commit to user
i
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DALAM
PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT)
DI CV. SHOFA MARWAH
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan diajukan untuk
Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
SHINTA KUMALA SARI
NIM E 0007210
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum ( Skripsi )
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DALAM
PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT)
DI CV. SHOFA MARWAH
Oleh
SHINTA KUMALA SARI
NIM E 0007210
Disetujui untuk dipertahankan di depan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukkum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Lego Karjoko, S.H., M.H
commit to user
iii
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama: Shinta Kumala Sari
NIM: E 0007210
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DALAM PERJANJIAN KERJA
WAKTU TERTENTU (PKWT) DI CV. SHOFA MARWAH betul-betul karya
sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi
tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila kemudian hari terbukti
pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik
berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari
penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Juni 2011
Yang membuat pernyataan
Shinta Kumala Sari
commit to user
v ABSTRAK
SHINTA KUMALA SARI. E 0007210, PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DALAM PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) DI CV. SHOFA MARWAH Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi). 2011.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah perlindungan pekerja dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu pada CV. Shofa Marwah memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian ini memberi saran bagaimana seharusnya mengenai 3 (tiga) peristiwa konkrit atau fakta hukum yaitu mengenai jenis pekerjaan yang menjadi obyek perjanjian, jangka waktu perjanjian kerja dan apakah hak-hak pekerja sudah mendapat perlindungan hukum di CV. Shofa Marwah.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif dengan pendekatan perundang-undangan. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier atau penunjang. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari data sekunder. Analisis data yang dipergunakan adalah teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode silogisme dan intepretasi dengan menggunakan pola berpikir deduktif.
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian ini diperoleh simpulan sebagai berikut. Pertama, jenis pekerjaan yang menjadi objek dalam perjanjian kerja waktu tertentu di CV.Shofa Marwah tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua, jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu di CV. Shofa Marwah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketiga, sebagian perlindungan pekerja pada CV. Shofa Marwah tidak sesuai dengan perundang-undangan yang ada. Peraturan perundang-undangan yang terkait yaitu Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-100/MEN/X/2004 yang mengatur tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
commit to user
vi ABSTRACT
SHINTA KUMALA SARI. E 0007210, LAW PROTECTION FOR THE LABOR IN CERTAIN TIME WORK AGREEMENT IN CV. SHOFA MARWAH Law Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. Thesis. 2011.
The objective of research is to find out whether or not the labor protection in Certain Time Work Agreement in CV. Shofa Marwah meets the enacted legislation. This research recommends about how should be happen with 3 (three) concrete events or law fact including the type of work to be the object of agreement, duration of work agreement and whether or not the worker rights have received law protection in CV. Shofa Marwah.
This study belongs to a normative law research that is prescriptive in nature using statutory approach. The type of data used was secondary data deriving from the primary, secondary and tertiary or supporting law materials. Technique of collecting data used in this research was the library study, the one by studying the secondary data. The data analysis techniques used was syllogism and interpretation methods using deductive thinking pattern.
Considering the discussion of research result, it can be concluded as follows. Firstly, the type of work becoming object in certain work agreement in CV. Shofa Marwah is not consistent with the enacted legislation. Secondly, the duration of certain time work agreement in CV. Shofa Marwah has been consistent with the legislation enacted. Thirdly, some labor protections in CV. Shofa Marwah are not consistent with the existing legislation. The related legislations include the Act Number 13 of 2003 and the Manpower and Transmigration Minister’s Decree Number KEP-100/MEN/X/2004 governing about the Provision of Certain Time Work Agreement Implementation.
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas limpahan kasih, pertolongan dan karunianyaNya sehingga penulis
dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) dengan judul
“PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DALAM PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) DI CV. SHOFA MARWAH”. Penulisan Hukum ini merupakan salah satu syarat dalam mencapai gelar sarjana di bidang ilmu hukum di bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulisan Hukkum (Skripsi) ini tak lepas dari bantuan dan bimbingan
berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu, membimbing, memotivasi dan
mendoakan sehingga penulisan hukum ini dapat selesai, yaitu kepada :
1. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Pius Triwahyudi, S.H., M.Si., selaku ketua Bagian Hukum Administrasi
Negara yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyelesaikan
penulisan hukum.
3. Lego Karjoko, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Penulisan Hukum
(Skripsi) yang telah memberikan bantuan, bimbingan, masukan dan
motivasi kepada penulis dalam penyusunan penulisan hukum (skripsi) ini.
4. Th. Kussunaryatun, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan bimbingan selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Segenap Dosen dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta, atas bantuan dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis
selama masa perkuliahan.
6. Kedua Orang tua Penulis, yaitu Bapak Sunarto, Ibu Susi Nurhayati, B.A.,
yang tak pernah lelah memberikan doa, perhatian, nilai-nilai kehidupan,
motivasi dan kasih kepada Penulis.
7. Kakak Penulis Faisal Hermawan, saudara kembar Penulis Alfian Hafid,
commit to user
viii
8. Semua teman-teman penulis, Nurul Dwita Sari dan Sari Tyaswikaning Aji.
9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam
Penulisan Hukum (Skripsi) ini.
Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca.
