• Tidak ada hasil yang ditemukan

TERAPI EKSTRAK RUMPUT LAUT COKLAT (Sargassum duplicatum Bory) PADA PENURUNAN KERUSAKAN SENDI TERHADAP EKSPRESI Interleukin-1 Beta (IL-1β) DAN HISTOPATOLOGI SENDI TIKUS ARTHRITIS ADJUVAN YANG TERPAPAR STRESSOR DINGIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TERAPI EKSTRAK RUMPUT LAUT COKLAT (Sargassum duplicatum Bory) PADA PENURUNAN KERUSAKAN SENDI TERHADAP EKSPRESI Interleukin-1 Beta (IL-1β) DAN HISTOPATOLOGI SENDI TIKUS ARTHRITIS ADJUVAN YANG TERPAPAR STRESSOR DINGIN"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

i

TERAPI EKSTRAK RUMPUT LAUT COKLAT

(Sargassum duplicatum

Bory)

PADA PENURUNAN KERUSAKAN SENDI TERHADAP

EKSPRESI

Interleukin-1 Beta (IL-

1β)

DAN HISTOPATOLOGI

SENDI

TIKUS ARTHRITIS ADJUVAN YANG

TERPAPAR STRESSOR DINGIN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

Oleh:

ESA VALIAN GOGIADANTA

115130100111057

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

(2)

ii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

TERAPI EKSTRAK RUMPUT LAUT COKLAT (Sargassum duplicatum Bory) PADA PENURUNAN KERUSAKAN SENDI TERHADAP

EKSPRESI Interleukin-1 Beta (IL-1β) DAN HISTOPATOLOGI SENDI TIKUS ARTHRITIS ADJUVAN YANG

TERPAPAR STRESSOR DINGIN

Oleh:

ESA VALIAN GOGIADANTA 115130100111057

Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji Pada tanggal 23 April 2018

Dandinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.Dr. Aulanni’am,drh.,DES NIP. 19600903 198802 2 001

Dyah Kinasih W., S.Si., MP., M.Sc NIP. 19820914 200912 2004

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya

(3)

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Esa Valian Gogiadanta NIM : 115130100111057

Program Studi : Pendidikan Dokter Hewan Penulis Skripsi berjudul:

Terapi Ekstrak Rumput Laut Coklat (Sargassum Duplicatum Bory) Pada Penurunan Kerusakan Sendi Terhadap Ekspresi Interleukin-1 Beta (Il-1β) Dan Histopatologi Sendi Tikus Arthritis Adjuvan Yang Terpapar Stressor Dingin

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya saya sendiri dan tidak menjiplak karya orang lain, selain nama-nama yang termaktub diisi dan tertulis di daftar pustaka dalam skripsi ini.

2. Apabila dikemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbukti hasil jiplakan, maka saya akan bersedia menanggung segala resiko yang akan saya terima.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.

Malang, 23 April 2018 Yang menyatakan,

(4)

iv

Terapi Ekstrak Rumput Laut Coklat (Sargassum duplicatum Bory) pada Penurunan Kerusakan Sendi terhadap Ekspresi Interleukin-1 Beta (IL-1β)

dan Histopatologi Sendi Tikus Arthritis Adjuvan yang Terpapar Stressor Dingin

Abstrak

Artritis Reumatoid (AR) merupakan penyakit autoimun yang bersifat inflamasi kronik sistemik pada sendi. Rumput laut cokelat (Sargassum duplicatum Bory) memiliki kandungan antioksidan dan antiinflamasi yang dapat digunakan untuk terapi AR. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak rumput laut cokelat terhadap ekspresi IL-1β dan histopatologi jaringan sendi tikus (Rattus norvegicus) AR yang terpapar stresos dingin. Penelitian ini menggunakan 4 kelompok hewan coba yaitu: kelompok kontrol negatif (P1), kelompok artritis (P2), kelompok artritis yang terpapar stresor dingin (P3), serta kelompok artritis yang terpapar stresor dingin dan diberi terapi ekstrak rumput laut cokelat dengan dosis 400 mg/kg (P4). Pembuatan tikus model AR dilakukan dengan cara injeksi Complete Freund’s Adjuvant (CFA) secara intradermal. Pemberian ekstrak rumput laut coklat diberikan secara per oral melalui sonde lambung. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa setiap kelompok perlakuan menunjukkan perbedan yang signifikan (p<0,05). Perlakuan stressor dingin meningkatkan keparahan dengan meningkatkan ekspresi IL-1β sebesar 152,61% dibanding ekspresi tikus RA sebesar 121,9%. Pemberian ekstrak ethanol rumput laut coklat menunjukkan penurunan ekspresi IL-1β sebasar 32,98% pada tikus yang AR dan terpapar stressor dingin. Terdapat perbaikan gambaran histopatologi sendi tarso-metatarsal yang terlihat adanya perbaikan susunan sel kondrosit pada tikus yang diterapi Sargassum duplicatum Bory. Dengan demikian ekstrak ethanol rumput laut coklat berpotensi sebagai alternatif pengobatan AR.

(5)

v

Therapy of Brown SeaweedExtract (Sargassum duplicatum Bory) to Improve the Expression of Interleukin-β1 (IL-β1) and Joints Histopathology in

Animal Model of Adjuvant Arthritis with Cold Stressor Exposure

Abstract

Rheumatoid arthritis (RA) is an autoimmune disease which showed chronic systemic inflammation in the joint. Brown seaweed (Sargassum duplicatum Bory) contains antioxidants and anti-inflammatory that can used to treat RA. This study aimed to determine the effect of ethanolic extract of brown seaweed therapy against expression of IL-1β using immunohistochemistry techniques and improvement of joint histopathology in rat model using Hematoxylen-eosin (HE) staining. Rats divided into four groups: control, RA, RA with cold stressor exposure (50 C for 5 min, 7 days), and RA with cold stressor exposure treated with ethanolic extract of brown seaweed (400mg/kg BW) for 14 days. Statistical analysis showed that each treatment group were significantly different (p<0.05). The cold stressor treatment increased of RA showed by increasing of IL-1β expression to be 152.61% while the RA group was 121.9%. The ethanolic extract of brown seaweed (Sargassum duplicatumBory) therapy showed improvement of IL-1β expression to be 32.98% in RA rat with cold stressor exposure. Joint histopathology showed an improvement of chondrocytes composition in tarso-metatarsal joint. Thus the ethanolic extract of brown seaweed had potentially to be used as an alternative treatment of RA.

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa karena telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul: Terapi

Rumput Laut Coklat (Sargassum Duplicatum Bory) pada Penurunan

Kerusakan Sendi terhadap Ekspresi Interleukin-1 beta (IL-1β) Gambaran Histopatologi Sendi Tikus Arthritis Adjuvan yang Terpapar Stressor Dingin

.

Sholawat serta salam semoga tetap dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Naskah skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan. Penelitian ini adalah penelitian payung yang diketuai oleh Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Aulanni’am, drh, DES dan ibu Dyah Kinasih Wuragil, S.Si., MP,

M.Sc selaku dosen pembimbing atas bimbingan, kesabaran, fasilitas, dan

waktu yang telah diberikan.

2. Drh. Viski Fitri Hendrawan, M.Vet dan Drh. Wawid Purwatiningsih, M.Vet

selaku dosen penguji yang telah memberikan pengarahan dan masukan

dengan kesabaran selama ujian Skripsi.

3. Prof.Dr.Aulanni’am,drh, DES selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Brawijaya dan Jajaran Pimpinan serta Dosen dan Karyawan

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya.

4. Orangtua tercinta Suprapto dan Sri Restani serta Adik yang teristimewa

dalam dukungan, semangat, doa dan motivasi yang diberikan kepada

penulis.

5. Seluruh teman di 2011 C, teman-teman kelompok Sargassumer dan Mbak

Vivi Shofia yang senantiasa atas saran, kritik, motivasi semangat, inspirasi,

bantuan, kebersamaan dan semua hal yang sangat luar biasa.

6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan Skripsi

(7)

vii

Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT membalas segala kebaikan

yang telah diberikan dan Hasil Skripsi ini dapat memberikan manfaat dan wawasan

tidak hanya bagi penulis namun juga bagi pembaca.

