PERSISTENSI INFLASI PROVINSI SUMATERA
UTARA
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
dalam Memperoleh Gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Ekonomi
Oleh:
WILY JULITAWATY
NIM : 8116162015
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i
ABSTRAK
WILY JULITAWATY. Persistensi Inflasi Provinsi Sumatera Utara. Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan 2013.
Inflasi merupakan masalah yang dihadapi didalam perekonomian. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga dalam kurun waktu tertentu, yang digunakan sebagai ukuran menunjukkan buruknya masalah ekonomi yang dihadapi. Kestabilan terhadap harga-harga umum yang memiliki dampak yang luas terhadap perekonomian dicerminkan oleh tingkat inflasi. Sifat yang persisten dimiliki inflasi, dimana derajat persistensi yang semakin tinggi sehingga akibatnya bagi kebijakan moneter akan sulit untuk menurunkan inflasi yang menyebabkan perekonomian akan terganggu.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besar persistensi inflasi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2007 sampai 2012 dan nilai kontribusi
Pertumbuhan Output (PDRB) Sumatera Utara, Nilai Tukar, Suku Bunga dan
Error Correction Term terhadap Inflasi di Sumatera Utara.
Data yang digunakan adalah data sekunder dari data Indeks Harga Konsumen (IHK) yaitu Indeks Umum mencakup Medan, Pematangsiantar, Sibolga dan Padangsidempuan bulan Januari 2007 sampai Desember 2012. Dan juga data sekunder Inflasi Sumut, PDRB Sumut, Nilai Tukar dan Suku
Bunga BI Rate data tahun 1999 sampai 2012. Model yang digunakan adalah
model ekonometrika dengan metode Autoregressive dan Error Correction Model.
ii
ABSTRACT
WILY JULITAWATY. Inflation Persistence in Province Sumatera Utara. Graduate Program State University of Medan 2013.
Inflation is a problem faced in the economy. Reflection the inflation rate is the percentage rate of rise of prices within a certain time, which is used as a measure indicate poor economic problems faced. The stability of the general prices that have a broad impact on the economy is reflected by the rate of inflation. Properties owned persistent inflation, which is the higher degree of persistence so consequently it will be difficult for monetary policy to reduce inflation that caused the economy to be disturbed.
The purpose of this study was to determine the persistence of inflation in major North Sumatra province in 2007 until 2012 and value contributed Output Growth (GDP) of North Sumatra, Exchange Rate, Interest Rate and Error Correction Term about Inflation in North Sumatra.
Data is used secondary data from general Consumer Price Index (CPI) from Province Sumatera Utara include Medan, Pematangsiantar, Sibolga and Padangsidempuan monthly of January 2007 until December 2012. And secondary data Consumer Price Index (CPI) of Province Sumatera Utara, Gross Domestic Product of Province Sumatera Utara, Exchange Rate and Interest Rate of BI Rate yearly of 1999 until 2012. Model is used model econometric with Autoregressive method and Error Correction Model.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat dan karunia yang diberikanNya kepada penulis, dalam
menyelesaikan penelitian tesis ini yang berjudul “Persistensi Inflasi Provinsi
Sumatera Utara”.
Dalam melaksanakan penelitian tesis ini penulis banyak mendapat
dukungan moril dan materil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si selaku Rektor Universitas Negeri
Medan.
2. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Muin Sibuea, M.Pd, selaku Direktur Program
Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
3. Bapak Dr. Arif Rahman M.Pd, selaku Asdir I Program Pascasarjana
Universitas Negeri Medan.
4. Bapak Prof. Dr. Sahat Siagian, M.Pd, selaku Asdir II Program
Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
5. Bapak Dr. Dede Ruslan, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu
Ekonomi, sekaligus selaku Pembimbing I yang telah banyak
memberikan masukan bagi penulis.
6. Bapak Dr. Eko Wahyu Nugrahadi, M.Si, selaku Sekretaris Program
Studi Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan,
sekaligus selaku Pembimbing II yang juga telah banyak memberikan
iv
7. Bapak Dr. Arwansyah, M.Si, Bapak Dr. Rahmanta Ginting, M.Si dan
Bapak Dr. Fitri Rahmadana, M.Si selaku Penguji yang juga telah
memberikan saran dan masukan bagi penulis.