Surakarta, Juni 2011
Penulis
commit to user
ix DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
PERNYATAAN... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACK... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR GAMBAR... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Metode Penelitian ... 5
F. Sistematika Penulisan Hukum ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ... 11
1. Tinjauan Umum Tentang Konsepsi Perlindungan pekerja ... 11
a. Perlindungan bagi perempuan ... 14
b. Perlindungan waktu kerja ... 15
c. Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) .. 18
d. Pengupahan ... 19
e. Kesejahteraan/ Jaminan Sosial Tenaga Kerja ... 24
2. Tinjauan Umum Tentang Hubungan Kerja ... 25
commit to user
x
b. Pengertian Perjanjian Kerja ... 26
3. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu . 29
a. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ... 29
b. Syarat-syarat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ... 31
B. Kerangka Pemikiran ... 33
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Umum Tentang Perusahaan Pengadaan Barang dan
Jasa CV. Shofa Marwah ... 36
B. Jenis Pekerjaan yang Menjadi Obyek Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu di Perusahaan Pengadaan barang dan jasa CV. Shofa
Marwah ... 38
C. Jangka Waktu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu di Perusahaan
Pengadaan barang dan jasa CV. Shofa Marwah ... 43
D. Pemenuhan Hak-hak Pekerja di Perusahaan Pengadaan barang
dan jasa CV. Shofa Marwah ... 43
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ... 55
B. Saran... 63
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
commit to user
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran : Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
commit to user
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki jumlah penduduk
terbanyak di dunia. Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 Negara Republik
Indonesia, tujuan bangsa Indonesia diantaranya adalah melindungi segenap
bangsa Indonesian dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dalam rangka
mewujudkan tujuan Negara, terutama untuk memajukan kesejahteraan umum dan
mewujudkan masyarakat yang lebih makmur maka Negara menjalankan
pembangunan nasional.
Pembangunan merupakan upaya yang diarahkan untuk memperoleh taraf
hidup yang lebih baik. ( N.H.T Siahaan, 2004: 19 ). Pembangunan merupakan
sarana bagi mencapai kesejahteraan manusia. Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang
Dasar 1945 berisi tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan. Sebagai wujud realisasi Pasal tersebut maka
pemerintah membentuk Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan menyatakan, Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, ketenagakerjaan adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan setelah selesainya masa
hubungan kerja. Tenaga kerja adalah objek, yaitu setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa, untuk kebutuhan
sendiri dan orang lain. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain
commit to user
2
kerja adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempekerjakan orang
lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Setiap perusahaan yang membutuhkan pekerja memberikan syarat-syarat
yang cukup sulit untuk dipenuhi oleh calon pekerja yang mengajukan lamaran.
Perusahaan-perusahaan berusaha untuk mendapatkan hasil maksimal dalam
memajukan keefektivitasan perusahaan. Hal ini mereka lakukan salah satunya
dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Tingginya kualitas
sumber daya manusia dapat mempengaruhi kualitas pekerjaan yang dapat
dihasilkan.
Di era globalisasi dan persaingan bisnis yang ketat saat ini, perusahaan
dituntut untuk dapat meningkatkan kinerja usahanya melalui pengelolaan
organiasai yang efektif dan efisien. Salah satu upaya yang dilakukan adalah
dengan memperkerjakan tenaga kerja seminimal mungkin untuk dapat memberi
kontribusi maksimal sesuai dengan tuntutan perusahaan. Untuk itu perusahaan
berupaya fokus menangani pekerjaan dan mendaya gunakan tenaga pekerja
kontrak dalam melaksanakan kegiatan perusahaan.
Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) terkadang melanggar
akan pemenuhan hak-hak pekerja yang biasa disebut dengan pekerja kontrak. Hal
ini disebabkan karena pekerja kontrak ada pada pihak yang lemah. Hubungan
kerja PKWT dilaksanakan berdasarkan suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis
akan tetapi yang sering terjadi adalah perjanjian antara pekerja dengan perusahaan
dengan lisan yang dianggap remeh oleh pekerja. Sesuai dengan syarat-syarat
perjanjian kerja yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan yaitu pada Pasal 51-54 terdapat ketentuan bahwa dalam
membuat surat perjanjian haruslah ada itikad baik yang melandasi setiap
perjanjian sehingga isi perjanjian kerja tersebut mencerminkan adanya
keseimbangan antara hak dan kewajiban masing-masing pihak. Dalam praktek
pelaksanaan pendaya gunaan pekerja berdasar Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
lebih merugikan pihak pekerja seperti misal pengajuan target-target pekerjaan
commit to user
dari UMK, ketidak dapatannya pekerja untuk ikut serta dalam serikat pekerja
dikarenakan status pekerjaannya sebagai pekerja tidak tetap.
Dalam peraturan perundang-undangan, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
sudah diatur pada Pasal 50-59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Peraturan pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-100/MEN/X/2004 yang mengatur
tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Praktek
pelaksanaan PKWT banyak terjadi penyimpangan dari perusahaan, terutama
dalam pemenuhan perlindungan hukum bagi pekerja tidak tetap atau pekerja
kontrak yang seharusnya memenuhi kriteria-kriteria yang telah disebutkan dalam
perundang-undangan sebagai landasan hukum. Penyimpangan ini tidak ditanggapi
serius oleh para pengusaha. Hal ini menjadi bukti bahwa hukum dapat dikalahkan
dengan kepentingan perekonomian.
Berdasarkan dengan uraian di atas maka penting untuk dilakukannya kajian
lebih mendalam akan seluk beluk akan perlindungan pekerja yang berdasar
Perjanjian Waktu Tertentu sehingga dapat dimengerti benar akan hak-hak dan
kewajiban apa saja yang harus dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait dalam
kegiatan hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja khususnya yang terdapat
dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu di CV. Shofa Marwah. Oleh karena itu
penulis memilih judul : “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA
DALAM PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) DI CV.
SHOFA MARWAH”
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah diperlukan guna identifikasi dan spesifikasi
permasalahan yang hendak diteliti dan dibahas agar masalah menjadi jelas dan
terarah serta dapat mencapai sasaran yang diinginkan, sehingga memudahkan
dalam penyusunan dan pencarian data-data guna menghasilkan Penelitian skripsi
yang baik. Dari uraiian tersebut, maka dalam penulisan hukum ini dapat
commit to user
4
1.Apakah jenis pekerjaan yang menjadi objek dalam Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu di CV. Shofa Marwah sudah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku?
2.Apakah jangka waktu dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu di CV. Shofa
Marwah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku?
