risk factor in influencing the incidence of dyspeptic syndrome among students in medical faculty of North Sumatera University are dietary impairment and stress.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dispepsia merupakan sindrom atau kumpulan gejala yang terdiri dari rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh/begah. Semua keluhan tersebut tidak harus selalu ada pada tiap pasien. Ditemukan bahwa pada satu pasien pun keluhan dapat berganti-ganti tergantung pada jenis keluhan maupun kualitasnya (Djojoningrat, 2009).

Keluhan dispepsia sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada praktek gastroenterologist merupakan kasus dispepsia ini (Djojoningrat, 2009). Mahadeva dan Goh (2006) juga menyatakan bahwa secara global, prevalensi dari dispepsia bervariasi antara 7% - 45%, tergantung pada definisi yang digunakan dan lokasi geografis. Untuk prevalensi di Asia, Ghoshal et al. (2011) memperoleh data sekitar 8% - 30%. Namun, di Indonesia hingga saat ini belum ada data epidemiologi yang jelas (Djojoningrat, 2009).

(17)

yang lebih tua, dan keturunan Amerika Selatan yang memiliki insidensi tinggi untuk memengaruhi kejadian sindroma dispepsia.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Li et al. (2014), namun uniknya mereka lebih menitikberatkan subyek penelitian mereka pada kalangan mahasiswa. Mereka beranggapan bahwa mahasiswa dapat mewakili populasi dari anggota masyarakat yang maju dan produktif serta hidup dalam lingkungan stress yang tinggi dengan akses dan pemahaman tentang kesehatan yang lebih baik.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor utama yang memengaruhi terjadinya sindroma dispepsia di kalangan mahasiswa, khususnya pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Alasan penentuan populasi penelitian antara lain karena subyek mendapatkan perlakuan atau aktivitas yang seragam (jadwal perkuliahan, praktikum, dan ujian yang sama). Selain itu, belum ada penelitian serupa yang pernah dilakukan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.2 Rumusan Masalah

(18)

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor utama yang memengaruhi terjadinya sindroma dispepsia pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui hubungan antara usia dengan kejadian sindroma dispepsia di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian

sindroma dispepsia di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Mengetahui hubungan antara suku dengan kejadian sindroma dispepsia di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 4. Mengetahui hubungan antara gangguan pola makan dengan

kejadian sindroma dispepsia di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5. Mengetahui hubungan antara merokok dengan kejadian sindroma dispepsia di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 6. Mengetahui hubungan antara riwayat penggunaan NSAID dengan

kejadian sindroma dispepsia di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

(19)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bidang penelitian:

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai sindroma dispepsia.

2. Bidang pendidikan:

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sarana untuk melatih berpikir secara logis dan sistematis serta mampu menyelenggarakan suatu penelitian berdasarkan metode yang baik dan benar.

3. Bidang pelayanan masyarakat:

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dispepsia

2.1.1. Definisi

Dispepsia berasal dari Bahasa Yunani yaitu (Dys-) dan (Pepse) yang secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai “pencernaan yang buruk” (bad digestion) (Schmidt-Martin dan Quigley, 2011). Dispepsia adalah gejala dan bukan diagnosis. Hal ini dapat didefinisikan secara luas sebagai rasa sakit atau ketidaknyamanan yang berpusat di perut bagian atas. "Berpusat" mengacu pada gejala utama berada di dalam atau sekitar garis tengah dan bukan terletak di kuadran atas kiri atau kanan. "Ketidaknyamanan" mengacu pada perasaan tidak menyenangkan yang singkat dan menyakitkan, termasuk rasa penuh di perut bagian atas, cepat kenyang, kembung, mual, dan muntah (Jones, 2005). Dispepsia juga dikaitkan dengan berbagai faktor risiko pribadi dan lingkungan seperti alkohol, tembakau, dan penggunaan obat-obatan anti inflamasi non-steroid dan dapat memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap kualitas hidup.

2.1.2. Klasifikasi

Dispepsia adalah gejala yang umum dengan diagnosis banding yang luas dan patofisiologi yang beragam. Prevalensinya sendiri menyiratkan masalah kesehatan yang besar, meskipun sebagian besar penderita tidak mencari perawatan medis (Tepeš, 2011).

(21)

(dengan atau tanpa esofagitis), penyakit ulkus peptikum kronis, dan keganasan (Tepeš, 2011).

Talley dan Holtmann (2007) menyatakan bahwa Konsensus Roma III telah merumuskan dispepsia fungsional menjadi dua kategori untuk tujuan penelitian, yaitu postprandial distress syndrome (PDS, ditandai dengan cepat kenyang atau rasa penuh setelah makan dalam jumlah besar) dan epigastric pain syndrome (EPS, didefinisikan sebagai nyeri yang sering terjadi atau rasa terbakar di epigastrium).

2.1.3. Etiologi

Penyebab dispepsia cukup beragam dan bergantung pada klasifikasinya, seperti yang sudah dijelaskan di atas. Untuk penyebab organik dispepsia sangat banyak seperti yang dijelaskan dalam Tabel 2.1, namun sebagian besar kasus disebabkan oleh penyakit ulkus peptikum, refluks gastroesofageal dan keganasan (Talley dan Segal, 2008). Lain halnya dengan dispepsia fungsional yang memiliki penyebab tersendiri, ditampilkan dalam Tabel 2.2 (Jones, 2005).

(22)

Tabel 2.1 Penyebab Dispepsia secara Struktural atau Biokimia

Tabel 2.2 Etiologi Potensial dalam Dispepsia Fungsional

2.1.4. Patofisiologi

Karena gejala-gejalanya yang kompleks, baik sistem saraf pusat (stres, kecemasan, dll) maupun gangguan pada lambung (infeksi atau motorik) seharusnya terlibat, tetapi kepentingan relatif mereka

Visceral hypersensitivity Impaired gastric emptying

Impaired postprandial fundic relaxation Antral hypomotility

Gastric dysrhythmias Small bowel dysmotility Vagal neuropathy

Duodenal acid hypersensitivity Psychosocial disturbances

Dikutip sesuai aslinya dari: Dyspepsia in Clinical Practice (2011)

(23)

kontroversial. Banyak pasien yang berkonsultasi dengan dokter untuk dispepsia memiliki masalah psikologis yang cukup besar, dan kecemasan sering menjadi alasan utama untuk konsultasi. Sementara itu beberapa orang berpikir bahwa sindroma dispepsia terutama berhubungan dengan gangguan psikologis, yang lain berpikir bahwa yang terpenting adalah gangguan sensorik-motorik lambung (Berstad dan Gilja, 2005).

Bagaimanapun, faktor psikologis dianggap penting dalam membangkitkan suatu gejala. Dalam sebuah penelitian multi-faktorial, faktor psikologis dan mekanisme perifer (lambung) tampaknya saling terlibat dalam membangkitkan gejala, menyiratkan interaksi antara saraf pusat dan sistem saraf enterik. Konsep kami untuk patogenesis sindroma dispepsia diilustrasikan pada Gambar 2.2 (Berstad dan Gilja, 2005).

