• Tidak ada hasil yang ditemukan

KREDIBILITAS AKUMASSA DALAM MENYAMPAIKAN INFORMASI MENGENAI ISU LOKAL DI SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KREDIBILITAS AKUMASSA DALAM MENYAMPAIKAN INFORMASI MENGENAI ISU LOKAL DI SURABAYA."

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Per syaratan Dalam Memperoleh Gelar

Sar jana Program Studi Ilmu Komunikasi Pada FISIP UPN “Veteran”

J awa Timur

oleh :

ADITYA ADINEGORO

NPM. 0643010222

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

(2)

Disusun Oleh : Aditya Adinegor o NPM. 0643010222

Telah diper tahankan dihadapan dan diter ima oleh Tim Penguji Skr ipsi Pr ogram Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Univer sita s Pembangunan Nasional “Veter an” J awa Timur Pada tanggal 13 J uni 2012

PEMBIMBING TIM PENGUJ I :.

1. Ketua

Dr a. Dyva Clar etta, MSi Ir . H. Didiek Tranggono, MSi

NPT. 366019400251 NIP. 195812251990011001

2. Seker tar is

Dr a. Her lina Suksmawati, MSi NIP. 196412251993092001

3. Anggota

Dr a. Dyva Cla r etta, MSi NPT. 366019400251

Mengetahui, DEKAN

(3)
(4)

Disusun Oleh :

ADITYA ADINEGORO

NPM : 0643010222

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui,

Pembimbing

Dra. Dyva Claretta, Msi

NPT: 3 6601 94 0025 1

Mengetahui,

D E K A N

(5)

berbagai komunitas di Indonesia yang terhubung satu sama lain, dalam menyampaikan informasi lokal yang terjadi di daerah mereka masing-masing. Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan kepada lingkup pemberian informasi tentang isu lokal di Surabaya.

Metode yang digunakan untuk mengetahui kredibilitas yang dimiliki adalah wawancara mendalam yang termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif, dengan menggunakan informan para pembaca Akumassa di Surabaya. Disini peneliti menggunakan teori krediblitas dalam berkomunikasi dari Sasa Duarsa Sendjaja dan Onong U. Effendy.

Hasil dari penelitian ini, menurut peneliti adalah, kredibilitas yang dimiliki oleh Akumassa dalam menyampaikan informasi lokal tentang Surabaya, mempunyai hasil yang positif di mata para pembacanya di Surabaya.

Kata kunci : Kredibilitas, Jurnalisme Warga, Isu Lokal, Media Online, Akumassa

ABSTRACT

ADITYA ADINEGORO, THE CREDIBILITY OF AKUMASSA IN ORDER

TO GIVE THE INFORMATION ABOUT LOCAL ISSUE IN SURABAYA This research is based on participatory works of citizen journalism from numerous community in Indonesia which is linked together, in order to share about local information which is happened in their each regions. In this research, the writer had focusing to the section of giving information about local issue in Surabaya.

The method used to determine the credibility, are the in-depth interview method, which is included in qualitative descriptive study. Which are using the informant of the Akumassa’s readers in Surabaya. Here, the writer using the theory of credibility in communication by Sasa Duarsa Sendjaja and Onong U. Effendy.

Result of this study, in writer opinion is, the credibility of Akumassa is having a positive way from their readers in Surabaya.

(6)

ijin dan karuniaNya, penulis bisa melaksanakan dan menyelesaikan penelitian yang berjudul “KREDIBILITAS AKUMASSA DALAM MENYAMPAIKAN INFORMASI MENGENAI ISU LOKAL DI SURABAYA”. Tujuan penulis meneliti sejauh mana kredibilitas Akumassa dalam menyampaikan informasi mengenai isu lokal di Surabaya.

Selama melakukan penulisan penelitian ini, tak lupa penulis menyampaikan rasa terima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

Adapun penulis sampaikan rasa terima kasih, kepada:

1. Allah SWT. Karena telah melimpahkan segala karuniaNYA, sehingga penulis mendapatkan kemudahan selama proses penyusunan laporan.

2. Ibu Dra. Hj. Suparwati, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Juwito, S.Sos, Msi. selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi. 4. Bapak Saifuddin Zuhri. Msi. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu

Komunikasi.

5. Ibu Dra. Dyva Clareta, Msi. sebagai dosen pembimbing yang banyak membantu dan memberikan dukungan penuh atas penyusunan laporan ini. 6. Dosen-dosen Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu dan

dorongan dalam menyelesaikan laporan praktek magang ini.

(7)

(Yoyo, Yanche, Rombs, Fibri, Eko, Sigit, Amak, Juve, Pijar, Jaya, Soni, Marko).

c. Sahabat seperjuangan dalam menempuh skripsi: Panji ”Ses”, Wahyu Piloto, Wahyu ”Umbel”, Tito, Maul, Joko, Nizwan ”Baweh”, Yopie, Agung ”Bendoel”, Pijar, Dory, Ratih, Momo, Rio, Benny dsb.

d. Bantuan yang tak terlupakan dari Jakarta oleh Mere.

e. Seluruh teman-teman kampus dari segala lini (Kinne Komunikasi, X-Phose, AK Radio, UPN TV, dan juga rekan-rekan tercinta dari Himakruk).

f. Seluruh teman-teman seperjuangan dari berbagai kampus yang bersama-sama menempuh skripsi dan tugas akhir (Ryan Ka. dari Unesa, Otis dan Bintang dari ITS, Nia dari Unair, Mirna dari Ubaya dsb.)

g. Seluruh teman-teman komunitas di Surabaya yang memberikan dukungan moril kepada penulis. (Eri, Yogie, Zaldi, Farris, Tebo, Tinta, Kat, Andrew,

Ari K., Benny Wicaksono, Jajang, Gunte, dsb.)

h. Serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Kalian adalah yang terbaik.

.

(8)

Surabaya, Mei 2012

(9)

vii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAKSI ... xi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Masalah Pokok ... 12

1.3.

Tujuan Penelitian ... 13

1.4.

Kegunaan Penelitian ... 13

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1.

Tinjauan Pustaka ... 14

2.2.1. Media Online ... 14

2.2.2. Karakteristik Jurnalisme Warga ... 17

2.2.3. Isu Lokal ... 23

2.2.4. Pengertian Kredibilitas ... 25

(10)

viii

3.2.

Definisi Operasional ... 31

3.3.

Penentuan Informan ... 36

3.4.

Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.5.

Tahap-Tahap Penelitian ... 38

3.6.

Alat Bantu Pengumpulan Data ... 39

3.7.

Keabsahan dan Keajegan Penelitian ... 40

3.8.

Teknis Analisis Data ... 43

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Gambaran Umum Objek Penelitian ... 46

4.1.1. Kredibilitas Media Online Akumassa Dalam Menyampaikan Informasi

Mengenai Isu Lokal di Surabaya ... 46

4.2.

Identitas Informan ... 49

4.3.

Penyajian Data ... 51

4.3.1. Tanggapan Pembaca Media Online Akumassa Terhadap Kredibilitas

Media Online Akumassa Dalam Menyampaikan Informasi Mengenai

Isu Lokal di Surabaya ... 51

4.4.

Analisis Data ... 60

(11)

ix

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.

Kesimpulan ... 73

5.2.

Saran ... 74

(12)

x

2. Lampiran 2 ... 77

3. Lampiran 3 ... 80

4. Lampiran 4 ... 83

5. Lampiran 5 ... 86

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Semenjak runtuhnya rezim orde batu pada tahun 1998, Indonesia tengah memasuki babak selanjutnya, yaitu masa reformasi. Masa yang ditandai dengan begitu banyak perubahan aspek di segala lini, salah satunya adalah demokratisasi media dan informasi. Hal ini didasari atas pengalaman selama puluhan tahun dimana sebagian besar pengetahuan masyarakat tercerai berai oleh praktik developmentalisme dan penyeragaman sosial-politik, serta kontrol yang ketat terhadap media massa oleh pemerintahan orde baru kala itu.

Di masa reformasi ini pula, produksi dan distribusi media, baik yang komersial maupun non-komersial, semakin membludak. Ini disebabkan karena semakin mudahnya akses dalam mendapatkan dan menyebarkan informasi. Seperti yang dipaparkan oleh kelompok KUNCI Cultural Studies & Engage Media melalui studi risetnya (2009), “Seiring dengan merebaknya tuntutan otonomi dari daerah-daerah, desakan untuk desentralisasi dan demokratisasi informasi juga semakin menyebar. Seturut dengan meningkatnya akses melalui saluran televisi kabel, komputer, internet, dan telepon seluler, ditambah lagi dengan semakin ramainya siaran televisi lokal semakin banyak peristiwa yang termediasi ke dalam kehidupan orang banyak. Dalam perspektif gerakan sosial, ia dipandang sebagai media yang berpotensi untuk mendorong partisipasi dan meluaskan agenda perubahan sosial.”

(14)

masih terpusat di kota-kota besar (Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Makassar dan lain-lain). Sehingga arus informasi itu, tetap saja masih dikuasai oleh sebagian kecil lembaga atau perusahaan media dan terpusat di kota-kota besar, yang pada akhirnya memunculkan ketimpangan produksi dan arus infomasi di tingkat bawah.

