• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN SUAMI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS GATAK Peran Suami dalam Pengambilan Keputusan Keluarga berencana di Puskesmas Gatak Sukoharjo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN SUAMI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS GATAK Peran Suami dalam Pengambilan Keputusan Keluarga berencana di Puskesmas Gatak Sukoharjo."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN SUAMI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS GATAK

SUKOHARJO

PUBLIKASI ILMIAH

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada

Jurusan S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh:

SEPTIANA DWI RAHMAWATI J210.120.003

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

(2)
(3)

(4)
(5)

PERAN SUAMI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS GATAK SUKOHARJO

ABSTRACT Oleh :

Septiana Dwi Rahmawati* dan Sulastri S.Kep., M.Kes.**

Pemilihan alat kontrasepsi harus diputuskan dengan baik, dengan melihat kebutuhan, keuntungan dan efek samping dari pemakaian. Pemilihan alat kontrasepsi berhubungan dengan dukungan suami atau persetujuan pasangan. Dukungan yang diberikan oleh suami memantapkan pemakaian kontrasepsi pada istri dan bahkan istri merasa tenang menjadi peserta KB bila suaminya memberikan dukungan penuh, termasuk menemani saat konseling, pemasangan alat kontrasepsi, menemani kontrol dan selalu mengayomi istri saat sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi peran suami terhadap pengambilan keputusan keluarga berencana di Puskemas Gatak Sukoharjo. Penelitian ini adalah rancangan deskriptif dengan populasi Akseptor KB hormonal dan non hormonal di wilayah kerja Puskesmas Gatak Sukoharjo mencapai 6.884 akseptor. Sampel penelitian sebanyak 57 akseptor KB dengan teknik accidental sampling. Pengumpulan data penelitian menggunakan kuesioner yang dianalisis dengan analisis deskriptif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa peran suami sebagai motivator dalam pengambilan keputusan Keluarga Berencana sebagian besar adalah baik, peran suami sebagai edukator dalam pengambilan keputusan Keluarga Berencana sebagian besar adalah kurang baik, dan peran suami sebagai fasilitator dalam pengambilan keputusan Keluarga Berencana di wilayah kerja Puskesmas Gatak Sukoharjo sebagian besar adalah baik.

Kata kunci: pengambilan keputusan, keluarga berencana, peran suami

HUSBAND'S ROLE IN DECISION MAKING FAMILY PLANNING IN PUSKESMAS GATAK SUKOHARJO

ABSTRACT

Contraceptive choice should be decided well, to see the need, benefits and side effects of usage. Contraceptive choice associated with the support of a husband or partner approvals. The support given by the husband solidify the use of contraceptives by his wife and even his wife felt calm planning participants when her husband gave his full support, including counseling accompany, installation of contraception, control and always nurturing accompany his wife when something unexpected happens. This study aims to identify the role of husband for making decisions on family planning in health centers Gatak Sukoharjo. This research is a descriptive design with a population Acceptor hormonal and non-hormonal birth control in Puskesmas Gatak Sukoharjo reached 6,884 acceptors. Samples are 57 acceptors with accidental sampling technique. Collecting data using a questionnaire study were analyzed with descriptive analysis. This study concluded that the role of the husband as a motivator in the decision making family planning is largely good, husband's role as an educator in the decision making family planning is largely poor, and the husband's role as a facilitator in the decision-making family planning in Puskesmas Gatak Sukoharjo partially big is good.

Keywords: decision-making, family planning, the role of husband

(6)

PENDAHULUAN

Program Keluarga Berencana (KB) yang harus mengedepankan hak-hak reproduksi, pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender (BKKBN, 2010). Hal ini menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan program KB di Indonesia wanita dan pria mempunyai posisi setara dalam pengambilan keputusan KB dan kesehatan reproduksi. Dan pendapat suami cukup kuat pengaruhnya untuk menggunakan metode KB oleh istri. Pelaksanaan program KB wanita cenderung dianggap sebagai objek dan pihak yang paling menderita. Sebagai contoh konkritnya adalah kebanyakan jenis kontrasepsi didesain untuk wanita (Juliantoro, 2000: dalam Sugihastuti dan Satriyani, 2007).