8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen program Studi Ilmu Ekonomi yang telah
banyak memberikan ilmu pengetahuan selama menempuh pendidikan di
Program Sekolah Pascasarjana Unimed.
9. Ayahanda Wijoko S. dan Ibunda Sumiaty yang saya cintai terimakasih
atas dukungan dan doa dalam menempuh pendidikan ini, serta saudara/i
yang setia memberikan dukungan dan doa di dalam keluarga.
10.Rekan-rekan mahasiswa/i angkatan XX Program Studi Ilmu Ekonomi
Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan yang telah menjalin
persahabatan dan dukungan selama menjalani perkuliahan ini.
Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam
penelitian tesis ini. Akhir kata semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi
dunia pendidikan, pemerintahan dan masyarakat.
Medan, 16 Oktober 2013
Penulis
v
2.13 Mekanisme Transmisi Kebijaksanaan Moneter ... 41
vi
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 86
4.1 Kondisi Perekonomian Indonesia ... 86
4.2 Deskripsi Data Penelitian ... 100
4.2.1 Perkembangan Inflasi Provinsi Sumatera Utara ... 100
4.2.2 Perkembangan PDRB Provinsi Sumatera Utara ... 117
4.2.3 Perkembangan Nilai Tukar ... 119
4.2.4 Perkembangan Suku Bunga ... 123
4.3 Hasil Uji Model Penelitian ... 128
4.4 Hasil Analisis Data ... 132
4.4.1 Statistik Deskriptif Inflasi Kelompok Komoditi ... 132
4.4.2 Pengukuran Derajat Persistensi Inflasi Sumatera Utara .. 134
4.4.3 Penyebab Persistensi Inflasi Provinsi Sumatera Utara ... 142
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 153
5.1 Kesimpulan ... 153
5.2 Saran ... 153
DAFTAR PUSTAKA ... 155
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Inflasi Triwulanan di Sumut Menurut Kota (%) ... 7
Tabel 1.2 Inflasi Tahunan Empat Kota di Sumut (%, yoy) ... 8
Tabel 1.3 Inflasi Triwulanan II tahun 2012 di Sumut menurut Kota dan Kelompok Barang & Jasa (%, yoy) ... 9
Tabel 4.1 Hasil Uji Stasioner ... 129
Tabel 4.2 Hasil Uji Lag Optimal ... 129
Tabel 4.3 Hasil Uji Kointegrasi ... 130
Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi ... 131
Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolinearitas ... 131
Tabel 4.6 Statistik Deskriptif Inflasi Kelompok Komoditi Kota Medan 132
Tabel 4.7 Statistik Deskriptif Inflasi Kelompok Komoditi Kota P.Siantar ... 133
Tabel 4.8 Statistik Deskriptif Inflasi Kelompok Komoditi Kota Sibolga 133 Tabel 4.9 Statistik Deskriptif Inflasi Kelompok Komoditi Kota P.Sidempuan ... 134
Tabel 4.10 Derajat Persistensi Inflasi Kelompok Komoditi Kota Medan 135
Tabel 4.11 Derajat Persistensi Inflasi Kelompok Komoditi Kota P.Siantar ... 135
Tabel 4.12 Derajat Persistensi Inflasi Kelompok Komoditi Kota Sibolga 136
Tabel 4.13 Derajat Persistensi Inflasi Kelompok Komoditi Kota P.Sidempuan ... 136
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sumut ... 5
Gambar 1.2 Inflasi Tahunan Sumut Dan Nasional ... 8
Gambar 2.1 Inflasi Versi Monetarist ... 14
Gambar 2.2 Inflasi Tarikan Permintaan (Demand-Pull Inflation) ... 25
Gambar 2.3 Inflasi Dorongan Biaya (Cost-Push Inflation) ... 25
Gambar 2.4 Determinan Inflasi ... 37
Gambar 2.5 Peranan Kebijaksanaan Moneter ... 40
Gambar 2.6 Skema Jalur Biaya Modal ... 42
Gambar 2.7 Skema Jalur Kekayaan ... 42
Gambar 2.8 Skema Jalur Langsung ... 44
Gambar 2.9 Efek Penambahan Jumlah Uang Terhadap Tingkat Bunga ... 55
