• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi Social Support Terhadap Dimensi Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Autis di Pusat Terapi "X" Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontribusi Social Support Terhadap Dimensi Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Autis di Pusat Terapi "X" Bandung."

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah mengetahui kontribusi dukungan sosial terhadap dimensi psychological well being pada ibu anak autis di Pusat Terapi “X” Bandung. Penelitian ini menggunakan metode kontribusi, yaitu metode untuk mengetahui seberapa besar kontribusi dari satu variable atau set variable pada variable lain (Gulo,2002).

Psychological well being diukur menggunakan kuesioner yang dimodifikasi oleh peneliti dari The Ryff Scales of Psychological Well Being (SPWB,1989) berdasarkan teori Carol Ryff dan dukungan sosial diukur dengan menggunakan kuesioner berdasarkan teori Social Support yang dikemukakan oleh Sarason dkk. Validitas kedua alat ukur dilakukan dengan menggunakan pearson product moment. Nilai validitas pada kuesioner dukungan sosial sebesar 0,443 – 0,843 dan untuk nilai reliabilitas sebesar 0,926. Sedangkan, nilai validitas pada kuesioner psychological well being sebesar 0,345 – 0,956 dan untuk reliabilitas sebesar 0,957. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier ganda.

Berdasarkan analisis, disimpulkan bahwa aspek kualitas memberikan kontribusi terhadap empat dimensi psychological well being yaitu personal growth, positive relation with others, purpose in life, dan environmental mastery pada ibu anak autis. Sedangkan, aspek kuantitas tidak memberikan kontribusi terhadap dimensi psychological well being pada ibu anak autis.

(2)

ABSTRACT

The purpose of this study was to find out the contribution of social support dimensions of psychological well being in mothers of children with autism in the Therapy Center "X" Bandung. This study uses contributions is a method to determine how big the contribution of a single variable or set of variables on other variables (Gulo, 2002).

Psychological well being was measured using a questionnaire which is modified by the researcher The Ryff Scales of Psychological Well Being (SPWB, 1989) by Carol Ryff and social support were measured using a questionnaire based on the theory put forward by the Social Support Sarason et al. The validity of the measuring instrument is done by using the Pearson product moment. The validity of the questionnaire of social support from0 .443 to 0.843 and for the reliability value of 0.926. Meanwhile, the validity of the questionnaire psychological well being of 0.345 to 0.956 and for the reliability of 0.957. The analysis technique used is multiple linear regression.

Based on the analysis, it was concluded that the quality aspect contributing to the four dimensions of psychological well being is personal growth, positive relations with others, purpose in life, and environmental mastery in mothers of children with autism. Meanwhile, the quantity aspect does not contribute to the dimensions of psychological well being in mothers of children with autism.

(3)

DAFTAR ISI

COVER...………..i

LEMBAR PENGESAHAN………...ii

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN………...iii

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN………...iv

ABSTRAK...………...v

ABSTRACT...………...vi

KATA PENGANTAR...………..…vii

DAFTAR ISI………...ix

DAFTAR LAMPIRAN...xiii

DAFTAR SKEMA...………...xiv

DAFTAR TABEL…………...………...xv

BAB I PENDAHULUAN………...……...…………1

1.1 Latar Belakang Masalah………...1

1.2 Identifikasi Masalah………...8

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian………...9

1.3.1 Maksud Penelitian………...……...9

1.3.2 Tujuan Penelitian………...9

1.4 Kegunaan Penelitian………...9

1.4.1 Kegunaan Teoritis………...……...9

1.4.2 Kegunaan Praktis………...9

(4)

1.6 Asumsi………...………...18

1.7 Hipotesis...18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………...…......19

2.1 Psychological Well Being………...19

2.1.1 Pengertian Psychological Well Being ………...19

2.1.2 Dimensi Psychological Well Being …………...20

2.1.3 Faktor yang Memengaruhi Psychological Well Being...……...23

2.2 Social Support………...25

2.2.1 Pengertian Social Supprort………...25

2.2.2 Aspek – Aspek Social Support………...28

2.2.3 Dukungan Kuantitas vs Kualitas………..28

2.2.4 Bentuk – Bentuk Pengukuran Social Support………..30

2.2.5 Dampak Social Support………...31

2.3 Social Support dan Psychological Well Being………...32

2.4 Autisme...34

2.4.1 Definisi Autisme...34

2.4.2 Ciri – Ciri Autisme...35

2.4.3 Orang tua yang memiliki Anak Autisme...38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………40

3.1 Rancangan Penelitian………...40

3.2 Skema Prosedur Penelitian....………...41

3.3 Variabel Penelitian, Definisi Konseptual, Definisi Operasional…...….41

3.3.1 Variabel Penelitian………...41

3.3.2 Definisi Konseptual………...41

(5)

3.4 Alat ukur………...45

3.4.1 Kuesioner Social Support………...45

3.4.2 Kuesioner Psychological Well Being...48

3.4.3 Data Pribadi ………...50

3.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur………...50

3.5.1 Validitas Alat Ukur………...50

3.5.2 Reliabilitas Alat Ukur………...51

3.6 Populasi dan Karakteristik Sampel………...52

3.6.1 Populasi Sasaran………...52

3.6.2 Karakteristik Sampel...………...………...52

3.7 Teknik Analisis Data………...52

3.7.1 Uji Asumsi Klasik.………...52

3.8 Hipotesis Statistik...55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………...57

4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian………...57 4.1.1 Gambaran Subjek berdasarkan Usia………...57