Peserta KB aktif di Indonesia sampai bulan Januari 2014 dengan metode kontrasepsi yang digunakan, 3.992.409 peserta IUD, 1.207.597 peserta MOW, 241.968 peserta MOP, 3.307.997 peserta implan, 1.046.579 peserta kondom, 15.891.480 peserta suntik dan 8.220.709 peserta pil (BKKBN, 2014).

Peserta KB aktif di Provinsi Jawa Tengah sampai bulan Januari 2014 sebanyak 5.274.506 peserta, dengan data sebagai berikut 469.126 peserta IUD, 279.948 peserta MOW, 53.335 peserta MOP, 120.884 peserta kondom, 528.887 peserta implant, 2.997.642 peserta suntik dan 790.664 peserta pil (BKKBN, 2014).

Peserta KB aktif di Kabupaten Sukoharjo sampai bulan November 2015 sebanyak 122.212 peserta, dengan data sebagai berikut 20.815 peserta IUD, 9.506 peserta MOW, 547 peserta MOP, 2.236 peserta kondom, 9.263 peserta implant, 64.203 peserta suntik dan 15.732 peserta pil (Dinkes, 2015).

Data peserta KB di Puskesmas Gatak yang melakukan KB pada bulan November 2015 adalah 6.884 peserta, dengan data sebagai berikut 1.021 peserta IUD, 678 peserta MOW, 50 peserta MOP, 95 peserta kondom, 481 peserta implant, 3.843 peserta suntik dan 716 peserta pil. Data tersebut menunjukkan, bahwa metode kontrasepsi hormonal (suntik dan pil) paling diminati oleh masyarakat (Dinkes, 2015).

Efek samping pemakaian KB hormonal dalam jangka pendek dapat mengakibatkan berat badan bertambah, menekan fungsi ovarium, sakit kepala (pusing), mual muntah, dan mempengaruhi fungsi hati pada pemakaian KB pil (Hartanto, 2004). Kontrasepsi hormonal tidak jarang ditemukan menyebabkan terjadinya kanker serviks. Angka kesakitan pada kejadian kanker serviks untuk pasien dengan riwayat pemakaian kontrasepsi hormonal kombinasi adalah 17,9 kali dibanding dengan pasien yang tidak menggunakan kontrasepsi hormonal (Abdullah, dkk. 2013).

Pemilihan alat kontrasepsi harus diputuskan dengan baik, dengan melihat kebutuhan, keuntungan dan efek samping dari pemakaian. Pemilihan kontrasepsi dapat dipengaruhi oleh beberapa karakteristik akseptor seperti pendidikan, tingkat pengetahuan, pekerjaan, sikap, jumlah anak (paritas), dan dukungan suami (Rafidah, 2012). Pemilihan alat kontrasepsi berhubungan dengan dukungan suami atau persetujuan pasangan (Bernadus, dkk. 2013). Dukungan yang diberikan oleh suami memantapkan pemakaian kontrasepsi pada istri dan bahkan istri merasa tenang menjadi peserta KB bila suaminya memberikan dukungan penuh, termasuk

1

(7)

menemani saat konseling, pemasangan alat kontrasepsi, menemani kontrol dan selalu mengayomi istri saat sesuatu yang tidak diinginkan terjadi (Faridah, 2014).

Studi pendahuluan peran suami terhadap pengambilan keputusan Keluarga Berencana di Puskesmas Gatak pada 10 ibu akseptor KB. Hasil wawancara, 7 ibu mengatakan bahwa suami tidak pernah mengantar istri untuk melakukan KB maupun mengantar konsultasi memilih KB yang sesuai, 3 ibu mengatakan keputusan pemilihan kontrasepsi sudah dirundingkan di rumah. Suami bersikap acuh dalam pemilihan KB dan menyerahkan keputusan kepada istri.

Masyarakat berasumsi bahwa tanggung jawab pemilihan serta penggunaan alat kontrasepsi diserahkan semata-mata pada wanita (Sulastri, 2013). Peneliti melihat terdapat kesenjangan yang perlu dicermati dimana proses pemilihan alat kontrasepsi haruslah menjadi keputusan bersama antara suami maupun istri.

