(Studi Beberapa Perusahaan Industri Kimia yang terdaftar di
Disperindag Surabaya 2010)
SKRIPSI
Diajukan Oleh :
JOFITA MEIDA KADARIYANTY 0713010070/FE/EA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
PLANNING
(Studi Beberapa Perusahaan Industri Kimia yang terdaftar di
Disperindag Surabaya 2010)
Diajukan Oleh :
JOFITA MEIDA KADARIYANTY
0713010070/FE/EA
telah disetujui untuk lisan oleh:
Pembimbing Utama
Dra.Ec.Dwi Suhartini, Maks Tanggal :………
NIP. 030 226 900
Mengetahui
Ketua Program Studi Akuntansi
(Studi Beberapa Perusahaan Industri Kimia yang terdaftar di
Disperindag Surabaya 2010)
Diajukan Oleh :
JOFITA MEIDA KADARIYANTY
0713010070/FE/EA
Telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi oleh:
Pembimbing Utama
Dra.Ec.Dwi Suhartini, Maks Tanggal :………
NIP. 030 226 900
Mengetahui
Ketua Program Studi Akuntansi
(Studi Beberapa Perusahaan Industri Kimia yang terdaftar di
Disperindag Surabaya 2010)
Diajukan Oleh :
Diajukan Oleh :
JOFITA MEIDA KADARIYANTY
0713010070/FE/EA
Telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi oleh:
Pembimbing Utama
Dra.Ec.Dwi Suhartini, Maks Tanggal :………
NIP. 030 226 900
Mengetahui
Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “UPN” Veteran Jawa Timur
Disperindag Surabaya 2010)
Diajukan Oleh :
JOFITA MEIDA KADARIYANTY 0713010070/FE/EA
Telah Dipertahankan Dihadapan dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional
”Veteran” Jawa Timur:
Pembimbing Tim Penguji
Pembimbing Utama Ketua
Dra.Ec.Dwi Suhartini, Maks Drs. Ec. Sjarief Hidajat, Msi
Sekretaris
Dra.Ec.Dwi Suhartini, Maks Anggota
Dra. Dyah Hari S, Msi, AK
Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “UPN” Veteran Jawa Timur
Dengan mengucap Alhamdulillah dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT dan Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMOTIVASI MANAJEMEN PERUSAHAAN MELAKUKAN TAX
PLANNING (Studi Beberapa Perusahaan Industri Kimia yang Terdaftar di
Disperindag Surabaya 2010). Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi.
Keberhasilan menyelesaikan penulisan skripsi ini tentu tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan yang baik ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yamg sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. DR. Sri Trisnaningsih SE, MSi, selaku Kepala Program Studi Akuntansi fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
banyaknya karena beliaulah yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, dan semangat baik materiil maupun spiritual sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
7. Keluarga besar Paduan Suara “Gita Widya Giri” UPN “Veteran Jawa Timur. Bpk. Ig. Irwan selaku Pelatih, Ibu Rochani selaku Pembina, alumni serta anggota aktif yang telah memberikan beribu kenangan yang membekas dihati. Aku bangga bisa menjadi bagian dari sejarah PS GWG.
8. Sahabat-sahabat terbaikku yang luar biasa baik untuk selalu memberi aku canda dan tawa, perhatian dan motivasi demi kelancaran skripsi ini: Yuangga, Gigih, Dicky, Ristin, Sealy, Rizkie, Maryo, Rangga, Hesti, Risan, Fitri, Indah, Oecup, Suci, Devi, adek-adek PS GWG, Bebe.
Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan dapat memberi sumbangan yang berguna bagi almamater tercinta.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Surabaya, Juni 2011
Surabaya 2010)
Meida Jofita Kadariyanty
ABSTRACT
Tax Planning is a medium to fulfill tax obligations but the amount of tax paid can be kept to a minimum to obtain the expected profit and liquidity. In 2010, the realization of tax revenues at Direktorat Jendral Pajak Jawa Timur I Surabaya was only 92% of the target set. One factor that could lead to unachieved target is the tax planning that done by some companies. The purpose of this study is to analyze the factors that motivate company management to do tax planning in chemical industry that registered in Disperindag Surabaya in 2010.
The data used in this study are primary data obtained from the questionnaires. Respondents are the employees that work on finance or tax department on medium and large chemical industry company that listed Disperindag in 2010 which has been implementing tax planning, with the 32 respondents. Analysis technique used is multiple linear regression analysis.
The conclusion of the analysis is that the tax policy and tax law are not the motivating factor in the company's management to tax planning, while the tax administration is a factor that can motivate the management firm in doing tax planning, so the hypothesis that tax policies, tax laws, and tax administration are all factors that motivate company management in doing tax planning in a chemical industry company registered in Disperindag Surabaya 2010. The hipotesis proposed in this study was not verified.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMOTIVASI MANAJEMEN PERUSAHAAN MELAKUKAN TAX PLANNING
(Studi Beberapa Perusahaan Industri Kimia yang Terdaftar di Disperindag Surabaya 2010)
Jofita Meida Kadariyanty
ABSTRAK
Tax Planning adalah sarana memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar (tidak melanggar undang-undang) tetapi jumlah yang pajak yang dibayarkan dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Pada tahun 2010, realisasi penerimaan pajak pada Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I Surabaya hanya 92% dari target yang ditetapkan. Salah satu faktor yang bisa menyebabkan tidak tercapainya target penerimaan pajak tersebut adalah Tax Planning
yang dilakukan oleh beberapa perusahaan. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang memotivasi manajemen perusahaan melakukan Tax Planning dalam beberapa perusahaan Industri Kimia di Disperindag Surabaya tahun 2010.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner. Responden penelitian adalah bagian k euangan atau perpajakan pada Perusahaan Industri Kimia menengah dan besar yang terdaftar di Disperindag tahun 2010 dan sudah menerapkan Tax Planning, dengan jumlah responden sebanyak 32 orang. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda.
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... x
KATA PENGANTAR ... xii
ABSTRAKSI ... xv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 9
1.3.Batasan Penelitian ... 10
1.4.Tujuan Penelitian ... 10
1.5. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 11
2.1.1. Perbedaan Penelitian Terdahulu ... 16
2.2. Landasan Teori ... 18
2.2.1. Perencanaan Pajak ... 18
2.2.1.1. Pengertian Perencaan Pajak ... 18
2.2.1.6. Strategi Perencanaan Pajak ... ..25 2.2.1.7. Penyusunan dalam Perencanaan Pajak... ..26 2.2.1.8. Sistem Pemungutan pajak dalam perencanaan
pajak ... ..29 2.2.2. Strategi-Strategi yang dapat digunakan dalam
Perencanaan Pajak ... 30 2.2.2.1. Memanfaatkan Kemudahan yang disediakan
Ketentuan Perpajakan ... 30 2.2.2.1.1.Upaya Menyelenggarakan Pembukuan ... 31 2.2.2.1.2. Manfaatkan Sunset Policy ... 31 2.2.2.1.3. Manfaatkan Batas Akhir Pembayaran
(Last Minute Tax Planning) ... 32 2.2.2.2. Memanfaatkan Kelonggaran Terhadap Pemilihan
Metode Akuntansi ... 32 2.2.2.2.1.Pemilihan Metode Penilaian Persedian
yang Menguntungkan ... 33 2.2.2.2.2.Pemilihan Metode Penyusutan dan
Atas Pertimbangan Tarif Pajak………34
2.2.3.2. Memilih Perseroan Komanditer (CV) Dibanding Perseroan Terbatas (PT)…………34
2.2.2.4. Memanfaatkan Perbedaan Perlakuan Pajak Tehadap Pengahsilan ... 35
2.2.2.4.1. Konsentrasi pada Produk Berpajak Rendah 36 2.2.2.5. Memanfaatkan Perbedaan Perlakuan Pajak Terhadap biaya ... 36
2.2.2.5.1.Optimalisasi Biaya Karyawan ... 37
2.2.2.6. Menghindar Pemeriksaan Pajak ... 38
2.2.2.7. Menjaga Hubungan Baik dengan Administrasi Perpajakan ... 39
2.2.3. Pengertian Manajemen Pajak ... 39
2.2.3.1.Peranan Manajemen Pajak ... 40
2.2.4.Aspek Formal dan Administratif Tax Planning ... 42
2.2.5.Aspek Material dalam Tax planning ... 43
2.2.6. Penghindaran Sanksi Pajak ... 43
2.2.7. Motivasi Tax Planning ... 45
2.2.7.2.2.1. ImplementasiTax Planning yang sesuai
