• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh antara Perceived Organizational Support (POS) dan Psychological Employee Well being (PWB) dengan employee engagement sebagai variabel mediator

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh antara Perceived Organizational Support (POS) dan Psychological Employee Well being (PWB) dengan employee engagement sebagai variabel mediator"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH ANTARA

PERCEIVED ORGANIZATIONAL

SUPPORT

(POS) DAN

PSYCHOLOGICAL EMPLOYEE

WELL-BEING

(PWB) DENGAN

EMPLOYEE ENGAGEMENT

SEBAGAI VARIABEL MEDIATOR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Guerika Yucky Fandera Widanna

NIM: 129114079

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

PENGARUH ANTARA

PERCEIVED ORGANIZATIONAL

SUPPORT

(POS) DAN

PSYCHOLOGICAL EMPLOYEE

WELL-BEING

(PWB) DENGAN

EMPLOYEE ENGAGEMENT

SEBAGAI

VARIABEL MEDIATOR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Guerika Yucky Fandera Widanna

NIM: 129114079

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)

SKRIPSI

PENGARUH

ANTAIiA

PERCEIVED ORGANIZATIONAL

suPPonreos)

DAN PSYCHOLOGTCAL

EM?LOYEE

WELL-BEING DENGAN EMPLOYEE

ENGAGEMENT SEBAGAI

VARIABEL MEI}IATOR

D

s

ffi

(4)

SKNIPSI

PENGARUH ANTARA PERCEII/ED ORGANIZATIONAL SUPPORT (POS)

DAFIP, TCI'OIOGICALEMPLOYEEWELI-BEINGI}ENGA}{.E'MPIOYEE

ENGAGEMENT SEBAGAI VARIABEL MEDIATOR

Dipersiapkan dan ditulis oleh: Guerika Yucky Fandera lYidmna

'owil^

Yogyakarta,

19

JAN 2017

Fakultas Psikologi

itas Sanata Dharma

Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si.

(5)

v

Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan

kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian

mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan

(II Korintus 8:14)

Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia

yang memberi kekuatan kepadaku

(Filipi 4:13)

“Everything will be alright in the end

If it’s not alright then it’s not the end.” (UNKNOW) —Rhapsody

Aku meyakini bahwa jika aku berhasil merealisasikan

dan membangun mimpiku, kebahagiaan akan datang

dengan sendirinya untuk mewarnai hidupku

(6)

vi

Terimakasih kuucapkan dari lubuh hatiku yang terdalam untuk Tuhan Yesus

Kristus sahabat setia yang selalu mendengar keluh kesahku dalam setiap doa, yang

tak pernah terlambat menepati janji, dan selalu memberikan yang terbaik melebihi

apa yang aku minta.

Dengan bangga dan perasaan bahagia, kupersembahkan Skripsi bukti perjuangan

dan tanggung jawab ini kepada:

Bapak Bos Petrus Widodo dan Ibu Bos Maria Anna Dwijiastuti yang tidak pernah

lelah menanyakan kelangsungan hidup skripsi dan dengan sabar menanti datangnya

kabar bahagia pendaftaran ujian pendadaran. Terima kasih untuk seluruh

penguatan, nasehat, jerih payah “prihatin”, bimbingan dan doa yang tanpa henti

terus mengalir hingga aku dapat menjadi seperti sekarang ini. Untuk one and only my best brother yang sudah beranjak dewasa Patrik Maretra Widanna yang tak lupa

selalu menanyakan “Skripsimu gimana dan kapan aku diundang ke wisudaanmu?”

terima kasih menjadi partner hidup yang luar biasa.

Makhluk-makhluk yang tak kenal lelah berjuang bersamaku, terima kasih sudah

membuatku terus punya semangat untuk menyelesaikan tanggung jawab ini, doaku

(7)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis inr

tidak memu

at

karya atau bagian karya dari orang lain, kecuali yang telah

disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya sebuah karya

ilmiah.

Yogyakarta, 19 Jantari 2017

Guerika Yucky Fandera Widanna

(8)

vii

PENGARUH ANTARA PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT (POS) DAN PSYCHOLOGICALEMPLOYEE WELL-BEING DENGAN EMPLOYEE

ENGAGEMENT SEBAGAI VARIABEL MEDIATOR

Guerika Yucky Fandera Widanna

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah ingin melihat bagaimana pengaruh antara Perceived Organizational Support (POS) dan Psychological Employee Well-being (PWB) pada karyawan dengan employee engagement sebagai variabel mediator. Penelitian ini memiliki empat buah hipotesis. Pertama, POS memiliki hubungan yang positif siginifikan dengan Psychological Employee Well-being (PWB). Kedua, POS memiliki hubungan positif signifikan dengan employee engagement. Ketiga, employee engagement memiliki hubungan yang positif signifikan dengan Psychological Employee Well-being (PWB) dan yang keempat hubungan antara POS dengan Psychological Employee Well-being (PWB) dapat dimediasi oleh employee engagement. Subjek dalam penelitian ini berjumlah sebanyak 159 orang karyawan yang berprofesi sebagai perawat di rumah sakit negeri dan rumah sakit swasta di Sragen, Jawa Tengah. Skala yang digunakan dalam penelitian ini merupakan skala yang telah diadaptasi dari Eisenberger dan Huntington (1986) dan telah disederhanakan untuk POS, Ryff dan Keyes (1995) untuk PWB dan Saks (2006) untuk employee engagement. Reliabilitas skala dalam penelitian ini adalah POS sebesar 0.837, reliabilitas skala PWB sebesar 0.753 dan reliabilitas skala engagement adalah sebesar 0.758. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi sederhana dan causal step analysis yang dikembangkan oleh Baron dan Kenny (1986) untuk melihat efek mediasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa seluruh hipotesis dalam penelitian ini diterima. Diketahui nilai standardized coefficients (β) sebesar 0.264 untuk hubungan antara POS dan PWB, 0.198 untuk hubungan antara POS dan employee engagement dan 0.435 untuk hubungan antara engagement dengan PWB. Berdasarkan analisa yang dilakukan menggunakan causal step, diketahui engagement dapat memediasi hubungan antara POS dengan PWB dengan jenis mediasi yang terjadi adalah full mediation.

(9)

viii

THE INFLUENCE OF PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT (POS) TOWARD PSYCHOLOGICALEMPLOYEE WELL-BEING WITH

EMPLOYEE ENGAGEMENT AS A MEDIATING ROLE

Guerika Yucky Fandera Widanna

ABSTRACT

The purpose of this research is to see how the influence between the Perceived Organizational Support (POS) and the Psychological Employee Well-being (PWB) to employees by employee engagement as a mediator variable. This research has four hypotheses. First, the POS has a positive significant relation with the Psychological Employee Well-being (PWB). Second, the POS has a positive significant relation with employee engagement. Third, employee engagement has a positive significant relation with Psychological Employee Well-being (PWB). And fourth, the relation between the POS and the Psychological Employee well-being (PWB) could be mediated by the employee engagement. The subject in this research was 159 employees who had the profession as nurses at the public hospital and private hospital in Sragen, Central Java. The scale used in this research was the scale which had been adapted from Eisenberger and Huntington (1986) and had been simplified for the use of the POS, Ryff and Keyes (1995) for the PWB and Saks (2006) for the employee engagement. Scale reliability of this research was 0.837 of the POS, 0.753 of the PWB scale reliabilityand 0.758 of the engagement scale reliability. Hypothesis testing was done by using simple regression analysis and the causal step analysis which was developed by Baron and Kenny (1986) to see the effects of mediation. The results of the analysis showed that the hypothesis in this research was accepted. It was shown that the coefficients standardized value (β) was 0.264 to the relation between the POS and the PWB, 0.198 to the relation between the POS and the employee engagement and 0.435 to the relation between the engagement andthe PWB. Based on the conducted analysis by using the causal step, it was known that the engagement could mediate the relation between the POS and the PWB by this type of mediation which was done bythe full mediation.

(10)

LBMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan.di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Santa Dharma

Nama : Guerika Yucky Fandera Widanna

NomorMahasiswa :129114079

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENGARUH ANTARA PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT (POS)

DAN PSYCHOLOGICAL EMPLOYEE WELL-BEING DENGAN ET/IPLOYEE

ENGAGEMENT SEBAGAI VARIABEL MEDIATOR

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma

hak

untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain

untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta

izin

dari saya

maupun

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 19 Januari2}lT

(Guerika Yucky Fandera Widanna)

1X

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur sebesar besarnya dipanjatkan kepada Tuhan Yesus dan

Bunda Maria yang selalu menyertai dan membimbing sehingga proses penulisan

skripsi dapat berjalan dengan lancar dan baik. Meskipun banyak kesulitan yang

saya hadapi selama proses penulisan skripsi ini, tetapi pada akhirnya skripsi ini

dapat terselesaikan dengan tepat pada waktunya. Skripsi ini disusun dalam rangka

memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S. Psi.).

