1
A. Latar Belakang Masalah
Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan perempuan. Kemudian ketertarikan tersebut, diwujudkan dalam bentuk perkawinan atau pernikahan. Perkawinan bukan hanya merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri, tetapi lebih dari itu perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia. Seperti tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia No.1 tahun 1974 pasal (1) yang berbunyi “Perkawinan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dikutip dari harian Joglo Semar (2012) memaparkan bahwa bagi mahasiswa, keputusan untuk menikah muda tetapi masih dalam masa perkuliahan memang jarang ditemukan di lingkungan akademik. Mengingat keputusan itu bukan perkara mudah. Secara umum, banyak kendala yang mungkin akan dihadapi kedepannya. Mulai dari manajemen diri, peran ganda sebagai mahasiswa sekaligus sebagai istri/suami/orang tua hingga tugas dan tanggung jawab mengurusi kuliah dan keluarga dalam satu waktu. Berdasarkan pengamatan Tim Akademia, keputusan untuk menikah muda di saat kuliah nyatanya menjadi pilihan bagi sebagian mahasiswa.
dan penyesuaian dalam peran mereka yang baru tersebut. Hurlock (2004) mengemukakan bahwa pada orang muda yang menikah pada usia belasan tahun atau awal usia dua puluhan cenderung lebih sulit dalam menyesuaikan diri.
Tanggung jawab ganda terjadi apabila salah satu atau keduanya dari pasangan suami istri menjalani masa kuliah, dimana mereka harus membagi waktu antara keluarga dan kuliah, yaitu mencari nafkah, mengurus rumah tangga dan mengerjakan tugas kuliahnya. Seseorang yang sudah menikah bukan lagi seseorang yang bebas seperti saat mereka hidup sendiri. Wanita yang sudah menikah harus lebih sering di rumah dari pada di luar rumah, begitu juga seorang pria yang biasanya banyak menghabiskan waktu bersama teman-temannya ketika masih hidup sendiri. Hurlock (2004) menyatakan bahwa pada orang muda yang memilih untuk menikah dan memiliki anak sebelum mereka menyelesaikan pendidikannya membuat mereka iri terhadap teman-temannya. Hal ini dikarenakan remaja tersebut kehilangan kesempatan untuk memiliki pangalaman dan kebebasan yang dimiliki teman-temannya yang belum menikah ataupun pengalaman dan kebebasan dari orang-orang yang telah mandiri sebelum menikah.
tanggung jawab yang besar terhadap pasangan dan anak nantinya. Terutama bagi pria. Di mana tidak hanya kebutuhan materi yang harus dipenuhi, tapi bagaimana istri dan anaknya kelak harus aman, baik dari segi fisik maupun psikis. Ketika dua orang menikah, mereka akan menghadapi banyak sekali permasalahan dalam hidup, baik di dalam rumah tangga ataupun dari pihak eksternal. Ketika menjadi mahasiswa tanggung jawab mereka hanya terhadap orangtua untuk meningkatkan penghargaan mereka di mata masyarakat, serta tanggungjawab terhadap diri sendiri untuk menyelesaikan sesuatu yang mereka mulai dan inginkan sejak dulu. Jika menikah, semua tanggungjawab itu harus ditanggung sepenuhnya. Begitupula dengan segala permasalahannya yang harus dapat mereka pikul.
minder, dan pemalu. Menurut Schneider (dalam Nurdin, 2002) individu yang mempunyai penyesuaian diri yang baik bila ia dapat mencapai kepuasan dalam usahanya memenuhi kebutuhan, mengatasi ketegangan, dan bebas dari berbagai simtom yang mengganggu, seperti kecemasan, depresi, obsesi, frustrasi, maupun konflik.
Pada kenyataannya peran ganda memberikan konsekuensi yang berat bagi mahasiswi. Di satu sisi mahasiswi perlu menjalankan tugasnya untuk menuntut ilmu yang dia tempuh dan di sisi lain, pasca menikah, mahasiswi harus bisa melaksanakan tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu. Walaupun demikian peran ganda mahasiswi bukan pilihan yang tidak mungkin diambil dan hal tersebut sering berdampak kepada sikap mereka terhadap hal tersebut. Mahasiswi yang aktif berkuliah akan sulit menjalankan tugas sebagai istri yang melayani suami dan berfungsi sebagai ibu dalam hal mengasuh, merawat, mendidik, dan mencurahkan kasih sayang kepada anak-anaknya secara penuh. Misalnya saja harus tetap masuk kuliah walaupun anak sedang sakit, atau terpaksa mengerjakan tugas atau laporan ketika sedang bersantai bersama keluarga.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Penyesuaian sosial peran ganda mahasiswi pasca
menikah” untuk mengungkap bagaimana penyesuaian diri yang dilakukan
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan penyesuaian sosial peran ganda mahasiswi pasca menikah.
C. Manfaat Penelitian
Peneliti berharap dengan adanya penelitian tentang penyesuaian sosial peran ganda mahasiswi pasca menikahdapat membawa manfaat seperti berikut: 1. Manfaat Teoritis
Untuk menambah khasanah keilmuan psikologi, khususnya psikologi sosial dan psikologi perkembangan.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk membantu mahasiswi pasca menikah agar dapat menyesuaikan diri dengan peran yang dijalani pada lingkungan sosialnya, dalam hal ini lingkungan kampus dan lingkungan keluarga.
b. Bagi instansi terkait, dalam hal ini kampus, agar dapat membantu memberikan dukungan sosial kepada mahasiswi yang sudah menikah, supaya dapat lebih menyesuaikan diri dengan peran yang dijalani pada lingkungan sosialnya yaitu kampus.