Dengan demikian, media arus utama mampu mengontrol informasi yang sesuai dengan kepentingan media tersebut. Sehingga, kebutuhan masyarakat akan informasi yang mereka butuhkan kian sulit untuk didapatkan. Media besar justru memperlebar jarak dengan publik dengan menempatkan mereka sebagai objek pemberitaan, kemudian hal ini menyebabkan terjadinya hegemoni media dan anomali informasi dalam iklim bermedia saat ini.

Di sisi lain, dengan semakin pesatnya inovasi di bidang teknologi informasi dan komunikasi, serta kemudahan dalam mendapatakan aksesnya, semakin memengaruhi pula kebutuhan masyarakat akan informasi. Tingginya penggunaan internet dalam setiap tahunnya, merupakan contoh yang dapat dilihat dari kesadaran masyarakat dalam menggunakan media untuk mendapatkan, memproduksi, serta mendistribusikan informasi. Sehingga, kini internet mampu dijadikan sebagai salah satu tawaran alternatif dalam menumbuhkan semangat demokratisasi dalam bermedia.

(15)

satu arah. Di internet, orang bisa dapat langsung mengarang berita, tanpa disaring dulu oleh perusahaan pers ataupun pemerintah.”

Hal ini turut menggeser minat masyarakat terhadap bentuk jurnaslisme baru, yaitu jurnalisme online dengan berbasis teknolgi internet, Menurut Pavlik yang dikutip oleh Septiawan Santana (2005), “Jurnalisme online merupakan jurnalisme konstektual (contextualized journalism), dikarenakan mampu menggabungkan kemampuan multimedia digital, interaksi online, dan tata rupa fiturnya.”

Internet mengubah komunikasi dengan beberapa cara fundamental. Media massa tradisional pada dasarnya menawarkan model komunikasi “satu-untuk-banyak”. Sedangkan Internet memberikan model-model tambahan: “banyak-untuk-satu” (e-mail ke alamat sentral, atau banyaknya pengguna yang berinteraksi dengan satu website) dan “banyak-untuk-banyak” (e-mail, milis, dsb.). Internet menawarkan potensi komunikasi yang lebih terdesentralisasi dan lebih demokratis dibandingkan yang ditawarkan oleh media massa sebelumnya. (Severin & Tankard, 2009)

(16)

Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Septiawan Santana K. (2005): “Jurnalisme online tidak akan menghapus jurnalisme tradisional, namun meningkatkan intensitasnya. Dengan menggabungkan fungsi-fungsi dari teknologi internet dengan media tradisional.”

Sifat media online yang aktual, global, dan interaktif membuat masyarakat menjadi tertarik untuk masuk ke dalam cyber world. Dengan sistem hypertext dan hyperlink yang diterapkan pada internet, penyebaran informasi di media online menjadi lebih efektif dan cepat dibandingkan media lainnya. Berita tidak lagi diukur dengan kualitas konten, namun dihadirkan dengan kecepatan dan informasi secara langsung. Kehadiran cyber world memprakarsai masyarakat untuk memproduksi dan mendistribusikan informasi secara mandiri. Hal ini dapat dilihat dari menjamurnya pengguna blog (halaman web yang diupload secara terus-menerus) pribadi dan komunitas yang diwadahi oleh situs blog seperti; blogspot, wordpess, tumblr, dan sebagainya.

Sejalan dengan hal tersebut, Roger Fidler (2003) menyatakan, mereka yang melihat aspek-aspek positif media cyber mengatakan bahwa kendali individu yang semakin besar atas pilihan dan arus informasi akan menghasilkan lebih banyak warga negara yang lebih terinformasi dan terlibat.

Hal ini kemudian mengubah konsep dasar jurnalisme yang sebelumnya diproduksi dan didistribusikan oleh kekuatan modal dan kepentingan institusi besar, bergeser ke konsep jurnalisme yang dihadirkan oleh masyarakat sendiri. Hal inilah yang kemudian disebut citizen journalism (jurnalisme warga).

(17)

kelompok warga negara, yang memainkan peran aktif dalam proses pengumpulan, pelaporan, menganalisis dan menyebarluaskan berita dan informasi. Tujuan dari partisipasi ini adalah untuk memberikan informasi yang independen, dapat diandalkan, akurat, luas dan relevan dengan apa yang dibutuhkan oleh demokrasi.

Partisipasi masyarakat dalam memproduksi dan mendistribusikan informasi menjadi salah satu cerminan bahwa demokrasi di Indonesia berjalan dengan baik, karena informasi tidak bersumber dari satu saluran atau dari media arus besar yang memiliki kepentingan komersil saja. Dengan hadirmya partisipasi warga dalam memproduksi dan mendistribusikan informasi, maka masyarakat bisa melihat sebuah persoalan dari berbagai perspektif.

Dan Gillmor (2003) berpendapat, “Jurnalisme partisipatif atau jurnalisme warga adalah bagian besar masa depan informasi kita.”

Teknologi digital yang semakin berkembang tentunya akan sulit membendung informasi dari khalayak umum, karena mereka tak ingin hanya menjadi pengguna teknologi, namun juga memanfaatkannya untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu memproduksi informasi mereka sendiri.

(18)

Berbeda dengan struktur media arus besar yang menerapkan sistem organisasi dan redaksional yang terukur, struktur redaksional media jurnalisme warga lebih bersifat horizontal. Hal ini dikarenakan struktur organisasi yang memproduksi media jurnalisme warga terdiri dari jaringan komunitas yang melakukan kerja kolaboratif dan bersifat egaliter. Prakarsa masyarakat dalam memproduksi beritanya sendiri, tanpa kepentingan komersil, menjadi perlawanan secara tidak langsung terhadap dominasi informasi dari media arus utama (mainstream) yang dikelola untuk kepentingan komersil (kapital).

Shayne Bowman dan Chris Willis (2003) menjelaskan, “Menurut sebuah laporan dari Pew Center for Civic Journalism, setidaknya 20 persen dari 1.500 surat kabar harian Amerika Serikat mempraktekkan beberapa bentuk jurnalisme warga antara 1994 dan 2001. Hampir semua mengatakan itu memiliki dampak positif pada masyarakat.”

Fenomena jurnalisme warga yang kian berkembang sedemikian rupa, ternyata menarik perhatian para pemilik media arus besar untuk menerapkan mekanisme redaksi yang dilakukan oleh media jurnalisme warga. Media arus besar mulai menghadirkan rubrik khusus ‘warga’ di dalam redaksionalnya.

Seperti dikatakan Steve Outing (2005), “Jurnalisme warga merupakan salah satu istilah yang berkembang di bisnis media saat ini. Banyak pemilik media yang mulai berpikir untuk memberikan ruang untuk jurnalisme warga dalam medianya, secara perlahan namun terus berkembang.”

(19)

memiliki blog pribadi dan memproduksi informasi bisa jadi menghiraukan syarat-syarat penulisan yang baik dalam kaidah jurnalistik karena tak ada pengetahuan tentang hal itu. Di sisi lain, pembaca justru mendapat perspektif dan gaya penyampaian informasi yang baru melalui hadirnya blog-blog tersebut. Namun, untuk dapat memandang jurnalisme lewat kacamata jurnalistik, tentunya penulisan yang dihasilkan oleh masyarakat tersebut tetap perlu merujuk kepada kaidah penulisan jurnalistik yang baik.

Shayne Bowman dan Chris Willis (2003) berpendapat, “Perbedaan yang paling jelas antara jurnalisme warga dengan jurnalisme tradisional terdapat pada struktur organisasi yang memproduksinya. Media tradisional dibuat oleh organisasi hirarki yang bertujuan komersil. Sementara itu, jurnalisme warga dibuat oleh jaringan komunitas yang bernilai percakapan, kolaborasi dan egaliter.”

Peran komunitas merupakan kunci dalam hal ini. Dengan memakai media yang menggunakan praktik jurnalisme warga secara mandiri, komunitas mampu menggerakkan wilayah yang selama ini tidak terjangkau oleh media besar. Wilayah tersebut dapat diartikan sebagai peristiwa, kejadian, maupun isu lokal yang luput dari pemberitaan media arus utama. Dengan menggunakan media komunitas, suatu komunitas dapat menyampaikan informasi mengenai segala bentuk informasi dan pengetahuan yang terdapat di wilayah di mana komunitas itu berada untuk disampaikan secara meluas.

(20)

media yang memfokuskan diri pada program dan pelayanan bagi masyarakat dan melibatkan anggota komunitasnya dalam sistem operasionalnya

Media komunitas tidak tersentral seperti grup media, tetapi bersifat partisipatif. Perbedaan yang mencolok adalah group media dikendalikan oleh kepemilikan dan akumulasi modal dan media komunitas dihidupi, dikelola, serta berorientasi pada kebutuhan basis (individu maupun masyarakat) dalam komunitas.