Kelancaran dan kesuksesan dalam menyusun skripsi ini tidak terlepas dari peran

banyak pihak yang telah membantu dalam menghadapi kesulitan yang saya temui.

Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan rasa terimakasih saya yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Priyo Widiyanto, M.Psi., selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Eddy Suhartanto, M.Si., selaku Kepala Program Studi Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma

3. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si. dan Suster Lidwina Tri Ariastuti, FCJ.,

M.A.,3. selaku Dosen Pembimbing Akademik saya yang selalu memberi

masukan, semangat untuk menyelesaikan studi S1 saya selama di Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma

4. Bapak Minta Istono, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing Skripsi. Terimakasih

untuk bapak yang selalu berusaha meluangkan waktu di tengah

(12)

xi

mendengar segala keluh kesah serta kesulitan yang saya alami, dan selalu

memberi semangat kepada saya selama saya menemui kesulitan dalam

menyusun skripsi. Terima kasih karena bapak tidak pernah lelah

mengingatkan saya untuk segera menyelesaikan kewajiban saya dan selalu

meyakinkan saya untuk bisa menyelesaikan skripsi meskipun banyak sekali

rintangan yang saya temui. Sekali lagi terimakasih banyak bapak Minto.

5. Bapak Bos Petrus Widodo dan Ibu Bos Maria Anna Dwiji Astuti, kedua

orang tua yang sungguh luar biasa dan amat sangat saya cintai serta

banggakan. Terimakasih banyak atas pengertian, kesabaran waktu

menunggu, dukungan dalam bentuk jasmani maupun rohani, “sindiran”

pembangkit semangat, doa yang tak henti mengalir, cinta yang tulus tak

berkesudahan, quote kehidupan yang tidak pernah absen untuk dibagikan,

dan jerih payah “prihatin” untuk dua titipan Tuhan yang masih terus

berjuang ini. Saya percaya Tuhan juga menyayangi mama dan papa

sehingga saya yakin Tuhan akan memberikan berkat kasih melimpah yang

tak terhingga untuk mama dan papa yang sungguh luar biasa.

6. Patrik Maretra Widanna yang sudah mulai beranjak dewasa, teman hidup

17 tahun dan satu-satunya makhluk tersabar dengan kelakuan kakaknya.

Terimakasih banyak untuk perhatian kecil “Mbak, semangat ngerjain

skripsinya ya” dan untuk misi taruhan memperjuangan harga diri demi

menyelesaikan skripsi serta karya tulis ini. Terimakasih sudah sama-sama

(13)

xii

Tetap semangat untuk melanjutkan perjuangan „mabro‟, jika kau mulai lelah

dan menyerah, ingatlah kembali mengapa kau memulainya.

7. Segenap Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Terimakasih

bapak dan ibu atas ilmu yang pernah dibagikan kepada saya selama saya

menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma ini.

8. Seluruh Staff dan Karyawan Psikologi USD yang telah sabar melayani dan

memberikan informasi selama saya berkuliah di Fakultas Psikologi USD ini.

9. Ibu Dokter Indarsih dan Suster Ata selaku Kepala bagian Pusdiklat Rumah

Sakit Negeri dan Wakil Direktur Rumah Sakit Swasta. Terima kasih banyak

untuk bu Indarsih dan suster karena telah memperbolehkan saya untuk

melakukan penelitian di rumah sakit serta banyak membantu saya dalam

proses pengumpulan data penelitian. Terimakasih juga atas semangat, doa,

serta dukungannya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan baik.

10. Grevia GG „SOE‟, Nikur Memo „BTL‟, Pipi „PSS SLEMANIA‟, Butet

Cantika Rini „NBX‟, Ogek LPTYA „DPS‟, Karinawati Miciners „LPG

-TKG‟, Momo Maurin „SQR‟, Mbak Deps „C10‟, Sekkar-yanto „JOG‟, Ochi

Markoceng „JOG‟, Stefi „BTH‟ S.Psi (Guru Private SPSS Kilat), Mamita

Mitos Risca, Nona Karistin, Nyonya Rahajeng, Mak Tar Igan, Akom Moka

„Jarjit Senior‟, Bli geem „profe video marker‟, Octaniany „HWI‟ Fernandez,

Epi Delvianty explorer sejati, Nyak Siagian yang sudah „move on‟, Regina

(14)

xiii

jaya, Sista Danar Klampok jaya. Feel blessed have you all , keep your

head Up, and see you on top, „mabest‟!

11. Konco kenthel lebih dari 7 tahun yang kadang jarang ketemu, kadang mulai

rese tanya “kapan ujian kak?”, kadang dateng tiba-tiba ngajak kumpul Iyun

„Miss Gebetan Segudang‟, Nut natal.dp Arman Maulana UNS, Destra

Sengklek GD addict, Flufi yang sukanya LDR tidak terjangkau, Genjring

Juztina Pianizt, dan Masay-u Announcer Antar Kota Antar Profinsi. Sedih

rasanya ada kawan „kecepetan‟ yang sudah mendahului bergelar dan

berkarir atau bahkan angkatan bocah yang sudah menyusul bergelar. Btw,

tetap semangat untuk teman-teman yang masih terus berjuang, ingat tahap

pertama harus diselesaikan supaya tenang melangkah ke tahap berikutnya.

Tuhan Memberkati guys!

12. Cah Wacana YK yang sudah lama tak bersua, „Nyai‟ Ajeng, Dina Domestik

lovers, Lintang ding dong, Pandu gondes Cilacap, Pakde Vian panutanq,

dan Tamil ala ala India. Long tem no seeh ges, grup mulai sepi nih. Terima

kasih tak pernah absen “nyinyirin” kapan pendadaran dan kapan wisuda.

Sukses selalu untuk kita semua.

13. Pras, Leo, Nata, Elga, Silvi, dan Sakti, teman-teman sepayung seperjuangan

dalam bimbingan skripsi Minto‟s Squad. Terimakasih banyak untuk setiap

perjumpaan dan perjuangan bersama selama kita mengerjakan skripsi.

Terimakasih pula untuk setiap kesabaran dan kerendahan hati teman-teman

untuk membimbing saya ketika saya kebingungan dalam mengerjakan

(15)

xiv

terdapat terilaku maupun perkataan saya yang kurang berkenan. Sampai

jumpa di kesempatan lain teman-teman, saya tunggu cerita-cerita bahagia

yang bisa saling kita bagikan

14. Teman–teman Psikologi Kelas D yang saya kasihi. Terimakasih

teman-teman atas pengalaman berharga dan persahabatan yang sudah terjalin

antara kita. Terimakasih atas keceriaan yang telah kita alami sehari-hari

pada saat masa perkuliahan. Terus berusaha supaya kelak nanti kita bertemu

dalam keadaan sehat dan sukses. Semangat !

15. Seluruh teman–teman dan sahabat saya di Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma angkatan 2012. Terimakasih atas pengalaman dan cerita

yang telah kita buat selama masa kuliah ini. Terimakasih banyak atas

bantuan yang pernah diberikan kepada saya sehingga saya dapat melalui

perkuliahan dengan lancar. Saya meminta maaf apabila sikap dan perlakuan

saya selama ini ada yang kurang berkenan. Semoga hubungan kita tetap

terus berlanjut dan tetap saling membantu satu sama lain.

16. Perpustakaan tempat pelabuhan terakhir, ‘BasecampWorkstation, Kopma

sumber suplai energi, foodcourt BK, Cafetaria Psikologi, serta setiap sudut

Kampus III Universitas Sanata Yogyakarta yang telah mendukung saya

menjadi lebih produktif dalam mengerjakan dan menyelesaikan skripsi.

17. WiFi.USD, EBSCO, EMERALD, JSTOR, GOOGLE, LIBGEN, dan semua

kemudahan serta kecanggihan teknologi yang sangat membantu saya dalam

(16)

xv

18. Teruntuk notebook mungil hebat yang mampu bertahan dan berjuang hingga

saya dapat menyelesaikan pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma. Terima kasih telah menemani saya berproses hingga garis

akhir ‘maleppy’.

19. Teman-teman dan sahabat-sahabat saya yang lainnya yang tidak bisa

disebutkan satu persatu. Terimakasih banyak atas peran dan cerita yang

pernah kita buat bersama, sehingga saya bisa berkembang sampai sekarang.