Malang, 28 Maret 2018

(8)

viii

2.2 Histopatologi Artritis Rematoid ... 8

2.3 Artritis ajuvan sebagai model untuk Artritis Rematoid ... 11

2.4 Hewan Model Tikus (Rattus norvegicus) Artritis ... 12

2.5 Interleukin 1 beta (IL-1β)... 14

2.6 Stresor Dingin ... 15

2.7 Rumput Laut Coklat (Sargassum duplicatum Bory) ... 17

2.7.1 Habitat dan perkembangbiakan ... 18

2.7.2 Manfaat dan kandungan Sargassum sp ... 19

BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN ... 21

3.1 Kerangka Konseptual ... 21

4.3.1 Penetapan Sampel Penelitian ... 26

4.3.2 Pembagian Kelompok Penelitian ... 26

4.3.3 Rancangan Penelitian ... 27

4.3.4 Variabel Penelitian ... 28

4.4 Prosedur Kerja ... 28

4.4.1 Persiapan Hewan Model ... 28

4.4.2 prosedur Induksi Arthritis Menggunakan (CFA) ... 29

(9)

ix

4.4.4 Dosis Ekstrak Rumput Laut Coklat ... 30

4.4.5 Pengukuran Ekspresi Interleukin-1β ... 31

4.4.6 Pembuatan Preparat Histopatologi ... 32

4.5 Analisis Data... 34

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

5.1 Ekspresi Interleukin-1β ... 35

5.2 Terapi Ekstrak Ethanol Rumput Laut Coklat... 40

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(10)

x

DAFTAR TABEL

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Histopalogi sendi normal tikus (Rattus norvegicus) ... 6

2.2 Tulang rawan hialin tikus ... 7

2.3 Patogenesis AR ... 9

2.4Histopatologi AR tikus ... 10

2.5Rattus Norvegicus ... 13

2.6 Sendi pada kaki tikus ... 13

2.7 Rumput laut coklat ... 18

3.1 Kerangka Konseptula Penelitian ... 21

5.1 Immunohistokimia Kartilago pada Bagian Tarsometatarsal ... 36

5.2 Reaksi Scavenging ... 37

5.3 Histopatologi Jaringan Sendi Tarsometatarsal ... 41

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Sertifikat Laik Etik ... 51

2. Kerangka Operasional Rancangan Penelitian ... 52

3. Perhitungan Dosis dan Pengenceran Ekstrak Etanol Rumput Laut Coklat ... 53

4. Pembuatan Preparat Jaringan ... 54

5. Skema Prosedur Pengamatan Ekspresi IL-1β ... 55

6. Pembuatan Ekstrak Etanol Rumput Laut Coklat ... 57

7. SPSS (Statistical Package for Social Sciences) ... 58

(13)

xiii

DAFTAR ISTILAH DAN LAMBANG

AIA : Adjuvan-Induced Arthritis

APC : Antigen Presenting Cells

DAB : 3,3 diaminobenzidine tetraterahydrochloride

DNA : Deoxyribose-nucleic acid

FC : Fragment Crystalizable

GSH-PX : Gluthation peroxidase

H2O2 : Hydrogen Peroxide MMP-2 : Metaloproteinase-2 MMP-3 : Metaloproteinase-3 MMP-9 : Metaloproteinase-9

NF-kB : Nuclear Factor-kappa Beta

O2-* : Superoksida

OH : Hidroksil

OHO : Hydroxyl Radicals

PBS : Phosphate Buffer Saline

PFA : Peraformaldehida

RA : Rheumatoid Arthritis

RANKL : Receptor Activator of NF-kB Ligand

ROS : Reactive Oxygen Species

SA-HRP : Strep Avidin-Horseradish Peroxide

SPSS : Statistical Package for Social Sciences

TNF-α : Tumor Necrosis Factor-α

UPC-1 : Uncoupling Protein-1

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pet animal atau hewan kesayangan beberapa tahun ini telah menjadi hewan

peliharaan yang trend bagi masyarakat Indonesia. Dalam memelihara hewan

kesayangan tentunya tidak luput dari perawatan sampai pengobatan terhadap

penyakit yang sering diderita, baik infeksius maupun non infeksius.

Artritis Reumatoid (AR) adalah penyakit autoimun yang dapat

menyebabkan inflamasi kronik-sistemik. Inflamasi kronik ini menimbulkan

terjadinya hipertrofi dan penebalan pada membran sinovium, aliran darah

terhambat dan nekrosis sel. Penebalan sinovium oleh lapisan jaringan granular

membentuk panus yang bersifat destruktif dan menyebabkan inflamasi

berlanjut, membentuk jaringan parut yang dapat memacu kerusakan sendi

menyebabkan degradasi jaringan ikat terutama pada organ sinovium dan

struktur sendi seperti tulang rawan, kapsul fibrosa sendi, ligamen dan tendon

yang pada akhirnya menyebabkan deformitas sehingga terjadi kekakuan dan

kehilangan fungsi sendi secara permanen. Sebanyak 0,5-1% penduduk dunia

dan kurang dari 0,4% penduduk Indonesia menderita AR dan 2-3 kali lebih pada

wanita (Holm et al., 2001).

Peningkatan suhu global mengakibatkan terjadinya perubahan iklim yang

sangat ekstrim sehingga saat cuaca dingin suhu menjadi sangat dingin, begitu

juga dengan penggunaa air conditioner diberbagai lokasi menjadi stresor dingin

(15)

2

ajuvan akan meningkatkan proses keradangan dengan terjadinya peningkatan

Interleukin-1 beta (IL-1β) dan jaringan sendi.

Interleukin-1 beta (IL-1β) merupakan mediator utama dalam proses

inflamasi pada daerah sinovium dan dalam proses pembentukan panus. Panus

adalah jaringan granulasi yang terbentuk dari makrofag serta sel-sel radang

lainnya. Selanjutnya IL-1β menginduksi terjadinya proliferasi sel-sel sinovium

dan meningkatkan produksi sel sinovium sehingga dapat mengakibatkan

degradasi tulang rawan pada sendi. IL-1β ini mampu menghambat proses

pemulihan tulang rawan pada sendi melalui penghambatan sintesis protein

matriks (Suryana, 2008).

Sampai saat ini belum ada terapi definitif yang efektif untuk penyembuhan

AR (Mirshafiey and Mohsenzadegan, 2008). Sargassum duplicatum Bory

merupakan salah satu jenis rumput laut coklat dari Indonesia yang berpotensi

sebagai antioksidan (Jhamandas et al., 2005) karena mengandung komponen

fenolik (Lim et al., 2002). Jenis komponen fenolik yang banyak dijumpai pada

rumput laut coklat adalah phlorotanin yang berkisar antara 0,74% sampai 5,06%

(Samee et al., 2009). Pengaruh Sargassum duplicatum Bory dilaporkan

Aulanni’am (2012) mampu meredam radikal bebas pada tikus yang menderita

IBD.

Pada penelitian ini pemberian rumput laut coklat (Sargassum duplicatum

Bory) digunakan untuk menghambat ekspresi Interleukin-1 beta (IL-1β) pada

sendi dan menurunkan kerusakan histopatologi jaringan sendi akibat stresor

(16)

3

1.2Rumusan Masalah

1.Apakah pemberian Sargassum duplicatum Bory pada tikus artritis yang

terpapar stresor dingin menurunkan ekspresi IL-1β?

2.Apakah pemberian Sargassum duplicatum Bory pada tikus artritis ajuvan

yang terpapar stresor dingin dapat memperbaiki kerusakan histopatologi

sendi?

1.3Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini

dibatasi pada :

1. Hewan model yang digunakan adalah tikus (Rattus norvegicus) jantan strain

Wistar, umur 10-12 minggu dan berat badan 150-200 gram yang diperoleh

dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan (UPHP) UGM Yogyakarta.

Penggunaan hewan model dalam penelitian sudah mendapat sertifikasi laik

etik dari Komisi Etik Penelitian Universitas Brawijaya. (Lampiran 6)

2. Pembuatan keadaan artritis rematoid pada hewan model tikus artritis

dilakukan dengan cara induksi Complete Freund’s Adjuvant (CFA)

sebanyak 0,1 mL dibagian ekor secara intradermal pada hari ke-1 dan

diinduksi CFA kembali sebanyak 0,05 ml dibagian metacarpophalangeal

extremitas caudal sinister dan metacarpophalangeal extremitas caudal

(17)

4

paparan stressor dingin selama 15 menit dalam jangka waktu 7 hari

berturut-turut.

3. Varietas rumput laut yang digunakan untuk terapi yaitu rumput laut coklat

(Sargassum duplicatum Bory) yang diperoleh dari perairan laut Madura,

Jawa Timur.

4. Dosis terapi yang digunakan pada ekstrak etanol rumput laut coklat

(Sargassum duplicatum Bory) menggunakan satu dosis 400mg/kgBB

selama 2 minggu.

5. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah ekspresi Interleukin-1

beta (IL-1β) dengan metode imunohistokimia dan dianalisis menggunakan

uji Anova serta perbaikan gambaran histopatologi jaringan sendi secara

kualitatif menggunakan mikroskop.

1.4Tujuan Penelitian

1.Mengkaji pengaruh pemberian Sargassum duplicatum Bory pada artritis

ajuvan yang terpapar stresor dingin pada ekspresi Interleukin-1 beta

(IL-1β).

2.Mengkaji pengaruh pemberian Sargassum duplicatum Bory pada artritis

ajuvan yang terpapar stresor dingin pada skala histopatologi kerusakan

(18)

5

1.5Manfaat Penelitian

1. Mengetahui peran Sargassum duplicatum Bory pada penurunan

kerusakan sendi melalui penghambatan aktivasi Interleukin-1 beta

(IL-1β) pada hewan coba artritis ajuvan terpapar stresor dingin.

2. Mengetahui peran Sargassum duplicatum Bory pada penurunan

kerusakan sendi pada skala histopatologi kerusakan sendi pada

hewan coba artritis ajuvan terpapar stresor dingin.