Gambar 3.0 Skema Pendapatan, Harga dan Tingkat Bunga Terhadap Kurs ... 62
Gambar 3.1 Pergeseran Kurva Permintaan ... 62
Gambar 3.2 Kerangka Pemikiran ... 66
Gambar 4.1 Perkembangan Inflasi Nasional Dan Sumatera Utara ... 100
Gambar 4.2 Target dan Realisasi Inflasi ... 101
Gambar 4.3 Perkembangan Inflasi Kota Medan ... 101
Gambar 4.4 Perkembangan Inflasi Kota P.Siantar ... 102
Gambar 4.5 Perkembangan Inflasi Kota Sibolga ... 103
Gambar 4.6 Perkembangan Inflasi Kota P.Sidempuan ... 103
Gambar 4.7 Perkembangan Inflasi Sumut ... 115
Gambar 4.8 Perkembangan PDRB Sumut ... 118
Gambar 4.9 Perkembangan Nilai Tukar US Dollar Terhadap Rupiah ... 120
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabel-variabel
makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang
maupun jangka pendek. Variabel-variabel makroekonomi tersebut dapat dilihat
dari pendapatan nasional, kesempatan kerja, jumlah uang yang beredar, laju
inflasi, investasi, pertumbuhan ekonomi, suku bunga dan neraca pembayaran
internasional yang pada akhirnya membahas kegiatan perekonomian secara
keseluruhan.
Inflasi merupakan masalah yang dihadapi didalam perekonomian.
Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga
dalam kurun waktu tertentu, yang digunakan sebagai ukuran menunjukkan
buruknya masalah ekonomi yang dihadapi. Kestabilan terhadap harga-harga
umum yang memiliki dampak yang luas terhadap perekonomian dicerminkan oleh
tingkat inflasi. Sifat yang persisten dimiliki inflasi, dimana derajat persistensi
yang semakin tinggi sehingga akibatnya bagi kebijakan moneter akan sulit untuk
menurunkan inflasi yang menyebabkan perekonomian akan terganggu.
Persistensi dapat dikatakan kecenderungan untuk semakin menguat,
dimana persistensi dapat terjadi pada kenaikan dan penurunan dari nilai
alamiahnya. Persistensi dikatakan positif jika persistensi berada di atas nilai
alamiahnya, sedangkan dikatakan negatif jika berada di bawah nilai alamiahnya.
2
mengetahui tingkat cepat lambatnya penurunan inflasi untuk kembali kepada
tingkat alamiahnya.
Perubahan substansial maupun guncangan dalam suatu perekonomian
dapat menyebabkan terjadinya perubahan perilaku inflasi. Guncangan ini pada
awalnya akan mempengaruhi perilaku pembentukan harga sampai akhirnya
mempengaruhi perilaku inflasi. Sifat guncangan ini berupa persisten yang dapat
dikatakan berada dalam jangka waktu yang tidak singkat. Untuk mengatasi
guncangan serta perencanaan ke masa depan diperlukan pembelajaran yang cukup
tentang tingkat dan jangka waktu guncangan yang terjadi dalam mempengaruhi
suatu perekonomian. Setelah guncangan itu terjadi, besarnya tingkat persistensi
inflasi maka semakin besar pula waktu yang diperlukan untuk menstabilkan
inflasi.
Kestabilan ekonomi makro terutama tercermin dari perkembangan tingkat
inflasi yang rendah dan dalam tren yang menurun sehingga berada pada kisaran
sasaran inflasi 4,5 ± 1%. Sementara itu, kestabilan sistem keuangan dapat terjaga
dengan baik karena sektor perbankan yang semakin baik dalam menyerap risiko
dan tetap dapat menjalankan peran intermediasinya secara efektif. Secara
keseluruhan, kestabilan ekonomi makro dan sistem keuangan tidak terlepas dari
dukungan kebijakan moneter, fiskal, dan sektor keuangan yang tetap dijalankan
secara konsisten dan hati-hati dengan jalinan koordinasi yang semakin solid.
