• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh antara Perceived Organizational Support (POS) dan Psychological Employee Well-being (PWB) dengan employee engagement sebagai variabel mediator.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh antara Perceived Organizational Support (POS) dan Psychological Employee Well-being (PWB) dengan employee engagement sebagai variabel mediator."

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH ANTARA

PERCEIVED ORGANIZATIONAL

SUPPORT

(POS) DAN

PSYCHOLOGICAL EMPLOYEE

WELL-BEING

(PWB) DENGAN

EMPLOYEE ENGAGEMENT

SEBAGAI VARIABEL MEDIATOR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Guerika Yucky Fandera Widanna

NIM: 129114079

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

PENGARUH ANTARA

PERCEIVED ORGANIZATIONAL

SUPPORT

(POS) DAN

PSYCHOLOGICAL EMPLOYEE

WELL-BEING

(PWB) DENGAN

EMPLOYEE ENGAGEMENT

SEBAGAI

VARIABEL MEDIATOR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Guerika Yucky Fandera Widanna

NIM: 129114079

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)

SKRIPSI

PENGARUH ANTAIiA

PERCEIVED ORGANIZATIONAL

suPPonreos)

DAN PSYCHOLOGTCAL

EM?LOYEE

WELL-BEING DENGAN EMPLOYEE

ENGAGEMENT SEBAGAI

VARIABEL MEI}IATOR

D

s

ffi

(4)

SKNIPSI

PENGARUH ANTARA PERCEII/ED ORGANIZATIONAL SUPPORT (POS)

DAFIP, TCI'OIOGICALEMPLOYEEWELI-BEINGI}ENGA}{.E'MPIOYEE ENGAGEMENT SEBAGAI VARIABEL MEDIATOR

Dipersiapkan dan ditulis oleh: Guerika Yucky Fandera lYidmna

'owil^

Yogyakarta,

19

JAN 2017 Fakultas Psikologi

itas Sanata Dharma

Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si.

(5)

v

Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan

kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian

mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan

(II Korintus 8:14)

Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia

yang memberi kekuatan kepadaku

(Filipi 4:13)

“Everything will be alright in the end

If it’s not alright then it’s not the end.” (UNKNOW)

Rhapsody

Aku meyakini bahwa jika aku berhasil merealisasikan

dan membangun mimpiku, kebahagiaan akan datang

dengan sendirinya untuk mewarnai hidupku—

(6)

vi

Terimakasih kuucapkan dari lubuh hatiku yang terdalam untuk Tuhan Yesus

Kristus sahabat setia yang selalu mendengar keluh kesahku dalam setiap doa, yang

tak pernah terlambat menepati janji, dan selalu memberikan yang terbaik melebihi

apa yang aku minta.

Dengan bangga dan perasaan bahagia, kupersembahkan Skripsi bukti perjuangan

dan tanggung jawab ini kepada:

Bapak Bos Petrus Widodo dan Ibu Bos Maria Anna Dwijiastuti yang tidak pernah

lelah menanyakan kelangsungan hidup skripsi dan dengan sabar menanti datangnya

kabar bahagia pendaftaran ujian pendadaran. Terima kasih untuk seluruh

penguatan, nasehat, jerih payah “prihatin”, bimbingan dan doa yang tanpa henti

terus mengalir hingga aku dapat menjadi seperti sekarang ini. Untuk one and only

my best brother yang sudah beranjak dewasa Patrik Maretra Widanna yang tak lupa

selalu menanyakan “Skripsimu gimana dan kapan aku diundang ke wisudaanmu?”

terima kasih menjadi partner hidup yang luar biasa.

Makhluk-makhluk yang tak kenal lelah berjuang bersamaku, terima kasih sudah

membuatku terus punya semangat untuk menyelesaikan tanggung jawab ini, doaku

selalu bersama kalian guys, ingat kalau kalian sudah merasa pusing dan bingung

(7)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis inr tidak memu

at

karya atau bagian karya dari orang lain, kecuali yang telah

disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya sebuah karya

ilmiah.

Yogyakarta, 19 Jantari 2017

Guerika Yucky Fandera Widanna

(8)

vii

PENGARUH ANTARA PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT (POS) DAN PSYCHOLOGICALEMPLOYEE WELL-BEING DENGAN EMPLOYEE

ENGAGEMENT SEBAGAI VARIABEL MEDIATOR

Guerika Yucky Fandera Widanna

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah ingin melihat bagaimana pengaruh antara Perceived Organizational Support (POS) dan Psychological Employee Well-being (PWB) pada karyawan dengan employee engagement sebagai variabel mediator. Penelitian ini memiliki empat buah hipotesis. Pertama, POS memiliki hubungan yang positif siginifikan dengan Psychological Employee Well-being (PWB). Kedua, POS memiliki hubungan positif signifikan dengan employee engagement. Ketiga, employee engagement memiliki hubungan yang positif signifikan dengan Psychological Employee Well-being

(PWB) dan yang keempat hubungan antara POS dengan Psychological Employee Well-being (PWB) dapat dimediasi oleh employee engagement. Subjek dalam penelitian ini berjumlah sebanyak 159 orang karyawan yang berprofesi sebagai perawat di rumah sakit negeri dan rumah sakit swasta di Sragen, Jawa Tengah. Skala yang digunakan dalam penelitian ini merupakan skala yang telah diadaptasi dari Eisenberger dan Huntington (1986) dan telah disederhanakan untuk POS, Ryff dan Keyes (1995) untuk PWB dan Saks (2006) untuk employee engagement. Reliabilitas skala dalam penelitian ini adalah POS sebesar 0.837, reliabilitas skala PWB sebesar 0.753 dan reliabilitas skala

engagement adalah sebesar 0.758. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi sederhana dan causal step analysis yang dikembangkan oleh Baron dan Kenny (1986) untuk melihat efek mediasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa seluruh hipotesis dalam penelitian ini diterima. Diketahui nilai standardized coefficients (β) sebesar 0.264 untuk hubungan antara POS dan PWB, 0.198 untuk hubungan antara POS dan employee engagement dan 0.435 untuk hubungan antara engagement dengan PWB. Berdasarkan analisa yang dilakukan menggunakan causal step, diketahui engagement dapat memediasi hubungan antara POS dengan PWB dengan jenis mediasi yang terjadi adalah full mediation.

(9)

viii

THE INFLUENCE OF PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT (POS) TOWARD PSYCHOLOGICALEMPLOYEE WELL-BEING WITH

EMPLOYEE ENGAGEMENT AS A MEDIATING ROLE

Guerika Yucky Fandera Widanna

ABSTRACT

The purpose of this research is to see how the influence between the Perceived Organizational Support (POS) and the Psychological Employee Well-being (PWB) to employees by employee engagement as a mediator variable. This research has four hypotheses. First, the POS has a positive significant relation with the Psychological Employee Well-being (PWB). Second, the POS has a positive significant relation with employee engagement. Third, employee engagement has a positive significant relation with Psychological Employee Well-being (PWB). And fourth, the relation between the POS and the Psychological Employee well-being (PWB) could be mediated by the employee engagement. The subject in this research was 159 employees who had the profession as nurses at the public hospital and private hospital in Sragen, Central Java. The scale used in this research was the scale which had been adapted from Eisenberger and Huntington (1986) and had been simplified for the use of the POS, Ryff and Keyes (1995) for the PWB and Saks (2006) for the employee engagement. Scale reliability of this research was 0.837 of the POS, 0.753 of the PWB scale reliabilityand 0.758 of the engagement scale reliability. Hypothesis testing was done by using simple regression analysis and the causal step analysis which was developed by Baron and Kenny (1986) to see the effects of mediation. The results of the analysis showed that the hypothesis in this research was accepted. It was shown that the coefficients standardized value (β) was 0.264 to the relation between the POS and the PWB, 0.198 to the relation between the POS and the employee engagement and 0.435 to the relation between the engagement andthe PWB. Based on the conducted analysis by using the causal step, it was known that the engagement could mediate the relation between the POS and the PWB by this type of mediation which was done bythe full mediation.

(10)

LBMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan.di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Santa Dharma

Nama : Guerika Yucky Fandera Widanna NomorMahasiswa :129114079

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENGARUH ANTARA PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT (POS) DAN PSYCHOLOGICAL EMPLOYEE WELL-BEING DENGAN ET/IPLOYEE

ENGAGEMENT SEBAGAI VARIABEL MEDIATOR

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma

hak

untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta

izin

dari

saya maupun

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 19 Januari2}lT

(Guerika Yucky Fandera Widanna)

1X

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur sebesar besarnya dipanjatkan kepada Tuhan Yesus dan

Bunda Maria yang selalu menyertai dan membimbing sehingga proses penulisan

skripsi dapat berjalan dengan lancar dan baik. Meskipun banyak kesulitan yang

saya hadapi selama proses penulisan skripsi ini, tetapi pada akhirnya skripsi ini

dapat terselesaikan dengan tepat pada waktunya. Skripsi ini disusun dalam rangka

memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S. Psi.).