Gangguan di suatu tempat sepanjang sumbu otak-pencernaan dianggap penting dalam patogenesis sindroma dispepsia. Interaksi antara sistem saraf pusat (CNS) dan sistem saraf enterik (ENS) melibatkan kedua sinyal eferen viseral dan aferen, beberapa di antaranya diperantarai oleh nervus vagus. Normalnya, sinyal eferen dan aferen seimbang. Ketika

Gambar 2.2 Patogenesis Sindroma Dispepsia

(24)

dispepsia, mustahil untuk mengetahui di mana penyakit dimulai atau di mana ia berada, sentral atau perifer. Akibatnya, kita tidak tahu di mana harus memutus lingkaran setan tersebut dengan pengobatan. Namun, hal yang baik dengan ilustrasi seperti di atas adalah bahwa tidak peduli di mana penyakit dimulai atau di mana kita menerapkan pengobatan. Seluruh mekanisme patogenesis terhubung dalam jaringan sebab-akibat, yang berarti bahwa mengoreksi satu abnormalitas, pusat atau perifer, dapat memutus lingkaran setan dan memberikan hasil akhir yang menguntungkan (Berstad dan Gilja, 2005).

2.1.5. Diagnosis

Semua pasien dengan dispepsia yang persisten memerlukan pengambilan riwayat pasien menyeluruh (anamnesis) dan pemeriksaan fisik untuk menentukan penyebabnya. Bagi banyak pasien, diet, gaya hidup, atau pengubahan dalam hal pengobatan dapat meringankan gejala mereka. Karena penyebab yang mendasari keluhan dispepsia berkisar dari kelebihan gas sampai ulkus peptikum atau pun keganasan, “gejala alarm” harus dicari dan diselidiki ketika muncul. Anemia, penurunan berat badan, tanda-tanda perdarahan gastrointestinal, cepat kenyang, atau disfagia harus dievaluasi. Keluhan awal, terutama pada pasien yang lebih tua dari usia 45 tahun, atau dengan keluhan kronis yang jelas memburuk harus dievaluasi. Tes paling akurat untuk dispepsia adalah upper endoscopy yang memvisualisasi mukosa untuk ulkus, radang yang lain, esofagitis erosif, atau keganasan dan pada saat yang sama juga memungkinkan dilakukan biopsi untuk diagnosis histologis dan/ dokumentasi dari infeksi

(25)

Tabel 2.3 Kriteria Diagnostik Sindroma Dispepsia

Komite Roma III telah merumuskan sindroma dispepsia dan membatasi istilah untuk merujuk pada empat gejala berikut: rasa penuh yang mengganggu setelah makan, cepat kenyang, nyeri epigastrium, atau rasa terbakar di epigastrium. Selain itu, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.3, ada dua kategori diagnostik baru dalam sindroma dispepsia; disebut postprandial distress syndrome (PDS) dan epigastric pain syndrome (EPS) (Talley dan Segal, 2008).

(26)

2.1.6. Penatalaksanaan

Gambar 2.3 menunjukkan suatu algoritma untuk pendekatan pada pasien dengan dispepsia uninvestigated (UD). Pengambilan riwayat menyeluruh dengan pemeriksaan fisik yang tepat dilakukan untuk mengklarifikasi apakah gejala berasal dari pankreas, empedu atau kolon. Setelah diagnosis spesifik telah dibuat, pengobatan harus diarahkan pada kondisi tertentu. Jika pertimbangannya adalah dispepsia yang sederhana, penggunaan aspirin/ NSAIDs dihentikan, jika ada, dan pengobatan gejala

Gastro-oesophageal Reflux Disease (GORD) dengan pompa proton inhibitor (PPI) harus diberikan. Sangat penting untuk membuat penilaian dari hadirnya gejala alarm yang mengindikasikan kebutuhan endoskopi dini, sedangkan selebihnya dapat dikelola dengan strategi “test and treat” (mengacu untuk menetapkan ada/ tidaknya H.pylori) (Talley dan Segal, 2008).

Pemeriksaan non-invasif untuk H.pylori baik menggunakan urea breath test atau immunoassay antigen pada tinja adalah pemeriksaan yang tepat untuk kebanyakan pasien. Pemeriksaan serologi kurang akurat dan umumnya tidak dianjurkan kecuali tidak ada alternatif lain. Bagi mereka yang sudah menjalani endoskopi harus melakukan biopsi rutin yang direkomendasikan oleh pedoman saat ini. Pada pasien ini, pengujian rapid

urease dengan atau tanpa pemeriksaan histologi biasanya dilakukan (Talley dan Segal, 2008).

(27)

meningkat secara signifikan. Tingkat keberhasilan lebih dari 80% telah dicapai di sebagian besar uji coba (Talley dan Segal, 2008).

Gambar 2.3 Penatalaksanaan Dispepsia

(28)

Respon terhadap terapi dapat dinilai paling efektif dengan urea breath test yang dilakukan minimal empat minggu setelah terapi antibiotik, dan setidaknya satu minggu setelah menghentikan terapi PPI. Kegagalan pengobatan paling sering diatasi dengan rejimen lini kedua yaitu PPI dan antibiotik alternatif seperti metronidazole dan tetrasiklin selama dua minggu. Terapi penyelamatan untuk kegagalan pengobatan selanjutnya melibatkan penggantian antibiotik dengan levofloxacin atau rifabutin bersama dengan PPI. Diagnosis alternatif harus dipertimbangkan jika ada kekurangan respon lanjutan dan pertimbangkan juga studi pengosongan lambung dan penilaian psikologis pasien (Gambar 2.3) (Talley dan Segal, 2008).

2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Sindroma Dispepsia

2.2.1. Usia

Semua survei yang dilakukan telah memeriksa orang dewasa dengan usia 18 tahun atau lebih. Sementara sebagian besar survei menunjukkan bahwa dispepsia tampaknya tidak terkait dengan kelompok usia tertentu, beberapa studi telah mencatat beberapa kecenderungan. Dalam studi terakhir, sub-tipe dispepsia tampaknya dikaitkan dengan kelompok usia yang berbeda: reflux-like lebih umum pada orang dewasa paruh baya, dysmotility-like lebih sering pada mereka yang berusia di bawah 59 tahun dan gejala ulcer-like predominant lebih sering pada orang dewasa dengan usia kurang dari 39 tahun (Mahadeva dan Goh, 2006).

(29)

dikonfirmasi oleh studi berbasis populasi dan terkait pula dengan berkurangnya respon sensorik dari jaringan usus.

Gejala refluks juga sangat terkait dengan usia. Hasil penelitian menunjukkan risiko yang lebih tinggi pada kelompok usia menengah dan risiko menurun setelah itu. Risiko gejala sedang atau berat – tapi bukan dari gejala ringan – nyata terlihat lebih tinggi pada subyek dengan usia antara 50 dan 69 tahun. Karena kebanyakan orang hanya melaporkan gejala ringan, efek usia ini dapat diabaikan jika keparahan gejala tidak diperhitungkan (Nocon et al, 2006).

2.2.2. Jenis Kelamin

Kebanyakan studi populasi telah mampu memperoleh rasio relatif antara laki-laki berbanding perempuan dan mayoritas dari mereka telah menunjukkan tidak ada perbedaan dalam prevalensi dispepsia antara jenis kelamin. Beberapa studi dalam populasi yang berbeda telah mencatat dominansi konsisten terletak pada perempuan dengan dispepsia. Jenis kelamin perempuan ditemukan menjadi satu-satunya faktor risiko independen untuk dispepsia fungsional antara 2.018 orang Taiwan yang menjadi peserta pemeriksaan kesehatan (Mahadeva dan Goh, 2006).

Yu et al. (2013) dalam penelitiannya juga menunjukkan hubungan antara jenis kelamin dengan sindroma dispepsia. Diperlihatkan bahwa perempuan memiliki skor gejala dispepsia yang lebih tinggi pada tahun pertama follow-up dibandingkan laki-laki, konsisten dengan hasil studi cross-sectional di Taiwan.

