• Tidak ada hasil yang ditemukan

Microsoft Word Pidato Pengukuhan Prof H Soeharto

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Microsoft Word Pidato Pengukuhan Prof H Soeharto"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

KONSELING PERKAWINAN, HUBUNGAN

SUAMI-ISTERI, DAN KESEHATAN SEKSUAL,

SERTA IMPLIKASINYA

Pidato Pengukuhan Guru Besar Bidang Bimbingan dan Konseling pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Disampaikan dalam Sidang Senat Terbuka Universitas Sebelas Maret Surakarta

pada tanggal 26 Pebruari 2009

Oleh:

Prof. Dr. H. Soeharto, M.Pd

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

KONSELING PERKAWINAN, HUBUNGAN

SUAMI-ISTERI, DAN KESEHATAN SEKSUAL,

SERTA IMPLIKASINYA

Yang saya hormati,

Bapak Rektor/Ketua Senat, Sekretaris Senat, dan para Anggota Senat Universitas Sebelas Maret,

Para Pejabat Sipil dan Militer,

Para Dekan dan Pembantu Dekan di lingkungan Universitas Sebelas Maret,

Para Ketua dan Sekretaris Lembaga, para Kepala Biro dan para Kepala UPT, serta seluruh pejabat di lingkungan Universitas Sebelas Maret,

Para Ketua Jurusan, Ketua Laboratorium, dan Staf Pengajar Universitas Sebelas Maret utamanya Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Para Sejawat dosen dan Staf Administrasi, Tamu Undangan, dan Mahasiswa.

Assalamu ’alaikum Wr. Wb.

Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua;

(3)

PENDAHULUAN

Hadirin yang saya hormati;

Dari fakta yang kita amati langsung di masyarakat maupun dari yang kita ketahui dari media masa, kita dapat mengatakan bahwa begitu banyak masalah yang muncul ke permukaan ber-kaitan dengan kehidupan keluarga sebagai akibat dari perkawinan. Masalah-masalah dalam keluarga khususnya yang menyangkut hubungan suami-isteri, demikian merebak dan susul-menyusul seolah tak ada akhirnya. Masalah-masalah tersebut selayaknya diatasi sesegera mungkin, dan kalau tidak segera diatasi atau tertunda pengatasannya, tidak saja mengakibatkan terganggunya komunikasi mereka; namun juga dapat berakibat lebih jauh berupa terganggunya kualitas perilaku seksual mereka dan tidak menutup kemungkinan menjadi betul-betul tidak sehat perilaku seksualnya.

(4)

karena perilaku seksualnya tidak sehat dapat mengakibatkan rusak-nya hubungan harmonis mereka sebagai suami-isteri. Demikianlah kejadian itu berjalan bagaikan lingkaran setan, namun kajian kali ini lebih ditekankan pada dampak ketidak harmonisan hubungan suami-isteri terhadap perilaku seksualnya, dan bukan sebaliknya dampak ketidak-sehatan perilaku seksual terhadap keharmonisan hubungan dengan pasangannya.

Banyak cara atau upaya yang dapat dilakukan agar terhindar atau teratasi keadaan yang mengerikan itu. Konseling perkawinan merupakan salah satu alternatif cara atau upaya yang dapat dilaku-kan agar tercipta hubungan yang harmonis pada pasangan suami-isteri, yang pada gilirannya perilaku seksual yang sehat dapat terwujud dan ternikmati atas ridha Allah Yang Mahakuasa. Sehubungan dengan itu, pidato pengukuhan saya sebagai Guru Besar ini saya beri judul ”Konseling Perkawinan, Hubungan Suami-Isteri, dan Kesehatan Seksual, serta Implikasinya”.

Kajian ini, dimaksudkan untuk dapat lebih memahami pentingnya tiga hal (variabel) ini dalam kehidupan kita, dan selanjutnya diharapkan dapat memberi manfaat kepada kita calon suami dan calon isteri, serta pasangan suami-isteri yang mem-butuhkannya. Kajian ini dan mungkin contoh-contoh kasus yang saya kemukakan ada kesamaannya dengan yang hadirin alami, percayalah bahwa itu semua hanya kebetulan saja; karena saya tidak tahu sama sekali apa dan bagaimana yang terjadi pada diri para hadirin sekalian di ruangan ini.

(5)

KESEHATAN SEKSUAL

Hadirin yang saya hormati,

Kesehatan seksual menunjuk kepada suatu rentang kondisi perilaku seksual dari yang tidak sehat sampai pada yang sehat. Perilaku seksual yang sehat dapat disejajarkan dengan perilaku seksual yang normal, yang adekwat, dan yang tidak mengalami gangguan fungsi; dan sebaliknya perilaku seksual yang tidak sehat dapat disejajarkan dengan perilaku seksual yang tidak normal, tidak adekwat, dan mengalami gangguan fungsi (disfungsi seksual). Sesuai dengan topik pembicaraan kali ini, istilah-istilah tersebut diwakili oleh istilah perilaku seksual yang sehat untuk keadaan perilaku seksual yang positif, dan perilaku seksual yang tidak sehat untuk perilaku seksual yang negatif; meskipun demikian dalam penyampaiannya akan digunakan istilah-istilah tersebut bergantian.

(6)

seksual terganggu, maka kualitas hidup juga terganggu. Sebaliknya, kalau kehidupan seksual baik dan menyenangkan, maka kualitas hidup menjadi lebih baik (Wimpie Pangkahila, 2006:3). Sayangnya orang baru sadar setelah akibat darinya sudah terlalu jauh, sudah memporak porandakan kebahagiaan yang selama ini telah dicapai dan yang akan dicapainya.

Hadirin yang saya hormati,

Rono Sulistyo (1977:103-107) menggolongkan perilaku seksual manusia tidak memadai ke dalam tiga golongan, yakni: (1) cara-cara yang tidak normal dalam pemuasan keinginan seks, seperti: sadisme, masochisme, exhibitionisme, scoptophilia,

voyeurisme, dll; (2) partner seksual yang tidak normal, seperti:

homoseksualitas, pedophilia, bestiality, necrophilia, frottage, dll; (3) derajat ketidak normalan daripada keinginan dan kekuatan dorongan seksual, seperti: anorgasme, dyspareunia, vaginisme,

frigidity, impotency, dll.

Wimpie Pangkahila (2006:3-5) mengemukakan jenis-jenis disfungsi seksual pada pria, yakni: (1) mengalami gangguan dorongan seksual atau gairah seksual, (2) mengalami gangguan ereksi, (3) mengalami gangguan ejakulasi, (4) mengalami disfungsi orgasme, (5) mengalami dyspereunia. Sedangkan jenis-jenis dis-fungsi seksual pada wanita, yakni: (1) mengalami gangguan dorongan seksual atau gairah seksual, (2) mengalami gangguan bangkitan seksual, (3) mengalami gangguan orgasme, (4) menga-lami gangguan yang menimbulkan rasa sakit pada kemenga-lamin dan sekitarnya, dan kekejangan abnormal otot vagina 1/3 bagian luar.

(7)

yang perlu mendapatkan perhatian dan yang sedang dikaji dari sudut pandang konseling perkawinan saat ini.

Hadirin yang saya hormati,

Perilaku seksual tidak sehat pada seseorang, dapat disebab-kan oleh banyak faktor, namun dapat dikelompokdisebab-kan ke dalam dua faktor besar yakni: faktor fisik dan psikis. Dalam hal ini, Wimpie Pangkahila (2006:7-9) mengemukakan bahwa pada dasarnya dis-fungsi seksual, baik pada pria maupun wanita, dapat disebabkan olehfaktorfisikdanfaktorpsikis. Faktor fisik ialah semua penyebab yang berupa gangguan fisik atau penyakit yang berpengaruh terhadapfungsiseksual.Sedang faktor psikis, ialah semua penyebab yang secara kejiwaan dapat mengganggu reaksi seksual terhadap pasangannya sehingga fungsi seksual terganggu.

(8)

kecemasan, dan kehilangan pasangan atau yang disebut widower’s

syndrome.

Faktor pembinaan misalnya karena pengalaman sebelumnya, hilangnya daya tarik pasangan, komunikasi tidak baik, takut yang berkaitan dengan keintiman, dan informasi seks yang kurang.

Hadirin yang saya hormati,

Seksualitas manusia mengalami perkembangan. Fundasi perkembangan seks dan seluruh kepribadian manusia telah di-tentukan pada umur lima tahun pertama.