20. Semua pihak yang telah membantu dan berperan dalam penulisan skripsi

ini.

21. Last but not least, thank you for my self! Terima kasih karna tetap gigih

berjuang hingga garis akhir, selalu mengusahakan yang terbaik, mampu

menepati jani diri sendiri, dan mempertanggung jawabkan kewajiban

kepada orang tua. Satu tahap dilalui dan perjuangan masih panjang, siapkan

amunisi untuk bangkit lagi!

Yogyakarta, 19 Januari 2017

Penulis

(17)

xvi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xvi

DAFTAR TABEL ... xx

DAFTAR GAMBAR ... xxii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 11

C.Tujuan Penelitian... 11

D.Manfaat Penelitian... 11

1. Manfaat Teoritis ... 11

2. Manfaat Praktis ... 11

BAB II : LANDASAN TEORI... 12

A.Psychological Employee Well-being ... 12

1. Sejarah dan Definisi PsychologicalEmployee Well-being ... 12

2. Dimensi Psychological Employee Well-being... 16

(18)

xvii

Well-being ... 19

B.Perceived Organizational Support (POS) ... 21

1. Sejarah dan Definisi Perceived Organizational Support ... 21

2. Indikator Perceived Organizational Support ... 23

3. Dampak dari Perceived Organizational Support ... 24

C.Employee Engagement ... 25

1. Sejarah dan Definisi Employee Engagement ... 25

2. Aspek-aspek Employee Engagement ... 28

3. Faktor yang memengaruhi Employee Engagement ... 29

4. Dampak dari Employee Engagement... 32

D.Dinamika Hubungan Perceived Organizational Support, Employee Well-being dan Employee Engagement ... 34

E. Kerangka Penelitian ... 39

F. Hipotesis Penelitian ... 39

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 40

A.Jenis Penelitian ... 40

B.Variabel Penelitian ... 41

C.Devinisi Operasional ... 41

1. Psychological Employee Well-being ... 41

2. Perceived Organizational Support ... 42

3. Employee Engagement ... 43

D.Subjek Penelitian ... 44

E. Metode dan Alat Pemngambilan Data ... 45

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 49

1. Validitas Alat Ukur... 49

2. Reliabilitas Aitem Skala ... 50

(19)

xviii

a. Skala Psychological Employee Well-being ... 53

b. Skala Perceived Organizational Support ... 54

c. Skala Employee Engagement ... 55

B.Metode Analisis Data ... 56

1. Uji Asumsi ... 56

a. Uji Normalitas ... 56

b. Uji Linearitas ... 57

c. Uji Homoskedastisitas ... 57

2. Uji Hipotesis ... 58

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59

A.Pelaksanaan Penelitian ... 59

B.Deskripsi Penelitian... 60

1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 60

2. Deskripsi Data Penelitian ... 63

C.Analisis Data Penelitian ... 64

1. Uji Asumsi ... 64

a. Uji Normalitas ... 64

b. Uji Homoskedastisitas ... 66

c. Uji Linearitas ... 67

2. Uji Hipotesis ... 68

D.Pembahasan ... 74

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

A.Kesimpulan... 86

B.Keterbatasan Penelitian dan Saran Untuk Penelitian Selanjutnya ... 86

C.Saran ... 89

(20)

xix

2. Bagi Rumah Sakit ... 91

3. Bagi Penelitian Selanjutnya ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94

(21)

xx

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Respon Skala PWB ... 45

Tabel 3.2. Sebaran Aitem Skala PWB ... 46

Tabel 3.3. Respon Skala POS ... 47

Tabel 3.4. Sebaran Aitem Skala POS ... 47

Tabel 3.5. Respon Skala Engagement ... 48

Tabel 3.6. Sebaran Aitem Skala Engagement ... 49

Tabel 3.7. Reliabilitas Skala PWB ... 54

Tabel 3.8. Reliabilitas Skala POS ... 55

Tabel 3.9. Reliabilitas Skala Engagement ... 56

Tabel 4.1. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60

Tabel 4.2. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Lama Bekerja Di Rumah Sakit ... 61

Tabel 4.3. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Usia ... 62

Tabel 4.4. Deskripsi Statistik Data Penelitian ... 63

Tabel 4.5. Uji Normalitas Residu ... 65

Tabel 4.6. Uji Glejser Homoskedastisitas ... 66

Tabel 4.7. Uji Linearitas ... 67

Tabel 4.8. Uji Hipotesis 1 Regresi Antara POS dan PWB ... 70

Tabel 4.9. Uji Hipotesis 2 Regresi Antara POS and Engagement ... 71

(22)

xxi

Tabel 4.11. Uji Hipotesis 4 Multiple Regression POS, Engagement

(23)

xxii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Penelitian ... 39

(24)

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Reliabilitas Aitem dan Skala Penelitian ... 100

Lampiran 2. Hasil Uji T ... 103

Lampiran 3. Hasil Uji Normalitas Residu ... 105

Lampiran 4. Hasil Uji Homoskedastisitas ... 107

(25)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

The measure of the moral worth of a man is his happiness. The better

the man, the more happiness. Happiness is the synonym of well-being” (Bruce

Lee). Perasaan yang baik serta bermakna dapat dimunculkan ketika seseorang

dalam keadaan bahagia. Kebahagiaan memang memiliki kaitan yang erat

dengan well-being. Hal ini dikarenakan orang yang bahagia akan cenderung

mengungkapkan pengalaman hidup secara optimis dan positif, sedangkan

orang yang tidak bahagia akan cenderung mengalami gangguan neurotik

karena terbiasa menyangkal emosi-emosi yang dimiliki (DeNeve, 1999).

Fenomena berikut dirasa dapat membantu menjabarkan penjelasan

singkat DeNeve (1999) terkait individu yang kurang bahagia serta dampak

yang dialami saat menjalani rutinitas sebagai karyawan di sebuah perusahaan

besar. Perusahaan ini merupakan perusahaan besar rakitan alat elektronik di

Cina bernama Foxconn. Pada tahun 2010 tercatat ada 13 kali upaya bunuh diri

karyawan dengan melompat dari gedung asrama. Menurut saksi yang

mengetahui dinamika keseharian karyawan, alasan dari peristiwa upaya bunuh

diri tersebut karena karyawan memiliki 12 jam untuk bekerja dalam 6 hari

ditambah lagi 120 jam jatah lembur dalam satu bulan. Para karyawan tidak

diperbolehkan duduk dan berkomunikasi selama bekerja dan upah yang

(26)

Atas kejadian tersebut, Foxconn mendapatkan teguran keras dan berjanji akan

memperbaiki system perusahaan. Namun pada tahun 2013 BBC Magazine

memberitakan kembali perusahaan ini karena telah melanggar aturan tenaga

kerja dengan mempekerjakan pelajar yang magang pada shift malam.

Sebaliknya fenomena berikut akan membantu menjelaskan individu yang

menunjukkan dampak positif dari kesejahteraan psikologis karyawan yang

bekerja di perusahaan Cadbury (London-Inggris) yang didirikan tahun 1824

sebagai kedai teh dan kopi yang berkembang bisnis coklat. Karyawan

perusahaan berpendapat bahwa Cadbury bukan hanya berorientasi akan

penjualan produk namun juga sangat peduli terhadap pendidikan karyawan dan

peningkatan nilai sosial di masyarakat. Perusahaan ini dikenal memiliki

kepedulian terhadap permasalahan yang dialami karyawan serta

lingkungannya. Cadbury juga memberikan hadiah kepada pekerja yang

menikah. Kepedulian Cadbury tersebut membuat para pekerja merasa senang,

bangga, dan merasa memiliki perusahaan sehingga menimbukan semangat dan

cinta terhadap pekerjaan maupun perusahaan (www.republika.co.id 2009 dan

kompas 2010).

Secara umum, karakteristik individu yang sejahtera adalah memiliki rasa

senang serta puas atas pengalaman individu baik kehidupan sehari-hari ataupun

karir, serta rendahnya perasaan negatif (tidak mudah lelah secara emosional).

Pada fenomena yang pertama, para karyawan dinilai kurang merasakan

kesejahteraan psikologis sehingga memutuskan untuk mengakhiri hidupnya

(27)

karena tidak sesuai. Para karyawan tersebut juga terkesan memiliki tingkat

emosional yang kurang baik karena mengekspresikan emosi dengan bunuh diri.