Kelancaran dan kesuksesan dalam menyusun skripsi ini tidak terlepas dari peran

banyak pihak yang telah membantu dalam menghadapi kesulitan yang saya temui.

Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan rasa terimakasih saya yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Priyo Widiyanto, M.Psi., selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Eddy Suhartanto, M.Si., selaku Kepala Program Studi Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma

3. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si. dan Suster Lidwina Tri Ariastuti, FCJ.,

M.A.,3. selaku Dosen Pembimbing Akademik saya yang selalu memberi

masukan, semangat untuk menyelesaikan studi S1 saya selama di Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma

4. Bapak Minta Istono, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing Skripsi. Terimakasih

untuk bapak yang selalu berusaha meluangkan waktu di tengah

(12)

xi

mendengar segala keluh kesah serta kesulitan yang saya alami, dan selalu

memberi semangat kepada saya selama saya menemui kesulitan dalam

menyusun skripsi. Terima kasih karena bapak tidak pernah lelah

mengingatkan saya untuk segera menyelesaikan kewajiban saya dan selalu

meyakinkan saya untuk bisa menyelesaikan skripsi meskipun banyak sekali

rintangan yang saya temui. Sekali lagi terimakasih banyak bapak Minto.

5. Bapak Bos Petrus Widodo dan Ibu Bos Maria Anna Dwiji Astuti, kedua

orang tua yang sungguh luar biasa dan amat sangat saya cintai serta

banggakan. Terimakasih banyak atas pengertian, kesabaran waktu

menunggu, dukungan dalam bentuk jasmani maupun rohani, “sindiran”

pembangkit semangat, doa yang tak henti mengalir, cinta yang tulus tak

berkesudahan, quote kehidupan yang tidak pernah absen untuk dibagikan,

dan jerih payah “prihatin” untuk dua titipan Tuhan yang masih terus

berjuang ini. Saya percaya Tuhan juga menyayangi mama dan papa

sehingga saya yakin Tuhan akan memberikan berkat kasih melimpah yang

tak terhingga untuk mama dan papa yang sungguh luar biasa.

6. Patrik Maretra Widanna yang sudah mulai beranjak dewasa, teman hidup

17 tahun dan satu-satunya makhluk tersabar dengan kelakuan kakaknya.

Terimakasih banyak untuk perhatian kecil “Mbak, semangat ngerjain

skripsinya ya” dan untuk misi taruhan memperjuangan harga diri demi

menyelesaikan skripsi serta karya tulis ini. Terimakasih sudah sama-sama

(13)

xii

Tetap semangat untuk melanjutkan perjuangan „mabro‟, jika kau mulai lelah

dan menyerah, ingatlah kembali mengapa kau memulainya.

7. Segenap Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Terimakasih

bapak dan ibu atas ilmu yang pernah dibagikan kepada saya selama saya

menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma ini.

8. Seluruh Staff dan Karyawan Psikologi USD yang telah sabar melayani dan

memberikan informasi selama saya berkuliah di Fakultas Psikologi USD ini.

9. Ibu Dokter Indarsih dan Suster Ata selaku Kepala bagian Pusdiklat Rumah

Sakit Negeri dan Wakil Direktur Rumah Sakit Swasta. Terima kasih banyak

untuk bu Indarsih dan suster karena telah memperbolehkan saya untuk

melakukan penelitian di rumah sakit serta banyak membantu saya dalam

proses pengumpulan data penelitian. Terimakasih juga atas semangat, doa,

serta dukungannya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan baik.

10. Grevia GG „SOE‟, Nikur Memo „BTL‟, Pipi „PSS SLEMANIA‟, Butet

Cantika Rini „NBX‟, Ogek LPTYA „DPS‟, Karinawati Miciners „LPG

-TKG‟, Momo Maurin „SQR‟, Mbak Deps „C10‟, Sekkar-yanto „JOG‟, Ochi

Markoceng „JOG‟, Stefi „BTH‟ S.Psi (Guru Private SPSS Kilat), Mamita

Mitos Risca, Nona Karistin, Nyonya Rahajeng, Mak Tar Igan, Akom Moka

„Jarjit Senior‟, Bli geem „profe video marker‟, Octaniany „HWI‟ Fernandez,

Epi Delvianty explorer sejati, Nyak Siagian yang sudah „move on‟, Regina

(14)

xiii

jaya, Sista Danar Klampok jaya. Feel blessed have you all , keep your

head Up, and see you on top, „mabest‟!

11. Konco kenthel lebih dari 7 tahun yang kadang jarang ketemu, kadang mulai

rese tanya “kapan ujian kak?”, kadang dateng tiba-tiba ngajak kumpul Iyun

„Miss Gebetan Segudang‟, Nut natal.dp Arman Maulana UNS, Destra

Sengklek GD addict, Flufi yang sukanya LDR tidak terjangkau, Genjring

Juztina Pianizt, dan Masay-u Announcer Antar Kota Antar Profinsi. Sedih

rasanya ada kawan „kecepetan‟ yang sudah mendahului bergelar dan

berkarir atau bahkan angkatan bocah yang sudah menyusul bergelar. Btw,

tetap semangat untuk teman-teman yang masih terus berjuang, ingat tahap

pertama harus diselesaikan supaya tenang melangkah ke tahap berikutnya.

Tuhan Memberkati guys!

12. Cah Wacana YK yang sudah lama tak bersua, „Nyai‟ Ajeng, Dina Domestik

lovers, Lintang ding dong, Pandu gondes Cilacap, Pakde Vian panutanq,

dan Tamil ala ala India. Long tem no seeh ges, grup mulai sepi nih. Terima

kasih tak pernah absen “nyinyirin” kapan pendadaran dan kapan wisuda.

Sukses selalu untuk kita semua.

13. Pras, Leo, Nata, Elga, Silvi, dan Sakti, teman-teman sepayung seperjuangan

dalam bimbingan skripsi Minto‟s Squad. Terimakasih banyak untuk setiap

perjumpaan dan perjuangan bersama selama kita mengerjakan skripsi.

Terimakasih pula untuk setiap kesabaran dan kerendahan hati teman-teman

untuk membimbing saya ketika saya kebingungan dalam mengerjakan

(15)

xiv

terdapat terilaku maupun perkataan saya yang kurang berkenan. Sampai

jumpa di kesempatan lain teman-teman, saya tunggu cerita-cerita bahagia

yang bisa saling kita bagikan

14. Teman–teman Psikologi Kelas D yang saya kasihi. Terimakasih

teman-teman atas pengalaman berharga dan persahabatan yang sudah terjalin

antara kita. Terimakasih atas keceriaan yang telah kita alami sehari-hari

pada saat masa perkuliahan. Terus berusaha supaya kelak nanti kita bertemu

dalam keadaan sehat dan sukses. Semangat !

15. Seluruh teman–teman dan sahabat saya di Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma angkatan 2012. Terimakasih atas pengalaman dan cerita

yang telah kita buat selama masa kuliah ini. Terimakasih banyak atas

bantuan yang pernah diberikan kepada saya sehingga saya dapat melalui

perkuliahan dengan lancar. Saya meminta maaf apabila sikap dan perlakuan

saya selama ini ada yang kurang berkenan. Semoga hubungan kita tetap

terus berlanjut dan tetap saling membantu satu sama lain.

16. Perpustakaan tempat pelabuhan terakhir, ‘BasecampWorkstation, Kopma

sumber suplai energi, foodcourt BK, Cafetaria Psikologi, serta setiap sudut

Kampus III Universitas Sanata Yogyakarta yang telah mendukung saya

menjadi lebih produktif dalam mengerjakan dan menyelesaikan skripsi.

17. WiFi.USD, EBSCO, EMERALD, JSTOR, GOOGLE, LIBGEN, dan semua

kemudahan serta kecanggihan teknologi yang sangat membantu saya dalam

(16)

xv

18. Teruntuk notebook mungil hebat yang mampu bertahan dan berjuang hingga

saya dapat menyelesaikan pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma. Terima kasih telah menemani saya berproses hingga garis

akhir ‘maleppy’.

19. Teman-teman dan sahabat-sahabat saya yang lainnya yang tidak bisa

disebutkan satu persatu. Terimakasih banyak atas peran dan cerita yang

pernah kita buat bersama, sehingga saya bisa berkembang sampai sekarang.