Perkembangan kepribadian manusia sebagian besar ditentu-kan oleh perkembangan seksualitasnya (Sigmund Freud, dalam Sikun Pribadi (1981:184). Pendapat tersebut memberi gambaran kepada kita bahwa begitu eratnya hubungan antara seks dan kepribadian. Dalam hubungan ini, Masters & Johnson, dalam Sikun Pribadi (1981:184) menyatakan bahwa ”seksualitas adalah dimensi (aspek) dan pernyataan daripada kepribadian” (sexuality is a

dimension and expression of personality). Pendapat ini dapat

(9)

membantu klien-klien yang sedang ”menderita” karena tidak sehat perilaku seksualnya.

Hubungan Suami-Isteri

Hadirin yang saya hormati,

Hubungan suami-isteri yang harmonis merupakan dambaan setiap pasangan. Burgess dan Locke (1960:294-306) mengemuka-kan bahwa keharmonisan hubungan suami-isteri meliputi kompo-nen-komponen: (1) saling mencintai, (2) adanya saling

keter-gantungan emosional, (3) adanya pemahaman yang simpatik, (4) adanya kesesuaian temperamental (saling melengkapi dan

salaing menutup kekurangan yang ada), dan (5) adanya saling ketergantungan peranan, perilaku seksual, dan keluarga ekstra.

Sebagai suami, selayaknya memerankan diri sebagai ”sex partner” yang setia bagi isterinya, yang membatasi dirinya dalam memuaskan nafsu birahinya, sehingga suami yang bijaksana mengerti apa artinya cinta itu, yaitu bukan saja minta dicintai melainkan juga mampu mencintai yang sangat dibutuhkan sang isteri. Demikian pula sebaliknya, isteri pun selayaknya juga memerankan diri sebagai ”sex partner” bagi suaminya atas dasar cinta. Jadi, jelas bahwa suami dan isteri selayaknya saling men-cintai,sesuai dengan rumus cinta yakni ”memberi dan menerima”

(10)

Demi kelanggengan hidup bersama, setiap pasangan suami-isteri memerlukan bangunan kaidah dan ketentuan yang khas. Artinya, kehidupan suami-isteri hanya mungkin tegak dan ber-langsung dalam suasana tenteram dan damai bila dilandasi perasaan cinta dan kasih sayang. Dengannya, pasangan suami-isteri akan mampu melewati jalan kehidupan dan memperoleh kesempurnaan yang didamba. Kehidupan bersama yang kosong dari pengaruh cinta, pengorbanan, dan toleransi, akan menjadi tidak berarti. Kehidupan tanpa cinta dan saling menghargai merupakan kehidupan yang hina dan tidak bernilai, bahkan kita tidak dapat menyebutnya sebagai kehidupan (Ali Qaimi, terjemahan: Abu Hamida MZ, 2007:20).

Salah satu motif seorang wanita berani menerjunkan diri dalam kehidupan berumah tangga ialah karena cinta, yaitu ingin memberikan cinta tetapi juga ingin menerima cinta. Cinta adalah simbol psikologis bagi setiap wanita, sebab bila faktor ini tidak ada maka suasana rumah tangga akan dingin tanpa kehangatan dan kegembiraan. Hal ini penting juga bagi perkembangan anak-anak yang dilahirkan dalam kehidupan berkeluarga. Tanpa suasana hangat yang penuh dengan cinta, anak-anak tidak akan dapat mengembangkan inteligensinya, dan tidak akan dapat mengem-bangkan rasa simpatinya terhadap sesama manusia sebagai makhluk sosial. Ketidak mampuan anak dalam pergaulan sosial (sikap mengundurkan diri, sifat pemalu, konflik dengan anak-anak lain) justru karena kekurangan suasana hangat dan lembut dari sang ibu yang penuh kasih sayang (Sikun Pribadi, 1981: 42).

(11)

kasih sayang tidak mustahil anak tersebut kelak akan mengalami kesulitan dalam menyayangi atau mencintai orang lain termasuk mencintai suami atau isterinya. Mereka mengaku sangat menya-yangi atau mencintai suami atau isterinya, tetapi tidak bisa mewujudkan rasa sayang dan cintanya itu dalam perilaku nyata; sehingga tidak mustahil dapat berakibat mengalami kegagalan dalam perkawinannya. Kemungkinan kegagalan itu dapat diatasi dengan jalan mengubah atau meningkatkan kualitas kemampuan-nya dalam mekemampuan-nyayangi atau mencintai pasangankemampuan-nya itu dalam tindakan nyata. Dengan demikian, disertai faktor-faktor pendukung lainnya tujuan perkawinan dapat tercapai tanpa banyak perma-salahan yang menghadangnya, misalnya: sering terjadi perteng-karan, pasangan melakukan perselingkuhan, dan lain sebagainya.

Hadirin yang saya hormati,

(12)

Bagaimana perjalanan selanjutnya? Setelah melewati masa dua atau tiga tahun kehidupan yang serba tenang, dimulailah fase perhitungan, penilaian, dan evaluasi terhadap segala hal. Ketika itu, sinar mentari menyeruakkan kabut-kabut khayalan dan fantasi mereka yang selama ini menggumpal dan menumpuk sedemikian rupa. Di tengah-tengah keadaan seperti itu, masing-masing pihak berusaha saling membiarkan dan mendiamkan satu sama lain. Segeralah sikap buruk dan kedengkian yang selama ini terpendam mencuat ke permukaan. Sejak itu dimulailah babak pertengkaran dan pertentangan di antara keduanya (Ali Qaimi, terjemahan: Abu Hamida MZ, 2007:17). Berarti hubungan mereka sudah tidak harmonis lagi, meski wujud ketidak harmonisan tidak hanya ditandai adanya pertengkaran.

Kaitannya dengan pertengkaran ini, sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa seringkali pertengkaran itu dipicu oleh hal-hal yang kecil saja. Namun, pada tahap berikutnya pertengkaran tersebut cepat meluas hingga mengancam bangunan keluarga; dimulai dari kata-kata menyakitkan yang berhamburan sedemikian rupa, kemudian dilanjutkan dengan pertengkaran yang adakalanya disertai tindak kekerasan fisik, dan berujung pada hasrat untuk bercerai dan berpisah. Pertengkaran itu sendiri, baik yang menyertakan intensitas emosional ringan maupun berat, baik yang menyertakan tindak kekerasan fisik maupun yang tidak; akan menyita energi psikis mereka yang pada gilirannya akan ber-pengaruh negatif secara nyata bagi kesehatan fisik dan mental mereka.

(13)

terhadap penyakit, (6) kematian karena penyakit yang diderita oleh ketegangan psikis (Bloom,et.al, 1978; dalam Sawitri Supardi Sadarjoen, 2005:2). Pertengkaran yang berlarut-larut apalagi disertai tindak kekerasan fisik, dapat juga berakibat masing-masing pihak menemukan dirinya berada dalam pusaran angin kencang yang menderu-deru dan menghempaskan keduanya ke dalam keterasingan dan kabut penyelewengan.

Tidak menutup kemungkinan pertengkaran akan berujung perceraian.Perceraian mungkin saja tidak berdampak negatif secara berarti bagi pasangan yang bercerai, namun yang pasti anaklah yang menjadi korbannya. Penelitian di Amerika membuktikan bahwa orang dewasa yang pernah mengalami perceraian kedua orang tuanya pada masa anak-anak, merasa lebih rentan terhadap situasi stres dibanding dengan mereka yang tidak mengalami peristiwa perceraian pada kedua orang tuanya. Kecuali itu, mereka juga merasa tidak nyaman berada di antara keluarga dan teman-temannya, serta lebih menderita kecemasan yang amat sangat. Mereka juga mengalami kesulitan untuk mengatasi stres kehidupan yang mereka hadapi dalam kehidupan selanjutnya (Sawitri Supardi Sadarjoen, 2005: 2).

(14)

Tipe isteri dan tipe suami tertentu, juga potensial menjadi penyebab terjadinya pertengkaran atau ketidak harmonisan hubungan suami-isteri. Beberapa tipe isteri yang dapat mengancam keharmonisan hubungan suami-isteri, yaitu: (1) tipe xantipte: yang terus menerus menjajah suami dan seluruh keluarga, (2) tipe erotis seksual: yang menuntut amat banyak dari suaminya, dan kalau tidak terpenuhi mencari pada lelaki lain, (3) tipe penjudi: yang menjudikan seluruh harta benda, dirinya, dan seluruh pernikahan-nya.Sedangkantipesuamiyang mengancam keharmonisan hubung-an suami-isteri, yaitu: (1) tipe brute: yhubung-ang berlaku kasar terhadap isterinya, (2) tipe sadist: merasa senang jika mengganggu, meng-hina, atau menyakiti isterinya secara jasmaniah atau rokhaniah, (3) tipe hiperseksual: yang tidak puas dengan koitus berkali-kali dengan isterinya, dan masih memerlukan wanita-wanita lain untuk memberikan kepuasan seksualnya, (4) tipe suami yang hemat: yang selalu menegur isterinya untuk berhemat, (5) tipe pekerja berat: yang mementingkan kerja, sehingga tidak ada waktu berrekreasi bersama keluarga, dan (6) tipe eksplosif: yang lekas marah, tidak sabar dan menguasai (S.J. Warouw: 1964, dalam Sinolungan, 1979: 126-127).