Peran suami sangat diperlukan dalam melaksanakan Keluarga Berencana. Hal tersebut perlu dikaji lebih mendalam sehingga dapat diketahui bentuk peran suami terhadap pengambilan keputusan Keluarga Berencana. Sehingga dapat diketahui keluhan istri yang berhubungan dengan berkurangnya perhatian, pengetahuan dan fasilitas yang diberikan suami terhadap Keluarga Berencana.

Melihat permasalahan yang uraikan diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Bagimana peran suami dalam pengambilan keputusan Keluarga Berencana?”

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian deskriptif, yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2012).

Metode deskriptif adalah suatu metode dalam penelitian status kelompok manusia, suatu kondisi, suatu sistem, peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa kini. Deskripsi peristiwa dilakukan secara sistematik dan lebih menekankan pada data faktual daripada penyimpulan, disajikan apa adanya (Sugiyono, 2014).

Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Puskemas Gatak Sukoharjo pada bulan Maret 2016.

Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Akseptor KB hormonal dan non hormonal di wilayah kerja Puskesmas Gatak Sukoharjo mencapai 6.884 akseptor. Sample penelitian sebanyak 57 akseptor KB yang dipilih melalui metode accidental sampling.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data penelitian menggunakan kuesioner. 2

(8)

Teknik Analisis Data

Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa univariat dan uji deskriptif. Analisa univariat menggunakan bantuan analisis descriptives pada program SPSS yang terdiri dari beberapa tahap uji yaitu pengelompokan data, validasi data, dan verifikasi data. Data deskriptif yang lainnya adalah tendensi sentral yang terdiri dari mean, median, modus, standart deviasi, nilai maksimal dan nilai minimal (Hidayat, 2014).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Gambaran Peran Suami

Distribusi Frekuensi Peran Suami sebagai Motivator dalam Pengambilan Keputusan Keluarga Berencana

Hasil pengumpulan data skor peran suami sebagai motivator diperoleh skor terendah 1, skor tertinggi 8, rata-rata 4,8 dan standar deviasi 1,42. Berdasarkan nilai rata-rata skor jawaban responden, peran suami sebagai motivator dalam pengambilan keputusan keluarga berencana adalah sebagai berikut.

Gambar 1 Peran Suami Sebagai Motivator

Distribusi frekuensi peran suami sebagai motivator dalam pengambilan keputusan keluarga berencana menunjukkan distribusi tertinggi adalah baik sebanyak 35 responden (61%) dan sisanya kurang baik sebanyak 22 responden (39%).

Distribusi Frekuensi Peran Suami sebagai Edukator dalam Pengambilan Keputusan Keluarga Berencana

Hasil pengumpulan data skor peran suami sebagai edukator diperoleh skor terendah 0, skor tertinggi 10, rata-rata 6,0 dan standar deviasi 2,09. Berdasarkan nilai rata-rata skor jawaban responden, peran suami sebagai edukator dalam pengambilan keputusan keluarga berencana adalah sebagai berikut.

(9)

Gambar 4.2 Peran Suami Sebagai Edukator

Distribusi frekuensi peran suami sebagai edukator dalam pengambilan keputusan keluarga berencana menunjukkan distribusi tertinggi adalah kurang baik sebanyak 29 responden (51%) dan sisanya baik sebanyak 28 responden (49%).

Distribusi Frekuensi Peran Suami sebagai Fasilitator dalam Pengambilan Keputusan Keluarga Berencana

Hasil pengumpulan data skor peran suami sebagai fasilitator diperoleh skor terendah 0, skor tertinggi 8, rata-rata 4,7 dan standar deviasi 2,29. Berdasarkan nilai rata-rata skor jawaban responden, peran suami sebagai fasilitator dalam pengambilan keputusan keluarga berencana adalah sebagai berikut.

Gambar 4.3 Peran Suami Sebagai Fasilitator

Distribusi frekuensi peran suami sebagai fasilitator dalam pengambilan keputusan keluarga berencana menunjukkan distribusi tertinggi adalah baik sebanyak 34 responden (60%) dan sisanya kurang baik sebanyak 23 responden (40%).