Pada tahun 2009, wujud kebijakan moneter cenderung longgar sebagai
salah satu wujud komitmen Bank Indonesia untuk memberikan stimulus bagi
pemulihan ekonomi serta membangun pondasi yang kokoh bagi pertumbuhan
3
tekanan yang cukup besar di sisi stabilitas sistem keuangan sehingga berbagai
kebijakan pelonggaran yang berlaku sejak triwulan akhir tahun 2008 tetap
dipertahankan, bahkan diperkuat untuk tetap menjaga berfungsinya pasar uang.
Berbagai hal ini dimungkinkan untuk dilakukan di tengah tekanan inflasi
yang menurun. Dengan berbagai kebijakan yang ditempuh baik dari sisi moneter
maupun fiskal, perekonomian Indonesia mencatatkan pertumbuhan yang positif,
lebih baik dari berbagai negara yang saat ini masih dihadapkan pada pertumbuhan
negatif. Sementara itu, neraca pembayaran mencatatkan surplus, nilai tukar
Rupiah mengalami penguatan, dan inflasi berada di bawah kisaran sasarannya.
Namun demikian, di tengah berbagai capaian yang cukup
menggembirakan tersebut, perekonomian Indonesia masih menyimpan beberapa
permasalahan struktural. Permasalahan tersebut perlu mendapat perhatian khusus
karena berpotensi mengganggu pencapaian kinerja ekonomi di tahun mendatang.
Beberapa persoalan utama di sisi kebijakan moneter adalah aliran modal asing,
transmisi kebijakan moneter, dan sisi penawaran. Tingginya aliran modal asing
dapat diibaratkan sebagai pisau bermata dua. Di satu sisi, kehadirannya sangat
diharapkan karena menjadi penyangga bagi pasokan valas domestik sehingga
mencegah tekanan pada nilai tukar, dan pada gilirannya pencapaian inflasi.
Namun di sisi lain, kehadiran aliran modal dapat dianggap sebagai
permasalahan, terutama manakala terjadi perubahan persepsi global yang
mengakibatkan aliran modal keluar dan sulit untuk masuk lagi. Oleh karena itu,
kebijakan makroekonomi yang kondusif dan terkoordinasi diharapkan dapat
mengelola ekspektasi inflasi maupun persepsi pasar atas kondisi perekonomian
4
mendukung kegiatan ekonomi secara berkesinambungan. Di antara proses
tersebut, pencermatan dan peran aktif otoritas diperlukan dalam menopang kondisi
pasar valas domestik dan memfasilitasi penguatan infrastruktur yang mendukung
pendalaman pasar keuangan.
Terkendalanya transmisi kebijakan di jalur suku bunga dan kredit
bersumber dari naiknya risiko perekonomian. Hal tersebut mendorong perilaku
perbankan untuk semakin risk averse. Hal tersebut tercermin pada kecenderungan
perbankan untuk mempertahankan spread suku bunga kredit dan dana pada level
yang tinggi serta menaikkan standar kredit. Kondisi ini justru berpotensi
menguatkan pelemahan permintaan kredit lebih lanjut, yang memang sudah
terkoreksi dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, masih
besarnya ekses likuiditas di perbankan nasional juga perlu dikelola karena
berpotensi meningkatkan kompleksitas dan beban kebijakan moneter.
Terkait dengan permasalahan yang masih mengemuka di sisi penawaran,
stimulus di sisi permintaan cenderung mendorong perekonomian menjadi mudah
memanas dan rentan terhadap tekanan inflasi. Oleh karena itu, langkah yang perlu
dikedepankan adalah penguatan koordinasi antara Bank Indonesia dengan
Pemerintah. Koordinasi ini diperlukan terutama untuk memperkuat kelembagaan
ekonomi dan mempercepat pembangunan insfrastruktur terkait dengan upaya
untuk meningkatkan kapasitas produksi dan perekonomian secara luas. Berbagai
kompleksitas permasalahan kebijakan moneter tersebut perlu mendapat perhatian
dan terus diupayakan jalan keluarnya sehingga membuka ruang bagi
pengoptimalan peran kebijakan lainnya guna mendorong pertumbuhan ekonomi
5
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Gambar 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sumut
Pada triwulan II-2012 perekonomian Provinsi Sumatera Utara berada pada
pertumbuhan positif sebesar 6,29% (yoy), relatif stabil dibandingkan triwulan
I-2012 yang tumbuh sebesar 6,30% (yoy), walaupun masih di bawah pertumbuhan
ekonomi nasional sebesar 6,40% (yoy). Pertumbuhan ekonomi pada triwulan
laporan tercatat masih lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan
ekonomi selama 3 tahun terakhir. Namun demikian tren pertumbuhan ekonomi
mulai menunjukkan perlambatan semenjak triwulan III-2011 seiring dengan
perlambatan perekonomian global yang mempengaruhi kinerja ekspor komoditi
utama Provinsi Sumatera Utara. Indikasi perlambatan pertumbuhan ekonomi juga
ditunjukkan dengan rendahnya angka pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi nasional.