Keharmonisan hubungan suami-isteri besar pengaruhnya ter-hadap kesehatan perilaku seksual mereka. Hubungan keluarga yang terganggu, komunikasi suami-isteri yang tidak baik, dapat menjadi penyebab terjadinya gangguan fungsi seksual mereka (Wimpie Pangkahila, 2008: 8).

(15)

KONSELING PERKAWINAN

Hadirin yang saya hormati,

Perkawinan adalah suatu ikatan antara pria dan wanita sebagai suami isteri berdasarkan hukum (UU), hukum agama atau adat istiadat yang berlaku (Dadang Hawari, 2006: 58). Sedangkan menurut Undang-Undang Perkawinan (Undang-Undang No. 1 Tahun 1974) yang dimaksud dengan perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dalam perkawinan terdapat ikatan lahir batin, yang berarti bahwa dalam perkawinan itu perlu adanya ikatan tersebut pada keduanya. Ikatan lahir adalah merupakan ikatan yang menampak, ikatan formal sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada. Ikatan formal ini adalah nyata, baik yang mengikat dirinya yaitu suami dan isteri, maupun bagi orang lain yaitu masyarakat luas. Ikatan batin adalah ikatan yang tidak nampak secara langsung, tetapi merupakan ikatan psikologik. Antara suami dan isteri harus ada ikatan ini, harus saling mencintai satu sama lain, tidak adanya paksaan dalam perkawinan. Bila perkawinan dengan paksaan, tidak adanya cinta kasih satu dengan yang lain, maka berarti bahwa dalam perkawinan tersebut tidak ada ikatan batin (Bimo Walgito, 1984:10).

(16)

yang mewujudkan diri dalam berbagai bentuk, terutama dalam bentuk hubungan antar manusia sebagai pria dan wanita.

Atas dasar pendapat-pendapat atau rumusan-rumusan tersebut dapatlahdisimpulkanbahwa perkawinan atau pernikahan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-isteri atas dasar cinta dengan tujuan mem-bentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal ber-dasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Hadirin yang saya hormati,

Tujuan perkawinan implisit di dalam rumusan tentang pengertian perkawinan sebagaimana diuraikan di muka. Lebih jelasnya, dalam pasal 1 Undang-Undang Perkawinan tersebut dikemukakanbahwatujuanperkawinanadalahmembentukkeluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Rumusan tujuan perkawinan tersebut meng-isyaratkan bahwa tujuan kedua individu yang melakukan perka-winan itu haruslah sama. Tidaklah termasuk ke dalam pengertian ini kalau tujuannya berbeda. Kalau sampai terdapat tujuan yang berbeda, tentu saja perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena tujuan yang tidak sama antara suami dan isteri akan merupakan sumber permasalahan dalam keluarga. Untuk mem-bentuk keluarga yang bahagia perlu mempersatukan tujuan yang akan dicapai dalam perkawinan itu.

(17)

utama, bagi kehidupan yang etis. Itulah seni hidup yang paling sukar. Jika kondisi itu tercapai, dapat dikatakan bahwa hidup kita telah berhasil sebagai hidup yang produktif. Hidup yang produktif ialah hidup yang sangat besar manfaatnya, hidup yang banyak amalnya, yang tidak konsumtif sebagai parasit yang hidup dari usaha orang lain.

Tidak ada suatu perkawinan yang tidak mengalami cobaan, bagaikan peribahasa yang mengatakan dalam mengarungi bahtera rumah tangga itu tidak selamanya angin dari arah buritan, ter-kadang badai menghadang. Di sinilah seni hidup, mereka yang berhasil melampuainya akan berakhir pada tujuan kebahagiaan rumah tangga (Dadang Hawari, 2006: ix).

Konflik atau masalah-masalah yang dialami oleh pasangan suami-isteri selayaknya diatasi dan bukan dihindari. Menghindari masalah tak ubahnya merusak diri (self-defeating). Konseling perkawinan merupakan salah satu pendekatan dalam mengatasi konflik atau masalah dalam perkawinan tersebut. Lalu apa kon-seling perkawinan itu?

Hadirin yang saya hormati,

Konseling perkawinan yang memiliki istilah lain: couple

counseling, marriage counseling, dan marital counseling,

(18)

hidup sebagai pasangan suami-isteri, yang bermuara pada teratasi-nya masalah yang dihadapiteratasi-nya (Soeharto, 2007:5).

Konseling perkawinan bebeda dengan konseling pranikah dan konseling keluarga. Konseling pranikah (premarital counseling)

merupakan konseling yang diselenggarakan kepada pihak-pihak yang belum menikah, sehubungan dengan rencana pernikahannya, seperti: dalam rangka membuat keputusan agar lebih mantap dan dapat melakukan penyesuaian di kemudian hari secara lebih baik Sedangkan konseling keluarga (family counseling) secara umum dibatasi sebagai konseling yang berhubungan dengan masalah-masalah keluarga, seperti: hubungan peran di keluarga, masalah-masalah komunikasi, tekanan dan peraturan keluarga, ketegangan orang tua-anak, dan lain-lain. Pemecahan masalah yang dialami oleh anggota keluarga perlu adanya keterlibatan anggota keluarga lainnya. Sementara konseling perkawinan lebih menekankan pada

masalah-masalah pasangan suami-isteri(Latipun,2008:222-230). Membedakansecarasangat ketat antara konseling perkawinan

dan konseling keluarga adalah tidak gampang, dan oleh karenanya dalam kajian ini ada kemungkinan menyentuh wilayah konseling keluarga. Yang jelas, pemecahan masalah-masalah baik yang di-alami oleh pasangan suami-isteri maupun yang didi-alami oleh anggota keluarga, adalah menggunakan pendekatan konseling. Pendekatan konseling bercirikan pemecahan masalah yang di-tempuh melalui komunikasi dua arah (two way traffic) antara konselor dengan klien, dan bukan satu arah (one way traffic) seperti dalam kepenasihatan.

Hadirin yang saya hormati,

(19)

menentu-kan apakah suatu pasangan suami-isteri harus bercerai atau tidak. Tujuan konseling perkawinan adalah membantu klien-kliennya untuk mengaktualisasikan yang menjadi perhatian pribadi, apakah dengan jalan bercerai atau tidak (Brammer & Shostrom,1982:348-349); membantu klien membuat keputusannya sendiri bercerai atau tidak, dan konselor bertanggung jawab membantunya berfikir secara rasional, dan oleh karenanya klien dapat hidup dengan keputusan yang dibuatnya (Gibson and Mitchell, 1986:100).

Dalam konseling perkawinan, konselor membantu klien (pasangan) untuk melihat realitas yang dihadapi, dan membantu membuat keputusan yang tepat bagi keduanya. Keputusannya dapat berbentuk menyatu kembali, berpisah, cerai; dalam rangka mencari kehidupan yang lebih harmonis, dan menimbulkan rasa aman bagi keduanya. Huff dan Miller, mengemukakan bahwa tujuan jangka panjang daripada konseling perkawinan adalah: (1) meningkat-kan kesadaran dirinya dan dapat saling empati di antara pasangan, (2) meningkatkan kesadaran tentang kekuatan dan kelemahan masing-masing, (3) meningkatkan sikap saling membuka diri, (4) meningkatkan hubungan yang lebih intim, (5) mengembangkan ketrampilan komunikasi, pemecahan masalah, dan mengelola konfliknya (Brammer and Shostrom, 1982:348-349).

Hadirin yang saya hormati,

(20)

Di bagian depan telah dijelaskan bahwa pada dasarnya suatu perkawinan tidak akan terelakkan dari konflik. Adalah wajar dalam suatu perkawinan terjadi pertengkaran antara suami dengan isteri. Di samping nilai negatifnya, pertengkaran suami-isteri terdapat juga nilai positifnya. Beberapa terapis perkawinan, menekankan bahwa memang dalam situasi yang tepat, pertengkaran dapat memproduksi kedekatan yang lebih di antara pasangan (Sawitri Supardi Sadarjoen, 2005:100). Beberapa terapis perkawinan ter-sebut menyarankan beberapa cara untuk mengatasi konflik secara adil dan produktif, sebagai berikut:

1. Hendaknya pasangan mengungkapkan keluhan secara spesi-fik dan meminta pasangannya untuk melakukan perubahan-perubahan perlakuan dan tingkah laku yang memang bisa diubah agar segala sesuatu menjadi lebih baik. Untuk itu, pasangan harus mengungkapkan keurutan isu-isu tertentu yang pasti pada waktu yang tepat.