Kemudian Tsai (2013) menjelaskan bahwa kesejahteraan para karyawan

terdiri dari kepuasan kerja, kesehatan karyawan terkait stress maupun

kecelakaan kerja, dan pengalaman subjektif individu maupun pemaknaan

hidup. Hal ini dapat dilihat dari fenomena kedua di perusahaan Cadbury,

seperti pekerja yang merasa senang, bangga, dan merasa memiliki perusahaan.

Perasaan ini muncul karena pekerja memiliki pengalaman positif di tempat

kerja, kepuasan terhadap kebijakan perusahaan, serta rendahnya tingkat stress

yang dialami karyawan.

Melanjutkan pembahasan kesejahteraan menurut Tsai (2013), ternyata

profesi di rumah sakit seperti dokter dan perawat cenderung memiliki penilaian

yang rendah terhadap kesejahteraan karena pekerjaan ini memiliki resiko yang

tinggi, tingkat stress yang tinggi, dan persaingan yang kuat dalam lingkungan

industrinya sehingga mereka cenderung mengejar performansi dan

mengabaikan kesejahteraan masing-masing sehingga mereka memerlukan

perhatian khusus untuk lebih memperhatikan kesehatan serta kesejahteraan.

Brunetto, Wharton, dan Shacklock (2011) menjelaskan bahwa

kesejahteraan memiliki 2 pendekatan yakni hedonic dan eudaimonic.

Pedekatan tersebut lebih dikenal sebagai kesejahteraan subjektif dan

(28)

penelitian ini peneliti lebih memilih untuk menggunakan pendekatan

kesejahteraan psikologis.

Menurut Zamralita dan Suyasa (2008) kesejahteraan psikologis

merupakan suatu gambaran kualitas kehidupan dan kesehatan mental yang

dimiliki oleh individu. Kesejahteraan psikologis bukan hanya merupakan

ketiadaan penderitaan, namun keterikatan aktif dalam dunia, memahami arti

dan tujuan dalam hidup, dan hubungan seseorang pada obyek ataupun orang

lain. Berdasarkan hal tersebut, kesejahteraan psikologis mengarahkan individu

yang sehat secara psikologis untuk mengontrol secara sadar kehidupannya,

bertanggung jawab terhadap keadaan diri, serta mengenali diri.

Ryff dan Singer (1996) menjelaskan bahwa tingkat kesejahteraan

psikologis yang tinggi menunjukkan bahwa individu memiliki hubungan yang

baik dengan lingkungan di sekitarnya, memiliki kepercayaan diri yang baik,

dapat membangun hubungan personal yang baik dengan orang lain, dan

menunjukkan bahwa individu memiliki tujuan pribadi dan tujuan dalam

pekerjaannya. Sebaliknya, Chou et al. (2014) menjelaskan jika levelnya rendah

akan menimbulkan kelelahan secara emosional yaitu gejala burnout dan

mengalami turnover (Brunetto, Xerri, Shriberg, Wharton, Shacklock, Newman

& Dienger, 2013). Setelah mengetahui dampak di atas Psychological Employee

Well-being dirasa sangat penting untuk diteliti terutama dalam dunia kerja.

Individu yang memiliki pemikiran positif serta optimis dapat mendukung

kestabilan kesejahteraan dalam dirinya. Penelitian Farell, Aubry, dan

(29)

dukungan dari lingkungan tempat tinggal, hubungan dengan orang lain di

sekitar individu dan juga rasa memiliki komunitas. Menurut Farell et al.

(2004), individu yang memiliki hubungan dengan individu lain dan lingkungan

sekitar dipercaya dapat membentuk individu menjadi wellbeing. Pendapat

Farell et al. (2004) ini didukung oleh hasil penelitian dari Brunetto et al. (2013)

yang menyatakan bahwa Perceives Organizational Support (POS) sebagai

faktor lingkungan sekitar dapat mempengaruhi karyawan sehingga menjadi

wellbeing.

Penelitian Ahmad dan Yekta (2010) mengatakan bahwa berdasarkan

perspektif social exchange, ditemukan penelitian POS yang sebagian besar

merupakan penelitian pada kebudayaan Barat seperti Eisenberger et al. (1986)

yang mengawali penelitian tentang POS serta beberapa penelitian Eisenberger

selanjutnya, kemudian Armstrong-Stassen, Cameron dan Horsburgh (1996),

Burke dan Greenglass (2001), serta Burke (2003). Ditambahkan pula bahwa

literatur untuk kebudayaan Non-Barat terkesan minim jika dibandingkan

dengan literatur kebudayaan Barat sehingga Ahmad dan Yekta (2010) juga

berkeinginan untuk melakukan penelitian pada kebudayaan Non-Barat seperti

Malaysia. Hal inilah yang menyebabkan peneliti juga berkeinginan mengurangi

kesenjangan literatur untuk kebudayaan Non-Barat yakni di Budaya Timur

yang merupakan budaya Kolektivistik terkhusus Indonesia. Indonesia adalah

salah satu negara yang mempunyai nilai kolektivistik tinggi (Purba & Seniati,

(30)

budaya kolektivistik yang mengedepankan pentingnya hubungan atau relasi

dengan orang lain serta dukungan yang didapatkan.

Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Asia pada umumnya

diasumsikan berorientasi pada kebudayaan kolektivistiktik, walaupun belum

banyak penelitian empiris yang mengungkap hal ini. Berbagai penelitian

terdahulu tentang Individualistik Kolektivistik yang melibatkan warga

masyarakat kolektivistiktik di Asia lazimnya menggunakan subjek dari Asia

Timur seperti penelitian McClelland, 1980; Triandis et al. 1995; Greenfield,

2000; Brown & Kobayashi ,2002 (dalam Supratiknya, 2006).

Ketika membahas tentang budaya Kolektivistik, diketahui bahwa

individu memiliki hubungan yang erat dalam kelompok dan lebih

mengutamakan tujuan kelompok daripada tujuan individu serta membentuk

perilaku atas dasar norma-norma yang ada dalam kelompok (Mills & Clark,

1982). Orang-orang dengan budaya Kolektivistik secara khusus lebih berkaitan

dengan relasi ketika berada dalam situasi konflik. Mereka akan cenderung

mempertahankan hubungan dengan orang lain, sedangkan budaya Individualis

lebih berminat pada pencapaian keadilan (Ohbuchi, Fukushima, & Tedeschi,

1999).

Agar lebih memahami pengertian dari POS setelah melihat dari segi

budaya Kolektivistik tersebut Eisenberger, Huntington, Huntchison, dan Sowa

(1986) menyimpulkan pengertian dari Perceived Organizational Support

adalah kepercayaan umum pada karyawan mengenai sejauh mana organisasi

(31)

mempedulikan kesejahteraan mereka. Menurut perspektif Social Exchange

Theory, POS dilihat sebagai bentuk pertukaran yang diberikan organisasi

terhadap karyawan dan karyawan memiliki kewajiban untuk membalas

pertukaran tersebut dengan hal yang dapat menguntungkan organisasi. Bentuk

pertukaran tersebut adalah ketika karyawan merasa bahwa kontribusi mereka

diakui dan dihargai oleh organisasi, mereka lebih cenderung untuk terlibat

dalam perilaku yang lebih positif dan produktif terhadap organisasi (Watson &

Hewett, 2006).

Melanjutkan penjelasan tentang pertukaran menurut perspektif Social

Exchange Theory (SET) diatas, Eisenberger et al. (1986) menambahkan bahwa

POS akan sangat berpengaruh terhadap karyawan saat karyawan tersebut

melihat perwujudan perilaku yang diberikan organisasi terutama dari pihak

atasan terhadap bawahan, sehingga dapat menjadikan karyawan lebih terlibat

terhadap organisasinya.

Kemudian Tsai (2013) memberikan contoh penelitian tentang hubungan

antara POS, Social Capital (Interpersonal Trust dan Institutional Trust) dan

Employee Well-being. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa POS dan

Social Capital (SC) memiliki efek positif yang signifikan pada Employee

Well-being (EWB). Penelitian ini juga menegaskan bahwa Interpersonal trust dan

Institutional trust yang merupakan bagian dari SC dan berperan sebagai

mediator penting antara POS dan kesejahteraan. Oleh sebab itu, POS

memudahkan perkembangan Interpersonal dan Institutional trust, yang

(32)

menjelaskan bahwa hubungan POS harus melewati mediator Social Capital

untuk sampai pada peningkatan kesejahteraan dinilai kontradiktif dengan hasil

penelitian Brunetto et al. (2013) yang menyatakan bahwa POS memiliki

pengaruh positif secara langsung terhadap kesejahteraan.