Dari sisi permintaan, pertumbuhan perekonomian Sumut pada triwulan
laporan ditunjang oleh konsumsi dan kegiatan investasi yang tercatat mengalami
6
motor perekonomian. Sementara itu, dari sisi penawaran, sektor-sektor ekonomi
andalan Sumatera Utara yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) dan
industri pengolahan tetap menunjukkan pertumbuhan walaupun cenderung
melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Sementara itu, sektor
pertanian mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya seiring
dengan datangnya musim panen pada triwulan laporan.
Inflasi triwulan II-2012, ini tercatat sebesar 1,51% (qtq), lebih tinggi
dibandingkan triwulan lalu sebesar 0,63% (qtq). Peningkatan laju inflasi tersebut
salah satunya dipicu oleh musim libur sekolah dan tahun ajaran baru. Secara
tahunan, inflasi Sumatera Utara juga meningkat menjadi 5,52% (yoy) dari
sebelumnya sebesar 3,86% (yoy).
Ditinjau dari disagregasi inflasi, inflasi Provinsi Sumatera Utara pada
triwulan II-2012 lebih banyak didominasi oleh inflasi volatile foods (7,87%),
diikuti dengan inflasi inti (5,04%), dan inflasi administered prices (4,00%).
Kelompok bahan makanan memiliki tingkat inflasi triwulanan yang tertinggi
dibandingkan kelompok lainnya, yakni 2,82% (qtq). Komoditas bahan makanan
yang memberikan andil cukup besar atas inflasi triwulan II-2012 adalah cabe
merah, dencis, bawang putih, bawang merah, ikan kembung, beras, dan daging
ayam ras. Hampir seluruh kelompok barang dan jasa mengalami inflasi pada
triwulan II-2012 kecuali kelompok sandang yang justru mengalami deflasi sebesar
-0,43% (qtq). Sebaliknya kelompok bahan makanan yang pada triwulan I-2012
mengalami deflasi sebesar 0,27% (qtq), pada triwulan ini justru mengalami inflasi
7
Dari 4 kota di Sumatera Utara yang dihitung inflasinya, seluruh kota
mengalami peningkatan laju inflasi. Inflasi triwulanan tertinggi terjadi di kota
Sibolga, sebesar 2,33% (qtq), diikuti dengan inflasi kota Pematangsiantar sebesar
1,93% (qtq). Sementara itu, inflasi kota Medan dan Padangsidempuan
masing-masing sebesar 1,44% (qtq) dan 1,18% (qtq).