2. Pasanganhendaknyamemahami diri masing-masing, dengan mencoba meminta dan memberikan umpan balik dari pasangannya.

3. Pasangantidakdibenarkanuntukmembuatkeputusan tentang karakteristik spesifik tertentu pasangannya, misalnya:

” Kamu keras kepala” , ” Kamu pembohong” . Pasangan juga

tidak dibenarkan membuat keputusan seolah pasangannya tidak mungkin untuk konsisten terhadap kesepakatan yang telah ditentukan oleh pasangan, apalagi dengan kata-kata yang mengandung unsur sarkastik.

(21)

relevan dengan masalah aktual yang saat ini dan pada waktu ini terjadi.

5. Pasangan hendaknya mempertimbangkan kemungkinan untuk selalu mencari jalan kompromi, karena tidak akan pernah menjadi pemenang tunggal dalam argumentasi yang jujurdiantarapasanganperkawinan. Dalam hal ini, pasangan harus mengingat bahwa mereka adalah satu tim dan bukan dua kelompok yang berbeda dan terpisah.

6. Pasangan harus trampil untuk berkomunikasi dengan penuh empati sehingga mampu memahami sudut pandang pasangannya. Pasangan hendaknya memiliki optimisme bahwa akan selalu dapat dicapai satu jalan terbaik bagi penyelesaian konflik yang mereka hadapi.

Hadirin yang saya hormati,

Kita semua baik yang sudah menikah maupun yang baru akan menikah pasti menginginkan pernikahan/perkawinan kita mencapai hubungan perkawinan yang sehat dan bahagia. Untuk itu perlu adanya pegangan atau kriteria yang jelas untuk perwujudannya. Adapun pegangan atau kriteria menuju hubungan perkawinan yang sehat dan bahagia, atau keluarga yang harmonis, adalah sebagai berikut:

(22)

mem-punyai komitmen agama sama sekali, memmem-punyai resiko empat kali untuk tidak berbahagia dalam keluarganya. 2. Waktu bersama keluarga. Waktu untuk bersama keluarga itu

harus ada. Menciptakan suasana kebersamaan dengan unsur keluarga itu penting. Untuk memelihara perkawinan itu sendiri, seorang suami harus menyempatkan waktu untuk isterinya. Berdua saja, tidak dengan anak-anak lagi pergi ke mana saja secara pribadi.

3. Hubungan yang baik antar anggota keluarga. Harus dicipta-kan hubungan yang baik antara anggota keluarga. Harus ada komunikasi yang baik (timbal balik), demokratis. Ayah dan ibu dituntut untuk menciptakan suasana yang komunikatif dan demokratis.

4. Saling harga menghargai antar anggota keluarga. Seorang anak perlu menghargai sikap ayahnya, begitu juga ayah bisa menghargai prestasi anak atau sikap anak. Seorang isteri menghargai sikap suami dan sebaliknya suami menghargai sikap isteri.

5. Hubungan yang erat dalam keluarga. Hubungan antara ayah, ibu, dan anak harus erat dan kuat. Jangan longgar dan rapuh. Hubungannya harus menghasilkan keadaan dekat di mata dekat dihati. Setidaknya jauh di mata dekat di hati, dan bukannya dekat di mata jauh di hati atau jauh di mata jauh di hati.

(23)

Kaitannya dengan pembinaan rumah tangga yang harmonis, Rasullullah Muhammad SAW memberi nasihat kepada pasangan yang hendak menikah dengan mengemukakan 3 hal menjadi suami yang baik dan 3 hal menjadi isteri yang baik. Suami yang baik, adalah suami yang: (1) setia pada isterinya, (2) bertanggung jawab terhadap isteri dan keluarganya (anak-anaknya), (3) tidak kasar terhadap isterinya. Sedangkan isteri yang baik, adalah isteri yang: (1) loyal pada suaminya, (2) hormat (respect) kepada suaminya, (3) melayani dan merawat suaminya dengan baik, lemah lembut, dan penuh kasih sayang. Konselor perkawinan sering menambah-kan bahwa isteri yang baik itu adalah isteri yang anggun di depan umum, hemat di dapur, dan hangat di tempat tidur (Dadang Hawari, 2006:9-12).

Hadirin yang saya hormati,

Perkawinan yang bahagia tidak cukup hanya didukung dengan cinta dan pemenuhan kebutuhan biologis saja, meskipun cinta diperlukan dan bahkan menjadi syarat dalam suatu per-kawinan. Bekal cinta dan pemenuhan kebutuhan biologis saja tidak cukup, karena pada hakekatnya kebahagiaan suatu perkawinan terletak pada sampai seberapa jauh kemampuan masing-masing pasangan untuk saling berintegrasi dari dua kepribadian yang berbeda. Cinta dan kepuasan biologik mungkin menyenangkan pada awal perkawinan, tetapi tidak akan berlangsung lama; karena masing-masing pasangan tidak mampu untuk saling berintegrasi dan beradaptasi menjaga hubungan silaturahmi (Dadang Hawari, 2006: 27-28).

(24)

mene-rima kasih sayang, (2) suami-isteri merupakan kemitraan persaha-batan (bukan rival atau pesaing satu dengan lainnya), (3) saling memuaskan dalam pemenuhan kebutuhan biologis (seksual) dan bertindak serta berperilaku sesuai dengan etika moral agama, (4) masing-masing pihak mempunyai komitmen dalam pengambilan keputusan(keputusan bersama), (5) saling menjaga dan memelihara hubungan sosial dengan anak-anak dan keluarga kedua belah pihak. Kelima ikatan tersebut merupakan pilar bagi keharmonisan rumah tangga, sehingga terjadinya perselingkuhan amat kecil karena masing-masing saling menjaga terhadap intervensi pihak ketiga (Dadang Hawari, 2006: 43-44).

Perselingkuhan dapat berakibat perceraian, namun perceraian dapat dihindari manakala masing-masing memiliki komitmen untuk memperhatikan faktor-faktor penting yang terkait dengan itu. Faktor-faktor yang menentukan perkawinan pasca perselingkuhan dapat dipertahankan, adalah:

1. Kesadaran dan pengakuan bahwa perselingkuhan itu adalah perbuatan yang melanggar norma-norma hukum perkawin-an, moral etik agama. Atau dengan kata lain, suami atau isteri yang berselingkuh itu menyadari kesalahannya.

2. Adanya penyesalan, rasa bersalah dan berdosa terhadap perselingkuhan yang telah dilakukannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

3. Adanya kesediaan dari suami atau isteri untuk melepaskan pasangan selingkuhnya.

4. Adanya motivasi dari pasangan suami-isteri untuk berniat mempertahankan perkawinan. Motivasi ini harus datang dari kedua belah pihak.

(25)

Hadirin yang saya hormati,

Terkait dengan isu poligami yang belakangan ini banyak dibicarakan orang (terlepas dari pro atau kontra), konselor per-kawinan menyarankan agar para isteri berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi isteri yang berbakti, demi meraih kasih sayang suami sepenuhnya. Di samping itu, senantiasa berlapang dada menerima apapun yang ditakdirkan Allah SWT, karena pilihan Allah adalah jalan terbaik yang diberikan-Nya. Beberapa ciri isteri yang berbakti kepada suaminya dan taat kepada Allah SWT, adalah: (1) mentaati suami, (2) mensyukuri segala sesuatu yang diberikan suami, (3) menjaga amanah, (4) selalu menjaga penampilan agar tetap menarik, (5) tidak buruk sangka dan cemburu buta, (6) bersikap lemah lembut, (7) pandai bergaul dengan keluarga suami, (8) selalu jujur dan terbuka, (9) menjaga perasaan suami, (10) membiasakan budaya musyawarah (Abu Azzam Abdillah, 2007:73-81).

Yang masih menjadi pertanyaan adalah, kalaulah semua itu sudah diupayakan dalam kualitas yang baik, apakah dapat dijamin bahwa suami tidak akan melakukan poligami atau berselingkuh?

Wallahu alam. Yang jelas, masih ada hal lain yang harus kita

(26)

lebih tertarik kepada sesama wanita (lesbian); itu pertanda kompo-sisi unsur maskulinitas dan femininitas dalam dirinya tidak propor-sional. Lalu harus bagaimana? Upaya lahiriah tersebut harus di-lakukan sebaik-baiknya, disertai permohonan yang sungguh-sungguh kepada Allah SWT dengan pengharapan semoga Allah memberikan yang terbaik kepada kita semua dan kepada yang telah keliru diberi kekuatan untuk kembali ke jalan yang benar.