Media komunitas juga merupakan bentuk perlawanan (ideologi tandingan) terhadap hegemoni informasi dan komunikasi yang diera reformasi dipraktekkan oleh koorporasi media. Praktek bermedia yang tersentralisasi pada kepentingan modal merupakan sasaran perlawanan media komunitas. Perlawanan lainya adalah kritik terhadap pola pengembangan komunitas yang cenderung top down tanpa memperhatikan energi dan sumber daya komunitas.

Morissan (2010) menyebutkan, dalam mengemukakan ideologi tandingan, orang menggunakan sumber daya dan strategi yang sama sebagaimana yang digunakan kelompok sosial dominan sebagai ‘pemilik’ ideologi dominan, misalnya melalui media massa. Sejumlah individu akan melakukan tindakan sebagaimana yang dilakukan kelompok dominan, namun dengan tujuan untuk menentang dominasi ideologi kelompok dominan.

(21)

Komunikasi partisispatif setidaknya mampu mengembangkan identitas kultural, bertindak sebagai wahana ekspresi diri komunitas, menyediakan alat untuk mendiagnosa masalah, serta memfasilitasi artikulasi problem komunitas.

Prinsip yang khas dari komunikasi partisipatif seperti yang dirilis Asian Institute of Journalism (1998) adalah:

1. Akses. Diartikan sebagai kesempatan untuk menikmati sistem komunikasi yang ada dengan memilih dan memperoleh umpan balik

2. Partisipasi. Partisipasi mengandung pengertian keterlibatan anggota komunitas dalam proses pembuatan dan pengelolahan sistem komunikasi yang ada. Dalam praksisnya keterlibatannya dimulai dari tingkatan perencanaan, pengambilan keputusan serta produksi.

3. Swakelola atau swadaya. Merupakan partisipasi tingkat lanjut dimana anggota komunitas mempunyai kekuasaan penuh mulai dari akses, partisipasi sampai pada pengelolaan komunitas, sistem komunikasi serta kebijakannya. Dengan demikian, media yang dikelola oleh komunitas juga mempunyai sistem operasional yang teroganisir, dimana melibatkan komunitas sebagai sumber daya utamanya. Selain itu, media produksi informasi dan komunikasi ini juga memiliki peluang yang cukup besar sebagai media yang dikelola oleh masyarakat itu sendiri untuk memberikan informasi dan pandangan yang dimilikinya atas sejarah dan peristiwa yang terjadi, baik dalam lingkup terkecil (komunitas) hingga hubungannya dengan negara.

(22)

Akumassa (www.akumassa.org). Dari amatan awal penulis, Akumassa aktif mengaplikasikan jurnalisme warga dalam kontennya. Akumassa dibentuk oleh jaringan komunitas yang berlandaskan kerja kolaborasi serta memiliki kedudukan yang egaliter antar komunitasnya.

Menurut editor senior OnlineJournalism Review, J.D. Lasica (www.ojr.org), terdapat enam klasifikasi media jurnalisme warga, yaitu:

1. Partisipasi audiens (komentar user yang di-attach pada kisah-kisah berita, blog-blog pribadi, foto, atau video footage yang diambil dari handycam pribadi, atau berita lokal yang ditulis oleh anggota komunitas).

2. Situs berita dan informasi yang independen 3. Situs berita partisipatoris murni

4. Situs media kolaboratif dan kontributoris 5. “Thin media” (mailing list, newsletter e-mail) 6. Situs penyiaran pribadi

Dari keenam klasifikasi tersebut, melalui amatan penulis, Akumassa termasuk ke dalam empat klasifikasi media jurnalisme warga, yaitu; (1) sebagai media yang memuat partisipasi audiens; (2) sebagai situs berita dan informasi yang independen; (3) sebagai situs berita partisipatoris murni; (4) sebagai situs media kolaboratif dan kontributoris.

(23)

Akumassa adalah jurnal online berbasis komunitas yang dikembangkan oleh Forum Lenteng sejak 2008. Berawal dari alat mekanisme pelaporan aktivitas program, jurnal ini kemudian berkembang menjadi jurnal yang secara independen dikelola oleh komunitas; www.akumassa.org.

Hingga saat ini, www.akumassa.org dikelola oleh 10 sub-redaksi yaitu; Forum Lenteng (Jakarta), Gardu Unik (Cirebon), Anak Seribupulau (Blora), Saidjahforum (Rangkasbitung), Komunitas Sebumi (Serang), Komunitas Djuanda (Tangerang Selatan), Komunitas Kinetik (Surabaya), Komunitas Pasir Putih (Lombok Utara) dan Komunitas Suburbia (Depok-Jawa Barat). Selain itu juga ada kontributor-kontributor dari berbagai daerah yang tidak menjadi bagian dari Program akumassa. Mereka berasal dari; Bandung, Bogor, Tangerang, Depok, Indramayu, Klaten, Malang, Padang, Pamulang, Purworejo, Solo, Sukabumi, dan Tasikmalaya. Seluruh kontribusi komunitas dan kontributor dilakukan secara mandiri tanpa bayaran dan dapat didistribusikan ulang secara gratis atau open source. (www.akumassa.org)

Sebagai media massa berbasis komunitas yang hadir dengan tujuan memberi informasi alternatif, penulis menilai Akumassa cukup berpengaruh dalam masyarakat. Asumsi ini penulis ambil setelah melakukan pengamatan terhadap jumlah pengunjung harian yang berjumlah sekitar 600-700 orang setiap harinya, dan jumlah konten lebih dari 500 (mencakup teks, audio dan visual) sejak Desember 2008.

Sebagai media yang menyampaikan informasi kepada masyrakat, tentunya

(24)

Kredibilitas dalam menyampaikan informasi, merupakan syarat mutlak sebagai seorang komunikator dalam menyampaikan pesannya agar dapat diterima secara efektif oleh komunikannya. Istilah kredibilitas itu sendiri merujuk pada nilai terpadu dari keahlian dan kelayakan untuk dipercaya dari seorang komunikator.

Seperti yang dijelaskan oleh Sendjaja (1993): “Kredibilitas menunjuk pada kondisi dimana si sumber dinilai punya pengetahuan, keahlian, atau pengalaman yang relevan dengan topik yang disampaikannya, sehingga pihak penerima menjadi percaya bahwa pesan yang disampaikan itu bersifat objektif.”

Oleh sebab itu, bila dikaitkan dengan penelitian ini, penulis tertarik untuk meneliti kredibiltas suatu media online yang menggunakan praktik jurnalisme warga, dimana dalam fokus penelitian ini adalah Akumassa, dalam memproduksi dan menyampaikan informasi tentang isu lokal melalui di Surabaya.

1.2. Masalah Pokok

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis jabarkan sebelumnya, persoalan jurnalisme warga adalah bagian penting dalam dunia jurnalistik. Sebagai jurnalisme yang mengandalkan komunitas sebagai sumber daya utamanya, perlu diperhatikan sejauh mana peran dan kredibilitas komunitas dalam melakukan praktik penyebaran informasinya. Untuk itu penulis merasa perlu melakukan penelitian mengenai dua poin pertanyaan di bawah ini, yaitu:

(25)

2. Sejauh mana tanggapan dari para pembaca mengenai tulisan yang terdapat pada Akumassa yang berkaitan dengan informasi tentang isu lokal di Surabaya?

Berdasarkan poin-poin tersebut, penulis merangkumnya dan menjadikan judul penelitian sebagai berikut:

KREDIBILITAS AKUMASSA DALAM MENYAMPAIKAN

INFORMASI MENGENAI ISU LOKAL DI SURABAYA

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini penulis tujukan untuk mengetahui sejauh mana penerapan karakteristik jurnalisme warga, serta kredibilitas Akumassa dalam memproduksi informasi mengenai isu lokal di Surabaya melalui tanggapan dari para pembaca dan pengguna Akumassa.

1.4. Kegunaan Penelitian

Secara teoritis, hasil penelitian ini penulis harapkan dapat menjadi masukan bagi pengembangan ilmu komunikasi, khususnya ilmu jurnalistik.

(26)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan penelitian penulis mengenai mengetahui sejauh mana penerapan karakteristik jurnalisme warga, kemampuan, peran, serta kredibilitas Komunitas Kinetik dalam memproduksi informasi mengenai isu lokal (Kota Surabaya) melalui media online Akumassa, berdasarkan tanggapan dari berbagai pihak dan para ahli yang mempunyai kepedulian mengenai lokalitas di Surabaya, penulis akan menjelaskan beberapa konsep dan teori yang relevan untuk menjawab permasalahan penelitian. Berikut konsep yang dapat penulis jelaskan:

2.1.1. Media Online

Media online merupakan perkembangan terkini dari media massa. Sebelumnya, saluran informasi massa hanya terdiri dari media cetak dan media elektronik saja. Kehadiran media online memiliki pengaruh yang besar dalam dunia jurnalistik dan perkembangan jurnalisme baru.

Menurut Paul D. Driscoll (2005), “Sebagai media komunikasi massa terbaru, media online memiliki kemiripan dengan media cetak.“

Kemiripan media online dengan media tradisional atau media cetak membuat beberapa kalangan meramalkan bahwa eksistensi media cetak akan segera tergantikan oleh media online.