Pembahasan Penelitian

Peran Suami sebagai Motivator dalam Pengambilan Keputusan Keluarga Berencana

Distribusi frekuensi peran suami sebagai motivator dalam pengambilan keputusan keluarga berencana menunjukkan distribusi tertinggi adalah baik (61%). Dukungan merupakan bantuan atau dukungan yang diterima individu dari

(10)

orang tertentu dalam kehidupannya yang dapat membuat penerima merasa diperhatikan, dihargai dan dicintai. Dukungan keluarga merupakan salah satu jenis dari dukungan sosial, interaksi timbal balik antara individu atau anggota keluarga dapat menimbulkan hubungan ketergantungan satu sama lain. Dukungan keluarga dapat berupa informasi atau nasehat verbal dan non verbal, bantuan nyata, tindakan yang diberikan menimbulkan perasaan bahwa kehadiran orang lain mempunyai manfaat emosional atau peran pada yang diberikan dukungan (Setiadi, 2008).

Peran suami sebagai motivator merupakan dorongan atau dukungan yang diberikan pada anak maupun istri untuk membangkitkan, membangun kualitas, membentuk dan mencapai tujuan hidup yang lebih baik. Kuatnya motivasi yang diterima dalam keluarga dapat meningkatkan daya potensi lebih berkembang (Taslim, 2015).

Penelitian ini menunjukkan bahwa peran suami sebagai motivator dalam pengambilan keputusan keluarga berencana adalah baik. Faktor yang berhubungan dengan peran suami sebagai motivator yang baik dalam pengambilan keputusan keluarga berencana diantaranya adalah faktor usia suami. Karakteristik suami menurut umur menunjukkan bahwa sebagian besar suami berada dalam usia dewasa awal yang memiliki karakteristik sabar dan memahami orang lain (Jahya, 2011).

Sikap suami yang sabar dan memahami orang lain dapat membuat istri merasakan adanya perhatian dan dukungan dari suami. Adanya motivasi yang kuat menimbulkan keyakinan pemilihan kontrasepsi yang dilakukan oleh istri tepat dan sesuai dengan kebutuhan (Vadnjal and Vadnjal, 2013).

Peran Suami sebagai Edukator dalam Pengambilan Keputusan Keluarga Berencana

Distribusi frekuensi peran suami sebagai edukator dalam pengambilan keputusan keluarga berencana menunjukkan distribusi tertinggi adalah kurang baik (51%). Sebagai edukator suami berperan dalam pemberian informasi tentang kontrasepsi misalnya pilihan kontrasepsi yang cocok, membantu menghitung waktu subur, mengetahui efeksamping dari kontrasepsi dan mencari alternatif kontrasepsi lain apabila kontrasepsi yang digunakan saat ini kurang memuaskan (Suparyanto, 2011).

Peran suami sebagai edukator dalam penelitian ini adalah kurang baik. Beberapa faktor yang berhubungan dengan peran suami sebagai edukator yang kurang adalah tingkat pendidikan responden. Karakteristik responden menunjukkan walaupun sebagian besar memiliki tingkat pendidikan yang cukup yaitu SMA namun 44% responden yang memiliki pendidikan SD dan SMP. Tingkat pendidikan yang kurang menghambat pengetahuan suami tentang kontrasepsi. Responden yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi lebih mudah memahami informasi tentang Keluarga Berencana (KB) suntik sehingga informasi yang telah diperoleh diberitahukan kepada suaminya untuk mendukung dalam penggunaan alat kontrasepsi suntik. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah dalam menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki (Angraini dan Martini, 2012).

(11)

Dukungan suami sebagai edukator yang kurang baik dipengaruhi pula oleh faktor pekerjaan responden. Distribusi 37% yang bekerja sebagai buruh/petani dimana jenis pekerjaan ini sebagian waktunya digunakan untuk bekerja. Jenis pekerjaan suami berhubungan dengan diperolehnya informasi suami terhadap keluarga berencana. Pekerjaan seseorang berhubungan dengan pemerolehan pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan suami yang kurang baik dalam kesehatan reproduksi khususnya alat kontrasepsi menyebabkan kemampuan suami dalam memberikan edukasi kepada istrinya menjadi kurang. Seringkali tidak adanya keterlibatan suami memberikan edukasi mengakibatkan kurangnya informasi yang dimilki seorang istri mengenai kesehatan reproduksi terutama alat kontrasepsi. Pengetahuan suami tentang kontrasepsi yang kurang disebabkan karena tidak ada informasi yang mendukung mengenai kontrasepsi di lingkungan (Nomleni, dkk. 2014).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa pengetahuan suami tentang Keluarga Berencana di Desa Larangan Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes sebagian besar adalah rendah. Tingkat pengetahuan suami yang rendah berhubungan dengan partisipasi suami dalam menggunakan metode kontrasepsi dan kurangnya informasi yang diperoleh (Prabowo dan Sari, 2011).