Hadirin yang saya hormati,

Kaitannya dengan komunikasi seksual yang membahagiakan, pasangan suami-isteri selayaknya memperhatikan pentingnya komunikasi yang baik dengan pasangannya.

Terdapat empat area penting dalam kualitas komunikasi yang berpengaruh pada perbaikan komunikasi seksual, yaitu: pertanda (signals), makna (meaning), perasaan (feeling), dan peranan (roles) (Sawitri Supardi Sadarjoen, 2005: 101-104).

1. Pertanda (signals)

Untuk melakukan dan meningkatkan komunikasi seksual, pasangan dapat menggunakan pertanda (signals) sebagai komuni-kasi non-verbal. Komunikomuni-kasi non-verbal memang paling sukses untuk meningkatkan komunikasi seksual, apabila rabaan dapat dirasakan, desahan dapat didengarkan, dan senyuman dapat dilihat. Jadi, orang yang menerima signal juga harus mampu mendengar aktif, melihat, mengarahkan perhatian, dan mengenali signal-signal yang signifikan. Namun, yang sering terjadi justru pasangannya tidak mampu membaca signal dengan baik. Dengan demikian, tanggung jawab signal sebetulnya hanya bernilai separuh dari apa yang diharapkan.

(27)

komunikasi seksual mereka dengan belajar memahami masing-masing signal yang diberikan oleh pasangannya. Kesimpulan yang menyatakan bahwa setiap orang secara alami akan mampu mema-hami signal yang diberikan oleh pasangannya, sehingga tidak perlu belajar memahaminya; malahan menjadi sumber kesulitan kehi-dupan seksualya (Bell dan Lobzenz, 1977).

2. Makna ( Meanings )

Makna dibalik kata-kata atau gestur dapat saling dipahami, dan menjadi fasilitator yang baik. Pasangan harus mampu menangkap makna yang terkandung dari setiap kejadian. Misalnya, kemampuan menangkap makna yang terkandung dari kejadian seorang isteri memasukkan tangannya ke dalam kemeja suaminya atau mengencangkan ikatan dasi suaminya, berpengaruh terhadap respon lanjut yang akan diberikan oleh suaminya. Namun, mungkin saja pasangan mengalami kesulitan dalam menangkap makna dari

signal yang diberikan oleh pasangannya. Misalnya, seorang suami

yang mengatakan bahwa ” Saya mau tidur sekarang” , sering isteri tidak menangkap makna yang tersirat dari ungkapan tersebut dan berpendapat bahwa suaminya memang lelah dan mau tidur lebih dulu, sehingga isteri dapat melanjutkan menikmati tayangan tele-visi. Padahal, dengan ungkapan tersebut suami memberikan signal

bahwa ia membutuhkan kesediaan isterinya untuk melakukan hubungan seksual.

3. Perasaan (Feelings)

(28)

perasaannya dan menghargai bahwa perasaan tersebut memang tepat (walaupun belum tentu pasangannya menyetujuinya), akan meningkatkan keintiman seksual. Misalnya, isteri menyatakan perasaannya dengan kata-kata ”Aku kangen mas”, akan membuat tumbuh empati suaminya dan selanjutnya bertambah intim komuni-kasi seksualnya.

4. Peranan (Roles)

(29)

IMPLIKASI

Hadirin yang saya hormati,

Kajian terhadap 3 (tiga) variabel di atas, mengandung impli-kasi sebagai berikut:

1. Kesehatan perilaku seksual suami, isteri, atau suami-isteri; akan mewarnai kualitas hidup mereka, akan mewarnai kebahagiaan hidup mereka; artinya suami, isteri, atau suami-isteri yang sehat perilaku seksualnya dimungkinkan mempunyai peluang untuk dapat berkualitas hidupnya, bahagia hidupnya; dan sebaliknya yang tidak sehat perilaku seksualnya tidak mempunyai peluang untuk berkualitas hidupnya, untuk bahagia hidupnya.

2. Sehat tidaknya perilaku seksual suami, isteri, atau suami-isteri dapat dipengaruhi oleh faktor harmonis tidaknya hubungan mereka. Dengan kata lain, keharmonisan hubungan suami-isteri dapat mempengaruhi kesehatan perilaku seksual mereka; demi-kian pula sebaliknya kesehatan perilaku seksual suami, isteri, atau suami-isteri dapat mempengaruhi keharmonisan hubungan mereka. Kalau ketidak sehatan perilaku seksual suami atau isteri adalah positif karena hubungan dengan pasangannya sedang tidak harmonis, tidak usah bingung-bingung mencari obat kuat (bagi suami) atau obat perangsang gairah seksual (bagi isteri) atau ke dokter. Upaya itu akan sia-sia. Diselesaikan masalahnya dan dinetralisir perasaan-perasaan negatif yang ada saja dulu, Insya Allah potensi untuk dapat lagi melakukan hubungan seksual akan muncul kembali, dan keberhasilan akan diraih atas ridho Allah SWT.

(30)

hidupnya; sesuai tujuan perkawinannya dan menjadi dambaan banyak pasangan. Layanan konseling perkawinan yang di-selenggarakan oleh siapapun atau institusi manapun selayaknya menjadi kebutuhan bagi yang memerlukan, baik untuk tujuan-tujuan preventif, kuratif, maupun preservatif agar keadaan yang ”mengerikan” tidak terjadi.

5. Terkait dengan penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia yang sudah akan diperluas di mana tidak lagi hanya di sekolah-sekolah, melainkan juga di masyarakat; berarti perlu penataan kembali kurikulum Program Studi Bimbingan dan Konseling yang sesuai secara bertahap. Ini berarti pula bahwa kajian yang saya lakukan terhadap variabel-variabel di atas bermakna ”men-triger” sekaligus ”menjemput bola” atas terselenggaranya layanan bimbingan dan konseling yang lebih luas sebagaimana diharapkan. Tidak berlebihan kiranya apabila dikatakan bahwa berfikir dan mengupayakan terwujudnya hal ini adalah salah satu kewajiban saya sebagai Guru Besar di Program Studi Bimbingan dan Konseling.

KESIMPULAN

Hadirin yang saya hormati,

(31)

merupakan salah satu alternatif yang cukup menjanjikan untuk dapat diperolehnya kembali keharmonisan dan kebahagiaan sebagai suami-isteri, dan pada gilirannya perilaku seksual yang sehat dapat dinikmati kembali atas ridho Allah SWT.

Sesuai dengan tuntutan perkembangan dan kebutuhan, layanan bimbingan dan konseling di Indonesia sudah saatnya diperluas tidak lagi hanya diselenggarakan di sekolah-sekolah; tetapi juga di masyarakat, seperti: layanan konseling perkawinan, konseling keluarga, konseling seksual, dan lain-lain. Tentu saja diawali dengan penataan kurikulum yang sesuai secara bertahap.

Ucapan Terima Kasih

Hadirin yang saya hormati,

Mengakhiri pidato pengukuhan saya ini, perkenankan saya sekali lagi mengungkapkan rasa syukur saya ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rakhmat, hidayah, dan innayah-Nya kepada saya sekeluarga; sehingga pada hari ini saya dapat dikukuhkan sebagai Guru Besar. Di samping itu, pada kesempatan ini perkenankan saya mengungkapkan perasaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan jasanya, sehingga saya diperkenankan memangku jabatan fungsional terhormat sebagai Guru Besar bidang Bimbing-an dBimbing-an Konseling di FKIP Universitas Sebelas Maret.

Sangat banyak yang telah berjasa mengantarkan saya menjadi Guru Besar ini, di antaranya:

(32)

2. Rektor Universitas Sebelas Maret yang juga Ketua Senat: Bapak Prof. Dr. H. Moch. Syamsulhadi, dr. Sp.KJ.(K); Sekre-taris Senat: Bapak Prof. Dr. H. Aris Sudiyanto, dr, Sp.KJ.(K); dan segenap anggota Senat Universitas. Demikian pula Dekan yang juga sebagai Ketua Senat FKIP Universitas Sebelas Maret: Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatulah, M.Pd; para Pembantu Dekan; Ketua dan Sekretaris Jurusan; Ketua dan Sekretaris Program Studi; beserta seluruh anggota Senat Fakultas; yang telah mengusulkan saya untuk memangku jabatan akademik Guru Besar di FKIP Universitas Sebelas Maret. Di samping itu, juga para senior dan rekan sejawat di Program Studi Bimbingan dan Konseling, yang telah memberi-kan dorongan dan kesempatan kepada saya untuk memangku jabatan akademik yang terhormat ini.