(19)

7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1Histologi Sendi

Sendi adalah pertemuan antara dua tulang atau lebih. Sendi memberikan

adanya segmentasi pada rangka manusia dan memberikan kemungkinan variasi

pergerakan diantara segmen-segmen (Brunner & Sudarth, 2002). Pada Gambar 2.2

terlihat bentuk normal membran sinovial dimana membran sinovial normal

merupakan lapisan tipis sel-sel sinovial yang mendasari jaringan ikat longgar,

bentuk kartilago yang normal dengan matriks yang teratur dan rongga sendi yang

simetris (Setiawan, 2013).

Gambar 2.1 Histopalogi sendi normal tikus (Rattus norvegicus) (Setiawan, 2013). Keterangan : Pewarnaan Hematosiklin Eosin perbesaran 100x, kartilago (k),

membran sinovial (ms), rongga sendi (rs).

Sinovium dalam sendi normal merupakan lapisan tipis halus yang memegang

beberapa fungsi penting, yaitu sebagai sumber nutrisi penting untuk tulang rawan.

(20)

8

hyaluronic dan fibronektin serta kolagen yang merupakan kerangka struktural dari

interstitium sinovial.

Tulang rawan terdiri dari kolagen tipe II dan proteoglikan yang merupakan

jaringan yang terkena dampak cukup besar pada kasus AR akibat dari stres

oksidatif. Kasus AR ini akan memberikan gambaran integritas, ketahanan dan

hidrofobik sel yang terganggu. Hal ini dikarenakan pengaruh enzim proteolitik

(kolagenase, stromelysin) baik oleh sel-sel lapisan sinovial maupun sel-sel

kondrosit. Sitokin meningkatkan reaksi oksigen reaktif spesies, nitrogen dan

sekaligus meningkatkan jalur katabolik kondrosit, juga menghambat pembentukan

tulang rawan baru. Leukosit polimorfonuklear dalam cairan sinovial juga dapat

menyebabkan proses degradatif (Clifton, 2007).

Gambar 2.2 Tulang rawan hialin tikus (Rattus norvegicus) menggunakan pewarnaan HE pada perbesaran 400x (Gary, 2003).

Tulang rawan hialin pada Gambar 2.3 adalah jenis tulang rawan yang paling

(21)

9

tulang rusuk tips, cincin trakea, dan bagian tengkorak. Jenis tulang rawan

didominasi kolagen (namun dengan beberapa serat kolagen), dan namanya

mengacu pada penampilan kacanya.Tulang rawan hialin menunjukkan kondrosit

dan organel, kekosongan dan matriks. Tulang rawan hialin ditutupi eksternal oleh

membran fibrosa, yang disebut perichondrium. Membran ini mengandung

pembuluh yang menyediakan tulang rawan dengan gizi (Clifton, 2007).

2.2Artritis Reumatoid

Artritis Reumatoid (AR) merupakan penyakit peradangan kronik

mengakibatkan terjadinya degenerasi jaringan ikat, peradangan (inflamasi) yang

terjadi secara terus-menerus, organ yang paling sering diserang adalah sinovium

dan menyebar ke struktur sendi di sekitarnya seperti tulang rawan, kapsul fibrosa

sendi, ligamen, dan tendon. Terjadinya inflamasi dapat ditandai dengan adanya

penimbunan sel darah putih, pengaktifan komplemen, fagositosis ekstensif dan

pembentukan jaringan granula (Katryn, 2006).

Inflamasi pada AR terjadi secara terus-menerus terutama pada organ sinovium

dan menyebar ke struktur sendi di sekitarnya seperti tulang rawan, kapsul fibrosa

sendi, ligamen dan tendon. Tanda-tanda inflamasi yaitu munculnya penimbunan sel

darah putih, pengaktifan komplemen, fagositosis ekstensif dan pembentukan

jaringan granular. Sedangkan inflamasi kronik dapat menyebabkan hipertropi dan

penebalan pada membran sinovium, terjadi hambatan aliran darah, dan nekrosis sel.

Panus juga akan terbentuk karena penebalan sinovium yang dilapisi jaringan

(22)

10

pembentukan jaringan parut yang memacu kerusakan sendi dan deformitas

(Wiralis, 2008).

Gambar 2.3 : Patogenesis AR sumber: Nasution & Sumaryono (2006).

Artritis reumatoid (AR) timbul setelah aktivasi antigen yang memunculkan

respon imun. Antigen dapat berupa bakteri, mikoplasma dan virus. Pada gambar

2.1 menggambarkan bahwa antigen memacu perubahan respons imun non-spesifik

dan spesifik berbagai tipe sel termasuk sel T, makrofag, antigen precenting cell

(APC) dan sel endotel, menyebabkan inflamasi (Husney, 2004). Inflamasi

menyebabkan pelepasan berbagai protein sitokin. Sitokin memiliki fungsi antara

lain memelihara keseimbangan tubuh selama terjadi respon imun, infeksi,

kerusakan, perbaikan jaringan, membersihkan jaringan mati, darah yang membeku

dan proses penyembuhan. Produksi sitokin meningkat, kelebihan sitokin dapat

(23)

11

berperan penting pada AR antara lain adalah IL-1, IL-6, TNF-α dan NO. Nitrit

oksida diketahui dapat menyebabkan kerusakan sendi dan berbagai manifestasi

sistemik (Rahmad dkk, 2006).

Pada kasus AR terjadi hipertropi dari sinovium menyerang dan mengikis tulang

rawan dan tulang yang berdekatan (pannus) (Kanaugh & Lipsky, 1998). Pada

artritis reumatoid cairan sinovial sangat bersifat inflamasi, selain itu sel pannus

menginfiltrasi tulang dan tulang rawan dimana pada Gambar 2.4 merupakan

gambar jaringan sendi pada penderita penyakit AR menggunakan pewarnaan HE

terlihat adanya erosi dan degradasi sel pannus terhadap tulang dan tulang rawan

(Gary, 2003).

(24)

12

2.3Arthritis ajuvan sebagai model untuk Artritis Rematoid

Tikus merupakan salah satu hewan model untuk artritis reumatoid

(Crofford and Ronald, 2000). Tikus yang digunakan sebagai hewan coba dalam

penelitian adalah Rattus norvegicus strain wistar (Armitage, 2004). Artritis

ajuvan atau Adjuvant Induced Artritiris (AIA) merupakan salah satu model

hewan coba standar yang digunakan untuk menjelaskan patomekanisme artritis

rematoid (Aulanni’am dan Ulhaq, 2011).

Preparasi arthritis adjuvant pada Rattus norvegicus melalui complete

freund’s adjuvant (CFA) secara intradermal. CFA (Complete Freund’s

Adjuvant) merupakan suatu emulsi minyak yang mengandung Mycobacterium

butyricum yang digunakan untuk meningkatkan imungenitas. Induksi

Complete Freud’s Adjuvant (CFA) menyebabkan respons inflamasi.

Manifestasi klinik dan karakteristik gambaran histopatologik analog dengan

AR pada manusia. Untuk itu imunisasi CFA diterima secara luas sebagai model

eksperimen pada hewan coba (Holm, 2001 ; Fletcher, 2007 ; Prabowo, 2005 ;

dalam Wiralis dan Endang, 2009). CFA dalam emulsi minyak yang

mengandung Heat killed-Mycobacterium butiricum akan meningkatkan

imunogenitas dan merangsang respon imun yang lebih besar daripada antigen

sendirian.

Penggunaan CFA lebih dari satu kali injeksi menyebabkan respon

inflamasi dan nekrosis pada hewan coba. Pertama kali dinjeksikan pada bagian

ekor selanjutnya bagian sendi kaki (Nagakura et al., 2003; Subramanian,

2009). Inflamasi kronik terjadi setelah hari ke 10-14 pasca imunisasi, dalam

(25)

13

semua sempel akibat dari perlakuan injeksi CFA tersebut dengan terlihat

adanya kebengkakan pada sendi dan secara histopatologi terlihat adanya

infiltrasi sel-sel inflamasi pada jaringan sendi (Prabowo, 2005; Fletcher et al.,

2007).

2.4Hewan Model Tikus (Rattus norvegicus) Artritis

Tikus merupakan salah satu hewan model untuk artritis reumatoid

(Crofford L.J. & Ronald L.W., 2000). Tikus yang digunakan sebagai hewan

coba dalam penelitian adalah Rattus norvegicus strain wistar yang memiliki

klasifikasi sebagai berikut (Armitage, 2004):

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata

Klass : Mammalia

Ordo : Rodentia

Sub Ordo : Sciurognathi

Familia : Muridae

Sub Familia : Murinae

Genus : Rattus

(26)

14

Gambar 2.5 Rattus Norvegicus (Ronaghy et al., 2002)

Hewan coba tikus (Rattus norvegicus) menggunakan Complete Freund’s

Adjuvant (CFA) yang merupakan suatu emulsi minyak yang mengandung

Mycobacterium butyricum yang digunakan untuk meningkatkan imungenitas.

Induksi Complete Freund’s Adjuvant (CFA) menyebabkan respons inflamasi.

Complete Freund’s Adjuvant (CFA) dapat merangsang respon imun yang lebih

besar dari pada antigen yang sendirian atau bahan kimia yang dapat merusak

sel maupun jaringan sehingga dapat terjadi inflamasi. Manifestasi klinik dan

karakteristik gambaran histopatologik analog dengan AR pada manusia. Untuk

itu imunisasi CFA diterima secara luas sebagai model eksperimen pada hewan

coba (Holm, 2001 ; Fletcher, 2007 ; Prabowo, 2005 ; Wiralis & Endang, 2009).