dengan undang-undag Perpajakan ... 52
2.2.7.2.3. Administrasi perpajakan (Tax Administration) ... 55
2.3. Pengertian Industri ... 56
2.3.1. Pilihan Usaha Bidang Idustri ... 58
2.3.1.1.PertimbanganPengenaan PPh Bidang Industri ... 58
2.3.1.2.PertimbanganPengenaan PPn Bidang Industri ... 60
2.4.Teori-Teori yang Digunakan dalam Penelitian ... 61
2.4.1.Teori Rangsang Balas ... 61
2.4.2.Teori Teakanan Sosial (Social Preasure Theory) ... 62
2.4.3.Teori Atribusi ... 62
2.5. Pengaruh Variabel Independen terhadap Variabel Dependen ... 63
2.5.1. Pengaruh kebijakan perpajakan terhadap Tax Planning ... 63
2.5.2. Pengaruh Undang-Undang Perpajakan terhadap Tax Planning ... 64
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 69
3.1.1. Definisi Operasional ... 69
3.2. Pengukuran Variabel ... 70
3.3. Teknik Penentuan Sampel ... 71
3.3.1. Populasi ... 71
3.3.2. Sampel ... 72
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 73
3.4.1. Jenis Data ... 73
3.4.2. Sumber Data ... 73
3.4.3. Cara Pengumpulan Data ... 73
3.5. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 74
3.5.1. Uji Analisis ... 74
3.5.2. Uji Asumsi Klasik ... 75
3.5.3. Teknik Analisis ... 77
3.5.4. Uji Hipotesis ... 78
3.5.4.1. Uji Kesesuaian Model ... 78
3.5.4.2. Uji Parsial ... 79
4.2.3. Lama Bekerja ... 84
4.2.4. Pendidikan Terakhir ... 85
4.3. Deskripsi Jawaban Responden ... 85
4.3.1. Kebijakan Perpajakan (X1) ... 86
4.3.2. Undang-Undang Perpajakan (X2) ... 87
4.3.3. Administrasi Perpajakan (X3) ... 88
4.3.4. Motivasi Tax Planning (Y) ... 89
4.4. Uji Validitas dan Realibilitas 4.4.1. Uji Validitas ... 90
4.4.2. Uji Reabilitas ... 92
4.5. Uji Normalitas ... 93
4.6. Uji Asumsi Klasik ... 94
4.6.1. Multikolinieritas ... 94
4.6.2. Heteroskedasitas ... 95
4.6.3. Autokorelasi... 96
4.7. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 97
4.7.1. Teknik Analisis Regresi Linier Berganda ... 97
4.8.2. Perbedaan Dengan Penelitian Sebelumnya ... 105 4.8.3. Konfrmasi Hasil Penelitian Dan Manfaat Penelitian ... 108 4.8.4. Keterbatasan Penelitian ... 109
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 110 5.2. Saran ... 111
DAFTAR PUSTAKA ... 112
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Peneltian yang
Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasrkan Usia ... 83
Tabel 4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja ... 84
Tabel 4.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 85
Tabel 4.6.Deskripsi Variabel Kebijakan Perpajakan ... 86
Tabel 4.7.Deskripsi Variabel Undang-Undang Perpajakan ... 87
Tabel 4.8. Deskripsi Variabel Administrasi Perpajakan ... 88
Tabel 4.9. Deskripsi Variabel Motivasi Tax Planning ... 89
Tabel 4.10. Hasil Uji Variabel Kebijakan Perpajakan ... 90
Tabel 4.11.Hasil Uji Variabel Undang-undang Perpajakan ... 91
Tabel 4.12. Hasil Uji Variabel Administrasi Perpajakan ... 91
Tabel 4.13. Hasil Uji Validitas Motivasi Tax Planning ... 92
Tabel 4.14. Hasil Uji Reabilitas Variabel Penelitian ... 93
Tabel 4.15. Hasil Uji Normalitas ... 94
Tabel 4.16. Hasil Uji Multikolinieritas ... 95
Tabel 4.17. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 96
Tabel 4.18. Hasil Uji Autokorelasi ... 97
Tabel 4.19. Hasil Estimasi Koefisien Regresi ... 98
Tabel 4.20. Hasil Analisis Hubungan Kesesuaian Model ... 100
Lampriran 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Lampiran 3.Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Lampiran 4. Uji Validitas
Lampiran 5. Uji Realibilitas Lampiran 6.Uji Normalitas Lampiran 7. Uji Asumsi Klasik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pajak adalah biaya yang dipungut dari rakyat untuk pemasukan negara. Seperti yang dikatakan oleh Mardiasmo (2009:1) bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Pajak memiliki manfaat sebagai sumber dana bagi pemerintah yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara (fungsi budgetir), dan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial (fungsi reguler) (Mardiasmo, 2009:2).
Dari uraian di atas kita dapat mengetahui bahwa pengeluaran-pengeluaran rutin serta pembiayaan pembangunan nasional negara kita dipengaruhi oleh besarnya pajak sebagai penerimaan negara. Ini sebabnya pajak dikatakan sangat penting bagi negara kita.
Namun hal ini sangat bertolak belakang bagi suatu perusahaan. Bagi perusahaan, pajak merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih (Mardiasmo, 2009:1). Dalam perusahaan jumlah pajak yang harus disetorkan tergantung dari besar kecilnya laba perusahaan. Semakin tinggi laba yang diperoleh perusahaan, maka semakin tinggi pula jumlah kewajiban pajak yang harus disetorkan.
Membayar pajak, hampir semua orang tidak menyukainya karena dengan membayar pajak berarti ‘kehilangan’ uang keuntungan yang didapat dari usaha, terlebih berusaha pada saat-saat yang kritis seperti ini. Namun dengan demikian, amatlah tidak mungkin bagi seorang pengusaha yang legal untuk menghindari pajak, karena walau bagaimanapun pajak tetaplah menjadi kewajiban sebagai warga negara, bahkan salah satu slogan Direktorat Jendral Pajak adalah Bersama Membangun Bangsa mengisyaratkan bahwa wajib pajak sangat diharapkan berperan dalam pembangunan bangsa melalui ketaatannya dalam membayar pajak (Hidayat, 2003).
kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak sehingga pendapatan negara di sektor penerimaan akan terus meningkat.
Namun yang terjadi realisasinya tidak sesuai yang diharapkan, karena dalam melaksanakan dan mematuhui kewajiban perpajakan perusahaan masih saja berusaha untuk membayar pajaknya serendah mungkin karena mereka berpendapat bahwa membayar pajak berarti mengurangi kemampuan ekonomis perusahaan wajib pajaknya (Hardika, 2007).
Dengan adanya kondisi ini tidak banyak juga perusahaan yang membuat strategi penghematan pajak dalam pemenuhan kewajiban pajaknnya. Di dalam kamus strategi penghematan pajak (tax saving) selain tax management masih terdapat beberapa istilah lain seperti tax avoidance, tax planning, tax mitigation, tax shifting, tax shelter, tax flight, dan tax eavsion. Simon James dan Christoper Nobes memisahkan tax avoidnce dan tax evasion (Suandy, 2006). Tax avoidance (penghidaran pajak) menunjuk pada rekayasa pajak yang masih tetap dalam bingkai peraturan perpajakan (lawfull) sedangkan tax evasion (penyelendupan pajak) berada di luar bingkai peraturan perpajakan (unlawfull). Tax Planning (perencanaan pajak) adalah bentuk penghalusan dari tax avoidance (Hardika, 2007).
jumlah laporan hasil labanya, sehingga perusahaan tersebut dapat melaporkan jumlah kewajiban pajaknya relatif lebih rendah dari jumlah yang seharusnya dibayarkan. Tindakan seperti ini yang dinamakan tax evasion (penyelundupan pajak), sedangkan upaya minimalisasi pajak yang tidak melanggar undang-undang perpajakan biasa disebut dengan tax planning.
Tax Planning adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya, baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya, berada dalam posisi yang paling minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan baik oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan maupun secara komersial (Zain, 2005:43).
Seperti yang dinyatakan oleh Lumbantoruan (1996:354) bahwa manajemen pajak (tax planning) adalah sarana memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar (tidak melanggar undang-undang) tetapi jumlah yang pajak yang dibayarkan dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan.
apakah suatu transaksi termasuk fenomena kena pajak atau tidak. Kalau fenomena pajak tersebut terkena pajak apakah dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi pajaknya, selanjutnya apakah pembayaran pajak dimaksud dapat ditunda pembayarannya. Pernyataan ini bukanlah mengajarkan perusahaan untuk melakukan kecurangan tentang pembayaran pajak namun suatu kritikan yang diharapkan dapat memotivasi perusahaan melakukan tax planning (perencanaan pajak) yang sesuai dengan undang-undang perpajakan (Chandra, 2009).