3. Prof. Dr. H. Muh. Djawad Dahlan (alm); Prof. Dr. H. Rochman Natawidjaja; Prof.Dr. Kusdwiratri Setiono; Prof.Dr. H. Achmad Sanusi; Prof. Dr. H. Moh. Surya; Prof. Dra. Hj. Warkitri; Prof. Dr. H. M. Saleh Muntasir (alm); beliau semua adalah Promotor danCo-PromotorpenulisandisertasisertaPembimbing penulis-an thesis/skripsi saya, ypenulis-ang telah ikut serta memberikpenulis-an sumbangan dalam pendewasaan dan pengembangan kemam-puan akademik saya.

4. Para senior saya yang selalu mendorong saya untuk mencapai jabatan akademik Guru Besar ini, yakni: Drs. H. Thulus Hidayat, SU, MA; Dra. Hj. Chosiyah, M.Pd; Dr. H. Soetarno, M.Pd; Prof. Drs. Anton Sukarno, M.Pd; Prof. Dr. Kunardi, M.Pd; Prof. Dr. H. Santosa, MS, Sp.Ok. Pimpinan dan mantan pimpinan Program Studi Penyuluhan Pembangunan PPs UNS, yakni: Prof. Dr. Totok Mardikanto, MS; Prof. Dr. H. Rafik

Karsidi, MS (yang juga PR I UNS); Ir. Supangya, MS; Dr. Ir. Hj. Eny Lestari, MS, dan rekan-rekan di Pusat Studi

(33)

Sudiyanto, dr, Sp.KJ (K); Prof. Dr. H. Fanani, dr, Sp.KJ (K); Prof. Dr. H. Setiono, SH, MH; dr. Murbono, Sp.KK; dr. H. Istar Yuliadi; H. Arista, S.Psi,MM; dr. Andri Putranto, M.Kes. yang selalu memotivasi saya untuk beranjak ke jabatan akade-mik Guru Besar. Tidak lupa, kolega saya Taufiq Lilo, ST., MT yang telah banyak membantu penyiapan pidato pengukuhan ini. 5. Semua guru saya sejak Sekolah Rakyat (SR) sampai dengan

Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan semua dosen saya di Program S1, S2, dan S3 yang tidak dapat saya sebut satu per-satu; yang telah membekali ilmu pengetahuan dan ketrampilan serta ikut menanamkan semangat untuk selalu menuntut ilmu dan kemandirian pada diri saya.

6. Kedua orang tua saya Bapak dan Ibu Marmosuwarno (alm dan almh), yang di kala suka dan sulit telah dengan sabar dan penuh kasih sayang mengasuh, mendidik, dan membesarkan saya; disertai pengorbanan dan jerih payah yang luar biasa dan penuh keikhlasan. Demikian pula senantiasa mendoakan dan merestui, serta mendorong setiap perjuangan saya agar bisa hidup layak di masyarakat. Kedua mertua saya Bapak dan Ibu Wiryowitono (alm dan almh) utamanya ayah mertua yang dengan gaya mendidiknya justru membuat saya dan isteri menjadi pribadi mandiri.

(34)

8. Isteri saya tercinta Dra. Hj. Dwi Harini, dan keempat anak saya tersayang (termasuk menantu): Rini Hartanti Septina Soeharto, SE.Ak dan Gatut Nugroho Agung Darmawan, ST (menantu); Dewi Wulansih Agustina Soeharto, SE; dan Erni Kusuma Meisita Soeharto; yang telah banyak berkorban dan berdoa selama saya menempuh pendidikan formal di Bandung (S2 dan S3), pendidikan dan latihan tambahan di Jakarta dan di Penang, Malaysia; dan telah mendorong saya untuk mencapai jabatan akademik Guru Besar ini.

Sekali lagi, kepada semua yang saya sebut tadi dan yang tidak sempat saya sebut satu persatu saya sampaikan banyak terima kasih, semoga Allah memberikan balasan yang lebih banyak lagi, dan mohon maaf yang sebesar-besarnya atas kekhilafan yang telah saya perbuat. Amien.

Bi-Llahit al-Taufiq Waal-hidayah.

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Abu Azzam Abdillah. (2007). Agar Suami tak Berpoligami: Meraih

Simpati Suami Tanpa Menentang Syar’i. Bandung:

Iqomatuddin Press.

Ali Qaimi. (2007), terjemahan: Abu Hamida MZ. Pernikahan:

Masalah & Solusinya. Jakarta: Cahaya.

Bimo Walgito.(1984). Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta: Yabit Fak. Psikologi UGM.

Brammer, L.M & Shostrom, E.L. (1982). Therapeutic Psychology:

Fundamentals of Counseling and Psychotherapy. Englewood

Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Burgess, Ernest W & Locke, Harvey J. (1960). The Family, From

Institution to Companionship. New York: American Book

Company.

Dadang Hawari (2006). Marriage Counseling (Konsultasi

Perka-winan). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Gibson, Robert L & Mitchell, Marianne H. (1986). Introduction to

Counseling and Guidance. New York: MacMillan Publishing

Company.

Latipun. (2008). Psikologi Konseling. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Lembaran Negara RI Tahun 1974 No. 1. (1974). Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

(36)

Sawitri Supardi Sadarjoen.(2005). Konflik Marital: Pemahaman

Konseptual, Aktual, dan Alternatif Solusinya. Bandung:

Refika Aditama.

Sikun Pribadi dan Subowo. (1981). Menuju Keluarga Bijaksana. Bandung: Yayasan Sekolah Isteri Bijaksana.

Sinolungan, A.E. (1979). Pengaruh Keluarga di Dalam Masalah Kecenderungan Nakal Siswa Remaja pada SMA-SMA

Manado. (Disertasi). Bandung: Sekolah Pascasarjana IKIP

Bandung.

Soeharto. (1986). Sumbangan Keutuhan Keluarga dan Inteligensi

Anak Terhadap Adekuasi Penyesuaian Dirinya (Thesis).

Bandung: Fakultas Pasca Sarjana.

Soeharto. (2007). Konseling Kesehatan Seksual. (Makalah). Surakarta: Pusat Studi Kesehatan Seksual.

Soeharto. (2007). Konseling Perkawinan dan Kesehatan Seksual. (Makalah). Surakarta: Pusat studi Kesehatan Seksual.

Wimpie Pangkahila. (2006). Seks yang Membahagiakan:

(37)

BIODATA

A. Identitas

1. Nama : Prof. Dr. H. Soeharto, M.Pd 2. Tempat, tgl. lahir : Sragen, 19 Juli 1949

3. Agama : Islam

4. Alamat rumah : Jajar, Gg. Jambu V No. 3 RT. 05 RW.V Solo

5. Status : Kawin

a. Isteri : Dra. Hj. Dwi Harini

b. Anak : 1. RiniHartantiSeptinaSoeharto, SE.Ak. Gatut Nugroho Agung Darmawan, ST

(menantu)

2. Dewi Wulansih Agustina Soeharto, SE 3. Erni Kusuma Meisita Soeharto

(mahasiswi UNS)

B. Riwayat Pendidikan

1. SR Negeri Celep, Kedawung, Sragen, lulus tahun 1961 2. SMP Negeri 1 Sragen, lulus tahun 1964

3. SPG Negeri Sragen, lulus tahun 1968

4. Sarjana Muda (BA), FIP IKIP Surakarta, Jurusan Bim-bingan dan Penyuluhan, lulus tahun 1971

5. Sarjana (Drs), FIP IKIP Surakarta, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan, lulus tahun 1974

6. Magister Pendidikan (M.Pd), IKIP Bandung, Jurusan Bim-bingan dan Penyuluhan, lulus tahun 1986

(38)

8. Pendidikan/Latihan lainnya:

a. Pendidikan Bimbingan dan Konseling Perguruan Tinggi, di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Jakarta, tahun 1981.

b. Pendidikan dan Latihan Pengembangan Instrumen Evaluasi Pembelajaran pada Studi Non-Tradisional Roles of Teacher (NTR) di UNS oleh INOTECH CENTRE, tahun 1981.

c. Mengikuti ”Asian Training Workshop on Measuring Non-Cognitive Aspects of Educational Objective” (sebagai peserta), di Penang, Malaysia, tahun 1982. d. Mengikuti Latihan Bimbingan Pendidikan dan Jabatan

yang diselenggarakan oleh Asian Regional Assosiation for Vocational and Educational Guidance (ARAVEG), di Jakarta, tahun 1983.

e. Akta Mengajar V, UNS, tahun 1986.