(27)

15

2.5Interleukin-1 beta (IL-1β)

Interleukin-1 merupakan mediator inflamasi yang erupakan respon

terhadapt infeksi (Barawijaya, 2004). Interleukin-1 beta (IL-1β) merupakan

sitokin yang diproduksi oleh makrofag dan limfosit T, yang melepaskan signal

inflamasi. Sitokin ini menstimulir sel monosit melakukan adhesi ke endotel.

Setelah melewati permukaan endotel, sel inflamasi tersebut kemudian

bermigrasi ke sub endothel sehingga menyebabkan kerusakan endotel (Elzirik

& Mandrup, 2001). IL-1β menyebabkan infiltrasi leukosit sehingga

menyebabkan hiperplasia membran sinovial dan kerusakan kartilago

(Dinarello, 1996).

Interleukin-1 beta (IL-1β) dan Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) adalah

sitokin utama yang sering terlibat dalam kerusakan sendi dan merupakan

stimulator yang kuat sel-sel pada sinovium, kondrosit dan ostoklast. Sitokin ini

menghambat produksi proteoglikan, kolagen tipe II, dan merangsang kondrosit

dan sel-sel pada sinovium melepaskan protease yang merusak seperti matriks

metalloproteinase (MMPs), Cystein proteinase dan lain-lain yang mempunyai

kemampuan hidrolisis komponen-komponen matrix ektraseluler terutama

proteoglikan dan kolagen (Isbagio, 2006).

Interleukin-1 beta adalah mediator utama pada inflamasi sinovium dan

pembentukan panus. Panus merupakan jaringan granulasi yang terbentuk dari

makrofag dan sel – sel radang lainnya. Faktor pertumbuhan Fibroblast Growth

Factor (FGF) yang menyebabkan proliferasi fibroblast serta faktor

(28)

16

membentuk pembuluh darah baru (Yuliasih, 2009). IL-1β menginduksi

proliferasi sel – sel sinovium dan meningkatkan produksi MMP oleh konrosit

dan sel sinovium sehingga mengakibatkan degradasi tulang rawan sendi.

Sitokin ini juga menghambat proses pemulihan tulang rawan sendi melalui

penghambatan sintesis protein matriks (Suryana, 2008).

2.6Stresor Dingin

Stimulus atau peristiwa yang menimbulkan respon stres pada

organisme disebut stresor. Tubuh secara fisiologis akan berusaha meregulasi

untuk mempertahankan suhu tubuh agar tetap konstan dengan mentransfer

energi dari makanan menjadi panas yang disebut termogenesis ketika dipapar

stresor dingin (Guyton and Hall, 2011). Stres berhubungan dengan onset dan

pengalaman penderita terhadap keadaan kesakitan. Setiap individu ketika

terpapar stresor akan berusaha beradaptasi sampai menuju keadaan

homeostatis. Proses adaptasi tersebut apabila gagal maka terjadi perubahan

neurofisiologi dan neurokimia yang kompleks (Zaura et al., 2007).

Sistem metabolisme dan sistem imunologi dari setiap individu berbeda

karena dapat dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Pusat pengatur panas dalam

tubuh adalah hipotalamus. Hipotalamus ini dikenal sebagai thermostat yang

berada dibawah otak. Prabowo (2004) menjelaskan bahwa stresor dingin akan

meningkatkan proses keradangan dengan adanya peningkatan IL-1, IL-2 dan

Tumor Necrosis Factor alfa (TNF-α) pada plasma dan jaringan sendi. Stresor

(29)

17

dapat dipertahankan. Pada paparan stresor dingin secara fisiologis otak

mengendalikan tubuh untuk melakukan termogenesis. Termogenesis adalah

upaya mempertahankan suhu tubuh agar tetap konstan dengan cara mentransfer

energi dari makanan menjadi panas. Stresor dingin yang terdeteksi oleh otak

menyebabkan aktivasi jaras eferen. Komponen efektor utama respon ini adalah

sistem saraf simpatik yang banyak menginervasi target termogenik seperti

jaringan lemak cokat dan otot bergaris. Aktivasi sistem saraf simpatik akan

meningkatkan aktivitas uncoupling proteins (UCP) yang memicu termogenesis

meningkat. Paparan stresor dingin yang diberikan pada tikus (Rattus

norvegicus) atritis ajuvan dapat meningkatkan siklus fosforilasi oksidatif.

Menurut Mitchell and Moyle (1967), fosforilasi oksidatif adalah suatu

lintasan metabolisme yang menggunakan energi yang dilepaskan oleh oksidasi

nutrien untuk menghasilkan adenosina trifosfat (ATP). Selama fosforilasi

oksidatif, elektron ditransfer dari pendonor elektron ke penerima elektron

melalui reaksi redoks. Reaksi redoks ini melepaskan energi yang digunakan

untuk membentuk ATP. Pada eukariota, reaksi redoks ini dijalankan oleh

serangkaian kompleks protein di dalam mitokondria, sedangkan pada

prokariota dimana protein-protein ini berada di membran dalam sel.

Enzim-enzim yang saling berhubungan ini disebut sebagai rantai transpor elektron.

Walaupun fosforilasi oksidatif adalah bagian vital dari metabolisme, fosforilasi

oksidatif juga menghasilkan ROS seperti superoksida dan hidrogen peroksida.

(30)

18

apabila diproduksi berlebihan dapat merusak sel tubuh dan menyebabkan

kerusakan oksidatif.

2.7Rumput Laut Coklat (Sargassum duplicatum Bory)

Sargassum duplicatum Bory memiliki diameter thallus pada batang

utama yang membulat dan agak gepeng pada cabangnya, permukaan halus

atau licin. Percabangan dichotomous dengan bentuk daun bulat lonjong,

pinggirannya bergerigi dan tebal. Gelembung udara melekat pada batang

daun, berbentuk bulat telur, ada yang bersayar dan menyerupai bentuk daun.

Organ reproduksi membentuk rangkaian yang rimbun merapat seperti

kembang kol berwarna cokelat tua atau cokelat muda. Tinggi rumpun dari

Sargassum duplicatum Bory dapat mencapai 60 cm.rumput laut ini

mempunyai pigmen fotosintetis karotin, fukosantin, klorofil A dan C

sehingga tumbuhan berwarna pirang atau cokelat. Produk fotositetiknya

adalah polisakarida berupa laminaran, manitol dan alginat.

Perkembangbiakan dilakukan dengan cara seksual dan aseksual. Klasifikasi

Sargassum sp. (Anggadiredja et al., 2006) adalah sebagai berikut :

Divisio : Thallophyta

Kelas : Phaeophyceae

Bangsa : Fucales

Suku : Sargassaceae

Marga : Sargassum

(31)

19

Gambar 2.7 Rumput laut coklat (Anggadireja et al., 2006).

2.7.1 Habitat dan perkembangbiakan

Sargassum merupakan ganggang besar yang tumbuh disepanjang

tahun, tumbuhan ini ada di setiap musim barat maupun timur, dijumpai

diberbagai perairan. Umumnya ditemukan di pantai Indonesia, Malaysia,

Singapura, Vietnam dan Filipina. Beberapa spesies berasal dari Burma,

Thailand dan Pupua Nugini. Pedalaman untuk pertumbuhannya dari 0,5-10

meter. Marga Sargassum termasuk dalam kelas Phaeophyceae tumbuh

subur pada daerah tropis, suhu perairan 27,25-29,3o C dan salinasi

32-33,5%. Kebutuhan cahaya matahari lebih tinggi dibandingkan marga alga

merah.

Habitat Sargassum (rumput laut cokelat) ini di Indonesia banyak

ditemukan menempel pada batu di daerah rataan ombak. Persebarannya di

sekitar pantai selatan Jawa dan Maluku. Secara potensi ekonomi, jenis

Sargassum sp. ini masih belum banyak dimanfaatkan dan dibudidayakan

(32)

20

bersifat melekat pada substrat dan tidak berkembang secara vegetatif

(Surono, 2009).

Perkembangbiakan atau reproduksi marga Sargassum yang termasuk

bangsa Fucales, Keluarga Sargassaceae dikenal dua cara yaitu reproduksi

aseksual (vegetatif) dan seksual (generatif). Reproduksi vegetatif dilakukan

melalui fragmentasi yaitu potongan thallus berkembang melakukan

pertumbuhannya. Cara ini banyak dilakukan untuk usaha budi daya.

Reproduksi generatif yaitu perkembangan individu melalui organ jantan

(antheridia) dan organ betina (oogenia).

2.7.2 Manfaat dan kandungan Sargassum sp

Secara umum, rumput laut mempunyai kandungan nutrisi cukup

lengkap. Diketahui rumput laut terdiri dari air (27,8%), protein (5,4%),

karbohidrat (33,3%), lemak (6,6%) serat kasar (3%) dan abu (22,25%).