3.Apakah pemenuhan hak-hak pekerja dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu di
CV. Shofa Marwah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai oleh penulis melalui penulisan ini, yaitu
sebagai berikut:
1. Tujuan Obyektif
Tujuan obyektif penelitian hukum ini antara lain :
a.Kesesuaian akan jenis pekerjaan yang menjadi objek dalam Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu di CV. Shofa Marwah terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b.Kesesuaian akan jangka waktu dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu di
CV. Shofa Marwah terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c.Kesesuaian akan pemenuhan hak-hak pekerja dalam Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu di CV. Shofa Marwah terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memperluas, mengembangkan, dan menambah pengetahuan serta
pengalaman dan pemahaman aspek hukum dalam teori maupun praktek di
lapangan.
b. Memberikan informasi, gambaran, serta sumbangan ilmu pengetahuan
hukum tentang perlindungan hukum pekerja kontrak.
c. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar Strata 1
(S1) dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas
commit to user D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian hukum ini Penulis mengharapkan dapat memberikan
manfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini, yaitu bagi penulis,
pembaca, dan pihak-pihak yang terkait dengan topik utama penelitian ini. Adapun
manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk menambah khasanah kepustakaan di bidang ilmu pengetahuan yaitu
dalam ilmu hukum pada umumnya dan hukum administrasi Negara pada
khususnya yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap pekerja
kontrak;
b. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan
referensi karya ilmiah yang bertujuan untuk dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan hukum ketenagakerjaan;
2. Manfaat Praktis
a. Dapat dipergunakan sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang
berkepentingan langsung dengan Penelitian ini khususnya untuk pekerja
kontrak dalam mengetahui lebih lanjut akan hak-hak dan kewajiban apa
saja yang harus dipahami betul;
b. Dapat dipergunakan untuk memberikan jawaban praktis mengenai
permasalahan-permasalahan yang timbul dalam hubungan kerja
berdasarkan kontrak;
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum menurut Peter Mahmud Marzuki adalah suatu proses
untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin
hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Hasil yang akan diperoleh
dalam Penelitian hukum adalah argumentasi, teori atau konsep baru yang
digunakan sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter
Mahmud Marzuki, 2005:35).
Dalam Penelitian ini penulis menggunakan metode Penelitian sebagai
commit to user
6
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang penullis guanakan dalam penelitian ini adalah
penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu
penelitian yang dilakukan dengan mempelajari bahan-bahan kepustakaan atau
disebut juga data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan hukum disusun
secara sistematis dan juga dikaji untuk selanjutnya dapat ditarik kesimpulan
atas apa yang telah diperoleh.
2. Sifat Penelitian
Penelitian hukum ini bersifat preskriptif dan terapan. Ilmu yang bersifat
preskriptif yaitu ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan,
validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum
(Peter Mahmud Marzuki, 2005:22). Ilmu hukum sebagai ilmu terapan,
preskripsi yang diberikan dalam Penelitian hukum harus dapat dan mungkin
untuk diterapkan. Preskripsi yang diberikan bukan merupakan sesuatu yang
telah diterapkan atau yang sudah ada. Hasil Penelitian hukum bukan asas
hukum yang baru atau teori yang baru tapi dapat berupa argumentasi yang
baru (Peter Mahmud Marzuki, 2005:206).
3. Pendekatan Penelitian
Menurut Peter Mahmud Marzuki pendekatan (approach) yang
digunakan dalam suatu Penelitian normatif dibagi dalam beberapa
pendekatan. Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam Penelitian hukum
normatif adalah pendekatan Undang-Undang (statute approach), pendekatan
kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan
komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual
approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2008:93).
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perUndang-Undangan
(statute approach). Pendekatan perUndang-Undangan mengkaji suatu
permasalahan/isu hukum dengan menggunakan undang-undang sebagai
acuan dengan memperhatikan asas-asas dalam peraturan
commit to user 4. Jenis Data
Dalam penelitian hukum normatif ini yang digunakan yaitu data
sekunder. Data sekunder adalah data yang merupakan bahan kepustakaan
berupa buku-buku, jurnal, arsip-arsip, dan sumber-sumber tertulis lainnya
yang memuat keterangan yang diperlukan.
5. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tersier. Sumber penelitian yang penulis gunakan
dalam penulisan hukum ini yaitu:
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer dapat terdiri dari peraturan
undangan, catatan resmi, risalah pembuatan peraturan
perundang-undangan, serta putusan hakim yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
Bahan hukum primer yang digunakan dalam penulisan hukum
normatif ini, antara lain adalah sebagai berikut :
1) Peraturan Dasar yang digunakan, yaitu Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2) Peraturan Perundang-undangan yang digunakan, yaitu
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2000 Tentang
SerikatPekerja/Serikat Buruh; Peraturan pelaksanaannya diatur dalam
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
KEP-100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian kerja
Waktu Tertentu.
3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder merupakan publikasi tentang hukum yang
bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki,
2005:41). Bahan hukum sekunder berupa buku-buku, jurnal hukum,
commit to user
8
massa dan internet, serta bahan lain yang terdapat keterkaitan dengan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
c. Bahan hukum tersier.
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberi petunjuk
atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
yaitu dapat berupa Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia,
kamus hukum, dan ensiklopedia.
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian hukum ini
adalah studi kepustakaan, yaitu dengan cara pengumpulan data yang relevan
dan dilanjutkan dengan melalui membaca, mempelajari, mengkaji, serta
menganalisis bahan-bahan dari peraturan perundang-undangan, buku-buku,
jurnal hukum, skripsi, makalah, serta artikel media massa baik dari media
cetak maupun dari internet.
7. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan tahap lanjutan untuk memperoleh hasil
Penelitian. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan metode silogisme dan intepretasi dengan menggunakan pola berpikir
deduktif. Pola berpikir deduktif yaitu berpangkal dari prinsip-prinsip dasar
untuk kemudian memberikan objek yang akan diteliti. Sedangkan metode
silogisme yang menggunakan pendekatan deduktif menurut Aristoteles
berpangkal dari pengajuan premis mayor. Kemudian diajukan premis minor,
dari kedua premis ini kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion
(Peter Mahmud Marzuki, 2005:46).