(30)

tersebut secara klinis. Namun, dalam penelitian yang sama ditunjukkan kalau tidak ada perbedaan dalam prevalensi sindroma dispepsia antara pria dan wanita.

2.2.3. Suku

Peran suku dalam dispepsia belum diteliti oleh sebagian besar studi populasi. Sebagian besar survei telah dilakukan pada populasi tunggal/ serupa dari kelompok suku, kebanyakan berasal dari latar belakang Kaukasia atau Oriental. Namun, dalam salah satu penelitian yang melibatkan subyek dengan beberapa latar belakang suku dari sebuah institusi tunggal di Amerika Serikat, ras Afrika-Amerika ditemukan menjadi salah satu dari beberapa faktor risiko epidemiologi untuk dispepsia. Dalam sebuah survei terhadap populasi multi-rasial di Singapura, Asia Tenggara, prevalensi dispepsia dari suku yang sesuai ditunjukkan sebagai berikut: Cina 8,1%, Melayu 7,3%, dan India 7,5%. Meskipun kelompok suku mayoritas di Singapura adalah Cina, penulis dapat memperoleh prevalensi berdasarkan representasi yang sama dari tiga kelompok etnis yang berbeda (Mahadeva dan Goh, 2006).

Dalam sebuah survei door to door pada 2.000 subyek dari populasi multi-etnis Malaysia yang terdiri dari Cina, India, dan Melayu, 14,6% memiliki dispepsia (kriteria Roma II). Frekuensi dispepsia adalah 14,6%, 19,7%, dan 11,2% untuk masing-masing kelompok suku Melayu, Cina, dan India. Dispepsia lebih umum di kalangan Cina daripada non-Cina (Ghoshal et al, 2011).

2.2.4. Gangguan Pola Makan

(31)

mengenai faktor makanan yang menginduksi gejala dispepsia masih memerlukan klarifikasi. Dalam sebuah tinjauan terbaru, Feinle-Bisset dkk. membahas peran potensial dari beberapa faktor dalam hubungannya antara diet dan dispepsia, termasuk kelainan pada pengosongan lambung dan distribusi makanan intragastrik, hipersensitivitas lambung atau usus kecil, hipersekresi asam lambung, dan perubahan sekresi hormon gastrointestinal (Carvalho et al, 2009).

Lebih dari sepertiga pasien sindroma dispepsia melaporkan mengalami gejala dispepsia setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung gandum, seperti roti, kue, dan pasta (makaroni dan lasagna). 44% dari keseluruhan pasien juga melaporkan gejala dispepsia dengan konsumsi susu. Satu penjelasan yang mungkin untuk asosiasi ini ialah adanya malabsorpsi laktosa pada pasien ini. Dalam studi tersebut peneliti tidak menyelidiki adanya malabsorpsi laktosa untuk menilai kemungkinan perubahan ini dalam menginduksi gejala yang berhubungan dengan susu. Namun, harus diperhatikan bahwa gejala yang berhubungan dengan konsumsi susu pada pasien ini adalah rasa penuh dan terbakar di epigastrium, berbeda dari gejala klasik malabsorpsi laktosa, yaitu nyeri perut, perut kembung, dan diare. Ada kemungkinan bahwa keluhan dispepsia pasien tersebut terkait dengan komponen lain dari susu, seperti lemak (Carvalho et al, 2009).

(32)

2.2.5. Kebiasaan Merokok

Merokok tidak hanya memiliki efek merusak yang sangat besar pada organ kardiovaskular , otak , dan bronkus tetapi juga secara mendalam mengubah fungsi semua bagian dari saluran pencernaan melalui berbagai mekanisme. Salah satu efeknya berhubungan dengan mekanisme pada sindroma dispepsia. Pentingnya peran rokok dalam mempotensiasi efek dari NSAID mungkin muncul, tetapi hasil studi epidemiologi ini masih kontroversial. Dalam salah satu studi berbasis populasi epidemiologi, perokok dengan konsumsi harian lebih dari dua puluh batang memiliki risiko 1,55 kali dari bukan perokok untuk mengembangkan dispepsia (Massarrat, 2008).

(33)

2.2.6. Riwayat Penggunaan NSAID

Pada periode 1999-2003, 6.576 artikel mengenai reaksi obat yang merugikan diterbitkan. Sebuah pencarian di PubMed dengan judul 'dispepsia' dan 'perangasangan kimiawi' menghasilkan sekitar 272 kutipan. 128 dari hasil tersebut diterbitkan dalam 10 tahun terakhir dan lebih dari setengah (66/128) yang berkaitan dengan NSAID atau penggunaan aspirin (Bytzer, 2009).

NSAID digunakan lebih dari 20 juta orang di Amerika Serikat dan prevalensi penggunaan resep untuk NSAID adalah sekitar 10-15% pada orang tua dengan usia lebih dari 65 tahun. Kerusakan mukosa lambung karena NSAID merupakan masalah kesehatan utama. Rata-rata satu sampai dua dari seratus pasien yang memakai NSAID selama satu tahun, dirawat di rumah sakit karena masalah saluran cerna, paling sering ulkus. Ofman dan rekan kerja melakukan meta-analisis dari dispepsia dan NSAID. Pada kelompok yang diobati dengan NSAID 4,8% dari pasien mengalami dispepsia sedangkan pada pasien yang mengkonsumsi plasebo hanya 2,3%. Penggunaan dosis tinggi NSAID dan obat-obatan seperti indometasin, meclofenamate, dan piroksikam dikaitkan dengan peningkatan risiko dispepsia (Bytzer, 2009).

Mekanisme NSAID itu sendiri yaitu dengan menghambat enzim

(34)

aspirin dapat terjadi dalam waktu satu jam paparan (Mofleh dan Rashed, 2007).

2.2.7. Stress

Patofisiologi dari sindroma dispepsia tidak sepenuhnya jelas. Ada beberapa hipotesis yang berusaha menjelaskan patogenesis sindroma dispepsia, salah satunya adalah hipotesis psikologis. Hal tersebut menunjukkan bahwa depresi, kecemasan, atau pun gangguan somatisasi dapat menyebabkan gejala dispepsia. Model biopsychological mendalilkan bahwa dispepsia dihasilkan dari interaksi timbal balik yang kompleks antara faktor biologis, psikologis, dan sosial. Ada komorbiditas dua arah antara dispepsia dan gangguan psikiatris, terutama mood dan gangguan kecemasan. Penelitian secara patofisiologi menunjukkan hubungan antara proses psikologis dengan gejala dan fungsi sensori-motor gastro-intestinal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala kejiwaan (depresi, kecemasan, gangguan obsesif, sensitivitas interpersonal, psychoticism, dan permusuhan) lebih tinggi pada kelompok sindroma dispepsia daripada kontrol, dan hasil-hasil ini kompatibel dengan penelitian sebelumnya. Levy (2006) melaporkan bahwa kecemasan, depresi, serangan panik, dan gangguan somatisasi sering terdeteksi sebelum atau bersamaan dengan terjadinya gangguan fungsional gastrointestinal (Faramarzi et al, 2012).

(35)

BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Variabel Independen Variabel Dependen

3.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara

Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur Skala Ukur

Sindroma Dispepsia

Kumpulan gejala seperti nyeri ulu hati, mual, kembung, rasa penuh atau cepat kenyang, dan sendawa berlebihan.