Berdasarkan unsur-unsur perpajakan menurut Suandy (2006:1), terdapat tiga unsur perpajakan yang mendasari dilakukannya perencanan pajak yakni, kebijakan perpajakan (tax policy), undang-undang perpajakan (tax law), dan administrasi perpajakan (tax adminstration).
planning harus didukung oleh kebijakan akuntansi dan didukung bukti memadai, seperti faktur, perjanjian dan sebagainya (Hidayat, 2005).
karyawan agar dimaksimalkan untuk mengurangi jumlah pajak terutang. PPh Badan dalam tahun berjalan, dengan menunda faktur, beban dipercepat, penyusutan mengambil tarif paling tinggi (saldo menurun), perolehan aktiva dimajukan agar dapat segera disusutkan, pembiayaan pembelian aktiva dengan mengangsur (leasing). PPN dan PPn BM, dengan memaksimalkan PPN masukan yang dapat dikreditkan, perusahaan sebaiknya memperoleh barang dan jasa kena pajak (BKP/ JKP) dari Pengusaha Kena Pajak (PKP) agar pajak masukannya dapat dikreditkan. Jangan sampai ada Faktur Pajak Masukan yang tidak dikreditkan karena keteledoran. Selain itu, dalam penjualan BKP/ JKP. Ini akan menunda pengakuan pendapatan PPN Keluaran (Hidayat, 2005).
oleh perusahaan untuk melakukan partisipasi aktif dalam aktivitas perpajakan secara terkendali dan terencana.
Surabaya mencapai Rp 11,3 triliun atau 92% dari target sebesar Rp 12,4 triliun. Terkait realisasi penerimaan pajak 2010 yang hanya 92% dari target. Suharno mengatakan, hal itu dipicu oleh adanya lonjakan target dari 2009 ke 2010. Pada 2009, target penerimaan pajak sebesar Rp 9,7 triliun, lalu naik drastis menjadi Rp 12,4 triliun pada 2010, padahal kenaikan penerimaan pajak dari 2008 ke 2009 hanya sebesar Rp 300 miliar (http://bataviase.co.id/node/548226).
Berdasarkan paparan di atas bisa disimpulkan kemungkinan tidak tercapainya target penerimaan pajak disebabkan oleh beberapa faktor yang kemungkinan salah satunya dari kebijakan manajemen perusahaan dalam melakukan tax planning, karena memang pada dasarnya kebijakan ini tidak menyalahi peraturan yang ada. Namun perusahaa berupaya melakukan penghematan pajak yang selanjutnya berdampak pada penerimaan pajak negara.
Dengan beberapa uraian di atas tax planning merupakan isu penting yang menarik untuk diteliti, karena sasarannya sejalan dengan kebutuhan manajemen perusahaan yang menitikberatkan tax planning sebagai suatu cara untuk penghematan pajak.
3) administrasi perpajakan, 4) beban pajak (Chandra, 2009).
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMOTIVASI MANAJEMEN PERUSAHAAN MELAKUKAN TAX PLANNING (Study
beberapa Perusahaan Industri Kimia yang terdaftar di Disperidag Surabaya
tahun 2010
1.2. Rumusan Masalah
Apakah kebijakan perpajakan, undang–undang perpajakan, dan administrasi perpajakan dapat memotivasi manajemen perusahaan untuk melakukan tax planning dalam beberapa perusahaan industri kimia yang terdaftar di Disperindag Surabaya tahun 2010?
1.3. Batasan Penelitian
Penelitian ini hanya dilakukan pada seluruh perusahaan industri kimia menengah dan besar yang telah terdaftar di daerah Surabaya tahun 2010. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan perusahaan telah menerapkan tax planning.
1.4. Tujuan Penelitian
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
a. Bagi manajemen perusahaan, penelitian ini dapat membantu dalam mengevaluasi motivasi yang digunakan oleh manajemen dalam melakukan tax planning serta memberikan saran.
b. Bagi pembaca, penelitian ini dapat digunakan sebagi bahan referensi dalam pengembangan penelitian yang berkaitan dengan perencanaan pajak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
2.1.1. Mangoting, 1999 tentang Tax Planning: Sebuah Pengantar Sebagai
Alternatif Meminimalkan Pajak dan Suratno, 2008 tentang Strategi
Perecanaan Pajak
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mangoting, tentang Tax Planning:
Sebuah Pengantar Sebagai Alternatif Meminimalkan Pajak dan Suratno, tentang
Strategi Perecanaan Pajak memiliki kesamaan dalam menyimpulkan hasil
penelitian yakni, banyak orang baik secara pribadi maupun kelompok merasa
enggan untuk membayar pajak. Keengganan ini bisa jadi disebabkan karena tidak
adanya kontraprestasi langsung yang diberikan akibat pembayaran tersebut, bisa
juga karena pajak itu oleh mereka dianggap sebagai beban sehingga ada
usaha-usaha untuk menguranginya. Untuk perusaha-usahaan besar, mengatur jumlah pajak
seminimal mungkin akan sangat bermanfaat bagi mereka, karena ada aliran kas
yang nantinya dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk kepentingan perusahaaan
lainnya. Yang terpenting dalam mengatur jumlah pajak yang harus dibayar
sehingga seminimal mungkin adalah pengetahuan yang mendalam tentang
peraturan-peraturan perpajakan itu sendiri.
Strategi dalam meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar yaitu
pergeseran (shifting), kapitalisasi, transformasi, penghindaran (avoidance), dan
planning. Tax planning memberikan suatu formula umum yang bisa digunakan
untuk mengatur secara sistematis jumlah pajak yang harus dibayar.
Andreas, 2005 tentang Perencanaan Pajak untuk Menentukan Beban
Pajak yang Efisien pada Perusahaan
Berdasarkan pembahasan dalam makalah Andreas tentang Perencanaan
Pajak untuk Menentukan Beban Pajak yang Efisien pada Perusahaan
menyimpulkan bahwa, Dirjen Pajak pernah mengungkapkan bahwa perencanaan
pajak bagi perusahaan berkonotasi pada penyelundupan pajak, tetapi bagi
perusahaan hal ini dapat dilakukan sepanjang tidak menyalahi peraturan
perpajakan yang berlaku. Perencanaan perpajakan atas pajak penghasilan dalam
penentuan beban pajak yang paling efisien pada perusahaan adalah mengurangi
beban pajak atau menekan jumlah pajak yang terutang lebih kecil dari yang
seharusnya atau membayar kewajiban pajak dengan jumlah yang seminimal
mungkin tanpa melanggar undang-undang perpajakan. Beberapa manfaat yang
dapat diperoleh oleh perusahaan adalah: Penghematan kas keluar, karena pajak
merupakan unsur biaya dapat dikurangi; Mengatur aliran kas, karena dengan
perencanaan pajak yang matang dapat diestimasikan kebutuhan kas untuk pajak
dan menentukan saat pembayaran sehingga dapat menyusun anggaran kas secara
lebih akurat. Perencanaan pajak adalah suatu langkah yang tepat untuk perusahaan
dengan kemungkinan untuk melakukan penghematan pajak sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan perpajakan
Ismarita, 2007 tentang Pengaruh Penerapan Tax Planning Biaya
Pegawai Terhadap Beban Pajak Terhutang Wajib Pajak Badan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ismarita tentang Pengaruh
Penerapan Tax Planning Biaya Pegawai Terhadap Beban Pajak Terhutang Wajib
Pajak Badan menyimpulkan bahwa sebelum penerapan tax planning laba
perusahaan pada tahun 2005 sebesar Rp 2.588.978.000,00. Sedangkan laba
perusahaan setelah penerapan tax planning sebesar Rp 2.195.985.800,00. Terlihat
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara PPh terhutang sebelum dan
sesudah penerapan tax planning. Selisih atau penghematan PPh terhutang
perusahaan tahun 2005 sebesar Rp 392.992.200,00. Dengan demikian terjadi
penghematan pajak perusahaan sebesar 8,21%.
Implementasi dari penelitian ini adalah bahwa tax planning dapat
dipergunakan sebagai saran pengelolaan pajak yang dapat menunjang efisiensi
beban pajak perusahaan. Selain itu tax planning merupakan upaya yang dilakukan
oleh perusahaan untuk melakukan partisipasi aktif dalam aktivitas perpajakan
secara terkendali dan terencana.