Tabel 1.1 Inflasi Triwulanan di Sumut Menurut Kota (%)
No Kota
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah (Laporan BI Triwulan II-2012)
Secara tahunan, inflasi Sumut pada triwulan II-2012 adalah sebesar 5,52%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu sebesar 3,86% (yoy). Berbeda
dengan inflasi triwulanan yang mengalami deflasi, kelompok sandang justru
mengalami inflasi tahunan tertinggi dibandingkan kelompok lain. Inflasi tahunan
kelompok sandang sebesar 10,74% (yoy). Sedangkan peningkatan inflasi tahunan
(yoy) terbesar terjadi pada kelompok bahan makanan yang meningkat dari 1,60%
(yoy) pada triwulan I-2012 menjadi 7,44% (yoy) pada triwulan II-2012. Kelompok
lainnya juga mengalami peningkatan inflasi walaupun dalam level yang lebih
kecil dibandingkan kelompok bahan makanan. Di sisi lain, kelompok perumahan,
air, listrik, gas, dan bahan bakar justru mengalami penurunan inflasi dari 3,34%
8
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Gambar 1.2 Inflasi Tahunan Sumut dan Nasional
Tingkat inflasi keempat kota yang dihitung inflasinya di Sumut, semuanya
mengalami peningkatan level inflasi bila dibandingkan triwulan lalu. Inflasi kota
Sibolga merupakan yang tertinggi dibandingkan kota lain, yaitu sebesar 7,12%
(yoy), diikuti dengan kota Pematangsiantar sebesar 7,11% (yoy). Sementara itu,
inflasi kota Padang Sidempuan dan Medan masing-masing sebesar 6,50% (yoy)
dan 5,20% (yoy).
Tabel 1.2 Inflasi Tahunan Empat Kota di Sumut (%, yoy)
No Kota
2008 2009 2010 2011 2012
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
1 Medan 7.01 11.87 11.04 10.00 6.37 2.45 4.61 2.69 4.65 7.05 5.16 7.65 6.87 4.70 6.70 3.54 3.75 5.20
2 Pematang Siantar 8.48 14.96 12.30 11.60 6.89 2.62 4.52 2.72 4.00 6.90 4.65 9.68 9.85 6.35 8.11 4.25 4.67 7.11
3 Padangsidempuan 8.71 15.24 12.47 11.43 8.50 1.73 3.12 1.87 2.29 5.60 3.71 7.42 7.94 4.55 6.89 3.71 4.12 6.50
4 Sibolga 8.37 12.39 14.52 13.99 7.88 4.80 5.19 1.59 3.36 6.06 5.26 11.83 11.37 7.57 7.31 4.66 3.74 7.12
Gabungan 7.27 11.01 10.47 10.72 6.58 2.52 4.56 2.61 4.43 6.93 5.04 8.00 7.37 5.00 6.87 3.67 3.86 5.52
9
Inflasi kelompok sandang yang menjadi kelompok inflasi tertinggi di
Sumatera Utara dipicu oleh tingginya inflasi kelompok ini di kota Medan. Hal ini
wajar mengingat bobot kota Medan terhadap perhitungan inflasi Sumatera Utara
merupakan yang terbesar dibandingkan 3 kota lainnya. Inflasi kota
Pematangsiantar dan Sibolga lebih dipicu oleh kelompok bahan makanan. Lain
halnya dengan kota Padangsidempuan, dimana inflasi tertingginya justrukelompok
makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau.
Tabel 1.3 Inflasi Triwulanan II tahun 2012 di Sumut menurut Kota dan
Kelompok Barang & Jasa (%, yoy)
No. Kelompok
Kota
Gabungan Medan Padangsidempuan Pematangsiantar Sibolga
1 BAHAN MAKANAN 6.75 9.10 10.29 12.46 7.44
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah (Laporan BI Triwulan II-2012)
Inflasi volatile foods Sumatera Utara sebesar 7,87% (yoy) mendominasi
inflasi Sumut pada triwulan II-2012. Inflasi volatile foods tersebut meningkat
pesat dibandingkan triwulan lalu sebesar 1,40% (yoy). Senada dengan inflasi
volatile foods, inflasi inti dan administered prices juga meningkat dibandingkan
triwulan lalu. Inflasi inti meningkat dari 4,91% pada triwulan I-2012 menjadi
5,04% pada triwulan II-2012. Inflasi administered prices meningkat dari 3,89%
(yoy) pada triwulan I-2012 menjadi 4,00% (yoy) pada triwulan II-2012.