4.1.2 Gambaran Subjek berdasarkan Penghayatan akan Penghasilan...57

4.1.3 Gambaran Subjek berdasarkan Pendidikan Terakhir …………...58

4.1.4 Gambaran Subjek berdasarkan Posisi Anak Autis dalam Keluarga...58

4.2 Uji Hipotesis Penelitian...59

4.2.1 Kontribusi Social Support terhadap Positive Relation With Others...59

(6)

4.2.3 Kontribusi Social Support terhadap Self Acceptance...60

4.2.4 Kontribusi Social Support terhadap Environmental Mastery...61

4.2.5 Kontribusi Social Support terhadap Purpose In Life...62

4.2.6 Kontribusi Social Support terhadap Autonomy...63

4.3 Pembahasan ...………...64

BAB V SIMPULAN DAN SARAN...………....69

5.1 Simpulan ………...69

5.2 Saran...70

5.2.1 Saran Teoritis...………...70

5.2.2 Saran Praktis...………...71

DAFTAR PUSTAKA………...72

DAFTAR RUJUKAN………...74

(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner social support...76

Lampiran 2 : Kuesioner psychological well being...81

Lampiran 3 : Hasil social support dan PWB...91

Lampiran 4 : Tabulasi Silang Faktor yang Mempengaruhi PWB Terhadap Dimensi PWB...93

Lampiran 5 : Tabulasi Silang Aspek Dukungan Sosial Terhadap Dimensi PWB...100

Lampiran 6 : Uji Validitas dan Reliabilitas...105

Lampiran 7 : Uji Normalitas...114

Lampiran 8 : Uji Autokorelasi, Multikolinearitas, dan Heteroskedasitas...114

Lampiran 9 : Hasil Uji Regresi Linier Berganda...119

Lampiran 10 : Data Interval...130

(8)

DAFTAR SKEMA

Bagan 1.1 : Kerangka Pemikiran……….17

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Kisi-kisi alat ukur Social Support1...……..………...46

Tabel 3.2 : Skor pilihan jawaban...46

Tabel 3.3 : Kisi-kisi alat ukur Social Support2...47

Tabel 3.4 : Skor pilihan jawaban...47

Tabel 3.5 : Pengkatagorian Aspek Kuantitas...47

Tabel 3.6 : Pengkatagorian Aspek Kualitas...48

Tabel 3.7 : Kisi-kisi Alat Ukur Psychological Well Being...48

Tabel 3.8 : Skor pilihan jawaban...49

Tabel 3.9 : Pengkatagorian Psychological Well Being...50

Tabel 3.1.0 : Pedoman Interpretasi Autokorelasi...54

Tabel 4.1 : Gambaran Usia...57

Tabel 4.2 : Gambaran Penghayatan Penghasilan...57

Tabel 4.3 : Gambaran Pendidikan Terakhir...58

Tabel 4.4 : Gambaran Posisi Anak...58

Tabel 4.5 : Kontribusi Social Support terhadap Positive Relation with Others...59

Tabel 4.6 : Kontribusi Social Support terhadap Personal Growth...60

Tabel 4.7 : Kontribusi Social Support terhadap Self Acceptance...60

Tabel 4.8 : Kontribusi Social Support terhadap Environmental Mastery...61

Tabel 4.9 : Kontribusi Social Support terhadap Purpose In Life...62

Tabel 4.1.0 : Kontribusi Social Support terhadap Autonomy...63

Tabel 4.11 : Hasil Aspek Kuantitas...91

(10)

Tabel 4.13 : Hasil dimensi Positive Relation with Others...91

Tabel 4.14 : Hasil dimensi Personal Growth...92

Tabel 4.15 : Hasil dimensi Self Acceptance...92

Tabel 4.16 : Hasil dimensi environmental mastery...92

Tabel 4.17 : Hasil dimensi purpose in life...92

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak semua harapan orang tua itu terwujud. Secara tidak terduga beberapa ibu melahirkan anak berkebutuhan khusus. Salah satunya adalah autis. Ketika ibu baru mengetahui bahwa anak mereka autis reaksi yang muncul berbeda-beda. Ada yang menerima ada pula yang tidak.

Di Indonesia sendiri diketahui pertumbuhan angka autisme pada anak-anak mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Hal ini dapat dibuktikan melalui data, pada tahun 2008, Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari mengatakan bahwa pada tahun 2004, di Indonesia jumlah anak autis tercatat sebanyak 475.000 penderita dan sekarang diperkirakan setiap 1 dari 150 anak yang lahir menunjukkan ciri- ciri autisme (Kompas, 2000).Menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, jumlah penderita gangguan autis di Indonesia pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 2,4 juta jiwa. Pada tahun tersebut jumlah penduduk Indonesia mencapai 237,5 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,14%. Jumlah penderita gangguan autis di Indonesia diperkirakan mengalami peningkatan sekitar 500 orang setiap tahunnya (BPS, 2010). Pada tahun 2015 diperkirakan terdapat kurang lebih 12.800 anak penyandang autis dan 134.000 penyandang spektrum autis di Indonesia (BPS, 2016).

Autistic Spectrum Disorder (ASD) merupakan suatu gangguan perkembangan

(12)

2

kesulitan dalam melakukan komunikasi verbal dan non verbal, tingkah laku terbatas dan berulang, serta berbagai gejala lainnya (American Psychiatric Association, 2000). Berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa (PPDGJ III), gangguan autis terjadi pada masa perkembangan anak sebelum memasuki usia 36 bulan. Penyandang autis ini menyerang sekitar 2 sampai 20 orang dari 10.000 orang dalam suatu populasi (Jeffrey, dkk, 2005) dan pada umumnya penyandang autis lebih banyak terjadi pada anak laki-laki yaitu 3 – 4 kali lebih banyak dibandingkan dengan anak perempuan.