Selain karbohidrat, protein, lemak dan serat, rumput laut juga mengandung

enzim asam buklet, asam amino vitamin (A, B, C, D, E dan K) dan makro

mineral seperti nitrogen, oksigen, kalsium dan selenium serta mikro mineral

seperti zat besi, magnesium dan atrium. Kandungan asam amino, vitamin

dan mineral rumput laut mencapai 10-20 kali lipat dibandingkan dengan

tanaman darat. Kandungan Sargassum sap memiliki fucoxanthin dengan

kadar yang tinggi, fucoidan dan iodin yang rendah. Pada setiap Sargassum

sap mengandung 20,95 fucoxanthin (Fahri, 2010).

Rumput laut cokelat (Sargassum duplicatum Bory) merupakan alga

(33)

21

mineral, iodin dan alginate. Selain itu terdapat kandungan antioksidan dan

polifenol (flavonod dan florotanin) dan fukosantin pada Sargassum sp.

(Liem et al., 2002), penelitian Botutihe (2010) menyatakan kandungan

antioksidan polifenol (flavonoid) ekstrak etanol 85% Sargassum duplicatum

Bory dengan dosis 100 mg/kg berat badan tikus terbukti mampu

menurunkan kadar radikal bebas. Florotanin kasar hasil ekstrak etanol dan

etil asetat Sargassum duplicatum Bory juga memiliki aktivitas antioksidan

(34)

21

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Gambar 3.1 Skema Kerangka Konseptual

Tikus (Rattus norvegicus)

Sel inflamatori teraktivasi : Terapi ekstrak Rumput Laut Coklat : Efek Paparan stressor dingin : Paparan Stressor dingin : Efek terapi Rumput laut coklat

: Variabel yang diamati : Menghambat

(35)

22

Pemberian Complete Freund’s Adjuvant (CFA) menyebabkan

inflamasi dan mengaktivasi mediator inflamasi seperti sel T. Antigen yang

telah diproses oleh APC selanjutnya akan dilekatkan pada CD4 (+) limfosit T

dan selanjutnya akan mengaktivasi sel limfosit T. Selain sebagai penyaji

antigen sel APC juga mengeluarkan sitokon-sitokin proinflamasi seperti

interleukin-1 beta (IL-1), interleukin 6 (IL-6), interleukin 8 (IL-8) dan tumor

necrosis factor-α (TNF- α) yang akan menyebabkan peningkatan aktivitas

osteoklas, sinoviosit dan kondrosit yang akan menyebabkan inflamasi dan

kerusakan dari sendi (Baratawidjaja & Rengganis, 2009). Reactive Oxygen

Species (ROS) juga dihasilkan selama proses inflamasi sehingga akan

menyebabkan kondisi stress oksidatif dan produksi senyawa radikal bebas

seperti hidroksil (OH-), radikal superoksida (O2-), hidrogen peroksida (H2O2).

Reaksi ROS akan mengakibatkan terjadinya angiogenesis yang

ditandai dengan ekspresi molekul adhesi dan produksi sitokin yang meningkat.

Ekstrak etanol rumput laut coklat memiliki kandungan antioksidan dan

antiinflamasi. Antioksidan akan menghambat proses aktifasi sel inflamasi

sehingga aktifasi makrofag dalam memproduksi sitokin juga berkurang dan

terhambatnya juga produksi radikal bebas. Kandungan antiinflamasi dalam

rumput laut coklat akan menghambat aktifitas IL-1β yang mendegradasi

jaringan sendi. Sehingga akan terjadi penurunan kerusakan jaringan sendi

melalui penghambatan jalur siklooksigenase. Serta stressor dingin akan

(36)

23

3.2Hipotesis Penelitian

1. Pemberian Sargassum duplicatum Bory pada tikus arthritis ajuvan yang

terpapar stresor dingin menghambat ekspresi Interleukin-1 beta (IL-1β).

2. Pemberian Sargassum duplicatum Bory pada tikus artritis ajuvan yang

(37)

24

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dibeberapa laboratorium yaitu perawatan dan

perlakuan terhadap hewan model dilaksanakan di Laboratorium Biokimia,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya

Malang. Pembedahan serta pemeriksaan ekspresi Interleukin-1 beta (IL-1β)

dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya Malang. Penelitian ini dilaksanakan

selama bulan Januari 2015 sampai dengan Maret 2015.

4.2 Bahan Penelitian

4.2.1 Hewan coba

Hewan coba yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus wistar

(Rattus novergicus) jantan yang berusia 10-12 minggu. Pemeliharaan hewan

coba dilakukan didalam kandang berupa bak plastik dengan tutup kawat

beralas sekam yang ditempatkan di laboratorium biokimia FMIPA Univeritas

Brawijaya Malang. Setiap pagi diberi makan pelet standar dan minum secara

ad libitum.

4.2.2 Alat dan Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan alat-alat meliputi kandang tikus, timbangan

untuk menimbang berat badan tikus, alat fiksasi, kandang jepit tikus, alat

pencekok oral (sonde lambung), pot untuk fiksasi jaringan, gunting bedah,

(38)

25

microtube, micropipete, tabung reaksi, labu ukur (10 ml, 50 ml, 100 ml),

vorteks, kertas saring, alat sentrifugasi, entellan, labu erlenmeyer, corong gelas,

labu evaporator, labu penampung, rotary evaporator, objek glass, cover glass,

lem entelan, cetakan dari logam berbentuk L untuk embeding, Water bath,

Staining jaringan untuk pengecatan, mikroskop digital kamera untuk melihat

hasil sediaan.

Bahan yang dipergunakan pada hewan coba adalah Sargassum

duplicattum Bory dengan dosis 400 mg/kg BB dan Complete Freund’s

Adjuvant (CFA). Bahan pemeriksaan adalah darah tikus, jaringan sinovial

tikus, ketamin untuk pembiusan, bahan untuk pembuatan preparat histologi

metode parafin antara lain larutan bouin untuk fiksasi yang dibuat dari asam

pikat jenuh 1, 22 % sebanyak 750 ml, formaldehid 37-40 % sebanyak 250 ml,

asam asetat glasial sebanyak 50 ml, juga diperlukan untuk dehifdrasi yaitu

alkohol 70 %, 80 %, 90 %, 95 % dan absolut. Larutan untuk clearing yaitu xylol

atau xylene, sedangkan untuk blok jaringan digunakan parafin cair. Albumin

meyer, dibuat dari putih telur dan gliserin 1:1, canada balsam untuk mounting.

Bahan untuk pewarnaan Hematoxyline Eosin (HE) adala larutan Xylol,

Alkohol 95 %, air kran, Larutan Hematoxyline, alkohol asam (acid alcohol)

1%, Larutan ammonia, Larut Eosin. Bahan untuk pewarnaan

Immunohistokimia adalah larutan aseton, larutan Xylol, alkohol 100 %, 96 %,

80 %, dan 70%, PBS pH 7,4, Tripsin 3%, H202 3%, Aquades, TRIS-PBS, Dako

(39)

26

4.3Tahapan Penelitian

4.3.1 Penetapan Sampel Penelitian

Kriteria inklusi hewan model adalah tikus putih (Rattus norvegicus) galur

Wistar, jenis kelamin jantan, umur 12 minggu, berat badan antara 150-200

gram, kondisi sehat (berambut cerah, aktivitas baik, tidak ada abnormalitas

anatomis, dan nafsu makan baik), masih dalam proses mendapatkan laik etik

penelitian oleh KEP FKUB.

4.3.2 Pembagian Kelompok Penelitian

Kelompok penelitian ditunjukkan dalam Tabel 4.1 sebagai berikut :

Tabel 4.1Kelompok Penelitian

Kelompok Keterangan Variabel yang

Diamati

Kelompok tikus artritis induksi CFA

P3 (perlakuan 1)

Perlakuan dibuat menjadi artritis dan diberi stresor dingin yaitu dimasukkan dalam ruangan 50C selama 15 menit setiap hari selama 7 hari berturut-turut P4

(perlakuan 2)

Perlakuan dibuat menjadi artritis dan diberi stresor dingin dengan cara dimasukkan dalam ruangan 50C selama 15 menit selama 7 hari dan diberikan ekstrak Sargassum duplicatum Bory

dengan dosis 400 mg/kgBB secara per oral selama 14 hari.

Banyaknya hewan model yang diperlukan dalam penelitian dapat

(40)

27

Sehingga : p (n-1) ≥ 15

4 (n-1) ≥ 15

4n – 4 ≥ 15

4n ≥ 19

n ≥ 5

Keterangan :

p = jumlah perlakuan

n = jumlah minimal ulangan yang diperlukan

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, untuk empat kelompok

perlakuan diperlukan jumlah ulangan minimal lima kali ulangan dalam setiap

kelompok. Penelitian ini menggunakan lima kali ulangan dalam setiap

kelompok sehingga jumlah seluruh tikus yang diperlukan sebanyak 20 ekor.

Selanjutnya dibagi dalam 4 kelompok yaitu kontrol negatif (P1), kontrol

positif (2), positif, kontrol negatif, perlakuan 1, perlakuan 2.