C. Riwayat Pekerjaan

1. 1976 – sekarang : Staf PengajarProgramStudiBimbingan dan Konseling, Jurusan Ilmu Pendi-dikan, FKIP UNS

2. 1982 – 1983 : Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan, FIP, UNS

3. 1986 - 1994 : Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling, FKIP, UNS

4. 1998 - 1999 : Ketua Unit Pelayanan Bimbingan dan Konseling Mahasiswa, UNS

(39)

6. 2003 – 2004 : Kepala Pusat Pengembangan Sistem Belajar Mandiri (Pusbangjari), Lem-baga Pengembangan Pendidikan, UNS 7. 2002 – sekarang : Staf Pengajar pada Program Studi Penyuluhan Pembangunan, Program Pascasarjana UNS.

D. Riwayat Kepangkatan

1. Penata Muda/Asisten Ahli Madya, III/a-CAPEG, tmt. 1 Maret 1976.

2. Penata Muda/Asisten Ahli Madya, III/a, tmt. 1 April 1977. 3. Penata Muda Tingkat I/Asisten Ahli, III/b, tmt. 1 Oktober

1979.

4. Penata/Lektor Muda, III/c, tmt. 1 Oktober 1981. 5. Penata/Lektor Madya, III/d, tmt. 1 Oktober 1983. 6. Pembina/Lektor, IV/a, tmt. 1 April 1989.

(40)

6.

(41)

3. Pengembangan Alat Ukur Kesehatan Pribadi Pegawai, tahun 1989.

4. Studi Eksploratif Tentang Masalah-Masalah Mahasiswa dan Faktor-Faktor yang Melatar Belakanginya pada Mahasiswa FKIP Universitas Sebelas Maret, tahun 1990.

5. Kesulitan Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Dikaitkan Dengan Latar Belakang dan Tingkat Pendidikannya, pada Guru BK Sekolah Menengah se-Propinsi Jawa Tengah, tahun 1991.

6. Kedisiplinan Belajar Ditinjau dari Segi Inteligensi dan Prestasi Belajar Pada Mahasiswa Kelompok Fakultas Eksakta dan Non-Eksakta Universitas Sebelas Maret Surakarta, tahun 1992.

7. Studi Tentang Tingkat Penguasaan Kompetensi Konselor dan Faktor-Faktor Utama yang Melatarbelakangi, pada Guru BK SMTP dan SMTA di Propinsi Jawa Tengah, tahun 1992.

8. Kemampuan Daya Serap Mahasiswa D-II PGSD Program Penyetaraan Ditinjau dari Penguasaan Bahan Belajar yang Dimodulkan, Persepsi Terhadap Strategi Dosen, Masa Kerja, dan Lokasi Kerja, tahun 1994.

9. Identifikasi Masalah-Masalah Dalam Pengembangan Peningkatan Mutu Akademik di Universitas Sebelas Maret, tahun 1994.

10. Penelitian Tentang Kecenderungan Kepribadian Remaja yang Bersekolah di Pondok Pesantren, tahun 1994.

(42)

12. Studi Tentang Efektivitas Penyelenggaraan Pendidikan Model Crash Program di Universitas Sebelas Maret, tahun 1999.

13. Model Hipotetik Layanan Bimbingan dan Konseling di Universitas Sebelas Maret, tahun 1999.

14. Penelitian Terhadap PBM yang Dilakukan Oleh Peserta Pekerti Dari FKIP Universitas Sebelas Maret, tahun 2000. 15. Sumbangan Penggunaan Buku Pegangan Kuliah (BPK)

Dalam Proses Belajar-Mengajar Terhadap Kemandirian Belajar Mahasiswa, tahun 2000.

16. Perkembangan Buku Pegangan Kuliah (BPK) di UNS, Faktor-faktor yang Mempengaruhi, dan Alternatif Peme-cahannya, tahun 2000.

17. Studi Eksplorasi Tentang Persepsi Profil Kinerja Pembim-bing Akademik Menurut Pandangan Mahasiswa FKIP Universitas Sebelas Maret, tahun 2006.

18. Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) Lulusan UNS Ditinjau dari Implementasi Prinsip-prinsip Evaluasi Pembelajaran yang Dilakukan Oleh Dosen-dosen UNS, tahun 2002.

19. Model Bimbingan dan Konseling Perkembangan di SMP: Dikembangkan Berdasarkan Tingkat Pencapaian Tugas-Tugas Perkembangan Siswa, Lingkungan Perkembangan Siswa, dan Implementasi Aktual Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah (Disertasi), tahun 1998.

20.Tingkat Pencapaian Tugas-Tugas Perkembangan Siswa, Faktor Pendorong dan Penghambat, serta Alternatif Inter-vensinya; pada Siswa-Siswa SMA Negeri Di Surakarta, tahun 2007.

(43)

G. Pengabdian kepada Masyarakat

1. Sebagai tester dalam pemilihan Jurusan di SMA, MAN, dan lainnya, tahun 1998, 1999.

2. Ceramah tentang hubungan suami-isteri dan orang tua-anak dalam keluarga harmonis, dan pendidikan agama & kesehatan jiwa dalam keluarga; pada isteri-isteri siswa STUKPA di Pangkalan TNI-AU Adi Sumarmo, tahun 1999. 3. Ceramah tentang hubungan suami-isteri dan orang tua-anak

dalam keluarga harmonis, dan pendidikan agama & kese-hatan jiwa dalam keluarga; pada isteri-isteri siswa STUKPA di Pangkalan TNI-AU Adi Sumarmo, tahun 2000.

4. Ceramah tentang hubungan suami-isteri dan orang tua-anak dalam keluarga harmonis, dan pendidikan agama & kese-hatan jiwa dalam keluarga; pada isteri-isteri siswa STUKPA di Pangkalan TNI-AU Adi Sumarmo, tahun 2001.

5. Ceramah tentang ”Cara Menggunakan Teknik Konseling Sebagai Bantuan Pemecahan Masalah”, pada Guru BK Sekolah Lanjutan Umum dan Kejuruan Kodya Surakarta, tahun 1999.

6. Melaksanakan Test Pegawai/Guru Calon Kepala Sekolah di Kabupaten Sragen, tahun 2001.

7. Ceramah tentang Peningkatan Kompetensi Guru Pembim-bing Dalam Memecahkan Problem Siswa kepada Guru-Guru Pembimbing yang Tergabung Dalam MGBP Kota Surakarta, tahun 2003.

8. Ceramah tentang Penulisan Karya Ilmiah pada Guru BK Kota Surakarta, tahun 2003.

9. Sebagai Nara Sumber pada Workshop Guru BK SMP se Indonesia di Surabaya, tahun 2004.

(44)

11.Memberikan layanan Tes Kepribadian untuk program studi lanjut bagi siswa Klas III SMA Assalam, tahun 2005. 12.Memberikan layanan konseling traumatik kepada korban

gempa DIY dan Jawa tengah, tahun 2006.

13.Siaran interaktif tentang Konseling Kesehatan Seksual di Radio Karavan Solo, tahun 2007 dan tahun 2008.

14.Ceramah tentang Peningkatan Profesionalitas Guru Bim-bingan dan Konseling dan Sertifikasi, pada Guru BK SMP/MTs Negeri dan Swasta se Kabupaten Karanganyar, tahun 2008.

15.Dan lain-lain.

H. Organisasi

1. Anggota Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN), 1986 – 2009.

2. Pengurus Ikatan Bimbingan dan Konseling Perguruan Tinggi (IBKPT), 2005 – 2009.

3. Pengurus Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) Pengda Jawa Tengah, 2007 – 2011.

4. Pengurus Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) Cabang Surakarta, 2007 – 2011.

5. Pengurus Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia Cabang Surakarta, 2007 – 2010.

I. Buku

1. Buku Kerja Ketrampilan Konseling Mikro (Terjemahan),

P3T UNS, 1985.

2. Pendekatan Gestalt Dalam Konseling (Terjemahan), P3T

(45)

3. Mengidividualisasikan Pengajaran Kelas (Terjemahan), P3T UNS, 1985.

4. Teori-teori Kepribadian (Terjemahan), P3T UNS, 1985.

5. Berfikir Reflektif: Metode Pendidikan, P3T UNS, 1985.

6. Kapita Selekta Bimbingan dan Konseling, UNS, 1989.

7. Profesi Kependidikan I, FKIP UNS.

8. Konseling III, UNS, 1989.

9. Konseling IV, UNS, 1989.

10. Panduan Praktek Pengalaman Lapangan: Konseling, UNS,

1989.

J. Jurnal/Majalah/Artikel

1. Dipengaruhi Ketidak Harmonisan Jiwa, Cempaka, 14 Januari 1991.

2. Alternatif Jalan Menuju Pemecahan Masalah, Widya

Bhawana, Juni 1987.