Tanuwiardi, 2006 tentang Analisis Faktor–faktor yang Memotivasi
Manajemen Perusahaan Melakukan Tax Planning (Study Beberapa
Perusahaan di daerah SIER)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tanuwiardi tentang Analisis
Faktor-Faktor yang Memotivasi Manajemen Perusahaan Melakukan Tax Planning
dapat memotivasi penerapan tax planning dipengaruhi secara signifikan oleh
kebijakan perpajakan, undang-undang perpajakan, dan administrasi perpajakan.
Hardika, 2007 Perencanaan Pajak Sebagai Strategi Penghematan
Pajak
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hardika tentang Perencaaan
Pajak Sebagi Strategi Perencanaan Pajak menyimpulkan bahwa perencanaan
pajak merupakan tahap pertama dalam penghematan pajak. Strategi penghematan
pajak disusun pada saat perencanaan. Oleh karena itu, penelitian dan
pengumpulan ketentuan perpajakan dilakukan pada tahap ini dengan maksud
dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada
umumnya tax planning adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak.
Perencanaan pajak merupakan upaya legal yang bisa dilakukan wajib pajak.
Tindakan tersebut legal karena penghematan pajak hanya dilakukan dengan
memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur (loopholes).
Mangungsong, 2002 Peranan Tax Planning dalam Mengefisiensikan
Pembayaran Pajak Penghasilan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mangungsong tentang
Peranan Tax Planning dalam Mengefisiensikan Pembayaran Pajak Penghasilan
menyimpulkan bahwa terdapat perbedaang signifikan antara laba komersial
dengan laba kena pajak. Hal ini didasarkan pada hasil uji t dua rata-rata 6,578
yang berada pada daerah penolakan Ho yaitu 6, 578 > 4, 303 sehingga perbedaan
Selisih laba signifikan ini mengakibatkan laba kena pajak PT Sepatu Bata tbk
menjadi besar. Selain itu Tax planning mempunyai peran dalam mengefisiensikan
pembayaran beban pajak penghasilan pada PT. Sepatu Bata tbk. Hal ini terlihat
dengan selisih pembayaran pajak penghasilan perusahaan pada tahun 1995
sebesar Rp 1.606.863.000,00 tahun 1996 sebesar Rp 1.830.437.000,00 dan tahun
1997 sebesar Rp 1.520.395.000,00 selisih tersebut diuji dengan t dua rata-rata
maka didapat t hitung sebesar 6,578 yang berada pada daerah penolakan Ho yaitu
6,578 > 4,3030 sehingga perencanaan pajak (tax planning) dikatakan efisien
karena menurut uji statistik yang dilakukan pajak penghasilan sebelum tax
planning berbeda signifikan dengan pajak penghasilan setelah menggunakan tax
planning.
Gloritho, Pengaruh Penerapan Perencanaan Pajak Biaya Pegawai
pada PT XYZ untuk Meminimalkan Beban Pajak dan Hubungannya dengan
Kinerja Perusahaan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gloritho tentang Pengaruh
Penerapan Perencanaan Pajak Biaya Pegawai pada PT XYZ untuk Meminimalkan
Beban Pajak dan Hubungannya dengan Kinerja Perusahaan menyimpulkan bahwa
terdapat pengaruh terhadap penerapan perencanaan pajak, PPh badan usaha pada
tahun 2008 sebesar Rp 132.025.587.171,00. Sedangkan PPh badan usaha pada
tahun 2008 setelah dilakukan penerapan perencanaan pajak menjadi sebesar Rp
102.329.760.547,00. Selain itu, juga terdapat perbedaan yang signifikan antara
PPh terhutang sebelum dan sesudah penerapan perencanaan pajak. Selisih atau tax
29.695.826.624,00 dengan demikian terjadi efisiensi pajak perusahaan sebesar
22,50%.
2.1.1. Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang Sekarang:
Nama Peneliti Mangoting Andreas Ismarita Tanuwiardi
Tahun 1999 2005 2007 2006
Judul Penelitian Tax Planning: Sebuah Pengantar Sebagai Tax Planning Biaya Pegawai Terhadap
Rumusan Masalah Mengapa pajak itu dianggap sebagai suatu beban yang berat, sehingga perlu di lakukan Tax Planning?
Sejauh mana manfaat sebelum penerapan tax plannning biaya pegawai terhadap beban pajak terhutang wajib pajak badan?
Bagaimana pengaruh sesudah penerapan tax plannning biaya sesudah penerapan tax planning wajib pajak badan? planning di dalam perusahaannya?
Hasil Penelitian Banyak orang baik secara pribadi maupun juga karena pajak itu oleh mereka dianggap
Tax planning dapat dipergunakan sebagai
Nama Peneliti Hardika Suratno Dwi Chandra Jofita Meida
Tahun 2007 2008 2009 2011
Judul Penelitian Perencanaan Pajak Sebagai Strategi
Nama Penelitian Soddin Mangunsong Gloritho
Tahun 2002 2008
Judul Penelitian Peranan Tax Planning dalam Mengefiesikan Pembayaran Pajak Penghasilan
Pengaruh Penerapan Perencanaan Pajak Biaya Pegawai Pada PT XYZ untuk Meminimalkan Beban Pajak dan Hubungannya dengan Kinerja Perusahaan
Perumusan Masalah Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara laba komersial dengan laba kena pajak?
Apakah penerapan tax planning dalam
pengelolahan keuangan PT Sepatu Bata tbk. dapat mengefisiensikan pembayaran pajak penghasilan?
Apakah ada pengaruh sebelum dan sudah penerapan
perencanaan pajak biaya pegawai terhadap beban pajak terhutang wajib pajak badan?
Apakah ada pengaruh yang signifikan antara sebeum dan sesudah penerapan perencanaan pajak biaya pegawai terhadap beban pajak terhutang wajib pajak badan?
Hasil Penelitian Terdapat perbedaang signifikan antara laba komersial dengan laba kena pajak. Hal ini didasarkan pada hasil uji t.
Tax planning mempunyai peran dalam
mengefisiensikan pembayaran beban pajak penghasilan pada PT Sepatu Bata tbk.
Terdapat pengaruh sebelum dilakukan perencanaan pajak dan yang sesudah dilakukan perencanaan pajak, serta terdapat perbedaan yang signifikan antara PPh terhutang sebelum dan sesudah penerapan perencanaan pajak. Sehingga perencanaan pajak dapat digunakan sebagai sarana pengelolaan pajak yang dapat menunjang efisiensi beban pajak.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Perencanaan Pajak
2.2.1.1.Pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning)
Definisi tax planning menurut (Zain, 2005:43) adalah proses
mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa
sehingga utang pajaknya, baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya,
Perencanaan pajak (tax planning) menurut Suandy (2006:7) adalah tahap
awal dalam manajemen pajak yang merupakan suatu perencanaan yang tidak
merugikan penerimaan negara. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan
penelitian terhadap peraturan perpajakan, dengan maksud dapat diseleksi jenis
tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya penekanaan
perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak.
Hal ini dapat dilihat dari dua definisi tax planning di bawah ini (Suandy, 2006:7):
a. Tax Planning is the systematic analysis of deferring tax options aimed at the minimization of tax liability in current and future tax periods
(Crumbley D, Larry, Friedma Jack P, 1994)
b. Tax Planning is arrangements of a person’s business andlor prive affrairs in order to minize tax liability (Lyons, 1996)
Perencanaan pajak juga dapat berkonotasi positif sebagai perencanaan
pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar, dan tepat waktu
sehingga dapat menghindari pemborosan sumber daya (Suandy, 2006:2).
Suatu perencanaan pajak yang tepat akan menghasilkan beban pajak yang
minimal yang merupakan hasil dari perbuatan penghematan pajak atau
penghindaran pajak yang dapat diterima fiskus dan sama sekali bukan karena
penyelundupan pajak yang tidak dapat diterima oleh fiskus dan tidak akan
ditolerir (Zain, 2005:44).
Tax planning melalui penghindaran pajak merupakan perbuatan legal yang
masih dalam ruang lingkup pemajakan dan tidak melanggar ketentuan peraturan
perundan-undangan perpajakan.
Dalam mempertimbangkan suatu perencanaan pajak dan usul-usul
perencanaan pajak hendaknya memahami dengan benar ketentuan-ketentuan dan
peraturan-peraturan yang baru serta surat-surat edaran yang merupakan
interprestasi dan penjelasan-penjelasan atau intruksi-intruksi (petunjuk
pelaksanaan) mengenai pelaksanaan pasal-pasal yang terdapat dalam
undang-undang pajak (Chandra, 2009).