Wawancara Kuesioner - PDS - EPS - Mixed Dyspepsia - Tidak Dispepsia Ordinal

Usia Umur pasien Wawancara Kuesioner - 18-19 tahun Ordinal

•Usia

•Jenis Kelamin

•Suku

•Gangguan Pola Makan

•Kebiasaan Merokok

•Riwayat

Penggunaan NSAID

•Stress

(36)

saat dilakukan penelitian.

- 20-21 tahun - 22-23 tahun Jenis

Kelamin

Jenis kelamin pasien.

Wawancara Kuesioner - Laki-laki - Perempuan

Nominal

Suku Kelompok atau golongan masyarakat yang memiliki kesamaan adat, budaya, dan bahasa.

Wawancara Kuesioner - Aceh - Batak Toba - Batak Karo - Batak Simalungun - Batak Mandailing - Jawa - Manado - Melayu - Minang - Nias - Tiong Hoa - India Nominal Gangguan Pola Makan Kebiasaan makan dari subyek penelitian (berhubungan dengan jumlah makan utama per hari) dan pengaruh makanan tertentu yang dapat

Wawancara Kuesioner - Ya

(Skor: 4-6) - Tidak (Skor: 2-3)

(37)

menginduksi dispepsia. Kebiasaan Merokok Riwayat merokok dari subyek penelitian.

Wawancara Kuesioner - Perokok aktif - Pernah merokok - Bukan perokok Ordinal Riwayat Penggunaan NSAID dan Obat-obatan yang Mengiritasi Lambung Riwayat makan obat-obatan anti inflamasi non-steroid dan obat-obatan lain yang mengiritasi lambung dari subyek penelitian.

Wawancara Kuesioner - Ya - Tidak

Nominal

Stress Perasaan tertekan atau cemas yang dipicu suatu faktor pencetus.

Wawancara Kuesioner - Ya

(Skor: 5-6) - Tidak (Skor: 2-4) Nominal Penyakit Kronis Riwayat salah satu penyakit DM, hipertensi,

Wawancara Kuesioner - Ya - Tidak

(38)

gagal ginjal, atau keganasan yang dimiliki subyek penelitian.

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan antara usia dengan kejadian sindroma dispepsia di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian sindroma dispepsia di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Ada hubungan antara suku dengan kejadian sindroma dispepsia di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Ada hubungan antara gangguan pola makan dengan kejadian sindroma dispepsia di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5. Ada hubungan antara merokok dengan kejadian sindroma dispepsia di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

6. Ada hubungan antara riwayat penggunaan NSAID dengan kejadian sindroma dispepsia di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

(39)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectional

(variabel independen atau faktor risiko dan tergantung (efek) dinilai secara simultan pada satu saat; tidak ada follow-up).

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 sampai dengan Desember 2014. Lokasi penelitian ini adalah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi

Populasi target pada penelitian ini adalah mahasiswa fakultas kedokteran. Sedangkan populasi terjangkaunya adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran USU smester tiga, lima, dan tujuh (tahun ajaran 2014/2015).

4.3.2. Sampel

(40)

orang. Selain itu, subyek yang termasuk dalam sampel harus sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi: 1. Usia ≥ 18 tahun

Kriteria eksklusi: 1. Tidak bersedia mengikuti penelitian

2. Memiliki penyakit kronis (diabetes, hipertensi, gagal ginjal, dan keganasan).

3. Data tidak lengkap

4.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan merupakan data primer yang diperoleh melalui kuesioner yang dibagikan kepada responden terpilih. Beserta dengan kuesioner tersebut dilampirkan surat persetujuan dari responden yang menyatakan bahwa ia telah memahami penjelasan yang diberikan tentang penelitian dan menyetujui untuk ikut serta dalam penelitian. Surat persetujuan tersebut juga disertakan dengan tanda tangan dari responden yang terkait.

Uji validitas dan reliabilitas dari kuesioner yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Variabel Nomor

Pertanyaan

Total Pearson Correlation

Status Alpha Status

Dispepsia 2 0.487

Valid 0.700 Reliabel

3 0.497

4 0.539

5 0.530

6 0.368

7 0.488

8 0.463

[image:40.595.128.511.609.755.2]
(41)

Pola Makan 11 0.607 Kebiasaan

Merokok

13 0.824

Valid 0.473 Reliabel

14 0.737

Riwayat Penggunaan NSAID

16 0.621

Valid 0.207 Reliabel

17 0.782

Stress 19 0.364

Valid 0.700 Reliabel

20 0.487

4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data

(42)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang terletak di Jl. Dr. T. Mansur No. 5, Kampus USU, Medan. Jumlah seluruh mahasiswa program Sarjana Kedokteran (S.Ked) saat ini adalah 1.777 orang yang terdiri dari mahasiswa angkatan 2011 (507 orang), 2012 (523 orang), 2013 (476 orang), dan 2014 (271 orang).

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Subyek Penelitian

Responden dalam penelitian ini berjumlah 300 orang, terdiri dari mahasiswa angkatan 2011, 2012, dan 2013, masing-masing 100 orang per angkatan. Dari 300 orang tersebut, hanya 278 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Responden yang tidak dapat diikutsertakan karena usia mereka berada dibawah delapan belas tahun sebanyak dua orang, karena data yang tidak lengkap sebanyak lima orang, serta karena memiliki riwayat penyakit diabetes melitus/ hipertensi/ gagal ginjal/ keganasan sebanyak lima belas orang.

[image:42.595.151.490.691.761.2]

Berikut ini dapat dilihat karakteristik dasar dari subyek penelitian pada tabel 5.1 dan jenis dispepsia yang dialami subyek penelitian pada tabel 5.2.

Tabel 5.1 Karakteristik Dasar Subyek Penelitian

Variabel Frekuensi Persentase (%)

USIA

18-19 tahun 102 36.7

(43)

22-23 tahun 18 6.5 JENIS KELAMIN

Laki-laki 140 50.4

Perempuan 138 49.6

SUKU

Aceh 9 3.2

Batak Karo 26 9.4

Batak Mandailing 18 6.5

Batak Simalungun 6 2.2

Batak Toba 100 36.0

Jawa 22 7.9

Manado 1 0.4

Melayu 13 4.7

Minang 24 8.6

Nias 2 0.7

Tiong Hoa 43 15.5

India 14 5.0

GANGGUAN POLA MAKAN

Ya 137 49.3

Tidak 141 50.7

KEBIASAAN MEROKOK

Perokok Aktif 8 2.9

Pernah Merokok 15 5.4

Tidak Merokok 255 91.7

RIWAYAT KONSUMSI NSAID

Ya 82 29.5

Tidak 188 67.6

Tidak tahu 8 2.9

STRESS

Ya 149 53.6

Tidak 129 46.4

[image:43.595.153.487.111.640.2]

TOTAL 278 100

Tabel 5.2 Jenis Dispepsia pada Subyek Penelitian

Variabel Frekuensi Persentase (%)

(44)

Mixed dyspepsia 71 25.5

Tidak Dispepsia 103 37.0

[image:44.595.157.479.256.397.2]

TOTAL 278 100

Tabel 5.3 Jenis Makanan dan Minuman yang Menginduksi Keluhan Dispepsia

Jenis Makanan Frekuensi Persentase (%)