Ciri - ciri autisme mulai tampak sebelum usia 3 tahun, bisa terjadi tanpa memandang lapisan sosial ekonomi, tingkat pendidikan orang tua, ras, etnik maupun agama, dengan ciri fungsi abnormal dalam tiga bidang: interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan berulang, sehingga kesulitan mengungkapkan perasaan maupun keinginannya yang mengakibatkan hubungan dengan orang lain menjadi terganggu. Hambatan perkembangan yang dialami anak autistik menyebabkan mereka tidak belajar dengan cara yang sama seperti anak lain seusianya dan belajar jauh lebih sedikit dari lingkungannya bila dibandingkan dengan anak lain (autisme, 2005).

(13)

3

Hambatan Perilaku, bisa berperilaku hiper-aktif; marah tanpa sebab jelas; perhatian yang sangat besar pada suatu benda; menampakkan agresi pada diri sendiri dan orang lain; mengalami kesulitan dalam perubahan rutinitas (autisme,2005).

Banyaknya hambatan – hambatan seperti hambatan komunikasi, hambatan interaksi sosial dan perilaku pada anak autis menyebabkan ibu merasa sedih, stress dan bingung dalam menangani anak autis. Akibat dari kebingungan yang dialami oleh salah satu ibu dari anak autis, ibu tersebut membentuk suatu komunitas di kota Bandung. Komunitas tersebut akhirnya berkembang menjadi sekolah dan pusat terapi X. Pusat terapi tersebut mengadakan pertemuan orang tua murid sebulan sekali,

khususnya ibu. Hal – hal yang mereka lakukan adalah sharing mengenai penanganan

terhadap anak autis. Selain itu ibu juga berkesempatan bertemu dengan terapis untuk membahas apa saja yang dilakukan selama proses terapi berlangsung. Sehingga ibu diharapkan ikut berperan aktif dalam proses terapi dengan cara mengulangi setiap kegiatan terapi di rumah. Selain ibu, anggota keluarga lain seperti ayah, kakak dan adik juga diharapkan dapat turut serta dalam mengasuh anak autis.

Terdapat berbagai kesulitan yang dialami ibu dengan anak autis seperti, orang lain merasa terganggu dengan keberadaan anak autis karena sering menampilkan perilaku yang aneh, kemampuan kognitif yang buruk sehingga membuat ibu harus lebih sabar dalam menangani anak autis, adanya anggota keluarga lain seperti anak, suami ataupun mertua yang belum bisa menerima kondisi anak autis, serta dibutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk memenuhi kebutuhan anak autis seperti biaya terapi, sekolah khusus maupun biaya hidup sehari – hari.

(14)

4

negatif dari orang lain mengenai anak autis, ibu menjadi tidak bisa menjalin hubungan baik dengan orang lain sehingga ibu cenderung menarik diri dari lingkungan. Akibatnya ibu menjadi tertekan dan lelah karena ibu merasa tidak mendapatkan dukungan dari orang lain, serta adanya tuntutan pengasuhan terhadap anak autis yang tidak mudah bagi ibu karena keterbatasan yang dimiliki anak autis membuat ibu harus lebih sabar mendidik anak autis dibandingkan anak lainnya.

Hal – hal tersebut dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis (psychological well-being) mereka. Ryff (1995) mendefinisikan psychological well being atau kesejahteraan psikologis sebagai keadaan dimana seseorang memiliki evaluasi positif atas diri dan masa lalunya (self – acceptance), ketetapan diri (autonomy), hubungan yang berkualitas dengan orang lain (positive relations with others), kemampuan untuk mengatur kehidupannya dan lingkungan di sekitarnya

(environmental mastery), pertumbungan dan perkembangan yang berkelanjutan sebagai seorang pribadi (personal growth), serta kepercayaan bahwa hidupnya memiliki tujuan dan makna (purpose in life).

Menurut Ryff, self acceptance merupakan inti dari kondisi psychological well being. Jika ibu yang memiliki anak autis mengetahui kelebihan dan kekurangan yang

Ia miliki (self acceptance), maka ibu mampu menentukan tujuan hidupnya (purpose in life). Sehingga, ibu dapat mengatur segala aktifitasnya dan dapat membagi waktu

antara mengurus anak autis dengan aktifitasnya di luar rumah (environmental mastery). Aktifitas yang ibu lakukan dapat membantu ibu menjadi pribadi yang terus

(15)

5

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Litwin 2006, Keberadaan keluarga dan jaringan sosial yang memberikan dukungan kepada seseorang menunjukkan kontribusi terhadap peningkatan psychological well-being. Seseorang yang mendapatkan dukungan sosial memiliki psychological well being yang tinggi (Ryff,1998). Sebaliknya seseorang yang kurang mendapatkan dukungan sosial memiliki psychological well being yang rendah (Ryff,1998). Begitupun dengan ibu yang memiliki anak autis. Ibu yang mendapatkan dukungan dan bantuan dari orang lain memiliki perasaan nyaman untuk bergaul dengan lingkungan sekitar, sehingga ibu bisa lebih terbuka untuk menceritakan kesulitannya kepada orang lain dan ibu dapat mengatasi kesulitannya. Hal tersebut dapat meningkatkan psychological well being pada ibu yang memiliki anak autis. Sebaliknya ibu yang tidak mendapatkan dukungan sosial harus berjuang sendiri untuk mengatasi kesulitannya dalam mengurus anak autis. Hal tersebut membuat ibu seringkali merasa lelah dan kadang –

kadang bosan dengan hidupnya.