4.3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental (experiment design) dengan

menggunakan metode Post test only control group design, yaitu kegiatan

percobaan (eksperimen) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh yang

timbul sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu. Dalam penelitian ini

digunakan tikus putih jenis Wistar sebagai hewan coba, yang dibuat menjadi

artritis (selanjutnya disebut artritis ajuvan) dengan cara melakukan injeksi

secara intradermal pada pangkal ekor tikus 0,1 ml Coplete Freund’s Adjuvant

(41)

28

kanan kiri. Perubahan klinis yang terjadi pada tikus putih tersebut disebut

dengan Adjuvant Induced Arthritis (AIA atau Arthritis adjuvant/AA) berupa

kemerahan dan pembengkakan sendi. Jaringan sendi diperiksa setelah periode

waktu yang ditentukan sebagai fase aktif, yaitu 3 minggu.

4.3.4 Variabel Penelitian

Variabel yang diamati dari penelitian ini yaitu :

1. Variabel bebas:

1. Stresor dingin (dimasukkan dalam ruangan 50C selama 15 menit

setiap hari selama 7 hari berturut-turut).

2. Dosis ekstrak rumput laut coklat (Sargassum duplicatum Bory) 400

mg/kg BB.

3. Reaktif Oksigen species (ROS).

2. Variabel tergantung:

1. Ekspresi Interleukin-1 beta (IL-1Β ) pada sendi.

2. Histopatologi kerusakan sendi.

3. Variabel kendali:

3. Umur, berat badan tikus, jenis kelamin, makanan, kondisi

lingkungan.

4.4Prosedur Kerja

4.4.1Persiapan Hewan Model

Hewan model dibagi dalam empat kelompok perlakuan secara acak.

Hewan model diadaptasikan dalam kandang kelompok selama tujuh hari

(42)

29

dengan komposisi disusun berdasarkan standar Association of Analytical

Communities (AOAC)(2005) yang mengandung karbohidrat, protein 10%,

lemak 3%, vitamin, dan air 12%. Tikus yang digunakan adalah jenis tikus putih

(Rattus norvegicus) strain Wistar jantan dengan berat 150-200 gram dan

berumur 10 minggu. Jumlah keseluruhan yang digunakan 20 ekor dan dibagi

menjadi 4 kelompok perlakuan masing-masing 5 ekor tikus.

Kebutuhan pakan bagi seekor tikus setiap harinya kurang lebih sebanyak

10% dari bobot tubuhnya jika pakan tersebut berupa pakan kering dan dapat

ditingkatkan sampai 15% dari bobot tubuhnya jika pakan yang dikonsumsi

berupa pakan basah. Kebutuhan minum seekor tikus setiap hari kira-kira 15-30

ml air. Jumlah ini dapat berkurang jika pakan yang dikonsumsi sudah banyak

mengandung air (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Tikus dikandangkan dalam kandang yang berukuran 50 x 40 x 20 cm

dengan jumlah sesuai dengan jumlah tikus yang digunakan. Kandang terbuat

dari plastik dengan tutup dari rangka kawat. Kandang tikus berlokasi pada

tempat yang bebas dari suara ribut dan terjaga dari asap serta polutan lainnya.

Suhu optimum ruangan untuk tikus adalah 22-240C dan kelembaban udara

50-60% dengan ventilasi yang cukup.

4.4.2Prosedur Induksi Arthritis Ajuvan menggunakan CFA

Hewan coba disiapkan, selanjutnya dilakukan injeksi secara intradermal

pada pangkal ekor tikus 0,1 ml CFA (Complete Freund’s Adjuvan). Setelah 14

hari. Setelah 14 hari diberikan booster 0,05 ml CFA secara intradermal pada kaki

(43)

30

pembengkakan, kemerahan dan nyeri pada sendi kaki. Model artritis ini disebut

dengan Adjuvant-Induced Arthritis (AIA), dan telah pakai secara luas sebagai

model dari rematoid arthritis (AR) (Prabowo, 2004).

4.4.3Pembuatan Ekstrak Rumput Laut Cokelat (Sargassum duplicatum

Bory)

Ekstrak etanol rumput laut coklat (Sargassum duplicatum Bory) dibuat

dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Proses pembuatan

ekstrak etanol dari rumput laut coklat (Sargassum duplicatum Bory) yaitu

sebagai berikut: rumput laut coklat (Sargassum duplicatum Bory) dibersihkan

dan dipotong kecil – kecil dan dikeringkan sampai kandungan airnya mencapai

20-30%. Rumput laut coklat ditimbang sebanyak 116 gram dan diekstrak secara

maserasi dengan 1,5 etanol 85%. Maserasi dilakukan selama 2 hari. Ekstrak

kemudian disaring konsentrat filtrat dengan rotary vacuum evaporator pada

suhu 400C (± 2 jam). Ekstrak menjadi pekat dan kemudian dicuci dengan 100 ml

cloroform sebanyak 3 kali dan the upper layer (nun-lipid fraction). Fraksi etanol

diambil dan dikeringkan dengan gas N2 menjadi ekstrak dengan berat konstan.

Setelah dibuat ekstrak etanol selanjutnya diuji fotokimia ini untuk

menentukan senyawa marker yang ada dalam rumput laut coklat (Sargassum

duplicatum Bory).

4.4.4 Dosis Ekstrak Rumput Laut Cokelat (Sargassum duplicatum Bory)

Dalam penelitian Fauziah (2013) pemberian ekstrak Sargassum duplicatum

(44)

31

kadar IL-1β sebesar 21,24%. Berdasarkan penelitian tersebut kami

menggunakan dosis ekstrak sargassum 400 mg/kgBB. Diharapkan dengan dosis

empat kali lebih banyak akan menurunkan kadar IL-1β lebih besar.

4.4.5 Pengukuran ekspresi IL-1β dengan uji imunohistokimia

Preparat jaringan sendi sebelum diwarnai harus melalui proses deparafinasi

dan rehidrasi. Proses deparafinasi dengan menggunakan xylol bertingkat 1-2

masing-masing selama 5 menit. Lalu dilanjutkan dengan proses rehidrasi dengan

menggunakan alkohol absolut 3 menit, alkohol 100%, 95% 90%, 80%, dan 70%

selama berurutan selama 3 menit. Selanjutnya jaringan dicuci dengan aquades

dan PBS pH 7,4 sebanyak 3x5 menit. Selanjutnya direndam dalam H2O2 selama

20 menit. Kemudian preparat dicuci dengan PBS pH 7,4 selama 3x5 menit.

Blocking dilakukan dengan menggunakan BSA 1% selama 30 menit pada suhu

ruang. Kemudian preparat dicuci dengan PBS pH 7,4 selama 3x5 menit.

Diinkubasi dengan antibodi primer mouse anti IL-1βselama 24 jam pada suhu

4oC. Setelah diinkubasi dengan antibodi primer dicuci dengan PBS pH7,4

selama 3x5 menit. Selanjutnya ditambah dengan antibodi sekunder Rabbit

anti-mouse IgG berlabel biotin dan diinkubasi selam 1 jam pada suhu ruang. Dicuci

dengan PBS pH 7,4 selama 3x5 menit. Kemudian ditambah strepavidin

conjugated horseradish peroxidase (SHARP) selama 30-60 menit pada suhu

ruang. Kemudian dicuci dengan PBS pH 7,4 selama 3x5 menit. Lalu

ditambahkan cromagen Diaminobenzidine (DAB) selama 10-20 menit pada suhu

(45)

32

pH 7,4 selama 3x5 menit. Dilakukan counterstaining dengan Mayer’s

Hematoxylin selama 5 menit pada suhu ruang dan dicuci dengan aquadest 3x5

menit. Selanjutnya preparat dikering anginkan dan dilakukan mounting

menggunakan entellan kemudian ditutup dengan cover glass.

Preparat jaringan sendi hasil pewarnaan imunohistokimia diamati

menggunakan mikroskop cahaya Olympus BX51 perbesaran lemah (40x) hingga

perbesaran kuat (1000x) sebanyak 5 lapang pandang untuk melihat ekspresi

IL-1β. Perhitungan presentase area ekspresi IL-1β menggunakan gambaran preparat

jaringan sendi perbesaran 400x kemudian dianalisa menggunakan imunnoratio.

4.4.6 Pembuatan Preparat Hitopatologi dengan metode HE

1. Pengambilan Sampel (Sampling), Fiksasi, dan Pemotongan Organ

Tikus dikorbankan 30 menit setelah perlakuan terakhir dengan cara

dislokasi leher, kemudian tikus dibedah dan diambil organ kakinya. Sampel

kaki yang telah diambil dilakukan pengelupasan kulit kemudian dicuci

dengan menggunakan NaCl fisiologis 0.9% untuk menghilangkan darah.

Setelah itu, direndam dalam larutan PBS dengan pH 7,4. Setelah fiksasi

dilakukan, jaringan direndam dalam larutan etanol 70% selama 24 jam.

2. Dekalsifikasi

Dekalsifikasi dilakukan dengan merendam tulang dalam asam nitrat 10%

(46)

33

3. Dehidrasi

Dehidrasi dilakukan dengan merendam jaringan dalam larutan etanol

secara bertingkat dari konsentrasi 80% sampai dengan absolut. Lama jaringan

dalam larutan etanol berkisar antara 10 menit hingga 30 menit. Proses

dehidrasi berjalan dalam kondisi teragitasi dan pada suhu 4°C.