(27)

Dari pendapat di atas, ramalan banyak orang mengenai ‘kematian’ jurnalisme tradisonal atau media cetak tidak akan terjadi. Karena pada dasarnya, media online hanya meningkatkan intensitas dari gabungan teknologi internet dan media tradisional.

Media online terdiri dari dua kata, yaitu ‘media’ dan ‘online’. Menurut www.kamusbahasaindonesia.org, media adalah [n] (1) alat; (2) alat (sarana) komunikasi seperti koran, majalah, radio, televisi, film, poster, dan spanduk; (3) yg terletak di antara dua pihak (orang, golongan).

Penulis memahami bahwa media dapat diartikan sebagai sarana yang terletak di antara dua pihak. Dapat pula diartikan sebagai alat (sarana) komunikasi seperti Koran, majalah, radio, televisi, film poster dan spanduk. Dalam perkembangannya media-media ini juga berkembang dengan hadirnya media komunitas (radio komunitas, koran komunitas, dan sebagainya).

Sedangkan pengertian online merupakan sistem komputerisasi yang saling terhubung satu sama lain. Sistem ini sebagai kemudahan untuk sebuah transaksi yang bisa langsung diproses saat itu juga secara otomatis (Dudy Misky, 2005)

Pengertian lain mengenai online juga dipaparkan oleh Priyono Dwi Widodo (2003), “istilah yang digunakan untuk menyatakan sambungan secara langsung suatu komputer dengan beberapa komputer dalam jaringan yang disebut internet.”

Berdasarkan dua pengertian di atas penulis memahami online ialah sebuah istilah untuk menyatakan sistem komputerisasi yang saling terhubung antara satu komputer dengan lainnya menggunakan jaringan internet.

(28)

bentuk-bentuk terdahulu. Karena itu, apa yang berubah bukanlah substansinya, melainkan mode-mode produksi dan perangkatnya.”

Penulis memahami bahwa internet memiliki kekuatan dalam penyebaran informasi kepada publik. Teknologi internet mengkonvergensikan karakteristik dari teknologi-teknologi sebelumnya, sehingga media online pun menjadi lebih canggih dari media-media sebelumnya, yaitu cetak dan elektronik.

Lebih jauh mengenai konvergensi, Septiawan Santana K. (2005) juga menjelaskan tentang perkembangan internet dan kaitannya dengan Teori Konvergensi, “Teori Konvergensi menyatakan bahwa berbagai perkembangan bentuk media massa terus merentang dari sejak awal siklus penemuannya. Setiap model media terbaru tersebut cenderung merupakan perpanjangan, atau evolusi, dari model-model terdahulu. Dalam konteks ini, internet bukanlah suatu pengecualian”.

Walaupun media online merupakan sebuah bentuk perpanjangan dari media tradisional, namun terdapat beberapa perbedaan antara kedua jenis media ini. Menurut Rafaeli dan Newhagen yang dikutip oleh Seprtiawan Santana K. (2005) ada lima perbedaan utama yang ada di antara media online dan media massa tradisional, yaitu:

1. Kemampuan internet untuk mengombinasikan sejumlah media 2. Kurangnya tirani penulis atas pembaca

3. Tidak seorang pun dapat mengendalikan perhatian khalayak 4. Internet dapat membuat proses komunikasi berlangsung sinambung 5. Interaktifitas web

(29)

online didukung oleh teknologi yang mampu menggabungkan beberapa fungsi media tradisional dan elektronik. Selain itu, pada media online juga memungkinkan terjadi komunikasi yang interaktif dan berkesinambungan.

Jika dikaitkan dengan penelitian ini, maka Akumassa termasuk ke dalam media online, karena berfungsi sebagai sarana komunikasi dengan sistem komputerisasi yang saling terhubung satu dengan yang lainnya dalam jaringan yang disebut internet. Selain itu, akumassa juga mengombinasikan sejumlah media; teks, audio, dan visual, serta memungkinkan terjadi interaktifitas antara penulis dengan pembaca, maupun pembaca dengan pembaca.

2.1.2. Karakter istik J ur nalisme War ga

Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa teknologi, khususnya internet, telah membawa jurnalisme ke dalam bentuk baru, yaitu jurnalisme warga atau dikenal juga dengan citizen journalism, grassroot journalism, dan partisipatory journalism.

Jurnalisme warga terdiri dari dua kata yaitu “jurnalisme” dan “warga”. Menurut Nurudin (2009) jurnalisme adalah “Kegiatan yang berhubungan dengan proses mencari, mengolah, dan menyiarkan informasi kepada khalayak dan disebarkan melalui media massa (cetak dan elektronik).”

Sementara itu Dedy Nur Hidayat (2006) menilai, “Jurnalisme adalah kartografi modern, ia menghasilkan sebuah peta bagi warga untuk mengambil keputusan tentang kehidupan mereka sendiri.”

(30)

berpengaruh terhadap pengambilan keputusan masyarakat terkait dengan kehidupannya sendiri.

Berdasarkan kedua pendapat mengenai jurnalisme di atas, penulis memahami bahwa jurnalisme merupakan proses jurnalistik dan kewartawanan yang merupakan sebuah pemetaan baru dalam kehidupan karena perannya yang penting dan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan masyarakat.

Sedangkan definisi warga menurut KBBI Online

(www.kamusbesarbahasaindonesia.org) adalah, “anggota (keluarga, perkumpulan, dsb)”.

Dari beberapa pendapat mengenai “jurnalisme” dan “warga” tersebut penulis memahami bahwa jurnalisme warga merupakan kegiatan mencari, mengolah, dan menyiarkan informasi melalui media massa yang dilakukan oleh anggota masyarakat dan berperan penting bagi kehidupan masyarakat itu sendiri.

Nurudin (2009) juga berpendapat mengenai definisi jurnalisme warga yaitu, “Keterlibatan warga negara dalam memberitakan sesuatu.”

Lebih lanjut, Nurudin (2009) berpendapat, “Citizen journalist menuliskan pandangannya atas suatu peristiwa karena didorong oleh keinginan untuk membagi apa yang dilihat dan diketahuinya.”

Dari pendapat Nurudin di atas, penulis memahami bahwa jurnalisme warga erat kaitannya dengan partisipasi warga negara dalam memberitakan suatu peristiwa yang didorong oleh keinginannya untuk membagi apa yang ia lihat dan diketahuinya.

(31)

dalam proses pengumpulan, pelaporan, menganalisis dan menyebarluaskan berita dan informasi. “

Penulis memahami bahwa jurnalisme warga merupakan tindakan seorang atau kelompok warga negara yang memainkan peran aktif dalam proses jurnalistik, yaitu pengumpulan, pelaporan, analisa, dan menyebarluaskan berita dan informasi.

Menurut Edward M. Fouhy (www.cpn.org), “Jurnalisme warga adalah tentang menyediakan berita dan informasi yang dibutuhkan masyarakat untuk memungkinkan mereka berfungsi sebagai warga negara, untuk membuat keputusan mereka didengar, serta untuk mencipatakan masyarakat yang demokratis.”

Dari pendapat di atas, penulis memahami bahwa jurnalisme warga menjadi cara untuk masyarakat menyuarakan pendapatnya dan berperan dalam membuat keputusan di negara yang menganut sistem demokrasi, termasuk di Indonesia.

Kebebasan menyampaikan informasi tentunya menghadirkan persoalan baru dalam jurnalisme warga, terutama di media online. Karena teknologi internet sangat memungkinkan seseorang untuk berbohong atas identitasnya, atau memakai anonimitas. Hal ini kemudian terkait dengan pertanggungjawaban kebenaran informasi yang disajikan oleh penulis.

(32)

Lebih jauh mengenai akurasi sebuah tulisan jurnalisme warga Dan Gillmor (2004), berpendapat, “Fakta merupakan salah satu cara agar jurnalisme warga dapat bertahan di dunia jurnalistik.”

Penulis memahami bahwa tulisan jurnalisme warga yang kredibel dan memiliki akurasi tinggi ialah yang mengandung fakta. Jika tidak, maka jurnalisme warga akan sulit diakui sebagai produk jurnalistik dalam bentuk baru.

Menurut Ken Layne, yang dikutip oleh Dan Gillmor (2004), “Ketika ada banyak jurnalis warga menyimak apa yang orang lain katakan, mereka memiliki cara untuk mendapatkan kebenaran, atau setidaknya dapat menghindari inkonsistensi penulis.”

Penulis memahami bahwa untuk melihat fakta yang ada pada sebuah tulisan jurnalisme warga, maka dapat dilihat dari kutipan pernyataan orang lain yang dicantumkan penulis dalam tulisannya. Hal ini dapat menambah kepercayaan pembaca terhadap informasi tersebut serta menghindari terjadinya informasi palsu.

Dan Gillmor (2004), menjelaskan mengenai topik tulisan jurnalisme warga, “Warga dapat membuat laporan berita mereka sendiri dari berbagai sumber, bukan hanya yang ada di daerah asal mereka, yang biasanya telah didominasi oleh sebuah koran lokal dan stasiun televisi yang harus menggali lebih dalam untuk jadi dangkal.”