3. Implementasi Pembelajaran Pendidikan Guru Model Kualifikasi dengan Sistem Belajar Mandiri (PGMKSBM),

Pikiran Rakyat, 2 Juni 2001.

4. Model Bimbingan dan Konseling Perkembangan di Sekolah Menengah Pertama(SMP), Jurnal Paedagogia, FKIP UNS, tahun 2006.

5. Ketepatan Waktu Penyelesaian Studi Mahasiswa, Faktor-Faktor Penyebab, dan Alternatif Pengatasannya pada Lulus-an Universitas Sebelas Maret Tahun 2002, Jurnal Dwija

Wacana, FKIP UNS, tahun 2006.

K. Presentasi dan Peserta dalam Pertemuan Ilmiah

(46)

2. Sebagai peserta Diskusi Panel Pilihan Penyelesaian Seng-keta di Bidang Lingkungan Hidup, di Lemlit UNS, 5 Juli 1999.

3. Sebagai peserta Lokakarya Indiginasi Nilai Seni Dalam Pembelajaran MIPA pada Pusat Antar Universitas-Univer-sitas Terbuka, di STSI Surakarta, 3-5 Desember 1999. 4. Sebagai pembicara pada Studi Interaktif Metodologi

Pembelajaran bagi dosen-dosen Universitas Muhammadi-yah Surakarta, 24 – 29 januari 2000.

5. Sebagai pembicara pada Seminar Sehari tentang Mencari Alternatif Pengganti Buku Pegangan Kuliah (BPK) dalam pelaksanaan PBM, di Fakultas Teknik UNS, 29 April 2000. 6. Sebagai peserta dalam Seminar Nasional Peranan Pendi-dikan dan Pelatihan Terbuka/Jarak Jauh Dalam Menunjang Pelaksanaan Otonomi Daerah, di Bandung, 14-15 Nopem-ber 2000.

7. Sebagai peserta Seminar Nasional tentang Pengembangan FKIP Sebagai Lembaga Pendidikan Guru di Perguruan Tinggi, di Surakarta, 16 Pebruari 2001.

8. Sebagai panitia dan peserta dalam Seminar Regional Penanganan Terpadu korban Narkoba, di UNS, 14 Maret 2001.

9. Sebagai peserta dalam Seminar dan Lokakarya Penanganan Terpadu Korban Narkoba, UNS, 28 April 2001.

10. Sebagai peserta dalam Seminar Nasional Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pendidikan, di UNY, 19 Mei 2001. 11. Sebagai peserta dalam Seminar Sehari tentang

Implemen-tasi Sistem Jaminan Kualitas Dalam pendidikan Tinggi: Permasalahan dan tantangan, di UGM, 11 September 2001. 12. Sebagai pembimbing dalam Kegiatan Magang Peningkatan

(47)

Pusat Antar Universitas – Universitas Terbuka, di UNS, TA 2000 – 2001.

13. Sebagai peserta dalam Pelatihan Pembuatan Artikel Ilmiah untuk Jurnal Terakreditasi, di Lemlit UNS, 27-28 Maret 2002.

14. Sebagai peserta dalam Seminar dan Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah untuk Jurnal Terakreditasi, di FKIP UNS, 11 April 2002.

15. Sebagai peserta dalam Lokakarya Program Kemitraan PPPG Tertulis dengan Universitas Sebelas Maret, di Garut Jawa Barat, 12-14 Mei 2002.

16. Sebagai peserta dalam Sanctioning Silabi Penataran Tertulis Tipe A Guru SD dan SMU serta Diklat Terakreditasi D2 PGTK dan PGSD, di Tasikmalaya Jawa Barat, 28 Mei - 01 Juni 2002.

17. Sebagai peserta dalam Seminar Nasional Aplikasi Tekno-logi Tepat Guna di Bidang Pertanian dan Peternakan, di UNS, 18 Januari 2002.

18. Sebagai peserta dalam Seminar Nasional Teknologi Pembe-lajaran , di Jakarta, 18-19 Juli 2002.

19. Sebagai pembicara dan fasilitator dalam Pelatihan Program Peningkatan Ketrampilan Dasar Teknik Instruksional (PEKERTI), di UNS 22-29 Juli 2002.

20. Sebagai peserta dalam Pelatihan Pembuatan Artikel Ilmiah untuk Jurnal Terakredita- si di UNS, 23-24 September 2002.

(48)

22. Sebagai peserta dan panitia dalam Seminar Peningkatan Kinerja Guru Pembimbing dalam Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi, di FKIP UNS, 22 Maret 2003.

23. Sebagai peserta dalam Seminar dan Lokakarya tentang Eksistensi FKIP Ke Depan, di FKIP UNS, 6 Mei 2003. 24. Sebagai peserta dalam Seminar Nasional Teknologi

Pembelajaran, di UNY, 22-23 Agustus 2003.

25. Sebagai peserta Penataran dan memperoleh kewenangan untuk menjadi Penatar Program Applied Approach (AA) bagi dosen di Perguruan Tinggi, di Jakarta, 29 Agustus 2003.

26. Sebagai peserta dalam Lokakarya dan Rapat Kerja Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran UNS, 13-16 April 2005.

27. Sebagai peserta dalam Konvensi Nasional XIV Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN), di Semarang, 13-16 April 2005.

28. Sebagai peserta dan panitia dalam Seminar sehari Kese-hatan Seksual, di UNS, 10 Pebruari 2007.

29. Sebagai peserta dalam Workshop Kelompok Diskusi LPPM UNS ”UNS Menuju PT. BHP”, di UNS , 28 Agustus 2007. 30. Sebagai pembicara dalam Seminar dan Lokakarya Nasional

tentang Eksistensi Ilmu Pendidikan dan Implementasinya Dalam Pengembangan Kurikulum LPTK, di Hotel Sahid Sahid Raya Solo, 10-12 April 2007.

31. Sebagai pembicara dalam Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling tentang ”Profesionalisasi Konselor Dalam Rangka Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah”, di UNS, 16 Juli 2008.

(49)

yang diselenggarakan oleh PB ABKIN, di LPP Convention Hotel Yogyakarta, 23-25 Mei 2008.

33. Sebagai peserta Workshop Nasional Profesi Bimbingan dan Konseling, yang diselenggarakan oleh ABKIN, di LPP Convention Hotel Yogyakarta, 5-7 Juli 2008.

34. Sebagai peserta dalam Lokakarya Rekonstruksi MKDK FKIP, di FKP UNS, 14-15 Juli 2008.

L. Pengalaman Kunjungan Luar Negeri

1. Penang - Malaysia dalam rangka ”Internasional Seminar on Teacher Training Theory” (sebagai peserta), yang diseleng-garakan oleh INOTECH CENTRE, tahun 1982.

2. Penang - Malaysia dalam rangka mengikuti ”Asian Training Workshop on Measuring Non-Cognitive Aspects of Educa-tional Objective” (sebagai peserta), tahun 1982.

3. Arab Saudi, dalam rangka menunaikan ibadah haji, tahun 2007.

M. Disertasi

Referensi

Dokumen terkait

Perhitungan sistem ini hanya digunakan dalam tekanan tertutupdan tangki bertekanan, walaupun kadang kala alat ini digunakan untuk tangkiyang terbuka juga, karena prinsip

Cetakan adalah rongga atau ruang di dalam pasir cetak yang akan diisi dengan logam cair.. Pem- buatan cetakan dari pasir cetak di- lakukan pada sebuah rangka

Semakin tinggi proporsi tapioka yang ditambahkan, kadar air kerupuk mentah dan matang, volume pengembangan, dan daya serap minyak meningkat namun kerupuk menjadi lebih

Berdasarkan hasil penelitian beberapa peneliti tersebut, penelitian ini mencoba untuk mengidentifikasi lebih dalam mengenai tata kelola perusahaan dengan proksi

KHM (Konsentrasi Hambat Minimum) dari Madu yang berasal dari bunga tanaman randu (Ceiba pentandra) terhadap bakteri Salmonella thypi adalah 6% dengan besar

3.1 Pembinaan Soalan Ujian 59 4.1 Taburan Responden Mengikut Jantina 66 4.2 Taburan Tahap Tertinggi Pendidikan Bapa/Penjaga 67 4.3 Taburan Tahap Tertinggi

Dalam pertemuan tersebut mediator memberikan kesempatan kepada pihak pelaku untuk memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya mengenai tindakan yang telah dilakukannya

Karakter tanda bintang (*) yang terdapat dalam PPI sangat penting untuk harmonisasi deskripsi varietas secara internasional dan harus selalu diperiksa dalam setiap uji BUSS