4. Penjernihan (Clearing)

Proses penjernihan reagen yang dipergunakan adalah xylol. Jaringan

dipindahkan dari alkohol absolut III ke larutan penjernih (xylol). Penjernihan

dilakukan dalam xylol I (1 jam), xylol II (1 jam), dan xylol III (30 menit pada

suhu kamar dan 30 menit pada oven).

5. Infiltrasi Parafin

Proses infiltrasi parafin yaitu jaringan dimasukkan dalam parafin cair I,

parafin cair II, dan parafin cair III (masing-masing 1 jam di dalam oven).

6. Penanaman Jaringan (Embedding)

Embedding dilakukan dengan cetakan yang di dalamnya diisi paraffin

cair. Blok paraffin yang sudah membeku tersebut dipasang pada mikrotom

dan diatur agar posisinya sejajar dengan posisi pisau. Blok parafin dipotong

dengan ketebalan 4 μm. Pada awal pemotongan dilakukan trimming karena

jaringan yang terpotong masih belum sempurna. Sediaan disimpan pada

inkubator dengan suhu 37oC selama semalam lalu siap diwarnai dengan

pewarnaan HE.

Pewarnaan Hematoksilin – Eosin diawali dengan proses deparafinasi

(47)

34

menggunakan alkohol absolut I, II dan III masing-masing 5 menit, alkohol

95%, 90%, 80% dan 70% secara berurutan masing-masing selama 5 menit.

Sediaan dicuci dengan air mengalir selama 15 menit dan dilanjutkan dengan

aquades selama 5 menit. Sediaan diwarnai dengan pewarna Hematoksilin

selama 10 menit, kemudian dicuci dengan air mengalir selama 30 menit dan

air aquades selama 5 menit. Setelah itu sediaan diwarnai dengan pewarna

Eosin selama 5 menit dan dan air aquades selama 5 menit. Setelah sediaan

diwarnai, dilakukan dehidrasi dengan alkohol 70%, 80%, 90% dan 95%

masing-masing selama beberapa detik, dan dilanjutkan dengan alkohol 100%

I, II dan III masing-masing 2 menit. Setelah itu dilakukan proses Clearing

dengan xylol I, II dan III selama 3 menit dan ditutup dengan gelas penutup

(Dewi, 2011).

4.5Analisis Data

Pada penelitian ini untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap

parameter ekspresi Interleukin-1 beta (IL-1β) digunakan analisis dengan uji

Anova. Uji Tukey dilakukan untuk mengetahui perlakuan terbaik yang

dihasilkan. Analisis statistik menggunakan software SPSS (Statistical Package

for the Social Sciences) 16.0 sedangkan Gambaran Histopatologi dianalisis

(48)

35

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Ekspresi Interleukin-1 beta (IL-1β) pada Sendi Tarsometatarsal Tikus

(Rattus norvegicus) Artritis Reumatoid.

Ekspresi Interleukin-1 beta (IL-1β) pada sendi tarsometatarsal pada tikus

hasil penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 5.1. Ekspresi IL-1β ditunjukkan

dengan tanda panah kuning. Dimana beberapa bagian tampak kecoklatan sebagai

indikasi dari keberadaan IL-1β. Area berwarna kecoklatan muncul disebabkan oleh

adanya ikatan antibody IL-1β dengan antigen IL-1β pada jaringan. Luas area yang

berwarna coklat pada preparat kemudian diukur menggunakan software

immunoratio dan hasil ditunjukkan dalam persentase area.

Kelompok A merupakan tikus kontrol negatif. Terlihat area kecoklatan pada

kelompok A hanya berada di sekitaran tepian kartilago dan sangat jarang.

Kelompok A merupakan kelompok yang sangat jarang area kecoklatan apabila

dibandingkan dengan tiga kelompok lainnya.Kelompok B merupakan tikus kontrol

positif (tikus AR). Terlihat area kecoklatan yang hampir merata dan lebih banyak

daripada kelompok A. Sedangkan pada kelompok C (tikus AR + stressor dingin).

Terlihat lebih banyaknya ditemukan area kecoklatan dibandingkan dengan

kelompok B. Hal ini diperkuat dengan penelitian Zautra et al., (2007) Stressor

merupakan suatu kondisi yang menimbulkan keadaan stress, setiap indivudu yang

terpapar dengan stressor akan berusaha melakukan adaptasi hingga menuju

keadaan homeostasis. Stressor yang dipaparkan pada setiap individu akan

(49)

36

menurunkan status imunologi. Sehingga IL-1β mendegradasi kolagen dan

proteoglikan lebih banyak dibandingkan dengan AR yang tidak diberi stressor

Gambar 5.1 Immunohistokimia Kartilago pada Bagian Sendi Tarsometatarsal Tikus (400X)

Keterangan : (A) merupakan tikus normal (kontrol negatif), ekspresi IL-1β ditunjukkan dengan warna coklat yang lebih gelap. Kondisi tikus normal; (B) tikus AR (kontrol positif); (C) tikus (AR + stressor); (D) tikus (AR + stressor + terapi Sargassum duplicatum Bory dosis 400 mg/KgBB).

: menunjukkn ekpresi IL-1β

Kelompok D (tikus AR + stressor + Sargassum duplicatumBory) terlihat adanya

penurunan jumlah warna kecoklatan dibanding dengan kelompok B dan C. Terapi

rumput laut coklat mampu menurunkan ekspresi IL-1β pada kasus RA. Menurut

Aulanni‘am (2012) hasil tes fitokimia Thin Layer Chromatography (TLC) dan

infrared spektrum ekstrak rumput laut coklat (Sargassum duplicatum Bory)

A

B

(50)

37

menunjukkan hasil yang positif untuk flavonoid, phlorotanin, dan alkaloid. Tetapi

negatif untuk terpenoid yang merupakan zat toksik dari tumbuhan, sehingga rumput

laut coklat aman digunakan untuk terapi pengobatan. Aktivitas antioksidan

flavonoid dan phlorotanin berfungsi sebagai scavenger radikal bebas sehingga

mampu menurunkan kadar radikal bebas. Reaksi scavenging radikal bebas oleh

senyawa flavonoid dutunjukkan pada Gambar 5.2.

Gambar 5.2 Reaksi Scavenging Radikal Bebas oleh Flavonoid (Aulanni’am, 2012)

Tabel 5.1 Persentase Area Hasil Analisis ImmunoRatio dari Preparat Immunohistokimia IL-1β

Kelompok

Perlakuan Ekspresi IL-1β

Peningkatan

Keterangan : Notasi menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan (P<0,05)

Menunjuk pada Tabel 5.1, menunjukkan adanya peningkatan IL-1β secara

signifikan (P<0,05). Hasil analisa statistik dengan One Way ANOVA dan

(51)

38

peningkatan ekspresi IL-1β yang signifikan pada kelompok B hal ini dikarenakan

induksi CFA menyebabkan munculnya respon inflamasi yang diinduksi oleh IL-1β.

Kelompok C berbeda nyata dengan kelompok A dan berbeda nyata dengan

kelompok B, terjadi peningkatan ekspresi IL-1β yang signifikan pada kelompok C,

Pemberian stresor dingin menyebabkan peningkatan proses keradangan yang

digambarkan oleh parameter IL-1 beta. Kelompok D dengan terapi ekstrak rumput

laut coklat (Sargassum duplicatum Bory) dosis 400 mg/kg BB berbeda nyata

dengan kelompok C. Dari data tersebut menunjukkan adanya penurunan ekspresi

IL-1β pada tikus AR yang terpapar stressor dingin dengan terapi ekstrak rumput

laut coklat (Sargassum duplicatum Bory) dosis 400 mg/kg BB. Namun dengan

dosis terapi 400 mg/kg BB belum mampu menyembuhkan penyakit AR, maka

diperlukan adanya variasi dosis yang lebih lanjut.

Kelompok A (Kontrol Negatif) menunjukkan nilai rata-rata ekspresi IL-1β

sebesar 28,58 ± 0,0561. Nilai ekspresi IL-1β pada kelompok A digunakan sebagai

standar untuk menentukan adanya peningkatan atau penurunan yang terjadi karena

pengaruh perlakuan. Perhitungan uji statistik secara lengkap dapat dilihat pada

(Lampiran 6.1). Kelompok tikus perlakuan B (AR)memiliki nilai rata-rata ekspresi

IL-1β sebesar 76,66 ± 0,04, sedangkan perlakuan C (AR+ Stressor) memiliki nilai

rata-rata ekspresi IL-1β tertinggi yaitu sebesar 84,16 ± 0,02, dan perlakuan D (AR+

Stressor + Sargassum) memiliki nilai rata-rata ekspresi IL-1β sebesar 52,38 ± 0,01.

Hasil uji statistik (One-Way ANOVA) (Lampiran 6.1) menggunakan SPSS 16.0 for

Windows. Pada kelompok perlakuan B memiliki peningkatan ekspresi IL-1β

(52)

39

194,47%, sedangkan pada kelompok D mengalami penurunan ekspresi sebesar

35,38%. Hal ini menunjukkan ada pengaruh pemberian CFA, stressor dan terapi

Sargassum duplicatum Bory terhadap nilai ekspresi IL-1β.