20. Semua pihak yang telah membantu dan berperan dalam penulisan skripsi

ini.

21. Last but not least, thank you for my self! Terima kasih karna tetap gigih

berjuang hingga garis akhir, selalu mengusahakan yang terbaik, mampu

menepati jani diri sendiri, dan mempertanggung jawabkan kewajiban

kepada orang tua. Satu tahap dilalui dan perjuangan masih panjang, siapkan

amunisi untuk bangkit lagi!

Yogyakarta, 19 Januari 2017

Penulis

(17)

xvi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xvi

DAFTAR TABEL ... xx

DAFTAR GAMBAR ... xxii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 11

C.Tujuan Penelitian... 11

D.Manfaat Penelitian... 11

1. Manfaat Teoritis ... 11

2. Manfaat Praktis ... 11

BAB II : LANDASAN TEORI... 12

A.Psychological Employee Well-being ... 12

1. Sejarah dan Definisi PsychologicalEmployee Well-being ... 12

2. Dimensi Psychological Employee Well-being... 16

(18)

xvii

Well-being ... 19

B.Perceived Organizational Support (POS) ... 21

1. Sejarah dan Definisi Perceived Organizational Support ... 21

2. Indikator Perceived Organizational Support ... 23

3. Dampak dari Perceived Organizational Support ... 24

C.Employee Engagement ... 25

1. Sejarah dan Definisi Employee Engagement ... 25

2. Aspek-aspek Employee Engagement ... 28

3. Faktor yang memengaruhi Employee Engagement ... 29

4. Dampak dari Employee Engagement... 32

D.Dinamika Hubungan Perceived Organizational Support, Employee Well-being dan Employee Engagement ... 34

E. Kerangka Penelitian ... 39

F. Hipotesis Penelitian ... 39

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 40

A.Jenis Penelitian ... 40

B.Variabel Penelitian ... 41

C.Devinisi Operasional ... 41

1. Psychological Employee Well-being ... 41

2. Perceived Organizational Support ... 42

3. Employee Engagement ... 43

D.Subjek Penelitian ... 44

E. Metode dan Alat Pemngambilan Data ... 45

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 49

1. Validitas Alat Ukur... 49

2. Reliabilitas Aitem Skala ... 50

(19)

xviii

a. Skala Psychological Employee Well-being ... 53

b. Skala Perceived Organizational Support ... 54

c. Skala Employee Engagement ... 55

B.Metode Analisis Data ... 56

1. Uji Asumsi ... 56

a. Uji Normalitas ... 56

b. Uji Linearitas ... 57

c. Uji Homoskedastisitas ... 57

2. Uji Hipotesis ... 58

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59

A.Pelaksanaan Penelitian ... 59

B.Deskripsi Penelitian... 60

1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 60

2. Deskripsi Data Penelitian ... 63

C.Analisis Data Penelitian ... 64

1. Uji Asumsi ... 64

a. Uji Normalitas ... 64

b. Uji Homoskedastisitas ... 66

c. Uji Linearitas ... 67

2. Uji Hipotesis ... 68

D.Pembahasan ... 74

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

A.Kesimpulan... 86

B.Keterbatasan Penelitian dan Saran Untuk Penelitian Selanjutnya ... 86

C.Saran ... 89

(20)

xix

2. Bagi Rumah Sakit ... 91

3. Bagi Penelitian Selanjutnya ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94

(21)

xx

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Respon Skala PWB ... 45

Tabel 3.2. Sebaran Aitem Skala PWB ... 46

Tabel 3.3. Respon Skala POS ... 47

Tabel 3.4. Sebaran Aitem Skala POS ... 47

Tabel 3.5. Respon Skala Engagement ... 48

Tabel 3.6. Sebaran Aitem Skala Engagement ... 49

Tabel 3.7. Reliabilitas Skala PWB ... 54

Tabel 3.8. Reliabilitas Skala POS ... 55

Tabel 3.9. Reliabilitas Skala Engagement ... 56

Tabel 4.1. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60

Tabel 4.2. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Lama Bekerja Di Rumah Sakit ... 61

Tabel 4.3. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Usia ... 62

Tabel 4.4. Deskripsi Statistik Data Penelitian ... 63

Tabel 4.5. Uji Normalitas Residu ... 65

Tabel 4.6. Uji Glejser Homoskedastisitas ... 66

Tabel 4.7. Uji Linearitas ... 67

Tabel 4.8. Uji Hipotesis 1 Regresi Antara POS dan PWB ... 70

Tabel 4.9. Uji Hipotesis 2 Regresi Antara POS and Engagement ... 71

(22)

xxi

Tabel 4.11. Uji Hipotesis 4 Multiple Regression POS, Engagement

(23)

xxii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Penelitian ... 39

(24)

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Reliabilitas Aitem dan Skala Penelitian ... 100

Lampiran 2. Hasil Uji T ... 103

Lampiran 3. Hasil Uji Normalitas Residu ... 105

Lampiran 4. Hasil Uji Homoskedastisitas ... 107

(25)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

The measure of the moral worth of a man is his happiness. The better

the man, the more happiness. Happiness is the synonym of well-being” (Bruce Lee). Perasaan yang baik serta bermakna dapat dimunculkan ketika seseorang dalam keadaan bahagia. Kebahagiaan memang memiliki kaitan yang erat dengan well-being. Hal ini dikarenakan orang yang bahagia akan cenderung mengungkapkan pengalaman hidup secara optimis dan positif, sedangkan orang yang tidak bahagia akan cenderung mengalami gangguan neurotik karena terbiasa menyangkal emosi-emosi yang dimiliki (DeNeve, 1999).

(26)

Atas kejadian tersebut, Foxconn mendapatkan teguran keras dan berjanji akan memperbaiki system perusahaan. Namun pada tahun 2013 BBC Magazine memberitakan kembali perusahaan ini karena telah melanggar aturan tenaga kerja dengan mempekerjakan pelajar yang magang pada shift malam.

Sebaliknya fenomena berikut akan membantu menjelaskan individu yang menunjukkan dampak positif dari kesejahteraan psikologis karyawan yang bekerja di perusahaan Cadbury (London-Inggris) yang didirikan tahun 1824 sebagai kedai teh dan kopi yang berkembang bisnis coklat. Karyawan perusahaan berpendapat bahwa Cadbury bukan hanya berorientasi akan penjualan produk namun juga sangat peduli terhadap pendidikan karyawan dan peningkatan nilai sosial di masyarakat. Perusahaan ini dikenal memiliki kepedulian terhadap permasalahan yang dialami karyawan serta lingkungannya. Cadbury juga memberikan hadiah kepada pekerja yang menikah. Kepedulian Cadbury tersebut membuat para pekerja merasa senang, bangga, dan merasa memiliki perusahaan sehingga menimbukan semangat dan cinta terhadap pekerjaan maupun perusahaan (www.republika.co.id 2009 dan kompas 2010).

(27)

karena tidak sesuai. Para karyawan tersebut juga terkesan memiliki tingkat emosional yang kurang baik karena mengekspresikan emosi dengan bunuh diri.

Kemudian Tsai (2013) menjelaskan bahwa kesejahteraan para karyawan terdiri dari kepuasan kerja, kesehatan karyawan terkait stress maupun kecelakaan kerja, dan pengalaman subjektif individu maupun pemaknaan hidup. Hal ini dapat dilihat dari fenomena kedua di perusahaan Cadbury, seperti pekerja yang merasa senang, bangga, dan merasa memiliki perusahaan. Perasaan ini muncul karena pekerja memiliki pengalaman positif di tempat kerja, kepuasan terhadap kebijakan perusahaan, serta rendahnya tingkat stress yang dialami karyawan.

Melanjutkan pembahasan kesejahteraan menurut Tsai (2013), ternyata profesi di rumah sakit seperti dokter dan perawat cenderung memiliki penilaian yang rendah terhadap kesejahteraan karena pekerjaan ini memiliki resiko yang tinggi, tingkat stress yang tinggi, dan persaingan yang kuat dalam lingkungan industrinya sehingga mereka cenderung mengejar performansi dan mengabaikan kesejahteraan masing-masing sehingga mereka memerlukan perhatian khusus untuk lebih memperhatikan kesehatan serta kesejahteraan.

(28)

penelitian ini peneliti lebih memilih untuk menggunakan pendekatan kesejahteraan psikologis.

Menurut Zamralita dan Suyasa (2008) kesejahteraan psikologis merupakan suatu gambaran kualitas kehidupan dan kesehatan mental yang dimiliki oleh individu. Kesejahteraan psikologis bukan hanya merupakan ketiadaan penderitaan, namun keterikatan aktif dalam dunia, memahami arti dan tujuan dalam hidup, dan hubungan seseorang pada obyek ataupun orang lain. Berdasarkan hal tersebut, kesejahteraan psikologis mengarahkan individu yang sehat secara psikologis untuk mengontrol secara sadar kehidupannya, bertanggung jawab terhadap keadaan diri, serta mengenali diri.