Banyak faktor yang mempengaruhi naik turunnya tingkat inflasi di
10
inflasi yang rendah dan stabil. Oleh sebab itu ada langkah-langkah yang dilakukan
untuk mengatasi tingkat inflasi di Sumatera Utara. Langkah-langkah yang dapat
dilakukan pemerintah, dalam mengatasi persoalan dalam perekonomian Sumatera
Utara yaitu dengan membuat suatu kebijakan yang menekan tingkat inflasi dan
menciptakan kondisi stabilitas moneter yang stabil. Pentingnya faktor-faktor
utama yang dapat menyebabkan naiknya tingkat inflasi sangat diperlukan, untuk
menentukan langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah untuk menekan
tingkat inflasi yang berlebihan, dan hal ini tidak mudah dilakukan dan
memerlukan penelitian yang mendalam.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penelitian ini dibuat
yaitu Persistensi Inflasi Provinsi Sumatera Utara.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah:
1) Berapa besar persistensi inflasi Provinsi Sumatera Utara tahun 2007 s/d
2012?
2) Apakah Pertumbuhan Output (PDRB) Sumatera Utara, Nilai Tukar, Suku
Bunga dan Error Correction Term berkontribusi terhadap Inflasi Sumatera
Utara?
1.3 Tujuan Penelitian
Yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
11
2) Kontribusi Pertumbuhan Output (PDRB) Sumatera Utara, Nilai Tukar,
Suku Bunga dan Error Correction Term terhadap Inflasi Sumatera Utara.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat adalah:
1) Dalam sumbangan ilmu pengetahuan yang dapat digunakan untuk
mencapai dan memelihara kestabilan inflasi.
2) Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pemerintah dalam
memelihara tingkat inflasi di Provinsi Sumatera Utara.
3) Sebagai masukan bagi peneliti lain yang akan meneliti persoalan yang
153
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
1) Dengan menggunakan full sampel hasil estimasi derajat persistensi
provinsi Sumatera Utara yaitu kota Medan, P. Siantar, Sibolga dan P.
Sidempuan didapatlah bahwa inflasi IHK di Sumatera Utara masih sangat
persisten. Dari 7 kelompok komoditi menunjukkan derajat persistensi
yang rendah.
2) Dari variabel PDRB Sumut, Nilai Tukar dan Suku Bunga yang terpenuhi
pada penelitian ini hanya variabel Suku Bunga yang mempengaruhi secara
signifikan terhadap variabel laju inflasi yang artinya apabila tingkat Suku
Bunga meningkat maka inflasi juga akan meningkat, dan sebaliknya.
3) ECT menjadi koreksi secara signifikan terhadap variabel laju inflasi.
Dimana bentuk koreksi kesalahan di ECM menunjukkan hubungan jangka
panjang antara variabel laju inflasi, variabel PDRB, variabel Nilai Tukar
dan variabel Suku Bunga adalah sebanding.
5.2Saran
1) Adanya upaya dari pemerintah maupun Tim Pengendali Inflasi (TPID)
Provinsi Sumatera Utara menekan laju inflasi yang berlebihan dan
pengendalian harga barang yang tidak terlalu tinggi di masyarakat.
2) Mempertimbangkan pusat harga informasi harga untuk menghindarkan
154
3) Melakukan riset inflasi regional yang dapat memberikan masukan ilmiah
terhadap upaya pengendalian inflasi.
4) Mengembangkan sektor industri yang akan meningkatkan pendapatan asli
daerah dan mendorong meningkatnya laju PDRB.
5) Agar pemerintah menentukan kestabilan tingkat suku bunga SBI.
6) Adanya kebijakan pemerintah dalam ekonomi moneter dalam menjaga
kestabilan nilai tukar rupiah dan melakukan langkah stabilisasi di pasar
155 Implikasinya terhadap Kebijakan Pengendalian Inflasi Daerah. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara. Berita Resmi Statistik tahun 2012 dan 2013.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara. Indeks Harga Konsumen (IHK) di Empat Kota Sumatera Utara 2011.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara. Penghitungan Inflasi Di Luar Empat Kota Terpilih Nasional Di Sumatera Utara 2010.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara. Sumatera Utara Dalam Angka 2011.
Bank Indonesia. Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah (LPPD) Dan Keuangan Provinsi Sumatera Utara. Kantor Bank Indonesia Medan. Triwulan IV-2005, I-2007, III-2007, IV-2007.
Bank Indonesia. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara. Kantor Bank Indonesia Medan tahun 2007 - 2012.
Bank Indonesia. Laporan Perekonomian Indonesia tahun 2005 - 2012.