Coklat 71 63.4

Daging 116 59.5

Jeruk 42 61.8

Keju 24 55.8

Kopi 52 71.2

Minuman Bersoda 32 64.0

Nanas 20 62.5

Roti/ Pasta 105 66.9

Susu 110 62.9

Dari tabel 5.1 diatas dapat dilihat bahwa usia 20-21 tahun merupakan kelompok usia terbanyak yang menjadi subyek penelitian dengan jumlah responden 158 orang (56.8%). Untuk karakteristik jenis kelamin didapatkan 140 orang (50.4%) laki-laki sebagai subyek penelitian terbanyak. Suku terbanyak yang didapatkan pada subyek penelitian adalah suku Batak Toba dengan jumlah responden 100 orang (36%). Pada gangguan pola makan, kebiasaan merokok, dan riwayat konsumsi NSAID diperoleh jumlah subyek penelitian terbanyak di kelompok yang tidak memiliki faktor-faktor tersebut. Jumlah respondennya secara berturut-turut yaitu 141 orang (50.7%), 255 orang (91.7%), dan 188 orang (67.6%). Berbeda halnya dengan faktor stress, jumlah subyek penelitian terbanyak ada pada kelompok yang memang memiliki faktor tersebut. Jumlah respondennya adalah 149 orang (53.6%).

(45)

dibagi lagi ke dalam tiga jenis: Postprandial distress syndrome (PDS),

Epigastric pain syndrome (EPS), dan mixed dyspepsia. Jumlah respondennya secara berturut-turut yaitu 88 orang (31.7%), 16 orang (5.8%), dan 71 orang (25.5%).

Untuk jenis-jenis makanan/ minuman yang menginduksi keluhan dispepsia pada responden dapat dilihat pada tabel 5.3. Dari tabel tersebut, kopi merupakan jenis minuman yang paling banyak menginduksi keluhan dispepsia dengan jumlah responden 52 orang (71.2%).

5.1.3. Hasil Analisis Bivariat

Tahap selanjutnya untuk melihat hubungan antara faktor independen (usia, jenis kelamin, suku, gangguan pola makan, kebiasaan merokok, riwayat konsumsi NSAID, dan stress) dengan faktor dependen (dispepsia) adalah analisis bivariat. Pada penelitian ini digunakan uji statistik chi-square.

[image:45.595.114.507.525.752.2]

Berikut ini adalah hasil analisis bivariat terhadap faktor risiko dispepsia yang tertera pada tabel 5.4.

Tabel 5.4 Analisis Bivariat Terhadap Faktor Risiko Dispepsia

Variabel Dispepsia Total P value

Ya % Tidak % n %

USIA

18-19 tahun 65 63.7 37 36.3 102

100 0.971 20-21 tahun 99 62.7 59 37.3 158

22-23 tahun 11 61.1 7 38.9 18 JENIS KELAMIN

Laki-laki 79 56.4 61 43.6 140

100 0.023 Perempuan 96 69.6 42 30.4 138

SUKU

Aceh 5 2.9 4 3.9 9

0.408 Batak Karo 18 10.3 8 7.8 26

(46)

Jawa 10 5.7 12 11.7 22

Manado 1 0.6 0 0 1

Melayu 12 6.9 1 1.0 13

Minang 17 9.7 7 6.8 24

Nias 1 0.6 1 1.0 2

Tiong Hoa 25 14.3 18 17.5 43

India 10 5.7 4 3.9 14

TOTAL 175 100 103 100

GANGGUAN POLA MAKAN

Ya 102 74.5 35 25.5 137

100 0.000

Tidak 73 51.8 68 48.2 141

KEBIASAAN MEROKOK

Perokok Aktif 7 87.5 1 12.5 8

100 0.323 Pernah Merokok 10 66.7 5 33.3 15

Tidak Merokok 158 62.0 97 38.0 255 RIWAYAT

KONSUMSI NSAID

Ya 55 67.1 27 32.9 82

100 0.522

Tidak 116 61.7 72 38.3 188

Tidak tahu 4 50.0 4 50.0 8 STRESS

Ya 111 74.5 38 25.5 149

100 0.000

[image:46.595.113.508.112.522.2]

Tidak 64 49.6 65 50.4 129

Tabel 5.5 Nilai P-Value Analisis Bivariat Terhadap Faktor Risiko Dispepsia

Variabel P-value

Usia 0.971

Jenis Kelamin 0.023

Suku 0.408

Gangguan Pola Makan 0.000

Kebiasaan Merokok 0.323

Riwayat Konsumsi NSAID 0.522

Stress 0.000

(47)

perempuan (69.6%), berasal dari suku Batak Toba (36%), mengalami gangguan dalam pola makan (74.5%), perokok aktif (87.5%), memiliki riwayat konsumsi NSAID (67.1%), dan memiliki faktor stress (74.5%).

Selain itu yang harus diperhatikan dari tabel 5.4 tersebut adalah nilai p-value untuk setiap variabel. Jika nilai p-value < 0.05 maka variabel independen dinyatakan memiliki hubungan yang signifikan dengan variabel dependen. Untuk nilai p-value < 0.01 dikatakan bahwa variabel tersebut memiliki hubungan yang sangat signifikan. Lain halnya bila nilai

p-value > 0.05 yang berarti variabel independen tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan variabel dependen. Dari kriteria itulah dapat disimpulkan bahwa variabel independen yang memiliki hubungan signifikan dengan variabel dependen pada penelitian ini antara lain: jenis kelamin (0.023), gangguan pola makan (0.000), dan stress (0.000).

Pada tabel 5.5 dapat dilihat bahwa dari keseluruhan nilai p-value

pada variabel independen, hanya tiga variabel yang memenuhi kriteria (p-value < 0.25) untuk dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu analisis multivariat. Empat variabel tersebut antara lain: jenis kelamin (0.023), gangguan pola makan (0.000), dan stress (0.000).

5.1.4. Hasil Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk menemukan variabel independen (jenis kelamin, gangguan pola makan, dan stress) yang memiliki hubungan paling dominan dengan variabel dependen (dispepsia). Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji regresi logistik.

(48)

Variabel P-value OR 95.0% C.I

Batas Bawah Batas Atas

Jenis Kelamin 0.289 0.751 0.442 1.276 Gangguan Pola

Makan 0.001 0.425 0.252 0.716

Stress 0.000 0.383 0.228 0.642

Pada uji regresi logistik, nilai p-value < 0.05 menunjukkan bahwa variabel independen tersebut merupakan variabel yang paling berhubungan dengan variabel dependen. Dari tabel 5.5 didapatkan dua variabel independen yang memiliki hubungan erat dengan variabel dependen yaitu gangguan pola makan dan stress. Responden yang memiliki faktor gangguan pola makan berpeluang sebesar 0.425 kali (95% CI: 0.252-0.716) untuk mengalami dispepsia, sedangkan yang memiliki faktor stress sebesar 0.383 kali (95% CI: 0.228-0.642). Maka dapat disimpulkan bahwa gangguan pola makan merupakan faktor paling dominan yang dapat menimbulkan kejadian dispepsia.

5.2. Pembahasan

Dari keseluruhan responden yang mengalami dispepsia pada penelitian ini, diperoleh jumlah terbanyak ada pada kelompok dispepsia jenis postprandial distress syndrome (PDS). Berbeda dengan penelitian Lee et al. (2013) yang mendapatkan jumlah terbanyak (68.8%) pada kelompok epigastric pain syndrome (EPS). Namun, dari penelitian tersebut mereka belum dapat mengetahui penyebab dari jumlah kelompok EPS yang lebih tinggi dibandingkan kelompok lain.