Perencanaan pajak merupakan suatu lapangan pekerjaan yang tidak saja
mengisyaratkan pengetahuan mengenai ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, tetapi juga ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya seperti
undang-undang perusahaan (company law) dan beberapa aspek dari
undang-undang perdagangan (commercial law), begitu pula pengetahuan dan pemahaman
tentang praktik akunting, praktik bisnis dan perdagangan (Zain, 2005:58).
2.2.1.2.Tujuan Perencanaan pajak
Menurut Suandy (2006:7) tujuan perencanaan pajak adalah merekayasa
agar beban pajak (tax burden) dapat ditekan serendah mungkin dengan
memanfaatkan peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan pembuat
undang-undang, sehingga tax planning di sini sama dengan tax avoidance karena secara
hakikat ekonomis keduannya berusaha untuk memaksimalkan penghasilan setelah
pajak (after tax return) karena pajak merupakan unsur pengurangan laba yang
tersedia baik untuk dibagikan kepada pemegang saham maupun untuk
diinvestasikan kembali.
Implementasi perencanaan pajak dalam kegiatan usaha wajib pajak atau
pemenuhan kewajiban perpajakan, sehingga tidak terkena sanksi administratif
(denda, bunga, kenaikan pajak) dan sanksi pidana.
Tujuan dari perencanaan pajak (tax planning) adalah sebagai berikut:
a. Membuka kesadaran akan pentingnya perencanaan perpajakan untuk
wajib pajak.
b. Membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku.
c. Membuat metode perhitungan dalam efisiensi pembayaran pajak secara
legal.
2.2.1.3.Prinsip Perencanaan Pajak
Untuk mencapai tujuan pembayaran pajak pada jumlah yang seharusnya,
tax planning harus dilakukan secara aman. Berikut prinsip-prinsip utama yang
harus dipenuhi dalam melakukan perencanaan pajak secara aman (Faisal,
2009:287—289).
1. Mengetahui ketentuan perpajakan. Pemahaman terhadap ketentuan
perpajakan yang dimuat dalam perundang-undangan perpajakan mutlak
diperlukan. Dengan mengetahui ketentuan perpajakan, wajib pajak
mengetahui hak dan kewajiban perpajakan, apa yang harus dilakukan dan
apa yang tidak boleh dilakukan. Pada tahap selanjutnya, wajib pajak bisa
menguasai ketentuan yang dapat dimanfaatkan dalam tax planning.
2. Legal, artinya tidak menabrak hukum. Prinsip legal ini membedakan
antara penghindaran pajak (tax avoidance) yang dilakukan masih dalam
koridor hukum dengan penyelundupan pajak (tax evasion) yang sifatnya
dipenuhinya seluruh kewajiban perpajakan dengan benar, seperti
perhitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak. Selain itu, bukti-bukti
pendukung harus dipastikan sudah memadai. Pelanggaran terhadap prinsip
legal ini bisa membuat perencanaan pajak kontraproduktif.
3. Menguasai strategi dan tekniknya. Strategi dan teknik perencanaan
pajak perlu dipahami secara mendalam mengingat sifatnya yang kompleks
dan mengandung konsekuensi yang beragam. Pemilihan strategi dan
teknik perlu dilakukan secara jeli dan selektif sehingga tujuan perencanaan
pajak yang dikehendaki dapat diraih secra efisien dan efektif. Pemilihan
strategi dan teknik ini mesti dipadukan dengan kemahiran menentukan
tautan dasar hukum yang kuat. Penerapan strategi dan teknik yang
disandarkan pada peraturan pajak yang secara hirarki perundang-undangan
lemah dapat menjerumuskan perencanaan pajak ke wilayah risiko tinggi.
Hal ini disebabkan adanya kemungkinan peraturan pajak yang lemah
tersebut mengalami perubahan, bertentangan dengan peraturan uang lebih
tinggi, ketidakjelasan konteks, atau hanya bersifat penafsiran per kasus
yang tidak dapat digeneralisir sebagai juresprudensi.
4. Secara bisnis masuk akal. Harus diingat bahwa perencanaan pajak
adalah bagian dari perencanaan usaha secara keseluruhan; jangan sampai
obsesi mendapat benefit dari penghematan pajak justru merugikan secara
komersial. Tujuan perencanaan pajak adalah meminimalkan beban pajak
sehingga penghasilan setelah pajak meningkat. Karena itu, pemahaman
pemahaman nature of business secara komersial. Dalam hal ini cost and
benefit dari setiap keputusan harus selalu diperhitungkan secara mendetail
sebagai misal, salah satu teknik perencanaan pajak yang dianjurkan adalah
menyelenggarakan pembukuan. Memang benar dengan menyelenggarakan
pembukuan banyak manfaat yang bisa diraih, misalnya berupa perhitungan
biaya dan kompensasi kerugian. Namun perlu diingat bahwa
penyelenggaraan pembukuan itu sendiri membutuhkan biaya. Bagi wajib
pajak yang profitabilitasnya kecil, biaya pembukuan bisa lebih besar
dibanding benefit dari penghematan pajak dari penyelenggaraan
pembukuan itu sendiri.
2.2.1.4. Pola Perencanaan Pajak
Dari perspektif geografis, perencanaan pajak dapat dilakukan secara lokal,
nasional maupun internasional. Perencanaan pajak dalam perspektif lokal
dilakukan dengan mengoptimalkan peluang yang ada di tempat wajib pajak
berada. Wajib pajak tidak banyak berharap pada eksplorasi perbedaan pajak antar
daerah. Karena itu, pola lokal perencanaan pajak tidak banyak atau sangat minim
menikmati fasilitas pajak yang diberikan atas dasar wilayah geografis. Pola
nasional ditempuh wajib pajak dengan cara mengeksplorasi perbedaan-perbedaan
pajak antar daerah dalam suatu negara. Pemerintah pusat senantiasa berupaya
menciptakan pemerataan pembangunan melalui kebijakan pemberian insentif
pajak di daerah-daerah tertinggal. Insentif tersebut berupa fasilitas PPh daerah
terkecil, perbedaan norma perhitungan penghasilan neto, fasilitas PPN dan PPn
Perencanaan pajak internasional dilakukan dengan mengoptimalkan
manfaat dari perbedaan rezim pajak antarnegara. Untuk menarik investasi asing,
negara-negara pengimpor modal bersaing dengan cara menawarkan beraneka
kemudahan, di antaranya insentif pajak.
Dari prespektif waktu, perencanaan pajak dapat dilakukan sebelum usaha
atau kegiatan dilakukan, pada saat usaha atau kegiatan sedang berlagsung, atau
pada saat usaha atau kegiatan telah selesai. Dengan kata lain, bila diletakkan pada
kerangka tahun pajak, perencanaan pajak dapat dilakukan pada awal tahun, dalam
tahun berjalan, atau di akhir tahun. Layaknya perencanaan manajemen lainnya,
perencanaan pajak lazim dilakukan sebelum usaha dilakukan atau pada awal
tahun.
Berdasarkan interval periode pelaksanaannya, perencanaan pajak dapat
dilakukan dalam periode jangka pendek dan jangka panjang. Perecanaan pajak
dalam periode jangka pendek berusaha mengurangi beban pajak dalam satu tahun
atau satu masa tertentu. Sementara perencanaan pajak dalam jangka panjang
bersifat kontinyu, berkesinambungan meliputi beberapa tahun pajak atau masa
pajak. Skema perencanaan pajak jangka panjang tidak terfokus pada tahun pajak
tertentu akan tetapi lebih memperhatikan dampak dalam jangka panjang (Faisal,
2009:289—290).
2.2.1.5. Sasaran Perencanaan Pajak
Terdapat dua sasaran operasional, yaitu meminimalisasi beban pajak (tax
maximalization). Sasaran meminimalisasi beban pajak tampak searah dengan
tujuan pokok perencanaan pajak, yaitu untuk menghemat pajak.
Sasaran memaksimalkan beban pajak sepintas tampak agak rancu dengan
tujuan perencanaan pajak karena alih-alih menghemat pajak, sasaran ini malah
berusaha memaksimalkan beban pajak. Memaksimalkan beban pajak hanyalah
sasaran jangka pendek atau parsial. Hal ini tidak lebih sebagai upaya pergeseran
beban pajak (tax burden shifting). Misalya suatu perusahaan multinasional yang
berusaha memaksimalkan pembayaran pajak di negara tertentu demi memperbesar
kredit pajak di negara lain yang memperkenankan kredit pajak luar negeri.