Ryff dan Singer (1996) menjelaskan bahwa tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi menunjukkan bahwa individu memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan di sekitarnya, memiliki kepercayaan diri yang baik, dapat membangun hubungan personal yang baik dengan orang lain, dan menunjukkan bahwa individu memiliki tujuan pribadi dan tujuan dalam pekerjaannya. Sebaliknya, Chou et al. (2014) menjelaskan jika levelnya rendah akan menimbulkan kelelahan secara emosional yaitu gejala burnout dan mengalami turnover (Brunetto, Xerri, Shriberg, Wharton, Shacklock, Newman & Dienger, 2013). Setelah mengetahui dampak di atas Psychological Employee Well-being dirasa sangat penting untuk diteliti terutama dalam dunia kerja.

(29)

dukungan dari lingkungan tempat tinggal, hubungan dengan orang lain di sekitar individu dan juga rasa memiliki komunitas. Menurut Farell et al. (2004), individu yang memiliki hubungan dengan individu lain dan lingkungan sekitar dipercaya dapat membentuk individu menjadi wellbeing. Pendapat Farell et al. (2004) ini didukung oleh hasil penelitian dari Brunetto et al. (2013) yang menyatakan bahwa Perceives Organizational Support (POS) sebagai faktor lingkungan sekitar dapat mempengaruhi karyawan sehingga menjadi

wellbeing.

(30)

budaya kolektivistik yang mengedepankan pentingnya hubungan atau relasi dengan orang lain serta dukungan yang didapatkan.

Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Asia pada umumnya diasumsikan berorientasi pada kebudayaan kolektivistiktik, walaupun belum banyak penelitian empiris yang mengungkap hal ini. Berbagai penelitian terdahulu tentang Individualistik Kolektivistik yang melibatkan warga masyarakat kolektivistiktik di Asia lazimnya menggunakan subjek dari Asia Timur seperti penelitian McClelland, 1980; Triandis et al. 1995; Greenfield, 2000; Brown & Kobayashi ,2002 (dalam Supratiknya, 2006).

Ketika membahas tentang budaya Kolektivistik, diketahui bahwa individu memiliki hubungan yang erat dalam kelompok dan lebih mengutamakan tujuan kelompok daripada tujuan individu serta membentuk perilaku atas dasar norma-norma yang ada dalam kelompok (Mills & Clark, 1982). Orang-orang dengan budaya Kolektivistik secara khusus lebih berkaitan dengan relasi ketika berada dalam situasi konflik. Mereka akan cenderung mempertahankan hubungan dengan orang lain, sedangkan budaya Individualis lebih berminat pada pencapaian keadilan (Ohbuchi, Fukushima, & Tedeschi, 1999).

Agar lebih memahami pengertian dari POS setelah melihat dari segi budaya Kolektivistik tersebut Eisenberger, Huntington, Huntchison, dan Sowa (1986) menyimpulkan pengertian dari Perceived Organizational Support

(31)

mempedulikan kesejahteraan mereka. Menurut perspektif Social Exchange Theory, POS dilihat sebagai bentuk pertukaran yang diberikan organisasi terhadap karyawan dan karyawan memiliki kewajiban untuk membalas pertukaran tersebut dengan hal yang dapat menguntungkan organisasi. Bentuk pertukaran tersebut adalah ketika karyawan merasa bahwa kontribusi mereka diakui dan dihargai oleh organisasi, mereka lebih cenderung untuk terlibat dalam perilaku yang lebih positif dan produktif terhadap organisasi (Watson & Hewett, 2006).

Melanjutkan penjelasan tentang pertukaran menurut perspektif Social Exchange Theory (SET) diatas, Eisenberger et al. (1986) menambahkan bahwa POS akan sangat berpengaruh terhadap karyawan saat karyawan tersebut melihat perwujudan perilaku yang diberikan organisasi terutama dari pihak atasan terhadap bawahan, sehingga dapat menjadikan karyawan lebih terlibat terhadap organisasinya.

Kemudian Tsai (2013) memberikan contoh penelitian tentang hubungan antara POS, Social Capital (Interpersonal Trust dan Institutional Trust) dan

Employee Well-being. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa POS dan

Social Capital (SC) memiliki efek positif yang signifikan pada Employee Well-being (EWB). Penelitian ini juga menegaskan bahwa Interpersonal trust dan

(32)

menjelaskan bahwa hubungan POS harus melewati mediator Social Capital

untuk sampai pada peningkatan kesejahteraan dinilai kontradiktif dengan hasil penelitian Brunetto et al. (2013) yang menyatakan bahwa POS memiliki pengaruh positif secara langsung terhadap kesejahteraan.

Melihat perbedaan yang terjadi antara penelitian Tsai (2013) dan Brunetto et. al (2013) tersebut membuat peneliti ingin membuktikan POS benar-benar memiliki hubungan langsung atau tidak dengan PWB. Peneliti mendukung Tsai (2013) dimana pengaruh variabel POS terhadap wellbeing

memerlukan mediator dikarenakan sesuai dengan pendapat Tsai dimana peneliti ingin mengeksplore lebih jauh apakah POS benar-benar membutuhkan mediator untuk dapat mempengaruhi wellbeing dan variabel apa saja yang dapat menjadi mediator selain social capital, sehingga peneliti memilih variabel Employee Engagement sebagai variabel mediator antara variabel POS dan Psychological Employee Wellbeing. Pemilihan variabel engagement

tersebut dikarenakan variabel engagement memiliki hubungan dengan variabel POS maupun dengan Wellbeing.

(33)

karyawan, sehingga karyawan merasa bukan hanya menjadi bagian dari organisasi melainkan juga sejahtera dari segi individu.

Melanjutkan kembali penjelasan tentang Perceived Organizational Support, karyawan akan merasa di hargai, bukan hanya oleh atasan saja namun keseluruhan organisasi secara utuh. Dalam sebuah penelitian Saks (2006) dijelaskan bahwa salah satu yang menjadi anteseden karyawan dapat mencapai level engage adalah Perceived Organizational Support dan POS diyakini sebagai poin penting terhadap engagement.

Saks (2006) juga menjelaskan bahwa karyawan yang terlibat dengan organisasi memiliki tingkat energi yang tinggi dan menyatu secara kuat terhadap pekerjaan mereka. Schaufeli, Salanova, Roma, dan Bakker (2001) dan penelitian Kular et al. (2008) berpendapat bahwa keterlibatan mengacu pada persepsi optimis pemenuhan tugas organisasi yang harus dikerjakan oleh karyawan.

Walaupun keterlibatan karyawan dalam bekerja memunculkan tingginya energi yang dimiliki karyawan dalam pekerjaannya, Shimazu et al. (2015) menyatakan bahwa Engagement dalam bekerja tidaklah sama dengan gila kerja. Keterlibatan kerja dinilai masih mampu untuk mengontrol diri dalam bekerja, menikmati setiap pekerjaan yang sedang dikerjakan, menghasilkan

(34)

Sedangkan hal tersebut tidak ditemukan pada karyawan yang dinilai gila kerja. Untuk menjadi karyawan yang engage terhadap organisasi, karyawan harus mendapatkan support. Organisasi yang memberikan dukungan penuh terutama atasan terhadap bawahan, baik dalam bentuk support, keadilan, serta penghargaan maka karyawan akan dipercaya memberikan timbal balik rasa. Ketika karyawan engage maka keryawan tersebut akan lebih sejahtera secara psikologis dalam menjalani hari-hari kerjanya karena menyebabkan kepuasan hidup dalam organisasi, memunculkan prestasi kerja, rendahnya gangguan kesehatan karyawan (Shimazu et. al, 2015).

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti ingin meneliti pengaruh antara

Perceived Organizational Support dengan PWB dan employee engagement

sebagai variabel mediator, karena minimnya literatur penelitian tentang POS untuk kebudayaan timur (Ahmad & Yekta, 2010). Dalam budaya kolektivistik individu memiliki hubungan yang erat dalam kelompok dan lebih mengutamakan tujuan kelompok daripada tujuan individu dan membentuk perilaku atas dasar norma-norma yang ada dalam kelompok (Mills & Clark, 1982). Karyawan yang mendapatkan dukungan akan merasa dihargai sehingga ia akan nyaman bekerja pada organisasi tersebut. Ketika karyawan merasa nyaman dalam bekerja, maka ia akan mengerjakan dengan rasa bahagia dan sepenuh hati terhadap organisasi untuk menjadi bagian dalam setiap tugas. Selain itu menurut hasil penelitian Tsai (2013) menyatakan POS dan Wellbeing

(35)

B.Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah POS memiliki pengaruh terhadap psychological well-being dengan employee engagement sebagai mediator?