Faktor pertama yang dapat memengaruhi kejadian dispepsia adalah usia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase responden yang mengalami dispepsia menurun seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini serupa dengan penelitian Kawamura et al. (2001) dalam Ghoshal et al.

(49)

berusia dibawah lima puluh tahun (13%), lebih sering mengalami dispepsia dibandingkan dengan kelompok usia diatas lima puluh tahun (8%). Selanjutnya, hasil analisis bivariat terhadap faktor usia ternyata menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan terhadap kejadian dispepsia (p = 0.971). Berbeda dengan penelitian Shah et al. (2001) dalam Ghoshal et al. (2011) yang memperlihatkan hubungan yang signifikan antara pertambahan usia dengan dispepsia (p = 0.00003). Perbedaan tersebut kemungkinan dikarenakan perbedaan lokasi penelitian dan perbedaan jumlah serta kelompok usia yang menjadi sampel penelitian.

Faktor berikutnya dalam penelitian ini adalah jenis kelamin. Terlihat bahwa jumlah perempuan (69.6%) yang mengalami dispepsia lebih banyak dibandingkan laki-laki (56.4%). Hasil yang diperoleh melalui analisis bivariat juga menyatakan hubungan yang signifikan antara faktor tersebut dengan dispepsia (p = 0.023). Namun, dari analisis multivariat dapat dipastikan faktor jenis kelamin bukan lah faktor utama yang memengaruhi kejadian dispepsia. Berbeda dengan penelitian Yu

et al. (2013), diperoleh bahwa jenis kelamin memiliki pengaruh signifikan pada dispepsia melalui hasil analisis regresi linier yang dilakukan (p < 0.001). Dari penelitian tersebut juga terlihat gejala dispepsia yang lebih banyak ditemukan pada perempuan (63.9%) dibandingkan laki-laki (35.1%). Drossman et al. (1993) dalam Li et al. (2014) mengatakan hal tersebut dikarenakan perempuan lebih mampu untuk menyampaikan keluhannya dan memperlihatkan gangguan fungsional tersebut secara klinis. Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya mungkin dikarenakan perbedaan kuesioner yang digunakan, lokasi, dan jumlah sampel penelitian.

(50)

dengan kejadian dispepsia. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Ghoshal et al. (2011) pada populasi perkotaan Malaysia. Suku Melayu dinyatakan sebagai faktor risiko independen untuk kejadian dispepsia (OR, 2.17; 95% CI, 1.57-2.99). Peneliti lain mengatakan bahwa dari banyak penelitian yang telah dilakukan pada populasi dengan kelompok suku yang serupa, sebagian besar berasal dari latar belakang Kaukasia atau Oriental (Mahadeva dan Goh, 2006). Perbedaan lokasi dalam penelitian merupakan salah satu kemungkinan yang membuat perbedaan hasil.

Gangguan pola makan juga menjadi salah satu faktor risiko dalam penelitian ini. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa faktor tersebut memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan dispepsia (p = 0.000). Dari analisis multivariat pun, gangguan pola makan menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi kejadian dispepsia (p = 0.001, OR = 0.425, 95% CI: 0.252-0.716). Hal tersebut mengisyaratkan peluang responden yang memiliki gangguan pola makan lebih besar 0.425 kali dibandingkan dengan responden yang tidak. Diperoleh pula kopi sebagai jenis makanan/ minuman yang paling banyak menginduksi keluhan dispepsia pada sebagian besar responden. Penelitian Mahadeva et al.

(51)

Untuk kebiasaan merokok dan kejadian dispepsia, tidak didapatkan hubungan yang signifikan melalui analisis bivariat (p = 0.323) walaupun persentase terbesar untuk mengalami dispepsia ada pada mereka yang merupakan perokok aktif. Hasil ini serupa dengan penelitian Chang et al.

(2012) yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan antara faktor risiko dari kebiasaan sehari-hari seperti merokok (p = 0.163), konsumsi alkohol (p = 0.825), dan mengunyah daun sirih (p = 0.632) dengan terjadinya gangguan fungsional pada saluran cerna. Berbeda dengan penelitian Nandurkar et al. (1998), melalui uji regresi logistik diperoleh hubungan yang signifikan antara merokok (OR, 2.2; 95% CI, 1.3-3.7; P = 0.005) dengan dispepsia. Nikotin, komponen toksik primer dalam rokok, dikatakan dalam penelitian tersebut berpotensi merusak mukosa lambung dengan cara meningkatkan produksi asam dan sekresi pepsin. Merokok juga mengganggu sistem pertahanan mukosa dengan menurunkan sintesis prostaglandin, sekresi mukus, dan sekresi hormon pertumbuhan epidermal. Perbedaan hasil yang terjadi antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya kemungkinan dikarenakan lokasi, metode pengumpulan data, dan jumlah subyek penelitian yang berbeda.

Pada faktor risiko selanjutnya, yaitu riwayat penggunaan NSAID, tidak ditemukan pula hubungan yang signifikan dengan kejadian dispepsia (p = 0.522) walaupun persentase penderita yang tertinggi ada pada kelompok yang memiliki riwayat penggunaan NSAID. Nandurkar et al.

(1998) juga menyatakan tidak adanya hubungan yang signifikan (P =

(52)
(53)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Total mahasiswa yang mengalami dispepsia di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah 175 orang (63%) dengan tipe post-prandial distress syndrome, mixed dyspepsia, dan epigastric pain syndrome secara berturut-turut sebanyak 88 orang (31.7%), 71 orang (25.5%), dan 16 orang (5.8%).

2. Usia yang paling sering mengalami sindroma dispepsia di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah kelompok usia 18-19 tahun dengan total 65 orang (63.7%).

3. Jenis kelamin terbanyak yang mengalami sindroma dispepsia di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah perempuan dengan total 96 orang (69.6%).

4. Suku dengan jumlah mahasiswa terbanyak yang mengalami sindroma dispepsia di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah Batak Toba yaitu 63 orang (36%).

5. Jumlah mahasiswa yang mengalami sindroma dispepsia di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara paling banyak ditemukan pada mereka yang memiliki gangguan pola makan, yaitu 102 orang (74.5%). 6. Jumlah mahasiswa yang mengalami sindroma dispepsia di Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara paling banyak ditemukan pada kelompok yang tidak merokok, yaitu 158 orang (62%).

(54)

8. Jumlah mahasiswa yang mengalami sindroma dispepsia di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara paling banyak ditemukan pada mereka yang memiliki faktor stress, yaitu 111 orang (74.5%).

9. Jenis Kelamin (p = 0.023), gangguan pola makan (p = 0.000), dan stress (p = 0.000) memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian sindroma dispepsia di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara berdasarkan hasil analisis bivariat dengan uji chi-square.

10.Gangguan pola makan (p = 0.001, OR = 0.425, 95% CI: 0.252- 0.716) dan stress (p = 0.000, OR = 0.383, 95% CI: 0.228-0.642) merupakan faktor utama yang memengaruhi kejadian sindroma dispepsia di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara berdasarkan hasil analisis multivariat dengan uji regresi logistik.

11.Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang memiliki faktor risiko gangguan pola makan berpeluang 0.425 kali untuk mengalami sindroma dispepsia.

12.Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang memiliki faktor risiko stress berpeluang 0.383 kali untuk mengalami sindroma dispepsia.