Dengan menempuh cara demikian, wajib pajak dapat menggeser beban pajak dari
negara dengan tarif pajak tinggi ke negara bertarif pajak rendah. (Faisal,
2009:290—291).
2.2.1.6. Strategi Perencanaan Pajak
Untuk melakukan perencanaan pajak secara aman, wajib pajak perlu
memikirkan serta mendalami strategi yang hendak diterapkan. Salah memilih
strategi bisa berakibat fatal. Strategi perencanaan pajak tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Memanfaatkan kemudahan yang disediakan ketentuan perpajakan
2. Memanfaatkan kelonggaran terhadap pemilihan metode akuntansi
3. Memanfaatkan perbedaan perlakuan pajak terhadap bentuk usaha
hukum
4. Memanfaatkan perbedaan perlakuan pajak terhadap berbagai jenis
5. Memanfaatkan perbedaan perlakuan pajak terhadap biaya
6. Menghindari pemeriksaaan pajak dan
7. Menjaga hubungan baik dengan administrasi perpajakan
Strategi-strategi tersebut dapat dilakukan melalui penerapan berbagai
teknik perencanaan pajak. Teknik itu sendiri bersifat kondisional, artinya
bergantung pada kondisi wajib pajak masing-masing, jenis usaha, posisi
keuangan, dan lain sebagainya. Ada teknik yang cocok untuk suatu kondisi namun
tidak cocok pada kondisi lainnya. Potensi tax saving yang bisa diperoleh dapat
dikalkulasi dengan membandingkan pajak terutang dari penerapan teknik tax
planning dibanding dengan jumlah pajak terutang tanpa tax planning. Selain itu,
manfaat tax planning juga dapat dikalkulasi dengan pendekaatan lain yang lebih
rumit, misalnya dengan analisis arus kas, net present value, costand benefit
analysis, dan lain sebagainya (Faisal, 2009:291—293).
2.2.1.7. Penyusunan dalam perencanaan pajak
Dalam penyusunan perencanaan pajak terdapat beberapa faktor nonpajak
yang relevan untuk diperhatikan dalam penyusunan suatu perencanaan pajak
antara lain (Suandy, 2006:21—22):
a) Masalah Badan Hukum
Pemilihan bentuk badan usaha yang diusulkan sering dibuat sebagai fungsi
dari seluruh peraturan (baik untuk pajak maupun nonpajak), dalam rangka
administrasi pembentukan dan pembubaran badan hukum yang
b) Masalah mata uang dan nilai tukar
Dari ruang lingkup perencanaan pajak yang bersifat internasional masalah
nilai tukar mata uang mempunyai dampak yang besar terhadap kondisi
keuangan suatu perusahaan. Dari dampak finansial tentunya berakibat
pada posisi laba rugi, terutama bila terdapat banyak transaksi baik ekspor/
impor maupun pinjaman dalam bentuk mata uang asing.
c) Masalah pengawasan devisa (exchange control)
Perencanaan pajak juga akan berpengaruh karena bagaimanapun
pengaturan pengawasan devisa berdampak terhadap transfer
pembayaran-pembayaran.
d) Masalah program insentif investasi
Masalah program insentif yang ditawarkan negara tertentu memberikan
pilihan wajib pajak untuk melakukan investasi/ pemekaran usaha pada
suatu lokasi/ negara tertentu. Insentif investasi bisa berupa pemberian
pinjaman dengan tarif bunga rendah, bebas bunga ataupun adanya
pemberiaan bantuan (grants) dari pemerintah.
e) Masalah faktor nonpajak lainnya
Faktor nonpajak lainnya seperti hukum dan sistem administrasi yang
berlaku, kesetabilan ekonomi dan politik, tenaga kerja, pasar, fasilitas
perbankan, iklim usaha, bahasa, sistem akuntansi, dan lain-lain harus
dipertimbangkan juga dalam penyusunan perencanaan pajak terutama
Hasrat untuk melakukan perencanaan pajak pada dasarnya didorong oleh
dua ketentuan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, yaitu
(Zain, 2005: 60—61):
1. Ketentuan pertama menyangkut masalah pajak penghasilan itu sendiri yang
bukan merupakan biaya yang fiskal dapat dikurangkan dalam menentukan
penghasilan kena pajak (pasal 9 ayat (1) huruf h UU PPh). Sebagai
konsekuensinya, apabila terdapat pengurangan pembayaran PPh, maka tidak
akan terjadi penurunan dalam jumlah biaya fiskal yang dapat dikurangkan
oleh karena itu juga tidak akan menimbulkan kenaikan penghasilan kena
pajak. Pengurangan pembayaran PPh tersebut, yang juga merupakan jumlah
yang dapat dihemat, hanya akan meningkatkan laba setelah pajak. Berbeda
dengan aktivitas mencari laba/ menambah penghasilan, suatu perencanaan
pajak hanya akan memberikan keuntungan yang sama sekali tidak termasuk
dalam ruang lingkup pengenaan PPh.
2. Ketentuan kedua menyangkut kemungkinan dapat dikurangkannya biaya
yang ada kaitanya dengan penentuan besarnya pajak yang terutang, yang
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan disebut sebagai
biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan (pasal 6
ayat (1) huruf a UU PPh) oleh karena itu perencanaan pajak terkait dengan
penentuan besarnya pajak yang terutang, maka biaya yang dikurangkan untuk
Biaya neto rancangan perencanaan pajak adalah biaya bruto dikurangi
dengan jumlah-jumlah pajak yang dapat dihemat atau dengan biaya setelah pajak
(after tax cost) dari suatu perencanaan pajak dapat dinyatakan sebagai berikut
(Zain, 2005:61):
ATC = BTC x (1 – MTR)
ATC = After Tax Cost
BTC = Before Tax Cost
MTR = Marginal Tax Rate
Apabila ketentuan tersebut di atas, dikaitkan dengan rancangan
perencanaan pajak, maka akan terbukti menghasilkan keunggulan ekonomis, bila
dibandingkan dengan kegiatan mencari laba (profit-seeking activities).
2.2.1.8. Sistem Pemungutan pajak dalam perencanaan pajak
Perencanaan pajak tidak pula terlepas dari sistem pungutan yang dianut di
Indonesia setelah reformasi pajak, yaitu self-asessment. Ciri dan cara tersendiri
dari sistem pemungutan pajak tersebut adalah (Zain, 2005:59).
1. Bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban
dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama
melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan
negara dan pembangunan nasional.
2. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak, sebagai pencerminan
kewajiban di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat wajib pajak
3. Anggota masyarakat wajib pajak diberikan kepercayaan untuk dapat
melaksanakan kegotong-royongan nasional melalui sistem menghitung,
memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang terutang (self
assessment), sehingga melalui sistem ini pelaksanaan administrasi perpajakan
diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana, dan
mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat wajib pajak.
Berdasarkan ketiga prinsip pemungutan pajak tersebut, wajib pajak
diwajibkan menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri jumlah pajak
yang seharusnya terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang berada pajak wajib
pajak sendiri.
2.2.2. Strategi-Strategi yang dapat digunakan dalam Perencanaan Pajak
2.2.2.1. Memanfaatkan Kemudahan yang Disediakan Ketentuan Perpajakan
Ketentuan perpajakan yang diatur dalam perundang-undangan perpajakan
menyediakan banyak kemudahan bagi wajib pajak. Kemudahan-kemudahan
tersebut dapat dinyatakan secara ekplisit ataupun implisit. Secara ekplisit kita bisa
dengan mudah mendapatkan kemudahan, namun kemudahan yang sifatnya secara
implisit, diperlukan kejadian dan penalaran yang kritis untuk menjumpainya.
Kemudahan tersebut dapat berupa penegasan hal wajib pajak, kelonggaran
2.2.2.1.1. Upaya Menyelenggarakan Pembukuan
Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan
Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 29, pembukuan adalah suatu proses pencatatan
yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan
yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga
perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun
laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak
tersebut. Menurut Faisal (2009:295), secara implisit, wajib pajak yang
menyelenggarakan pembukuan mendapat keuntungan yang relatif lebih besar
dibanding wajib pajak dengan pencatatan. Wajib pajak dengan pembukuan dapat
mengklaim biaya-biaya sebagai pengurang penghasilan bruto dan
memperhitungkan kompensasi kerugian dalam menghitung pajak penghasilan.