(33)

dipaparkan oleh Christopher H. Sterling (2009), “Blog dan situs publik dapat dikatakan sebagai jurnalisme warga apabila esensinya adalah sebagai ruang diskusi publik, termasuk situs komunitas kolaboratif yang terlibat dalam sebuah diskusi komprehensif dengan topik spesifik.”

Lebih lanjut mengenai jurnalisme warga, Steve Outing (2005) berpendapat mengenai karakteristik jurnalisme warga, “Percakapan dua arah adalah salah satu karakteristik jurnalisme warga.”

Penulis memahami salah satu karakteristik jurnalisme warga adalah percakapan dua arah yang hadir dalam tulisan dan juga medianya.

Menurut Steve Outing, yang dikutip oleh Nurudin (2009), bentuk-bentuk jurnalisme warga adalah sebagai berikut:

1. Citizen journalism membuka ruang untuk komentar publik.

2. Menambahkan pendapat masyarakat sebagai bagian dari artikel yang ditulis. 3. Kolaborasi antara jurnalisme professional dengan nonjurnalis yang memiliki

kemampuan dalam materi yang dibahas.

4. Bloghouse warga. Bentuknya blog-blog gratisan yang dikenal, misalnya ada wordpress, blogger, atau multiply.

5. Newsroom citizen transparency blogs.

6. Stand-alone citizen journalism site, yang melalui proses editing. 7. Stand-alone citizen journalism, yang tidak melalui proses editing. 8. Gabungan stand-alone citizen journalism website dan edisi cetak. 9. Hybrid: pro + citizen journalism.

(34)

11. Model Wiki.

Dari poin-poin klasifikasi jurnalisme warga di atas, penulis memahami bahwa ada banyak bentuk jurnalisme warga yang dapat dilihat karakteristiknya melalui media maupun artikelnya.

Salah satu teori yang relevan mengenai keterlibatan khalayak dalam dunia jurnalistik yaitu Teori Khalayak Aktif.

Stanley J. Baran dan Dennis K. Davis (2010) menjelaskan tentang Teori Khalayak Aktif sebagai berikut, “Teori ini berpendapat bahwa rata-rata khalayak selalu melawan pengaruh muatan media dan menyesuaikannya dengan kepentingan mereka sendiri.”

Kecenderungan khalayak untuk melawan pengaruh muatan media dan menyesuaikan dengan kepentingan mereka sangat relevan dengan jurnalisme warga. Keinginan khalayak untuk berpartisipasi secara aktif menjadi salah satu pendorong berkembangnya jurnalisme warga. Ditambah pula dengan semakin tingginya pengetahuan khalayak terhadap tekonologi yang memungkinkan mereka ikut serta memproduksi informasi lewat blog, forum diskusi online, situs publik kolaboratif, dan sebagainya.

Dari poin-poin klasifikasi jurnalisme warga di atas, penulis memahami bahwa ada banyak bentuk jurnalisme warga yang dapat dilihat karakteristiknya melalui media maupun artikelnya.

Salah satu teori yang relevan mengenai keterlibatan khalayak dalam dunia jurnalistik yaitu Teori Khalayak Aktif.

(35)

khalayak selalu melawan pengaruh muatan media dan menyesuaikannya dengan kepentingan mereka sendiri.”

Kecenderungan khalayak untuk melawan pengaruh muatan media dan menyesuaikan dengan kepentingan mereka sangat relevan dengan jurnalisme warga. Keinginan khalayak untuk berpartisipasi secara aktif menjadi salah satu pendorong berkembangnya jurnalisme warga. Ditambah pula dengan semakin tingginya pengetahuan khalayak terhadap tekonologi yang memungkinkan mereka ikut serta memproduksi informasi lewat blog, forum diskusi online, situs publik kolaboratif, dan sebagainya.

2.1.3. Isu Lokal

Secara arti kata, isu dapat diartikan sebagai desas-desus, kabar angin, suatu informasi yang belum diketahui kebenarannya atau suatu perihal informasi yang masih bersifat dugaan-dugaan.

Jika dikaitkan dalam konteks realitas masyarakat, maka isu dapat dipahami sebagai suatu perihal/wacana/perbincangan yang bersifat dialektis yang muncul dalam masyarakat, yang diakibatkan atau dilahirkan dari suatu struktur sosial masyarakat.

(36)

Perihal informasi dan atau fenomena tersebut dapat bersifat kejadian yang telah terjadi, sednag terjadi, dan atau yang akan terjadi (dugaan-dugaan), hal-hal tersebut bersifat diskursif, dialektis dan berbeda antara satu kelompok masyarakat di satu wilayah dengan kelompok masyarakat di wilayah lain, dan sangat erat kaitannya dengan aspek sosiokultural masyrakat di suatu wilayah tersebut. Hal ini terjadi dalam sebuah kompleksitas sosial masyarakat itu sendiri.

Dalam menjalankan fungsinya untuk menyampaikan informasi, sebuah media massa memiliki berbagai sudut pandang dalam memberikan informasinya. Media arus utama tentu lebih mengedepankan isu nasional daripada isu lokal dalam porsi pemberitaannya. Hal ini dikarenakan isu nasional jauh lebih banyak menarik keseluruhan perhatian orang, ketimbang isu lokal yang terbatas dari wilayah tertentu. Namun kebanyakan dalam pemberitaan mengenai isu nasional, media massa cenderung lebih mengutamakan isu yang berkaitan politik secara nasional.

Padahal, menurut Palmgreen & Clarke (1977), banyak isu politik nasional yang dirasa memiliki dampak yang kecil terhadap kepentingan masyarakat secara personal. Ketertarikan akan peristiwa secara nasional, seringkali terdiktekan oleh sebuah perhatian tegas yang abstrak demi kesejahteraan bangsa secara utuh.

Lebih lanjut Palmgreen & Clarke menjelaskan, “Bagi kebanyakan orang, ketertarikan yang kuat akan isu politik dalam skala besar, justru akan lebih banyak menimbulkan kekhawatiran dari kualitas informasi lokal yang kian terpinggirkan, sehingga malah menggiring mereka menuju pencarian yang lebih tinggi akan informasi atau peristiwa secara nasional.”

(37)

perhatian dan pengetahuan mengenai isu yang berkaitan dengan agenda politik secara nasional kerimbang isu lokal yang berkaitan dengan sosiokultural mereka, lalu kemudian kian menjauhkan dari realitas yang ada di sekitarnya.

Hal ini tentunya akan mengakibatkan ketimpangan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Padahal, dengan mengetahui isu dan informasi lokal yang terjadi di lingkungan mereka, masyarakat dapat belajar mengenai persoalan identitas dan kearifan lokal mereka, sehingga akan menimbulkan kesadaran dan pengetahuan untuk memikirkan solusi akan masalah sosiokultural yang terjadi di lingkungan mereka sendiri.

Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu kemampuan dalam mengobservasi masalah lokal serta pengaruh dan posisi tawar dalam tingkat lokal untuk mengurangi pengaruh dari isu politik nasional yang ditawarkan oleh media besar. Sehingga masyarakat dapat memiliki porsi yang berimbang dalam menerima serta mencari informasi yang mereka butuhkan.

2.1.4. Penger tian Kr edibilitas

Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses sosial, yang dimaksud ptoses sosial adlah dimana adanya perubahan atau serangkaian peristiwa secara berkesinambungan dalam selang waktu tertentu dan menuju tujuan tertentu pula.

Menurut Malik (1994), suatu komunikasi dikatakan efektif apabila timbul kesamaan arti antara komunikator (penyampai pesan) dengan komunikan (penerima pesan).

(38)

pengutara pikiran dan perasaannya, dalam bentuk pesan untuk membuat komunikan menjadi tahu atau berubah sikap, pendapat, atau perilakunya.

Karakter komunikator lazim dikatakan sebagai sumber kredibilitas (source credibility). Istilah kredibilitas itu sendiri merujuk pada nilai terpadu dari keahlian dan kelayakan untuk dipercaya dari seorang komunikator.

Menurut Sendjaja (1993), kredibilitas menunjuk pada kondisi dimana si sumber dinilai punya pengetahuan, keahlian, atau pengalaman yang relevan dengan topik yang disampaikannya, sehingga pihak penerima menjadi percaya bahwa pesan yang disampaiakan itu bersifat objektif.

Sedangkan menurut Effendy (1993), kredibilitas seorang komunikator merupakan gabungan dari etos pada dirinya berupa: Good Sense (keprdibadian yang baik), Good Moral (moral yang baik), and Good Character (karakter yang baik) dan kemudian menurut cendekiawan modern diformulasikan menjadi itikad baik (good intention), kelayakan untuk dipercaya (trustworthness), serta kecakapan dan keahlian (competence and expertness).

Pendapat lain menyatakan lebih terperinci menjelaskan bahwasanya kredbilitas tidak inhern dalam diri komunikator tapi merupakan persepsi komunikan. Kredibiltas berkenaan dengan sifat – sifat komunikator yang selanjutnya disebut dengan komponen komunikator. Komponen tersebut adalah kepercayaan dan keahlian. (Rakhmat, 1991).