Melihat perbedaan yang terjadi antara penelitian Tsai (2013) dan

Brunetto et. al (2013) tersebut membuat peneliti ingin membuktikan POS

benar-benar memiliki hubungan langsung atau tidak dengan PWB. Peneliti

mendukung Tsai (2013) dimana pengaruh variabel POS terhadap wellbeing

memerlukan mediator dikarenakan sesuai dengan pendapat Tsai dimana

peneliti ingin mengeksplore lebih jauh apakah POS benar-benar membutuhkan

mediator untuk dapat mempengaruhi wellbeing dan variabel apa saja yang

dapat menjadi mediator selain social capital, sehingga peneliti memilih

variabel Employee Engagement sebagai variabel mediator antara variabel POS

dan Psychological Employee Wellbeing. Pemilihan variabel engagement

tersebut dikarenakan variabel engagement memiliki hubungan dengan variabel

POS maupun dengan Wellbeing.

Menurut perspektif SET dalam Watson dan Hewett (2006), POS

merupakan bentuk pertukaran yang menyebabkan karyawan akan cenderung

terlibat (engage) terhadap organisasi. Kemudian Shimazu, Schaufeli,

Kamiyama, dan Kawakami (2015) mengatakan bahwa keterlibatan

(engagement) akan menimbulkan kepuasan hidup karyawan dalam organisasi,

(33)

karyawan, sehingga karyawan merasa bukan hanya menjadi bagian dari

organisasi melainkan juga sejahtera dari segi individu.

Melanjutkan kembali penjelasan tentang Perceived Organizational

Support, karyawan akan merasa di hargai, bukan hanya oleh atasan saja namun

keseluruhan organisasi secara utuh. Dalam sebuah penelitian Saks (2006)

dijelaskan bahwa salah satu yang menjadi anteseden karyawan dapat mencapai

level engage adalah Perceived Organizational Support dan POS diyakini

sebagai poin penting terhadap engagement.

Saks (2006) juga menjelaskan bahwa karyawan yang terlibat dengan

organisasi memiliki tingkat energi yang tinggi dan menyatu secara kuat

terhadap pekerjaan mereka. Schaufeli, Salanova, Roma, dan Bakker (2001) dan

penelitian Kular et al. (2008) berpendapat bahwa keterlibatan mengacu pada

persepsi optimis pemenuhan tugas organisasi yang harus dikerjakan oleh

karyawan.

Walaupun keterlibatan karyawan dalam bekerja memunculkan tingginya

energi yang dimiliki karyawan dalam pekerjaannya, Shimazu et al. (2015)

menyatakan bahwa Engagement dalam bekerja tidaklah sama dengan gila

kerja. Keterlibatan kerja dinilai masih mampu untuk mengontrol diri dalam

bekerja, menikmati setiap pekerjaan yang sedang dikerjakan, menghasilkan

performance kerja yang maksimal, tidak merasakan kelelahan secara fisik,

serta memperoleh pencapaian kerja yang baik sehingga memunculkan

(34)

Sedangkan hal tersebut tidak ditemukan pada karyawan yang dinilai gila

kerja. Untuk menjadi karyawan yang engage terhadap organisasi, karyawan

harus mendapatkan support. Organisasi yang memberikan dukungan penuh

terutama atasan terhadap bawahan, baik dalam bentuk support, keadilan, serta

penghargaan maka karyawan akan dipercaya memberikan timbal balik rasa.

Ketika karyawan engage maka keryawan tersebut akan lebih sejahtera secara

psikologis dalam menjalani hari-hari kerjanya karena menyebabkan kepuasan

hidup dalam organisasi, memunculkan prestasi kerja, rendahnya gangguan

kesehatan karyawan (Shimazu et. al, 2015).

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti ingin meneliti pengaruh antara

Perceived Organizational Support dengan PWB dan employee engagement

sebagai variabel mediator, karena minimnya literatur penelitian tentang POS

untuk kebudayaan timur (Ahmad & Yekta, 2010). Dalam budaya kolektivistik

individu memiliki hubungan yang erat dalam kelompok dan lebih

mengutamakan tujuan kelompok daripada tujuan individu dan membentuk

perilaku atas dasar norma-norma yang ada dalam kelompok (Mills & Clark,

1982). Karyawan yang mendapatkan dukungan akan merasa dihargai sehingga

ia akan nyaman bekerja pada organisasi tersebut. Ketika karyawan merasa

nyaman dalam bekerja, maka ia akan mengerjakan dengan rasa bahagia dan

sepenuh hati terhadap organisasi untuk menjadi bagian dalam setiap tugas.

Selain itu menurut hasil penelitian Tsai (2013) menyatakan POS dan Wellbeing

tidak tercipta secara langsung dan memerlukan variabel penghubung sehingga

(35)

B.Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah POS

memiliki pengaruh terhadap psychological well-being dengan employee

engagement sebagai mediator?

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk melihat pengaruh POS terhadap

psychological wellbeing dengan employee engagement sebagai mediator.

D.Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu dan referensi untuk

penelitian lain, terutama di bidang Psikologi Industri dan Organisasi,

khususnya dalam hal kesejahteraan psikologis karyawan, pentingnya

POS, dan keterlibatan karyawan dalam organisasi maupun literatur

yang masih minim untuk budaya timur.

a. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan acuan bagi

karyawan dan organisasi mengenai kesejahteraan psikologis yang

dimiliki oleh karyawan, tingkat keterlibatan karyawan terhadap

organisasi, keyakinan umum karyawan tentang dukungan yang

diberikan oleh organisasi dan juga untuk mengetahui tingkatan

(36)

12 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Psychological Employee wellbeing

1. Sejarah dan Definisi PsychologicalEmployee wellbeing

Penjelasan tentang sejarah well-being diawali dengan pendapat

Ryff (1989) yang mempertanyakan “eudaimonia” yang diterjemahkan

sebagai kebahagiaan. Menurut pendapat yang dimiliki oleh Ryff, kata

eudaimonia yang berasal dari bahasa Yunani ini lebih tepat didefinisikan

sebagai perasaan yang konsisten diikuti oleh perilaku individu untuk

melakukan sesuatu dan potensi yang benar-benar dimiliki oleh individu.

Selain itu kata eudaimonia juga diterjemahkan secara berbeda menurut

pandangan Aristoteles. Aristoteles mengatakan bahwa eudaimonia

bukanlah kebahagiaan, melainkan realisasi dari potensi yang dimiliki

oleh individu untuk mencapai hal terbaik dalam dirinya.

Ryff menjelaskan dalam beberapa ilmu psikologi, istilah wellbeing

digunakan oleh para ahli namun memiliki istilah yang berbeda-beda.

Konsep Ryff (1989) dan Ryff dan Keyes (1995) tentang psychological

wellbeing merujuk pada pandangan Rogers tentang keberfungsian

individu secara penuh, pencapaian masing-masing individu yang

berbeda-beda sesuai tahapan psikologis Erikson, Neugarten yang

mengatakan pertumbuhan siklus kehidupan invidu yang berkelanjutan,

(37)

kesejahteraan dilanjutkan dengan konsep Maslow sebagai aktualisasi diri,

kriteria positif individu yang bermental sehat yang dikemukakan oleh

Jehoda, konsep Allport tentang kematangan, dan konsep individualisasi

Jung. Perbedaan pandangan ini pula yang menurut Ryff membawa

penelitian Psychological Wellbeing memiliki perbedaan arah antara satu

dengan yang lain.

Walaupun dijelaskan dalam berbagai konsep, jelas bahwa banyak

teori yang menuliskan konsep psychological wellbeing menyerupai

positive psychological functioning. Kemudian Ryff menekankan bahwa

kunci komponen dari wellbeing sebagai perkembangan struktur dasar

dari psychological wellbeing yang telah dijelaskan di atas adalah kualitas

hubungan positif individu dengan orang lain, kemampuan menentukan

tindakan sendiri, perkembangan pertumbuhan individu, dan

kebermaknaan serta tujuan dari hidup individu.

Melihat kembali pada penjelasan “Eudaimonia” atau lebih dikenal

dengan sebutan eudemonic yang menimbulkan beberapa perdebatan arti

dari konsep tersebut, penelitian Brunetto, Wharton dan Shacklock (2011)

serta penelitian Slemp dan Brodrick (2013) mencoba membantu

menjelaskan tetang 2 pendekatan dari kesejahteraan atau well being.

Brunetto et. al. memaparkan bahwa kesejahteraan terdiri dari 2

pendekatan; Hedonic (persepsi menyenangkan pada karyawan terhadap

pikiran ataupun perasaan positif dan negatif biasanya diukur dengan

(38)

tentang pencapaian potensi yang dimiliki biasanya diukur dengan

pemenuhan pencapaian tujuan karyawan tersebut).