Peran Suami sebagai Fasilitator dalam Pengambilan Keputusan Keluarga Berencana

Distribusi frekuensi peran suami sebagai fasilitator dalam pengambilan keputusan keluarga berencana menunjukkan distribusi tertinggi adalah baik (60%). Peran suami sebagai fasilitator adalah membantu istri dalam memiliha dan menggunakan alat kontrasepsi seperti mengingatkan istri untuk melakukan kontrol atau mengingatkan istri untuk minum pil, dan mengantar istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol maupun rujukan apabila dirasa kontrasepsi yang dipakai saat ini kurang cocok (Suparyanto, 2011).

Faktor yang berhubungan dengan peran suami sebagai fasilitator adalah pekerjaan suami. Karakteristik pekerjaan suami menunjukkan bahwa sebagian besar bekerja sebagai wiraswasta atau pedagang sehingga tergolong dalam kategori menengah keatas. Pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri dengan dinilai sejumlah uang atas harga yang berlaku pada saat itu. Pendapatan keluarga diukur dengan banyaknya akumulasi pendapatan semua anggota keluarga, setelah dikonversi menjadi per bulan, jadi satuannya adalah rupiah per bulan (Rp/bulan) (Tjitoherijanto, 2008).

Salah satu faktor yang berhubungan dengan pemilihan alat kontrasepsi suntik adalah faktor ekonomi. Kontrasepsi suntik banyak dipilih karena harga relatif murah. Pengambilan keputusan pemililihan kontrasepsi, individu lebih memperhatikan keterbatasan anggaran harian dengan mempertimbangankan jumlah pendapatan dan jumlah pengeluaran setiap bulannya (Veronika, 2010).

Pemilihan alat kontrasepsi berhubungan dengan jumlah biaya yang 5

(12)

dikeluarkan oleh pasangan. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh alat atau cara Keluarga Berencana (KB) berkaitan dengan tingkat sosial ekonomi pendapatan keluarga. Pasangan yang memilih ber-KB dalam memenuhi kebutuhan akan menyesuaikan biaya dan memilih alat/cara KB yang sesuai dengan tingkat kemampuannya. Besar biaya selain terkait erat dengan kemampuan ekonomi suatu keluarga dan pendapatan, juga berhubungan dengan jenis dan tempat memperoleh alat/cara KB (Basu et al, 2015).

PENUTUP Simpulan

1. Peran suami sebagai motivator dalam pengambilan keputusan Keluarga Berencana di wilayah kerja Puskesmas Gatak Sukoharjo sebagian besar adalah baik.

2. Peran suami sebagai edukator dalam pengambilan keputusan Keluarga Berencana di wilayah kerja Puskesmas Gatak Sukoharjo sebagian besar adalah kurang baik.

3. Peran suami sebagai fasilitator dalam pengambilan keputusan Keluarga Berencana di wilayah kerja Puskesmas Gatak Sukoharjo sebagian besar adalah baik.

Saran

1. Instanti Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini berhasil menggambarkan peran suami terhadap pengambilan keputusan keluarga berencana. Hasil penelitian ini kedepan dapat dijadikan acuan bagi pengetahuan keperawatan khususnya peran suami dalam pengambilan keputusan keluarga berencana.

2. Profesi Keperawatan

Berdasarkan hasil penelitian, profesi keperawatan dapat memberikan peran sertanya kepada masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan suami tentang keluarga berencana khususnya pemilihan kontrasepsi dengan melakukan konseling, sehingga suami mampu berperan dengan baik dalam pengambilan keputusan pemilihan kontrasepsi.