Sarason, dkk., menyatakan social support atau dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai, dan menyayangi kita. Terdapat aspek dukungan sosial yaitu pendekatan berdasarkan kuantitas yang merupakan persepsi individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan, dan pendekatan berdasarkan kualitas yang merupakan persepsi individu bahwa kebutuhannya terpenuhi atau tidak terpenuhi.

(16)

6

yang memiliki anak autis, dengan kondisi dimensi kesejahteraan psikologis dan dukungan sosial yang berbeda – beda.

Ibu anak autis memiliki kondisi dukungan sosial dan self acceptance yang beragam, diantaranya terdapat 40 % ibu merasa bantuan yang di dapat banyak (kuantitas), dan ibu merasa puas dengan bantuan yang diterima (kualitas). Ibu tersebut dapat menerima keadaan anaknya yang autis, ibu tidak merasa malu memiliki anak autis, dan tidak menyalahkan diri sendiri maupun orang lain atas kondisi anaknya. Namun, 60% ibu merasa bantuan yang didapat sedikit (kuantitas) dan ibu merasa tidak puas dengan bantuan yang diterima (kualitas). Ibu tersebut merasa menyesal dengan pengalaman masa lalu karena adanya kesalahan dari pihak rumah sakit ketika proses persalinan, mengkonsumsi obat ketika hamil, yang menyebabkan anaknya menjadi autis.

Ibu anak autis memiliki kondisi dukungan sosial dan autonomy yang beragam,diantaranya terdapat 50% ibu merasa bantuan yang di dapat banyak (kuantitas), dan ibu merasa puas dengan bantuan yang diterima (kualitas). Ibu tersebut tidak bergantung dengan bantuan orang lain, jadi ibu juga bisa mengurus anaknya sendiri jika tidak ada orang lain, serta ibu dapat mengambil keputusan sendiri mengenai apa yang akan ia lakukan seperti apa yang harus ia lakukan ketika anaknya yang autis sedang tantrum. Namun, 50% ibu merasa bantuan yang didapat sedikit (kuantitas) dan ibu merasa tidak puas dengan bantuan yang diterima (kualitas). Ibu tersebut merasa tidak dapat mengurus anak autis sendirian, sehingga ibu sangat bergantung kepada orang lain seperti baby sitter, suami ataupun orang tua dalam mengurus anak autis.

(17)

7

(kuantitas), dan ibu merasa puas dengan bantuan yang diterima (kualitas). Ibu tersebut memiliki rencana yang telah dibuat untuk perkembangan anaknya, seperti menentukan tempat atau tingkatan sekolah buat anaknya, menentukan pengembangan minat seperti mengkursuskan anaknya ke suatu lembaga keterampilan. Namun, terdapat 30% ibu merasa bantuan yang didapat sedikit (kuantitas) dan ibu merasa tidak puas dengan bantuan yang diterima (kualitas). Ibu tersebut merasa belum memiliki rencana jangka panjang untuk perkembangan anaknya sehingga yang ibu lakukan saat ini hanya mengikuti terapi saja.

Ibu anak autis memiliki kondisi dukungan sosial dan personal growth yang beragam,diantaranya terdapat 80% ibu merasa bantuan yang di dapat banyak (kuantitas), dan ibu merasa puas dengan bantuan yang diterima (kualitas). Ibu tersebut dapat mengembangkan kemampuan yang ada pada dirinya, seperti menambah pengetahuan dengan cara membaca buku atau mengikuti seminar yang berkaitan dengan cara penanganan dan pengasuhan anak autis. Namun, terdapat 20% ibu merasa bantuan yang didapat sedikit (kuantitas) dan ibu merasa tidak puas dengan bantuan yang diterima (kualitas). Ibu tersebut merasa tidak ada waktu untuk dapat mengembangkan potensi dalam dirinya karena waktunya habis untuk mengurus anaknya yang autis, sehingga ibu jarang bahkan tidak pernah membaca buku atau mengikuti kegiatan lain yang bertujuan untuk menambah wawasan ibu.

(18)

8

merasa tidak puas dengan bantuan yang diterima (kualitas). Ibu tersebut merasa kesulitan membagi waktu antara kegiatan lain dengan mengurus anak autis, ibu merasa kesulitan mencari waktu untuk melakukan hobi ataupun kegiatan yang disenangi karena waktu mereka banyak dihabiskan untuk mengasuh anak mereka.

Ibu anak autis memiliki kondisi dukungan sosial dan positive relation with other yang beragam,diantaranya terdapat 70% ibu merasa bantuan yang di dapat

banyak (kuantitas), dan ibu merasa puas dengan bantuan yang diterima (kualitas). Ibu tersebut dapat menjalin relasi sosial dengan orang lain, ibu dapat bergaul dengan orang lain selain dengan ibu yang memiliki anak autis, ibu memiliki teman dekat sehingga ada teman yang bisa diajak berdiskusi ketika ibu merasa kesulitan. Namun, terdapat 30% ibu merasa bantuan yang didapat sedikit (kuantitas) dan ibu merasa tidak puas dengan bantuan yang diterima (kualitas). Ibu tersebut merasa tidak memiliki teman dekat dan tidak punya teman yang bisa Ia ajak diskusi ketika ibu merasa kesulitan.