6.2. Saran

1. Dispepsia merupakan penyakit umum yang terjadi di masyarakat, namun sering kali tidak diketahui atau diabaikan oleh penderitanya. Karena itu, sebaiknya dilakukan edukasi pada masyarakat terutama pada kalangan mahasiswa mengenai gejala-gejala dispepsia agar mereka bisa mencari tahu penanganan sejak dini sehingga keadaan mereka tidak berlanjut sampai ke tahap yang lebih parah.

(55)

baik serta jenis-jenis makanan atau minuman yang kemungkinan dapat menimbulkan dispepsia, sehingga mereka dapat mengetahui pola makan yang baik dan sehat sejak dini.

3. Stress juga menjadi salah satu faktor yang memengaruhi kejadian dispepsia, karena itu edukasi pada kalangan mahasiswa mengenai bahaya dan cara penanggulangan stress sebaiknya dilakukan karena pada tahap tersebut tingkat stress dikatakan cukup tinggi.

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Berstad, A. & Gilja, O.H., 2005. Ultrasonographic Alterations in Functional Dyspepsia. In: Odegaard, S., 3rd vol. Basic and New Aspects of ` Gastrointestinal Ultrasonography. British: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd., 397-412.

Bytzer, P., 2009. Dyspepsia as an Adverse Effect of Drugs. In: Best Practice & Research Clinical Gastroenterology. Elsevier: 109-120.

Carvalho, R.V.B., Lorena, S.L.S., Almeida, J.R.S., Mesquita, M.A., 2009. Food Intolerance, Diet Composition, and Eating Patterns in Functional Dyspepsia Patients. Springer: 60-65.

Chang, F., et al., 2012. Prevalence of Functional Gastrointestinal Disorders in Taiwan: Questionnaire-Based Survey for Adults Based on The Rome III Criteria. In: Asia Pac J Clin Nutr. Asia Pac J Clin Nutr: 594-600.

Djojoningrat, D., 2009. Pendekatan Klinis Penyakit Gastrointestinal & Dispepsia Fungsional. In: Sudoyo, A.W., Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: InternaPublishing, 441-446 & 529-533.

Faramarzi, M., Shokri-Shirvani, J., Kheirkhah, F., 2012. The Role of Psychiatric Symptoms, Alexithymia, and Maladaptive Defenses in Patients with Functional Dyspepsia. In: Indian Journal of Medical Sciences, vol. 66.

Iran: 40-48.

Ghazali, M.V., Sastromihardjo, S., Soedjarwo, S.R., Soelaryo, T., Pramulyo, H.S., 2013. Studi Cross-Sectional. In: Sastroasmoro, S. & Ismael, S., 4th ed.

Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto, 130-145. Ghoshal, U.C., Singh, R., Chang, F., Hou, X., Wong, B.C.Y., Kachintorn, U.,

2011. Epidemiology of Uninvestigated and Functional Dyspepsia in Asia: Facts and Fiction. In: Journal of Neurogastroenterology and Motility.

Korea: 235-244.

Jones, M., 2005. The Management of Nonulcer Dyspepsia. In: Bayless & Diehl, 5th ed. Advanced Therapy in Gastroenterology and Liver Disease. USA: BC Decker Inc, 183-189.

Lee, Y.Y., et al., 2013. A Rome III Survey of Functional Dyspepsia Among the Ethnic Malays in A Primary Care Setting. In: BMC Gastroenterology.

(57)

Leppert, P.C. & Peipert, J.F., 2004. Primary Care for Woman. 2nd ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins, 420-421.

Li, M., Lu, B., Chu, L., Zhou, H., Chen, M., 2014. Prevalence and Characteristics of Dyspepsia Among College Students in Zhejiang Province. In: World Journal of Gastroenterology. Baishideng Publishing Group Co.: 3649-3654.

Madiyono, B., Mz, S.M., Sastroasmoro, S., 2013. Perkiraan Besar Sampel. In:

Sastroasmoro, S. & Ismael, S.,4th ed. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto, 348-381.

Mahadeva, S. & Goh, K., 2006. Epidemiology of Functional Dyspepsia: A Global Perspective. In: Chua, A.S.B. 2006. World Journal of Gastroenterology.

China: 2661-2666.

Mapel, D., Roberts, M., Overhiser, A., Mason, A., 2012. The Epidemiology, Diagnosis, and Cost of Dyspepsia and Helicobacter pylori Gastritis: A Case-Control Analysis in the Southwestern United States. In: Helicobacter. Blackwell Publishing, USA: 54-65.

Massarrat, S., 2008. Smoking and Gut. In: Archives of Iranian Medicine, Volume 11. Arch Iranian Med: 293-305.

Mofleh, I.A., Rashed, R.S., 2007. Nonsteroidal, Antiinflammatory Drug-Induced Gastrointestinal Injuries and Related Adverse Reactions: Epidemiology, Pathogenesis, and Management. In: The Saudi Journal of Gastroenterology. Jumada AlThany: 107-113.

Nandurkar, S., Talley, N.J., Xia, H., Mitchell, H., Hazel, S., Jones, M., 1998. Dyspepsia in the Community Is Linked to Smoking and Aspirin Use but Not to Helicobacter pylori Infection. In: Arch Intern Med. American Medical Association: 1427-1433.

Nocon, M., Keil, T., Willich, N., 2006. Prevalence and Sociodemographics of Reflux Symptoms in Germany – Results From A National Survey. In: Alimentary Pharmacology & Therapeutics. Blackwell Publishing: 1601-1605.

(58)

Schmidt-Martin, D. & Quigley, E.M.M., 2011. The Definition of Dyspepsia. In: Duvnjak, M., ed. Dyspepsia in Clinical Practice. New York: Springer, 1-7.

Talley, N.J. & Holtmann, G., 2007. Approach to The Patient with Dyspepsia and Related Functional Gastrointestinal Complaints. In: Yamada, T., ed.

Principles of Clinical Gastroenterology. USA: Blackwell Publishing. Talley, N.J., Segal, I., Weltman, M.D., 2008. Gastroenterology and Hepatology:

A Clinical Handbook. ed. Australia: Churchill Livingstone, 42-51.

Tepeš, B., 2011. Subgroups of Dyspepsia. In: Duvnjak, M., ed. Dyspepsia in Clinical Practice. New York: Springer, 8-14.

(59)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ulima Maria Limbong

Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 4 Maret 1994

Agama : Kristen Protestan

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Cipinang Hanafi Ujung no.38 Jakarta Timur

Telepon : 08568117502

Email : ulimamaria@yahoo.com

Riwayat Pendidikan :

1. Taman Kanak-Kanak Bentara Indonesia II Jakarta (1999-2000) 2. Sekolah Dasar Budhaya II Santo Agustinus Jakarta (2000-2006) 3. Sekolah Menengah Pertama Negeri 252 Jakarta (2006-2008) 4. Sekolah Menengah Atas Negeri 21 Jakarta (2008-2011)

(60)

LAMPIRAN 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA RESPONDEN

Salam sejahtera,

Saya, Ulima, mahasiswi semester VII Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, sedang mengadakan penelitian dengan judul “Faktor yang Memengaruhi Terjadinya Sindroma Dispepsia pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara”. Saya mengadakan penelitian tersebut untuk mengetahui adakah hubungan antara faktor usia, jenis kelamin, suku, kebiasaan (pola makan dan merokok), riwayat konsumsi NSAID, dan faktor psikis (stress) terhadap terjadinya sindroma dispepsia. Pada penelitian ini akan dilakukan wawancara melalui kuesioner yang berisi beberapa pertanyaan mengenai kebiasaan Anda sehari-hari dan gejala yang berhubungan dengan kebiasaan tersebut. Partisipasi Anda bersifat sukarela dan tanpa paksaan. Identitas Anda akan dirahasiakan dan tidak dipublikasikan. Data yang terkumpul hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian dan tidak akan disalahgunakan untuk tujuan lain. Jika terdapat hal yang kurang dimengerti, anda dapat bertanya langsung kepada peneliti.