(39)

Sedangkan kepercayaan adalah kesan komunikan yang berkaitan dengan wataknya. Komunikator yang dinilai memiliki kepercayaan yang tinggi bila jujur, tulus, bermoral, dan sopan.

Pentingnya faktor kredibilitas komunikator dalam menunjang berhasil atau tidaknya kegiatan komunikasi yang dilakukan, karena keberhasilan komunikasi tidak mungkin tercapai apabila komunikan tidak memiliki kesamaan arti terhadap pesan yang disampaikan. Apabila komunikan percaya pada komunikator, maka selanjutnya proses komunikasi akan lebih lancar untuk dipahami.

Kredibilitas seorang komunikator sangat berperan dalam menghasilkan komunikasi yang efektif. Beberapa penelitian telah membuktikan hal tersebut. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Gilling dan Greenwald yang melakukan penelitian untuk meniliti apakah khalayak menolak pesan persuasive atas dasar isi pesan atau sumber (komunikator). Respon setuju lebih banyak pada sumber yang berkredibilitas tinggi dari pada sumber yang berkredibiltas rendah. (Watt dan Berg, 1995).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Hovland dan Weiss menyatakan bahwa sunber yang berkredibilitas tinggi lebih banyak menghasilkan perubahan sikap daripada sumber yang berkredibilitas rendah sesuai presentasi pesan. (Saverin & Tankard, 1995).

(40)

Berdasarkan beberapa teori tentang kredibilitas komunikator yang telah disebutkan, maka untuk mengetahui bagaimana kredibilitas komunikator pada penelitian ini akan diambil beberapa komponen-komponen kredibilitas, diantaranya adalah:

a. Kredibilitas Kemampuan dan Keahlian

Sejauh mana kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh media online Akumassa dalam memproduksi pengetahuan mengenai informasi, peristiwa, maupun kejadian yang terjadi yang berkaitan dengan isu lokal di Surabaya dan sekitarnya. Kemampuan dan keahlian juga dapat berupa bagaimana bahasa dan tulisan yang dihasilkan oleh media online Akumassa, dapat dipahamai secara baik dan jelas kepada masyarakat, serta memiliki orientasi yang signifikan terhadap isi pesan yang disampaikan.

b. Kredibilitas Kejujuran

Sejauh mana kejujuran yang dimiliki oleh media online Akumassa dalam menyampaikan informasi yang berkaitan dengan isu lokal di Surabaya kepada masyarakat. Artinya informasi yang dihasilkan memang benar terjadi tanpa dibuat-buat. Sehingga masyarakat menerima kebenaran informasi yang tanpa direkayasa. Kejujuran disini juga dapat diartikan bahwa dalam memproduksi informasinya, media online Akumassa tidak memiliki atau dipengaruhi oleh kepentingan apapun di belakangnya. Sehingga informasi yang dihasilkan dapat bersifat obyektif serta berimbang.

c. Kredibilitas Keterbukaan

(41)

masyarakat. Keterbukaan disini dapat diartikan dengan bagaimana proses informasi itu diperoleh, diproduksi, dan didistribusikan, serta keterbukaan dalam menerima saran dan kritik dari pihak luar.

Dari komponen – komponen kredibilitas media online Akumassa diatas, akan sangat berguna dalam menunjang efektifitas dan keberhasilan kegiatan komunikasi yang dilakukan.

Dalam hal ini, kredibilitas Akumassa diperlukan untuk menunjang akses penyebaran informasi yang lebih luas serta berkelanjutan, sehingga informasi yang dihasilkan dapat berguna dan memberikan pengetahuan yang baik bagi masyarakat. Oleh sebab itu dibutuhkan penilaian dari para pembaca dan pengguna Akumassa untuk menilai kredibilitas Akumassa, dalam menyampaikan informasi mengenai isu lokal di Surabaya kepada masyarakat luas.

2.2. Ker angka Pemik iran

Mengenai sistematika penulisan Akumassa, karena bersifat jurnalisme warga, artinya penulisan tidak lagi mengikuti kaidah penulisan pada media arus utama pada umumya. Di dalam penulisan Akumassa, para penulisnya menggunakan sudut pandang warga yang mempunyai inisiatif menuliskan pengalamannya tentang kejadian, peristiwa, maupun kisah yang mereka alami berkaitan dengan Surabaya. kejadian, peristiwa maupun kisah ini dapat berupa pengalaman sehari-hari maupun hal yang paling terdekat dengan lingkungan mereka.

(42)

dalam menyampaikan informasi mengenai isu lokal di Surabaya kepada masyarakat. Diperlukannya pendapat dari para pembacanya adalah, agar dapat diukur sejauh mana informasi yang dihasilkan oleh Akumassa memiliki kredibilitas terhadap para pembaca dan penggunanya.

Untuk itu penulis merumuskan kerangka pemikiran penelitian ini sebagai berikut:

\

Media OnlineAkumassa

Penelitia n Akan Kr edibilitas

Kr edibilitas 1. Kredibilitas

kemampuan dan keahlian

2. Kredibilitas kejujuran 3. Kredibilitas

keterbukaan

Pendapat dan Tanggapan Dar i Par a Pembaca Media Online

Akumassa

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitiaan

Penelitian studi kasus ini menggunakan penelitian pendekatan kualitatif. Menurut Poerwandari (1998) penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara , catatan lapangan, gambar, foto rekaman video dan lain-lain.

Dalam penelitian kualitatif perlu menekankan pada pentingnya kedekatan dengan orang-orang dan situasi penelitian, agar peneliti memperoleh pemahaman jelas tentang realitas dan kondisi kehidupan nyata. (Patton dalam Poerwandari, 1998) Kemudian seperti yang dikemukakan olah Pawito (2007), pijakan analisis dan penarikan kesimpulan dalam penelitian komunikasi kualitatif adalah kategori-kategori substansif dari makna-makna, atau lebih tepatnya adalah interpretasi-interpretasi terhadap gejala yang diteliti, yang pada umumnya memang tidak dapat diukur dengan bilangan.

Dari segi ini lalu menjadi terlihat jelas bahwa penelitian komunikasi kualitatif sebenarnya bersifat interpretatif dan karenanya, setidaknya sampai tingkat tertentu memiliki nuansa subjektif.

3.2. Definisi Operasional

(44)

yang dilakukan guna mengukur variabel dan indikatornya. Penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam (in-depth interview) sebagai teknik pengumpulan data. Wawancara dilakukan dengan mewancarai beberapa pihak maupun para ahli yang mempunyai kepedulian dan perhatian mengenai perkembangan lokalitas di Surabaya. Diantaranya dari kalangan akademisi, praktisi, pelaku antar komunitas, serta perwakilan warga Surabaya, serta perwakilan dari anggita Komunitas Kinetik Sendiri.

Untuk itu penulis akan menjebarkan definisi operasional dalam peneltian ini, diantaranya adalah:

1. Akumassa.

Akumassa adalah jurnal online berbasis komunitas yang dikembangkan oleh Forum Lenteng sejak 2008. Berawal dari alat mekanisme pelaporan aktivitas program, jurnal ini kemudian berkembang menjadi jurnal yang secara independen dikelola oleh komunitas; www.akumassa.org.

(45)

Sebagai media massa berbasis komunitas yang hadir dengan tujuan memberi informasi alternatif, penulis menilai Akumassa cukup berpengaruh dalam masyarakat. Asumsi ini penulis ambil setelah melakukan pengamatan terhadap jumlah pengunjung harian yang berjumlah sekitar 600-700 orang setiap harinya, dan jumlah konten lebih dari 500 (mencakup teks, audio dan visual) sejak Desember 2008.

Mengenai program Akumassa Surabaya yang dilakukan oleh Komunitas Kinetik ini telah berjalan hampir dua tahun dan telah menghasilkan puluhan informasi mengenai isu lokal di Surabaya, baik mengenai peristiwa dan kejadian di tingkat lokal, maupun mengenai profil warga kota Surabaya yang mempunyai dedikasi terhadap lingkungan sekitarnya

2. Isu Lokal di Surabaya

Isu lokal adalah segala perihal, informasi dan atau fenomena yang telah terjadi, sedang terjadi dan atau yang akan terjadi dalam suatu struktur sosial masyarakat, yang berhubungan dengan realitas sosio-kultural masyrakat di suatu tempat (mis: adat-budaya, kebiasaan, etos masyarakat, cara pandang, dan berbagai hal lain yang menyangkut sosio kultural suatu kelompok masyarakat) dan dalam satu kurun waktu tertentu.

(46)

a. Peristiwa atau kejadian sehari-hari yang dialami oleh sang penulis di Akumassa

b. Peristiwa atau isu besar yang terjadi di Surabaya, namun ditulis berdasarkan pengamatan pribadi sang penulis di Akumassa

c. Profil mengenai seseorang yang mempunyai kisah menarik

3. Kredibilitas

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian terhadap kredibilitas Akumassa dalam menyampaikan isu lokal di Surabaya berdasarkan pendapat dari para pembacanya di Surabaya.