Berdasarkan kondisi serta berbagai masalah yang dialami oleh ibu yang memiliki anak autis. Maka, peneliti tertarik untuk meneliti kontribusi social support terhadap dimensi psychologycal well being pada ibu yang memiliki anak autis.

1.2 Identifikasi Masalah

(19)

9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud

Maksud penelitian adalah untuk memperoleh gambaran mengenai kontribusi social support terhadap dimensi psychologycal well being pada Ibu yang memiliki anak autis.

1.3.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada kontribusi social support terhadap dimensi psychologycal well being pada ibu yang memiliki

anak autis. 1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

1. Memberikan informasi mengenai kontribusi social support terhadap dimensi psychologycal well being ke dalam bidang ilmu psikologi positif khususnya pada ibu yang memiliki anak autis.

2. Memberikan informasi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai kontribusi social support terhadap dimensi psychologycal well being pada ibu yang memiliki anak autis.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi kepada ibu dan keluarga dari anak autis di Pusat Terapi “X” Bandung mengenai kontribusi dukungan sosial yang akan mempengaruhi dimensi psychologycal well being pada ibu yang memiliki anak autis.

(20)

10

well being pada ibu yang memiliki anak autis sebagai pertimbangan untuk

membuat program yang dibutuhkan. 1.5 Kerangka Pemikiran

Setiap ibu pada dasarnya ingin memiliki anak yang dapat berkembang sesuai dengan tahap perkembangan, namun ada kalanya beberapa ibu melahirkan anak berkebutuhan khusus (ABK). Salah satu ABK adalah Autistic Spectrum Disorder atau lebih dikenal dengan istilah autis. Autistic Spectrum Disorder atau autis adalah gangguan perkembangan yang kompleks dengan karakteristik hambatan pada fungsi sosial, bahasa dan komunikasi, serta tingkah laku, dan minat yang tidak biasa. Autis mencangkup seluruh aspek yang meliputi interaksi anak dalam dunianya, melibatkan banyak bagian dalam otak, dan melemahkan sifat tanggung jawab sosial, kemampuan komunikasi, dan perasaan kepada orang lain (Mash & Wolf,2010).

Terdapat berbagai tantangan yang harus dihadapi oleh ibu yang memiliki anak autis. Pertama, tidak semua orang bisa menerima kondisi anaknya yang autis terkadang orang yang berada di lingkungan sekitar sangat terganggu dengan kondisi anaknya terutama ketika sedang tantrum, sehingga ibu harus memberikan penjelasan kepada orang tersebut. Kedua, ibu harus lebih sabar dalam mengajari anaknya yang autis karena kemampuan kognitif mereka berbeda dengan anak lain yang normal. Ketiga, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk biaya anak autis seperti biaya terapi, sekolah khusus maupun biaya hidup sehari – hari.

(21)

11

sumber – sumber dukungan sosial seperti suami, keluarga inti, anak, orang tua, saudara ataupun dari lingkungan terdekat yang dapat diandalkan, menghargai, dan menyayangi ibu anak autis. Ibu dapat menilai dukungan sosial berdasarkan aspek – aspeknya yaitu kuantitas dan kualitas.

Dukungan sosial dikatakan tinggi jika ibu mempersepsi bahwa banyak orang yang dapat membantu dirinya ketika ibu membutuhkan bantuan (kuantitas) dan ibu merasa puas dengan bantuan yang dia terima karena kebutuhannya sudah terpenuhi (kualitas). Sebaliknya, ibu yang memiliki dukungan sosial yang rendah mempersepsi bahwa hanya sedikit orang yang dapat membantu dirinya ketika ibu membutuhkan bantuan (kuantitas) dan ibu merasa tidak puas dengan bantuan yang diterima karena bantuan tersebut tidak dapat meringankan beban dirinya (kualitas).

Menurut Ryff dan Singer, 1998 salah satu aspek dalam lingkungan yang memiliki pengaruh penting terhadap pembentukan psychological well-being adalah dukungan sosial. Persepsi ibu terhadap dukungan sosial akan mempengaruhi penilaian mereka terhadap kehidupan yang mereka jalani. Jika ibu dapat mengatasi setiap tantangannya maka ibu memiliki kemampuan untuk menerima segala kekurangan dan kelebihan dirinya, mandiri, mampu membina hubungan yang positif dengan orang lain, dapat menguasai lingkungannya seperti ibu dapat beradaptasi dengan lingkungan, memiliki tujuan dalam hidup, serta terus mengembangkan pribadinya. Hal inilah yang disebut Carol Ryff sebagai psychological well being. Psychological well being memiliki 6 dimensi. Tiap dimensinya menjelaskan bagaimana kemampuan

(22)

12

Penerimaan diri (self acceptance) yang tinggi merupakan kemampuan ibu yang memiliki anak autis dalam menerima kondisi anaknya, mengetahui kelebihan dan kekurangan pada dirinya serta memiliki sikap positif pada kehidupan masa lalu. Sedangkan penerimaan diri yang rendah pada ibu yang memiliki anak autis ditandai dengan perasaan tidak puas terhadap diri sendiri, kecewa terhadap apa yang terjadi di masa lalu, terganggu dengan sifat-sifat tertentu yang dimiliki.

Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positive Relations with Others) yang tinggi pada ibu yang memiliki anak autis ditandai dengan kemampuan ibu untuk membina hubungan yang hangat, memuaskan dan saling percaya dengan orang lain; seperti suami, tetangga, teman, tetangga dan lain - lain, memiliki perhatian terhadap kesejahteraan orang lain, dapat menunjukkan rasa empati, rasa sayang dan keintiman serta memiliki konsep dalam memberi dan menerima dalam hubungan sesama manusia. Sebaliknya, ibu yang tidak memiliki hubungan dekat dengan orang lain yang rendah akan susah untuk bersikap hangat, tidak terbuka dan memberikan sedikit perhatian terhadap orang lain berarti memiliki tingkatan yang kurang baik dalam dimensi ini.

(23)

13

Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery) yang tinggi pada ibu yang memiliki anak autis ditandai dengan kemampuannya untuk memilih dan menciptakan sebuah lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai pibadinya dan memanfaatkan secara maksimal sumber-sumber peluang yang ada di lingkungan. Ibu juga mampu mengembangkan dirinya secara kreatif melalui aktivitas fisik maupun mental. Sedangkan ibu yang memiliki kemampuan penguasaan lingkungan yang rendah kurang dapat menguasai lingkungannya akan mengalami kesulitan mengatur kegiatan sehari-hari, merasa tidak mampu untuk mengubah atau meningkatkan apa yang ada diluar dirinya serta tidak menyadari peluang yang ada di lingkungan.

Tujuan Hidup (Purpose in Life) yang tinggi pada ibu yang memiliki anak autis terlihat dari kemampuan ibu untuk menentukan tujuan hidup yang baik, memiliki target dan cita-cita serta merasa bahwa baik kehidupan di masa lalu dan sekarang memiliki makna tertentu. Ibu tersebut juga memegang teguh kepercayaan tertentu yang dapat membuat hidupnya lebih berarti. Sedangkan, ibu yang memiliki tujuan hidup yang rendah tidak memiliki tujuan dalam hidup, tidak melihat adanya manfaat dari masa lalu dan kurang memiliki target dan cita-cita, menandakan bahwa individu tersebut kurang memiliki dimensi tujuan hidup yang baik.

(24)

14

Dukungan sosial berkontribusi terhadap pembentukan psychological well being yang dapat meningkatkan kondisi psychological well being seseorang

(Ryff,1995). Menurut Sarason dkk, aspek kuantitas merupakan inti dari penilaian dukungan sosial. Walaupun bantuan yang diterima sedikit, jika orang tersebut merasa puas dengan bantuan yang diterima maka dukungan sosial dapat dikatakan tinggi. Begitupun dengan ibu yang memiliki anak autis. Ibu yang mendapatkan sedikit dukungan dan bantuan dari orang lain (kuantitas), namun dukungan dan bantuan tersebut dipersepsikan oleh ibu puas (kualitas) maka ibu dapat merasa nyaman untuk bergaul dengan lingkungan sekitar (environmental mastery), sehingga ibu bisa lebih terbuka untuk menceritakan kesulitannya kepada orang lain (positive relation with others) dan ibu dapat mengatasi kesulitannya sendiri (autonomy). Ibu juga

mengetahui kelebihan dan kekurangan yang ibu miliki (self acceptance), sehingga ibu dapat menentukan apa yang akan ia lakukan baik itu untuk masa depan ibu ataupun anaknya (purpose in life), hal tersebut membantu ibu untuk bisa mengembangkan dirinya (personal growth). Ibu yang mendapatkan dukungan sosial memiliki psychological well being yang tinggi. Sedangkan ibu yang tidak mendapatkan

dukungan sosial harus berjuang sendiri untuk mengatasi kesulitannya dalam mengurus anak autis. Hal tersebut membuat ibu seringkali merasa lelah dan kadang –

kadang bosan dengan hidupnya. Ibu yang kurang mendapatkan dukungan sosial memiliki psychological well being yang rendah.

(25)

15

being yang rendah (Kramer, dalam Hoyer,2003). Oleh karena itu, dukungan sosial dipandang memiliki dampak besar bagi psychological well being.

Dukungan sosial yang diterima ibu memiliki makna tersendiri bagi setiap ibu. Jika ibu merasa dukungan sosial yang diterima dari orang lain banyak (kuantitas) dan dukungannya berarti (kualitas) maka ibu akan merasa nyaman untuk bergaul di lingkungan sekitarnya (environmental mastery), sehingga ibu dapat membina hubungan yang baik dengan orang – orang yang berada di dekat ibu, seperti ibu dapat membina hubungan baik dengan suami, anak, anak autis, orang tua ibu, orang tua anak autis dan orang – orang yang ada di sekitar ibu (positive relation with other). Dampak yang ibu rasakan dari membina hubungan yang baik adalah ibu bisa menerima kejadian yang pernah terjadi di masa lalu (self acceptance) serta ibu dapat mengambil pembelajaran dari kejadian yang pernah dialaminya (autonomy) dan ibu dapat mengembangkan potensi yang dimiliki oleh diri ibu (personal growth) sehingga tujuan hidup (purpose in life) yang dimiliki oleh ibu dapat tercapai. Hal tersebut dapat mempengaruhi psychological well being ibu menjadi lebih baik.