Kemudian Slemp dan Brodrick (2013) menambahkan bahwa

hedonic approach adalah pendekatan yang menangkap konsep

kesejahteraan sebagai kesejahteraan subjektif atau Subjective Wellbeing.

Subjective Wellbeing (SWB) adalah istilah yang dikaitkan dengan

kebahagiaan atau 'kehidupan yang baik'. Selanjutnya, SWB dapat dibagi

menjadi dua komponen yaitu komponen kognitif yang mengacu pada

kepuasan individu secara keseluruhan terhadap kehidupannya, sedangkan

komponen afektif mengacu pada kehadiran positif affect (PA) dan

negative affect (NA).

Pendekatan yang kedua tentang kesejahteraan menurut Slemp

adalah eudaimonic approach, didefinisikan sebagai kesejahteraan secara

lebih luas terhadap eksistensial kehidupan atau aktualisasi potensi

manusia. Eudaimonic approach menurut Slemp dan Brodrick (2013)

dijelaskan sebagai konsep kesejahteraan psikologis atau Psychological

Wellbeing, diwakilkan dengan enam faktor fungsi positif. Keenam faktor

tersebut adalah penerimaan diri, tujuan hidup, otonomi, personal growth,

environmental mastery, dan hubungan positif dengan orang sekitar.

Faktor-faktor tersebut memberikan peningkatan dalam pencapaian

(39)

Pada masa Yunani kuno sebelum munculnya perdebatan konsep

eudaimonia oleh Ryff (1989), kebahagiaan ditandai dengan kehidupan

layak serta perasaan bahagia individu selama kehidupannya.

Kebahagiaan merupakan konsep dari penyair Yunani yaitu Hesoid dan

sejarawan Herodotus. Eger dan Maridal (2015) menunjukkan bahwa

konsep kebahagiaan dari masa Yunani kuno tersebut, sebanding dengan

istilah objective wellbeing yang digunakan saat ini. Hapiness

menunjukkan kehidupan yang layak dan kebahagiaan mendasar

seseorang mengejar kelayakan selama kehidupannya.

Menurut pengalaman terdahulu, kebahagiaan juga berhubungan

dengan keberuntungan, nasib dan rahmat dari Tuhan. Menurut

pandangan tradisional, Happiness mulai berubah dalam dua hal sekitar

abad ke 18. Pertama, penekanan terhadap kelayakan sebagai hal yang

diperlukan dalam perkembangan dan kesejahteraan mulai tidak berfokus

pada kesenangan dan ketiadaan rasa sakit. Kedua, perubahan juga tampak

pada bentuk baru dari kebahagiaan yang diangkat menjadi tujuan utama

hidup manusia. Akibat dari perubahan tersebut berdampak pada temuan

yang menjelaskan bahwa kebahagiaan bukan lagi didefinisikan sebagai

kesejahteraan secara luas melainkan sebagai perasaan yang baik.

Eger dan Maridal (2015) menjelaskan secara umum well-being

agak luput dari pandangan para ahli. Pada bidang akademik dan literatur

yang terkenal, istilah kebahagiaan, kepuasan hidup, dan kemakmuran

(40)

survei yang telah dilakukan Eger dan Maridal ketiga istilah tersebut

memiliki nuansa yang berbeda dengan wellbeing dan hal ini semakin

mendukung penjelasan Ryff (1989) yang mengatakan kepuasan hidup

tidak sama dengan wellbeing melainkan indikator dari wellbeing.

2. Dimensi PsychologicalEmployee wellbeing

Walaupun terdapat dimensi wellbeing secara umum karena peneliti

lebih berfokus pada PWB maka peneliti memilih menjabarkan dimensi

PWB. Penelitian Ryff (1989) dan penelitian Ryff dan Keyes (1995)

memaparkan dimensi yang lebih spesifik tentang dimensi psychological

wellbeing memiliki 6 dimensi inti yaitu:

a. Penerimaan diri merupakan sebuah teori tentang rentang

kehidupan individu serta pengalamannya di masa lampau yang

dipercaya dapat mempertegas penerimaan diri individu. Dimensi

ini dikatakan sebagai ciri utama dari kesehatan mental,

aktualisasi diri, optimal function, dan maturity karena berpegang

pada sikap positif yang dimunculkan melalui karakteristik utama

positive psychological functioning.

b. Hubungan positif dengan orang lain, rasa percaya, serta

kehangatan dalam hubungan interpersonal dinilai penting. Selain

penerimaan diri, kemampuan individu untuk mencintai juga

dipandang sebagai komponen utama dari kesehatan mental.

(41)

kasih sayang yang kuat terhadap orang lain, serta persahabatan

yang dalam berarti individu tersebut dapat mengenali individu

lain secara lengkap. Hubungan yang hangat dengan orang lain

diajukan sebagai kriteria dari kematangan. Selain itu adult

developmental stage theories juga menekankan bahwa

keintiman dengan orang lain dan serta pemberian arahan

terhadap orang lain berperan penting dalam perkembangan

kematangan individu.

c. Otonomi adalah dimensi yang memberikan penekanan terhadap

self determination, independence, dan pengelolaan perilaku pada

diri sendiri. Aktualisasi diri digambarkan sebagai fungsi otonom

dan ketahanan diri terhadap enkulturasi. Orang yang berfungsi

sepenuhnya juga digambarkan memiliki evaluasi internal locus,

di mana individu tidak melihat persetujuan yang diberikan oleh

orang lain namun lebih pada penggunaan standar pribadi.

Individu tampak bebas tidak lagi tampak ketakutan ketika

berbeda dari kelompok, merasa yakin, dan mengabaikan hukum

massa.

d. Environmental mastery dikenal sebagai kemampuan yang

dimiliki individu untuk memilih atau menciptakan lingkungan

yang sesuai dengan kondisi psikisnya. Selain itu perkembangan

dari rentang kehidupan juga digambarkan sebagai kemampuan

(42)

yang lebih kompleks. Di sisi lain, kematangan diri yang dimiliki

individu juga dinilai berpartisipasi dalam kemajuan individu dan

kemampuan mengubah lingkungan menjadi lebih kreatif melalui

kegiatan fisik atau mental.

e. Dimensi selanjutnya adalah purpose in life atau pemaknaan

hidup. Individu yang berfungsi secara positif akan memiliki

tujuan dan niat yang mengarahkan setiap individu pada

kebermaknaan dalam hidup. Teori tentang rentang kehidupan

merujuk pada berbagai macam perubahan tujuan dalam hidup,

seperti menjadi lebih produktif dan kreatif atau mencapai

integrasi emosional di kemudian hari.

f. Mengoptimalkan fungsi psikologis individu adalah dengan

mengembangkan potensi individu untuk terus bertumbuh dan

berkembang menjadi seorang pribadi yang utuh bukan hanya

menuntut pencapaian. Selain itu keterbukaan terhadap

pengalaman juga merupakan kunci dari keberfungsian pribadi

secara penuh dan utuh. Seperti seorang individu yang terus

berkembang dan mencapai keadaan, dimana individu tersebut

(43)

3. Faktor yang mempengaruhi PsychologicalEmployee wellbeing

Menurut Ryff dan Singer, 1996 (dalam Tanujaya 2014) terdapat

beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis, di

antaranya adalah:

a. Usia

Ditemukan bahwa beberapa dimensi PWB seperti penguasaan

lingkungan dan otonomi diri cenderung meningkat seiring dengan

bertambahnya usia, khususnya saat beranjak dari masa dewasa

muda menuju masa dewasa menengah. Dimensi-dimensi lain

seperti pengembangan pribadi dan tujuan hidup cenderung

menurun seiring dengan bertambahnya usia, khususnya dari masa

dewasa menengah menuju masa usia lanjut.

b. Jenis Kelamin

Menurut Ryff dan Singer, 1996 (dalam Tanujaya 2014) dikatakan

bahwa dalam penelitiannya perbedaan jenis kelamin mempengaruhi

dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis. Ditemukan bahwa para

wanita dari segala usia cenderung memiliki skor tinggi pada

dimensi hubungan positif dengan orang lain dan pengembangan

pribadi bila dibandingkan dengan pria.

c. Status Sosial Ekonomi

Diketahui bahwa kesejahteraan psikologis yang tinggi (terutama

pada dimensi tujuan hidup dan pengembangan pribadi) dijumpai

(44)

Kesejahteraan psikologis yang tinggi juga dijumpai pada individu

yang mempunyai status pekerjaan yang tinggi.