Untuk itu penulis memiliki beberapa poin dalam mengukur tingkat kredibilitas yang diteliti diantaranya:

a. Kredibilitas Kemampuan dan Keahlian

Sejauh mana kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh Akumassa dalam memproduksi pengetahuan mengenai informasi, peristiwa, maupun kejadian yang terjadi yang berkaitan dengan isu lokal di Surabaya dan sekitarnya. Kemampuan dan keahlian juga dapat berupa bagaimana bahasa dan tulisan yang dihasilkan oleh Akumassa, dapat dipahamai secara baik dan jelas kepada masyarakat, serta memiliki orientasi yang signifikan terhadap isi pesan yang disampaikan.

b. Kredibilitas Kejujuran

(47)

juga dapat diartikan bahwa dalam memproduksi informasinya, Akumassa tidak memiliki atau dipengaruhi oleh kepentingan apapun di belakangnya. Sehingga informasi yang dihasilkan dapat bersifat obyektif serta berimbang.

c. Kredibilitas Keterbukaan

Sejauh mana keterbukaan yang dimiliki oleh Akumassa dalam menyampaikan informasi yang berkaitan dengan isu lokal di Surabaya kepada masyarakat. Keterbukaan disini dapat diartikan dengan bagaimana proses informasi itu diperoleh, diproduksi, dan didistribusikan, serta keterbukaan dalam menerima saran dan kritik dari pihak luar.

4. Penerapan Karakteristik Jurnalisme Warga

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Akumassa menggunakan praktik jurnalisme warga dalam memproduksi informasinya. Penggunakan praktik ini didasari atas semakin berkembangnya demokratisasi oleh warga dalam menggunakan media untuk memproduksi informasi yang mereka butuhkan. Praktik ini juga memungkinkan keterlibatan partisipatif warga secara bersama-sama dan mandiri dalam menyampaikan informasinya.

Untuk itu penulis menyimpulkan ada beberapa hal yang menjadi karakteristik dari jurnalisme warga, yaitu:

1. Dibuat oleh non jurnalis

2. Berperan aktif dalam proses jurnalistik 3. Terdapat kutipan pendapat masyarakat 4. Terdapat nama asli penulis

(48)

3.3. Penentua n Infor man

Dalam penelitian ini, informan yang dijadikan sebagai subyek penelitian adalah beberapa pembaca dan pengguna Akumassa terutama yang berdomisili di Surabaya, dengan berbagai latar belakang, usia, serta jenis kelamin.

Penentuan informan dilakukan dengan cara melacak para pengguna situs jejaring sosial (Facebook dan Twitter) yang menjadi anggota jejaring sosial Akumassa, lalu kemudian menghubungi mereka. Dengan pertimbangan bahwa para pengguna situs jejaring sosial ini mengetahui dan membaca Akumassa.

3.4. Tek nik Pengumpulan Data

Dalam penelitiaan ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data yaitu Wawancara.

Menurut Prabowo (1996) wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang responden, caranya adalah dengan bercakap-cakap secara tatap muka.

Pada penelitian ini wawancara akan dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara atau wawancara mendalam (in-depth interview). Menurut Patton (dalam Poerwandari, 1998) dalam proses wawancara dengan menggunakan pedoman umum wawancara ini, interview dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum, serta mencantumkan isu-isu yang harus diliput tampa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tidak terbentuk pertanyaan yang eksplisit.

(49)

demikian interviwer harus memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut akan dijabarkan secara kongkrit dalam kalimat Tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan konteks actual saat wawancara berlangsung (Patton dalam poerwandari, 1998)

Kemudian menurut Pawito (2007), pedoman wawancara dimaksudkan untuk kepentingan wawancara yang lebih mendalam dengan lebih memfokuskan pada persoalan-persoalan yang menjadi pokok dan minat penelitian. Pedoman wawancara biasanya tidak berisi pertanyaan-pertanyaan yang mendetail, tetapi sekedar garis besar tentang data atau informasi apa yang ingin didapatkan dari informan yang nanti dapat dikembangkan dengan memerhatikan perkembangan, konteks, dan situasi wawancara.

Kerlinger (dalam Hasan 2000) menyebutkan 3 hal yang menjadi kekuatan metode wawancara :

a. Mampu mendeteksi kadar pengertian subjek terhadap pertanyaan yang diajukan. Jika mereka tidak mengerti bisa diantisipasi oleh interviewer dengan memberikan penjelasan.

b. Fleksibel, pelaksanaanya dapat disesuaikan dengan masing-masing individu.

c. Menjadi satu-satunya hal yang dapat dilakukan disaat tehnik lain sudah tidak dapat dilakukan.

Menurut Yin (2003) disamping kekuatan, metode wawancara juga memiliki kelemahan, yaitu :

(50)

b. Rentan terhadap terhadap bias yang ditimbulkan oleh respon yang kurang sesuai.

c. Probling yang kurang baik menyebabkan hasil penelitian menjadi kurang akurat.

d. Ada kemungkinan subjek hanya memberikan jawaban yang ingin didengar oleh interviwer.

3.5. Tahap-tahap penelitian

Dalam penelitian terdapat dua tahap penelitian, yaitu : 1. Tahap Persiapan Penelitian

(51)

Peneliti selanjutnya mencari subjek yang sesuai dengan karakteristik subjek penelitian. Untuk itu sebelum wawancara dilaksanakan peneliti bertanya kepada subjek tentang kesiapanya untuk diwawancarai. Setelah subjek bersedia untuk diwawancarai, peneliti membuat kesepakatan dengan subjek tersebut mengenai waktu dan temapat untuk melakukan wawancara.

2. Tahap pelaksanaan penelitiaan

Peneliti membuat kesepakatan dengan subjek mengenai waktu dan tempat untuk melakukan wawancara berdasarkan pedoman yang dibuat. Setelah wawancara dilakukan, peneliti memindahakan hasil rekaman berdasrkan wawancara dalam bentuk verbatim tertulis. Selanjutnya peneliti melakukan analisis data dan interprestasi data sesuai dengan langkah-langkah yang dijabarkan pada bagian metode analisis data di akhir bab ini. setelah itu, peneliti membuat dinamika psikologis dan kesimpulan yang dilakukan, peneliti memberikan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.

3.6. Alat Bantu pengumpulan Data

Menurut Poerwandari (1998) penulis sangat berperan dalam seluruh proses penelitian, mulai dari memilih topik, mendeteksi topik tersebut, mengumpulkan data, hingga analisis, menginterprestasikan dan menyimpulkan hasil penelitian.

Dalam mengumpulkan data-data penulis membutuhkan alat Bantu (instrumen penelitian). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 3 alat bantu, yaitu:

1. Pedoman wawancara

(52)

tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

2. Alat Perekam

Alat perekam berguna Sebagai alat Bantu pada saat wawancara, agar peneliti dapat berkonsentrasi pada proses pengambilan data tampa harus berhenti untuk mencatat jawaban-jawaban dari subjek. Dalam pengumpulan data, alat perekam baru dapat dipergunakan setelah mendapat ijin dari subjek untuk mempergunakan alat tersebut pada saat wawancara berlangsung.

3.7. Keabsahan dan Keajegan Penelitian

Studi kasus ini menggunakan penelitian pendekatan kualitatif. Yin (2003) mengajukan emmpat kriteria keabsahan dan keajegan yang diperlukan dalam suatu penelitian pendekatan kualitatif. Empat hal tersebut adalah Sebagai berikut :

1. Keabsahan Konstruk (Construct validity)

(53)

Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu subjek yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda.

b. Triangulasi Pengamat

Adanya pengamat di luar peneliti yang turut memeriksa hasil pengumpulan data. Dalam penelitian ini, dosen pembimbing studi kasus bertindak Sebagai pengamat (expert judgement) yang memberikan masukan terhadap hasil pengumpulan data.

c. Triangulasi Teori

Penggunaan berbagai teori yang berlaianan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memasuki syarat. Pada penelitian ini, berbagai teori telah dijelaskan pada bab II untuk dipergunakan dan menguji terkumpulnya data tersebut. d. Triangulasi metode

Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode wawancara dan metode observasi. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan metode wawancara yang ditunjang dengan metode observasi pada saat wawancra dilakukan. 2. Keabsahan Internal (Internal validity)

(54)

3. Keabsahan Eksternal (External validity)

Keabsahan ekternal mengacu pada seberapa jauh hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada kasus lain. Walaupun dalam penelitian kualitatif memeiliki sifat tidak ada kesimpulan yang pasti, penelitiaan kualitatif tetapi dapat dikatakan memiliki keabsahan ekternal terhadap kasus-kasus lain selama kasus tersebut memiliki konteks yang sama.

4. Keajegan (Reabilitas)

Keajegan merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh penelitian berikutnya akan mencapai hasil yang sama apabila mengulang penelitian yang sama, sekali lagi.

Dalam penelitian ini, keajegan mengacu pada kemungkinan peneliti selanjutnya memeperoleh hasil yang sama apabila penelitian dilakukan sekali lagi dengan subjek yang sama. Hal ini menujukan bahwa konsep keajegan penelitian kualitatif selain menekankan pada desain penelitian, juga pada cara pengumpulan data dan pengolahan data.