Peter Mahmud membedakan interpretasi menjadi beberapa macam,
yaitu interpretasi berdasar kehendak pembentuk Undang-Undang, interpretasi
sistematis, interpretasi historis, interpretasi teologis, interpretasi antisipatoris,
dan interpretasi modern (Peter Mahmud Marzuki, 2005:106-107).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode interpretasi antara
commit to user a. Interpretasi berdasarkan kata undang-undang.
Interpretasi ini berdasarkan kata-kata yang terdapat dalam
undang-undang. Interpretasi ini akan dapat dilakukan terhadap kata-kata dalam
undang-undang yang singkat, padat, tajam, dan akurat mengenai apa
yang dimaksud oleh undang-undang tersebut dan tidak mengandung kata
yang multi tafsir atau arti yang bermacam-macam. Hal ini sesuai dengan
karakteristik dari undang-undang sebagai perintah maupun larangan
(Peter Mahmud Marzuki, 2005:112).
b. Interpretasi sistematis.
Interpretasi yang menilik keterkaitan antara Undang-Undang yang
satu dengan peraturan perundang-undangan yang lain yang memiliki
hubungan saling ketergantungan asas yang mendasarinya satu sama lain.
Landasan pemikiran interpretasi sistematis adalah undang-undang
merupakan suatu kesatuan dan tidak satupun ketentuan dalam
Undang-Undang merupakan aturan yang berdiri sendiri (Peter Mahmud Marzuki,
2005:112).
F. Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika penulisan dalam Penulisan Hukum hukum ini disajikan untuk
memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum
sebagai karya ilmiah yang disesuaikan dengan kaidah-kaidah baku penuisan suatu
karya ilmiah. Penulisan hukum ini terdiri dari 4 bab, yaitu Pendahuluan, Tinjauan
Pustaka, Pembahasan, dan Penutup disertakan pula Daftar Pustaka yang
dilengkapi dengan lampiran-lampiran dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I merupakan bab pendahuluan yang menyajikan latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan hukum, menfaat penulisan
hukum, metode penulisan hukum, dan sistematika penulisan hukum.
Bab II merupakan bab tinjauan pustaka memberikan penjelasan
secara teoritik yang bersumber dari sumber kepustakaan yang digunakan
commit to user
10
mengenai persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti oleh
penulis. Tinjauan pustaka dibagi menjadi dua (2), yaitu:
1.Kerangka Teori, yang berisikan tinjauan mengenai perlindungan pekerja
yang berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu.
2.Kerangka pemikiran, yang berisikan gambar alur berpikir dari penulis
berupa konsep yang akan dibahas dalam penulisan hukum ini.
Bab III merupakan bab pembahasan yang berisi tentang hasil
penulisan hukum dan pembahasan ini merupakan titik temu dari suatu
kaidah perundang-undangan yang berlaku dan keadaan atau realitas yang
terjadi disuatu wilayah dan/atau permasalahan tertentu. Oleh karena itu
dalam bab ini penulis akan membahas pokok permasalahan, yaitu, jenis
pekerjaan yang menjadi objek dari perjanjian kerja waktu tertentu di CV.
Shofa Marwah, jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu di CV.Shofa
Marwah dan perlindungan hukum pekerja berdasar perjanjian kerja waktu
tertentu di CV. Shofa Marwah.
Bab IV merupakan penutup, yang mana pada ada bab ini, penulis
menyimpulkan hasil penulisan hukum dan pembahasan serta memberikan
saran-saran sebagai evaluasi terutama terhadap temuan-temuan selama
commit to user
11 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan umum tentang Konsepsi Perlindungan Pekerja
Menurut Imam Soepomo perlindungan pekerja terdapat adanya
pemisahan perlindungan terhadap pemerasan perlindungan sosial atau
perlindungan buruh dalam arti sempit (protection) dan perlindungan terhadap
bahaya kecelakaan sebagai perlindungan teknis atau perlindungan keselamatan
kerja yang disingkat keselamatan kerja (safety). Perlindungan dalam arti kata
sempit adalah penjagaan yang layak untuk kemanusiaan yang mana ditujukan
tidak hanya untuk majikan/pengusaha tapi juga kepada buruh/ pekerja itu
sendiri (Imam Soepomo, 1968 : 115).
Menurut Sendjun Manulang, S.H tenaga kerja memiliki peran penting
bagi pembangunan, sehingga sudah wajar jika diadakannya perlindungan
hukum bagi pekerja melalui perlindungan, pemeliharaan, dan pengembangan
terhadap kesejahteraannya (Sendjun H. Manulang, 1987 : 129).
Rachmad Budiono S.H., M.H perlindungan pekerja erat kaitannya
dengan peraturan kesehatan kerja yang berisi aturan-aturan dan usaha-usaha
untuk menjaga buruh/pekerja dari kejadian yang dapat merugikan kesehataan
kesesuaian dalam melaksanakan hubungan kerja. Sehingga dapat dimengerti
bahwa bidang kesehatan kerja memberi perlindungan buruh/pekerja dalam arti
kata sempit (Rachmad Budiono, 1995 : 188).
Pendapat para ahli yang memberikan gambaran akan apa yang
dimaksud dengan perlindungan pekerja dapat dimengerti bahwa perlindungan
pekerja ditujukan bukan hanya untuk pengusaha saja atua pekerja saja akan
tetapi untuk semua pihak yang terkait dalam suatu hubungan kerja.
The employment contract is the outcome of a transaction wich
encompasses both the entitltments and the obligations of thr employee. In the
contemporary context it is easy to forget that collective bargaining may
commit to user
12
obligations placed on employees as workloads and job descriptions.
Bargaining aver work obligations is bargaining over the control of work. We
turn to a thirty year historical perspective to underfine how the regulation of
this aspect of the employment contract has changed (William Brown, 2000 :
7).