Selain itu, Karbalaei dan Shirvani (2015) memaparkan

faktor-faktor yang mempengaruhi well-being. Karbalaei dan Shirvani

memiliki 3 faktor yang mempengaruhi kesejahteraan karyawan.

Faktor-faktor tersebut adalah iklim organisasi di tempat kerja,

kepribadian, dan pengalaman positif dan negatif yang terjadi di tempat

kerja. Iklim organisasi menjadi pengaruh yang paling utama, karena

istilah ini merujuk pada kesan karyawan tentang bagaimana organisasi

dijalankan, praktik kepemimpinan, prosedur standar, budaya kerja, dll.

Iklim organisasi memperlihatkan hal yang lebih penting dalam

penentuan kesejahteraan karyawan daripada kesulitan individu

maupun stressor. Ditemukan pula bahwa meningkatkan management

style dan keseluruhan praktik di tempat kerja dinilai dapat

menurunkan stres lebih efektif daripada mengajarkan karyawan

kemampuan coping individu. Karakteristik individu juga berpengaruh

penting pada well-being. Ditemukan bahwa emotional personality

merupakan pengaruh yang kuat pada seberapa banyak distress yang

(45)

B. Perceived Organizational Support (POS)

1. Sejarah dan Definisi Perceived Organizational Support

Eisenberger, Huntington, Huntchison, dan Sowa (1986) mengawali

penelitian tentang Perceived Organizational Support dan mendefinisikan

POS sebagai kepercayaan umum pada karyawan mengenai sejauh mana

organisasi menilai kontribusi yang telah diberikan karyawan dan

bagaimana organisasi mempedulikan kesejahteraan mereka. Setelah

penelitian awal dari Eisenberger pada tahun 1986, Eisenberger kemudian

terus melakukan penelitian tentang POS secara konsisten. Penelitian

berikutnya tentang POS yang dilakukan oleh Rhoades dan Eisenberger

(2002) mengalami perkembangan, dimana Eisenberger menambahkan

bahwa POS telah ditemukan berhubungan dengan kepuasan kerja,

komitmen organisasi, dan performance namun belum ada keterkaitan

dengan engagement.

Mengacu pada penelitian Rhoades (2002) yang memaparkan bahwa

POS belum memiliki keterkaitan dengan engagement, namun salah satu

alasan POS dapat menghasilkan hal-hal yang positif dalam organisasi

karena adanya employee engagement. Dengan kata lain karyawan yang

memiliki POS tinggi memungkinkan karyawan menjadi lebih engage

dengan pekerjaan dan organisasi karena timbal balik Social Exchange

Theory (SET) dari organisasi terhadap karyawan dan untuk membantu

(46)

Untuk memperjelas konsep timbal balik SET yang dilakukan oleh

karyawan terhadap organisasi tempat karyawan tersebut bekerja, Watson

dan Hewett (2006) memaparkan Perceived Organizational Support

(POS) dari perspektif Social Exchange Theory (SET) dimana POS

merupakan bentuk pertukaran yang diberikan organisasi terhadap

karyawan dan karyawan memiliki kewajiban untuk membalas pertukaran

tersebut dengan hal yang dapat menguntungkan organisasi.

Watson dan Hewett (2006) juga memaparkan bahwa bentuk

pertukaran tersebut adalah ketika karyawan merasa bahwa kontribusi

mereka diakui dan dihargai oleh organisasi, maka karyawan akan

cenderung untuk lebih terlibat dalam perilaku yang lebih positif dan

produktif terhadap organisasi. Saks (2006) juga menyampaikan hal

serupa yang didasarkan pada Social Exchange Theory (SET) dimana POS

akan menghasilkan kewajiban karyawan untuk lebih peduli terhadap

kesejahteraan organisasi dan membantu organisasi dalam pencapaian

tujuannya

Setelah penuturan Saks (2006) tentang teori timbal balik yang akan

dilakukan oleh karyawan terhadap organisasi seperti yang telah

dijelaskan di atas, Saks juga menjelaskan bahwa Perceived

Organizational Support (POS) memiliki definisi yang menyerupai

Eisenberger sebagai tokoh yang mengawali penjelasan tentang POS.

Menurut Saks POS mengacu pada keyakinan umum bahwa organisasi

(47)

karyawan. Kemudian, Peelle III (2007) menambahkan bahwa penjelasan

Perceived Organizational Support (POS) menyerupai penelitian

Eisenberger et al. (1986) dan Saks (2006) dimana POS merupakan

keyakinan yang dimiliki oleh karyawan bahwa organisasi peduli dan

menghargai kontribusi yang diberikan karyawan untuk keberhasilan

organisasi.

2. Indikator Perceived Organizational Support

Eisenberger et al. (1986) mengatakan bahwa berbagai macam

perilaku dan alasan pemilihan perilaku yang dilakukan organisasi

terhadap karyawan dapat berpengaruh terhadap POS. Untuk menguji

POS yang umumnya dimiliki oleh karyawan, penelitian Eisenberger ini

merancang 36 pernyataan yang dapat mewakili penilaian evaluatif

berbagai macam kebijakan yang dilakukan organisasi yang bermanfaat

atau malah merugikan karyawan.

36 pernyataan tersebut mengacu pada indikator penilaian evaluatif

karyawan terhadap organisasi seperti kepuasan karyawan menjadi bagian

dari organisai dan kepuasan karyawan terhadap kinerja. Antisipasi

terhadap kelangsungan karir karyawan, penghargaan yang diberikan

organisasi terhadap kerja keras karyawan, pertimbangan tujuan serta

pendapat yang dimiliki oleh karyawan, pemberian upah yang adil,

pelatihan kerja, penyaluran bakat karyawan, kepuasan karyawan terhadap

(48)

Indikator tersebut juga mengacu pada kesediaan organisasi

membantu karyawan ketika menghadapi permasalahan, penggantian

karyawan dengan bayaran rendah, tanggapan yang diberikan karyawan

terhadap keluha, kesalahan, penurunan mauun peningkatan kinerja yang

diberikan terhadap pihak organisasi, perubahan kondisi kerja, reaksi

organisasi ketika diminta bantuan secara khusus, reaksi organisasi

terhadap keputusan karyawan untuk berhenti bekerja, kegagalan yang

dilakukan karyawan untuk menyelesaikan tugas tepat waktu, dan jaminan

jenjang karir.

3. Dampak dari Perceived Organizational Support

Wayne, Shore, dan Liden (1997) menjelaskan bahwa teori

pertukaran sosial itu mempresiksi perceived organizational support akan

berdampak terhadap performance karyawan dan Organizational

Citizenship Behavior (OCB). Karyawan yang merasa bahwa mereka

didukung dan diperhatikan pihak organisasi akan cenderung membalas

dengan melakukan segala tugas lebih baik lagi dan lebih mudah terlibat

walaupun hal tersebut bukanlah tugas atau kewajiban dari karyawan yang

bersangkutan dibandingkan karyawan yang dilaporkan memiliki tingkat

POS yang lebih rendah.

Penelitian Wayne et al., (1997) dan penelitian Peelle, (2007) juga

menyebutkan bahwa POS berdampak pada komitmen karyawan yang

(49)

pandangan bahwa organisasi juga berkomitmen terhadap mereka. Hal ini

telah membuktikan bahwa POS berhubungan dengan komitmen afektif

baik pada organisasi maupun karyawan. Selain itu POS juga diyakini

berpengaruh terhadap keinginan karyawan untuk keluar dari sebuah

organisasi atau keyakinan untuk bertahan pada sebuah organisasi. Ketika

karyawan menilai rendahnya dukungan yang karyawan dapatkan dari

atasan, besar kemungkinan karyawan tersebut akan mencari pekerjaan di

tempat lain dengan harapan diberi dukungan yang lebih baik daripada

sebelumnya. Peelle (2007) menambahkan bahwa konsekuensi tingginya

Perceived Organizational Support juga dapat menimbulkan kepuasan

kerja, positive affect, ketertarikan individu terhadap tugas, task

performance.

C. Employee Engagement

1. Sejarah dan Definisi Employee Engagement

Employee Engagement pertama kali diperkenalkan dan di

konseptualisasikan oleh Kahn (1990) dan mulai populer di area industri

selama periode 1999-2005, dimana pada rentang tahun tersebut konsep

engagement secara luas dibahas antara manager, konsultan, dan para

pembuat kebijakan. Khan mengembangkan istilah untuk menggambarkan

peran individu dalam dua peran yakni personal engagement dan personal

disengagement. Kedua peran tersebut merujuk pada perilaku keterlibatan

(50)

dalam pekerjaan. Kahn (1990) juga berpendapat bahwa pada dasarnya

individu memiliki sikap ambivalent dalam kelompoknya, terhadap sistem

yang sedang berlangsung, usaha untuk menutup diri dan menarik diri

kemudian secara bergantian membuka diri dan bergabung menjadi

anggota.