Demikian penjelasan ini saya sampaikan. Terima kasih saya ucapkan atas perhatian dan kesediaan Anda menjadi responden dalam penelitian ini. Saya berharap Anda bersedia mengisi lembar persetujuan yang telah dipersiapkan.

Medan, ……… 2014

(61)

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN DALAM PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama :

Tempat/ Tgl. Lahir :

Alamat :

No. Telp. :

Saya telah mendapat penjelasan dengan baik mengenai tujuan penelitian yang berjudul “Faktor yang Memengaruhi Terjadinya Sindroma Dispepsia pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara”

Saya mengerti bahwa saya akan diminta untuk menjawab sejumlah pertanyaan pada kuesioner ini yang akan memerlukan waktu sekitar 10-15 menit dan saya bersedia berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian ini.

Medan, ……… 2014

(62)

LAMPIRAN 3

LEMBAR KUESIONER

Bacalah pertanyaan dengan hati-hati.

Setiap pertanyaan dijawab dengan jawaban yang paling benar menurut anda

Nama : L/ P

Data Responden

Usia :

Stambuk :

Suku :

1. Apakah Anda memiliki riwayat penyakit DM, hipertensi, gagal ginjal, atau keganasan?

Daftar Pertanyaan

a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu

2. Dalam 3 bulan terakhir, apakah Anda pernah mengalami rasa penuh setelah makan makanan porsi normal/ biasa dan terjadi selama beberapa kali dalam satu minggu?

a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu

3. Dalam 3 bulan terakhir, apakah Anda pernah mengalami rasa cepat kenyang/ tidak sanggup menghabiskan makanan porsi normal/ biasa dan terjadi selama beberapa kali dalam satu minggu?

a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu

4. Dalam 3 bulan terakhir, apakah Anda pernah mengalami rasa kembung pada perut bagian atas setelah makan dan terjadi selama beberapa kali dalam satu minggu?

(63)

5. Dalam 3 bulan terakhir, apakah Anda pernah mengalami rasa mual setelah makan dan terjadi selama beberapa kali dalam satu minggu?

a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu

6. Dalam 3 bulan terakhir, apakah Anda pernah mengalami keluhan sendawa berlebihan dan terjadi selama beberapa kali dalam satu minggu?

a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu

7. Dalam 3 bulan terakhir, apakah Anda pernah mengalami nyeri/ rasa terbakar di epigastrium selama beberapa kali dalam satu minggu?

a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu

8. Dalam 3 bulan terakhir, apakah Anda pernah mengalami nyeri yang biasanya diinduksi makanan tertentu dan terjadi selama beberapa kali dalam satu minggu?

a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu

9. Berapa kali frekuensi makan utama Anda dalam satu hari?

a. 3x/hari b. 2x/hari c. Kalau lapar 10. Jenis-jenis makanan/ minuman yang sering Anda konsumsi:

a. Roti/ Pasta d. Daging g. Susu b. Keju e. Nanas h. Kopi

c. Coklat f. Jeruk i. Minuman bersoda (Pilihan boleh lebih dari satu)

11. Apakah jenis-jenis makanan yang Anda pilih tersebut berhubungan dengan salah satu keluhan yang disebutkan pada pertanyaan no.2-8? (gejala timbul setelah mengkonsumsi makanan/minuman)

a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu

12. Apakah Anda merokok?

a. Ya b. Pernah c. Tidak

(Perokok aktif) (Mantan perokok) (Belum pernah)

(64)

13. Sudah berapa lama Anda merokok?

a. ≤ 3 bulan b. ≥ 1 tahun c. > 3 tahun

14. Berapa batang rokok yang Anda konsumsi dalam satu hari?

a. < 10 batang b. ≥ 10 batang c. ≥ 20 batang 15. Apakah Anda pernah/ sedang mengkonsumsi obat-obat anti inflamasi non

steroid/ OAINS (co: As. Mefenamat, Diklofenak, Ibuprofen, Indometasin,dll)?

a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu

(Jika jawaban anda A, lanjut ke pertanyaan no.16. Jika jawaban anda B/C, lanjut ke pertanyaan no.19)

16. Sudah berapa lama Anda mengkonsumsi obat tersebut?

a. ≤ 3 bulan b. ≥ 4 bulan c. > 1 tahun

17. Apakah Anda pernah/ sedang mengkonsumsi obat-obatan selain OAINS yang juga menimbulkan salah satu keluhan pada pertanyaan no.2-8 muncul?

a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu

(Jika jawaban anda A, lanjut ke pertanyaan no.18. Jika jawaban anda B/C, lanjut ke pertanyaan no.19)

18. Apa nama obat tersebut? ………. 19. Apakah Anda pernah mengalami salah satu keluhan pada pertanyaan no.2-8

saat merasa marah, sedih, takut, cemas, atau panik?

a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu

20. Apakah Anda pernah mengalami salah satu keluhan pada pertanyaan no.2-8 ketika hendak menghadapi ujian (midterm, final exam, OSCE, dll)?

(65)

DATA INDUK

Nama Usia JK Suku P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20

R1 20 L Tiong Hoa T T T T T T T T 3x RP, D, J, S TT T - - T - - - T T

R2 21 L B. Mandailing T T T T T T T T 2x RP, D, S, MB T T - -

Gambar

Gambar 2.1 Klasifikasi Dispepsia menurut Konsensus Roma III Dikutip sesuai aslinya dari: Dyspepsia in Clinical Practice (2011)
Tabel 2.1 Penyebab Dispepsia secara Struktural atau Biokimia
Gambar 2.2 Patogenesis Sindroma Dispepsia
Gambar 2.3 Penatalaksanaan Dispepsia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Muhammad Zein Painan akan melaksanakan Pelelangan Sederhana pascakualifikasi secara non elektronik untuk paket pekerjaan pengadaan Jasa Lainnya sebagai berikut:..

Berdasarkan data numeric yang ditunjukkan dari nilai output dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengetahui seberapa besar nilai daya output dari motor tersebut, sesuai

Pemberian Penjelasan Dokumen Pengadaan akan dilaksanakan secara elektronik (on line) melalui aplikasi SPSE sesuai Jadwal pada LPSE.. Peserta dan aanwijezer lapangan berkumpul

Di awal semester, mahasiswa mengisi KRS dan di akhir semester, mahasiswa mengisi kuesioner kinerja dosen untuk tiap-tiap dosen per mata kuliah, LPPM mengirimkan rekap

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jantung pisang batu terhadap peningkatan produksi ASI pada Ibu Menyusui di Wilayah Puskesmas Srikuncoro

Dalam hal ini perlu dilakukan upaya untuk manyakinkan masyarakat tentang partisipasi dalam pembangunan yang sangat memerlukan adanya komunikasi antara pemerintah dengan

ten.tang Peradilan Agama dan peraturan-peraturan lain yang mengatur t en tang perkara tersebut. hilang kesahannya; tidak jadi atau tidak sah lagi; tidak mempun ya i

pada kalus dari media yang lain, tidak terjadi. Pada kultur jaringan kadang-kadang