Kontrak kerja adalah hasil dari suatu transaksi yang meliputi hak dan
kewajiban karyawan. Dalam konteks kontemporer perundingan bersama dapat
mengatur tidak hanya hak-hak seperti kita membayar dan tunjangan, tetapi
juga kewajiban ditempatkan pada karyawan sebagai beban kerja dan deskripsi
pekerjaan. Kewajiban membuktikan Perundingan kerja adalah tawar-menawar
atas kontrol pekerjaan. Kita beralih ke perspektif sejarah tiga puluh tahun atas
bagaimana pengaturan aspek kontrak kerja telah berubah (William Brown,
2000 : 7).
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dalam penulisan hukum yang ditulis
oleh Romy yang berjudul Pengaturan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dari
Perspektif Kepastian Hukum dan Prospeknya ke Depan, menyatakan (Romy,
2009: 8):
Perjanjian Kerja Waktu Terakhir sebagai salah satu wujud konkrit
konsep fleksibilitas ketenagakerjaan merupakan produk hukum liberal yang
menghendaki terwujudnya keseimbangan posisi (bargaining position) antara
pengusaha (majikan) dengan pekerja. Dihapuskannya peran serta negara
dalam dunia ketenagakerjaan merupakan sasaran akhir yang dituju oleh
konsep ini.
One of the most significant failures of the law governing unions and
collective bargaining is the catastrophic underenforcement of the statutory
right of employees to bargain. About half of all newly certified or recognized
unions are not able to persuade the employer to agree to a collective
bargaining agreement (Catherine Fisk, 2010 : 2)
Salah satu kegagalan yang paling signifikan dari hukum yang mengatur
serikat pekerja dan perundingan bersama adalah pengaturan hak hukum
commit to user
disertifikasi atau diakui tidak mampu membujuk majikan untuk menyetujui
kesepakatan tawar-menawar kolektif (Catherine Fisk, 2010: 2)
The point is that a contribution like the good governance fee could be
used to help improve a struggling legal system as well as a significant
percentage of the population. And, if such a fee is directed towards particular
projects (like increasing the number of judges and courtrooms), the effects
could directly serve the interests of the foreign investors themselves. The
critical question is whether the Americans engaged in outsourcing would
agree to this proposal. Recall that at least in terms of legal outsourcing
companies, firms like Intellevate are free from any tax obligations for the next
several years (Jayanth K. Krishnan, 2006:45).
Intinya adalah bahwa kontribusi seperti biaya tata pemerintahan yang
baik dapat digunakan untuk membantu memperbaiki sistem hukum berjuang
serta persentase yang signifikan dari populasi. Dan, jika seperti biaya
diarahkan proyek-proyek tertentu (seperti meningkatkan jumlah hakim dan
ruang sidang), efek langsung dapat melayani kepentingan investor asing
sendiri. Pertanyaan kritis adalah apakah Amerika terlibat dalam outsourcing
akan setuju dengan proposal ini. Ingat bahwa setidaknya dalam hal
outsourcing perusahaan hukum, perusahaan seperti Intellevate bebas dari
segala kewajiban pajak untuk beberapa tahun ke depan (Jayanth K. Krishnan,
2006:45).
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
memberikan batasan-batasan perlindungan hukum bagi pekerja. Perlindungan
hukum bagi pekerja dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan meliputi perlindungan bagi penyandang cacat, perlindungan
bagi pekerja anak, perlindungan bagi perempuan, perlindungan waktu kerja,
Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), pengupahan,
Kesejahteraan/Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Program Jamsostek).
Perlindungan pekerja dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan yang terkait
commit to user
14
a. Perlindungan bagi Perempuan
Pekerjaan wanita/perempuan di malam hari diatur dalam Pasal 76
merangkan bahwa pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18
(delapan belas) Tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai
pukul 07.00. Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh
perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi
kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya, apabila
bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. Pengusaha yang
mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai
dengan pukul 07.00 wajib:
1) memberikan makanan dan minuman bergizi; dan
2) menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi
pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul
23.00 sampai dengan pukul 05.00.
Untuk pekerja wanita, terdapat beberapa hak khusus sesuai dengan
kodrat kewanitaannya, yaitu :
1) Pekerja wanita yang mengambil cuti haid tidak wajib bekerja pada hari
pertama dan kedua (Pasal 81 ayat (1))
2) Pekerja wanita berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum
saatnya melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut
perhitungan dokter kandungan/bidan (Pasal 82 ayat (1))
3) Pekerja wanita yang mengalami keguguran kandungan berhak
memperoleh istirahat 1,5 bulan sesuai ketentuan dokter
kandungan/bidan (Pasal 82 (2))
4) Pekerja wanita yang anaknya masih menyusui harus diberi kesempatan
sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan
selama waktu kerja (Pasal 83)
5) Pekerja wanita yang mengambil cuti hamil berhak mendapat upah
commit to user b. Perlindungan Waktu Kerja
Ketentuan mengenai perlindungan waktu kerja diatur dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal
77-85. Dalam Pasal 77 ayat (1), setiap pengusaha wajib melaksanakan
ketentuan waktu kerja. Selanjutnya menurut ayat 2 waktu kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
1) 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu
untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
2) 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu
untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak
berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu yang mana diatur dengan
Keputusan Menteri. Menurut Pasal 78 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan, pengusaha yang mempekerjakan
pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal
77 ayat (2) harus memenuhi syarat:
1) ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
2) waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam
dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
Menurut Pasal 78 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan, pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh
melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
membayar upah kerja lembur. Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi sektor usaha atau
pekerjaan tertentu. Ketentuan mengenai waktu kerja lembur dan upah
kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur
dengan Keputusan Menteri.
Dalam ketentuan Pasal 79 ayat (1) pengusaha wajib memberi waktu
istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh. Pada ayat (2) waktu istirahat dan
commit to user
16
istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah
bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut
tidak termasuk jam kerja;
1) istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1
(satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu;
2) cuti Tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah
pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan
secara terus menerus; dan
3) istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan
pada Tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi
pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) Tahun secara
terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh
tersebut tidak berhak lagi atas istirahat Tahunannya dalam 2 (dua)
Tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa
kerja 6 (enam) Tahun.