Keuntungan lain dari peyelenggaraan pembukuan adalah tersedianya peluang
perencanaan pajak yang lebih besar dibanding dengan wajib pajak dengan
pencatatan.
2.2.2.1.2. Manfaatkan Sunset Policy
Menurut Faisal (2009:296), sunset policy merupakan kebijakan
kemudahan perpajakan yang berlaku dalam jangka waktu tertentu. Sifat kebijakan
ini tidak permanen dan bersifat muncul dan kemudian tenggelam, sehingga sering
disebut sunset policy. Istilah sunset policy dapat digunakan untk menunjuk kepada
setiap kebijakan yang bersifat sementara atau berlaku dalam jangka waktu
Dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sunset policy
dapat diartikan sebagai pemberian fasilitas perpajakan dalam bentuk penghapusan
sanksi administrasi perpajakan berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 37A
Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (Undang-Undang KUP).
Misalnya, orang pribadi yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP), yang dalam tahun 2008 secara sukarela mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP dan menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak
2007. Dalam hal ini orang pribadi tersebut tidak dikenakan sanksi administrasi
untuk tahun-tahun pajak sebelumnya pada saat belum mempunyai NPWP. Hal
inilah yang dimaksud dengan sunset policy.
2.2.2.1.3. Manfaatkan Batas Akhir Pembayaran (Last Minute Tax Planning)
Pembayaran pajak memiliki tanggal jatuh tempo yang umumnya jatuh
pada tanggal 10 atau 15 bulan berikutnya untuk pembayaran bulanan atau
sebelumnya SPT tahunan disampaikan untuk pembayaran tahunan. Wajib pajak
bisa melakukan penghematan dengan mempertimbangkan time value of money.
Dalam kasus PPN, last minute tax planning dapat diterapkan dengan
memanfaatkan saat akhir pembuatan faktur (Faisal, 2009:298).
2.2.2.2. Memanfaatkan Kelonggaran Terhadap Pemilihan Metode Akuntansi
Ketentuan perpajakan memberi kelonggaran kepada wajib pajak dalam
ini disertai dengan persyaratan taat asas, yaitu konsistensi dalam penggunaan
suatu metode akuntansi dari tahun ke tahun. Perubahan metode akuntansi dapat
dilakukan hanya dengan persetujuan Direktur Jendral Pajak.
Kebebasan memilih metode akuntansi ini caranya dapat dilakukan dengan
pemilihan metode persediaan dan pemilihan metode penyusutan dan amortisasi
yang dapat dimanfaatkan wajib pajak yang menyelenggarakan perencanaan pajak
dengan menerapkan beberapa teknik (Faisal, 2009:305).
2.2.2.2.1. Pemilihan Metode Penilaian Persedian yang Menguntungkan
Ketentuan perpajakan memperbolehkan wajib pajak untuk memilih salah
satu dari dua metode penilaian persedian, yaitu metode rata-rata (average) dan
first in first out (FIFO). Metode rata-rata lebih menguntungkan digunakan jika
harga barang cenderung naik, misalnya karena angka inflasi yang tinggi.
Sedangkan metode FIFO lebih baik jika harga cenderung stabil. Oleh karena itu,
untuk menentukan metode penilaian persediaan, faktor fluktuasi harga barang
beserta harga barang beserta proyeksi kecederungan harga barang di masa depan
perlu dijadikan pertimbangan (Faisal, 2009:306).
2.2.2.2.2. Pemilihan Metode Penyusutan dan Amortisasi yang
Menguntungkan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
pasal 11 A, Ketentuan perpajakan menawarkan metode amortisasi dan penyusutan
berwujud selain bangunan. Menurut Faisal (2009:308) kelonggaran ini dapat
dimanfaatkan wajib pajak untuk meminimalkan beban pajak, yaitu dengan
menyesuaikan metode amortisasi dan penyusutan degan pola realisasi
penghasilan. Jika penghasilan di awal periode usaha tinggi, maka wajib pajak
sebaiknya menggunakan saldo menurun karena proposi biaya penyusutan periode
awal yang besar. Sebaliknya menggunakan metode garis lurus.
2.2.2.3. Memanfaatkan Perbedaan Perlakuan Pajak atas Bentuk Perusahaan
Berdasarkan Undang-Uundang PPh No 36 tahun 2008 Pasal 2, subjek
pajak atau wajib pajak dalam ketentuan perpajakan dibagi menjadi orang pribadi,
warisan belum terbagi, badan dan bentuk usaha tetap. Menurut Faisal (2009:310),
subjek-subjek pajak ini mendapatkan perlakuan pajak yang berbeda, khususnya
berkenaan dengan pajak penghasilan. Terdapat beberapa peluang yang dapat
dimanfaatkan wajib pajak untuk melakukan penghematan pajak.
2.2.2.3.1. Menentukan Orang Pribadi atau Badan Atas Pertimbangan Tarif
Pajak
Kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dapat dilakukan secara perorangan
ataupun membentuk badan ataupun badan seperti PT, CV, firma, atau persekutuan
perdata. Salah satu pertimbangan dalam memutuskan adalah tarif pajak yang
berbeda antara PPh badan dan orang pribadi. Seperti diketahui, tariff PPh badan
adalah 28% (atau 25% mulai 2010) dan tarif tertinggi orang pribadi adalah 30%.
Jika penghasilan kena pajak masih berada pada lapisan tarif rendah maka kegiatan
orang pribadi). Sebaliknya jika penghasilan kena pajak sudah berada dalam briket
tarif tertinggi (> Rp 500 juta), maka sebaiknya wajib pajak memutuskan
menggunakan badan.
2.2.2.3.2. Memilih Perseroan Komanditer (CV) Dibanding Perseroan
Terbatas (PT)
Teknik ini patut dipertimbangkan oleh wajib pajak yang tengah
mempertimbangkan kelanjutan usaha atau berencana menanamkan modal dalam
satu badan. Walaupun statusnya sama-sama sebagai wajib pajak badan, PT, dan
CV (yang modalnya tidak terbagi atas saham, termasuk firma, persekutuan,
perkumpulan, dan kongsi) ternyata mendapat perlakuan perpajakan yang berbeda.
Pengenaan pajak atas penghasilan PT dilakukan pada dua tingkatan, yaitu
pada tingkat perusahan (PPh Badan atas Laba) dan pada tingkat pemegang saham
(PPh orang pribadi atas deviden/ bagian laba). Pengenaan pajak terhadap CV
hanya terjadi satu kali, yaitu pada tingkat perusahaan (PPh atas laba CV) dan tidak
ada pengenaan pajak lagi di tingkat pemilik modal, karena bagian laba dari CV
bukan objek pajak.
2.2.2.4. Memanfaatkan Perbedaan Perlakuan Pajak Terhadap Biaya
Penghasilan
Strategi tax planning ini diarahkan pada perekayasaan penghasilan ke
dalam berbagai format yang dimungkinkan sedemikian rupa sehingga
menghasilkan penghematan pajak. Maksudnya, strategi tax planning ini
pajak yang ditimbulkan relative lebuh rendah. Walaupun PPh merupakan pajak
subjektif yang pengenaannya sangat memperhatikan keadaan subjektivitas wajib
pajak, dalam beberapa kondisi, PPh juga mengenal pembedaan pemajakan di
antara berbagai jenis objek penghasilan (Faisal, 2009:315).
2.2.2.4.1. Konsentrasi pada Produk Berpajak Rendah
Teknik ini dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak yang bergerak dalam
bidang usaha yang menghasilkan bermacam produk yang dikenakan pajak secara
berbeda. Teknik ini juga dapat digunakan oleh wajib pajak orang pribadi yang
menggunakan norma perhitungan penghasilan netto (NPPN). Jika seorang wajib
pajak orang pribadi memiliki usaha yang menghasilkan dua atau lebih memiliki
produk yang memiliki norma yang berbeda, maka wajib pajak tersebut dapat
mengarahkan konsentrasi produksi ke produk yang dikenakan norma paling
rendah (Faisal, 2009:319).