Sebaliknya ibu yang merasa kurang mendapatkan dukungan sosial (kuantitas) dan dukungan yang diberikan tidak berarti (kualitas) bagi ibu maka, ibu memiliki perasaan tidak nyaman untuk bergaul dengan lingkungan sekitar (environmental mastery). Hal tersebut dapat menghambat ibu dalam menjalin hubungan dengan orang

(26)

16

(27)

17

Berikut adalah bagan dari penjelasan diatas:

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran

Dimensi Psychological Well Being: 1. Penerimaan Diri (Self Acceptance) 2. Pertumbuhan Diri (Personal Growth) 3. Tujuan Hidup (Purpose in Life) 4. Penguasaan Lingkungan

(Environmental Mastery) 5. Otonomi (Autonomy)

6. Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positive Relations with Others) Ibu yang memiliki anak

autis di Pusat Terapi “X” Kota Bandung social support :

1. Kuantitas 2. Kualitas

Penghayatan ibu terhadap social

(28)

1.6 Asumsi

1. Dukungan sosial memiliki kontribusi terhadap kondisi dimensi Psychological well being yaitu, Penerimaan Diri (Self Acceptance), Pertumbuhan Diri (Personal

Growth), Tujuan Hidup (Purpose in Life), Penguasaan Lingkungan

(Environmental Mastery), Otonomi (Autonomy), dan Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positive Relations with Others) pada ibu yang memiliki anak autis. 2. Social support dapat dilihat berdasarkan 2 aspek yaitu, pendekatan berdasarkan

kuantitas dan pendekatan berdasarkan kualitas. 1.7 Hipotesis

H0 : Tidak terdapat kontribusi Social Support terhadap dimensi Psychological Well Being.

(29)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini, peneliti akan memaparkan kesimpulan mengenai hasil analisis dan pengolahan data terhadap 30 ibu yang memiliki anak autis di Pusat Terapi X Bandung beserta saran yang bernilai teoritis dan praktis terarah sesuai dengan hasil penelitian.

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan mengenai kontribusi social support terhadap dimensi psychological well being pada ibu yang memiliki anak autis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Aspek kualitas social support memberikan kontribusi terhadap empat dimensi psychological well being yaitu personal growth, positive relation with others,

purpose in life, dan environmental mastery, tetapi aspek kualitas social

support tidak memberikan kontribusi terhadap dimensi self acceptance dan

autonomy pada ibu anak autis di Pusat Terapi X Bandung.

2. Aspek kualitas social support memberikan kontribusi paling besar terhadap dimensi personal growth pada ibu anak autis sebesar 26,5% di Pusat Terapi X Bandung.

(30)

70

4. Pada urutan ketiga, aspek kualitas social support memberikan kontribusi terhadap dimensi purpose in life pada ibu anak autis sebesar 20,3% di Pusat Terapi X Bandung

5. Aspek kualitas social support memberikan kontribusi paling sedikit terhadap environmental mastery pada ibu anak autis sebesar 18,5% di Pusat Terapi X Bandung.

6. Berdasarkan uji hipotesis, aspek kuantitas social support tidak memberikan kontribusi terhadap dimensi psychological well being pada ibu anak autis di Pusat Terapi X Bandung.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

1. Untuk penelitian selanjutnya yang berminat meneliti dengan metode dan variabel serupa, disarankan untuk melakukan penelitian yang sama di pusat terapi anak autis yang berbeda.

2. Bagi penelitian selanjutnya, disarankan untuk menggunakan metode mix methode jika akan mengambil jumlah responden yang sama yaitu 30 sampel

atau kurang dari 30 sampel.

3. Bagi penelitian selanjutnya, disarankan juga untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kontribusi social support terhadap self acceptance pada ibu anak autis.

(31)

71

5.2.2 Saran Praktis

1. Untuk pengurus Pusat Terapi X, disarankan untuk meningkatkan dukungan sosial bagi para ibu anak autis seperti mengadakan kegiatan family gathering, sharing sesama ibu anak autis dan melakukan seminar mengenai pentingnya

dukungan sosial bagi ibu anak autis.

2. Untuk ibu anak autis, lebih aktif lagi dalam mencari dukungan sosial dan selalu mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh Pusat Terapi X agar ibu mendapatkan informasi baru mengenai penanganan anak autis melalui kegiatan sharing sesama ibu anak autis ataupun seminar.

(32)

KONTRIBUSI SOCIAL SUPPORT TERHADAP DIMENSI PSYCHOLOGICAL

WELL BEING PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK AUTIS DI PUSAT

TERAPI “X” BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh sidang sarjana pada Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha Bandung

Oleh :

Azka Pinastria

1230195

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BANDUNG

(33)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya, peneliti dapat menyelesaikan Skripsi ini.

Penelitian ini disusun untuk memenuhi tugas akhir atau skripsi dengan judul “Kontribusi Social Support Terhadap Dimensi Psychological Well Being Pada Ibu

Yang Memiliki Anak Autis Di Pusat Terapi “X” Bandung”.

Dalam menyusun skripsi ini, peneliti menemukan kesulitan terutama dalam hal mengumpulkan teori tentang topik yang dipilih. Tetapi berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Peneliti menyadari bahwa skripsi yang telah disusun ini masih jauh dari sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan. Pada kesempatan kali ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih pada berbagai pihak yang telah membantu peneliti dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih terutama ditujukan kepada :

1. Dr. Irene P. Edwina, M.Si, Psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

2. Lie Fun Fun, M.Psi, Psikolog selaku ketua program studi S1 Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

3. Dra. Sumiarti Soemarno, Psikolog dan Tessalonika Sembiring, M.Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dan membantu peneliti dalam menyusun penelitian ini. 4. Ibu dan bapak pegawai tata usaha yang membantu saya dalam proses

(34)

6. Para ibu anak autis yang sudah bersedia untuk meluangkan waktunya bagi peneliti untuk melakukan survey awal dan mengisi kuesioner.