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk melihat pengaruh POS terhadap

psychological wellbeing dengan employee engagement sebagai mediator.

D.Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu dan referensi untuk penelitian lain, terutama di bidang Psikologi Industri dan Organisasi, khususnya dalam hal kesejahteraan psikologis karyawan, pentingnya POS, dan keterlibatan karyawan dalam organisasi maupun literatur yang masih minim untuk budaya timur.

a. Manfaat Praktis

(36)

12 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Psychological Employee wellbeing

1. Sejarah dan Definisi PsychologicalEmployee wellbeing

Penjelasan tentang sejarah well-being diawali dengan pendapat

Ryff (1989) yang mempertanyakan “eudaimonia” yang diterjemahkan

sebagai kebahagiaan. Menurut pendapat yang dimiliki oleh Ryff, kata eudaimonia yang berasal dari bahasa Yunani ini lebih tepat didefinisikan sebagai perasaan yang konsisten diikuti oleh perilaku individu untuk melakukan sesuatu dan potensi yang benar-benar dimiliki oleh individu. Selain itu kata eudaimonia juga diterjemahkan secara berbeda menurut pandangan Aristoteles. Aristoteles mengatakan bahwa eudaimonia bukanlah kebahagiaan, melainkan realisasi dari potensi yang dimiliki oleh individu untuk mencapai hal terbaik dalam dirinya.

Ryff menjelaskan dalam beberapa ilmu psikologi, istilah wellbeing

(37)

kesejahteraan dilanjutkan dengan konsep Maslow sebagai aktualisasi diri, kriteria positif individu yang bermental sehat yang dikemukakan oleh Jehoda, konsep Allport tentang kematangan, dan konsep individualisasi Jung. Perbedaan pandangan ini pula yang menurut Ryff membawa penelitian Psychological Wellbeing memiliki perbedaan arah antara satu dengan yang lain.

Walaupun dijelaskan dalam berbagai konsep, jelas bahwa banyak teori yang menuliskan konsep psychological wellbeing menyerupai

positive psychological functioning. Kemudian Ryff menekankan bahwa kunci komponen dari wellbeing sebagai perkembangan struktur dasar dari psychological wellbeing yang telah dijelaskan di atas adalah kualitas hubungan positif individu dengan orang lain, kemampuan menentukan tindakan sendiri, perkembangan pertumbuhan individu, dan kebermaknaan serta tujuan dari hidup individu.

(38)

tentang pencapaian potensi yang dimiliki biasanya diukur dengan pemenuhan pencapaian tujuan karyawan tersebut).

Kemudian Slemp dan Brodrick (2013) menambahkan bahwa

hedonic approach adalah pendekatan yang menangkap konsep kesejahteraan sebagai kesejahteraan subjektif atau Subjective Wellbeing.

Subjective Wellbeing (SWB) adalah istilah yang dikaitkan dengan kebahagiaan atau 'kehidupan yang baik'. Selanjutnya, SWB dapat dibagi menjadi dua komponen yaitu komponen kognitif yang mengacu pada kepuasan individu secara keseluruhan terhadap kehidupannya, sedangkan komponen afektif mengacu pada kehadiran positif affect (PA) dan

negative affect (NA).

Pendekatan yang kedua tentang kesejahteraan menurut Slemp adalah eudaimonic approach, didefinisikan sebagai kesejahteraan secara lebih luas terhadap eksistensial kehidupan atau aktualisasi potensi manusia. Eudaimonic approach menurut Slemp dan Brodrick (2013) dijelaskan sebagai konsep kesejahteraan psikologis atau Psychological Wellbeing, diwakilkan dengan enam faktor fungsi positif. Keenam faktor tersebut adalah penerimaan diri, tujuan hidup, otonomi, personal growth,

(39)

Pada masa Yunani kuno sebelum munculnya perdebatan konsep eudaimonia oleh Ryff (1989), kebahagiaan ditandai dengan kehidupan layak serta perasaan bahagia individu selama kehidupannya. Kebahagiaan merupakan konsep dari penyair Yunani yaitu Hesoid dan sejarawan Herodotus. Eger dan Maridal (2015) menunjukkan bahwa konsep kebahagiaan dari masa Yunani kuno tersebut, sebanding dengan istilah objective wellbeing yang digunakan saat ini. Hapiness

menunjukkan kehidupan yang layak dan kebahagiaan mendasar seseorang mengejar kelayakan selama kehidupannya.

Menurut pengalaman terdahulu, kebahagiaan juga berhubungan dengan keberuntungan, nasib dan rahmat dari Tuhan. Menurut pandangan tradisional, Happiness mulai berubah dalam dua hal sekitar abad ke 18. Pertama, penekanan terhadap kelayakan sebagai hal yang diperlukan dalam perkembangan dan kesejahteraan mulai tidak berfokus pada kesenangan dan ketiadaan rasa sakit. Kedua, perubahan juga tampak pada bentuk baru dari kebahagiaan yang diangkat menjadi tujuan utama hidup manusia. Akibat dari perubahan tersebut berdampak pada temuan yang menjelaskan bahwa kebahagiaan bukan lagi didefinisikan sebagai kesejahteraan secara luas melainkan sebagai perasaan yang baik.

(40)

survei yang telah dilakukan Eger dan Maridal ketiga istilah tersebut memiliki nuansa yang berbeda dengan wellbeing dan hal ini semakin mendukung penjelasan Ryff (1989) yang mengatakan kepuasan hidup tidak sama dengan wellbeing melainkan indikator dari wellbeing.

2. Dimensi PsychologicalEmployee wellbeing

Walaupun terdapat dimensi wellbeing secara umum karena peneliti lebih berfokus pada PWB maka peneliti memilih menjabarkan dimensi PWB. Penelitian Ryff (1989) dan penelitian Ryff dan Keyes (1995) memaparkan dimensi yang lebih spesifik tentang dimensi psychological wellbeing memiliki 6 dimensi inti yaitu:

a. Penerimaan diri merupakan sebuah teori tentang rentang kehidupan individu serta pengalamannya di masa lampau yang dipercaya dapat mempertegas penerimaan diri individu. Dimensi ini dikatakan sebagai ciri utama dari kesehatan mental, aktualisasi diri, optimal function, dan maturity karena berpegang pada sikap positif yang dimunculkan melalui karakteristik utama

positive psychological functioning.

(41)

kasih sayang yang kuat terhadap orang lain, serta persahabatan yang dalam berarti individu tersebut dapat mengenali individu lain secara lengkap. Hubungan yang hangat dengan orang lain diajukan sebagai kriteria dari kematangan. Selain itu adult developmental stage theories juga menekankan bahwa keintiman dengan orang lain dan serta pemberian arahan terhadap orang lain berperan penting dalam perkembangan kematangan individu.

c. Otonomi adalah dimensi yang memberikan penekanan terhadap

self determination, independence, dan pengelolaan perilaku pada diri sendiri. Aktualisasi diri digambarkan sebagai fungsi otonom dan ketahanan diri terhadap enkulturasi. Orang yang berfungsi sepenuhnya juga digambarkan memiliki evaluasi internal locus, di mana individu tidak melihat persetujuan yang diberikan oleh orang lain namun lebih pada penggunaan standar pribadi. Individu tampak bebas tidak lagi tampak ketakutan ketika berbeda dari kelompok, merasa yakin, dan mengabaikan hukum massa.

(42)

yang lebih kompleks. Di sisi lain, kematangan diri yang dimiliki individu juga dinilai berpartisipasi dalam kemajuan individu dan kemampuan mengubah lingkungan menjadi lebih kreatif melalui kegiatan fisik atau mental.

e. Dimensi selanjutnya adalah purpose in life atau pemaknaan hidup. Individu yang berfungsi secara positif akan memiliki tujuan dan niat yang mengarahkan setiap individu pada kebermaknaan dalam hidup. Teori tentang rentang kehidupan merujuk pada berbagai macam perubahan tujuan dalam hidup, seperti menjadi lebih produktif dan kreatif atau mencapai integrasi emosional di kemudian hari.