2.2.2.5. Memanfaatkan Perbedaan Perlakuan Pajak Terhadap Biaya
Strategi ini viable bagi wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan
dan penghasilannya dikenakan pajak tidak final, yang dimaksud dengan pajak
tidak final adalah beban pajak yang masih dapat dikreditkan lagi dengan hutang
pajak yang lain. Wajib pajak yang memperoleh penghasilan khusus (scheduler)
atau yang penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan norma tidak
memiliki ruang tax planning mengeksplorasi unsur biaya. Hal ini terjadi lantaran
perhitungan pajak final atau perhitungan dengan menggunakan norma dilakukan
Sasaran dari perencanaan pajak yang memanfaatkan unsur biaya ini sama
dengan strategi tax planning atas penghasilan, yaitu pada minimlisasi penghasilan
kena pajak atau dasar pengenaan pajak. Instrumen yang digunakan adalah
biaya-biaya pengurangan penghasilan bruto (deductible expenses), yaitu bagaimana
mengoptimalkan biaya yang diperkenankan ketentuan perpajakan sedemikian rupa
sehingga diperoleh laba neto yang terutang pajak pada tingkat paling minimum
(Faisal, 2009:320).
Biaya-biaya yang dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto (deductible
expense) terdiri dari (Faisal, 2009:18):
a. Biaya yang berkaitan dengan usaha
b. Penyusutan dan amortisasi
c. Iuran pensiun
d. Kerugian karena penjualan atau pegalihan harta
e. Kerugian dari selisih mata uang asing
f. Biaya penelitian dan pengembangan
g. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
h. Sumbangan penanggulangan sosial
2.2.2.5.1. Optimalisasi Biaya Karyawan
Teknik ini memanfaatkan perbedaan perlakuan pajak atas biaya-biaya
pengurangan penghasilan bruto yang berhubungan dengan imbalan kepada
karyawan. Teknik ini dilakukan dengan mempertimbangkan kenyataan bahwa
perusahaan (pemberi kerja) juga diberikan kepercayaan memotong pajak tersebut
(Faisal, 2009:320).
Seperti misalnya dalam hal membuat kebijakan perusahaan dalam
penentuan pemberian imbalan berupa kenikmatan natura atau penambahan
tunjangan makan siang. Apabila diberikan dalam bentuk natura berarti akan ada
pembebanan biaya untuk menyediakan makan siang yang bisa digunakan sebagai
pengurang pendapatan bruto dan bisa sebagai penghematan untuk PPh 25,
sedangkan bagi karyawan ada penghematan untuk PPh 21.
2.2.2.6. Menghidari Pemeriksaan Pajak
Dari perspektif wajib pajak, pemeriksaan pajak sebisa mungkin dihindari
karena biayanya sangat mahal. Seluruh jenis biaya kepatuhan terlibat dalam
pemeriksaan, baik biaya material (direct material), maupun immaterial (time cost
dan psychic cost).
Wajib pajak dapat melakukan berbagai upaya untuk menghindar dari
pemeriksaan pajak, baik pemeriksaan untuk menguji kepatuhan wajib pajak
maupun pemeriksaan untuk tujuan lain. Teknik yang diuraikan dan disarankan di sini didasarkan atas praktik, kebiasaan, dan kebijakan DJP dalam menentukan
strategi pemeriksaan. Misalnya dalam melakukan pemeriksaan rutin DJP selalu
memprioritaskan pemeriksaan terhadap wajib pajak yang menyampaikan SPT
lebih bayar. Mengetahui SPT lebih bayar termasuk kriteria pemeriksaan, maka
selayaknya wajib pajak mengupayakan tidak menyampaikan SPT lebih bayar
2.2.2.7. Menjaga Hubungan Baik dengan Administrasi Perpajakan
Tiga aspek berbicara mengenai administrasi perpajakan, maka ada tiga
aspek yang terlibat, yaitu:
1. Suatu institusi atau badan yang mempunyai wewenang yang tanggung
jawab untuk menyelenggarakan pungutan pajak.
2. Orang-orang yang terdiri dari pejabat dan pegawai yang bekerja pada
instansi perpajakan yang secara nyata melaksanakan kegiatan pemungutan
pajak.
3. Kegiatan menyelenggaraan pungutan pajak oleh sesuatu institusi atau
badan yang ditatalaksanakan sedemikian rupa sehingga dapat mencapai
sasaran yang telah digariskan dalam kenijakan perpajakan, berdasarkan
sarana hukum yang telah ditentukan oleh undang-undang perpajakan
dengan efisien.
Dari ketiga aspek di atas, yang paling penting diperhatikan adalah aspek
kedua, yaitu faktor manusia. Unsur manusialah yang mengendalikan institusi atau
menjalankan aktivitas administrasi perpajakan pada prinsipnya sama dengan
menjaga hubungan dengan unsur manusia yang ada dalam organisasi administrasi
perpajakan (Faisal, 2009:337).
2.2.3. Pengertian Manajemen Pajak
Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Menurut
Lumbantoruan (1996) manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi
kewajiban pajak dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan
manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi-fungsi manajemen pajak yang
terdiri dari (Suandy, 2006:7):
1) Perencanaan pajak (tax planning)
Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data penelitian terhadap
peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan
pajak yang akan dilakukan (Suandy, 2006:7).
2) Pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation)
Pada tahap ini perencanaan pajak telah diketahui faktor-faktor yang akan
dimanfaatkan untuk melakukan penghematan pajak, maka langkah
selanjutnya adalah mengimplementasikannya baik secara formal maupun
material. Harus dipastikan bahwa pelaksanaan kewajiban perpajakan telah
memenuhi peraturan perpajak yang berlaku (Suandy, 2006:10).
3) Pengendalian pajak (tax control)
Pada tahap ini pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa
kewajiban pajak telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan
dan telah memenuhi persyaratan formal maupun material (Suandy,
2006:11).
2.2.3.1. Peranan Manajemen Pajak
Pajak berpengaruh terhadap segala aspek kehidupan perseorangan dan
keputusan bisnis, tidak berarti bahwa pajak tersebut tidak dapat dikendalikan.
Memahami dengan baik ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
Suatu sistem manajemen pajak yang efektif merupakan hal yang vital bagi
suatu usaha yang berorientasi kepada keuntungan dan malahan predikat seorang
manajer sukses ditentukan pula oleh sukses tidaknya penyusunan suatu
perencanaan pajak (tax planning) (Zain, 2005:42).
Pembebanan pajak oleh pemerintah yang berbentuk pungutan pajak
terhadap wajib pajak, pada hakikatnya merupakan perwujudan dan pengabdian
kewajiban dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama
melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk membiayaan negara
dan pembangunan nasional, namun di lain pihak pembebanan pajak tersebut
tentunya tidak melebihi beban pajak yang menjadi kewajibannya sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, seperti yang
dikemukakan oleh hakim Learned Hand sebagai berikut (Zain, 2005:44):
“Berulang-ulang kali pengadilan menyatakan bahwa tidak ada suatu
ancaman hukuman apapun dapat diberlakukan terhadap barang siapa yang
mengatur pengenaan pajaknya seminimal mungkin. Setiap orang, apakah orang
itu orang miskin atau orang kaya sekalipun akan berbuat hal yang sama, dan hal
ini sesungguhnya merupakan haknya untuk berbuat demikian, karena tidak
seorangpun berkewajiban memenuhi kewajiban perpajakannya melebihi apa yang
ditentukan oleh perundang-undangan perpajakan. Pajak adalah pungutan yang
didasarkan pada pelaksanaan perundang-undangan perpajakan secara benar dan
2.2.4. Aspek Formal dan Administratif Tax Planning
Kewajiban perpajakan bermula dari Implementasi undang-undang
perpajakan. Oleh karena itu, ketidakpatuhan terhadap undang-undang dapat
dikenakan sanksi baik administrasi maupun sanksi pidana. Sanksi administrasi
maupun sanksi pidana merupakan pemborosan sumber daya sehingga perlu
dihindari melalui sesuatu perencanaan pajak yang baik. Untuk dapat menyusun
perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan yang baik diperlukan pemahaman
terhadap peraturan perpajakan. Selanjutnya selaras dengan pengelompokan
hukum pajak aspek formal administratif maupun aspek material substantif perlu
untuk dimengerti dan dipahami unuk dapat menghindari sanksi administratif
maupun pidana (Suandy, 2006:9).
Aspek administratif dan kewajiban perpajakan meliputi kewajiban
mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak. Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan,
membayar pajak, menyampaikan surat pemberitahuan, di samping memotong atau
memungut pajak. Kewajiban perpajakan berakhir pada saat pelunasan oleh wajib
pajak.
Sistem perpajakan selalu dipisahkan antara assessment dan payment
system. Assessment yang berlaku saat ini adalah self assessment dengan kewajiban
untuk menghitung sendiri, membayar sendiri, dan melaporkan sendiri. Sedangkan
sistem pembayaran (payment assessment) yang berlaku dapat dilakukan sendiri
oleh wajib pajak (self payment) maupun melalui pemotong oleh pihak ketiga (with