Menurut Pasal 79 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan pelaksanaan waktu istirahat Tahunan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Pada Pasal
79 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) huruf d hanya berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja pada
perusahaan tertentu. Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam
ayat (4) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pada Pasal 80 pengusaha wajib memberikan kesempatan yang
secukupnya kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah yang
diwajibkan oleh agamanya.
Pasal 81, pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid
merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib
commit to user
ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama.
Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 yang menjelaskan bahwa setiap
pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, c, dan d, Pasal 80, dan Pasal
82 yang mana pada Pasal 79 ayat (2) huruf b menjelaskan bahwa
istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1
(satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu. Pasal 79 ayat (2) huruf c yaitu cuti tahunan,
sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang
bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus
dan pada Pasal 79 ayat (2) huruf d yaitu istirahat panjang
sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan
kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah
bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan
yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi
atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya
berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun. Pada Pasal
80 menjelaskan bahwa pengusaha wajib memberikan kesempatan yang
secukupnya kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah yang
diwajibkan oleh agamanya, serta pada Pasal 82 ayat (1) dan (2) yang
menjelaskan pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat
selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan
1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan
dokter kandungan atau bidan serta pekerja/buruh perempuan yang
mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5
commit to user
18
kandungan atau bidan. Pada pasal yang dicantumkan dalam Pasal 84
tersebut diatas berhak untuk mendaptkan upah penuh.
Pasal 85 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan ayat (1) pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada
hari-hari libur resmi. Pada Pasal 85 ayat (2) pengusaha dapat
mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-hari libur resmi
apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau
dijalankan secara terus menerus atau pada keadaan lain berdasarkan
kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Pasal 85 ayat (3)
menjelaskan bahwa pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh
yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) wajib membayar upah kerja lembur.
Ketentuan mengenai jenis dan sifat pekerjaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
c. Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Dalam Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak
untuk memperoleh perlindungan atas:
1) keselamatan dan kesehatan kerja;
2) moral dan kesusilaan; dan
3) perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai agama.
Pasal 86 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa untuk melindungi
keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang
optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen
commit to user
manajemen perusahaan. Ketentuan mengenai penerapan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pengaturan keselamatan kerja juga terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Dalam
Undang-Undang Keselamatan Kerja mewajibkan bagi pengusaha
untuk mencegah adanya kecelakaan kerja yang mana dapat terjadi
sewaktu-waktu.
d. Pengupahan
Pada Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima
dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha
atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan
dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan
perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan
dilakukan.
Pada Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan bahwa setiap pekerja/buruh berhak
memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan. Selanjutnya menurut Pasal 88 ayat (2) menjelaskan
bahwa Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi
pekerja/buruh.
Pada Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa Upah minimum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri
atas :
commit to user
20
2)upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau
kabupaten/kota;
Selanjutnya menurut Pasal 88 ayat (2) Upah minimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan kepada pencapaian
kebutuhan hidup layak. Menurut Pasal 88 ayat (3) Upah minimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan
memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi
dan/atau Bupati/Walikota. Menurut Pasal 88 ayat (4) menjelaskan
bahwa komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan
hidup layak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Keputusan Menteri.
Pasal 90 ayat (1) Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan pengusaha dilarang membayar upah lebih
rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.
Selanjutnya menurut Pasal 90 ayat (2) bagi pengusaha yang tidak
mampu membayar upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
89 dapat dilakukan penangguhan. Menurut Pasal 90 ayat (3)
menjelaskan bahwa tata cara penangguhan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 91 ayat (1) Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa pengaturan pengupahan
yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh
atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari
ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku ditamnah dengan ketentuan dalam ayat (2) bahwa dalam
hal kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih rendah atau
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan
tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah
pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 92 ayat (1) Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003
commit to user
struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan,
masa kerja, pendidikan, dan kompetensi, pada ayat (2) menambahkan
bahwa pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan
memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. Pada Pasal
92 ayat (3) Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan ketentuan mengenai struktur dan skala upah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan
Menteri.
Pasal 93 ayat (1) Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa upah tidak dibayar
apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan, ayat (2) menjelaskan
bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku,
dan pengusaha wajib membayar upah apabila :
1)pekerja/buruh sakit termasuk pekerja/buruh perempuan yang sakit
pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat
melakukan pekerjaan;
2)pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah,
menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri
melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak
atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga
dalam satu rumah meninggal dunia;
3)pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang
menjalankan kewajiban terhadap negara;
4)pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena
menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
5)pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan
tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan
sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari
pengusaha;
commit to user
22
7)pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas
persetujuan pengusaha; dan
8)pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.
Pada Pasal 93 ayat (3) upah yang dibayarkan kepada
pekerja/buruh yang sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
sebagai berikut :
1)untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus perseratus)
dari upah;
2)untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima
perseratus) dari upah;
3)untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus)
dari upah; dan
4)untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima perseratus)
dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh
pengusaha.
Pada Pasal 93 ayat (4) upah yang dibayarkan kepada
pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b sebagai berikut :
1)pekerja/buruh menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari;
2)menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
3)mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
4)membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
5)isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2
(dua) hari;
6)suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal
dunia, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; dan
7)anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk
selama 1 (satu) hari.
Pada Pasal 93 ayat (5) menjelaskan bahwa pengaturan pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam
commit to user
Menurut Pasal 94 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa dalam hal komponen
upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka besarnya upah
pokok sedikit – dikitnya 75 % ( tujuh puluh lima perseratus ) dari
jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.
Menurut Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh
pekerja/buruh karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan
denda. Selanjutnya menurut ayat (2) pengusaha yang karena
kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan
pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu
dari upah pekerja/buruh. Pada ayat (3) menjelaskan bahwa pemerintah
mengatur pengenaan denda kepada pengusaha dan/atau pekerja/buruh,
dalam pembayaran upah. Ditambah dengan penjelasan pada ayat (4)
bahwa dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah
dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang
didahulukan pembayarannya.