3. Masyarakat

Masyarakat hendaknya senantiasa berusaha meningkatkan pengetahuannya tentang kontrasepsi, mengikuti konseling dan pertemuan-pertemuan yang dilakukan oleh Puskesmas maupun tenaga kesehatan, sehingga masyarakat mengetahui jenis, manfaat, kelebihan, kelemahan dan efek samping kontrasepsi dan masyarakat dapat memilih jenis kontrasepsi yang tepat sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat.

4. Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya yang ingin meneliti dengan tema yang sama diharapkan mengkaji lebih mendalam peran suami dalam pengambilan keputusan keluarga berencana, serta menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan peran suami terhadap pengambilan keputusan keluarga berencana.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini dan Martini ( 2012). Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Rohima press.

Aryani (2012). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Basu A, Das D, Sigh R, Chatterjee S, Bhattacharya St, and Dutta M (2015). Perception and Role of Husbands about Family Planning in A Rural Area of West Benggala. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences (IOSSR-JDMS) Vol. 14 Issue 10 Ver. V October 2015, page 37-39 e-ISSN: 2279-0853, p-ISSN: 2279-0861. http:/www.iosjournals.org

Bernadus J D, Agnes M, Gresty M. (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) Bagi Akseptor KB Di Puskesmas Jailalolo. Jurnal Keperawatan, Vol.1, No.1, Agustus

2013: Manado

BKKBN (2014). Kebijakan Teknis KB dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta

Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo (2015). Pelayanan Keluarga Berencana:

Jumlah Peserta Aktif Menurut Metode Kontrasepsi Cara Modern.

Sukoharjo

Egan K R and Gleason C E (2016). Longer Duration of Hormonal Contraceptive Use Predicts Better Cognitive Outcomes Later in Life. Journal of Women’s Health Vol. 21 Issue 12:Pages: 1259-1266 (Issue Publication date: December 2015) DOI: 10.1089/jwh.2012.3522

Faridah, Umi (2014). Hubungan Antara Dukungan Suami dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi Pasca Persalinan. Jurnal Kebidanan Dan Keperawtan, Vol 5, No 1 Juni 2014: 49-58: Yogyakarta

Fauzan (2013). Gambaran Peran Suami dalam Program Keluarga Berencana (KB). Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal Of Nursing), Vol 2, No 2 Juli 2013: 73-81: Purwakarta

Handriana, E (2011). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Sinar Harapan

Hidayat. A. Aziz Alimul (2011). Metode Penelitian Kesehatan: Paradigma Kuantitatif. Surabaya: Kelapa Pariwara

(2014). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data: Contoh Aplikasi Studi Kasus. Jakarta: Salemba Medika

(14)

KPPKB (2014). Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Sukoharjo: Peserta Kontrasepsi Tahun 2014.

Maharyani, H dan Handayani, S (2010). Hubungan Karakteristik Suami dengan Keikutsertaan Suami Menjadi Akseptor Keluarga Berencana di Wilayah desa Karangduwur Kecamatan PetanahanKabupaten Kebumen Jawa Tengah. Jurnal KES MAS UAD, Vol.4, No. 1, September 2010: 49-58. ISSN: 1978-0575

Mboane, Ramos and Bhatta, M. P (2015). Influence of a Husband’s Healthcare

Decision Making Role on A Woman’s Intention to use Contraceptives

among Mozambican Women. Reproductive Health Journal. Vol. 1 Issue 4 April 2015; 12:36 DOI 10.1186/s12978-015-0010-2 pages 1-8

Muniroh, I.D, Novia L, Erdi I (2014). Dukungan Sosial Suami terhadap Istri untuk Menggunakan Alat Kontrasepsi Medis Operasi Wanita (MOW) (Studi Kualitatif Pada Pasangan Usia Subur Unmet Need di Kecamatan Puger Kabupaten Jember). e-Jurnal Pustaka Kesehatan, Vol. 2, No 1 Januari 2014: 65-71: Jember

Nomleni, M , Ernawati dan Mato, R (2014). Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Intra Uterine Device (Iud) pada Ibu Post Partum Normal Di Rskd Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, Vol. 4 No. 4 Tahun 2014:476-482 . ISSN: 2302-1721

Nurcahyanti I. (2014). Hubungan Dukungan Suami dalam Pemilihan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang pada Ibu Akseptor Kb Berusia Lebih Dari 35 Tahun di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. e-Jurnal Gizi dan Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran, Vol 2, No 1 Juni 2014: 71-84: Semarang