7. Kedua orang tua dan keluarga, yang selalu mendoakan, membantu, memberi dukungan dan semangat saat peneliti sedang bekerja keras dalam menyusun skripsi ini.

8. Amanda, Citra, Firda, Putri, Gita, Maylina, Nidia, Nurul, Paundra, Priscilla, Shanty, Wulan dan Widya sebagai teman yang telah memberikan dukungan dan masukan.

Akhir kata peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mungkin namanya tidak disebutkan. Terima kasih yang sebesar-besarnya karena telah membantu peneliti dalam menyelesaikan tugas skripsi ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bandung, Desember 2016

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Bart, Smet. (1994). Psikologi Kesehatan. PT. Gramedia Widiasarna Indonesia : Jakarta.

Brian L. Wilcox, Irwin G. Sarason, Barbara R. Sarason (1985).Social Support_ Theory, Research and Applications.Springer :Netherlands.

Gozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS (edisi kelima). Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo.

Keyes, C.L. & Ryff, C.D. (1995). The Structure of Psychological Well-Being Revisted. Journal of Personality and Social Psychology, 69. 719-727.

Mash dan Wolf . 2013. Psychology Abnormal. Amerika.

McCrae, R., & Costa, P. 1997. Personality trait structures as a human universal. American Psychologist.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Ryff, C. D. and Keyes, C. L. (1995). The structure of psychological well-being

revisited. J.Pers. Soc. Psychol., 69, 719-727.

Ryff, Carol D. 1989. Happiness Is Everything, or Is It? Explorations On The Meaning of Psychological Well-Being. Journal of Personality and Social Psychology Vol. 57, 1069-1081.

Ryff, Carol., Singer, & Burton. 2002. From Social Structure to Biology : Integrative Science in Pusuit of Human Health and Well-being. Dalam Snyder, Lopez. 2002. Handbook of Positive Psychology. New York : Oxford University Press,Inc.

Sarason, B.R., Sarason I.G., Hacker, T.A. & Bashman, R.B. (1985) ‘Concomitans of Social Support: Social Skills, Physical Attractiveness and Gender’, Journal of Personality and Social Psychology 49: 469 – 80.

Sarason, B.R, Shearin, E.N., Pierce G.R. & Sarason, I.G. (1987) ‘Interrelationships Between Social Support Measures: Theoretical and Practical Implications’, Journal of Personality and Social Psychology 52:813 - 32.

Sarason, I.G., Levine, H.M., Basham, R.B., & Sarason, B.R. (1983) ‘Assessing Social Support: The Social Support Questionnaire’, Journal of Personality and Social Psychology 44:127 – 39.

(36)

73

Sugiyono. (2012). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Wells, Ingrid E. (2010). Psychological Well-Being. New York: Nova Science Publishers, Inc.

(37)

74

DAFTAR RUJUKAN

Aprodita, Nindya Putri. 2014. Kontribusi Jenis – Jenis Dukungan Sosial terhadap Dimensi – Dimensi Psychological Well-Being pada Lansia di Panti “X“ Kota Sukabumi. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Badan Pusat Statistik. (2016). Statistik Jumlah Anak Autis 2016. (http://www.bps.go.id/hasil_publikasi/stat_autis_2016/index3.php?pub=Statistik%2 0Jumlah%20Autis%20Indonesia%202016%20(Hasil%20SP%202010), diakses pada tanggal 4 April 2016.

Budiman, Clara Stephanie. 2014. Kontribusi Protective Factors terhadap Resiliency pada Pasien Stroke di Pusat Terapi Akupunktur “X” Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Jesslin. 2014. Studi Deskriptif Mengenai Psychological Well-Being pada Ibu yang Memiliki Anak Autis di Komunitas Mailinglist Putrakembar. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Putro Agus Harnowo. 2012. Jumlah Anak Autis di 2012 Makin Banyak. http://health.detik.com/read/2012/04/02/100034/1882522/763/jumlah-anak- autis-di-2012-makin-banyak, diakses 3 November 2015.

Gambar

Tabel 4.17

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu program ini dapat menyajikan perhitungan tarif parkir serta informasi yang dibutuhkan bagi customer maupun operator dengan akurat, cepat, dan efisien dibandingkan

3.1.2.2 Peserta didik dapat menjelaskan paham kolonialisme dan perkembanganya di negara Eropa. 3.1.3.1 Peserta didik dapat menjelaskan sebab munculnya Revolusi Industri, makna

Situs pemesanan tiket kereta ini dibuat melihat kondisi sekarang dimana keterbatasan.jumlah petugas di loket loket penjualan tiket juga menyebabkan kesulitan dalam melayani

Berdasarkan aturan dalam pelelangan umum dengan pascakualifikasi, maka panitia pengadaan diharuskan melakukan pembuktian kualifikasi terhadap data-data kualifikasi perusahaan,

Penulis sekiranya dapat memberikan alternatif pilihan dalam pengaturan lampu lalu lintas tersebut sehingga dapat mengurangi kemacetan pada suatu

Angket yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sejumlah daftar pertanyaan yang disampaikan kepada responden untuk memperoleh data tentang Manfaat Hasil Belajar

Ada kerjasama yang baik antara Dinas perhubungan yang sedang melakukan tugas dijalan dengan Polisi lalu lintas seperti melakukan razia bersama sehingga Polisi bisa menahan

Persyaratan akustik sebuah ruang panggung yang ideal adalah:  Sumber bunyi diatas panggung harus dinaikkan sehingga dapat. didengan oleh penonton