Menurut Lowell and Spiegelman (2000), paparan suhu dingin akan terdeteksi

oleh otak kemudian akan mengaktivasi jaras eferen untuk mengantarkan informasi

paparan suhu dingin tersebut dari saraf pusat ke saraf tepi. Paparan suhu dingin

menyebabkan hipotalamus bekerja untuk mengatur panas dalam tubuh dengan

mengaktifkan Uncoupling Protein (UCP). Uncoupling Protein (UCP) yaitu protein

yang berperan dalam suhu dingin yang menyebabkan terjadinya mekanisme

termogenesis. Termogenesis akan meningkatkan siklus fosforilasi oksidatif (proses

pembentukan energi) pada mitokondria. Mitokondria merupakan organ seluler

tempat dihasilkannya energi, salah satunya berupa Adenosin Trifosfat (ATP).

Mitokondria berperan dalam proses termogenesis. Selain menghasilkan energi,

mitokondria juga penghasil utama salah satu bentuk radikal bebas yaitu Reactive

Oxygen Species (ROS). Adanya interaksi antara elektron yang tidak berpasangan

dengan oksigen (O2), menghasilkan radikal superoksida yang merupakan salah satu

ROS yang sangat reaktif dan bereaksi dengan DNA, protein, dan lipid dengan cepat

sehingga menimbulkan kerusakan oksidatif (Robbins and Zhao, 2011). Adanya

peningkatan produksi ROS pada tikus P3 menimbulkan kerusakan oksidatif

sehingga mengakibatkan proses keradangan atau inflamasi AR semakin parah dan

mengakibatkan kadar IL-1β yang dihasilkan semakin tinggi.

(53)

40

Degradasi kartilago berkaitan erat dengan meningkatnya aktivitas IL-1β.

Terdapat hubungan yang kuat antara tingkat kerusakan sendi dan peningkatan

IL-1β pada pasien AR. (Aulanni’am et al., 2012). IL-1β merupakan stimulator yang

kuat untuk sel mesenkhim, seperti fibroblas sinovial dan khondrosit untuk

menghasilkan matriks metaloproteinase, terutama stromelysin dan kolagenase.

IL-1β juga menghambat produksi inhibitor jaringan metaloproteinase (tissue inhibitor

of metallopoteinase) yang dihasilkan oleh fibroblas sinovial, dan aktivitas ini akan

menyebabkan kerusakan sendi. Induksi IL-1β merangsang perkembangan osteoklas

yang bertanggung jawab untuk degredasi tulang. Menurut Nijdvelt (2001)

mekanisme kerja flurotanin dalam menurunkan jumlah IL-1β yaitu melalui gugus

–OH flurotanin dengan ATP dari enzim kinase yang berikatan akan menghambat

IL-1β sehingga mengakibatkan penurunan ekspresi IL-1β pada kartilago.

5.2. Terapi Ekstrak Ethanol Rumput Laut Coklat (Sargassum duplicatum Bory) pada Tikus (Rattus norvegicus) Artritis terhadap Gambaran Histopatologi Jaringan Sendi

Gambaran histopatologi sendi tarsometatarsal yang diinduksi CFA

(Complete Freund’s Adjuvant) dan setelah diterapi dengan ekstrak ethanol rumput

laut coklat (Sargassum duplicatum Bory) dosis 400 mg/kgBB diamati

menggunakan teknik pewarnaan hematoxylin eosin (HE) dapat dilihat pada

(54)

41

Gambar 5.3 Histopatologi Jaringan Sendi Tarsometatarsal Tikus dengan Pewarnaan HE (100X).

Keterangan : Kartilago (k), rongga sendi (rs), membrane synovial (ms), dan pannus (p). A (tikus kontrol): kondisi normal; B (AR); C (AR + stressor dingin); dan D (AR+ stressor + Sargasssum dosis 400 mg/kg BB).

: Degradasi kartilago : Susunan kondrosit

Induksi Complete Freund’s Adjuvant (CFA) memperlihatkan perubahan struktur pada jaringan sendi tikus yang dapat dilihat pada gambaran histopatologi

meliputi dilatasi rongga sendi, inflamasi membran sinovial, perubahan kartilago,

dan perubahan matriks pannus. Hal ini sesuai dengan Wiralis & Endang (2009)

menyatakan bahwa injeksi CFA tersebut ditandai dengan adanya pembengkakan

pada sendi dan secara histopatologi terlihat adanya infiltrasi sel-sel inflamasi pada

(55)

42

jaringan sendi. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Nealson (2002) yang

menyatakan bahwa pemberian CFA pada tikus menyebabkan inflamasi sendi,

infiltrasi sel inflamasi, kerusakan kartilago dan destruksi tulang. Gambaran

histologi pada tikus yang diinjeksi CFA yaitu proliferasi membran sionovial,

infiltrasi sel mononuklear, edema, destruksi kartilago dan pannus.

Gambaran histopatologi dengan pewarnaan Hematoxyline eosin pada tikus

normal Gambar 5.3 (A) memperlihatkan bentuk normal membran synovial dimana

membran sinovial normal merupakan lapisan tipis sel-sel sinovial yang mendasari

jaringan ikat longgar, bentuk kartilago yang normal dengan matriks yang teratur

dan rongga sendi yang simetris. Tikus AR Gambar 5.3 (B) menunjukan perubahan

bentuk membran sinovial dan berproliferasi ke rongga sendi, destruksi kartilago

yang ditunjukan dengan erosi dan dilatasi rongga sendi yang menunjukan terjadinya

edema. Menurut Gemeinehardt (2012) menyatakan bahwa jaringan yang

mengalami edema terlihat sebagai ruangan yang meluas (dilatasi) dan terisi cairan,

adanya infiltrasi sel leukosit dan sel-sel inflamasi berupa sel-sel mononuklear dan

neutrofil.

Tikus AR dengan perlakuan paparan stressor dingin Gambar 5.3 (C)

menunjukan bentuk membran synovial yang tidak teratur (semakin hancur), adanya

dilatasi rongga sendi yang menunjukan edema berupa peningkatan infiltrasi sel-sel

leukosit dibandingkan dengan rongga sendi kelompok tikus B. Tikus AR + stressor

+ sargassum dengan dosis terapi 400 mg/Kg BB Gambar 5.3 (D) memperlihatkan

perbaikan gambaran histopatologi jaringan sendi yang ditunjukan dengan bentuk

(56)

43

kartilago yang ditunjukan dengan susunan sel kondrositnya mengalami keteraturan

lapisan kartilago pada bagian superfisial, dimana kondisi bentuk dan ukuran sel

kondrosit yang mengalami hipertrofi mendekati kelompok A.

Gambar 5.4 Histopatologi Kartilago pada Bagian Tarsometatarsal Tikus dengan Pewarnaan HE (400X)

Keterangan: Pewarnaan HE dengan perbesaran 400x. Kondrosit (ct), kondroblas (cs), menunjukkan perubahan dari struktural kartilago, menunjukkan perubahan dari bentuk, ukuran dan jumlah dari kondrosit dan kondroblas, menunjukkan perubahan dari perbatasan antara kartilago dan sumsum tulang. A (tikus kontrol), B (tikus kontrol positif), C (tikus artritis+stresor dingin), D (tikus artritis+stresor dingin+terapi)

Gambar 5.4 (A) merupakan gambar histopatologi jaringan sendi normal

Gambar

Gambar 2.1 Histopalogi sendi normal tikus (Rattus norvegicus) (Setiawan, 2013). Keterangan :  Pewarnaan Hematosiklin Eosin perbesaran 100x,  kartilago (k), membran sinovial (ms), rongga sendi (rs)
Gambar 2.2 Tulang rawan hialin tikus (Rattus norvegicus) menggunakan pewarnaan HE pada perbesaran 400x (Gary, 2003)
Gambar 2.3 : Patogenesis AR sumber: Nasution & Sumaryono (2006).
gambar jaringan sendi pada penderita penyakit AR menggunakan pewarnaan HE
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa paparan asap kendaraan bermotor berpengaruh terhadap gambaran mikroskopis hepar dan kadar SGPT tikus wistar

Wamitila (2008) anaeleza kuwa tamthiliya za Ebrahim Hussein ndizo ambazo zimeleta mapinduzi makubwa katika uandishi wa tamthiliya ambapo tunaona mtindo mpya wa uandishi

Perlu melakukan peningkatan sumber daya manusia untuk mengikuti pelatihan seperti costomer service untuk menjaga mutu pelayanan yang dinilai melalui kepuasan klien dan

motivasi organisasi demikian sangatlah berbeda dalam arti bahwa mereka cenderung untuk mendorong kekuatan-kekuatan koperatif melalui berbagai bentuk investasi berdasarkan

Pada proses peleburan aluminium-magnesium dan pengecoran berongga terhadap spesimen dimana rekayasa rongga merupakan proses cara pembuatan rongga (lubang) untuk

The PSSI Executive Branch of Padang should conduct coaching for the physical condition of football referees through extensive interval training program to improve the endurance

Penelitian ini bertujuan untuk pengetahuan berdasarkan data valid dan terpercaya (reliabel) dan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara minat dalam belajar dengan

Apakah kemudahan mendapatkan modal mendukung bapak/ibu dalam membuka usaha industri kerajinan dari bahan baku kain perca