Selain konsep engagement dan disengagement yang telah

dijelaskan oleh Kahn (1990), penelitian Maslach, Schaufeli, dan Leiter

(2001) memberikan konsep tambahan terhadap engagement sebagai

antithesis positif dari burnout. Karyawan dengan profil burnout dinilai

mudah lelah dan cenderung cynicism serta memiliki efikasi diri yang

rendah. Sedangkan karyawan dengan profil yang berlawanan dengan

burnout yaitu engage, memiliki efikasi diri yang tinggi, tidak mudah

lelah, dan cenderung memiliki sifat cynicism yang rendah.

Dalam perkembangannya, penelitian Saks (2006) menjelaskan hasil

penelitian yang dimiliki bahwa di dalam literatur akademik, engagement

banyak dikaitkan dengan perilaku organisasi. Saks kemudian mulai

membuat perbedaan antara konsep engagement dan konsep lainnya yang

menyerupai. Saks (2006) mengatakan bahwa engagement tetap memiliki

perbedaan dengan perilaku organisasi dari segi konstruknya. Engagement

memang mengandung banyak unsur dari komitmen dan OCB, namun

bukan berarti secara keseluruhan engagement menyerupai komitmen

(51)

Menurut Saks (2006), engagement juga dinilai berbeda dari job

involvement. Job involvement adalah hasil dari penilaian kognitif tentang

pemenuhan kebutuhan terhadap pekerjaan individu dan gambaran diri

karyawan tentang diri mereka. Engagement berkaitan dengan bagaimana

individu menggunakan diri mereka dalam pekerjaan yang mereka

lakukan.

Saks (2006) kemudian membuat kesimpulan tentang definisi dari

employee engagement. Employee Engagement sering didefinisikan

sebagai emosi dan kecerdasan karyawan dalam berkomitmen terhadap

organisasi atau sejumlah usaha yang di perlihatkan oleh karyawan pada

pekerjaan mereka, keterlibatan karyawan terhadap organisasi dan nilai di

dalamnya. Anitha (2013) dalam penlitian yang ia lakukan juga

mendukung definisi dari Saks tersebut bahwa engagement merupakan

emosi dan kecerdasan karyawan yang diperlihatkan karyawan dalam

bentuk komitment terhadap organisasi.

Selain itu engagement juga dijelaskan sebagai, "sikap positif yang

dimiliki oleh karyawan terhadap organisasi, fulfilling, keadaan pikiran

yang berhubungan dengan pekerjaan (ditandai dengan vigor, dedication,

serta absorption), dan terhadap nilai-nilai yang ada. Employee

engagement berada dalam konteks bisnis dan bekerja untuk

meningkatkan kinerja demi kepentingan organisasi (Robertson &

(52)

memiliki dua jenis keterlibatan karyawan yaitu job dan organization

engagement.

2. Aspek-Aspek Employee Engagement

Secara teori, Scaufeli et al. (2001) menyebutkan bahwa ada dua hal

yang telah menjadi dasar dalam identifikasi kerja terkait kesejahteraan.

Pertama adalah semangat yang dilakukan dalam bekerja, yaitu kegiatan

penuh kekuatan atau malah kelelahan. Kemudian yang kedua adalah

identifikasi kerja yaitu penuh dengan pengabdian atau malah sinisme.

Scaufeli melanjutkan bahwa karyawan yang burnout ditandai dengan

kelelahan (minimnya pergerakan yang dilakukan) dan sikap sinisme

karyawan terhadap organisasi. Sedangkan keterlibatan ditandai dengan

semangat (pergerakan penuh semangat) dan pengabdian yang tinggi

terhadap organisasi.

Rothbard (2001) (dalam Saks, 2006) mendefinisikan keterlibatan

bukan hanya sebagai kehadiran psikologis tetapi lebih jauh dengan

melibatkan dua aspek penting yaitu perhatian (attention) dan penyerapan

(absorption). Perhatian adalah "ketersediaan kognitif dalam satuan waktu

dihabiskan hanya untuk berpikir tentang peran" sementara penyerapan

adalah "melakukan kegiatan pada peran yang menyenangkan dan

individu hanya terfokus pada peran yang ia lakukan".

Kemudian Robertson dan Cooper (2009) melengkapi penjelasan

(53)

karakteristik vigor, dedication, dan absorption. Karakteristik dari kondisi

positif di tempat kerja tersebut juga disebut sebagai aspek dari employee

engagement. Vigor ditandai dengan tingginya energi serta ketahanan

mental saat bekerja, upaya yang dilakukan pada pekerjaan, dan

ketekunan saat menghadapi kesulitan. Dedication ditandai dengan

perasaan bermakna, antusias, inspirasi, kebanggan dan tantangan. Aspek

yang terakhir dari engagement adalah absorption. Absorption

(penyerapan) ditandai dengan konsentrasi penuh dan kesenangan

individu dalam bekerja, dimana waktu berlalu dengan cepat dan individu

sulit untuk memisahkan diri dari pekerjaan tersebut.

3. Faktor yang mempengaruhi Employee Engagement

Employee engagement memiliki beberapa faktor-faktor yang

berpengaruh dalam pembentukan keterlibatan itu sendiri, seperti

karakteristik pekerjaan, Perceived Organizational Support, Perceived

Supervisor Support, Reward dan Recognition, Distributive dan

Procedural Justice. Ketiga penelitian Saks (2006), ArunKumar &

Renugadevi (2013), Rasheed, Kahn, dan Ramzan (2013) ini memiliki

kemiripan dalam penjelasan dari faktor yang mempengaruhi

pembentukan keterlibatan karyawan. Walaupun ada beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi Engagement karyawan, peneliti lebih berfokus

(54)

a. Saks (2006) menjelaskan bahwa Perceived Organizational

Support dan Perceived Supervisor Support: Psychologycal

Safety mencakup rasa mampu dan mau bekerja pada peran tanpa

diikuti oleh konsekuensi negatif. Semua aspek penting dari

keamanan atau keselamatan berasal dari banyaknya kepedulian

dan dukungan terhadap karyawan dari pihak organisasi, maupun

atasan terhadap bawahan secara langsung. Selain itu ditemukan

juga support dan trusting interpersonal relationship dapat

mendukung psychologycal Safety. Karyawan yang merasa aman

di lingkungan kerjanya ditandai dengan openness dan

supportiveness. Lingkungan sekitar yang mendukung

memungkinkan anggota untuk bereksperimen dan mencoba

hal-hal baru tanpa takut gagal.

Sedangkan menurut penelitian ArunKumar dan Renugadevi

(2013) dan Rasheed, Kahn, dan Ramzan (2013) Perceived

Organizational and Supervisor Support; Dua variabel ini

memungkinkan menangkap dukungan secara sosial baik dari

lingkup organisasi maupun dari a

Gambar

Tabel 4.11. Uji Hipotesis 4 Multiple Regression POS, Engagement
Gambar 4.1. Skema Penelitian .................................................................
Kerangka PenelitianGambar 2.1
tabel 3.1, sebagai berikut:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam setiap langkah proses gasifikasi yang terjadi temperatur memiliki peranan penting pada masing-masing proses, sehingga dalam satu reaktor gasifikasi terdapat

Manusia adalah makhluk yang lemah dibanding makhluk lain namun dengan akal budinya dan kemauannya yang sangat kuat maka manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan

Saran yang dapat diberikan kepada perusahaan adalah bahwa bauran produk setiap kelompok warna, kelompok ukuran dan sub-kelompok warna harus diperhatikan, agar keuntungan

a) PPKn : Mempresentasikan hasil diskusi tentang penerapan tanggung jawab peserta didik dalam pengambilan keputusan di sekolah. b) Bahasa Indonesia : Membuat karya puisi

Dalam proses ini para guru memotivasi anak didiknya bahwa setiap manusia mempunyai potensi untuk mengembangkan keahlian pada dirinya sehingga para anak-anak pun

Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan di lapangan. Adapun tahapan ini disebut tahapan pelaksanaan penelitian yang meliputi kegiatan: a) memahami latar

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat secara teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk memperkuat

Islam memperboleh melakukan penjarangan anak atau penundaan kehamilan atau pengaturan memperboleh keturunan dengan ‘azal dengan syarat mendapatkan izin dari istri dan