Pinem, Sarcha (2014). Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Jakarta: CV. Trans Info Medika

Prabowo, A dan Sari, D (2011). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pria Tentang Keluarga Berencana dengan Perilaku Pria dalam Berpartisipasi

Menggunakan Metode Kontrasepsi Keluarga Berencana di desa Larangan Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes. Jurnal GASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 2011: 633-646

Saepudin, Malik (2011). Metodologi penelitian Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Trans Info Media

Samandari, Ghazaleh and Speizer I. S. (2011). The Role of Social Support and Parity in Contraceptive Use in Cambodia. International Perpectives on

(15)

Sexual and reproductive Health Journal, September 2011, Vol.36 Issue pages:122-131

Sugiyono (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: ALFABETA

Sulastri, S (2013). Hubungan Dukungan Suami dengan Minat Ibu dalam Pemakaian Kontrasepsi IUD Di Bergas. e-Jurnal Gizi Dan Kesehatan

Ngudi Waluyo Ungaran, Vol 2, No 1 Juni 2013: 64-72: Semarang

Suparyanto (2011). Konsep Suami dalam Keluarga Berencana. Jakarta: Salemba Medika

Syamsiah (2011). Peranan Dukungan Suami dalam Pemilihan Alat Kontraepsi Pada Peserta KB di Kelurahan Serasan Jaya, Soak Baru dan Balai Agung Kecamatan Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan Tahun 2011. Jurnal Keperawatan, Vol.1, No.1, Agustus 2011:Jakarta

Taslim, Abdullah (2015). Potret Suami Ideal dalam Rumah Tangga. Kendari: Muslim.Or.Id

Vadnjal, Jaka and Vadnjal, Mateja (2013). The Role Of Husband’s: Support or

Barrier to Women’s on Sexual and reproductive. Academic Journals Vol.

7 Issue 36, pp. 3730-3738, 28 September 2013 DOI: 10.5897/AJBM11. 3040 ISSN: 1993-8233 http:/www.academicjournal.org/AJBM

Veronika (2010). Hubungan Pengetahuan, Pendapatan dan konseling KB dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi suntik secara rasional pada akseptor KB di Puskesmas Kampung Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda Tahun 2010. Jurnal Keperawatan Vol. 1 No. 4 November 2010: 65-72. ISSN: 1086-1228

*Septiana Dwi Rahmawati: Mahasiswa S1 Keperawatan FIK UMS. Jln. A Yani Tromol Post 1 Kartasura

** Sulastri, S.Kp., M.Kes: Dosen Keperawatan FIK UMS. Jln. A Yani Tromol Post 1 Kartasura

Gambar

Gambar 1 Peran Suami Sebagai Motivator
Gambar 4.2 Peran Suami Sebagai Edukator

Referensi

Dokumen terkait

granatum) 8% dalam menghambat peningkatan jumlah melanin pada kulit marmut (Cavia porcellus) betina yang dipapar sinar UVB dan krim ekstrak kulit delima merah

Hasil yang dicapai dari analisis ini yaitu data pada data warehouse BiNus Career berasal dari OLTP yang telah dilakukan validasi, scrubbing, dan transformasi, sehingga

Penelitian akan membandingkan beban kerja mental dari aktivitas pekerja dengan pendekatan metode Subjective Workload Assesment Technique (SWAT) dan Work Load Analysis agar

Terapi Ekstrak Rumput Laut Coklat ( Sargassum Duplicatum Bory ) Pada Penurunan Kerusakan Sendi Terhadap Ekspresi Interleukin-1 Beta (Il- 1β) Dan Histopatologi Sendi Tikus

Proses dalam sistem pengatomatan pencawang menggunakan rangkaian berasaskan Ethernet yang merupakan jenis piawaian rangkaian yang wujud dalam teknologi masa

dengan ditanggapi aktif oleh peserta didik dari kelompok lainnya sehingga diperoleh sebuah pengetahuan baru yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi

Dari data diatas, sedikitnya jumlah pegawai negeri sipil (PNS) perempuan yang menjabat di dalam jabatan struktural kepala dinas (Eselon II) di Pemerintah