(43)

3. Faktor yang mempengaruhi PsychologicalEmployee wellbeing

Menurut Ryff dan Singer, 1996 (dalam Tanujaya 2014) terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis, di antaranya adalah:

a. Usia

Ditemukan bahwa beberapa dimensi PWB seperti penguasaan lingkungan dan otonomi diri cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya usia, khususnya saat beranjak dari masa dewasa muda menuju masa dewasa menengah. Dimensi-dimensi lain seperti pengembangan pribadi dan tujuan hidup cenderung menurun seiring dengan bertambahnya usia, khususnya dari masa dewasa menengah menuju masa usia lanjut.

b. Jenis Kelamin

Menurut Ryff dan Singer, 1996 (dalam Tanujaya 2014) dikatakan bahwa dalam penelitiannya perbedaan jenis kelamin mempengaruhi dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis. Ditemukan bahwa para wanita dari segala usia cenderung memiliki skor tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain dan pengembangan pribadi bila dibandingkan dengan pria.

c. Status Sosial Ekonomi

(44)

Kesejahteraan psikologis yang tinggi juga dijumpai pada individu yang mempunyai status pekerjaan yang tinggi.

Selain itu, Karbalaei dan Shirvani (2015) memaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi well-being. Karbalaei dan Shirvani memiliki 3 faktor yang mempengaruhi kesejahteraan karyawan. Faktor-faktor tersebut adalah iklim organisasi di tempat kerja, kepribadian, dan pengalaman positif dan negatif yang terjadi di tempat kerja. Iklim organisasi menjadi pengaruh yang paling utama, karena istilah ini merujuk pada kesan karyawan tentang bagaimana organisasi dijalankan, praktik kepemimpinan, prosedur standar, budaya kerja, dll. Iklim organisasi memperlihatkan hal yang lebih penting dalam penentuan kesejahteraan karyawan daripada kesulitan individu maupun stressor. Ditemukan pula bahwa meningkatkan management style dan keseluruhan praktik di tempat kerja dinilai dapat menurunkan stres lebih efektif daripada mengajarkan karyawan kemampuan coping individu. Karakteristik individu juga berpengaruh penting pada well-being. Ditemukan bahwa emotional personality

(45)

B. Perceived Organizational Support (POS)

1. Sejarah dan Definisi Perceived Organizational Support

Eisenberger, Huntington, Huntchison, dan Sowa (1986) mengawali penelitian tentang Perceived Organizational Support dan mendefinisikan POS sebagai kepercayaan umum pada karyawan mengenai sejauh mana organisasi menilai kontribusi yang telah diberikan karyawan dan bagaimana organisasi mempedulikan kesejahteraan mereka. Setelah penelitian awal dari Eisenberger pada tahun 1986, Eisenberger kemudian terus melakukan penelitian tentang POS secara konsisten. Penelitian berikutnya tentang POS yang dilakukan oleh Rhoades dan Eisenberger (2002) mengalami perkembangan, dimana Eisenberger menambahkan bahwa POS telah ditemukan berhubungan dengan kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan performance namun belum ada keterkaitan dengan engagement.

Mengacu pada penelitian Rhoades (2002) yang memaparkan bahwa POS belum memiliki keterkaitan dengan engagement, namun salah satu alasan POS dapat menghasilkan hal-hal yang positif dalam organisasi karena adanya employee engagement. Dengan kata lain karyawan yang memiliki POS tinggi memungkinkan karyawan menjadi lebih engage

(46)

Untuk memperjelas konsep timbal balik SET yang dilakukan oleh karyawan terhadap organisasi tempat karyawan tersebut bekerja, Watson dan Hewett (2006) memaparkan Perceived Organizational Support

(POS) dari perspektif Social Exchange Theory (SET) dimana POS merupakan bentuk pertukaran yang diberikan organisasi terhadap karyawan dan karyawan memiliki kewajiban untuk membalas pertukaran tersebut dengan hal yang dapat menguntungkan organisasi.

Watson dan Hewett (2006) juga memaparkan bahwa bentuk pertukaran tersebut adalah ketika karyawan merasa bahwa kontribusi mereka diakui dan dihargai oleh organisasi, maka karyawan akan cenderung untuk lebih terlibat dalam perilaku yang lebih positif dan produktif terhadap organisasi. Saks (2006) juga menyampaikan hal serupa yang didasarkan pada Social Exchange Theory (SET) dimana POS akan menghasilkan kewajiban karyawan untuk lebih peduli terhadap kesejahteraan organisasi dan membantu organisasi dalam pencapaian tujuannya

(47)

karyawan. Kemudian, Peelle III (2007) menambahkan bahwa penjelasan

Perceived Organizational Support (POS) menyerupai penelitian Eisenberger et al. (1986) dan Saks (2006) dimana POS merupakan keyakinan yang dimiliki oleh karyawan bahwa organisasi peduli dan menghargai kontribusi yang diberikan karyawan untuk keberhasilan organisasi.

2. Indikator Perceived Organizational Support

Eisenberger et al. (1986) mengatakan bahwa berbagai macam perilaku dan alasan pemilihan perilaku yang dilakukan organisasi terhadap karyawan dapat berpengaruh terhadap POS. Untuk menguji POS yang umumnya dimiliki oleh karyawan, penelitian Eisenberger ini merancang 36 pernyataan yang dapat mewakili penilaian evaluatif berbagai macam kebijakan yang dilakukan organisasi yang bermanfaat atau malah merugikan karyawan.

(48)

Indikator tersebut juga mengacu pada kesediaan organisasi membantu karyawan ketika menghadapi permasalahan, penggantian karyawan dengan bayaran rendah, tanggapan yang diberikan karyawan terhadap keluha, kesalahan, penurunan mauun peningkatan kinerja yang diberikan terhadap pihak organisasi, perubahan kondisi kerja, reaksi organisasi ketika diminta bantuan secara khusus, reaksi organisasi terhadap keputusan karyawan untuk berhenti bekerja, kegagalan yang dilakukan karyawan untuk menyelesaikan tugas tepat waktu, dan jaminan jenjang karir.

3. Dampak dari Perceived Organizational Support

Wayne, Shore, dan Liden (1997) menjelaskan bahwa teori pertukaran sosial itu mempresiksi perceived organizational support akan berdampak terhadap performance karyawan dan Organizational Citizenship Behavior (OCB). Karyawan yang merasa bahwa mereka didukung dan diperhatikan pihak organisasi akan cenderung membalas dengan melakukan segala tugas lebih baik lagi dan lebih mudah terlibat walaupun hal tersebut bukanlah tugas atau kewajiban dari karyawan yang bersangkutan dibandingkan karyawan yang dilaporkan memiliki tingkat POS yang lebih rendah.

(49)

pandangan bahwa organisasi juga berkomitmen terhadap mereka. Hal ini telah membuktikan bahwa POS berhubungan dengan komitmen afektif baik pada organisasi maupun karyawan. Selain itu POS juga diyakini berpengaruh terhadap keinginan karyawan untuk keluar dari sebuah organisasi atau keyakinan untuk bertahan pada sebuah organisasi. Ketika karyawan menilai rendahnya dukungan yang karyawan dapatkan dari atasan, besar kemungkinan karyawan tersebut akan mencari pekerjaan di tempat lain dengan harapan diberi dukungan yang lebih baik daripada sebelumnya. Peelle (2007) menambahkan bahwa konsekuensi tingginya

Perceived Organizational Support juga dapat menimbulkan kepuasan kerja, positive affect, ketertarikan individu terhadap tugas, task performance.

C. Employee Engagement

1. Sejarah dan Definisi Employee Engagement

Employee Engagement pertama kali diperkenalkan dan di konseptualisasikan oleh Kahn (1990) dan mulai populer di area industri selama periode 1999-2005, dimana pada rentang tahun tersebut konsep

(50)

dalam pekerjaan. Kahn (1990) juga berpendapat bahwa pada dasarnya individu memiliki sikap ambivalent dalam kelompoknya, terhadap sistem yang sedang berlangsung, usaha untuk menutup diri dan menarik diri kemudian secara bergantian membuka diri dan bergabung menjadi anggota.

Selain konsep engagement dan disengagement yang telah dijelaskan oleh Kahn (1990), penelitian Maslach, Schaufeli, dan Leiter (2001) memberikan konsep tambahan terhadap engagement sebagai

antithesis positif dari burnout. Karyawan dengan profil burnout dinilai mudah lelah dan cenderung cynicism serta memiliki efikasi diri yang rendah. Sedangkan karyawan dengan profil yang berlawanan dengan

burnout yaitu engage, memiliki efikasi diri yang tinggi, tidak mudah lelah, dan cenderung memiliki sifat cynicism yang rendah.