Menurut Pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa tuntutan pembayaran
upah pekerja/buruh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan
kerja menjadi kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 2 (dua)
tahun sejak timbulnya hak.
Menurut Pasal 97 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan memberikan penjelasan tentang ketentuan
mengenai penghasilan yang layak, kebijakan pengupahan, kebutuhan
hidup layak, dan perlindungan pengupahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 88, penetapan upah minimum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 89, dan pengenaan denda sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 95 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
commit to user
24
Menurut Pasal 98 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan ayat (1) bahwa untuk memberikan saran,
pertimbangan, dan merumuskan kebijakan pengupahan yang akan
ditetapkan oleh pemerintah, serta untuk pengembangan sistem
pengupahan nasional dibentuk Dewan Pengupahan Nasional, Provinsi,
dan Kabupaten/Kota. Selanjutnya dalam ayat (2) Keanggotaan Dewan
Pengupahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur
pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh,
perguruan tinggi, dan pakar, ayat (3) Keanggotaan Dewan Pengupahan
tingkat Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, sedangkan
keanggotaan Dewan Pengupahan Provinsi, Kabupaten/Kota diangkat
dan diberhentikan oleh Gubenur/Bupati/ Walikota. Pada Pasal 98 ayat
(4) ketentuan mengenai tata cara pembentukan, komposisi
keanggotaan, tata cara pengangkatan dan pemberhentian keanggotaan,
serta tugas dan tata kerja Dewan Pengupahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Keputusan Presiden.
e. Kesejahteraan/Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Program Jamsostek)
Dalam melindungi kesejahteraan pekerja Negara membuat suatu
program yang disebut dengan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Program
Jamsostek). Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Program Jamsostek)
merupakan suatu program dalam bentuk perlindungan ekonomis dan
perlindungan sosial yang mana memberikan perlindungan dalam
bentuk santunan berupa uang atas berkurangnya penghasilan dan
perlindungan dalam bentuk pelayanan dan perawatan/pengobatan pada
saat seorang pekerja tertimpa risiko-risiko tertentu.
Penyelenggaraan Program Jamsostek diwajibkan bagi pengusaha
yang memiliki tenaga kerja minimal 10 (sepuluh) orang. Program
Jamsostek meliputi Jaminan Kematian, Jaminan Kecelakaan Kerja,
Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.
Jaminan Sosial Tenaga Kerja diatur dalam Undang Nomor 13
commit to user
terdapat pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) serta aturan
pelaksanaannya yaitu PP Nomor 14 Tahun 1993, PP No, 64 Tahun
2005 tentang perubahan ke empat atas PP No, 14 Tahun 1993 tentang
Penyelenggaraan Jamsostek.
2. Tinjauan Tentang Hubungan Kerja
a. Pengertian Hubungan Kerja
Sebelum membahas lebih lanjut tentang perjanjian kerja, akan kita
bahas sekilas tentang adanya hubungan kerja. Hubungan kerja menurut
Undang-Undang Nomor13 Tahun 2003 disebutkan yaitu adalah hubungan
antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang
mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah (Lalu Husni, 2005:53).
Hubungan kerja menurut Imam Soepomo merupakan suatu hubungan
antara seorang buruh dan seorang majikan , hubungan kerja terjadi setelah ada
perjanjian kerja antara kedua belah pihak. Majikan dan buruh terikat dalam
suatu perjanjian, pekerja bersedia menerima upah dan pengusaha
mempekerjakan buruh atau pekerja dengan memberi upah (Abdul Khakim,
2003:25)
Whimbo Pitoyo menjelaskan bahwa hubungan kerja menurut
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud
dengan hubungan kerja merupakan hubungan antara pengusaha dengan
pekerja berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur-unsur yaitu
(Whimbo Pitoyo, 2010: 7):
1)Pekerjaan
Pekerjaan merupakan objek perjanjian yang menjadi faktor utama
timbulnya perjanjian kerja, maka jika pekerjaan yang dijanjikan tidak ada
maka perjanjian kerja batal demi hukum.
2)Upah
Upah merupakan hak pekerja yang diterima dalam bentuk uang atas suatu
commit to user
26
3)Perintah
Perintah adalah hak pemberi kerja dan merupakan kewajiban pekerja
untuk dilaksanakan seperti yang diinginkan pengusaha.
Hubungan kerja adalah hubungan yang timbul antara pekerja dengan
pengusaha setelah adanya perjanjian kerja. Suatu hubungan dapat disebut
dengan kerja apabila terdapat perjanjian kerja yang mengikat pihak-pihak
tersebut.
b. Pengertian Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja menurut Imam Soepomo mengenai perjanjian kerja
pada intinya adalah suatu pejanjian yang diadakan oleh satu atau lebih serikat
pekerja yang telah didaftarkan ke Departemen Perburuhan/ketenegakerjaan
dengan seorang atau lebih majikan/pengusaha yang mana terdapat beberapa
syarat ketenagakerjaan yang harus diperhatikan dalam suatu perjanjian
perburuhan/ketenagakerjaan. Perjanjian kerja bukanlah perjanjian Kerja
Bersama atau perjanjian Kerja Kolektif, perjanjian kerja merupakan hasil dari
rundingan antara pihak berkepentingan, yang berisi mendekati keinginan
buruh/pekerja dan majikan/pengusaha, sedangkan peraturan
majikan/pengusaha dalam perjanjian kerja pengusaha tidak dapat memasukkan
apa yang ia kehendaki yang mana dapat merugikan pekerja (Imam Soepomo,
1968:60).
Perjanjian kerja dapat dibuat dengan jangka waktu tertentu. Ada
beberapa kalangan yang berpendapat bahwa keika seseorang sudah menjadi
karyawan tetap, maka tidak perlu perjanjian kerja lagi. Pendapat tersebut
menurut Whimbo Pitoyo keliru karena di dalam perjanjian kerja diatur
syarat-syarat, hak, dan kewajiban kedua belah pihak, baik secara umum maupun
ketentuan khusus. Oleh karena itu perjanjian kerja waktu tertentu sangat perlu
dibuat.