Bank Indonesia. Laporan Perekonomian Indonesia tahun 2012 tanggal 12042014.
Bank Indonesia. 2010. Respons Kebijakan Moneter di Tengah Krisis Global. Laporan Perekonomian Indonesia 2009.
Bank Indonesia. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI) tahun 2007 s/d 2012.
Bappenas. Bab III Bidang Ekonomi Dan Keuangan (www.bappenas.go.id).
Bappepam. Laporan Tahunan Bappepam 2002.
156
Beechey, M. and Osterholm, P.. 2007. The Rise and Fall of U.S. Inflation Persistence. Board of Governors of The Federal Reserve System. Finance and Economics Discussion Paper No. 2007-26.
Boediono. 2001. Pengantar Teori Ekonomi Makro. Edisi Keempat, Yogyakarta: BPFE.
Dossche, M. and Everaert, G.. 2007. Disentangling the Sources of Inflation Persistence. National Bank of Belgium. Paper Series.
Dossche, M. and Everaert, G.. 2005. Measuring Inflation Persistence: A Structural Time Series Approach. National Bank of Belgium Paper No. 495 / JUNE 2005. Working Paper Series.
Fuhrer, J. C.. 2009. Inflation Persistence. Federal Reserve Bank of Boston Paper
No 09‐14. Working Paper Series.
Gaspersz V.. 1991. Ekonometrika Terapan. Bandung: Tarsito.
Gujarati D. N.. 2003. Basic Econometrics. Fourth Edition. Americas, New York: McGraw-Hill Higher Education.
Gujarati D.. 1995. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga.
Harmanta, Bathaluddin M. B. dan Waluyo J. 2011. Inflation Targeting Under
Imperfect Credibility Based on ARIMBI. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan.
Ikasari, H. 2005. Determinan Inflasi (Pendekatan Klasik). Thesis.S
tuk memenuhi sebagian persyaratan
Insukindro. 1999. Pemilihan Model Ekonomi Empirik dengan Pendekatan Koreksi Kesalahan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia (JEBI) Vol 14, Nomor 1, Halaman: 1-8.
Levin A. T., Natalucci F. M. and Piger J.M.. 2004. The Macroeconomic Effects of Inflation Targeting. The Federal Reserve Bank of St. Louis. Economic Review.
Levin A. T. and Piger J. M.. 2004 Is Inflation Persistence Intrinsic In Industrial Economies?. European Central Bank. Working Paper Series NO. 334 / APRIL 2004.
Mankiw, N. Gregory. 2007. Makroekonomi, Edisi ke-6, New York: Worth.
157
Mbaga M. and Coyle B. T.. 2003. Beef Supply Response Under Uncertainty: An
Autoregressive Distributed Lag Model. Western Agricultural
Economics Association. Journal ofAgricultura1 and Resource Economics 28(3):5 19-539.
Marques, C. R.. 2004. Inflation Persistence: Facts or Artefacts?. European Central Bank. Working Paper Series.
Presiden Republik Indonesia. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2005 Tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2006.
Sritua, A.. 2006. Metode Penelitian Ekonomi. Jakarta:UI-Press.
Sorensen, Bent. 2005. Economics 266, Spring, 1997.
Suzanna, D. B.. 2000. Modeling Equilibrium Relationships: Error Correction Models with Strongly Autoregressive Data. The Pennsylvania State University. University Park, PA.
Todaro M.P dan Smith S.C.. 2006. Pembangunan Ekonomi Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Totonchi, J.. 2011 Islamic Azad University, Yazd Branch, Department of Economics, Yazd, Iran (ia.totonchi@yahoo.com). Macroeconomic Theories of Inflation. Singapore: IACSIT Press. International Conference on Economics and Finance Research IPEDR vol 4.
158
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/635C6B65-6041-4F89-8147-21323069C371/29523/8SukuBunga042013IndoRev2SEKI.pdf#page= 1&zoom=auto,0,362
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/B35C206F-64A7-45B7-BD74-9C36E05FE801/28419/8PDRBSEKDA1.pdf
http://sirusa.bps.go.id/index.php?r=indikator/view&id=52
http://sirusa.bps.go.id/index.php?r=indikator/view&id=53