Dalam perkembangannya, penelitian Saks (2006) menjelaskan hasil penelitian yang dimiliki bahwa di dalam literatur akademik, engagement

banyak dikaitkan dengan perilaku organisasi. Saks kemudian mulai membuat perbedaan antara konsep engagement dan konsep lainnya yang menyerupai. Saks (2006) mengatakan bahwa engagement tetap memiliki perbedaan dengan perilaku organisasi dari segi konstruknya. Engagement

(51)

Menurut Saks (2006), engagement juga dinilai berbeda dari job involvement. Job involvement adalah hasil dari penilaian kognitif tentang pemenuhan kebutuhan terhadap pekerjaan individu dan gambaran diri karyawan tentang diri mereka. Engagement berkaitan dengan bagaimana individu menggunakan diri mereka dalam pekerjaan yang mereka lakukan.

Saks (2006) kemudian membuat kesimpulan tentang definisi dari

employee engagement. Employee Engagement sering didefinisikan sebagai emosi dan kecerdasan karyawan dalam berkomitmen terhadap organisasi atau sejumlah usaha yang di perlihatkan oleh karyawan pada pekerjaan mereka, keterlibatan karyawan terhadap organisasi dan nilai di dalamnya. Anitha (2013) dalam penlitian yang ia lakukan juga mendukung definisi dari Saks tersebut bahwa engagement merupakan emosi dan kecerdasan karyawan yang diperlihatkan karyawan dalam bentuk komitment terhadap organisasi.

(52)

memiliki dua jenis keterlibatan karyawan yaitu job dan organization engagement.

2. Aspek-Aspek Employee Engagement

Secara teori, Scaufeli et al. (2001) menyebutkan bahwa ada dua hal yang telah menjadi dasar dalam identifikasi kerja terkait kesejahteraan. Pertama adalah semangat yang dilakukan dalam bekerja, yaitu kegiatan penuh kekuatan atau malah kelelahan. Kemudian yang kedua adalah identifikasi kerja yaitu penuh dengan pengabdian atau malah sinisme. Scaufeli melanjutkan bahwa karyawan yang burnout ditandai dengan kelelahan (minimnya pergerakan yang dilakukan) dan sikap sinisme karyawan terhadap organisasi. Sedangkan keterlibatan ditandai dengan semangat (pergerakan penuh semangat) dan pengabdian yang tinggi terhadap organisasi.

Rothbard (2001) (dalam Saks, 2006) mendefinisikan keterlibatan bukan hanya sebagai kehadiran psikologis tetapi lebih jauh dengan melibatkan dua aspek penting yaitu perhatian (attention) dan penyerapan (absorption). Perhatian adalah "ketersediaan kognitif dalam satuan waktu dihabiskan hanya untuk berpikir tentang peran" sementara penyerapan adalah "melakukan kegiatan pada peran yang menyenangkan dan individu hanya terfokus pada peran yang ia lakukan".

(53)

karakteristik vigor, dedication, dan absorption. Karakteristik dari kondisi positif di tempat kerja tersebut juga disebut sebagai aspek dari employee engagement. Vigor ditandai dengan tingginya energi serta ketahanan mental saat bekerja, upaya yang dilakukan pada pekerjaan, dan ketekunan saat menghadapi kesulitan. Dedication ditandai dengan perasaan bermakna, antusias, inspirasi, kebanggan dan tantangan. Aspek yang terakhir dari engagement adalah absorption. Absorption (penyerapan) ditandai dengan konsentrasi penuh dan kesenangan individu dalam bekerja, dimana waktu berlalu dengan cepat dan individu sulit untuk memisahkan diri dari pekerjaan tersebut.

3. Faktor yang mempengaruhi Employee Engagement

Employee engagement memiliki beberapa faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembentukan keterlibatan itu sendiri, seperti karakteristik pekerjaan, Perceived Organizational Support, Perceived Supervisor Support, Reward dan Recognition, Distributive dan

(54)

a. Saks (2006) menjelaskan bahwa Perceived Organizational Support dan Perceived Supervisor Support: Psychologycal Safety mencakup rasa mampu dan mau bekerja pada peran tanpa diikuti oleh konsekuensi negatif. Semua aspek penting dari keamanan atau keselamatan berasal dari banyaknya kepedulian dan dukungan terhadap karyawan dari pihak organisasi, maupun atasan terhadap bawahan secara langsung. Selain itu ditemukan juga support dan trusting interpersonal relationship dapat mendukung psychologycal Safety. Karyawan yang merasa aman di lingkungan kerjanya ditandai dengan openness dan

supportiveness. Lingkungan sekitar yang mendukung memungkinkan anggota untuk bereksperimen dan mencoba hal-hal baru tanpa takut gagal.

Sedangkan menurut penelitian ArunKumar dan Renugadevi (2013) dan Rasheed, Kahn, dan Ramzan (2013) Perceived Organizational and Supervisor Support; Dua variabel ini memungkinkan menangkap dukungan secara sosial baik dari lingkup organisasi maupun dari atasan. Dasar dari penelitian

(55)

penting dari keterlibatan karyawan. Bahkan kurangnya dukungan atasan berdampak pada burnout dalam organisasi. Ketika karyawan memiliki persepsi yang tinggi tentang keadilan dalam organisasi, mereka lebih mungkin merasa wajib bersikap adil dalam melakukan peran mereka dengan memberikan lebih dari diri mereka sendiri melalui tingkat yang lebih besar dari keterlibatan itu sendiri.

May et al. (dalam Brunetto, 2012) juga menyebutkan bahwa

anteseden dari keterlibatan karyawan adalah hubungan yang efektif antara pimpinan dan rekan kerja, penghargaan, pemberian tugas yang menarik, ketersediaan sumber daya dalam menunjang pekerjaan dari karyawan itu sendiri.

(56)

Penelitian ArunKumar dan Renugadevi (2013) dan Rasheed, Kahn, dan Ramzan (2013) juga menjelaskan tentang Reward and Recognition yang seharusnya diberikan organisasi terhadap karyawan. Kurangnya penghargaan dan pengakuan dari pihak organisasi terhadap karyawan dapat menyebabkan kelelahan yang cepat dialami oleh karyawan di tempat kerja. Namun berbanding terbalik dengan penghargaan dan pengakuan dalam porsi yang tepat dinilai penting bagi keterlibatan karyawan.

4. Dampak dari Employee engagement

Menurut Social Exchange Theory, ketika individu dan organisasi sama-sama mematuhi aturan pertukaran, karyawan akan menjadi lebih dapat dipercaya, setia, dan saling berkomitmen. Kemudian, individu akan terus melibatkan diri melakukan timbal balik yang lebih menguntungkan pihak organisasi. Hal ini berdampak pada keterlibatan karyawan terutama dalam hal kepercayaan dan kualitas hubungan antar atasan (Saks, 2006).

(57)

dilihat pada tingkat individu, namun nilai tersebut menjadi lebih kuat jika dilihat secara menyeluruh.

Dampak yang kedua dari penelitian Saks (2006) adalah komitmen berorganisasi; komitmen organisasi dinilai berbeda dengan engagement

mulai dari perihal sikap individu dan kelekatan terhadap organisasi. Keterlibatan bukanlah sebuah sikap, melainkan sejauh mana individu memiliki perhatian yang penuh dan dapat diserap oleh peran individu dalam dunia kerja.

Kemudian dampak keterlibatan selanjutnya menurut Saks (2006) adalah keinginan karyawan untuk berhenti dari peran yang mereka miliki pada pekerjaan tertentu. Keinginan untuk berhenti pada dasarnya merupakan alasan yang dimiliki oleh karyawan ketika mereka akan berhenti bekerja dan faktor-faktor apa yang membuat karyawan tersebut meninggalkan organisasi. Dijelaskan dalam penelitian Rana, Ardichvili, dan Tkachenko (2014) bahwa karyawan yang dinilai lebih terlibat memiliki kemungkinan kecil untuk berhenti dari pekerjaannya. Turnover

karyawan mengacu pada pertimbangan subjektif karyawan, apakah karyawan akan berhenti bekerja dalam waktu dekat atau tidak. Diungkapkan bahwa karyawan yang memiliki tingkat keterlibatan yang tinggi, memiliki kemungkinan rendah untuk melakukan turnover.

(58)

dapat membantu rekan kerja serta organisasi diluar tugas pokok ataupun kewajiban yang harus dipenuhi (ArunKumar dan Renugadevi, 2013;Rasheed, Kahn,& Ramzan, 2013). Penelitian Rana, Ardichvili, dan Tkachenko (2014) mengungkapkan bahwa perilaku OCB memiliki hubungan yang positif terhadap keterlibatan kerja. OCB adalah perilaku

kerja yang disebut “good solider syndrome” karena karyawan dengan

senang hati menawarkan bantuan terhadap rekan kerja terhadap tugas diluar kewajibannya.