Pengertian perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Pasal 1313 yang berbunyi :“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu atau lebih lainnya”.
commit to user
sebagai berikut:“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya”. Perjanjian ini tidak dapat
ditarik kembali, kecuali ada kesepakatan kedua belah pihak atau alasan-alasan
lain oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
Pembagian perjanjian menurut Pasal 1601 KUH Perdata adalah :
1) Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu ialah suatu perjanjian di
mana 1 (satu) pihak menghendaki dari pihak lainnya agar dilakukan suatu
perjanjian guna mencapai suatu tujuan, untuk itu salah satu pihak bersedia
membayar honorarium atau upah.
2) Perjanjian kerja ialah perjanjian antara seorang buruh dan seorang
majikan, perjanjian mana ditandai dengan ciri adanya suatu upah atau gaji
tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan diperatas
(dienstverhoeding), di mana pihak majikan berhak memberikan
perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak lain.
3) Perjanjian pemborongan kerja, ialah suatu perjanjian antara pihak yang
satu dan pihak yang lain, di mana pihak yang satu (yang memborongkan
pekerjaan) menghendaki sesuatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh
pihak lain, atas pembayaran suatu uang tertentu sebagai harga
pemborongan.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1601 a, yang
dimaksud dengan perjanjian kerja yang dalam bahasa Belanda disebut
arbeidsoverencom yaitu:“Suatu perjanjian di mana pihak kesatu ( si buruh),
mengikatkan dirinya untuk di bawah perintah pihak yang lain, si majikan
untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah.”
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal
1 angka 14 memberikan pengertian “Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian
antara pekerja/buruh dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat
syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak”.
Unsur-unsur yang terdapat dalam suatu perjanjian kerja, antara lain
adalah (Lalu Husni, 2005 : 55) :
commit to user
28
2) Adanya unsur perintah
3) Adanya upah
Unsur-unsur dari ketentuan Pasal 1 angka 14 UU Nomor 13 Tahun
2003:
1) Subyek hukum perjanjian kerja terdiri dari pekerja/buruh dengan
pengusaha atau pemberi kerja.
2) Obyek perjanjian kerja adalah syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para
pihak.
Unsur- unsur pada ketentuan Pasal 1 angka 15 jo Pasal 50- Pasal 66 UU
Nomor 13 Tahun 2003, yaitu:
1) Subyek hukum perjanjian kerja adalah pengusaha dengan pekerja/buruh.
2) Obyek hukum perjanjian kerja adalah pekerjaan, upah, dan perintah.
Syarat sahnya suatu perjanjian kerja menurut Pasal 52 ayat (1) yang
menjelaskan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar :
1)kesepakatan kedua belah pihak;
2)kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
3)adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
4)pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan dan pada ayat (2) diyatakan
bahwa perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku
Membuat suatu perjanjian adalah melakukan suatu hubungan hukum
untuk menyepakati hal-hal yang menjadi objek perjanjian. Dalam perjanjian,
kedua belah pihak akan saling terikat satu sama lain. Perjanjian kerja menjadi
salah satu hal penting dalam melakuka hubungan kerja. Subyek dan obyek
dalam perjanjian kerja terdapat pada ketentuan Pasal 1 angka 14
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan Pasal 1 angka 15 UU Nomor 13 Tahun
commit to user
Dalam ketentuan Pasal 54 Undang-Undang Nomor13 Tahun 2003,
perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis memuat sekurang-kurangnya :
1) Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha
2) Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja
3) Jabatan atau jenis pekerjaan
4) Tempat pekerjaan
5) Besarnya upah dan cara pembayarannya
6) Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan
pekerja
7)Mulai dan jangka waktu berlaku perjanjian kerja
8) Tempat, tanggal perjanjian
9) Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja
3. Tinjauan Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
a. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) merupakan suatu bentuk
perjanjian yang didasarkan pada hal-hal tertentu. Sebagaimana yang dijelaskan
dalam Pasal 56 ayat 2 Undamg-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa perjanjian kerjsa waktu tertentu
didasarkan pada dua hal, yaitu: jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan.
Suatu perjanjian kerja dapat disebut sebagai perjanjian kerja waktu
tertentu jika terdapat ketentuan akan jangka waktu atau selesainya suatu
pekerjaan tertentu.
Berbeda dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Perjanjian kerja untuk
Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) merupakan perjanjian kerja yang tidak
ditentukan waktunya – bersifat tetap dan berlaku untuk selamanya sampai
terjadi PHK. Selain tertulis, PKWTT dapat juga dibuat secara lisan. Jika
PKWTT dibuat secara lisan, maka hubungan kerja yang mengatur mereka
(pengusaha dan kekerja) adalah UU Ketenagakerjaan – Pengusaha dan pekerja
dianggap menyetujui seluruh isi Undang-Undang Ketenagakerjaan sebagai
commit to user
30
pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja yang
bersangkutan (http://legalakses.com/?p=134).
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk
pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya
akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu (Pasal 59 ayat 1 Undang-Undang
Ketenagakerjaan):
1)pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
2)pekerjaaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak
terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
3)pekerjaan yang bersifat musiman; atau
4)pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau
5)produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Undang-Undang Ketenagakerjaan pada Pasal 59 ayat 4 sampai 6 juga
menjelaskan bahwa perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk
pekerjaan tetap dan tidak ada masa percobaan. Pekerjaan yang bersifat tetap
menurut penjelasan Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan adalah
Ayat (2) adalah pekerjaan yang sifatnya terus menerus, tidak terputus-putus,
tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam
satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau
diperbaharui, dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Apabila terdapat peerpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu tersebut,
paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir
telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang
bersangkutan. Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat
diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari
berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian
kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2