3.8. Tek nik Analisis Data

Marshall dan Rossman mengajukan teknik analisa data kualitatif untuk proses analisis data dalam penelitian ini. Dalam menganalisa penelitian kualitatif terdapat beberapa tahapan-tahapan yang perlu dilakukan (Marshall dan Rossman dalam Kabalmay, 2002), diantaranya :

1. Mengorganisasikan Data

(55)

dibantu alat tulis lainya. Kemudian dibuatkan transkipnya dengan mengubah hasil wawancara dari bentuk rekaman menjadi bentuk tertulis secara verbatim. Data yang telah didapat dibaca berulang-ulang agar penulis mengerti benar data atau hasil yang telah di dapatkan.

2. Pengelompokan berdasarkan Kategori, Tema, dan Pola jawaban

Pada tahap ini dibutuhkan pengertiaan yang mendalam terhadap data, perhatian yang penuh dan keterbukaan terhadap hal-hal yang muncul di luar apa yang ingin digali. Berdasarkan kerangka teori dan pedoman wawancara, peneliti menyusun sebuah kerangka awal analisis sebagai acuan dan pedoman dalam mekukan coding. Dengan pedoman ini, peneliti kemudian kembali membaca transkip wawancara dan melakukan coding, melakukan pemilihan data yang relevan dengan pokok pembicaraan. Data yang relevan diberi kode dan penjelasan singkat, kemudian dikelompokan atau dikategorikan berdasarkan kerangka analisis yang telah dibuat.

Pada penelitian ini, analisis dilakukan terhadap sebuah kasus yang diteliti. Peneliti menganalisis hasil wawancara berdasarkan pemahaman terhadap hal-hal diungkapkan oleh responden. Data yang telah dikelompokan tersebut oleh peneliti dicoba untuk dipahami secara utuh dan ditemukan tema-tema penting serta kata kuncinya. Sehingga peneliti dapat menangkap penagalaman, permasalahan, dan dinamika yang terjadi pada subjek.

3. Menguji Asumsi atau Permasalahan yang ada terhadap Data

(56)

kategori yang telah didapat melalui analisis ditinjau kemabali berdasarkan landasan teori yang telah dijabarkan dalam bab II, sehingga dapat dicocokan apakah ada kesamaan antara landasan teoritis dengan hasil yang dicapai. Walaupun penelitian ini tidak memiliki hipotesis tertentu, namun dari landasan teori dapat dibuat asumsi-asumsi mengenai hubungan antara konsep-konsep dan factor-faktor yang ada.

4. Mencari Alternatif Penjelasan bagi Data

Setelah kaitan antara kategori dan pola data dengan asumsi terwujud, peneliti masuk ke dalam tahap penejelasan. Dan berdasarkan kesimpulan yang telah didapat dari kaitanya tersebut, penulis merasa perlu mencari suatau alternative penjelasan lain tetnag kesimpulan yang telah didapat. Sebab dalam penelitian kualitatif memang selalu ada alternatif penjelasan yang lain. Dari hasil analisis, ada kemungkinan terdpat hal-hal yang menyimpang dari asumsi atau tidak terfikir sebelumnya. Pada tahap ini akan dijelaskan dengan alternative lain melalui referensi atau teori-teori lain. Alternatif ini akan sangat berguna pada bagian pembahasan, kesimpulan dan saran.

5. Menulis Hasil Penelitian

(57)
(58)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambar an umum Objek Penelitian

4.1.1 Kr edibilitas Akumassa Dalam Menyampa ikan Infor masi Mengenai Isu Lokal di Sur abaya

Kredibilitas, seperti yang telah dijelaskan oleh Sendjaja (1993), menunjuk pada kondisi dimana si sumber dinilai punya pengetahuan, keahlian, atau pengalaman yang relevan dengan topik yang disampaikannya, sehingga pihak penerima menjadi percaya bahwa pesan yang disampaikan itu bersifat objektif. Jadi dapat dikatakan kredibilitas Akumassa merupakan refleksi atas kepercayaan para pembacanya dalam menyampaikan informasi yang mereka hasilkan.

(59)

Kredibilitas selanjutnya adalah, sejauh mana kejujuran yang dimiliki oleh Akumassa dalam menyampaikan informasi yang berkaitan dengan isu lokal di Surabaya kepada masyarakat. Artinya informasi yang dihasilkan memang benar terjadi tanpa dibuat-buat. Sehingga masyarakat menerima kebenaran informasi yang tanpa direkayasa. Kejujuran disini juga dapat diartikan bahwa dalam memproduksi informasinya, Akumassa tidak memiliki atau dipengaruhi oleh kepentingan apapun di belakangnya. Sehingga informasi yang dihasilkan dapat bersifat obyektif serta berimbang.

Berikutnya kredibilitas mengenai sejauh mana keterbukaan yang dimiliki oleh Akumassa dalam menyampaikan informasi yang berkaitan dengan isu lokal di Surabaya kepada masyarakat. Keterbukaan disini dapat diartikan dengan bagaimana proses informasi itu diperoleh, diproduksi, dan didistribusikan, serta keterbukaan dalam menerima saran dan kritik dari pihak luar.

Dari ukuran-ukuran kredibilitas tersebut, nantinya akan dapat ditarik kesimpulan sejauh mana kredibilitas keseluruhan yang dimiliki oleh Akumassa dalam menyampaikan informasi yang berkaitan dengan isu lokal di Surabaya, di mata para pembacanya.

(60)

Oleh sebab itu, selain harus memiliki kemampuan, pengetahuan, keahlian, serta pengalaman yang baik, ukuran kredibilitas yang diukur juga mencakup kepercayaan/kejujuran dan juga keterbukaan, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dalam hal ini adalah bagaimana kredibilitas Akumassa dalam menyampaikan informasi yang berkaitan dengan isu lokal di Surabaya.

Akumassa merupakan bagian dari program pengembangan komunitas di berbagai daerah di Indonesia. Akumassa digagas oleh Forum Lenteng sebagai sebuah program pemberdayaan komunitas dengan berbagai media komunikasi, antara lain: video, teks, dan suara.

Akumassa adalah jurnal online berbasis komunitas yang dikembangkan oleh Forum Lenteng sejak 2008. Berawal dari alat mekanisme pelaporan aktivitas program, jurnal ini kemudian berkembang menjadi jurnal yang secara independen dikelola oleh komunitas; www.akumassa.org.

(61)

bayaran dan dapat didistribusikan ulang secara gratis atau open source. (www.akumassa.org)

Sebagai media massa berbasis komunitas yang hadir dengan tujuan memberi informasi alternatif, penulis menilai \ akumassa cukup berpengaruh dalam masyarakat. Asumsi ini penulis ambil setelah melakukan pengamatan terhadap jumlah pengunjung harian yang berjumlah sekitar 600-700 orang setiap harinya, dan jumlah konten lebih dari 500 (mencakup teks, audio dan visual) sejak Desember 2008.

4.2. Identitas Infor man

Dalam penelitian ini, informan yang dijadikan sebagai subyek penelitian adalah beberapa pembaca dan pengguna Akumassa terutama yang berdomisili di Surabaya, dengan berbagai latar belakang, usia, serta jenis kelamin. Penentuan informan dilakukan dengan cara melacak para pengguna situs jejaring sosial (Facebook dan Twitter) yang menjadi anggota jejaring sosial Akumassa, lalu kemudian menghubungi mereka. Dengan pertimbangan bahwa para pengguna situs jejaring sosial ini mengetahui dan membaca Akumassa.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pendapat dan tenggapan pembaca Akumassa di Surabaya terhadap kredibilitas yang dimiliki oleh Akumassa dalam menyampaikan informasi mengenai isu lokal di Surabaya.

Adapun identitas informan yang dimiliki berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain, yaitu terdiri dari :

1. I

Referensi

Dokumen terkait

Service quality (SQ) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap customer loyalty (CL) melalui customer satisfaction (CS) sehingga dapat ditarik simpulan

Penelitian ini berkaitan dengan “Pengembangan Model Komunitas Pembelajaran untuk Peningkatan Kewirausahaan” (Studi lapangan keberhasilan kewirausahaan pada

3 Mengetahui respon tampilan halaman form ubah agenda dinas keluar jika data agenda dinas keluar terbaru yang dimasukkan valid Data agenda dinas keluar terbaru Tampilan

Analisis: Kalimat di atas merupakan jenis kalimat minor berpredikat tanpa subyek yang berupa kalimat perintah dalam bentuk lebih dari satu kata. Sebagai contoh

Selain itu dapat memberikan manfaat yang sangat banyak bagi peningkatan kerjasama di berbagai bidang terutama bidang ekonomi dan pembangunan terutama bagi kawasan Asia yang masih

return saham perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.. 1.4

Hasil pembimbingan guru dalam mengupayakan joyful learning melalui “Workshop Model Supermonev” adalah (1) guru memperoleh gambaran yang jelas tentang

Lakukan analisa data pada dari hasil pengukuran benda dengan jangka sorong dan mikrometer sekrup di atas untuk membuktikan kebenaran jawaban sementara yang sudah kamu