D. Dinamika Pengaruh Perceived Organizational Support (POS) terhadap

Perceived Employee Wellbeing dengan Employee Engagement sebagai Mediator

Saks (2006) menjelaskan bahwa Perceived Organizational Support

(POS) mengacu pada keyakinan umum bahwa organisasi menghargai kontribusi karyawan dan peduli terhadap kesejahteraan karyawan. Hal ini didasarkan pada Social Exchange Theory (SET) dimana POS menghasilkan kewajiban karyawan untuk peduli terhadap kesejahteraan organisasi dan membantu organisasi dalam pencapaian tujuannya. Kemudian penelitian Rhoades dan Eisenberger (2002) mengatakan bahwa POS belum ada keterkaitan dengan engagement, namun POS dapat menghasilkan hal-hal yang positif seperti employee engagement atau keterlibatan kerja.

(59)

kelompok, terhadap sistem yang berjalan, dan cara melindungi diri dengan menarik diri ataupun ikut terlibat dalam sebuah kelompok. Tarikan serta dorongan yang dimiliki individu dalam peran memungkinkan individu mengatasi ambivalensi internal maupun eksternal. Kemudian instilah tersebut mulai berkembang dari penarikan dan keterlibatan peran individu menjadi engagement dan disengagement. Engagement merujuk pada perilaku individu dimana individu tersebut memanfaatkan perannya sebagai anggota organisasi untuk terlibat, mempekerjakan individu lain, mengekspresikan diri secara fisik, kognitif, dan emosional selama mereka berperan dalam pekerjaannya. Sedangkan Khan (1990) mendefinisikan individu yang disengagement akan membuat keputusan untuk tidak lagi memiliki peran kerja baik secara fisik, kognitif, atau emosional dalam peran. Menurut Schaufeli et al. (2001) karyawan yang memiliki level engage

tinggi akan memiliki energi, kemudian mereka akan terlibat, dan tidak memunculkan tanda-tanda burnout seperti kelelahan, cynicism, dan kurangnya tingkat profesionalitas. Para karyawan tersebut akan lebih berenergi dan memiliki hubungan yang efektif dengan segala aktivitas kerja serta melihat diri memiliki kemampuan dalam menyelesaikan persoalan di tempat kerja.

(60)

menantang karyawan untuk berusaha sebaik mungkin dan memberikan keleluasaan bagi karyawan untuk bebas berekspresi menyelesaikan tugas tersebut. Selain itu Perceived Organizational Support dan Perceived Supervisor Support juga mempengaruhi keterlibatan karyawan. Dua hal tersebut dipercaya mempengaruhi keterlibatan karyawan sebab dukungan yang baik dari pihak atasan maupun organisasi dapat menimbulkan keyakinan bahwa karyawan tersebut memiliki dukungan yang kuat untuk melakukan tugas dari organisasi dan keberadaan karyawan tersebut diperhitungan di organisasi tersebut.Reward dan Recognition meneruskan penjelasan dari dukungan yang diberikan oleh organisasi maupun atasan. Penghargaan serta pengakuan dalam bentuk apapun juga dipercaya mampu membuat karyawan semakin engage terhadap organisasi mereka. Setiap penghargaan dan pengakuan yang diterima oleh karyawan menunjukkan bahwa organisasi tersebut menghargai segala jerih payah yang telah dikerjakan karyawan untuk perusahaan.Faktor yang terakhir adalah

distributive dan Procedural Justice dimana faktor yang terakhir ini membahas tentang bagaimana karyawan memandang keadilan yang diberikan oleh organisasi. Keadilan yang diterima oleh karyawan dan pendistribusian penghargaan secara tepat akan meningkatkan keterlibatan karyawan terhadap organisasi.

(61)

penting bagi kelangsungan organisasi maupun karyawan itu sendiri. Ketika karyawan memiliki level engage yang tinggi terhadap organisasi maka akan timbul kepuasan kerja dalam bekerja, adanya komitmen terhadap organisasi sehingga karyawan kecil kemungkinan memiliki keinginan untuk berhenti dari pekerjaan tersebut dan malah dengan sukarela membantu rekan dan organisasi untuk menyelesaikan pekerjaan diluar tugas formal karyawan (OCB) sehingga berdampak juga pada kesuksesan dari organisai maupun pribadi karyawan.

Konsep inti dari kesejahteraan psikologis digambarkan sebagai kualitas kehidupan dan kesehatan mental yang dimiliki oleh individu. Kesejahteraan psikologis bukan hanya merupakan ketiadaan penderitaan, namun keterikatan aktif dalam dunia, memahami arti dan tujuan dalam hidup, dan hubungan seseorang pada obyek ataupun orang lain. Berdasarkan hal tersebut, kesejahteraan psikologis mengarahkan individu yang sehat secara psikologis untuk mengontrol secara sadar kehidupannya, bertanggung jawab terhadap keadaan diri, serta mengenali diri.

Grant et al. (2007) menambahkan penjelasan tentang kesejahteraan berkaitan dengan keterlibatan karyawan, dimana ketika kita hendak memahami timbal balik dalam kesejahteraan, maka perlu mempertimbangkan pengertian dari kesejahteraan itu sendiri. Hal yang sering terjadi dalam organisasi mengenai kesejahteraan adalah saat manager

(62)

Padahal, kesejahteraan dapat didefinisikan secara lebih luas, dimana kesejahteraan merupakan kualitas pengalaman secara menyeluruh dan keberfungsian karyawan secara utuh di tempat kerja. Grant et al. (2007) juga menyebutkan bahwa kesejahteraan karyawan di dalam organisasi dapat dibentuk dengan penghargaan dari organisasi terhadap karyawan.

Menurut penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa karyawan yang mendapatkan dukungan dari pihak organisasi akan merasa bahwa dirinya dihargai. Ketika persepsi tentang dukungan yang diberikan oleh perusahaan semakin tinggi maka karyawan diprediksi akan semakin memiliki keterlibatan terhadap organisasi tempat mereka bekerja. Hal ini di dukung oleh Social Exchange Theory yang mengatakan teori timbal balik antara pihak organisasi dan karyawan.Ketika karyawan mendapatkan dukungan yang cukup, memiliki keterlibatan yang baik terhadap organisasi, maka besar kemungkinan bahwa karyawan tersebut merasa sejahtera. Kesejahteraan yang mereka alami berpengaruh besar terhadap kehidupan kerja.

E. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian pengaruh antara Perceived Organizational Support

(63)
[image:63.595.116.502.103.584.2]

Gambar 2.1

Kerangka Penelitian

F. Hipotesisi Penelitian

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:

1. Hipotesis Mayor

a. Employee Engagement memediasi pengaruh antara Perceived Organizational Support dengan Employee Well-being

2. Hipotesis Minor

a. Perceived Organizational Support memiliki pengaruh yang positif signifikan dengan Employee Well-being

b. Perceived Organizational Support memiliki pengaruh yang positif signifikan dengan Employee Engagement

c. Employee Engagement memiliki pengaruh yang positif signifikan dengan Employee Well-being.

POS

Employee Engagement

PWB

H1

H2 H3

(64)

40

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode survei. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisis pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika (Azwar, 2009). Sugiyono (2013) menambahkan, metode kuantitatif ini dinamakan sebagai metode ilmiah/scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional, dan sistematis.

Penelitian kuantitatif dalam hal ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu metode eksperimen dan metode survei. Namun metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode survei. Penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi

Gambar

Tabel 4.11. Uji Hipotesis 4 Multiple Regression POS, Engagement
Gambar 4.1. Skema Penelitian .................................................................
Kerangka PenelitianGambar 2.1
tabel 3.1, sebagai berikut:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika ibu merasa dukungan sosial yang diterima dari orang lain banyak (kuantitas) dan dukungannya berarti (kualitas) maka ibu akan merasa nyaman untuk bergaul di lingkungan

Hasil analisis data dalam penelitian menggunakan product moment ini menunjukkan bahwapada dukungan organisasi dan keterikatan kerja memiliki korelasi positif

Alat pengumpul data yang digunakan merupakan dua alat terjemahan, yaitu Utrecht Work Engagement Scale dari Schaufelli,dkk (2004) untuk employee engagement dan skala

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengolahan data, dapat dilihat bahwa nilai koefisien path pengaruh budaya organisasi terhadap employee engagement adalah sebesar

Dukungan untuk para karyawan tentunya tidak hanya tentang pelatihan tetapi yang terpenting adalah membuat para pekerja merasa puas terhadap timbal balik dari organisasi tersebut

Menurut Sevilla (1993) Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbatch Alpha > 0,60. Realibilitas yang kurang dari 0,6 adalah kurang

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis (psychological well-being) petugas pemadam kebakaran antara lain adalah stress kerja, kepuasan kerja petugas

Penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu dukungan sosial atau social support (variabel X) yang merupakan variabel bebas dan kesejahteraan psikologis atau